Anda di halaman 1dari 4

JURNAL FISIKA LABORATORIUM MATERIAL

Analisa Pengaruh Proses Heat Treatment Terhadap Nilai Kekerasan Material


Fajar Timur, Nurul Rosyidah Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: fajar.rumit@gmail.com
Abstrak Telah dilakukan percobaan berjudul Analisa pengaruh heat treatment terhadap nilai kekerasan material percobaan dilakukan dengan bertujuan untuk mempelajari proses laku-panas yang dilakukan pada suatu material, serta menentukan tingkat kekerasan material dengan medium quenching yang berbeda. Peralatan yang digunakan dalam percobaan kali ini antara lai satu unit microhardness tester, logam aluminium, gergaji besi, kertas amplas, air garam, oli, aquades, kompor , penjepit besi, dan stopwatch.. Percobaan dilakukan dengan cara memanaskan material dalam selang waktu tertentu lalu selanjutnya dilakukan proses quenching dengan medium quenching yang berbeda. Material selanjutnya diamati dengan peralatan microhardness tester untuk mengetahui struktur mikro dan tingkat kekerasannya. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa medium quenching turut mempengaruhi terhadap nilai kekerasan material alumunium untuk mediumquenching berupa aquades memiliki nilai HV sebesar 49,2, untuk medium quenching dengan air garammemiliki nilai HV sebesar 47,1, dan untuk medium quenching oli memiliki nilai HVsebesar 57,4.

tertentu. Secara umum perlakukan panas (Heat treatment) diklasifikasikan dalam 2 jenis : A. Near Equilibrium (Mendekati Kesetimbangan) Tujuan dari perlakuan panas Near Equilibrium adalah untuk : a. Melunakkan struktur kristal b. Menghaluskan butir c. Menghilangkan tegangan dalam d. Memperbaiki machineability. Jenis dari perlakukan panas Near Equibrium, misalnya : -Full Annealing (annealing) -Stress relief Annealing -Process annealing -Spheroidizing -Normalizing -Homogenizing. B. Non Equilirium (Tidak setimbang) Tujuan panas Non Equilibrium adalah untuk mendapatkan kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi. Jenis dari perlakukan panas Non Equibrium, misalnya : - Hardening -Martempering -Austempering -Surface Hardening (Carburizing, Nitriding, Cyaniding, Flame hardening, Induction hardening) Pada proses pembuatannya, komposisi kimia yang dibutuhkan diperoleh ketika baja dalam bentuk fasa cair pada suhu yang tinggi. Pada saat proses pendinginan dari suhu lelehnya, baja mulai berubah menjadi fasa padat pada suhu 13500, pada fasa ini lah berlangsung perubahan struktur mikro. Perubahan struktur mikro dapat juga dilakukan dengan jalan heat treatment. Bila proses pendinginan dilakukan secara perlahan, maka akan dapat dicapai tiap jenis struktur mikro yang seimbang sesuai dengan komposisi kimia dan suhu baja. [1] 2. Macam Proses laku-panas (heat treatment) A. Hardening Hardening adalah perlakuan panas terhadap logam dengan sasaran meningkatkan kekerasan alami logam. Perlakuan panas menuntut pemanasan material menuju suhu pengerasan, jangka waktu penghentian yang memadai pada suhu pengerasan dan pendinginan (pengejutan) berikutnya secara cepat dengan kecepatan pendinginan kritis. Akibat pengejutan dingin dari daerah suhu pengerasan ini, dicapailah suatu keadaan paksaan bagi struktur baja yang merangsang

Kata Kunci proses heat treatment, quenching. I. PENDAHULUAN Sifat mekanik tidak hanya tergantung pada komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung pada struktur mikronya. Suatu paduan dengan komposisi kimia yang samadapat memiliki strukturmikro yang berbeda, dan sifat mekaniknya akan berbeda. Strukturmikro tergantung pada proses pengerjaan yang dialami, terutama proses laku-panas (heat treatment) yang diterima selama proses pengerjaan. Proses laku-panas adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Pada percobaan kali ini akan coba diselidiki pengaruh proses laku-panas terhasap tingkat kekerasan suatu material. Percobaan dilakukan dengan bertujuan untuk mempelajari proses laku-panas yang dilakukan pada suatu material, serta menentukan tingkat kekerasan material dengan medium quenching yang berbeda 1. Proses laku-panas (heat treatment)

Proses laku-panas pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu, lalu diikuti dengan penahanan selama beberapa saat, baru kemudian dilakukan pendinginan dengan kecepatan

JURNAL FISIKA LABORATORIUM MATERIAL kekerasan, oleh karena itu maka proses pengerasan ini disebut pengerasan kejut. Karena logam menjadi keras melalui peralihan wujud struktur, maka perlakuan panas ini disebut juga pengerasan alih wujud. Kekerasan yang dicapai pada kecepatan pendinginan kritis (martensit) ini diringi kerapuhan yang besar dan tegangan pengejutan, karena itu pada umumnya dilakukan pemanasan kembali menuju suhu tertentu dengan pendinginan lambat. Kekerasan tertinggi (66-68 HRC) yang dapat dicapai dengan pengerasan kejut suatu baja, pertama bergantung pada kandungan zat arang, kedua tebal material mempunya pengaruh terhadap kekerasan karena dampak kejutan membutuhkan beberpa waktu untuk menenmbus kesebelah dalam, dengan demikian maka kekersan menurun kearah inti. B. Tempering Proses tempering adalah dimana logam yang tidak dikeraskan, dipanaskan sampai temperature dibawah titik kritis kemudian ditahan dalam waktu yang secukupnya pada temperature ini kemudian didinginkan perlahan-lahan, tujuannya adalah untuk mengurangi internal strees dan menstabilkan struktur dari logam C. Anealing Anealing adalah perlakuan panas logam dengan pendinginan yang lambat. a) untuk memindahkan atau mengurangi tekanan internal b) untuk menyuling struktur kristal (melibatkan pemanasan di atas temperatur kritis bagian atas). logam dipanaskan sekitar 25oC di atas temperatur kritis bagian atas, ditahan dalam beberapa waktu, kemudian didinginkan pelan-pelan di tungku perapian. Proses ini digunakan untuk memindahkan tekanan internal penuh sebagai hasil proses pendinginan. Berikutnya pendinginan logam diatur kembali di dalam sama benar untuk menurunkan energi bentuk wujud, tegangan yang baru dibebaskan dibentuk dan pertumbuhan butir dukung. Tujuannya untuk menghilangkan internal stress pada logam dan untuk menghaluskan grain (batas butir) dari atom logam, serta mengurangi kekerasan, sehingga menjadi lebih ulet Annealing terdiri dari 3 proses yaitu : a. Fase recovery b. Fase rekristalisasi c. Fase grain growth ( tumbuhnya butir) Fase recovery adalah hasil dari pelunakan logam melalui pelepasan cacat kristal (tipe utama dimana cacat linear disebut dislokasi) dan tegangan dalam. Fase rekristalisasi adalah fase dimana butir nucleate baru dan tumbuh untuk menggantikan cacat- cacat oleh tegangan dalam. Fase grain growth ( tumbuhnya butir) adalah fase dimana mikrostruktur mulai menjadi kasar dan menyebabkan logam tidak terlalu memuaskan untuk proses pemesinan.[2] D. Normalizing Normalizing adalah perlakuan panas logam di sekitar 40oC di atas batas kritis . logam kemudian di tahan pada temperatur ini untuk masa waktu yang cukup, kemudian didinginkan dengan udara. Hal ini bisa menghasilkan temperatur logam terjaga untuk sementara waktu sekitar 2 menit per mm dari ketebalan, tidak melebihi temperatur kritis lebih dari 50oC.

2 Struktur yang diperoleh dalam proses ini adalah perlit ( eutectoid) atauperlit brown ferrite ( hypoeutectoid) atau perlit brown cementite ( hypereutectoid). Karena baja didinginkan di dalam air, hasil proses baik dalam formasi perlit dengan ditingkatkan sifat mekanis dibandingkan proses anealing Normalizing digunakan untuk menyuling struktur butir dan menciptakan suatu austenite yang lebih homogen ketika baja dipanaskan kembali, E. Spheroidizing Merupakan process perlakuan panas untuk menghasilkan struktur carbida berbentuk bulat (spheroid) pada matriks ferrite. Pada proses Spheroidizing ini akan memperbaiki machinibility pada baja paduan kadar Carbon tinggi. Secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut : bahwa baja hypereutectoid yang dianneal itu mempunyai struktur yang terdiri dari pearlite yang terbungkus oleh jaringan cemented. Adanya jaringan cemented (cemented network) ini meyebabkan baja (hypereutectoid) ini mempunyai machinibility rendah. Untuk memperbaikinya maka cemented network tersebut harus dihancurkan dengan proses spheroidizing. Spheroidizing ini dilaksanakan dengan melakukan pemanasan sampai disekitar temperature kritis A1 bawah atau sedikit dibawahnya dan dibiarkan pada temperature tersebut dalam waktu yang lama (sekitar 24 jam) baru kemudian didinginkan. Karena berada pada temperature yang tinggi dalam waktu yang lama maka cemented yang tadinya berbentuk plat atau lempengan itu akan hancur menjadi bola-bola kecil (sphere) yang disebut denganspheroidite yang tersebar dalam matriks ferrite.[3] Karburasi dan pendinginan (Quenching) Karburasi adalah sebuah proses penambahan unsur karbon pada permukaan logam dengan cara difusi untuk meningkatkan sifat fisis dan mekanisnya. Proses karburasi ini biasanya dilakukan pada baja karbon rendah yang mempunyai sifat lunak dan keuletan tinggi. Mengeraskan permukaan dengan menggunakan cara karburasi adalah cara pengerasan yang paling tua dan ekonomis karena pada proses pengerasan ini hanya merubah komposisi kimia dari baja karbon tersebut.Tujuan Karburasi adalah menghasilkan permukaan material yang tahan aus terhadap gesekan namun tetap ulet pada bagian tegahnya untuk menanggulangi hentakan pada mesin. Ada 3 cara penambahan karbon atau karburasi : -Menggunakan medium padat atau Pack carburizing. -Menggunakan medium cair atau Liquid carburizing. -Menggunakan medium gas atau Gas carburizing. Pendinginan (Quenching) Setelah permukaan material sudah mengandung cukup karbon, proses dilanjutkan dengan pengerasan yaitu dengan pendinginan (Quenching) untuk mendapatkan kekerasan yang tinggi. Proses pengerasan (quenching) dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu : Pendinginan langsung (Direct Quenching) Pendinginan tunggal (Single Quenching) Double Quenching a. Pendinginan langsung (Direct Quenching) F.

JURNAL FISIKA LABORATORIUM MATERIAL Pendinginan secara langsung dari media karburasi. Efek yang timbul adalah kemungkinan adanya pengelupasan pada material. Pada pendinginan langsung ini diperoleh permukaan material yang getas. b. Pendinginan Tunggal (Single Quenching) Single Quenching merupakan pendinginan dari material setelah material tersebut di karburasi dan telah didinginkan pada suhu kamar. Tujuan dari metode ini adalah untuk memperbaiki difusisitas dari atom-atom karbon, dan agar gradien komposisi lebih halus. c. Double Quenching Double Quenching adalah proses pendinginan atau pengerasan pada material yang telah di karburasi dan didinginkan pada temperatur kamar kemudian dipanaskan lagi diluar kotak karbon pada temperatur kamar lalu dipanaskan kembali pada temperatur austenit dan baru didinginkan cepat. Tujuan dari metode ini untuk mendapatkan butir struktur yang lebih halus.[4] II. METODE Peralatan yang digunakan dalam percobaan kali ini antara lai satu unit microhardness tester, logam aluminium, gergaji besi, kertas amplas, air garam, oli, aquades, kompor , penjepit besi, dan stopwatch. Percobaan dilakukan dengan terlebih dahulu memotong batang alumunium sepanjang 1,5 cm sebanyak 3 buah, proses pemotongan logam alumunium ini menggunakan alat bantu berupa gergaji besi. Setelah logam alumunium telah dipotong maka proses selanjutnya adalah melakukan grinding permukaan terhadap tiga buah aluminium yang sudah dipotong, proses grinding ini dilakukan dengan kertas amplas dengan urutan nilai kekasaran kertas amplas mulai 220, 600, hingga 1000, proses grinding ini dilakukan hingga permukaan logam alumunium halus dan mengkilat. Logam alumunium yang telah digrinding selanjutnya dilakukan pembakaran pada kompor gas dengan selang waktu selama 10 menit, untuk memegang logam alumunium digunakan alat bantu berupa penjepit besi. Setelah 10 menit maka selanjutnya dilakukan proses quenching pada ketiga logam selama 10 menit dimana setiap buah aluminium direndam didalam masing-masing medium quenching yang berupa aquades, air garam, dan oli. Setelah dilakukan proses quenching, maka pada logam alumunum selanjunya dilakukan proses grinding kembali. Langkah selanjutnya yaitu melakukan pengamatan terhadap ketiga logam alumunium dengan bantuan peralatan microhardness tester. Hasil dari pengamatan lalu dianalisa untuk menentukan pengaruh proses heat treatment terhadap nilai kekerasan pada logam alumunium.

Gambar 1 Microhardness tester III. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan data hasil percobaan sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Pengukuran dengan microhardness tester

Medium quencing Aquades Air Garam Oli

HV 49,2 47,1 57,4

D1=D2 (m) 274,6 280,6 254,3

Percobaan menggunakan tiga buah logam aluminium dengan variasi medium quenching yang berbeda yaitu oli, aquades, dan air garam. Secara umum aquades merupakan medium quenching yang cukup baik. Keuntungan dari aquades adalah murah, siap pakai, mudah disimpan, tidak beracun, dan tidak mudah terbakar. Kekurangan dari aquades adalah sifat oksidatifnya, yang mana dapat menyebabkan korosi. Air garam merupakan medium quenching yang lebih keras dari aquades, namun air garam dapat mempercepat terjadinya korosi apabila tidak secepatnya dikeringkan. Oli merupakan medium quenching yang dapat digunakan apabila menginginkan proses pendinginan yang lebih lambat. Masalah yang berkaitan dengan penggunaan oli sebagai medium quenching antara lain bahaya asap dan api serta dapat mencemari lingkungan. Pemilihan medium queching untuk mengeraskan material tergantung pada laju pendinginan yang diinginkan agar dicapai kekerasan tertentu. Jika suatu material diquench ke dalam medium quenching, lapisan cairan disekeliling material akan segera terpanasi sehingga mencapai titik didihnya dan berubah menjadi uap. Pada tahap ini material akan segera dikelilingi oleh lapisan uap yang terbentuk dari cairan pendingin yang menyentuh permukaan material. Uap yang terbentuk menghalangi cairan pendingin menyentuh permukaan material. Sebelum terbentuk lapisan uap, permukaan material mengalami pendinginan yang sangat intensif. Dengan adanya lapisan uap, akan menurunkan laju pendinginan, karena lapisan terbentuk dan akan berfungsi sebagai isolator. Pendinginan dalam hal ini terjadi efek radiasi melalui lapisan uap ini lama-kelamaan akan hilang oleh cairan pendingin yang mengelilinginya. Kecepatan menghilangkan lapisan uap makin besar jika viskositas cairan makin rendah. Jika material didinginkan lebih lanjut, panas yang dikeluarkan oleh material tidak cukup untuk tetap menghasilkan lapisan

JURNAL FISIKA LABORATORIUM MATERIAL uap. Pada tahap ini cairan pendingin dapat menyentuh permukaan material sehingga terbentuk gelembunggelembung udara dan menyingkirkan lapisan uap sehingga laju pendinginan menjadi bertambah besar. Jika tahap pendidihan cairan pendingin sudah berlalu dan cairan pendingin tersebut sudah mulai bersentuhan dengan seluruh permukaan material, pendinginan berlangsung secara konveksi karena itu laju pendinginan menjadi rendah pada saat temperatur material turun. Untuk mencapai struktur material yang keras, harus diciptakan kondisi sedemikian sehingga kecepatan pendinginan yang terjadi melampaui kecepatan pendinginan kritik dari material yang diquenching. Setelah dilakukan pengujian dengan peralatan microhardness tester, diketahui nilai kekerasan HV pada setiap batang logam alumunium. Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan microhardness tester dapat diketahui nilai kekerasan, untuk medium quenching aquades didapatkan nilai HV sebesar 49,2 serta nilai D1 dan D2 yaitu 274,6 m. Untuk medium quenching air garam didapatkan nilai HV sebesar 47,1 serta nilai D1 dan D2 yaitu 280,6 m. Untuk medium quenching oli didapatkan nilai HV yaitu 57,4 serta nilai D1 dan D2 yaitu 254,3 m. Dalam praktikum, seluruh alumunium diperlakukan sama. Dan hanya dibei perbedaan perlakuan pada medium quenching. Alumunium memiliki panjang sekitar 1,5cm namun dapat sedikit berkurang karena akibat proses grinding. Dalam percobaan ini, panjang dan luasan alumunium tidak mempengaruhi kekerasan dari alumunium tersebut karena itu merupakan sfat ekstrensik dari suatu material. IV. KESIMPULAN Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa medium quenching turut mempengaruhi terhadap nilai kekerasan material alumunium untuk mediumquenching berupa aquades memiliki nilai HV sebesar 49,2, untuk medium quenching dengan air garammemiliki nilai HV sebesar 47,1, dan untuk medium quenching oli memiliki nilai HVsebesar 57,4. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, Laboratorium Fisika Material ITS, para asisten laboratorium, laboran, teman-teman serta semua pihak yang telah membantu sehingga percobaan ini dapat dilaksanakan dengan lancar DAFTAR PUSTAKA [1] Robert W. Cahn, Peter Haasen, ed. 1996. Physical Metallurgy. Volume 2. Elsevier Science. [2] Rao;Tata.1998.Manufacturing technology: foundry, forming and welding. McGraw-Hill [3] Rajan, T. V.; Sharma, C. P.; Sharma, Ashok .1992. Heat Treatment: Principles and Techniques. London.Prentice Hall [4] Higgins, Raymond A. 1983. "Part I: Applied Physical Metallurgy". Engineering Metallurgy (5th ed.). Texas. Hodder & Stoughton

4 [5] Journal of ASM International.2007.Heat treater's guide: practices and procedures for irons and steels. ASM International

Anda mungkin juga menyukai