TINJAUAN PUSTAKA
1.1.1 Hardening
Hardening adalah perlakuan panas terhadap logam dengan sasaran
meningkatkan kekerasan alami logam. Perlakuan panas menuntut pemanasan
benda kerja menuju suhu pengerasan, jangka waktu penghentian yang memadai
pada suhu pengerasan dan pendinginan (pengejutan) berikutnya secara cepat
dengan kecepatan pendinginan kritis. Akibat pengejutan dingin dari daerah
suhu pengerasan ini, dicapailah suatu keadaan paksaan bagi struktur baja yang
merangsang kekerasan, oleh karena itu maka proses pengerasan ini disebut
pengerasan kejut. Karena logam menjadi keras melalui peralihan wujud
struktur, maka perlakuan panas ini disebut juga pengerasan alih wujud.
1.1.2 Tempering
Perlakuan untuk menghilangkan tegangan dalam dan menguatkan baja dari
kerapuhan disebut dengan memudakan (tempering). Tempering didefinisikan
sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan pada temperatur
tempering (di bawah suhu kritis), yang dilanjutkan dengan proses pendinginan.
Baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan,
melalui proses tempering kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai
memenuhi persyaratan penggunaan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan
turun pula sedang keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat. Meskipun
proses ini menghasilkan baja yang lebih lunak, proses ini berbeda dengan
proses anil (annealing) karena sifat-sifat fisis dapat dikendalikan dengan
cermat.
Pada suhu 200°C sampai 300°C laju difusi lambat hanya sebagian kecil.
karbon dibebaskan, hasilnya sebagian struktur tetap keras tetapi mulai
kehilangan kerapuhannya. Di antara suhu 500°C dan 600°C difusi berlangsung
lebih cepat, dan atom karbon yang berdifusi di antara atom besi dapat
membentuk cementit.
- Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah; yang
mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang
singkat, 5 – 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya
dianggap sudah memadai.
- Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah dianjurkan menggunakan
holding time 15 – 25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja.
- Low Alloy Tool Steel; memerlukan holding time yang tepat agar
kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5
menit per millimeter tebal benda, atau 10 – 30 menit.
– 30 menit.
- High Speed Steel; memerlukan temperatur pemanasan yang sangat
tinggi 1200º C - 1300º C. Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan
holding time diambil hanya beberapa menit saja. (jurnal, 2008)
1.1.5 Quenching
Proses quenching melibatkan beberapa faktor yang saling berhubungan.
Pertama yaitu jenis media pendingin dan kondisi proses yang digunakan, yang
kedua adalah komposisi kimia dan hardenbility dari logam tersebut.
Hardenbility merupakan fungsi dari komposisi kimia dan ukuran butir pada
temperatur tertentu. Selain itu, dimensi dari logam juga berpengaruh terhadap
hasil proses quenching.
Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian
ditahan pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan
menghasilkan struktur mikro yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada diagram
Isothermal Tranformation Diagram dibawah ini.
Berikut beberapa penjelasan tentang diagram diatas :
Penjelasan diagram:
- Kurva pendinginan (a) menunjukkan pendinginan secara
kontinyu yang sangat cepat dari temperatur austenite sekitar 920̊
C ke temperature 200̊ C. Laju pendinginan cepat ini
menghasilkan dekomposisi fasa austenite menjadi martensit. Fasa
Austenite akan mulai terdekomposisi menjadi martensit pada
Temperatur Ms, martensite start. Sedangkan akhir pembentukan
martensit akan berakhir ketika pendinginan mencapai temperatur
Mf, martensite finish.
- Kurva pendinginan (b) menunjukkan pendinginan kontinyu
dengan laju sedang/medium dari temperatur 920̊ C ke 250̊ C.
Dengan laju pendinginan kontinyu ini fasa austenite
terdekomposisi menjadi struktur bainit.
- Kurva pendinginan (c) menunjukkan pendinginan kontinyu dengan laju
pendinginan lambat dari temparatur 920̊ C ke 250̊ C. Pendinginan
lambat ini menyebabkan fasa austenite terdekomposisi manjadi fasa
ferit dan perlit.
c)
Uji tarik (Tensile Test) adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji
kekuatan tarik (tensile strength) suatu material/bahan dengan cara memberikan beban
(gaya statis) yang sesumbu dan diberikan secara lambat atau cepat. Diperoleh hasil
sifat mekanik dari pengujian ini berupa kekuatan dan elastisitas dari material/bahan.
Nilai kekuatan dan elastisitas dari material uji dapat dilihat dari kurva hasil uji
tarik. Selain kekuatan dan elastisitas, sifat lain yang dapat diketahui adalah sebagai
berikut :
Pada pengujian tarik spesimen diberi beban uji aksial yang semakin besar
secara kontinyu. Sebagai akibat pembebanan aksial tersebut, spesimen mengalami
perubahan panjang. Perubahan beban (P) dan perubahan panjang (∆L) tercatat
pada mesin uji tarik berupa grafik, yang merupakan fungsi beban dan
pertambahan panjang dan disebut sebagai grafik P - ∆L dan kemudian dijadikan
grafik Stress-Strain (Grafik - ) yang menggambarkan sifat bahan secara
umum.
Keterangan:
A = Titik propolsionalitas
B = Titik elastis
C = Titik yield
D = Titik maksimum
E = Titik patah
Dari gambar 4 di atas tampak bahwa sampai titik A perpanjangan sebanding
dengan pertambahan beban. Pada daerah inilah berlaku hukum Hooke,
sedangkan titik p merupakan batas berlakunya hukum tersebut. Oleh karena itu
titik A di sebut juga batas proporsional. Sedikit di atas titik A terdapat titik B
yang merupakan batas elastis di mana bila beban dihilangkan maka belum terjadi
pertambahan panjang permanen dan spesimen kembali kepanjang semula.
Daerah di bawah titik B disebut daerah elastis. Sedangkan di atasnya disebut
daerah plastis.
Di atas titik B terdapat titik C yang merupakan titik yield (luluh) yakni di
mana logam mengalami pertambahan panjang tanpa pertambahan beban yang
berarti. Dengan kata lain titik yield merupakan keadaan di mana spesimen
terdeformasi dengan beban minimum. Deformasi yang yang dimulai dari titik C
ini bersifat permanen sehingga bila beban dihilangkan masih tersisa deformasi
yang berupa pertambahan panjang yang disebut deformasi plastis. Pada
kenyataannya karena perbedaan antara ke tiga titik A, B dan C sangat kecil maka
untuk perhitungan teknik seringkali keberadaan ke tiga titik tersebut cukup
diwakili dengan titik C saja. Dalam kurva titik y ditunjukkan pada bagian kurva
yang mendatar atau beban relatif tetap. Penampakan titik C ini tidak sama untuk
semua logam. Pada material yang ulet seperti besi murni dan baja karbon rendah,
titik C tampak sangat jelas. Namun pada umumnya penampakan titik C tidak
tampak jelas. Untuk kasus seperti ini cara menentukan titik y dengan
menggunakan metode offset. Metode offset dilakukan dengan cara menarik garis
lurus yang sejajar dengan garis miring pada daerah proporsional dengan jarak
0,2% dari regangan maksimal. Titik yield didapat pada perpotongan garis
tersebut dengan kurva σ-ε (gambar 5).
Gambar 1 Grafik Tegangan-Regangan
Kenaikan beban lebih lanjut akan menyebabkan deformasi yang akan semakin
besar pada keseluruhan volume spesimen. Beban maksimum ditunjukkan dengan
puncak kurva, titik D, sampai pada beban maksimum ini, deformasi yang terjadi
masih homogen sepanjang spesimen. Pada material yang ulet (ductile),
setelahnya beban maksimum akan terjadi pengecilan penampang setempat
(necking), selanjutnya beban turun dan akhirnya spesimen patah. Sedangkan pada
material yang getas (brittle), spesimen akan patah setelah tercapai beban
maksimum.
2.3. Metalografi
h = 0,5.D-0,5√ D2−d 2
A=π . D . h
¿ 0,5. π . D .( D−√ D2−d 2 )
Hubungan antara penetrator dengan bahan yang digunakan untuk pengujian kekerasan
metode Brinell, dinyatakan dalam Tabel 1. Berikut ini.
d= (d1 - d2) /2
F
X= 2
d
1,854
F
X =1,854 .
d2
Dengan :
F = gaya [kgf]
D = diameter rata-rata diagonal bekas indentor [mm]
Angka kekerasan Vickers dinyatakan dalam harga satuan HV atau VHN, gaya dan
waktu, misalkan 440 HV30/20 artinya harga kekerasan logam 440 dengan gaya 30kgf,
waktu 20 detik.