Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam
keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat mekaniknya. Baja dapat dikeraskan
sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat atau dapat
dilunakkan untuk memudahkan proses permesinan lanjut.

Melalului perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan,


ukuran butir dapat diperbesar atau dapat diperkecil. Selain itu ketangguhan
ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling initi
yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas yang tepat, komposisi baja
harus diketahui karena perubahan komposisi kimia, khususnya karbon dapat
mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis (ITERA, 2020).

Baja karbon adalah material yang mempunyai keuletan tinggi dan mudah
dimachining, tetapi kekerasannya rendah dan tidak tahan aus, perlakuan panas
adalah salah satu proses yang digunakan untuk mengubah struktur logam
dengan memanaskan spesimen pada tungku pada temperature rekristalisasi
selama periode waktu tertentu, kemudian didinginkan pada media pendingin
seperti udara, air, air faram, oli dan solar yang masing-masing mempunyai
kerapatan pendinginan yang berbeda-beda (Saktisahdan, 2019).

Namun, tidak semua material memiliki perlakuan panas yang sama disebabkan
sifat-sifat mekanik setiap material yang berbeda dan ada juga yang
membutuhkan
perlakuan khusus. Hal ini menyebabkan berbagai macam variasi metode heat
treatment serta hasil yang bervariasi.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah melakukan proses pengerasan metode
quenching pada baja karbon, menguji kekerasan hasil perlakuan panas dan
menganalisa hasil perlakuan panas.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Heat Treatment


Perlakuan panas (Heat Treatment) merupakan proses kombinasi antara proses
pemanasan atau pendinginan dari suatu logam atau panduannya dalam keadaan
padat untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu. Untuk mendapatkan hal ini maka
kecepatan pendinginan dan batas temperature sangat menentukan. Dan struktur
mikro yang didapatkan di akhir proses heat treatment akan mempengaruhi sifat
yang didapatkan. Sedangkan terbentuknya struktur mikro ini selain dipengaruhi
komposisi kimia material juga dipengaruhi oleh proses heat treatment yang
diterima dan kondisi awal material tersebut.

Dari proses heat treatment yang dilakukan, khususnya pada baja akan
dihasilkan struktur akhir yang terdiri dari martensit. Dimana martensit ini
memiliki sifat yang sangat getas. Sehingga dalam pemakaiannya akan sulit
dilakukan proses machining. Pada umumnya setelah dilakukan proses heat
treatment khususnya annealing, akan dilakukan proses penemperan dimana
tempering ini akan berfungsi mengurangi tegangan sisa yang ada pada baja,
serta mengurangi kegetasan atau dengan kata lain meningkatkan keuletan atau
ketangguhan (Saktisahdan, 2019).

Lalu dengan adanya sifat alotropik dari besi menyebabkan timbulnya variasi
struktur mikro dari berbagai jenis logam. Alotropik itu sendiri merupakan
transformasi dari satu bentuk susunan atom (sel satuan) ke bentuk susunan atom
yang lain. Pada temperature dibawah 910℃ sel satuannya Body Center Cubic
(BCC), temperature antara 910℃ dan 1392℃ sel satuannya Face Center Cubic
(FCC). Sedangkan temperature di atas 1392℃ sel satuannya kembali menjadi
(BCC).

Gambar 2. 1 Bentuk Sel Satuan BCC


Sumber: Jurnal Mesin Sains Terapan

Gambar 2. 2 Bentuk Sel Satuan FCC


Sumber: Jurnal Mesin Sains Terapan

2.2 Baja
Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai
unsur dasar dam karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon
dalam baja berkisar antara 0,1% hingga 1,7% sesuai tingkatannya. Dalam
proses pembuatan baja karbon terdapat unsur-unsur lain selain karbon yang
akan terjadi di dalam baja seperti Mangan (Mn), Silikon (Si). Kromium (Cr),
Vanadium (V) dan unsur lainnya (Jordi, Yudo, & Jokosisworo, 2017).

Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya kita dapat
mendapatkan kualitas baja yang kita inginkan. Fungsi karbon dalam baja adalah
sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal
(crystal lattice) atom besi.

Berdasarkan komposisi dalam prakteknya, baja terdiri dari beberapa macam,


yaitu :
a. Baja Karbon (Carbon Steel)
Baja karbon diklasifikasikan berdasarkan persentase karbon di dalam baja :
1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel) mengandung karbon antara
0,10% hingga 0,30%
2. Baja Karbon Menengah (Low Carbon Steel) mengandung karbon antara
0,30% hingga 0,60%
3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel) mengandung karbon antara
0,60% hingga 1,7%
b. Baja Paduan (Alloy Steel)
Baja paduan adalah baja yang dipadukan dengan unsur-unsur paduan yang
akan mengubah sifat besi murni yang bersifat lunak menjadi lebih kuat.
Alloy atau panca logam ini merupakan unsur yang tergabung dalam bentuk
senyawa cair yang sama serta berasal dari dua atau lebih unsur yang mana
salah satu dari unsur tersebut merupakan bahan dasar yang berasal dari
logam, dan alloy atau panca logam ini memiliki sifat julat lebur yang
merupakan bahan campuran dari pejal serta cair. Sedangkan apabila
diletakkan pada kondisi yang mempunyai suhu panas tertentu yang
menjadikannya lebur dan mencair biasanya alloy atau panca logam ini
disebut dengan istilah solidus. Sedangkan apabila diletakkan pada kondisi
panas suhu tertentu dan bahan alloy atau panca logam yang ada tersebut
mulai akan habis melebur maka sering disebut dengan sebutan liquidus,
tetapi ada juga yang diberi nama dengan sebutan campuran eutektik yang
merupakan suatu bahan alloy atau setengah panca logam yang bisa direka
berdasar pada suatu takaran takat lebur saja dan biasanya untuk bahan dasar
alloyatau panca logam ini akan mempunyai ciri-ciri tertentu yang
diinginkan juga yang mampu memberikan kelebihan daripada komponen-
komponen yang sudah ada sebelumnya

2.3 Proses-Proses Heat Treatment


Heat treatment memiliki beberapa proses yang dilakukan sesuai prosedur,
beberapa dari prosesnya yaitu :
a. Hardening
Hardening adalah proses perlakuan pana pada baja hingga suhu di daerah
kritis, kemudian dilakukan pendinginan secara cepat. Untuk suhu
pemanasan yang digunakan dengan cara menyesuaikan kadar karbon pada
baja dengan diagram fasa besi-karbida besi (Purnomo, 2017).

Setelah baja ditahan untuk jangka waktu tertentu, kemudian didinginkan


dalam air atau oli, tergantung pada jenis baja. Ketika spesimen berada dalam
bak pendingin, kedua komponen dan media pendinginan harus tetap
bergerak untuk meningkatkan efek pendinginan dan untuk mencegah bagian
lunak (Rahmadani, et al., 2020).
b. Tempering
Proses tempering adalah pemanasan baja sampai temperature sedikit
dibawah temperature kritis, kemudian didiamkan dalam tungku dan
suhunya dipertahankan sampai merata selama 15 menit. Selanjutnya
didinginkan dalam media pendingin (Mujaddedy, Jufriadi, & Ibrahim,
2020).

Tujuan nya jika kekerasan turun, maka kekuatan tarik turun pula
1. Tempering pada suhu rendah (150-300˚C). Tujuannya hanya untuk
engurangi tegangan tegangan kerut dan kerapuhan dari baja. Proses ini
digunakan untuk alat alat kerja yang tidak mengalami beban yang berat,
seperti misalnya alat alat potong mata bor yang dipakai untuk kaca dan
lain-lain.
2. Tempering pada suhu menengah (300- 500˚C). Tujuannya menambah
keuleatan dan kekerasannya menjadi sedikit berkurang. Proses ini
digunakan pada alat alat kerja yang mengalami beban berat seperti palu,
pahat, pegas.
3. Tempering pada suhu tinggi (500- 650˚C). Tujuannya untuk
memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasan menjadi
agak rendah.Proses ini digunakan pada roda gigi, poros, batang
penggerak dan lain-lain.
c. Annealing
Annealing adalah perlakuan panas logam dengan pendinginan yang lambat
berfungsi untuk memindahkan tekanan internal atau untuk mengurangi dan
menyuling struktur kristal (melibatkan pemanasan diatas temperature kritis
bagian atas).
d. Normalizing
Normalizing adalah perlakuan panas logam disekitar 40℃ di atas batas
kritis logam, kemudian ditahan pada temperature tersebut untuk masa
waktu yang cukup dan dilanjutkan dengan pendinginan pada udara terbuka.
e. Quenching
Quenching adalah suatu proses pendinginan cepat dengan media
pendinginan yang bertujuan untuk mendapatkan nilai kekerasan (Karmin,
2009). Proses quenching melibatkan beberapa faktor yang saling
berhubungan. Pertama yaitu jenis media pendinginan dan kondisi proses
yang digunakan, yang kedua adalah komposisi kimia material dan
hardenbility dari logam tersebut.

Proses hardening yang baik adalah bila mendapatkan harga kekerasan,


kekuatan, dan toughness yang besar tetapi dengan residual stress, distorsi,
dan cracking yang minimal. Pada stainless steel dan high alloy steels tujuan
proses quenching adalah untuk meminimalisasi keberadaan batas butir
karbida atau untuk meningkatkan distribusi ferit.
f. Holding Time
Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari
suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperature
pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur
austenitnya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenite,
difusi karbon dan unsur paduannya.
Gambar 2. 3 Grafik Holding Time
Sumber: http://logam420.blogspot.com/2018/04/heat-treatment.html

g. Diagram Fe-Fe3C
Diagram Fe-Fe3C adalah diagram yang menampilkan hubungan antara
temperature dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan
lambat dan pemanasan lambat dengan kandungan karbon (%C). Diagram
fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan untuk laku panas
kebanyakan jenis baja yang kita kenal (ITERA, 2020).
1. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperature yang berbeda dengan
kondisi pendinginan lambat.
2. Temperature pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan Fe-C
bila dilakukan pendinginan lambat.
3. Temperature cair dari masing-masing paduan.
4. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon pada
fasa tertentu.
5. Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi, yaitu reaksi eutektik, peritektik
dan eutektoid
Gambar 2. 4 Diagram Fe-Fe3C
Sumber: Modul Heat Treatment

2.4 Media dan Proses Pendinginan


Untuk mencapai struktur martensit maka austenit yang terjadi harus
didinginkan cukup cepat, setidaknya dapat mencapailaju pendidinginan kritis
dari baja yangbersangkutan. Untuk ini baja harus didinginkan dengan media
pendingintertentu yang umumnya ditentukan olehjenis baja/ paduannya. Ada
sejumlah media pendingin yang biasa digunakandalam proses pengerasan baja
yaitu:
a. Air
Air adalah media pendingin yang paling tua dan murah. Air mepunyai
cooling capacity yang tinggi sekali (terjadi pada suhu 300℃ yaitu
temperatur mulainya terbentuk martensit) padahal laju pendinginan
tertinggi diperlukan pada saat melewati nose dari kurva transformasi, yaitu
sekitar temp 500℃ sehingga air murni kurang baik untuk pendinginan baja
yang mempunyai hardenability yang tinggi. Untuk
memperbaiki/menurunkan cooling capacity dapat dilakukan dengan
menambahkan sedikit (5 – 10 %) soda atau garam dapur.
b. Udara
Udara mepunyai cooling capacity yang rendah, tetapi dalam hal baja paduan
justru hal ini menguntungkan karena dengan laju pendinginan yang rendah,
thermal stees juga akan rendah sehingga benda kerja akan bebas distorsi
maupun retak. Udara digunakan untuk pendinginan baja paduan tinggi dan
baja paduan rendah dngan penampang kecil.
c. Oli
Pendingin dengan oli akan lebih lambat dibanding dengan air. Pada minyak
mempunyai cooling capacity tertinggi pada temperatur sekitar 600℃ dan
agak rendah pada sekitar temperatur pembentukan martensite. Untuk
menaikan cooling capacity minyak dapat dilakukan dengan menaikan
temperaturnya 50℃ − 80℃. Ada banyak macam oli yang digunakan untuk
pendingin, yang paling murah dan sederhana adalah minyak mineral dengan
kekentalan rendah. Oli biasanya digunakan untuk pendinginan baja paduan
rendah dan medium yang ukuran penampangna kecil

2.5 Struktur Mikro


Struktur mikro merupakan gambaran dari kumpulan fasa-fasa yang diamati
melalui teknik metalografi. Berbagai macam unsur ditemukan dalam baja
karbon dan paduan, seperti: fasa ferit, fasa sementit, fasa martensit, fasa perlit,
dan fasa bainit. Unsur paduan pada baja berpengaruh pada pembentukan fasa
dalam struktur mikro. Penilaian struktur mikro yang benar tergantung pada
persiapan spesimen metalografi yang tepat, yang dimulai dari sectioning,
mounting (optional), grinding, polishing, microetching. Metode perhitungan
struktur mikro baja dapat merujuk pada ASTM E-562, dengan rumus:
(Rahmadani, et al., 2020)

𝑄𝑀𝑠
𝑃𝑀𝑠 = × 100%............................................(1)
𝑄𝑜

Keterangan:
𝑃𝑀𝑠 = Persentase struktur mikro tertentu (%)
𝑄𝑀𝑠 = Jumlah kotak struktur mikro tertentu (%)
𝑄𝑜 = Jumlah keseluruhan kotak

2.6 Laboratory Chamber Furnance


Furnace adalah sebuah perangkat yang digunakan untuk pemanasan. Furnace
sering digunakan untuk ekstraksi logam dari bijih, proses pengabuan, perlakuan
panas pada logam seperti annealing, normalizing, tempering, galvanizing dan
proses-proses lain yang memerlukan pemanasan (Khoirudin & La Ode, 2018)

Gambar 2. 5 Laboratory Chamber Furnace Carbolite CWF 1300


Sumber: Modul Heat Treatment

Komponen-komponen utama pada furnance terdiri dari:


a. Instrumentasi
Fungsi dari instrumentasi ialah untuk mengatur proses yang sedang terjadi
di dalam furnace seperti menhetahui temperature material yang sedang
dipanaskan. berikut alat instrumentasi pada furnace:
1. Deteksi Temperature
Alat ini dipasang pada furnace untuk memperlihatkan jumlah suhu di
dalam ruang pembakaran serta area konveksi dan jalur gas hasil dari
pembakaran.
2. Timer
Timer berfungsi sebagai pengatur waktu untuk menentukan seberapa
lama waktu memanaskan material.
b. Dinding Furnace dan Insulation
Umumnya dinding pada furnace dibuat dari berbagai macam lapisan, pada
lapisan luar terbuat dari pelat baja dan lapisan dalam dilapisi dengan
insulation yang tahan panas dan tahan terhadap api. Fungsi dari insulation
adalah untuk meminimalisir adanya kehilangan panas melalui dinding
furnace.
c. Burner
Burner berfungsi untuk melaksanakan pembakaran pada bahan bakar yang
terdiri dari campuran gas dan udara. Gas dan udara harus bercampur dengan
baik pada jumlah tertentu sehingga proses pembakaran dapat terjadi dengan
baik. Apabila bahan bakar berbentuk cair (fuel oil) maka terlebih dahulu
dipanaskan agar uapnya dapat mengalami kontak dengan udara sehingga
akan lebih mudah terbakar. Namun furnace yang memiliki teknologi paling
baru sudah menggunakan energi kistrik sebagai sumber panas.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan sebagai berikut yang dimana alatnya adalah alat yang
akan digunakan pada praktikum kali ini:
a. Laboratory Chamber Furnace

Gambar 3. 1 Laboratory Chamber Furnace Carbolite CWF 1300


Sumber: Modul Heat Treatment

b. Media Pendinginan (tanpa perlakuan,air dan oli)

Gambar 3. 2 Media Pendinginan Air dan Oli


Sumber: Modul Heat Treatment
c. Baja Karbon AISI 1045

Gambar 3. 3 Carbon Steel Medium (Komposisi Carbon 0,43%-0,50%)


AISI 1045

3.2 Prosedur Praktikum


Adapun prosedur praktikum pada praktikum kali ini adalah:
a. Menyiapkan 3 sampel material baja dan media pendinginan air dan oli.
b. Membaca prosedur cara penggunaan alat sebelum praktikum cara
menghidupkan, cara penggunaan dan cara mematikan alat.
c. Baja yang digunakan yakni AISI 1045 berbentuk plat setebal 5 mm.
d. Menghidupkan Chamber Furnance Carbolite Gero CWF 1300
e. Mengatur SP℃ pada suhu 800℃ SPrr OFF, Holding Time t1 30 menit.
f. Menggunakan alat-alat keselamatan seperti finger gloves dan tang cruisible
pada saat memasukkan dan mengeluarkan material dari Chamber Furnance
Carbolite Gero CFW 1300.
g. Keluarkan ketiga sampel yang telah dipanaskan.
1. Sampel pertama didinginkan di suhu ruangan.
2. Sampel kedua langsung dimasukkan ke dalam media pendingin air.
3. Sampel ketiga langsung dimasukkan ke dalam media pendingin oli.
h. Reset Chamber Furnance Carbolite Gero CWF 1300 ke setting default.
Lalu matikan alat
i. Membersihkan permukaan spesimen sampai rata dan halus setelah dingin.
j. Merapikan alat-alat yang digunakan setelah praktikum.
k. Mencabut daya listrik alat dan isi log book penggunaan alat
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN

4.1 Pengumpulan Data


Data yang diperlukan dalam praktikum ini adalah:

Tabel 4.1 Spesifikasi data yang diambil selama praktikum

Furnance Normalizing

Annealing Quenching

Data Spesimen
Spesimen : Baja Karbon AISI 1045
Alat : Laboratory Chamber Furnance
Merek : Carbolite Gero CWF 1300
Tabel 4.2 Lembar Kerja Heat Treatment
No. Preheat Holding Temperature Holding Heat Cooling
(N/V) Pre-Heat Austenisasi Temp. Rate Method
(Modul (*C/s) Austenisasi (*C/s)
(menit)
1. 300° 35 Menit 900° 70 Menit 0,25℃ Air
/𝑠
2. 300° 35 Menit 900° 70 Menit 0,25℃ Oli
/𝑠
3. 300° 35 Menit 900° 70 Menit 0,25℃ Udara
/𝑠

a. Kurva Holding Time

Gambar 4. 1 Kurva Holding Time


Sumber: Jurnal Mesin Sains Terapan

Dilihat dari kurva holding time, suhu saat memanaskan spesimen ditahan di
suhu 912℃ selama 30 menit. Setelah melalui proses holding time, maka
dilakukan beberapa metode pendinginan seperti quenching, normalizing,
dan annealing.

Untuk metode pendingan quenching didapatkan struktur berupa struktur


Martensit, metode normalizing mendapatkan struktur Pearlit dan metode
annealing mendapatkan hasil berupa stuktur Pearlitic.

b. Diagram CCT (Continous Cooling Transformation)


Diagram Continous Cooling Transformation, atau biasa disebut diagram
CCT, merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara laju
pendinginan kontinu dengan fasa atau mikrostruktur yang terbentuk, yang
dapat dilihat dari diagram Continous Cooling Transformation.

Gambar 4. 2 Diagram CCT


Sumber: Jurnal Mesin Sains Terapan

Ketika pendinginan terjadi dengan cepat (quenching) maka akan terbentuk


struktur martensite. Ketika waktu pendinginan ditambah, maka akan
terbentuk struktur gabungan dari martensite dan pearlite. Ketika waktu
pendinginan berlangsung lama, maka akan terbentuk pearlite. Adanya
unsur paduan tambahan memungkinkan untuk menggeser posisi hidung
pearlite dan hidung bainite, sehingga kemungkinan terbentuknya
martensite semakin besar

c. Diagram Fe-Fe3C
Gambar 4. 3 Diagram Fe-Fe3C
Sumber; Jurnal Mesin Sains Terapan

Diagram Fasa Fe-Fe3C adalah diagram yang menampilkan hubungan antara


temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan
lambat dan pemanasan lambat dengan kandungan karbon (%C). Diagram
fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan untuk laku panas
kebanyakan jenis bajayang kita kenal. Diagaram fasa ini dibatasi dengan
komposisi karbon sampai 6,7%.Diagram fasa Fe-C sangat penting di bidang
metalurgi karena sangat bermanfaat didalam menjelaskan perubahan-
perubahan fasa Baja (paduan logam Fe-C). Baja merupakan logam yang
banyak dipakai di bidang teknik karena kekuatan tarik yang tinggi dan
keuletan yang baik. Paduan ini mempunyai sifat mampu
bentuk(formability) yang baik dan sifat-sifat mekaniknya dapat diperbaiki
dengan jalan perlakuan panas atau perlakuan mekanik. Fungsi diagram fasa
adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk
setiap proses perlakuan panas baik proses quenching, normalizing,
annealing, tempering dan holding time.

d. Diagram CCT
Normalizing
Annealing

Quenching

Gambar 4. 4 Diagram CCT dengan Tanda


Sumber:Jurnal Mesin Sains Terapan

Dari diagram CCT pendinginan dengan metode quenching memiliki laju


pendingingan sebesar 1000℉/𝑠, metode normalizing memiliki laju
pendinginan sebesar 250℉/𝑠 dan metode annealing memiliki laju
pendinginan sebesar 60℉/𝑠
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis dan Pembahasan


a. Proses perlakuan panas (heat treatment) adalah suatu proses mengubah sifat
logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan
pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi
kimia logam yang bersangkutan.
b. Macam-macam heat treatment adalah
1. Hardening adalah perlakuan panas terhadap logam dengan sasaran
meningkatkan kekerasan alami logam.
2. Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah
dikeraskan pada temperature tempering (di bawah suhu kritis), yang
dilanjutkan dengan proses pendinginan.
3. Annealing adalah perlakuan panas logam dengan pendinginan yang
lambat berfungsi untuk memindahkan tekanan internal atau untuk
mengurangi dan menyuling struktur kristal (melibatkan pemanasan di
atas temperature kritis bagian atas).
4. Normalizing adalah perlakuan panas logam di sekitar 40ºC di atas batas
kritis logam, kemudian di tahan pada temperature tersebut untuk masa
waktu yang cukup dan dilanjutkan dengan pendinginnan pada udara
terbuka.
5. Quenching adalah suatu proses pengerasan baja dengan cara baja
dipanaskan hingga mencapai batas austenite dan kemudian diikuti
dengan proses pendinginan cepat melalui media pendingin air, oli, atau
air garam, sehingga fasa autenit bertransformasi secara parsial
membentuk struktur martensit.
6. Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari
suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur
pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga
struktur austenitenya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam
austenite, difusi karbon dan unsur paduannya.
c. Quenching dilakukan dengan cara direndam pada media cair seperti air dan
oli, namun terdapat perbedaan pada laju pendingan antara air dan oli. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan kekentalan (viskositas) pada kedua cairan.
Namun air memiliki kecepatan pendingingan yang lebih cepat dibandingkan
oli.
d. Sifat material yang dihasilkan dari metode quenching adalah martensite.
Dan sifat material bisa berubah dikarenakan adanya perubahan struktur
mikro material saat dipanaskan, namun tidak dapat kembali ke struktur
semula dikarenakan pendinginan yang lebih cepat dibandingkan waktu
pemanasannya.
e. Struktur yang dihasilkan media pendinginan oli dan air sama, yaitu struktur
martensite dikarena proses pendinginan cepat, sedangkan media
pendinginan udara menghasilan struktu bainite dikarena pendinginan yang
lebih lama.
f. Untuk memperoleh sifat mekanik yang diinginkan, maka diperlukan
strukturmikro yang sesuai. Hal tersebut dapat diperoleh melalui proses
perlakuan panas dengan cara memanaskan baja mencapai temperatur
austenit stabil dan ditahan beberapa menit kemudian didinginkan dengan
proses pendinginan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

ITERA, U. L. (2020). Modul Praktikum Heat Treatment. Lampung Selatan:


Laboratorium Teknik Mesin.

Jordi, M., Yudo, H., & Jokosisworo, S. (2017). Analisa Pengaruh Proses Quenching
Dengan Media Berbeda Terhadap Kekuatan Tarik dan Kekerasan Baja St
36 Dengan Pengelasan SMAW. JURNAL TEKNIK PERKAPALAN, 273.

Karmin. (2009). PENGENDALIAN PROSES PENGERASAN BAJA DENGAN


METODE QUENCHING. JURNAL AUSTENIT, 19.

Khoirudin, & La Ode, M. F. (2018). OPTIMASI DESAIN PADA DINDING


FURNACE DENGAN TEMPERATUR KERJA 1000 C. Jurnal Kajian
Teknik Mesin, 1.

Mujaddedy, M. N., Jufriadi, & Ibrahim, A. (2020). ANALISA PENGARUH


QHUENCHING DAN TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK
PADA BAJA AISI 1050. Jurnal Mesin Sains Terapan Vol. 4 No. 2, 127.

Purnomo. (2017). Material Teknik. Malang: CV. Seribu Bintang.

Rahmadani, R., Hidayat, A., A.R., F., Haprabu, E., Nugroho, V., Goin, B., . . .
Djiwo, S. (2020). Pengaruh Hardening Terhadap Struktur Mikro Dan Sifat
Mekanis Baja AISI 1045. Jurnal JMMME, 15.

Saktisahdan, T. J. (2019). PENGARUH PROSES HEAT TREATMENT


TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO BAJA KARBON
RENDAH. Jurnal Laminar, Vol. 1 No. 1, 29.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai