Anda di halaman 1dari 5

FISIKA LABORATORIUM - HEAT TREATMENT 2015 1-5

Pengaruh Perlakuan Panas (Heat Treatment)


terhadap Perubahan Sifat Mekanik Batangan
Tembaga (Cu)
Puji Kumala Pertiwi, Pulung Subuh Nur Baity, Roihatur Rohmah dan Gontjang Prajitno, M.Si
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: pujikumala15@gmail.com
AbstrakTelah dilakukan percobaan pengaruh perlakuan
panas(Heat Treatment) terhadap perubahan sifat mekanik
batangan tembaga(Cu). Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap sifat mekanik
tembaga(Cu) dan untuk menentukan nilai HV(uji kekerasan)
pada tembaga(Cu) dengan menggunakan metode Vickers. Prinsip
pada percobaan ini adalah heat treatment, viskositas, sifat
mekanik material. Percobaan ini menggunakan 4 batang tembaga
ukuran 2,5cm, menggunakan variasi fluida oli, larutan garam dan
air, percobaan ini diawali dengan mengaplas tembaga dengan
digrinding sampai halus dan mengkilat, setelah itu di panaskan di
tube furnice lalu didinginkan dengan variasi fluida lalu di amplas
lagi
dan di ukur kekerasannya menggunakan uji
kekerasan/Vickers. Hasil yang didapatkan pada percobaan ini
adalah Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa proses heat treatment pada logam tembaga menyebabkan
nilai kekerasannya berbeda-beda tergantung dari fluida yang
digunakan untuk pendinginan. Tembaga yang dicelupkan pada
air garam memiliki nilai HV yang paling tinggi, sedangkan HV
terendah terdapat pada tembaga yang dicelupkan ke oli.
Kata KunciHeat Treatment, sifat mekanik material, uji
kekerasan dan viskositas.

I. PENDAHULUAN

etiap material atau bahan memiliki karakteristik yang


berbeda-beda. Setiap bahan memiliki sifat yang berbedabeda mulai dari sifat fisis, sifat mekanis dan sifat kimiawi.
Sifat mekanis material salah satunya adalah kekerasan.
Pengujian sifat mekanis material dapat dilakukan dengan
banyak cara, salah satunya adalah Heat Treatment. Logam
mengalami proses pemanasan, logam akan mengalami
pendinginan cepat dengan menggunakan fluida. Dalam hal ini
fluida berpengaruh terhadap lamanya proses pendinginan.
Dalam percobaan kali ini akan ditentukan nilai kekerasan
logam dengan menggunakan beberapa jenis fluida yang
berbeda-beda
Heat Treatment atau yang biasa disebut dengan perlakuan
panas. Heat Treatment merupakan suatu metode yang
digunakan untuk mengubah sifat fisik, dan kadang-kadang sifat
kimia dari suatu material. Heat Treatment meliputi beberapa
proses yaitu heating, colding, dan cooling. Heating adalah
proses pemanasan sampai temperatur tertentu dan dalam
periode waktu. Tujuannya untuk memberikan kesempatan
terjadinya perubahan struktur dari atom-atom dapat

menyeluruh. Holding adalah proses penahanan pemanasan


pada temperatur tertentu, bertujuan untuk memberikan
kesempatan agar terbentuk struktur yang teratur dan sama
dengan sebelum proses pendinginan. Cooling adalah proses
pendinginan dengan kecepatan tertentu, bertujuan untuk
mendapatkan struktur dan sifat fisik maupun sifat mekanis
yang diinginkan[1].
Viskositas atau yang biasa disebut dengan kekentalan pada
fluida. Fluida yang dimaksud adalah zat cair dan zat gas.
Viskositas adalah salah satu sifat fluida dimana
menggambarkan penolakan dalam fluida kepada aliran karena
adanya gesekan pada partikel partikel zat fluida. Air memiliki
viskositas yang rendah sehingga nilai kekentalan cairan
kurang, sehingga laju pendinginan cepat dan massa jenisnya
lebih besar dibandingkan dengan media pendingin lainnya
seperti air,solar,oli,udara, sehingga kecepatan media pendingin
besar dan makin cepat laju pendinginannya[2].
Ada beberapa proses-proses pada perlakuan panas (Heat
Treatment) yaitu : pengerasan (Quenching), proses quenching
atau pengerasan adalah suatu proses pemanasan logam
sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk
mendapatkan kehomogenan ini maka austenit memerlukan
waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya secara cepat logam
tersebut dicelupkan ke dalam media pendingin, tergantung
pada kecepatan pendingin yang kita inginkan untuk mencapai
kekerasan baja. Ini mencegah proses suhu rendah, seperti
transformasi fase, dari terjadi hanya menyediakan jendela
sempit waktu di mana reaksi ini menguntungkan kedua
termodinamika dan kinetis diakses, dapat mengurangi
kristalinitas dan dengan demikian meningkatkan ketangguhan
dari kedua paduan dan plastik (dihasilkan melalui
polimerisasi). Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase
austenit tidak sempat berubah menjadi ferit atau perlit karena
tidak ada kesempatan bagi atom-atom karbon yang telah larut
dalam austenit untuk mengadakan pergerakan difusi dan
bentuk sementitoleh karena itu terjadi fase lalu yang mertensit,
imi berupa fase yang sangat keras dan bergantung pada
keadaan karbon. Selajutnya ada heat treatment dengan proses
Anneling, proses anneling atau melunakkan logam merupakan
proses pemanasan baja di atas temperature kritis ( 723 C )
kemudian dibiarkan beberapa lama sampai temperature merata
disusul dengan pendinginan secara perlahan-lahan sambil
dijaga agar temperature bagian luar dan dalam kira-kira
samahingga diperoleh struktur yang diinginkan dengan

FISIKA LABORATORIUM - HEAT TREATMENT 2015 1-5


menggunakan media pendingin udara. Tujuan proses anneling
: melunakkan material logam, menghilangkan tegangan dalam /
sisa, memperbaiki butir-butir logam, normalizing. Normalizing
adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai fase
austenit yang kemudian diinginkan secara perlahan-lahan
dalam media pendingin udara. Hasil pendingin ini berupa
perlit dan ferit namunhasilnya jauh lebih mulus dari anneling.
Prinsip dari proses normalizing adalah untuk melunakkan
logam. Namun pada logam karbon tinggi atau baja paduan
tertentu dengan proses ini belum tentu memperoleh logam
yang lunak. Mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung
dari kadar karbon. Selanjutnya heat treatment dengan proses
tempering adalah pemanasan logam sampai temperature
sedikit di bawah temperature kritis, kemudian didiamkan
dalam tungku dan suhunya dipertahankan sampai merata
selama 15 menit. Selanjutnya didinginkan dalam media
pendingin. Jika kekerasan turun, maka kekuatan tarik turun
pula. Dalamhal ini keuletan dan ketangguhan logam akan
meningkat. Meskipun proses ini akan menghasilkan baja yang
lebih lemah. Proses ini berbeda dengan anneling karena
dengan proses ini belum tentu memperoleh logam yang lunak,
mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung oleh kadar
karbon[3].
Atom-atom yang menempati titik kisi digambarkan sebagai
sebuah titik. Bila atom-atom itu digambarkan sebagai sebuah
bola yang saling bersinggungan dengan atom tetangga
terdekatnya, akan didapat susunan mampat (packing
structure). Khusus untuk satuan sel heksagonal terdapat dua
jenis susunan mampat, yaitu heksagonal mampat (HCP) dan
kubus mampat (cubic close-packed = CCP).
Untuk
mengetahui besarnya penggunaan ruang sel oleh atom-atom
didefinisikan faktor pemampatan atom (atomic packing factor
= APF), yang menyatakan perbandingan antara volume ruang
yang ditempati atom dan volume total sel satuan[1].
Sifat mekanik adalah sifat yang menyatakan kemampuan
suatu material / bahan untuk menerima beban, gaya dan energi
tanpa menimbulkan kerusakan pada material / komponen
tersebut. Beberapa sifat mekanik yang penting antara lain yaitu
: Kekuatan (strength) merupakan kemampuan suatu material
untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan material
menjadi patah. Berdasarkan pada jenis beban yang bekerja,
kekuatan dibagi dalam beberapa macam yaitu kekuatan tarik,
kekuatan geser, kekuatan tekan, kekuatan torsi, dan kekuatan
lengkung. Kekerasan (hardness) merupakan ketahanan
material terhadap penekanan atau indentasi / penetrasi. Sifat
ini berkaitan dengan sifat tahan aus (wear resistance) yaitu
ketahanan material terhadap penggoresan atau pengikisan.
Kekakuan (stiffness) adalah kemampuan suatu material untuk
menerima tegangan/beban tanpa mengakibatkan terjadinya
deformasi atau difleksi. Kegetasan (brittleness) adalah suatu
sifat bahan yang mempunyai sifat berlawanan dengan keuletan.
Kerapuhan ini merupakan suatu sifat pecah dari suatu material
dengan sedikit pergeseran permanent. Material yang rapuh ini
juga menjadi sasaran pada beban regang, tanpa memberi
keregangan yang terlalu besar. Contoh bahan yang memiliki
sifat kerapuhan ini yaitu besi cor. Kekenyalan (elasticity)
didefinisikan sebagai kemampuan meterial untuk menerima
tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk

yang permanen setelah tegangan dihilangkan, atau dengan kata


lain kemampuan material untuk kembali ke bentuk dan ukuran
semula setelah mengalami deformasi (perubahan bentuk).
Plastisitas (plasticity) adalah kemampuan material untuk
mengalami deformasi plastik (perubahan bentuk secara
permanen) tanpa mengalami kerusakan. Material yang
mempunyai plastisitas tinggi dikatakan sebagai material yang
ulet (ductile), sedangkan material yang mempunyai plastisitas
rendah dikatakan sebagai material yang getas (brittle).
Keuletan (ductility) adalah sutu sifat material yang
digambarkan seprti kabel dengan aplikasi kekuatan tarik.
Material ductile ini harus kuat dan lentur. Keuletan biasanya
diukur dengan suatu periode tertentu, persentase keregangan.
Sifat ini biasanya digunakan dalam bidan perteknikan, dan
bahan yang memiliki sifat ini antara lain besi lunak, tembaga,
aluminium, nikel, dll. Ketangguhan (toughness) merupakan
kemampuan material untuk menyerap sejumlah energi tanpa
mengakibatkan terjadinya kerusakan. Kelelahan (fatigue)
merupakan kecenderungan dari logam untuk menjadi patah
bila menerima beban bolak-balik (dynamic load) yang
besarnya masih jauh di bawah batas kekakuan elastiknya.
Melar (creep) merupakan kecenderungan suatu logam untuk
mengalami deformasi plastik bila pembebanan yang besarnya
relatif tetap dilakukan dalam waktu yang lama pada suhu yang
tinggi[4].
II. METODOLOGI PERCOBAAN
Pada percobaan pengaruh perlakuan panas (Heat
Treatment) terhadap perubahan sifat mekanik batangan
tembaga(Cu) alat dan bahan yang digunakan adalah 4 buah
batang tembaga(Cu) berukuran 2,5 cm , ada 3 fluida yaitu air,
oli, larutan NaCl berfungsi sebagai cairan untuk mendinginkan
tembaga, alat pemanas (tube furnace) untuk memanaskan
tembaga, mesin grinder untuk menggrinding tembaga agar
permukaan tembaga bisa halus dan mengkilat, kertas gosok
(amplas) dengan mes 220, 600, 800 dan 1000 gunanya untuk
menghaluskan tembaga dan mesin uji kekerasan Vickers untuk
mengetahui nilai kekerasan tembaga.

Gambar 2.1 Variasi fluida

FISIKA LABORATORIUM - HEAT TREATMENT 2015 1-5

menggunakan tisu, setelah benar-benar kering logam tembaga


digrinding lagi untuk menghilangkan endapan yang masih
menempel pada tembaga. Proses grinding kedua ini, hanya
menggunakan kertas gosok dengan mess 600, 800, dan 1000.
Setelah logam tembaga kembali halus dan mengkilap,
kemudian dilakukan uji kekerasan dengan Vickers. Uji ini
akan menghasilkan nilai HV logam tembaga tersebut.

Start
Gambar 2.2 Mesin Grander

Tembaga dipotong menjadi 4 dengan ukuran 2,5 cm


Tembaga digrinding sampai halus dan mengkilap
Tembaga dimasukkan ke dalam mesin Tube
Furnace dengan suhu 400oC selama 30 menit
Tembaga didinginkan dengan fluida
Tembaga digrinding lagi sampai halus dan mengkilap
Gambar 2.3 Mesin Tube Furnace

Tembaga di uji kekerasan dengan uji vickers


Didapatkan nilai HV untuk tiap Tembaga

finish
Gambar 2.5 flowchart metodologi percobaan
Gambar 2.4 Logam Tembaga

Tembaga(Cu) adalah sampel yang diuji sifat mekaniknya


dengan menggunakan heat treatment, batang tembaga cm
dipotong dengan panjang 2.5 cm sebanyak 4 potong. Setelah
dipotong, keempat sampel aluminium digrinding dengan
menggunakan mesin grinder yang piringannya di lapisi kertas
amplas, setiap batang tembaga mengalami 4 tingkatan mes
diawali dengan mes 220, kemudian mes 600, lalu mes 800 dan
mes 1000. Keempat batangan tembaga tersebut digrinding dan
diamplas sampai permukaannya halus dan mengkilat. Setelah
permukaannya mengkilat maka batangan tembaga tersebut
dipanaskan sekitar 30 menit dengan tube furnace, setelah itu
didinginkan dengan menaruhnya ke fluida. Satu sampel
tembaga di didingan tanpa fluida atau pada keadaan normal.
Ketiga sampel tembaga di taruh di fluida cair, satu sampel
dimasukkan ke CaCo3, kemudian ada satu sampel lagi yang
dimasukkan ke air dan juga ada satu sampel yang dimasukkan
ke oli. Kemudian tembaga itu didinginkan dilakukan selama
1 menit hingga logam tembaga memiliki suhu ruangan (30C).
setelah tembaga benar-benar dingin, kemudian membersihkan
larutan yang masih menempel pada tembaga dengan

III.

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan percobaan tersebut maka didapatkan


nilai HV dari logam tembaga untuk tiap media pendinginan
yang berbeda yaitu :
Tabel 3.1 nilai HV untuk tiap-tiap logam tembaga

No
1
2
3
4

Perlakuan pendinginan
Air
air garam
Oli
tanpa perlakuan

Kekerasan (HV)
66,3
69,6
64,7
67,5

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kekerasan


pada logam tembaga meningkat dan menurun setelah
mengalami proses heat treatment. Nilai kekerasan yang
didapatkan berbeda beda tergantung pada jenis fluida. Pada
perlakuan pendinginan menggunakan air garam kekerasannya
yaitu 69,6 di mana nilainya lebih besar dari nilai kekerasan
normal yaitu 67,5. Sedangkan pada perlakuan pendinginan
menggunakan air dan oli kekerasannya yaitu 66,3 dan 64,7 di

FISIKA LABORATORIUM - HEAT TREATMENT 2015 1-5


mana nilainya lebih kecil dari nilai kekerasan normal. Nilai
kekerasan tembaga berbeda-beda untuk jenis fluida yang
berbeda-beda. Hal itu dipengaruhi oleh viskositas fluida
tersebut Semakin besar nilai viskositasnya maka
kemampuannya untuk menyerap panas semakin berkurang
sehingga kekerasannya semakin berkurang sebab waktu yang
dibutuhkan untuk mendinginkan tembaga semakin lama.
Berdasarkan hasil tersebut, nilai kekerasannya pada oli
memiliki nilai kekerasan terendah sedangkan air garam
memiliki nilai kekerasan paling besar. Penyebab lain yang
mempengaruhi nilai HV yakni konduktivitas termal.
Konduktivitas
termal
akan
memperlambat
laju
pendinginan,sehingga kekerasan pun juga kecil. Proses ini
yang disebut sebagai perlakuan panas yang bertujuan untuk
meningkatkan sifat mekanik material seperti tensile strength,
resistance, elongation, impact resistance, dan hardness, ketika
material dipanaskan pada temperatur dan waktu tertentu, lalu
didinginkan dengan cepat maka struktur mikro material akan
mengalami perubahan yang signifikan dimana struktur yang
baru memiliki kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi
daripada sebelumnya. Saat dilakukan pemanasan maka
temperatur logam tembaga akan naik. Setelah mencapai suhu
tinggi, atom atom akan bergerak keluar dari struktur dari
permukaan logam tembaga. Kemudian setelah didinginkan
dengan media pendingin maka dengan cepat temperature
logam tembaga akan menurun. Pada awalnya berada pada fase
austenit stabil. Saat temperature logam tembaga turun diantara
suhu + 700C 250C terbentuk austenit yang tidak stabil,
kemudian pada saat logam temperaturnya dibawah 250C
terbentuk austenit dan martensit. Martensit ini terbentuk
karena atom atom karbon yang ada pada permukaan tidak
sempat berdifusi kembali kedalam struktur logam sebagai
akibat pendingin yang cepat dan struktur logamnya merapat.
Terbentuk martensit karena adanya pengaruh kadar karbon,
sifatnya keras dan ulet. Kecepatan pendingin yang dipengaruhi
oleh massa jenis dan viskositas, yaitu semakin keras massa
jenis dari media pendingin maka kecepatan pendinginan dari
logam akan cepat. Hal ini disebabkan panas dari logam cepat
didistribusikan karena pada partikel media pendingin saling
berdekatan.
IV. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa proses heat treatment pada logam tembaga
menyebabkan nilai kekerasannya berbeda-beda tergantung dari
fluida yang digunakan untuk pendinginan. Tembaga yang
dicelupkan pada air garam memiliki nilai HV yang paling
tinggi, sedangkan HV terendah terdapat pada tembaga yang
dicelupkan ke oli.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada asisten
laboratorium fisika laboratorium, Pulung Subuh Nur Baity,
Roihatur Rohmah untuk percobaan tentang Heat Treatment ini,
yang telah membimbing jalannya praktikum serta menyalurkan
ilmu yang sangat dibutuhkan oleh penulis serta dalam

pelaksanaan briefing jurnal. Serta tidak lupa terimakasih


kepada teman-teman satu team atas kerjasamanya dalam
melaksanakan praktikum tentang heat treatment ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Callister, W.D., Jr., 2001, Fundamental of Materials Science
and Engoneering, Departement of Metallurgical Engineering,
John Wiley & Sons, inc, New York.
[2] Halliday, D., Resnick, R. & Walker, J., 2011. Fundamentals of
Physics. 9th ed. USA : John Wiley & Sons, Inc..
[3] Surdia, T. dan Saito, S., 1992, Pengetahuan Bahan
Teknik, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
[4] Crankovic , G.M.: Materials Characterization, ASM
International, USA, (1986).

FISIKA LABORATORIUM - HEAT TREATMENT 2015 1-5

LAMPIRAN

Gambar 1. HV Tanpa Fluida (Normal)

Gambar 3. HV dengan fluida air garam


Gambar 2. HV dengan fluida Air
Gambar 4. HV dengan fluida oli

Anda mungkin juga menyukai