Treatment
Setiap bahan yang terbentuk berdasarkan suatu jenis material penyusun akan
memiliki berbabagai sifat yang unik. Beberapa jenis sifat fisis, sifat mekanik dan sifat
kimia suatu bahan akan memiliki karakteristik yang membedakannya dari bahan lainnya.
Salah satu sifat mekanik yang dominan pada material logam adalah kekerasan bahan
tersebut. Pada dasarnya kekerasan (Hardness) merupakan kemampuan material untuk
menahan beban yang berasal dari luar. Sifat ini dapat diamati dan diubah sesuai
kebutuhan dengan menggunakan metode-metode tertentu. Salah satu metode yang
digunakan untuk mengubah tingkat kekerasan suatu benda adalah dengan heat
treatment yang dilakukan pada percobaan ini.
Pada setiap material, hardness merupakan tingkat kekerasan suatu bahan yang
secara umum ditujukan untuk mendefinisikan sejauh mana bahan tersebut
dapat menahan beban dan tekanan dari luar. Dengan demikian, sebuah bahan akan
memiliki kekerasan yang berbeda tergantung jenis dan perlakuan yang diterimanya.
Salah satu cara yang lazim dilakukan untuk merekayasa kekerasan suatu bahan adalah
dengan proses yang dinamakan Heat Treating atau perlakuan panas. Proses yang sering
dikenakan pada bahan logam ini dapat merekayasa kekerasan logam tersebut sesuai
dengan parameter yang diinginkan[2].
Perlakuan panas (heat treatment) adalah suatu proses pemanasan dan
pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat mekaniknya. Baja
dapat dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat atau dapat
dilunakan untuk memudahkan proses pemesinan lanjut. Melalui perlakuan panas yang
tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, ukuran butir dapat diperbesar atau diperkecil.
Selain itu ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras
di sekeliling inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas tepat, komposisi kimia
baja harus diketahui karena perubahan komposisi kimia, khususnya karbon dapat
mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis. [1]
Beberapa metode populer dalam heat treatment adalah Annealing, Tempering dan
Quenching. Perbedaan diantara ketiga metode tersebut terletak pada metode
pendinginannya. Secara umum, setelah suatu logam dipanaskan hingga mencapai titik
rekristalisasi, struktur molekul penyusun logam tersebut akan berada dalam tahap
oembentukan ulang. Dengan metode pendinginan yang berbeda, hasil kekerasan
maupun sifat mekanik lainnya pun akan berbeda[1].
Pada proses Annealing, material yang dipanaskan akan dibiarkan mendingin secara
perlahan pada suhu ruang untuk mendapatkan nilai kekerasan baru yang diinginkan.
Proses ini dikenal menghasilkan material yang halus dan rata. Secara fisis, proses
annealing dapat memperbaiki stress internal pada material dan meningkatkan ductility.
Setelah mengalami pengerasan, biasanya proses tempering juga dilakukan untuk
mengurangi kekerasan berlebih (excess hardness) pada beberapa bagian yang tidak
diinginkan. Proses ini melibatkan pemanasan material di bagian tertentu hinga suhu
dibawah titik kritis dan melakukan pendinginan teratur dengan media tertentu[1].
Sementara proses Quenching, merupakan proses yang memanfaatkan titik kritis suhu
rekristalisasi untuk segera membekukan Kristal dan menjadikan bahan yang keras dan
kaku dengan melakukan pendinginan secara cepat dari suhu reksristalisasi dengan
menggunakan media fluida. Biasanya menggunakan air atau cairan khusus yang didesain
untuk mendapatkan kekuatan tertentu pada besi. Dalam proses Quenching, viskositas
m,edia fluida yang digunakan sebagai pendingin memiliki peran besar dalam
menentukan hasil kekerasan bahan. Hal ini berkaitan dengan cepat lambatnya waktu
pendinginan pada cairan dengan viskositas berbeda. Semakin kental viskositas suatu
cairan maka laju pendinginan akan semakin lambat. Begitupun sebaliknya, jika
viskositas nya kecil, maka laju pendinginannya akan semakin cepat[1].
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu
material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil
dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid. Beban yang dikenakan juga jauh
lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000
gram. Sedangkan, mikrohardness test atau sering disebut dengan knoop hardness
testing merupakan pengujian yang cocok untuk pengujian material yang nilai
kekerasannya rendah. Knoop biasanya digunakan untuk mengukur material yang getas
seperti keramik. Data yang didapatkan berupa nilai kekerasan yang disebut HV. Nilai
kekerasan vickers dapat diperoleh dengan mensubtitusikan hasil penekanan yang
diperoleh pada alat uji ke dalam persamaan:
Hv = 1.8554 . F / D2
Dengan F adalah beban dalam kgf dan D adalah diagonal (mm). Viskositas adalah
ukuran kekentalan suatu fluida yang menunjukkan besar kecilnya gesekan internal
fluida. Viskositas fluida berhubungan dengan gaya gesek antarlapisan fluida ketika satu
lapisan bergerak melewati lapisan yang lain. Hubungan viskositas dengan percobaan ini
adalah ketika viskositas suatu fluida semakin kental, maka laju pendinginan akan
semakin lambat. Begitupun sebaliknya, jika viskositasnya kecil, maka laju
pendinginannya akan semakin cepat[4].
Faktor-faktor yang memengaruhi laju pendinginan media pendingin antara lain densitas, viskositas,
konduktivitas termal bahan, dan perubahan suhu. Semakin tinggi densitas media pendingin, maka semakin cepat
proses pendinginan. Semakin tinggi viskositas media pendingin, maka laju pendinginan semakin lambat.
Semakin tinggi nilai konduktivitas termal bahan, maka panas yang mengalir pada benda akan semakin besar,
dan laju pendinginan semakin cepat.[4]
METODOLOGI
Pada percobaan kali ini digunakan alat dan bahan berupa grinder sebagai mesin
yang memutar amplas, amplas digunakan sebagai penghalus permukaan, furnance
sebagai pemanas tembaga, pirometer sebagai termometer non contact yang dapat
memindai suhu logam tembaga, gergaji besi sebagai pemotong logam tembaga, dan
viker sebagai alat untuk menghitung kekerasan dari benda tersebut, digunakan juga
larutan oli, garam dan air, sebagai media pendingin.
Percobaan dilakukan dengan mengrinding tembaga 4 buah dengan panjang maisngmasing 2,5 cm. Tembaga digrinding dengan amplas jenis 200, 600 dan 800 secara
bertahap. Setelah permukaan tembaga benar-benar halus maka 3 batang tembaga
dimasukkan kedalam funace selama 30 menit. kemudian diangkat dari furnace dan
dimasukkan kedalam larutan air, garam, dan oli. Dibiarkan satu batang tanpa perlakuan.
setelah itu di tembak dengan pirometer sampai mencapai suhu kamar. Tembaga
kemudian digrinding lagi dengan amplas 800 dan diuji kekerasan dengan viker pada
keempat tembaga dan dicatat nilai kekerasan tiap batang.
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini logam uji terlebih dahulu digrinding, pross penggrindingan ini digunakan terlebih dahulu
yang paling kasar dan dan makin lam makin halus, tujuannya agar dapat dihasilkan permukaan yang
mengkilap,permukaan yang tidak mengkilap akan mempengaruhi hail uji bahan pada alat viker, karena pada alat
viker digunakan metode uji tekan yang luasan pernampang uji tekannya sangatlah kecil hingga diperlukan
mikroskop agar dapat melihat diameter hasil uji tekan, jika permukaan tembaga tidak mengkilap maka akan
banyak adanya lubang atau tekstur yang bergelombang, sedangkan dari uji tekan dihasilkan lubang mikro yang
mana sebagai acuan pengukuran diperlukan permukaan yang rata dalam ukuran mikro, namun secara kasat mata
adalah permukaan yang mengkilat.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa setelah mengalami proses heat treating,
tembaga yangdihasilkan memiliki kekerasan yang justru berkurang dibandingkan nilai
kekerasan awalnya. Hal ini berkaitan dengan sifat tembaga yang merupakan nonferrous metal, dimana proses quenching pada non-ferrous metal akan menghasilkan
hardness yang lebih kecil dibandingkan nilai awalnya. Hal ini berkaitan dengan
runtuhnya struktur Kristal pada bahan yang mengalami