Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perkembangan dunia industri, terutama yang berhubungan dengan
penelitian bahan dan penggunaan maka dalam proses produksinya banyak hal
atau kriteria yang harus dipenuhi agar material tersebut dapat digunakan dalam
dunia industri. Untuk penggunaan sebagai bahan, sifat–sifat khas dari material
logam harus diketahui sebab logam tersebut akan digunakan untuk berbagai
macam keperluan dan keadaan. Sifat logam tersebut meliputi sifat mekanik, sifat
thermal, sifat kimia, kemampuan keausan, kemampuan dimensi dan lain
sebagainya. Adapun dalam percobaan ini yang akan diuji adalah sifat mekanik
dari logam terutama sifat kekerasannya.

Dengan mengetahui kekerasan logam, maka kita tentukan dapat


memperkirakan kemampuannya dalam menerima energi dan efeknya pada
material bahan tersebut. Untuk itulah dilakukan pengujian kekerasan pada
material yang nanti banyak akan digunakan dalam konstruksi mesin. Pengujian
ini amat penting dalam menentukan efek deformasi akibat energi yang diberikan
oleh material yang lebih keras pada spesimen uji. Dalam pengujian kekerasan
ada beberapa metode yang dapat dilakukan diantaranya metode Brinell, Vickers
dan Rockwell. Hasil dari praktikum ini nantinya akan diperoleh nilai – nilai
kekerasan dan sifat- sifat material pada spesimen uji.

1.2 Tujuan

Tujuan yang diinginkan dari praktikum ini diantaranya:

1. Mengetahui dan memahami prosedur metode uji kekerasan Brinell, Vickers


dan Rockwell.
2. Untuk membandingkan nilai kekerasan pada specimen St 42 saat sesudah di
heat treatmen dan sebelum di heat treatmen.
3. Mengetahui nilai kekerasan dari kuningan, alumunium, dan St 42.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kekerasan (Hardness)


Kekerasan adalah ketahanan bahan atau logam terhadap deformasi yaitu
deformasi plastis. Pada umumnya pengujian kekerasan bertujuan untuk
mengukur tahanan dari bahan atau logam terhadap deformasi plastis. Prinsip
pengukurannya adalah dengan memberi gaya tekan melalui sebuah indentor
pada permukaan bahan atau logam.

proses ini dilakukan pada saat di heat treatmen dengan temperatur tinggi
yaitu pada temperatur austenisasi yang digunakan untuk melarutkan sementit
dalam austenit yang kemudian di quench. Pada tahap ini akan menghasilkan
terperangkapnya karbon yang akan menyebabkan bergesernya atom-atom
sehingga terbentuk struktur body center tetragonal atau struktur yang tidak
setimbang yang disebut martensit yang bersifat keras dan getas.

2.2 Heat Treatment


Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam
dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan
pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi kimia
logam yang bersangkutan. Tujuan proses perlakuan panas untuk menghasilkan
sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat proses perlakuan
panas dapat mencakup keseluruhan bagian dari logam atau sebagian dari
logam.

2.2.1 Langkah –langkah heat treatment:


1. Logam dipanaskan sampai suhu tertentu sesuai dengan jenis heat
treatmentnya.
2. Sesudah mencapai suhu tertentu kemudian suhu logam dipertahankan
selama jangka waktu tertentu.
3. Dilakukan proses pendinginan dengan kecepatan tertentu.

2.2.2 Proses Heat Treatment


Ada beberapa proses-proses pada perlakuan pada Heat Treatment yaitu
sebagai berikut:

1. Quenching ( Pengerasan )

            Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan


logam sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan
kehomogenan ini maka austenit perlu waktu pemanasan yang cukup.
Selanjutnya secara cepat baja tersebut dicelupkan ke dalam media pendingin,
tergantung pada kecepatan pendingin yang kita inginkan untuk mencapai
kekerasan baja. Ini mencegah proses suhu rendah, seperti transformasi fase,
dari terjadi hanya menyediakan jendela sempit waktu di mana reaksi ini
menguntungkan kedua termodinamika dan kinetis diakses, dapat mengurangi
kristalinitas dan dengan demikian meningkatkan ketangguhan dari kedua paduan
dan plastik (dihasilkan melaluipolimerisasi).

Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat
berubah menjadi ferit atau perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom
karbon yang telah larut dalam austenit untuk mengadakan pergerakan difusi dan
bentuk sementitoleh karena itu terjadi fase lalu yang mertensit, imi berupa fase
yang sangat keras dan bergantung pada keadaan karbon.

2. Anneling

Proses anneling atau melunakkan baja adalah prose pemanasan baja di atas
temperature kritis ( 723 °C )selanjutnya dibiarkan bebrapa lama sampai
temperature merata disusul dengan pendinginan secara perlahan-lahan sambil
dijaga agar temperature bagian luar dan dalam kira-kira samahingga diperoleh
struktur yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin udara.
Tujuan proses anneling :

1. Melunakkan material logam

2. Menghilangkan tegangan dalam / sisa

3. Memperbaiki butir-butir logam.

Gambar 2.3 gambar rentangan perlakuan baja

3. Normalizing

            Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai


fase austenit yang kemudian diinginkan secara perlahan-lahan dalam media
pendingin udara. Hasil pendingin ini berupa perlit dan ferit namunhasilnya jauh
lebih mulus dari anneling. Prinsip dari proses normalizing adalah untuk
melunakkan logam. Namun pada baja karbon tinggi atau baja paduan tertentu
dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak. Mungkin berupa
pengerasan dan ini tergantung dari kadar karbon.

Penjelasan gambar diagram CCT

-Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan
menghasilkan struktur mikro perlit dan ferlit.

-Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan
struktur mikro perlit dan bainit.
-Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan struktur
mikro martensit.

Dalam prakteknya ada 3 heat treatment dalam pembuatan baja:

Annealing : pemanasan produk setengah jadi pada suhu 850 – 9500 C


dalam waktu yang tertentu, lalu didinginkan secara perlahan (seperti garis-a
diagram diatas). Proses ini berlangsung didapur (furnace). Butiran yang
dihasilkan umumnya besar/kasar.

Normalizing : pemanasan produk setengah jadi pada suhu 875 – 9800C


disusul dengan pendinginan udara terbuka (seperti garis-b diagram diatas).
Butiran yang dihasilkan umumnya berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan
penggilingan kondisi panas (rolling).

Quenching : system pendinginan produk baja secara cepat dengan cara


penyemprotan air pada pencelupan serta perendaman produk yang masih panas
kedalam media air atau oli. Sistem pendinginan ini seperti garis-c diagram diatas.

4. Tempering

            Proses tempering adalah pemanasan baja sampai temperature sedikit di


bawah temperature kritis, kemudian didiamkan dalam tungku dan suhunya
dipertahankan sampai merata selama 15 menit. Selanjutnya didinginkan dalam
media pendingin. Jika kekerasan turun, maka kekuatan tarik turun pula.
Dalamhal ini keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat. Meskipun proses
ini akan menghasilkan baja yang lebih lemah. Proses ini berbeda dengan
anneling karena dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak,
mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung oleh kadar karbon.

Tempering dibagi dalam:

a. Tempering pada suhu rendah(150-300˚C).


Tujuannya hanya untuk mengurangi tegangan tegangan kerut dan
kerapuhan dari baja. Proses ini digunakan untuk alat alat kerja yang tidak
mengalami beban yang berat, seperti misalnya alat alat potong mata bor
yang dipakai untuk kaca dan lain lain.
b. Tempering pada suhu menengah(300-500˚C)
Tujuannya menambah keuleatan dan kekerasannya menjadi sedikit
berkurang. Proses ini digunakan pada alat alat kerja yang mengalami
beban berat seperti palu, pahat, pegas pegas(Mustofa Ahmad Ary,2006).
c. Tempering pada suhu tinggi (500-650˚C)
Tujuannya untuk memberikan daya keuletan yang beasar dan sekaligus
kekerasan menjadi agak rendah. Proses ini digunakan pada roda gigi,
poros, batang penggerak dan lain lain.

2.3 Teori Pengujian Kekerasan

Ada beberapa cara pengujian kekerasan logam yang memenuhi standart,


tapi yang kami lakukan disini ada 3 yaitu:
 Pengujian Brinell
 Pengujian Rockwell
 Pengujian Vickers

2.3.1 Pengujian Kekerasan Brinell


Pada pengujian Brinell menggukan bola baja yang dikeraskan sebagai
indentor ini ditekan ke permukaan logam yang diuji dengan gaya tekan dan
waktu tertentu (antara 10 sampai 30 detik). Karena penekanan (indentasi) itu
maka pada logam tersebut akan mengakibatkan tapak tekan yang berbentuk
tembereng bola dan kekerasan Brinell dapat dihitung dengan rumus:

2P
BHN =
( πD )¿ ¿

Dimana :

BHN = nilai kekerasan menurut brinell (kg/mm2)

P = gaya tekan (kg)

D = diameter bola indentor (mm)

d = diameter tapak tekan (mm)

Diameter bola baja yang diapaki tergantung dari tabel bahan yang akan
diuji kekerasannya.

1. Tebal > 6 mm dipakai diameter 10 mm.


2. Tebal 3 - 6 mm dipakai diameter 5 mm.
3. Tebal < 3,5 mm dipakai diameter 2,5 mm.

Nilai kekerasan bahan yang diuji supaya tidak terjadi indentasi yang
terlalu dangkal atau terlalu dalam maka digunakan gaya tekan dan
P
indentor dengan diameter yang berbeda, perbandingan = konstan.
D2
Karena penekanan maka pada logam tersebut akan mengakibatkan
tanda bekas tekan yang membentuk tembereng bola, seperti yang terlihat
pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Skematis Prinsip Indentasi Dengan Metode Brinell

2.3.2 Pengujian Kekerasan Rockwell


Pengujian Rockwell metode pengukuran langsung dilakukan oleh mesin
dan mesin langsung menunjuk angka kekerasan dari bahan uji. Dengan kata lain
pengujian Rockwell mempunyai ketelitian yang lebih tinggi daripada proses yang
lain sehingga kemungkinan kesalahan sangat kecil, di samping itu waktu yang di
butuhkan sangat singkat.

Kekerasan di perhitungkan berdasarkan perbedaan kedalaman penetrasi


seperti yang terlihat pada gambar 2.2. Penetrasi adalah langkah gerakan
indentor yang tembus ke permukaan spesimen, maka pengukuran dilakukan
dengan menggunakan dial indentor dengan sedikit modifikasi yaitu piringan
penunjukan skala kekerasan Rockwell.
Gambar 2.2. Skala Pada Metode Uji Kekerasan Rockwell

2.3.3 Pengujian Vickers


Prinsip dasar pengujian ini sama dengan pengujian Brinell, hanya saja
disini digunakan indentor intan yang berbentuk piramid beralas bujur sangkar
dengan sudut puncak 136°. Sudut ini diambil karena nilai tersebut mendekati
sebagian besar nilai perbandingan antara diameter tekan dan diameter bola
penumbuk pada uji kekerasan Brinell karena bentuk penumbuknya piramid.
Tapak tekannya berbentuk bujur sangkar dan yang diukur adalah panjang kedua
diagonalnya kemudian diambil rata-ratanya. Jejak yang ditinggalkan indentor
pada benda uji dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Jejak yang Ditinggal Indentor Pada Benda Kerja
Angka kekerasan Vickers dapat dihitung sebagai berikut:

1,854 X P
VHN = 2
d

Dimana :

VHN = nilai kekerasan menurut VICKERS (kg/mm2)

P = gaya tekan (kg)

D = diameter tapak tekan (mm)

d 1+ d 2
2
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Bahan dan Alat

3.1.1 Bahan
 Baja ST 42 komposisi Carbon 0.21% max, Nitrogen 0.009%, Manganese
1.5%, Phosphorus 0.045%,dan Sulfur 0.045% sebelum heat treatment.
 Baja ST 42 sesudah heat treatment.
 Aumunium
 Kuningan

3.1.2 Alat
 Jangka sorong (Veneir Caliper) untuk mengukur diameter jejak.
 Stop watch untuk menghitung waktu pembebanan.
 Kertas gosok untuk menghaluskan material.
 Alat ukur kekerasan
1. Brinell hardness tester.
o Type : BH-3CF
o Merk : Torse
o Capasity : 3000 kg
2. Vickers hardness tester.
o Type : RH 3N
o Merk : Torse
o Capasity : 150 kg
3. Rockwell hardness tester.
o Type : VKH-2E
o Merk : Torse
o Capasity : 50 kg

3.2 Urutan Pengujian


A. Sebelum Pengujian
1. Siapkan bahan-bahan yang diuji baik sudah diberi perlakuan panas
dan yang belum diberi perlakuan panas.
2. Bersihkan bahan dengan kertas gosok bila perlu sampai mengkilat.
3. Siapkan alat untuk mencatat data percobaan.
4. Pastikan semua alat yang diperlukan baik untuk digunakan.

B. Proses Pengujian
1. Metode Pengujian Brinell
a. Baja ST 42 sebelum dan sesudah heat treatment
1. Menyiapkan benda uji, Kemudian mengamplas permukaan
benda uji dengan kertas gosok hingga mengkilat dan bersih
dari kotoran setelah itu membersihkan sampel uji
menggunakan lap kain.
2. Menyiapkan beban 3000 kg dan indentor yang digunakan
adalah berbentuk bola baja berdiameter 10 mm untuk baja ST
42 standart dan baja ST 42 setelah heat treatment.
3. Meletakkan benda uji pada tumpuan V.
4. Memutar tumpuan hingga spesimen menyentuh indentor.
5. Memompa pompa hidrolik hingga beban 3000 kg untuk baja
ST 42 sebelum dan sesudah heat treatment.
6. Menunggu penekanan hidrolik 15 detik dengan menggunakan
stopwatch.
7. Membuka katup untuk melepaskan beban pada benda uji.
8. Mengukur d1 dan d2, dimana d1 adalah diameter yang di ukur
secara vertikal dan d2 adalah diameter yang di ukur secara
horisontal dengan menggunakan jangka sorong.
9. Menulis hasil pengukuran pada lembar data.
10. Pengujian dilakukan sebanyak 5 kali percobaan pada baja ST
42 sebelum dan sesudah heat treatment
d 1+ d 2
11. Menghitung diameter rata-rata (d), d =
2
, kemudian
tulis pada lembar kerja.
b. Aluminium
Untuk pengujian brinel pada aluminium dilakukan sesuai
langkah (1) sampai dengan langkah (11), tetapi beban yang
digunakan adalah 1500 kg dan indentor yang digunakan sebesar
5 mm.
c. Kuningan
Untuk pengujian brinel pada aluminium dilakukan sesuai
langkah (1) sampai dengan langkah (11), tetapi beban yang
digunakan adalah 2500 kg dan indentor yang digunakan sebesar
5 mm.
2. Metode Pengujian Rockwell
1. Mempersiapkan benda uji (baja ST 42 standart, baja ST 42
setelah heat treatment, kuningan dan alumunium). Kemudian
mengamplas permukaan benda uji dengan kertas gosok pada
permukaan memanjang pada sampel benda uji dengan kertas
gosok pada permukaan memanjang pada sampel benda uji
hingga mengkilat dan bersih dari kotoran membersihkan
sampel uji dengan kain lap.
2. Menyiapkan beban 150 kg indentor uji yaitu intan berbentuk
kerucut pada baja ST 42 standart dan baja ST 42 setelah heat
treatment dan memilih beban 100 kg untuk indentor uji yang
berbentuk bola baja untuk baja ST 42 standart dan baja ST 42
setelah heat treatment, untuk alumunium dengan beban 60 kg
dan indentor yang digunakan intan berbentuk kerucut dan
indentor bola baja, sedangkan untuk kuningan memilih beban
100 kg untuk indentor intan, dan beban 60 kg untuk indentor
bola baja.
3. Meletakkan benda uji baja (baja ST 42 standart, baja ST 42
setelah heat treatment, kuningan dan alumunium) pada
tumpuan V.
4. Memutar tumpuan hingga jarak antara benda uji dengan
indentor dengan melihat jarum penunjuk berwarna merah
berukuran kecil menunjukan angka nol. Kemudian
menempatkan jarum panjang pada posisi nol dengan cara
memutar dan apabila pada saat memutarnya berlebihan harus
diulang dari awal.
5. Memberikan gaya tekan pada benda uji dengan memutar tuas
penekan searah jarum jam selama 15 detik dengan
menggunaakan stopwatch.
6. Melepaskan gaya tekan dengan memutar tuas penekan
berlawanan arah jarum jam.
7. Membaca nilai HRC dan HRB pada penunjuk jarum panjang.
8. Menulis hasil pengukuran pada lembar data.
9. Menggulangi pengujian sebanyak 5 kali sesuai langkah diatas
dengan menggeser benda uji. Kemudian mengulangi lagi
untuk spesimen baja ST 42 sesudah heat treatment, kuningan
dan alumunium.

3. Metode Pengujian Vikers


a. Baja ST 42 Sebelum dan sesudah heat treatment
1. Mempersiapkan benda uji, Kemudian mengamplas permukaan
benda uji dengan kertas gosok pada permukaan memanjang pada
sampel benda uji hingga mengkilat, merata dan bersih dari kotoran
setelah itu gunakan kain lap untuk membersihkan benda uji.
2. Memilih beban 50 kg untuk spesimen baja ST 42 sebelum heat
treatment dan baja ST 42 setelah heat treatment, Indentor yang
digunakan berbentuk piramid.
3. Meletakkan benda uji benda pada tumpuan V.
4. Memutar tumpuan hingga benda uji menyentuh indentor.
5. Memberikan gaya tekan pada benda uji dengan beban yang telah
ditentukan, dengan cara menekan tombol ON pada alat untuk
mengoprasikan alat uji selama 15 detik dengan menggunakan
stopwatch.
6. Setelah 15 detik matikan alat dengan menekan tombol OFF.
7. Membaca nilai d1 (diagonal 1) secara horisontal dengan cara
melihat pada meansuring microscope dengan memutar tumpuan V
naik atau turun sampai diagonal terlihat dan tepat pada benda uji
8. Memutar pengukur untuk mengukur diagonal hingga pas.
9. Menulis hasil nilai d1 (diagonal 1) pada lembar kerja.
10. Membaca nilai d2 (diagonal 2) secara vertikal dengan cara melihat
pada meansuring microscope dengan memutar tumpuan U naik
atau turun sampai diagonal terlihat dan tepat pada benda uji
11. Memutar pengukur untuk mengukur diagonal hingga pas.
12. Menulis hasil nilai d2 (diagonal 2) pada lembar kerja.
13. Pengujian dilakukan sebanyak 5 kali percobaan pada baja ST 42
sebelum dan sesudah heat treatment
d 1+ d 2
14. Menghitung diameter rata-rata (d), d =
2
, kemudian tulis
pada lembar kerja.
b. Aluminium
Untuk pengujian vikers pada aluminium dilakukan sesuai langkah (1)
sampai dengan langkah (14), tetapi beban yang digunakan adalah 20 kg.
c. Kuningan
Untuk pengujian vikers pada aluminium dilakukan sesuai langkah (1)
sampai dengan langkah (14), tetapi beban yang digunakan adalah 30 kg.
3.3 Data dan Perhitungan

3.3.1 Data Uji Kekerasan Metode Brinell


Tabel 1. Data Uji Kekerasan Metode Brinell

Titik Jejak (mm)


Kondisi
No Benda Uji Pengujia
Indentasi d1 d2 d rata2
n

1 2.5 2.5 2.5

D = 5 mm 2 2.35 2.55 2.45

1. Alumunium P = 1500 kg 3 2.15 2.5 2.325

T = 15 detik 4 2.1 2.4 2.25

5 2.15 2.5 2.325

1 2.35 2.6 2.475

D = 5 mm 2 2.35 2.65 2.5

2. Kuningan P = 2500 kg 3 2.4 2.85 2.625

T = 15 detik 4 2.4 2.7 2.55

5 2.4 2.85 2.625

1 3.05 2.5 2.775

D = 10 mm 2 3.2 2.4 2.8

3. ST 42 P = 3000 kg 3 2.8 2.45 2.625

T = 15 detik 4 3.1 2.25 2.675

5 3 2.5 2.75

4. ST 42 Heat D = 10 mm 1 3.4 2.4 2.9


Treatment
P = 3000 kg 2 3.1 2.4 2.75

3 2.85 3 2.925
4 3 2.2 2.6

T = 15 detik 5 3.05 2.3 2.675

3.2.2 Data Uji Kekerasan Metode Vickers

Tabel 2.Data Uji Kekerasan Metode Vickers

Jejak (mm)
No Benda Uji Kondisi Indentasi
d1 d2 d rata2

0,775 0.722 0.7485

0,601 0,568 0,5845


P = 50 kg
1. ST 42 0,577 0,602 0,5895
T = 15 detik
0,587 0,544 0,5655

0,589 0,542 0,5655

0,569 0,536 0,5525

0,610 0,595 0,6025


ST 42 P = 50 kg
2. 0,621 0,559 0,59
(Heat Treatment) T = 15 detik
0,692 0,646 0,669

0,595 0,571 0,583

0,721 0,660 0,6905

0,729 0,639 0,684


P = 30 kg
3. Kuningan 0,730 0,651 0,6905
T = 15 detik
0,724 0,662 0,693

0,682 0,641 0,6615

4. Alumunium P = 20 kg 0,781 0,710 0,7455


0,632 0,571 0,6015

0,619 0,597 0,608


T = 15 detik
0,664 0,592 0,628

0,633 0,587 0,61

3.2.3 Data Uji Kekerasan Metode Rockwell

Tabel 3. Data Uji Kekerasan Metode Rockwell

No Benda Uji Kondisi Indentasi HRC HRB

48 57

P1 = 150 kg 41 60

1. ST 42 P2 = 100 kg 43 56,5

T = 15 detik 44 57

44 57,5

43,5 59,5

P1 = 150 kg 43,5 59
ST 42 Heat
2. P2 = 100 kg 41 60
Treatment
T = 15 detik 40 60,5

42 59

43,5 58

P1 = 100 kg 39,5 57,5

3. Kuningan P2 = 60 kg 41,5 58,5

T = 15 detik 40,5 58,5

42 59,5
40 51,5

P1 = 60 kg 41 51

4. Alumunium P2 = 60 kg 43,5 55

T = 15 detik 39,5 51,5

39 51,5

Keterangan :

P1 : Beban Untuk Indentor Intan

P2 : Beban Untuk Indentor Bola Baja


BAB IV
PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan

4.1.1 Metode Brinell

1. Alumunium
Tabel 4. Hasil Perhitungan Alumunium Menggunakan Metode Brinell
2P Nilai rata-rata BHN
No BHN = (kg/mm2)
( πD)¿ ¿
(kg/mm2)

2.1500
1. ¿
(π 5) ¿ ¿
= 272.97

2.1500
2. ¿
(π 5) ¿ ¿
= 293.97

2.1500 1579.69
3. ¿
( π 5) ¿ ¿
= 329.45 = = 315.93
5

2.1500
4. ¿
(π 5) ¿ ¿
= 353.85

2.1500
5. ¿
(π 5) ¿ ¿
= 329.45

Jumlah = 1579.69
2. Kuningan
Tabel 5. Hasil Perhitungan Kuningan Menggunakan Metode Brinell

2P Nilai rata-rata BHN


No BHN = (kg/mm2)
( πD)¿ ¿
(kg/mm2)

2.2500
1. ¿
(π 5)¿ ¿
= 482.53

2.2500
2. ¿
(π 5)¿ ¿
= 475.33

2.2500 2273.53
3. ¿
( π 5) ¿ ¿
= 430.36 = = 454.706
5

2.2500
4. ¿
(π 5)¿ ¿
= 454.95

2.2500
5. ¿
(π 5)¿ ¿
= 430.36

Jumlah = 2273.53
3. Baja ST 42
Tabel 6. Hasil Perhitungan Baja ST42 Menggunakan Metode Brinell

2P Nilai rata-rata BHN


No BHN = (kg/mm2)
( πD)¿ ¿
(kg/mm2)

2.3000
1. ¿
(π 10)¿ ¿
= 486.21

2.3000
2. ¿
( π 10)¿ ¿
= 477.7

2.3000 2545.198
3. ¿
( π 10)¿ ¿
= 562.008 = =509.0396
5

2.3000
4. ¿
(π 10)¿ ¿
= 516.44

2.3000
5. ¿
(π 10)¿ ¿
= 502.84

Jumlah = 2545.198
4. Baja ST 42 heat treatment
Tabel 7. Hasil Perhitungan Baja ST 42 Heat Treatment Menggunakan Metode
Brinell

2P Nilai rata-rata BHN


No BHN = (kg/mm2)
( πD)¿ ¿
(kg/mm2)

2.3000
1. ¿
( π 10) ¿ ¿
=444.37

2.3000
2. ¿
( π 10)¿ ¿
= 489.95

2.3000 2445.32
3. ¿
( π 10) ¿ ¿
= 434.27 = = 489.064
5

2.3000
4. ¿
( π 10) ¿ ¿
=545.95

2.3000
5. ¿
( π 10)¿ ¿
= 530.78

Jumlah = 2445.32
4.1.2 Metode Vickers

1. Alumunium

Tabel 8. Hasil Perhitungan Alumunium Menggunakan Metode Vickers


1,854 X P Nilai rata-rata VHN
No VHN = (kg/mm2)
d2 (kg/mm2)

1,854 X 20
2 = 66,71
1. ¿
0,7455

1,854 X 20
2. ¿ = 102,48
0,60152

1,854 X 20 463,16
3. ¿ = 100,3 = = 92,632
0,6082 5

1,854 X 20
4. ¿ 2 = 94,02
0,628

1,854 X 20
5. ¿ = 99,65
0,612

Jumlah = 463,16
2. Kuningan

Tabel 9. Hasil Perhitungan Kuningan Menggunakan Metode Vickers


1,854 X P Nilai rata-rata VHN
No VHN = 2 (kg/mm2)
d (kg/mm2)

1,854 X 30
1. ¿ = 116.65
0,69052

1,854 X 30
2. ¿ 2 = 118.88
0,684

1,854 X 30
3. ¿ = 116.65 =
595.09
= 119.018
0,69052 5

1,854 X 30
4. ¿ = 115.81
0,6932

1,854 X 30
5. ¿ = 127.10
0,66152

Jumlah = 595.09
3. Baja ST 42

Tabel 10. Hasil Perhitungan Baja ST 42 Menggunakan Metode Vickers


1,854 X P Nilai rata-rata VHN
No VHN = 2 (kg/mm2)
d (kg/mm2)

1,854 X 50
2 = 165.46
1. ¿
0,7485

1,854 X 50
2 = 271.33
2. ¿
0,5845

1,854 X 50 1283.83
3. ¿ = 266.75 = = 256.656
0,58952 5

1,854 X 50
2 = 289.87
4. ¿
0,5655

1,854 X 50
2 = 289.87
5. ¿
0,5655

Jumlah = 1283.28
4. Baja ST 42 heat treatment

Tabel 11. Hasil Perhitungan Baja ST 42 Heat Treatment Menggunakan Metode


Vickers
1,854 X P Nilai rata-rata VHN
No VHN = 2 (kg/mm2)
d (kg/mm2)

1,854 X 50
2 = 303.67
1. ¿
0,5525

1,854 X 50
2. ¿ = 255.36
0,60252

1,854 X 50 1306.18
3. ¿ = 266.30 = = 261.236
0,592 5

1,854 X 50
4. ¿ 2 = 207.12
0,669

1,854 X 50
5. ¿ = 272.73
0,5832

Jumlah = 1306,18
4.1.3 Metode Rockwell

1. Alumunium

Tabel 12. Hasil Perhitungan Alumunium Menggunakan Metode Rockwell


Nilai rata-rata Nilai rata-rata
No HRC HRB
HRC (kg/mm2) HRB (kg/mm2)

1. 40 51.5

2. 41 51

3. 43.5 55
203 260.5
= 5 = 40.6 = 5 = 52.1
4. 39.5 51.5

5. 39 51.5

∑=203 ∑=260.5

2. Kuningan

Tabel 13. Hasil Perhitungan Kuningan Menggunakan Metode Rockwell


Nilai rata-rata Nilai rata-rata
No HRC HRB
HRC (kg/mm2) HRB (kg/mm2)

1. 43.5 58

2. 39.5 57.5

3. 41.5 58.5
207 292
= 5 = 41.4 = 5 = 58.4
4. 40.5 58.5

5. 42 59.5

∑= 207 ∑= 292
3. Baja ST 42

Tabel 14. Hasil Perhitungan Baja ST 42 Menggunakan Metode Rockwell


Nilai rata-rata Nilai rata-rata
No HRC HRB
HRC (kg/mm2) HRB (kg/mm2)

1. 48 57

2. 41 60

3. 43 56.5
220 288
= 5 = 44 = 5 = 57.6
4. 44 57

5. 44 57.5

∑=220 ∑=288

4. Baja ST 42 heat tretment

Tabel 15. Hasil Perhitungan Baja ST 42 Heat Treatment Menggunakan Metode


Rockwell
Nilai rata-rata Nilai rata-rata
No HRC HRB
HRC (kg/mm2) HRB (kg/mm2)

1. 43.5 59.5

2. 43.5 59

3. 41 60
210 298
= 5 = 42 = 5 = 59.6
4. 40 60.5

5. 42 59

∑=210 ∑=298
Nilai rata-rata kekerasan spesimen:

Tabel 16. Hasil Nilai Rata-rata Kekerasan Spesimen

BHN rata-rata VHN rata-rata HRC rata-rata HRB rata-rata


Sampel Uji
(kg/mm2) (kg/mm2) (kg/mm2) (kg/mm2)

Alumunium 315.93 92.632 40.6 52.1

Kuningan 454.706 119.018 41.4 58.4

ST42 509.0396 256.656 44 57.6

ST 42 heat
489.064 261.236 42 59.6
treatment

4.2 Pembahasan

Untuk pegujian kekerasan baja ST 42 sebelum heat treatment dan baja


ST 42 setelah heat treatment dapat dibandingkan dengan ketiga metode
pengujian kekerasan, Brinell, Rockwell dan Vickers, bahwa nilai rata-rata
kekerasan Baja ST 42 setelah heat tretment terjadi kenaikan nilai. Hal ini
menunjukkan kekerasan bahan setelah dilakukan heat tretment akan bertambah.
Secara teoritis bahwa baja sesudah heat treatment mempunyai kekerasan yang
lebih besar dari pada sebelum heat tretment. Di jelaskan dengan proses heat
treatment yaitu hardening untuk merubah struktur baja sedemikian rupa sehingga
diperoleh struktur martensit yang keras. Prosesnya dengan cara baja dipanaskan
sampai suhu 850º C beberapa saat kemudian didinginkan dengan cara
enquencing. Hal ini di buktikan bahwa hasil praktikum benar.
Untuk pengujian kekerasan pada Baja ST 42 sebelum heat treatment
dibandingkan dengan benda uji kuningan dan alumunium, Baja ST 42 sebelum
heat treatment mempunyai kekerasan yang lebih tinggi dibanding dengan
kuningan dan alumunium. Ini di buktikan dari hasil VHN, HRC, dan HRB kecuali
pada BHN terjadi kesalahan hal ini membuktikan bahwa dari semua metode
pengujian mayoritas menunjukan Baja ST42 lebih tinggi kekerasasnya.

Untuk pengujian kekerasan pada kuningan terhadap alumunium juga


diperoleh bahwa nilai kekerasan kuningan lebih tinggi dari pada alumunium
secara ini di buktikan dari BHN, VHN, HRC, dan HRB.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
 Bahwa baja ST 42 sesudah heat treatment kekerasannya lebih besar
dari pada baja ST 42 sebelum heat treatment , kuningan , dan
alumunium ini di buktikan pada hasil nilai rata-rata kekerasan spesimen
yaitu BHN, VHN, HRC, dan HRB.
 Besar kekerasan kuningan lebih tinggi daripada aluminium, sama antara
teori dan praktek.

5.2 Saran
 Kalibrasi mesin harus dilakukan secara berkala untuk meningkatkan
keakurasian dan kepresisian. Kalibrasi dilakukan baik pada skala maupun
besar pembebanan.
 Harap alat yang kurang baik di perbaiki, sehingga dapat menunjang
dalam pengambilan data yang lebih akurat.
 Proses heat treatment seharusnya dilakukan oleh peserta praktikum.

Anda mungkin juga menyukai