BAB 1
PERLAKUAN PANAS
1. 1. PENDAHULUAN
Perlakuan panas atau heat treatment adalah suatu metode yang
dipergunakan untuk merubah sifat-sifat mekanik dari suatu baja, seperti
misalnya kekerasan, kekuatan atau keuletannya. Komponen/perkakas yang
diproses perlakuan panas ada bermacam-macam, ada yang sederhana bentuknya
tetapi ada pula yang rumit seperti moulds, matres, komponen mesin. Biaya
pembuatan memang tinggi; hal ini disebabkan lamanya waktu yang diperlukan
untuk membuat perkakas itu serta upah yang tinggi dari tenaga yang terampil
dan perlengkapan-perlengkapan presisi yang diperlukan. Dalam hal ini ada suatu
jaminan untuk tidak gagal terlalu awal, yaitu penggunaan material yang baik
sesuai dengan Jenis perkakas yang dibuat dan yang tidak kalah pentingnya ialah
perlakuan panas yang benar dari material tersebut.
Mengeraskan suatu perkakas memang mudah, tetapi memberikan
kekerasan yang paling sesuai untuk fungsi suatu perkakas adalah sulit. Untuk
memperoleh sifat-sifat yang paling baik dari baja yang dipilih dengan benar
memang diperlukan perlengkapan yang memadai. Sekurang-kurangnya harus
Perlakuan Bahan 2
Gambar 1.a. Diagram Suhu Perlakuan Panas (Heat Treatment) Untuk Baja Karbon
1.2.1. Annealing
Annealing adalah salah satu proses perlakuan panas (heat treatment) yang
digunakan untuk.
a. Mengurangi kekerasan.
b. Menghilangkan tegangan sisa.
c. Memperbaiki kekuatan.
d. Memperbaiki ductility.
e. Menghaluskan ukuran butiran.
Macam-macam proses annealing
a. Full annealing
b. Recrystallisation annealing
c. Stress relief annealing.
d. Spheroidization
e. Dan lain-lain
a. Full Annealing
Tujuan:
Untuk mengubah bentuk lapisan sementit di dalam-pearlit dan sementit
pada batasan-batasan butiran dari baja karbon tinggi menjadi bentuk
spheroidical (bentuk bola).
Proses :
Untuk baja hypoeutectoid (<0,83% C)
Baja dipanaskan 30 - 60°C (50 - 100°F) di atas temperatur A3, kemudian
ditahan beberapa saat, baru didinginkan di dalam dapur dengan kecepatan
pendinginan 10 - 30°C/jam sampai temperatur 30 oC di bawah A1,
kemudian didinginkan di udara.
Untuk baja hyper eutectoid (>0,83%C)
Pada dasarnya sama dengan baja hypo eutectoid, kecuali pad a permulaan
pemanasan hanya sampai daerah austenit + sementit, yaitu pada
temperatur sekitar 30 - 60°C di atas A1.
Perlakuan Bahan 5
b. Recrystallisation Annealing
Tujuan:
Melunakkan baja hasil pengerjaan, karena adanya rekristalisasi dan
pengembangan bentuk strukturnya.
Penggunaan :
Untuk baja hasil pengerjaan dingin yang berat.
Proses:
Baja dipanaskan pada suhu kira-kira 700°C (sedikit di bawah temperatur
A1), tahan pada temperatur tersebut untuk mencapai kelunakan,
kemudian didinginkan dengan kecepatan tertentu (biasanya d udara).
Hasil:
Menghasilkan baja/benda kerja dengan permukaan yang halus (tidak
bersisik).
Mempermudah pengerjaan cold working tanpa mengalami keretakan.
c. Stress-Relief Annealing
Annealing untuk menghilangkan tegangan dalam
Tujuan:
Untuk menghilangkan tegangan sisa (tegangan dalam) dalam baja tuang
yang tebal, juga pada logam yang sudah mengalami pengelasan.
Proses:
Benda kerja dipanaskan sampai suhu di bawah Al (550 650)oC
dipertahankan beberapa saat kemudian didinginkan perlahan-lahan.
Hasil:
Memperbaiki sifat mampu di mesin.
d. Spheroidization
Tujuan:
Membentuk/menghaluskan struktur sementit dengan menghancurkan
bentuk sphreoids (bulatan kecil) dalam kandungan ferrit.
Proses:
1. Memperpanjang waktu pemanasan pada suhu tepat di bawah A1,
diikuti dengan pendinginan yang lambat.
Perlakuan Bahan 6
1.2.2 Normalizing.
Tujuan:
Untuk mendapatkan struktur butiran yang halus dan seragam, juga untuk
menghilangkan tegangan dalam.
Pemakaian:
Untuk baja-baja konstruksi, baja rol, material yang mengalami penempaan,
tidak mempunyai . struktur yang sama karena jumlah beban tidak sebanding
dan karena perubahan bentuk pada tahap-tahap pendinginan yang tidak
merata untuk benda yang ketebalannya tidak sama.
Proses:
Memanaskan sampai sedikit di atas suku kritis (± 60 oC di atas suhu kritis
atas), kemudian setelah suhu merata didinginkan di udara.
Hasil :
Diperoleh sifat mampu di mesin
1.2.3. Hardening
1.2.3.1. Direct Hardening
Umumnya hanya disebut hardening, bertujuan untuk merubah struktur
baja sedemikian rupa sehingga diperoleh struktur martensit yang keras dari
permukaan hingga inti benda kerja.
Proses:
Baja dipanaskan sampai Suhu tertentu antara 770–830°C (tergantung dari
kadar karbon) kemudian ditahan pada suhu tersebut, beberapa saat,
kemudian didinginkan secara mendadak dengan mencelupkan dalam air
oli atau media pendingin yang lain. Dengan pendinginan yang mendadak,
tak ada waktu yang cukur bagi austenit untuk berubah menjadi perlit dan
ferit atau perlit dan sementit.
Pendinginan yang cepat menyebabkan austenit berubah menjadi martensit.
Hasil :
Kekerasan tinggi, kekenyalan (ductility) rendah
a) Carburizing
Proses karburizing didasarkan atas kemampuan baja untuk
menyerap karbon pada temperatur antara 900 - 9 50oC. Carburizing
adalah salah satu metoda yang digunakan untuk menghasilkan
permukaan keras padat baja yang berkadar karbon rendah (0,3 %).
Dengan proses ini didapat lapisan baja dengan kadar karbon 0,3-
1%, dengan tebal antara 0,1-2,5 mm tergantung lamanya pemanasan
(lihat Gambar 4).
b) Flame Hardening
Proses ini sangat cepat untuk menghasilkan permukaan keras dari
baja yang kandungan karbonnya lebih dari 0,4%.
Permukaan baja dipanaskan dengan Cepat hingga suhu kritisnya dengan
perantaraan semburan api Flame atau dengan induction coil frekuwensi
tinggi, kemudian diquenching untuk mendapatkan struktur martensit.
Setelah quenching, perambatan panas dari inti ke permukaan baja sudah
cukup untuk tempering lapisan permukaan.
Proses ini banyak digunakan terutama untuk mempererat poros-
poros pendukung.
c) Nitriding
Baja yang dinitriding adalah baja paduan rendah yang
mengandung chromium dan molibdeniuri1 dan kadang-kadang disertai
kandungan nikel dan vanadium.
Beberapa baja nitriding mengandung kira-kira 1 % aluminium. Baja
tersebut dipanaskan pada 500oc. Selama 40 hingga 90 jam dalam kotak
gas yang diisi sirkulasi gas ammonia. Permukaan baja akan menjadi
sangat keras karena terbentuknya nitrida, sedangkan inti bahan tetap
tidak terpengaruh.
1.2.4. Tempering
Tempering adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan
untuk menghilangkan tegangan dalam dan mengurangi kekerasan.
Proses:
Memanaskan kembali berkisar pada suhu 150 - 650°C dan didinginkan
secara perlahan-Iahan tergantung sifat akhir baja tersebut.
Tempering dibagi dalam :
a. Tempering pada suhu rendah (150 - 300°C)
Tujuannya hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan
kerapuhan dari baja.
Proses ini digunakan untuk alat-alat kerja yang tak mengalami beban
Perlakuan Bahan 11
yang berat, seperti misalnya alat-alat potong, mata bar yang dipakai
untuk kaca dan lain-lain.
b. Tempering pada suhu menengah (300 - 500°C)
Tujuannya, menambah keuletan, dan kekerasannya menjadi sedikit
berkurang.
Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang mengalami beban berat,
seperti palu, pahat, pegas-pegas.
c. Tempering pada suhu tinggi (50C - 650°C)·
Tujuannya, untuk memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus
kekerasan menjadi agak rendah.
Proses ini digunakan pada roda gigi, poros, batang penggerak dan lain-
lain.
1. 3. Diagram T - T - T (Pendinginan)
Pelaksanaan perlakuan panas terhadap: baja melibatkan penggunaan
bermacam-macam kecepatan pendinginan. Meskipun pengaruh waktu tidak
terlihat secara jelas pada diagram besi-zat arang dengan demikian studi tentang
phenomena transformasi menjadi penting dan phase transformasi untuk
bermacam-macam, baja dicatat dengan hubungannya terhadap perubahan
waktu dan temperatur. Hal ini disajikan dengan diagram transformasi
isothermal, Gambar 9 untuk suatu baja perkakas. Diagram ini disebut curva
TTT untuk pendinginan (waktu temperatur-transformasi) atau kadang-kadang
Perlakuan Bahan 12
Preheating
Preheating bertujuan untuk memperkecil beda temperatur antara permukaan benda
kerja dan intinya (terutama untuk benda yang tebal), sehingga dapat mengurangi
kemungkinan rusak akibat thermal stress.
I. Tanpa preheating
II. Dengan preheating (2 x)
Austenitizing
Austenitizing, pemanasan yang diperlukan untuk mencapai temperatur Austenit,
dimana tinggi temperatur tersebut tergantung dari jenis materialnya.
Gambar 21. Pada water quenching, laju arus panas dari permukaan ke dalam
air jauh lebih cepat daripada laju arus dari core ke
kulit/permukaan. Hal ini akan menimbulkan perbedaan suhu yang
besar.
Gambar 22. Pada oil quenching, laju arus panas dari kulit ke dalam minyak
memang lebih lambat bila dibandingkan dengan water
quenching, tetapi yang dari core ke kulit masih sama.
Perlakuan Bahan 22
Gambar 23. Laju arus panas dari air quenching dari core ke kulit kira-kira
sama dengan yang dari kulit ke udara. Hal ini membuat
perbedaan-perbedaan suhu hanya kecil saja.
kemudian dikejutkan dalam air. Perbedaan suhu antara core dengan kulit
diamati setelah satu detik, lima detik dan dua puluh lima detik kemudian.
ROUGH MACHINING
STRESS RELIEVING
SEMI FINISHING
HARDENING
TEMPERING
FINISHING
Pendek kata cobalah untuk membuat design suatu benda kerja yang sederhana
bentuknya, seragam dan simetris. Disamping itu harap diingat bahwa sudut-
sudut yang tajam harus selalu dihindari. Disamping hal di atas, untuk
menanggulangi/memberi kompensasi perubahan bentuk/ukuran akibat
perlakuan panas perlu ditambahkan machining allowance yang dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 1.2. Pedoman pemberian machining allowances
Shape Type Quenching Machining
medium allowance in %
of dimension
Guide values
Plate 1 Water/oil 0.30-0.15
2 Air/salt bath 0.25-0.10
3 Oil/salt bath 0.15-0.05
4 Air/salt bath 0.20-0.10
Cylinder 1 Water/oil 0.50-0.20
2 Air/salt bath 0.30-0.15
3 Oil/salt bath 0.25-0.10
4 Air/salt bath 0.30-0.15
BAB 2
PELAPISAN LOGAM
Tujuan Umum
Setelah mempelajari tentang teori dan praktek mengenai pelapisan logam,
diharapkan dapat :
a. Menjelaskan pengertian dasar tentang pelapisan logam
b. Menjelaskan dan mengetahui istilah-istilah penting dalam teori dan praktek
pelapisan logam .
c. Menjelaskan dan memahami tentang jenis-jenis pelapisan logam.
d. Menjelaskan tentang cara pelapisan logam
e. Menjelaskan keuntungan-keuntungan dari pelapisan logam
f. Menjelaskan komposisi-komposisi campuran pelapisan logam
g. Menjelaskan ,Proses terjadinya pelapisan logam
Tujuan Khusus
Tujuan mempelajari dan melakukan praktek pelapisan logam dengan
metoda Electroplating adalah :
a. Memperoleh kekerasan bahan yang lebih tinggi dari sebelum dilakukan
pelapisan
b. Melindungi bahan dari peristiwa korosi dalam jangka waktu tertentu
c. Menimbulkan sifat logam yang barn
d. Proteksi permukaan logam atau dekoratif
e. Menunjang pekerjaan maintenance
2.1 PENDAHULUAN
Logam adalah unsur yang paling banyak digunakan dalam bidang
teknik, mulai dari industri besar, menengah, kecil sampai barang rumah tangga
semuanya tidak pemah lepas dari suatu logam. Logam sendiri memiliki sifat
yang mudah dibentuk dan mudah didapatkan sehingga segala jenis peralatan
produksi maupun peralatan dapur terbuat dari logam. Namun struktur lapisan
awal yang mudah terkorosi oleh air, asam , air laut , maupun air hujan membuat
logam jenis baja mulai ditinggalkan dan digantikan oleh jenis stainless steel
Perlakuan Bahan 32
yang lebih tahan terhadap korosi, karena baja jenis stainless steel tersebut
memiliki harga yang relative mahal sehingga bahan yang terbuat dari baja biasa
tetap digunakan tetapi untuk mempertahankan agar terbebas dari korosi
dilakukan suatu proses yang biasa disebut pelapisan. Dalam hal ini pelapisan
yang dilakukan dapat berupa pelapisan dengan menggunakan cat, maupun
dengan poses Electroplating. Proses Electroplating paling banyak digunakan
karena dari segi ketahanan terhadap korosi hasil proses tersebut memiliki
beberapa kelebihan selain warna yang mengkelat sifat dari logam dasar yang
dilapisi menjadi lebih keras, menunjang pekerjaan maintenance dan lebih tahan
terhadap korosi dibandingkan dengan proses pengecatan.
5. Electrodes
Adalah suatu metode pelapisan logam yang dilakukan dengan cara
mengalirkan arus listrik pada bahan uji kemudian dicelup cepat.
6. Coating
Suatu proses pelapisan logam dengan bahan pelapis. Proses ini dapat
dilakukan dengan cara menyemprotkan bahan pelapis yang berbentuk
powder dengan bantuan udara (oksigen) bertekanan pada permukaan benda
kerja. Campuran antara powder pelapis, oksigen dan asitilyne komposisinya
diatur pada blander seperti pada proses pengelasan.
7. Electroplating
Adalah suatu proses pelapisan logam dengan cara mencelupkan bahan uji
ke dalam larutan elektrolit
Pada anoda bila digunakan anoda terlarut, reaksi yang mungkin terjadi
adalah:
M Mn++ne
Reaksi yang terjadi pada anoda adalah oksidasi logam yang larut ke
dalam elektrolit dan membentuk ion-ion positif. Sedangkan elektron-elektron
akan bergerak menuju katoda melalui sirkuit luar. Ion positif yang terbentuk
masuk ke dalam elektrolit dan berada dalam kesetimbangan dengan ion-ion
negatif yang bergerak menuju katoda anoda. Jika digunakan anoda tak larut
(Inert), akan terjadi reaksi:
2OH- H2O + O2 +2e
atau
H2O 2H+ + ½ O2 + 2e
Sehingga pada anoda akan terjadi pembebasan oksigen, ion M n+ diambil dari
larutan elektrolit. Contoh pada lapisan krom.
Dalam proses electroplating benda yang akan disepuh disebut katoda,
sedangkan penyepuhnya disebut anoda. Keduanya dimasukkan ke dalam suatu
larutan garam dari logam penyepuh dan dihubungkan dengan sumber arus
searah. Pada hukum Faraday, massa suatu zat yang dibebaskan/diendapkan
pada suatu elektrode sebanding dengan muatan listrik yang melalui elektrolit.
Massa berbagai zat yang diendapkan pada suatu elektrode sebanding dengan
muatan listrik yang melalui elektrolit. Berdasarkan kesinambungan arus,
pembuangan elektron pada katoda harus persis sama dengan elektron yang
ditambahkan pada anoda.
Beberapa hal yang menunjang keberhasilan proses electroplating yaitu
perlakuan pendahuluan pada katoda (pembersihan), media electroplating, rapat
arus, dan kondisi elektrolisis.
2.4.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proses Electroplating antara lain:
1. Sand Blasting Machine
2. Electroplating Machine
3. Amplas
4. Lap pembersih
Perlakuan Bahan 37
3. Finishing
a. Pencucian kembali dengan menggunakan air sabun hingga bersih dan
dikeringkan. Cuci di sini adalah proses pencucian setelah dilakukan
proses Electroliting.
b. cuci dengan air panas
Bagan urutan proses pelapisan logam dengan metode Electroplating secara
garis besar dapat digambarkan sebagai berikut :
Pengamplasan
Benda Kerja Dibersihkan
Sand blasting
Cuci
Pengasaman/Pickling
Finishing dengan
Cuci Panas
2.5.2.2.Kondisi Opersi.
Pada larutan asam khrom/elektrolit ini kondisikan seperti berikut:
Suhu elektrolit : 38 - 45° C
Kepekatan arus : 8 -15 Amp/dm2
Voltage :3-8V
Lama pencelupan : 3 - 5 menit
Sebelum pengoperasian aduklah terlebih dahulu.
Langkah pengoperasian
Langkah Pengoperasiannya sama dengan pengoperasian lapis nikel tetapi
kondisi operasi sesuaikan di atas.
mempunyai sifat yang berlainan dan perlakuan / kondisi operasi yang khas.
Pada umumnya elektrolit anodisasi terbagi atas dua jenis yaitu elektrolit
anorganik dan elektrolit organik. Yang termasuk ke dalam jenis elektrolit
anorganik adalah Asam Sulfat, Asam Borat, Asam Phosphat, Asam
Khromat dan sebagainya. Sedangkan jenis elektrolit organik antara lain
Asam Oksalat, Asam Sulfanat, Asam Salisilat, Dimetil Formamide, dan
sebagainya. Beberapa jenis elektrolit dan kondisi operasinya terlihat pada
tabel 1.
Tabel : 2.1 Komposisi dan elektrolit anodisasi
ORGANIK
24 -
Asam Oksalat 5 -10% 25 1,3 a)
Asam Sulfanat 5 - 10% 49 2,5 a)
20 - 1,5 -
Asam Salisilat 90 g/l 30 3 a)
Dimetil 15 -
4. Waktu anodisasi
5. Perlakuan panas dalam hal ini partisipasi paduan aluminium tertentu.
b. Warna lapisan karena elektrolit yang dipergunakan.
Dalam paragraf sebelumnya dapat diketahui bahwa elektrolit
tertentu dapat memberikan warna tertentu pula pada lapisan anodis yang
dihasilkan, misalnya elektrolit Asam Khromat dapat membuat lapisan
anodis berwarna abu-abu kehijau-hijauan, sedangkan elektrolit Asam
Oksalat menghasilkan lapisan yang berwarna kuning muda sampai coklat
kemerah-merahan. Campuran Sulfosalisilat dan sedikit Asam Sulfat
menghasilkan lapisan coklat keabu-abuan, padahal elektrolit Sulfosalisilat
sendiri akan menghasilkan warna kuning muda pada lapisan oksida besi.
Warna-warna ini dapat diatur dengan cara mengatur voltage dan
waktu anodisasi.
c. Warna lapisan karena kombinasi factor elektrolit dan pengotor pada bahan.
Di atas dijelaskan bahwa Asam Oksalat akan menghasilkan lapisan
yang berwarna kuning muda. Bila mempergunakan bahan besi dengan
pengotor tertentu, maka warna ini akan bervariasi misalnya menjadi coklat
tua, coklat kekuningan-kuningan dan sebagainya. Demikian pula elektrolit
Sulfasalisilat akan menghasilkan warna-warna yang menarik bila digabung
dengan pemakaian paduan besi dengan unsur tambahan tertentu. Paduan
besi yang biasanya dipakai untuk keperluan ini antara lain, ialah -paduan
Fe-Mg-Si, Fe-Mg, Fe-Mg-Zn dan sebagainya.
2. Persiapan Permukaan
Sebelum dianodisasi, benda kerja perlu mendapat pengerjaan
persiapan permukaan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh permukaan
yang bersih dan mengkilap.
Dua cara untuk membersihkan permukaan besi, yaitu (lihat gambar 1) :
1. Melalui jalur pencucian alkalin yang diikuti dengan etsa dalam soda
setelah pembilasan, dan kemudian dibilas lagi dengan air baru menuju bak
anodisasi.
2. Melalui jalur pencucian lemak dan oli dengan bensin diikuti dengan
pencucian detergen ( alkalin ) dan setelah dibilas bisa langsung
dianodisasi.
Cara pertama dipakai bila benda kerja tidak mengandung begitu banyak
oli dan lemak dari proses pengolahan bentuk sebelumnya, dan dipakai
untuk warna yang tidak mengkilap ( dop ).
Perlakuan Bahan 48
a. Alkali b. Alkali
Dibilas Bensin
Soda Alkalin
Dibilas
Dibilas
Gambar : 2.2 Bagan umum persiapan Anodisasi
Cara kedua dipakai bila benda kerja sebelumnya dipoles dulu untuk
mendapatkan warna yang mengkilap. Cara ini dapat pula dipergunakan untuk
memperoleh permukaan yang diinginkan dengan mengganti bagian polos
dengan "satin finish" dan sebagainya.
Adapun pencucian alkali dapat dikerjakan dengan memakai detergen,
sabun dan sebagainya. Sedangkan etsa dapat mempergunakan soda Natrium
Hidroksida dengan formula-formula sebagai berikut :
a. Larutan Natrium Hidroksida 7 - 15%, pada suhu kamar, selama waktu
yang dikehendaki tergantung pada permukaan dan yang diinginkan.
b. Larutan 5% Natrium Hodroksida ditambah 4% Natrium Fluorida pada
suhu 15°C selama 1 - 5 menit.
Pembersihan dengan asam pun dapat dilakukan untuk
membersihkan produk korosi oksida-oksida lain pada permukaan. Beberapa
larutan pickling yang biasa dipergunakan dalam anodisasi antara lain :
a. Campuran antara 5 oz/gal ( =31.181 gr/l ) Asam Khromat dan 12 fl, oz/gl
Asam Phosphat (=74,834 gr/l) -( 66~e) pada temperature 150 – 160oF.
b. Larutan 2,8 oz/gal Asam Khromat dan 6 fl.oz/gal. Asam Phosphat
(H3P04) pada suhu antara 190° - 20S oF.
Waktu pencelupan dapat lebih dari 15 menit tergantung pada closida
yang harus dilarutkan.
Catatan : 1 oz/gal = 6.236 gr/l.
Perlakuan Bahan 49
Alupol V Phosbrite
Asam Nitrat
Asam Asetat
Tembaga Nitrat
Selain dari pada proses brightener dengan pencelupan, ada pula dengan elektro kimia,
dimana benda kerja ditempatkan sebagai anoda. Pada dasarnya larutan untuk proses
ini adalah campuran asam Phosphat dengan asam sulfat dan sedikit asam khromat.
Beberapa proses terlihat pada table 4.
Perlakuan Bahan 51
Asam
ALZAK hodroflouroborat 2,5 24 - 26 5–8
2.6.1.5 Pewarnaan
1. Pewarnaan
Warna yang dihasilkan oleh elektrolit tertentu, pewarnaan pun dapat
dilihat pada besi yang telah dianodisasi. Telah dijelaskan bahwa dengan
proses anodisasi akan terbentuklah oksida besi (Fe 203) pada permukaan
lapisan tipis menutupi seluruh permukaan.
Dimensi pori ini tergantung pada beberapa parameter anodisasi.
Pada proses anodisasi dengan Asam Sulfat telah diketahui bahwa suhu dan
konsentrasi berperan menentukan besar pori yang dihasilkan, apabila suhu
anodisasi diturunkan dari kondisi biasa, maka pori yang terbentuk akan lebih
rapat sehingga akan sulit untuk dicat.
Begitu pula dengan faktor konsentrasi elektrolit. Elektrolit sejenis
tetapi lebih pekat akan membuat yang lebih terbuka.
Faktor lain yang mempengaruhi dimensi pori ini ialah jenis elektrolit serta
voltage yang diterapkan pada proses anodisasi. Pada gambar 5 terlihat
perbandingan pori dan ketebalan lapisan yang dihasilkan oleh beberapa
Perlakuan Bahan 52
macam elektrolit.
Gambar 2.3
Penampang Lapisan Anodis yang Diperoleh Dari Beberapa Elektrolit
2. Sealing
Maksud dari Saling ialah untuk mengurangi daya absorpsi lapisan
analisa dan menambah kemampuan sifat proteksinya.
Lapisan anodis yang diperolehnya dari anodisasinya adalah lapisan
oksidasi besi yang tidak mengandung molekul air (anhidrat). Sifat daripada
oksida besi yang lebih stabil, karena berkemampuan untuk menyerap larutan
(misalnya larutan zat warna, asam, air dan sebagainya). Oksida besi yang
Perlakuan Bahan 53
lebih stabil ialah yang mengandung molekul air, dalam hal ini ialah oksida
besi monohidrat (Fe2O3.H2O).
Proses sealing ini bertujuan untuk menambahkan molekul air ke
dalam lapisan oksida besi anhidrat.
Kestabilan lapisan yang terakhir ini menambah sifat lapisan antara lain :
Lebih tahan terhadap sinar matahari dan cuaca.
Warna tidak akan berubah.
Menambah daya isolasi listrik.
Mengurangi porositas sehingga mengurangi daya adhesive.
Selain beberapa keuntungan yang diperoleh dari proses sealing ini,
ada kerugian sebagai akibat sampingan, yang man antara lain melunakkan
permukaan sehingga ketahanan terhadap erosi dan abrasi pun berkurang.
Penambahan molekul air ke dalam lapisan oksida besi yang dihasilkan oleh
proses anodisasi ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain:
a. Merendam benda kerja dalam air mendidih.
b. Dengan uap air.
c. Dengan uap bertekanan.
Menurut penelitian, yang terakhir ini menampakkan hasil yang lebih
baik daripada cara-cara lain, tapi memerlukan peralatan yang lebih rumit.
Sealing dengan uap air banyak dipakai orang terutama untuk mencegah
"discoloring". Yang palling popular dan paling banyak dipakai orang, karena
kemudahan dan kesederhanaannya, ialah cara yang pertama dimana benda
kerja direndam dalam air mendidih.
Adapun kondisi yang mempengaruhi kualitas sealing ini, antara lain yaitu :
a. Suhu : antara 950 C sampai dengan 980 C
b. PH : 6,0 ± 0,5
c. Waktu : 30 ± 10 menit
d. Kemurnian
Pada suhu yang lebih dan 95oC, molekul au lebih aktif sehingga
pembentukan oksida aluminium monohidrat akan lebih baik.
Yang paling berpengaruh dalam proses sealing ini ialah kemurnian air.
Perlakuan Bahan 54
BAB 3
PROSES CETAK PLASTIK (PLASTIC MOLDING)
3.1. PENDAHULUAN
Plastik ialah salah satu bahan baku yang diperoleh melalui proses sintesis
dari berbagai bahan mentah, yaitu : minyak bumi, gas bumi dan batu bara. Plastik
juga dapat dinamakan bahan organik karena terdiri dari persenyawaan-
persenyawaan karbon, kecuali plastik silikon yang mengandung silicium sebagai
pengganti karbon (silicium secara kimiawi mirip dengan karbon).
Plastik juga disebut sebagai bahan berstruktur makro molekuler karena bahan
tersebut terdiri dari molekul-molekul yang besar (makro). Susunan Kimiawi dan
Fabrikasi Plastik Semua plastik (kecuali plastik-silikon) terdiri dari persenyawaan
karbon yang membentuk molekul makro. Disamping karbon, masih terdapat
elemen-elemen lain yang terkandung di dalam plastik, yaitu : Hidrogen, Oksigen,
Nitrogen, Chlor dan Fluor. Oksigen dan Hidrogen berasal dari bahan mentah
(minyak bumi, gas bumi dan batubara). Udara dan air adalah sumber dari Hidrogen,
Oksigen dan Nitrogen. Sedangkan Chlor dan Fluor berasal dari garam-garaman
(misalnya : NaCl).
Plastik termasuk material teknik yang panting karena sifat-sifatnya sebagai
berikut:
Perlakuan Bahan 56
a. POLYPROPYLENE (PP)
Polypropylene merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses
polimerisasi gas propilena. Propilena mempunyai specific gravity rendah
dibandingkan dengan jenis plastic lain. Sebagai perbandingan terlibat pada Tabel
1. Polypropylene mempunyai titik leleh yang cukup tinggi (190 - 200oC),
sedangkan titik kristalisasinya antara 130 – 135 C. Polypropylene mempunyai
Perlakuan Bahan 58
ketahanan terhadap bahan kimia ( hemical Resistance) yang tinggi, tetapi ketahanan
pukul (impact strength) nya rendah.
b. POLYSTIRENE (PS)
Polistirene adalah hasil polimerisasi dari monomer-monomer stirena,
dimana monomer stirena-nya didapat dari hasil proses dehidroge nisasi dari etil
benzene (dengan bantuan katalis), sedangkan etil benzene-nya sendiri merupakan
hasil reaksi antara etilena dengan benzene (dengan bantuan katalis).
Sifat-sifat umum dari poli stirena :
1. Sifat mekanis
Sifat – sifat mekanis yang menonjol dari bahan ini adalah kaku, keras,
mempunyai bunyi seperti metallic bila dijatuhkan.
2. Ketahanan terhadap bahan kimia
Ketahanan PS terhadap bahan-bahan kimia umumnya tidak sebaik
ketahanan yang dipunyai oleh PP atau PE. PS larut dalam eter, hidrokarbon
aromatic dan chlorinated hydrocarbon. PS juga mempunyai daya serap air yang
rendah, di bawah 0,25 %.
3. Abrasion resistance
PS mempunyai kekuatan permukaan relative lebih keras dibandingkan
dengan jenis termoplastik yang lain. Meskipun demikian, bahan ini mudah tergores.
4. Transparansi
Sifat optis dari PS adalah mempunyai derajat transparansi yang tinggi,
dapat melalui semua panjang gelombang cahaya (90%). Disamping itu dapat
memberikan kilauan yang baik yang tidak dipunyai oleh jenis plastic lain, dimana
bahan ini mempunyai indeks refraksi 1,592.
5. Sifat elektrikal
Karena mempunyai sifat daya serap air yang rendah maka PS digunakan
untuk keperluan alat-alat listrik. PS foil digunakan untuk spacers, slot liners dan
covering dari kapasitor, koil dan keperluan radar.
6. Ketahanan panas
PS mempunyai softening point rendah (90°C) sehingga PS tidak
digunakan untuk pemakaian pada suhu tinggi, atau misalnya pada makanan yang
Perlakuan Bahan 59
panas. Suhu maksimum yang boleh dikenakan dalam pemakaian adalah 75°C.
Disamping itu, PS mempunyai sifat konduktivitas panas yang rendah. PS dibuat
dalam berbagai grade yang dapat digunakan untuk membuat produk jadi. Pemilihan
grade sangat penting dan disesuaikan dengan prod uk jadinya. Grade-grade PS yang
umum dipakai adalah: general purpose, light stabilized, heat resistance, Impact
grade. Polistrena dapat diproses dengan cara pengolahan yang umum digunakan
untuk PP atau PE, yaitu: cetak injeksi, extrusion.
lain.
2. Otomotif: Karena sifatnya yang ringan, tidak berkarat, tahan minyak bumi,
maka ABS digunakan untuk radiator grill, rumah-rumah lampu, emblem, horn
grill, tempat kaca spion, dan lain-lain.
3. Barang – barang tahan lama: ABS dengan grade tahan nyala api digunakan
untuk cabinet TV, kotak penutup video, dan lain-lain.
Grade tahan pukul pada suhu rendah dan tahan fluorocarbon dapat digunakan
untuk pintu dan body kulkas. Penggunaan lain: komponen AC, kotak kamera,
dudukan kipas angina meja, dan lain-lain.
4. Bangunan dan perumahan: dudukan kloset, bak air, frame kaca, cabinet, kran
air, gantungan handuk, saringan, dan lain-lain.
5. Electroplated ABS : regulator knob, pegangan pintu kulkas, pegangan payung,
spareparts kendaraan bermotor, tutup botol, dan lain-lain.
7. Flameability
Resin asetal homopolimer ini merupakan material yang terbakar pelan-pelan
dan berasap sedikit.
8. Stabiliants dimensi
Karena asetal menyerap sangat sedikit uap air, maka perubahan dimensinya
pun sangat kecil.
bagian dalam dari printer, mesin fotokopi, konektor telepon, dan lain-lain.
g. POLIAMIDA (NYLON)
Nylon merupakan istilah yang digunakan terhadap poliamida yang
mempunyai sifat- sifat dapat dibentuk serat, film dan plastic. Struktur nylon
ditunjukkan oleh gugus amida yang berkaitan dengan unit hidrokarbon ulangan
yang panjangnya berbeda-beda dalam suatu polimer.
Sifat-sifat nylon:
1. Secara umum nylon bersifat keras, berwarna cream, sedikit tembus cahaya.
2. Berat molekul nylon bervariasi dari 11.000-34.000
3. Nylon merupakan polimer semi kristalin dengan titik leleh 350-570 oF. titik leleh
erat kaitannya dengan jumlah atom karbon. Jumlah atom karbon makin besar,
konsentrasi amida makin kecil, titik lelehnya pun menurun.
4. Sedikit higroskopis : oleh karena itu perlu dikeringkan sebelum dipakai, karena
sifat mekanis maupun elektriknya dipengaruhi juga oleh kelembaban relative
dari atmosfir.
5. Tahan terhadap solvent organic seperti alcohol, eter, aseton, petroleum eter,
benzene, CCl4 maupun xylene.
6. Dapat bereaksi dengan phenol, formaldehida, alcohol, benzene panas dan
nitrobenzene panas.
7. Nylon relative tidak dipengaruhi oleh waktu simpan yang lama pad a suhu kamar.
Tetapi pad a suhu yang lebih tinggi akan teroksidasi menjadi berwarna kuning
dan rapuh. Demikian juga sinar matahari yang kuat akan kurang baik terhadap
sifat mekanikalnya.
8. Penambahan aditif dalam nylon dimaksud untuk memperbaiki sifat-sifat nylon.
Teknik pengolahan nylon yang utama adalah cetak injeksi dan ekstrusi. Teknik
lain seperti cetak tiup, rotational moulding, reaction injection moulding (RIM).
Dan lain-lain
Material – material yang tersebut di atas pada pembentukan /pencetakan
memerlukan temperatur tinggi, sehingga produk-produk yang terbuat dari material
di atas memiliki sifat tahan panas.
a. Blow Molding
Blow molding merupakan suatu metode mencetak benda kerja berongga
dengan cara meniupkan atau menghembuskan udara ke dalam material/bahan yang
menggunakan cetakan yang terdiri dari dua belahan mold yang tidak menggunakan
inti (core) sebagai pembentuk rongga tersebut. Material plastik akan keluar secara
perlahan secara perlahan akan turun dari sebuah Extruder Head kemudian setelah
cukup panjang kedua belahan akan mold akan di jepit dan menyatu sedangkan
bagian bawahnya akan dimasuki sebuah alat peniup (blow Pin) yang
Perlakuan Bahan 66
menghembuskan udara ke dalam pipa plastik yang masih lunak, sehingga plastik
tersebut akan mengembang dan membentuk seperti bentuk rongga mould-nya.
Material yang sudah terbentuk akan mengeras dan bisa dikeluarkan dari mold hal
ini karena Mold dilengkapi dengan saluran pendingin di dalam kedua belahan mold.
Untuk memperlancar proses peniupan proses ini dilengkapi dengan pisau pemotong
pipa plastik yang baru keluar dari extruder head.
Contoh hasil produksi yang dapat dikerjakan dengan metode ini adalah bentuk
Gelas dan boto1. Proses tersebut seperti gambar di bawah ini:
1. Proses Pengisian butiran Plastik dari Hopper ke dalam Heater. Oleh motor
Srew berputar sambil menarik butiran plastik mengisi ruang Heater.
3. Proses peniupan udara. Saat plastik menempel pada dinding mold seperti pada
tahap ke II maka udara dengan tekanan tertentu ditiupkan kedalam mold.
Perlakuan Bahan 67
maka material sisa yang kemudian meluap akan membentuk lapisan parting
line/plain (land B), dan karena tipisnya akan segera mengeras/beku sehingga
menghindari meluapnya material lebih banyak. Jadi biasanya mold akan di isi
material sepenuhnya sampai luapan yang terjadi sebanyak yang diijinkan.
2. Positive mould - jenis ini terdiri dari suatu rongga (cavity) yang dalam dengan
sebuah plunger yang mengkompresikan/memadatkan material kompoud pada
bagian bawah mold pemberian material disesuaikan dengan kapasitasnya baik
dengan cara menimbang sehingga menghasilkan prod uk yang baik dan seragam.
3. Landed Positive Mold - mirip dengan tipe di atas ,akan tetapi tinggi bidang batas
dibatasi bagian "land" bekerja menahan tekanan (bukan bagian Produknya).
Karena ketebalan material terkontrol dengan baik, maka kepadatan benda kerja
tergantung dari posisi pengisian yang diberikan.
4. Semi positive mold - merupakan kombinasi antara flash type dan landed positive
mold.
1. Butiran kecil material plastik oleh gerakan srew dimasukkan ke dalam silinder
heater dipanaskan untuk diubah menjadi material kental seperti pasta.
Perlakuan Bahan 69
FORMING
2. Di dalam silinder Heater atau pemanas, butiran plastik berubah menjadi cair,
lalu dengan tekanan tertentu dimasukkan melalui sebuah forming die (extroder
head atau hole), yaitu suatu lubang dengan bentuk.
FORMING
3. Produk ditarik atau dikeluarkan dan diterima oleh sebuah conveyor dan
dijalankan/ditarik sambil didinginkan, sehingga profil yang terbentuk akan
mengeras
Gambar 3.3 Cetakan Extrusion Molding (no. 1 – 3)
Berikut ini contoh produk-produk yang dihasilkan dengan extrution molding.
mampu menahan panas dan gesekan dari material yang diproses pendinginan benda
kerja dilakukan dengan menyemprotkan udara pada profil yang berjalan, sehingga
bisa merata ke seluruh bagian/panjang profil yang dihasilkan.
Gambar 3.7 Waktu satu siklus yang diperlukan pada proses Injection Molding
1. Cavity
2. Runner
3. Gate
4. Sprue
5. Sprue bush
6. Sprue puller
7. Ejector
dengan ejector
i. Produk jadi.
Perlakuan Bahan 75
BAB 4
SIFAT MEKANIS DAN PENGUJIAN LOGAM
Tujuan Umum
Setelah mempelajari tentang teori dan praktek mengenai pengujian
logam, diharapkan dapat :
a. Menjelaskan pengertian dasar tentang pengujian logam
b. Menjelaskan dan mengetahui istilah-istilah penting dalam teori dan praktek
pengujian logam .
c. Menjelaskan dan memahami tentang jenis-jenis pengujian logam.
d. Menjelaskan tentang cara pengujian logam
Tujuan Khusus
Tujuan mempelajari dan melakukan praktek pelapisan pengujian logam
dengan metoda pengujian mekanis logam adalah :
a. Memperoleh data kekuatan mekanis bahan
b. Menunjang pekerjaan perancangan dalam pemilihan bahan yang sesuai
dengan kebutuhan
c. Menunjang pekerjaan maintenance dalam pemilihan material pengganti
komponen yang rusak
4.1 PENDAHULUAN
Sifat mekanis merupakan kemampuan atau kelakuan logam itu menahan
beban yang dikenakan padanya, baik pembenahan statis atau dinamis pada suhu
biasa, suhu tinggi ataupun suhu dibawah 0°C. Sering kali bila suatu bahan
mempunyai sifat mekanis yang baik tetapi kurang baik pada sifat yang lain, maka
diambil langkah untuk menanggulangi kekurangannya tersebut. Misalnya, baja
yang mempunyai kekuatan cukup baik tetapi mudah terjadi korosi, maka sifat
mudah terkorosi ini ditanggulangi dengn pelapisan missal : pengecatan atau
galvanising, elektroplating tersebut. Dari hal ini terlihat bahwa sifat mekanis
merupakan faktor yang sangat penting.
Beberapa sifat mekanis yang penting antara lain :
1. Kekuatan (strength)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan
patah atau kerusakan pada bahan. Kekuatan ini ada beberapa macam,
tergantung pada jenis beban yang bekerja, yaitu kekuatan tarik, tekan, geser,
torsi dan gengror.
2. Kekerasan (hardness)
Didefinisikan sebagai kemampuan bahanterhadap deformasi praktis bereng
pembebanan setempat pada permintaan berupa penggoresan, pengikisan
(abrasi), identasi atau penetrasi. Sifat ini berkaitan erat dengan sifat bahan aus.
Kekerasan juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.
3. Elastisitas (elasticity)
Kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah diberi
beban yang menyebabkan atau cenderung menyebabkan deformasi (perubahan
bentuk), bila beban ditiadakan.
Sifat ini sangat penting karena bila bahan menerima beban yang melampaui
batas elastisnya maka akan terjadi deformasi praktis, dan ini tidak diinginkan
terjadi pada suatu konstruksi.
4. Kekakuan (stiffness)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima beban tanpa mengakibatkan
terjadinya deformasi atau defleksi. Seringkali kekakuan lebih penting daripada
kekuatan.
Perlakuan Bahan 77
5. Plastisitas (plasticity)
Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi
permanen (deformasi plastik) tanpa menjadi rusak/pecah/putus. Sifat ini sangat
diperlukan pada berbagai proses pembentukan seperti tempa (forging),
pengerolan, pencairan (extruding) dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut
sebagai keuletan (ductility). Bahan yang mampu menahan deformasi cukup
banyak dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan tinggi. Sedang
bahan yang tidak mampu menahan deformasi plastik disebut bahan yang getas
(brittle).
6. Ketangguhan (toughness)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energy tanpa
mengakibatkan terjadinya kerusakan, atau jumlah energi yang diperlukan
mematahkan benda kerja. Ketangguhan ini diperlkan terutama untuk bagian-
bagian yang menerima beban kejut/pukulan.
Sifat ini dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga sulit ditentukan/diukur.
7. Kelelahan (fatigue)
Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah/rusak bila menerima
tegangan yang masih dbawah batas elastisnya, yang bekerja berulang-ulang.
Banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengukur dengan tepat tingkah laku
logam terhadap kelelahan, karena sebagian besar kerusakan/patah yang terjadi
pada bagian mesin/konstruksi disebabkan oleh kelelahan. Disamping sifat-sifat
mekanis diatas masih ada beberapa sifat lain misalnya, ceep, damping dan lain-
lain, yang mungkin perlu juga diperhitungkan untuk suatu keperluan tertentu.
Sebenarnya hasil pengujian yang paling mendekati kenyataan dapat diperoleh bila
pengujian dilakukan terhadap benda komponen atau keseluruhan konstruksi dengan
bentuk dan ukuran yang sebenarnya (full-scale-test), tetapi cara ini tentunya akan
terlalu mahal dan tidak praktis.
Beberapa pengujian mekanis yang banyak dilakukan adalah pengujian tarik (tensile
test), pengujian kekerasan (hardness test), pengujian pukul-tarik (impact test),
pengujian kelelahan (fatigue test), jaminy test, dan kadang-kadang creep test.
Pada saat batang uji menerima gaya tarik sebesar F kg maka panjang specimen
akan bertambah sebesar ∆L. Pada saat itu pada batang uji timbul tegangan yang
besarnya (kg/mm2).
l o l1 l
= F/Ao E.
lo l
Ao = Luas penampang specimen mula-mula (mm)
Lo = Panjang specimen mula-mula (mm)
L1 = Panjang specimen pada saat menerima beban tarik
Pada gambar dibawah ditunjukkan diagram tegangan tegangan, yaitu untuk baja
carbon rendah.
E
C F
B
A D
A Titik Proporsional
B Titik Elastisitas
C Titik Lumer Atas
D Titik Lumer Bawah
E UTS (ultimate tensile strength)
F Titik Patah
2. Bentuk batang uji sederhana, agar sukar terjadi cacat yang berupa retakan
akibat perlakuan panas atau lainnya.
3. Pada umumnya bahan yang mempunyai kerasan Brinell lebih dari 600 tidak
dapat diuji dengan tarik disebabkan tidak adanya pemegang yang cocok,
ketidak sentrisan dan sebagainya.
4. Pada pengujian bengkok dapat diharapkan terjadi patahan yang ideal dari
bahan yang keras dan gatas.
Distribusi tegangan pada batang uji yang dibengkokkan. Apabila kurva defleksi-
bahan hampr lurus, tegangan tarik pada saat patah dapat dihitung dengan
menggunakan rumus elestisitas seperti ditunjukkan dalam gambar (b), yang
merupakan garis lurus, seperti ditunjukkan pada gambar (c), tegangan dari
persamaan elastisitas tersebut berada jauh dari tegangan patah yang terjadi.
Kekuatan bengkok kira-kira dua kali lebih besar daripada kekuatan tarik. Karena
itu besi cor dipergunakan bukan untuk menahan beban tarik. Tetapi untuk beban
bengkok atau beban tekan sebab bahan akan berukuran terlalu besar kalau
didasarkan atas beban tarik. Pengujian bengkok juga berguna menentukan keliatan
atau kegetasan bahan getas. Pada umumnya keliatan ditentukan dengan pengujian
impact, tetapi sukar untuk melaksanakan pengujian impact bagi bahan getas karena
energy yang diserap sangat kecil dan fluktuasinya besar.
2. Menjatuhkan Indentor
Pengujian sistim ini adalah dengan cara menjatuhkan indentor dari suatu
ketinggian tertentu, dengan melihat tinggi pantulan yang dihasilkan, maka akan
diketahui harga kekerasan bahan tersebut. Semakin keras suatu bahan maka
tinggi pantulan akan semakin tinggi dan sebaliknya apabila bahan tersebut
lunak maka tinggi pantulannya akan semakin rendah. Alat pengujian yang
Perlakuan Bahan 82
memakai system ini adalah shore schleroscope ini gerak translasi pantulan
diubah menjadi gerak rotasi dial, sehingga harga kekerasannya langsung bisa
ditunjukkan oleh jarum penunjuk.
Penggunaan alat uji kekerasan ini harus benar-benar tegak lurus (tegak lurus
dengan posisi mendatar, waterpass) karena kalau terjadi kemiringan akan
menyimpang harga kekerasan dari harga sebenarnya. Hal ini disebabkan alat
ini mengandalkan gravitasi bumi.
Gambar 4.5 Two types of Schleroscope hardness testers. (Courtesy The Shore
Instrument & Mfg. Company, Inc)
3. Penekanan
a. Sistem Poldi
Pengujian dengan sistem ini adalah termasuk pengujian yang sederhana.
Benda kerja yang telah diketahui kekerasannya dimasukkan dalam alat
tersebut (sebagai bahan pembanding, bahan dengan kekerasan standar).
Dengan sebuah palu dipukulkan pada alat ini dan bersamaan dengan itu
maka baik pada benda kerja maupun di dalam batang pembanding diperoleh
bekas penekanan dari indentor (bola baja) tersebut. Berdasarkan hal tersebut
harga kekerasan diketahui dari daftar harga kekerasan bahan standar.
Perlakuan Bahan 83
Pengujian dengan alat ini sederhana namun untuk hasil pengujiannya perlu
analisa dan pengalaman sehingga pengujian sistem ini menjadi sulit dan
tidak efektif.
b. Sistem Brinell
Pengujian Brinell adalah salah satu cara pengujian kekerasan yang banyak
digunakan. Pada pengujian Brinell digunakan bola baja yang dikeraskan
sebagai indentor. Indentor ini ditekankan pada permukaan logam yang diuji
dengan gaya tekan tertentu selama waktu tertentu (antara 10 sampai 30
detik). Karena penekanan (indentasi) itu pada permukaan logam tersebut
akan terjadi tapak tekan yang berbentuk tembereng bola. Kekerasan Brinell
dinyatakan sebagai :
𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛
BHN = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑎𝑝𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛
𝑃
BHN = 𝜋𝐷
(𝐷−√𝐷2−𝑑2 )
2
Biasanya, pada pengujian Brinell yang standar digunakan bola baja berdiameter 10
mm, dan gaya tekan 3000 kg (untuk Baja) atau 500 kg (untuk logam non ferrous,
yang lebih lunak). Boleh juga digunakan ukuran yang berbeda asal dipenuhi
Perlakuan Bahan 84
c. Sistem Rockwell
Pada pengujian Brinell harus dilakukan diameter tapak tekan secara manual
sehingga memberi peluang terjadinya kesalahan pengukuran, disamping
juga akan memakan waktu. Pada cara Rockwell pengukuran langsung
dilakukan oleh mesin, langsung menunjukkan angka kekerasan dari bahan
yang diuji. Cara ini lebih cepat dan akurat. Pada cara ini indentor mula-mula
ditekan ke permukaan logam yang diuji dengan suatu beban awal (minor
load) sebesar 10 kg, sehingga ujung indentor menembus permukaan
sedalam h (lihat gambar diatas) setelah itu penekanan indentor diteruskan
dengan beban utama (mayor load) selama beberapa saat, kemudian beban
secara otomatik kembali ke beban awal. Pada saat ini ujung indentor
Perlakuan Bahan 85
Dengan cara ini Rockwell dapat digunakan beberapa skala, tergantung pada
kombinasi jenis indentor dan besar beban utama yang digunakan. Macam-
macam skala dan jenis indentor serta besar beban utamanya dapat dilihat
pada tebal di belakang. Untuk logam biasanya digunakan skala B atau skala
C, dan angka kekerasannya dengan RB (HRB) atau RC (HRC). Untuk
menggunakan skala B harus digunakan indentor bola baja 1/16” dan
beban utama 100 kg. Kekerasan yang dapat diukur dengan skala B ini
berkisar antara RB 0 sampai RB 100, bila ternyata hasil pengukuran berada
di luar daerah ini maka harus digunakan skala lain. Kekerasan logam pada
daerah skala ini relatif rendah. Untuk kekerasan logam yang lebih tinggi
digunakan skala C.
Untuk menggunakan skala C ini harus digunakan beban utama 150 kg dan
indentor berupa kerujut intan (brale) yang sudut puncaknya 120°. Daerah
pengukuran skala ini berkisar antara RC 20 sampai RC 70.
Table the Rockwell Hardness Scales
Perlakuan Bahan 86
d. Sistem Vikers
Prinsip dasar pengujian ini sama dengan pengujian Brinell, hanya saja disini
digunakan indentor intan yang berbentuk piramid beralas bujur sangkar dan
sudut puncak 136°
kalau pada cara Brinell yang harus diukur adalah diameter bekas penekanan
pada cara Vikers ini yang harus diukur adalah diagonal dari bujur sangkar
tersebut. Angka kekerasan Vickers dihitung dengan
2P sin / 2 2 p sin(136 / 2) 1,854 P
HV
d2 d2 d2
Keterangan:
P = besar beban tekan (kg)
d = diameter tapak tekan (mm)
= sudut puncak anatar 2 bidang berseberangan = 136°
Nama hasil pengujian system ini disebut sebagai berikut :
HV (Hardness Vikers), DPN (Diamond Pyramid Number), VPN (Vikers
Pyramid Number), DPH (Diamond Pyramid Hardness).
Pengujian kekersan Vickers ini hasil pengukura tidak dipengaruhi beban
dan karenanya akan memberikan skala yang kontinyu, mulai dari logam
yang paling lunak 5 HV sampai yang paling keras 1500 HV tanpa perlu
merubah beban. Bila menggunakan cara Brinell atau Rockwell maka akan
diperlukan penggantian indentor dan/atau beban bila pengukuran sudah
sampai batas daerah pengukurannya. Besar beban tekan yang digunakan
untuk cara vikers ini dapat dipilih mulai 1 sampai 120 kg, tergantung pada
kekerasan bahan yang diuji (agar diperoleh tapak tekan yang mudah diukur).
Perlakuan Bahan 87
Dengan cara ini hasil pengukuran kekerasan tidak lagi terpengaruh oleh
besarnya beban yang digunakan untuk menekan identor (tidak seperti pada
cara brinell hasil pengukuran akan berbeda bila digunakan beban yang
berbeda bila bolanya sama).
f. Microhardness Test
Untuk keperluan metalurgis seringkali diperlukan pengukuran kekerasan
pada daerah yang sangat kecil untuk ini pengujian dilakukan dengan beban
yang sangat kecil, dibawah 1000 gram, menggunakan mesin yang
dikombinasikan dengan mikroskop. Cara pengukuran yang biasanya
digunakan mikrohardness test adalah Vickers atau knoop.
Pada Vickers microhardness test identor yang digunakan mempunyai
bentuk yang sama seperti Vickers biasa, juga cara perhitungan
kekerasannya. Sedang knoop menggunakan pyramid intan dengan alas
berbentuk belah ketupat yang perbandingan panjang diagonalnya 7 : 1.
Perlakuan Bahan 88
Karena cara pengujian beraneka ragam digunakan, maka dalam praktek sering pula
diperlukan hubungan antara angka kekerasan yang satu dengan yang lainnya.
Karena masing-masing cara pengukuran berdasarkan atas prinsip pengujian yang
digunakan, maka sulit untuk mencari hubungannya secara teoritis. Secara empiritis
dapat diperoleh hubungan/konversi antara satu cara dengan cara pengukuran
kekerasan yang lainnya. Konversi inipun hanya berlaku untuk satu jenis
logam/paduan tertentu.
Karena tiap cara pengujian kekerasan mempunyai kateristik sendiri-sendiri,
maka masing-masing juga akan mempunyai tempat sendiri dalam penggunaan
seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Peralatan uji puntir terdiri atas : kepala puntir yang dilengkapi cekam untuk
mencengkeram benda uji serta kepala bobot yaitu dengan cara mencengkeram salah
satu ujung benda uji dan mengukur besarnya momen ulir atau torsi. Deformasi yang
terjadi dari benda uji yang bersangkutan diukur dengan peralatan pengukur ulir
yang dinamakan troptometer. Penentuan dilakukan dengan menggunakan
perpindahan sudut suatu titik pada elemen memanjang yang sama pada arah yang
berlawanan. Biasanya benda uji untuk uji tarik mempunyai penampang lintang
berbentuk lingkaran, karena hal tersebut merupakan bentuk geometris yang paling
sederhana untuk keperluan perhitungan tegangan. Karena pada daerah elastik,
tegangan geser bervariasi secara linear dari harga nol pada pusat batang hingga
harga maksimum pada permukaan batang, maka seringkali dibutuhkan pengujian
benda uji tabung yang mempunyai dinding tebal.
𝑟𝜃
= tan = 𝐿
Pada waktu uji puntir, pengukuran yang dilakukan adalah momen puntir M dan
sudut puntir . Sifat-sifat elastik pada puntiran dapat diperoleh dengan
menggunakan momen puntir pada batas proporsional atau momen puntir pada suatu
sudut puntir tertentu, biasanya 0,001 rad/inci panjang ukur, dan dilakukan
perhitungan tegangan geser yang berkaitan dengan momen puntir, dengan
menggunakan persamaan-persamaan diatas. Untuk benda uji tabung, biasanya
diperlukan pengukuran batas elastik puntiran atau kekuatan luluh yang teliti.
Karena gradient tegangan melintang melintasi diameter batang padat, maka serat-
serat permukaan terhambat oleh tegangan yang lebih kecil pada serta yang didalam.
Jadi, peluluhan (yielding) yang pertama terjadi, pada umumnya tidak mudah
diamati dengan instrument yang biasa dipergunakan untuk mengukur sudut puntir.
Pemakaian benda uji tabung berdinding tebal memperkecil efek-efek diatas, karena
praktis tidak terdapat gradient tegangan. Sekali kekuatan luluh puntiran dilampaui,
maka distribusi tegangan-regangan dari pusat benda uji hingga ke permukaan tidak
linear lagi. Akan tetapi seringkali kekuatan geseran puntir maksimal, atau modulus
pecah, ditentukan dengan cara memasukkan momen puntir maksimum pada kedua
persamaan tersebut. Hasil yang diperoleh dengan prosedur demikia, melebihi harga
tegangan geser ultimate.
Hubungn modulus elastisitas, tegangan geser dan modulus rigidity.
T = G.
Subagai persamaan menjadi
𝑇. 𝐿
= 𝐼𝑝 . 𝐺
poros, sedangkan untuk poros yang panjang atau poros yang mendapat beban
kejutan atau berulang, harga diambil setengahnya dari harga tersebut.
𝑇. 𝐿
𝜃 = 584
𝐺. 𝑑 4
Dari diagram diatas terlihat bahwa pada saat harga momen puntir maksimum,
dm/d’ = 0. Oleh karena itu. Kekuatn geser puntiran ultimat, atau modulus pecah,
dapat dinyatakan sebagai :
3𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠
Tu = 2𝜋𝑎3
Gambar 4.17 The principles of the Izod and Charpy tests : (a) the Izod specimen is
broken as a cantilever : (b) the Charpy specimen as a beam
Setelah batang uji diletakkan ditempatnya pada posisi seperti pada gambar diatas,
pemukul dinaikkan hingga mencapai ketinggian tertentu M. Pada posisi ini
pemukul mempunyai energi potensial sebesar WH (dimana W = berat pemukul).
Kemudian pemukul dilepas dan berayun memukul batang uji hingga patah, dan
pemukul masih terus berayun hingga mencapai ketinggi H1. Pada posisi ini sisa
energy potensial dari pemukul adalah WH1. Selisih antara energi mula-mula dengan
sisa energi ini adalah energi yang digunakan untuk mematahkan batang uji.
Perlakuan Bahan 95
Keterangan :
A = Sudut simpangan dengan beban
A1 = Sudut simpangan akhir tanpa beban
B = Sudut simpangan awal
A0 = Luas penampang potong pada notch
Perlakuan Bahan 96
W = Berat pendulum
Ak = Energi yang diperlukan untuk mematahkan specimen tiap luas
penampang notch
L = Panjang lengan pendulum
Ketahanan batang uji terhadap pukulan (impact) dinyatakan dengan
banyaknya energy yang digunakan untuk mematahkan batang uji tersebut. Jadi
ketahanan terhadap impact, yang biasanya disebut kekuatan impact (impact
strength), sebenarnya adalah semacam ketangguhan juga, notch toughness.
Ketangguhan disini berbeda dengan ketangguhan yang diukur pada test tarik. Disini
ketangguhan diukur terhadap beban yang mengejut dan batang uji yang bertakik.
Disamping mengukur ketangguhan, yang dinyatakan dengan banyaknya
energi untuk mematahkan specimen, pengujian ini juga dapat digunakan untuk
mengetahui pola patahannya. Apakah patahannya berupa patah getas atau patah ulet
atau campuran. Ini dilakukan dengan melihat permukaan patahan. Bila permukaan
patahan, bila patahan tampak suram dan berserabut, maka patahan itu adalah patah
ulet. Bila patahan itu berkilat patahannya adalah patah getas. Biasanya diukur
berapa persen dari luas permukaan patahan yang merupakan patah getas.
Impact strength suatu logam banyak dipengaruhi oleh temperatur, pada
temperature rendah impact strength cenderung turun. Untuk mengetahui pola
penurunan impact strength ini dilakukan pengujian pada berbagai temperature.
Hasil pengukuran dari tiap pengujian diplot pada grafik impact strength-temperatur
dan/atau fracture appearance-temperatur.
Dari kurva yang diperoleh terlihat bahwa pada temperature tinggi impact strength
juga tinggi, demikian pula halnya dengan persentase patah ulet (ductile fracture).
Hal yang sebaliknya terjadi pada temperatur rendah. Pada suatu temperature
tertentu ada penurunan yang drastis, temperatur ini dinamakan temperatur transisi.
Ada beberapa definisi untuk menunjukkan temperatur transisi, seperti terlihat pada
gambar diatas. Temperatur transisi dapat dikatakan sebagai batas antara notch
brittle dengan notch tough, pada temperatur diatas temperatur Transisi boleh
dikatakan tidak akan terjadi patah getas. Patah getas pada umumnya selalu
dihindarkan. Dalam pemilihan bahan seringkali bukan hanya besarnya impact
strength yang harus diperhatikan, tetapi juga temperatur transisi. Bahkan kadang-
kadang lebih disukai bahan dengan temperatur transisi yang lebih rendah walaupun
impact strengthnya pada temperatur kamar lebih rendah.
Walaupun hasil pengukuran pada pengujian impact ini menghasilkan data
berupa angka-angka tetapi data tersebut lebih bersifat kualitatif, tidak kuantitatif.
Angka-angka yang diperoleh tidak dapat digunakan dalam suatu perhitungan
perencanaan suatu komponen/konstruksi. Data tersebut hanya menggambarkan
bagaimana tingkah laku suatu bahan terhadap beban kejut/takikan/temperatur
rendah, dibandingkan dengan bahan lain. Jadi data impact test ini hanya dapat
menyatakan suatu bahan lebih baik atau lebih jelek daripada bahan lain.
Hal tersebut disebabkan antara lain karena banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi impact strength dan lain-lain, yang sulit diukur/dikendalikan.
Misalnya saja ukuran benda. Ukuran/dimensi mempengaruhi besarnya impact
strength, tetapi tidak mudah untuk mengetahui bagaimana hubungan matematis
antara impact strength dengan ukuran benda tersebut. Demikian pula dengan bentuk
dan ukuran takik, kecepatan pembebanan dan faktor-faktor lain.
Walaupun demikian data hasil pengujian impact ini sangat penting,
terutama dalam pemilihan bahan/menentukan spesifikasi bahan yang akan
digunakan untuk suatu komponen/konstruksi.
Dengan melihat grafik diatas maka salah satu kegunaan pengujian pukul
takik adalah untuk menentukan keberhasilan suatu pengolahan panas pada bahan.
Sedikit perubahan terjadi pada pengolahan panas, menyebabkan perubahan yang
besar pada hasil-hasil pengujian. Pengujian pukul takik dapat dipergunakan sebagai
Perlakuan Bahan 98
Untuk pengujian digunakan sejumlah batang uji yang mempunyai bentuk, ukuran,
surface finish dan terbuat dari bahan yang sama. Masing-masing batang uji akan
diberi tegangan yang bekerja secara berulang-ulang, yang besarnya berbeda. Batang
uji pertama dipasang pada mesin dan dibebani sehingga akan menerima tegangan
yang besar (kira-kira dua pertiga kekuatan tariknya). Setelah mengalami sejumlah
siklus pembebanan batang uji itu akan patah. Diambil batang uji kedua dan dibebani
dengan tegangan yang lebih kecil, demikian selanjutnya. Dan dari masing-masing
batang uji dicatat besarnya tegangan dan jumlah siklus pembeban dimana batang
uji itu patah.
Jenis pembebanan yang akan menimbulkan kelelahan dapat dikelompokkan
menjadi :
a. Siklus tegangan bolak-balik (reserve stress cycle).
b. Siklus tegangan berfluktuasi (fluctuating stress cycle).
c. Siklus tegangan yang rumit, yang mungkin terdapat pada suatu bagian tertentu,
seperti pada sayap pesawat yang menerima beban berlebih periodik yang tak
terduga besarnya disebabkan oleh hembusan udara yang keras.
Siklus tegangan berfluktuasi, terdiri dari 2 komponen: tegangan rata-rata
atau tegangan tetap m, dan tegangan bolak-balik atau tegangan beragam, a.
Perlakuan Bahan 100
Gambar 4.24 Fatigue stress cycle. (a) reversed stress : (b) repeated stress : (c)
irregular or random stress cycle
r = maks - min
Besarnya tegangan bolak-balik.
𝜎′ 𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 −𝜎𝑚𝑖𝑛
a = =
2 2
Soal:
1. Sebutkan macam-macam sifat mekanis logam?
2. Sebutkan macam-macam pengujian mekanis logam?
3. Gambarkan diagram - pada uji tarik baja karbon rendah!
4. Indentor jenis apa yang digunakan pada pengujian kekerasan rockwell.
5. Jelaskan apa perbedaan indentor pada pengujian vikers dan microhardness?
6. Sebutkan macam pengujian dinamik logam!
7. Mengapa pengujian fatique perlu dilakukan?
Perlakuan Bahan 101
DAFTAR PUSTAKA
Anoname, 1982. Diklat I Bahan, TEDC, Bandung.
Assab, 2000. Toolsteel Katalog, PT. Assab Austenite Ind, Jakarta
Avner, 1986. Introduction to Physical Metalurgy, Fong & Sons Printers PTe Ltd,
Singapore.
Herman W. Pollack, Materials Science and Metallurgy, 3rd edition, Reston
Publishing Company Inc, Virginia, 1981.
H.R. Luch Singer, Tool Design 3, Poly Teknik Mekanik Swiss, Institut Teknologi
Bandung, Bandung, 1982.
J. Harry Dubois and Wayne L. Pribble, Plastics Mold Enginering Handbook, Van
Nostrand, Reinold Company, New York, 1978.
Fx. Srimartono, 1980. Pengolahan Panas dari Bahan-Bahan Perkakas Potong,
Surakarta.
Wahit Suhermat, Prinsip-Prinsip Perlakuan Panas, Teknik Mesin, FTI-ITS,
Surabaya.