Anda di halaman 1dari 101

Perlakuan Bahan 1

BAB 1
PERLAKUAN PANAS

Tujuan Instruksional Umum :


 Dapat menggunakan/mengaplikasikan teori perlakuan panas (Heat
Treatment) dalam praktek yang sesungguhnya.
 Dapat memilih suatu proses perlakuan panas untuk produk tertentu.

Tujuan Instruksional Khusus :


 Pelaksanaan proses Hardening dan Tempering dengan aman dan benar.
 Pelaksanaan proses Case Hardening (Flame Hardening dan Carburizing)
dengan aman dan benar.
 Dapat melaksanakan proses Anealing dan Normalizing dengan aman dan
benar.

1. 1. PENDAHULUAN
Perlakuan panas atau heat treatment adalah suatu metode yang
dipergunakan untuk merubah sifat-sifat mekanik dari suatu baja, seperti
misalnya kekerasan, kekuatan atau keuletannya. Komponen/perkakas yang
diproses perlakuan panas ada bermacam-macam, ada yang sederhana bentuknya
tetapi ada pula yang rumit seperti moulds, matres, komponen mesin. Biaya
pembuatan memang tinggi; hal ini disebabkan lamanya waktu yang diperlukan
untuk membuat perkakas itu serta upah yang tinggi dari tenaga yang terampil
dan perlengkapan-perlengkapan presisi yang diperlukan. Dalam hal ini ada suatu
jaminan untuk tidak gagal terlalu awal, yaitu penggunaan material yang baik
sesuai dengan Jenis perkakas yang dibuat dan yang tidak kalah pentingnya ialah
perlakuan panas yang benar dari material tersebut.
Mengeraskan suatu perkakas memang mudah, tetapi memberikan
kekerasan yang paling sesuai untuk fungsi suatu perkakas adalah sulit. Untuk
memperoleh sifat-sifat yang paling baik dari baja yang dipilih dengan benar
memang diperlukan perlengkapan yang memadai. Sekurang-kurangnya harus
Perlakuan Bahan 2

ada temperature control yang bekerja dengan baik pada dapur-dapur


pemanasnya. Selanjutnya diperlukan pula fasilitas pengujian kekerasan untuk
benda-benda yang sudah diproses perlakuan panas.

Perlakuan panas (heat treatment) secara umum meliputi :


a. Pemanasan sampai suhu dan kecepatan tertentu.
b. Mempertahankan suhu untuk waktu tertentu sehingga temperaturnya merata
antara permukaan dan inti.
c. Pendinginan dengan media pendingin (air, minyak, atau udara/media
pendingin yang lain).
Ketiga hal tersebut tergantung dari sifat-sifat yang diinginkan.

Syarat-syarat perlakuan panas (heat treatment) yang harus dipenuhi :


 Suhu pemanasan harus naik secara teratur dan merata.
 Alat ukur suhu hendaknya seteliti mungkin
 Laju pendinginan sesuai dengan jenis perlakuan panas yang dilakukan.

1.2. Klasifikasi Proses Perlakuan Panas (Heat Treatment)


Secara umum perlakuan panas (heat treatment) dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Annealing
2. Normalising
3. Hardening
4. Tempering
Gambar 1.a. menunjukkan diagram suhu perlakuan panas (heat treatment)
untuk baja karbon, dan struktur mikro pada berbagai temperatur dapat dilihat
pada gambar l.b.
Perlakuan Bahan 3

Gambar 1.a. Diagram Suhu Perlakuan Panas (Heat Treatment) Untuk Baja Karbon

Gambar : 1.b. Struktur Mikro Baja Karbon pada Berbagai Temperatur


Perlakuan Bahan 4

1.2.1. Annealing
Annealing adalah salah satu proses perlakuan panas (heat treatment) yang
digunakan untuk.
a. Mengurangi kekerasan.
b. Menghilangkan tegangan sisa.
c. Memperbaiki kekuatan.
d. Memperbaiki ductility.
e. Menghaluskan ukuran butiran.
Macam-macam proses annealing
a. Full annealing
b. Recrystallisation annealing
c. Stress relief annealing.
d. Spheroidization
e. Dan lain-lain

a. Full Annealing
Tujuan:
Untuk mengubah bentuk lapisan sementit di dalam-pearlit dan sementit
pada batasan-batasan butiran dari baja karbon tinggi menjadi bentuk
spheroidical (bentuk bola).
Proses :
Untuk baja hypoeutectoid (<0,83% C)
Baja dipanaskan 30 - 60°C (50 - 100°F) di atas temperatur A3, kemudian
ditahan beberapa saat, baru didinginkan di dalam dapur dengan kecepatan
pendinginan 10 - 30°C/jam sampai temperatur 30 oC di bawah A1,
kemudian didinginkan di udara.
Untuk baja hyper eutectoid (>0,83%C)
Pada dasarnya sama dengan baja hypo eutectoid, kecuali pad a permulaan
pemanasan hanya sampai daerah austenit + sementit, yaitu pada
temperatur sekitar 30 - 60°C di atas A1.
Perlakuan Bahan 5

b. Recrystallisation Annealing
Tujuan:
Melunakkan baja hasil pengerjaan, karena adanya rekristalisasi dan
pengembangan bentuk strukturnya.
Penggunaan :
Untuk baja hasil pengerjaan dingin yang berat.
Proses:
Baja dipanaskan pada suhu kira-kira 700°C (sedikit di bawah temperatur
A1), tahan pada temperatur tersebut untuk mencapai kelunakan,
kemudian didinginkan dengan kecepatan tertentu (biasanya d udara).
Hasil:
 Menghasilkan baja/benda kerja dengan permukaan yang halus (tidak
bersisik).
 Mempermudah pengerjaan cold working tanpa mengalami keretakan.

c. Stress-Relief Annealing
Annealing untuk menghilangkan tegangan dalam
Tujuan:
Untuk menghilangkan tegangan sisa (tegangan dalam) dalam baja tuang
yang tebal, juga pada logam yang sudah mengalami pengelasan.
Proses:
Benda kerja dipanaskan sampai suhu di bawah Al (550 650)oC
dipertahankan beberapa saat kemudian didinginkan perlahan-lahan.
Hasil:
Memperbaiki sifat mampu di mesin.
d. Spheroidization
Tujuan:
Membentuk/menghaluskan struktur sementit dengan menghancurkan
bentuk sphreoids (bulatan kecil) dalam kandungan ferrit.
Proses:
1. Memperpanjang waktu pemanasan pada suhu tepat di bawah A1,
diikuti dengan pendinginan yang lambat.
Perlakuan Bahan 6

2. Memperpanjang periode di sekitar suhu A1 yaitu sedikit di atas dan di


bawahnya.
3. Untuk tool steel dan high alloy steel, pemanasan antara 750 - 8000 atau
lebih tinggi dan dipertahankan pada suhu tersebut untuk beberapa jam,
diikuti oleh pendinginan yang perlahan-lahan.
Hasil:
Benda mudah di mesin

1.2.2 Normalizing.
Tujuan:
Untuk mendapatkan struktur butiran yang halus dan seragam, juga untuk
menghilangkan tegangan dalam.
Pemakaian:
Untuk baja-baja konstruksi, baja rol, material yang mengalami penempaan,
tidak mempunyai . struktur yang sama karena jumlah beban tidak sebanding
dan karena perubahan bentuk pada tahap-tahap pendinginan yang tidak
merata untuk benda yang ketebalannya tidak sama.
Proses:
Memanaskan sampai sedikit di atas suku kritis (± 60 oC di atas suhu kritis
atas), kemudian setelah suhu merata didinginkan di udara.
Hasil :
Diperoleh sifat mampu di mesin

Gambar : 2 Diagram suhu-waktu untuk proses normalizing


Perlakuan Bahan 7

1.2.3. Hardening
1.2.3.1. Direct Hardening
Umumnya hanya disebut hardening, bertujuan untuk merubah struktur
baja sedemikian rupa sehingga diperoleh struktur martensit yang keras dari
permukaan hingga inti benda kerja.
Proses:
Baja dipanaskan sampai Suhu tertentu antara 770–830°C (tergantung dari
kadar karbon) kemudian ditahan pada suhu tersebut, beberapa saat,
kemudian didinginkan secara mendadak dengan mencelupkan dalam air
oli atau media pendingin yang lain. Dengan pendinginan yang mendadak,
tak ada waktu yang cukur bagi austenit untuk berubah menjadi perlit dan
ferit atau perlit dan sementit.
Pendinginan yang cepat menyebabkan austenit berubah menjadi martensit.
Hasil :
Kekerasan tinggi, kekenyalan (ductility) rendah

Gambar : 3 Diagram suhu-waktu untuk proses hardening

1.2.3.2. Pengerasan Permukaan (Case Hardening)


Seringkali komponen-komponen baja·. di inginkan hanya keras pada
permukaannya saja sedangkan inti atau porosnya tetap lunak, hal ini
memberikan kombinasi yang serasi antara permukaan yang tahan pakai dan
poros yang ulet.
Tujuan : Menghasilkan lapisan permkaan yang keras pada baja yang dianggap
Perlakuan Bahan 8

lunak dan ulet.


Umumnya, pengerasan permukaan dibagi menjadi tiga proses:
 Carburizing/penambahan karbon.
 Flame hardening
 Nitriding/penambahan nitrogen

a) Carburizing
Proses karburizing didasarkan atas kemampuan baja untuk
menyerap karbon pada temperatur antara 900 - 9 50oC. Carburizing
adalah salah satu metoda yang digunakan untuk menghasilkan
permukaan keras padat baja yang berkadar karbon rendah (0,3 %).
Dengan proses ini didapat lapisan baja dengan kadar karbon 0,3-
1%, dengan tebal antara 0,1-2,5 mm tergantung lamanya pemanasan
(lihat Gambar 4).

Gambar : 4 Grafik Hubungan Antara Lama Pemanasan Dengan Tebal


Lapisan Karbon

Proses Carburizing :Baja yang akan diproses dimasukkan ke dalam peti


yang berisi arang kayu atau batu bara dan barium karbonat. Setelah suhu
dan waktu pemanasan tercapai (tergantung ketebalan dan kekerasan yang
diinginkan), dapur kemudian dimatikan, setelah mencapai suhu kira-kira
350oC, kotak kemudian dikeluarkan dan selanjutnya didinginkan di udara.
Perlakuan Bahan 9

Gambar : 5 Penyusunan benda pada pelaksanaan Carburizing

b) Flame Hardening
Proses ini sangat cepat untuk menghasilkan permukaan keras dari
baja yang kandungan karbonnya lebih dari 0,4%.
Permukaan baja dipanaskan dengan Cepat hingga suhu kritisnya dengan
perantaraan semburan api Flame atau dengan induction coil frekuwensi
tinggi, kemudian diquenching untuk mendapatkan struktur martensit.
Setelah quenching, perambatan panas dari inti ke permukaan baja sudah
cukup untuk tempering lapisan permukaan.
Proses ini banyak digunakan terutama untuk mempererat poros-
poros pendukung.

Gambar : 6 Prinsip Flame Hardening.


Perlakuan Bahan 10

c) Nitriding
Baja yang dinitriding adalah baja paduan rendah yang
mengandung chromium dan molibdeniuri1 dan kadang-kadang disertai
kandungan nikel dan vanadium.
Beberapa baja nitriding mengandung kira-kira 1 % aluminium. Baja
tersebut dipanaskan pada 500oc. Selama 40 hingga 90 jam dalam kotak
gas yang diisi sirkulasi gas ammonia. Permukaan baja akan menjadi
sangat keras karena terbentuknya nitrida, sedangkan inti bahan tetap
tidak terpengaruh.

Gambar : 7 Dapur Nitriding

1.2.4. Tempering
Tempering adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan
untuk menghilangkan tegangan dalam dan mengurangi kekerasan.
Proses:
Memanaskan kembali berkisar pada suhu 150 - 650°C dan didinginkan
secara perlahan-Iahan tergantung sifat akhir baja tersebut.
Tempering dibagi dalam :
a. Tempering pada suhu rendah (150 - 300°C)
Tujuannya hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan
kerapuhan dari baja.
Proses ini digunakan untuk alat-alat kerja yang tak mengalami beban
Perlakuan Bahan 11

yang berat, seperti misalnya alat-alat potong, mata bar yang dipakai
untuk kaca dan lain-lain.
b. Tempering pada suhu menengah (300 - 500°C)
Tujuannya, menambah keuletan, dan kekerasannya menjadi sedikit
berkurang.
Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang mengalami beban berat,
seperti palu, pahat, pegas-pegas.
c. Tempering pada suhu tinggi (50C - 650°C)·
Tujuannya, untuk memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus
kekerasan menjadi agak rendah.
Proses ini digunakan pada roda gigi, poros, batang penggerak dan lain-
lain.

Gambar : 8 Diagram suhu-waktu untuk proses Hardening dan


Tempering

1. 3. Diagram T - T - T (Pendinginan)
Pelaksanaan perlakuan panas terhadap: baja melibatkan penggunaan
bermacam-macam kecepatan pendinginan. Meskipun pengaruh waktu tidak
terlihat secara jelas pada diagram besi-zat arang dengan demikian studi tentang
phenomena transformasi menjadi penting dan phase transformasi untuk
bermacam-macam, baja dicatat dengan hubungannya terhadap perubahan
waktu dan temperatur. Hal ini disajikan dengan diagram transformasi
isothermal, Gambar 9 untuk suatu baja perkakas. Diagram ini disebut curva
TTT untuk pendinginan (waktu temperatur-transformasi) atau kadang-kadang
Perlakuan Bahan 12

juga disebut curva s sesuai dengan bentuk garisnya.


Tipe diagram ini menunjukkan pembentukan struktur jika suatu baja
didinginkan dari temperatur austenit/pengerasan ke temperatur yang diberikan
(ditunjukkan oleh ordinatnya) dan untuk selang waktu tertentu (dibaca pada
absis).
Curva-curva juga menunjukkan temperatur relatif, waktu yang dibutuhkan
untuk awal dan akhir transformasi dari austenit. Diagram ini juga mencatat
temperatur pada mana martensit terbentuk.

Gambar : 9 Diagram TTT untuk pendinginan suatu baja perkakas dengan


0,80/0 C, 0,80/0 Mn setelah pemanasan sampai temperatur 750°C.
Perlakuan Bahan 13

Gambar : 10 Contoh Diagram TTT untuk pendingin dari dua macam


material yang berbeda
Perlakuan Bahan 14

1.4 Perlengkapan Untuk Proses Perlakuan Panas


1.4.1 Dapur Pemanas
Dapur pemanas digunakan untuk
pemanasan, baik untuk preheating
ataupun untuk final heating pada proses
perlakuan panas.
Ada bermacam-macam dapur pemanas,
Gambar 11 dan Gambar 12 disamping
menunjukkan jenis Mufle Furnace dan
Fluidesed Bed Furnace.
Gambar. 11. Mufle Furnace

Gambar : 12 Fluidesed Bed Furnace

1.4.2. Media Untuk QUENCHING


Media untuk Quenching ada bermacam-macam diantaranya :
 Air
 Oil
 Udara
 Salt Bath
 Polimer dan lain-lain.

Gambar : 13 Bak untuk Quenching


Perlakuan Bahan 15

Macam-macam Quenching Oils:


FAST : GULF SUPER QUENCH 70
HOUGHTOQUENCH R
SP ENERGOL QA
CASTROL ILOQUENCH 521
MEDIUM : HOUGHTOQUENCH 35
BP QM OR QS
CASTROL ILOQUENCH 31
GULF 372 AND 362
ESSO EF 45
HOT QUENCH : HOUGHTON MARTEMP G19,
MARTEMP 600, MARTEMP R,
BP ENERGOL TM OR ENERGOL QT
GULF 410, 412, AND 414

1.4.3 Dapur Tempering


Dapur tempering digunakan untuk pemanasan ulang yang bertujuan.:
a. Mengurangi stress yang timbul selama quenching
b. Menambah sifat yang terpenting, yaitu keuletan.
c. Pada Hot Work Steel dan High Speed Steel, kadang-kadang untuk
menaikkan kekerasan.

Gambar : 14 Tempering Furnace


Perlakuan Bahan 16

Gambar : 15 Nama bagian-bagian Tempering Furnace

1.5. Pemanasan, Waktu Penahanan dan Pendinginan


1.5.1. Pemanasan (Heating)
Pada waktu mengalami proses perlakuan panas baja akan mengalami
perubahan-perubahan pada bentuknya, hal ini karena temperatur kerja yang
tinggi (± 750°C s/d 1.225°C), oleh karena itu hampir semua benda kerja yang
diproses hardening ukurannya dilebihkan untuk proses finishing (Grinding
Operation).
Disamping memberikan kelebihan ukuran, untuk menghindari rusak
akibat perubahan bentuk yang perlu dilakukan dalam proses perlakuan panas
adalah laju pemanasan tidak boleh terlalu cepat, penempatan benda kerja
dalam Furnace harus benar serta melakukan Quenching dengan benar.
Gambar 16 berikut menjelaskan tentang perubahan fasa serta sifat-
sifat dari baja jika mengalami proses perlakuan panas Hardening dan
Tempering.
Perlakuan Bahan
17

Gambar : 16 Diagram Proses Pengerasan Baja Perkakas


Perlakuan Bahan 18

Preheating
Preheating bertujuan untuk memperkecil beda temperatur antara permukaan benda
kerja dan intinya (terutama untuk benda yang tebal), sehingga dapat mengurangi
kemungkinan rusak akibat thermal stress.
I. Tanpa preheating
II. Dengan preheating (2 x)

Gambar : 17 Perbedaan Temperatur Inti dan Permukaan Baja

Austenitizing
Austenitizing, pemanasan yang diperlukan untuk mencapai temperatur Austenit,
dimana tinggi temperatur tersebut tergantung dari jenis materialnya.

Gambar 18. Perubahan Fasa pada proses Pemanasan dan Pendinginan


Perlakuan Bahan 19

1.5.2. Waktu Penahanan (Holding Time/Soaking Time)


1.5.2.1. Perbedaan Temperatur Benda Kerja dan Furnance
Waktu penahanan pada proses perlakuan panas diperlukan untuk mencapai
kerataan antara temperatur benda kerja dan temperatur Furnace, sehingga
temperatur yang terbaca pada alat kontrol sudah sama dengan temperatur
yang terbaca pada alat kontrol sudah sama dengan temperatur benda kerja.

Gambar 19. Perbedaan Temperatur Benda Kerja dan Temperatur Furnace

1.5.2.2. Pedoman Pemilihan Ukuran Untuk Menentukan "Holding Time"


Holding time tergantung dari ketebalan bentuk benda kerja, sebagai
pedoman dapat dilihat pada Gambar 20 dari tabel berikut:

Gambar : 20 Beberapa Contoh Ukuran Benda Kerja Untuk Menentukan


Holding Time
Tabel 1.1. WAKTU PENAHANAN (menit) PADA SUHU PENGERASAN

Tebal K100 DF-2 XW-5 CALMA 8407 HSP


Perlakuan Bahan

Diameter 705 XW-41 XW-10 STAVA VANADIS


760 X ASP
(mm) 718 XW-42 X
6 4 5-10 12-20 10 10 15 5 15
12 6 10 20 12 15 20 5 20
18 8 18 25 18 20 25 6 30
25 10 20 30 20 25 25 8 30
38 15 25 35 22 30 30 10 30
50 15 35 40 25 35 35 40
75 15 40 45 35 45 40 40
100 15 40 50 40 45 45 40
125 15 45 50 40 45 45 40
150 15 45 60 40 45 50 40
175 15 45 60 45 45 50 40
200 15 45 60 45 45 50 40
20
Perlakuan Bahan 21

1.5.3. Pendinginan Cepat (Quenching)


Quenching atau pengejutan adalah suatu operasi yang bila cukup cepat
akan menghasilkan martensite yang keras. Dengan Quenching maka
timbullah perbedaan suhu antara permukaan dan core. Perbedaan ini
mengakibatkan tegangan yang tinggi di dalam baja. Karenanya apabila
quenching dilakukan begitu drastis dengan mudah akan timbul apa yang
disebut quenching cracks.
Kecepatan pendinginan pada lapisan permukaan sangat tergantung
pada kemampuan quenching medium untuk menghilangkan/menyerap panas
dari baja. Core didinginkan melalui diffusi dari panasnya, jadi karena thermal
conductivitas, panas keluar dari core menuju ke kulit/permukaan luar. Jadi
kecepatan pendinginan core ditentukan oleh conductivitas thermis serta
ukuran dari benda kerja yang diquenching. Dinding yang tipis atau diameter
yang kecil dapat dikejutkan lebih cepat daripada dalam minyak ataupun
udara.

Gambar 21. Pada water quenching, laju arus panas dari permukaan ke dalam
air jauh lebih cepat daripada laju arus dari core ke
kulit/permukaan. Hal ini akan menimbulkan perbedaan suhu yang
besar.

Gambar 22. Pada oil quenching, laju arus panas dari kulit ke dalam minyak
memang lebih lambat bila dibandingkan dengan water
quenching, tetapi yang dari core ke kulit masih sama.
Perlakuan Bahan 22

Gambar 23. Laju arus panas dari air quenching dari core ke kulit kira-kira
sama dengan yang dari kulit ke udara. Hal ini membuat
perbedaan-perbedaan suhu hanya kecil saja.

Gambar 24. Kurva-kurva pendinginan yang menunjukkan suhu dan sebuah


silinder  2" yang dikejutkan dalam air yang digojog.

1.5.4. Perubahan Volume Pada Waktu Pemanasan/Pendinginan


Perubahan volume yang terjadi pada waktu pemanasan/ pendinginan
dapat dilihat pada gambar diagram berikut (Gambar. 25).

Gambar 25: Perubahan Volume Selama Pemanasan/Pendinginan


Perlakuan Bahan 23

1.6. Gangguan yang Terjadi Pada Proses Perlakuan Panas (Heat


Treatment)
Gangguan-gangguan yang timbul pada suatu benda kerja yang di heat-treat
biasanya disebabkan oleh :
1 6.1. Machining Stresses
Machining stresses selalu timbul pada benda kerja yang dibubut, dibor,
digerinda, disekrap ataupun diffais. Bahkan hal ini juga berlaku pada benda
kerja yang mengalami operasi-operasi cold working seperti misalnya
shearing, bending dan drawing.
Kalau ada tegangan-tegangan yang cukup besar yang telah terjadi dalam
benda kerja, tegangan-tegangan tadi dapat dihilangkan dengan jalan
memuaskannya. Karena adanya pemanasan ini maka terjadi perubahan-
perubahan bentuk pada benda kerja.
Pemanasan yang dimaksud dapat berupa operasi hardening, apabila baja
dipanaskan maka ultimate stress dan yield point-nya menjadi rendah sehingga
dengan mudah dapat terjadi deformasi karena adanya stress yang relatif
rendah saja. Kalau setelah di mesin, benda kerja dipanaskan sampai suhu
annealing yang disarankan untuk bahan tersebut maka tegangan-tegangan
yang telah timbul akan dapat dihilangkan. melalui perubahan bentuk dari
benda kerjanya. (Deformasi) Stress relief annealing adalah salah satu proses
pengolahan panas dimana machining stresses dihilangkan pad a suhu 500 o –
700oC. Proses ini biasanya dilakukan setelah rough machining suatu benda
kerja dan dilanjutkan dengan fine machining sebelum hardening. Juga setelah
benda kerja dilas, sebaiknya dilakukan stress relief annealing dahulu sebelum.
dikerjakan lebih lanjut. (Fine machining/finishing).

1.6.2. Thermal Stresses


Tegangan termis ini dapat timbul bila benda kerja dipanaskan secara tidak
merata dan terlalu cepat, demikian pula terjadi bila suatu benda kerja
didinginkan ataupun dikejutkan. (quenching).
Perhatikan beberapa illustrasi di bawah ini yang diambilkan dari ASM,
dimana suatu benda kerja dipanaskan sampai merata pada suhu 870 oC
Perlakuan Bahan 24

kemudian dikejutkan dalam air. Perbedaan suhu antara core dengan kulit
diamati setelah satu detik, lima detik dan dua puluh lima detik kemudian.

Gambar : 26 Terjadinya tegangan-tegangan termis dan transformasi

Sebenarnya faktor terpenting yang menyebabkan terjadinya gangguan-


gangguan setelah headtreatment adalah bagaimana pendinginan atau
pengejutan dilaksanakan. Perbedaan suhu antara core dan kulit akan jauh
lebih kecil bila benda kerja dikejutkan dalam udara (air hardened) daripada
kalau dalam minyak (oil hardened). Memang ada banyak quenching medium
yang dapat dipergunakan, yaitu air, minyak, cairan garam, hembusan udara
atau sirkulasi udara ataupun udara yang tidak bergerak, (stationary).
Penggunaan quenching medium ini sangat tergantung pada kemampuan
dikeraskan (hardenability) serta grade dari pada baja yang bersangkutan. Jadi
secara umum dapat dikatakan bahwa semakin perlahan-lahan
pendinginannya akan semakin kecil pula deformasi yang diakibatkan oleh
adanya thermal stresses.
Perlakuan Bahan 25

1.6.3. Transformasi Stresses


Transformasi stresses ini akan timbul bila struktur, du juga volume dari baja
menjadi lain/berubah pada waktu pemanasan maupun pendinginan
sehubungan dengan hardening dan tempering. Jadi merupakan hasil dari
bertambah besarnya volume karena peralihan dari austenite, terutama
martensite yang terbesar volumenya. Hal ini dapat menimbulkan tegangan-
tegangan yang besar. Perhatikan juga Fig. 1.b di depan. Pada waktu baja
dipanaskan transformasi ke austenite terjadi bila sudah dicapai temperatur
sekitar 850oC. (austenization).
Kemudian pada waktu quenching terjadilah peralihan dari austenite ke
martensite (hardening) yaitu bila temperatur telah turun di bawah kira-kira
300oC. setelah hardening, panjang benda kerja sedikit berkurang. Hal ini
disebabkan karena tidak seluruh austenite telah beralih ke martensite, sisa
austenite yang tinggal disebut retained austenite, (kira-kira 5%). Selanjutnya
pada tempering, panjang benda kerja akan berubah lagi sesuai dengan
peralihan struktur lebih lanjut.

1.6.4. Gabungan Thermal dan Transformation Stresses


Kita dapat menarik kesimpulan bahwa deformasi yang timbul setelah
pengolahan panas sebenarnya adalah hasil dari pengaruh keseluruhan dari
pada thermal dan transformation stresses. Gambar 27 akan menunjukkan
bagaimana tegangan-tegangan ini dapat merubah bentuk suatu kubus pada
waktu pendinginan.
Pada pendinginan yang cepat, thermal stresses akan mempengaruhi bagian
dari lapisan permukaan untuk mengkerut sehubungan dengan penyusutan
volume yang terjadi. Core yang masih panas akan mengimbangi dan
karenanya pula pada lapisan permukaan akan terjadi tegangan-tegangan
(tensile stresses). Kalau tegangan-tegangan ini cukup besar maka permukaan-
permukaan sisi daripada kubusnya akan menggembung.
Transformation stresses akan memberi pengaruh yang berlawanan. Karena
lapisan permukaan menerima hardening terlebih dahulu, maka baja akan
mengembang di situ. Pengembangan ini diimbangi pula oleh core sehingga
Perlakuan Bahan 26

timbullah compressive stresses di lapisan permukaan, yaitu kalau cukup besar


maka permukaan-permukaan sisi dari kubusnya akan melengkung ke dalam.

Gambar : 27 Perkembangan Terjadinya Tegangan-Tegangan

Gambar : 28 Urutan terjadinya tegangan-tegangan hingga menyebabkan


distorsi/rusak

1.7. Mencegah Gangguan Pada Proses Perlakuan Panas (Heattreatment)


Untuk mengurangi adanya gangguan-gangguan yang timbul karena
hardening maka seyogyanya diperhatikan beberapa hal berikut ini. (a)
Design dari benda kerja hendaknya sesederhana mungkin dan s simetris
mungkin. (b) Machinging stresses harus dihilangkan dengan jalan stress
relief annealing. (c) Dalam hardening benda kerja hendaknya dipanaskan
secara perlahan-lahan. (d) Grade dari pada bajanya harus benar/sesuai. (e)
Perlakuan Bahan 27

Dalam hardening benda kerja hendaknya didinginkan/dikejutkan secara


perlahan-lahan. d) Tempering harus dilaksanakan pada temperatur yang
sesuai.

ROUGH MACHINING

STRESS RELIEVING

SEMI FINISHING

HARDENING

TEMPERING

FINISHING

Gambar 29: Diagram untuk memperkecil terjadinya gangguan pada proses


pengerasan baja perkakas
1.7.1. Design
Banyak kegagalan yang cukup serius pada benda kerja yang dikeraskan
disebabkan karena tegangan-tegangan dalam. Banyak hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya cracking dan gangguan-gangguan lain
selama heattreatment, yang terpenting adalah memikirkannya sejak suatu
perkakas/benda kerja direncanakan.
Bentuk ideal dari benda kerja yang akan di heattreatment ialah suatu bentuk
yang di setiap seginya dapat menerima dan melepaskan kembali panas secara
merata dan dalam waktu yang bersamaan. Sudah barang tentu bentuk tersebut
jarang atau hampir tidak pemah kita temui, tetapi hal ini merupakan suatu
tantangan bagi seorang designer untuk selalu memikirkannya dan berusaha
untuk mengarah ke sana.
Perlakuan Bahan 28

Pendek kata cobalah untuk membuat design suatu benda kerja yang sederhana
bentuknya, seragam dan simetris. Disamping itu harap diingat bahwa sudut-
sudut yang tajam harus selalu dihindari. Disamping hal di atas, untuk
menanggulangi/memberi kompensasi perubahan bentuk/ukuran akibat
perlakuan panas perlu ditambahkan machining allowance yang dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 1.2. Pedoman pemberian machining allowances
Shape Type Quenching Machining
medium allowance in %
of dimension
Guide values
Plate 1 Water/oil 0.30-0.15
2 Air/salt bath 0.25-0.10
3 Oil/salt bath 0.15-0.05
4 Air/salt bath 0.20-0.10
Cylinder 1 Water/oil 0.50-0.20
2 Air/salt bath 0.30-0.15
3 Oil/salt bath 0.25-0.10
4 Air/salt bath 0.30-0.15

Catatan : Machining allowance yang lebih kecil sebaiknya hanya diterapkan


pada benda kerja yang design-nya sederhana saja.
Untuk pertimbangan bagi desainer bentuk perkakas potong, atau peralatan
lainnya dapat dilihat pada beberapa contoh gambar-gambar berikut

Gambar : 30 Contoh-contoh design yang salah dan yang benar


Perlakuan Bahan 29
Perlakuan Bahan 30

1.7.2. Cara Pencelupan Pendinginan (Quenching)


Pada Gambar 31 berikut diberikan contoh-contoh cara pendinginan yang
salah dan yang benar.

Gambar : 31 Cara-cara pencelupan benda kerja pada waktu Quenching


Perlakuan Bahan 31

BAB 2
PELAPISAN LOGAM
Tujuan Umum
Setelah mempelajari tentang teori dan praktek mengenai pelapisan logam,
diharapkan dapat :
a. Menjelaskan pengertian dasar tentang pelapisan logam
b. Menjelaskan dan mengetahui istilah-istilah penting dalam teori dan praktek
pelapisan logam .
c. Menjelaskan dan memahami tentang jenis-jenis pelapisan logam.
d. Menjelaskan tentang cara pelapisan logam
e. Menjelaskan keuntungan-keuntungan dari pelapisan logam
f. Menjelaskan komposisi-komposisi campuran pelapisan logam
g. Menjelaskan ,Proses terjadinya pelapisan logam

Tujuan Khusus
Tujuan mempelajari dan melakukan praktek pelapisan logam dengan
metoda Electroplating adalah :
a. Memperoleh kekerasan bahan yang lebih tinggi dari sebelum dilakukan
pelapisan
b. Melindungi bahan dari peristiwa korosi dalam jangka waktu tertentu
c. Menimbulkan sifat logam yang barn
d. Proteksi permukaan logam atau dekoratif
e. Menunjang pekerjaan maintenance

2.1 PENDAHULUAN
Logam adalah unsur yang paling banyak digunakan dalam bidang
teknik, mulai dari industri besar, menengah, kecil sampai barang rumah tangga
semuanya tidak pemah lepas dari suatu logam. Logam sendiri memiliki sifat
yang mudah dibentuk dan mudah didapatkan sehingga segala jenis peralatan
produksi maupun peralatan dapur terbuat dari logam. Namun struktur lapisan
awal yang mudah terkorosi oleh air, asam , air laut , maupun air hujan membuat
logam jenis baja mulai ditinggalkan dan digantikan oleh jenis stainless steel
Perlakuan Bahan 32

yang lebih tahan terhadap korosi, karena baja jenis stainless steel tersebut
memiliki harga yang relative mahal sehingga bahan yang terbuat dari baja biasa
tetap digunakan tetapi untuk mempertahankan agar terbebas dari korosi
dilakukan suatu proses yang biasa disebut pelapisan. Dalam hal ini pelapisan
yang dilakukan dapat berupa pelapisan dengan menggunakan cat, maupun
dengan poses Electroplating. Proses Electroplating paling banyak digunakan
karena dari segi ketahanan terhadap korosi hasil proses tersebut memiliki
beberapa kelebihan selain warna yang mengkelat sifat dari logam dasar yang
dilapisi menjadi lebih keras, menunjang pekerjaan maintenance dan lebih tahan
terhadap korosi dibandingkan dengan proses pengecatan.

2.2 Macam-macam Metoda Pelapisan Logam


Pelapisan logam adalah suatu proses penggabungan dua jenis logam
yang berbeda menjadi satu dengan cara tertentu. proses pelapisan logam pada
umumnya dibagi menjadi tujuh cara yang dapat dilakukan diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Hot Dipping
Proses pelapisan logam yang dilakukan dengan cara memanaskan bahan uji
sampai temperatur tertentu kemudian dicelupkan ke dalam larutan pelapis
2. Metal Spray
Proses pelapisan logam yang dilakukan dengan cara menyemprotkan logam
pelapis yang telah cair kepada logam yang akan dilapis dengan terlebih
dahulu dipanasi hingga titik kritis.
3. Powder Metallurgy
Suatu metode pelapisan logam yang dilakukan dengan menaburkan serbuk
logam pelapis di atas logam yang akan dilapisi dimana pada logam yang
akan dilapisi dipanasi terlebih dahulu sehingga logam pelapis menempel
pada logam yang dilapis.
4. Galvanizing
Suatu metode pelapisan logam yang dilakukan dengan cara memanaskan
logam kemudian mencelupkannya ke dalam larutan galvanis.
Perlakuan Bahan 33

5. Electrodes
Adalah suatu metode pelapisan logam yang dilakukan dengan cara
mengalirkan arus listrik pada bahan uji kemudian dicelup cepat.
6. Coating
Suatu proses pelapisan logam dengan bahan pelapis. Proses ini dapat
dilakukan dengan cara menyemprotkan bahan pelapis yang berbentuk
powder dengan bantuan udara (oksigen) bertekanan pada permukaan benda
kerja. Campuran antara powder pelapis, oksigen dan asitilyne komposisinya
diatur pada blander seperti pada proses pengelasan.
7. Electroplating
Adalah suatu proses pelapisan logam dengan cara mencelupkan bahan uji
ke dalam larutan elektrolit

2.3 Teori Electroplating


Electroplating merupakan proses elektrolisis, dimana akan terjadi
pengendapan logam pada permukaan logam yang akan dilapisi. Reaksi
electroplating adalah kebalikan dari reaksi korosi. Logam pelapis harus jauh
lebih tahan terhadap serangan lingkungannya dibanding bahan yang dilindungi,
sifat-sifat fisik seperti pelenturan atau kekerasannya harus cukup memenuhi
persyaratan operasional struktur atau komponen bersangkutan, metode
pelapisan harus bersesuai dengan proses pabrikasi yang digunakan pada produk
akhir, logam pelapis tidak boleh memicu korosi pada logam yang dilindungi
seandainya mengalami goresan atau pecah permukaannya, dan tebal lapisannya
harus merata dan bebas pori-pori.
Pada reaksi electroplating diperlukan dua elektrode, larutan elektrolit
dan sumber elektron. Elektron dihasilkan oleh suatu sumber arus searah (DC)
yang dihubungkan dengan elektrode, akan tetapi biasanya elektron berasal dari
elektrode kedua yaitu katoda. Katoda menerima elektron dari rangkaian luar,
sehingga kation dalam larutan elektron bergerak menuju katoda menempel
pada permukaan katoda dan menerima lektron, kemudian kation tereduksi
membentuk endapan yang melapisi katoda.
Mn+ +ne M
Perlakuan Bahan 34

Pada anoda bila digunakan anoda terlarut, reaksi yang mungkin terjadi
adalah:
M Mn++ne
Reaksi yang terjadi pada anoda adalah oksidasi logam yang larut ke
dalam elektrolit dan membentuk ion-ion positif. Sedangkan elektron-elektron
akan bergerak menuju katoda melalui sirkuit luar. Ion positif yang terbentuk
masuk ke dalam elektrolit dan berada dalam kesetimbangan dengan ion-ion
negatif yang bergerak menuju katoda anoda. Jika digunakan anoda tak larut
(Inert), akan terjadi reaksi:
2OH- H2O + O2 +2e
atau
H2O 2H+ + ½ O2 + 2e
Sehingga pada anoda akan terjadi pembebasan oksigen, ion M n+ diambil dari
larutan elektrolit. Contoh pada lapisan krom.
Dalam proses electroplating benda yang akan disepuh disebut katoda,
sedangkan penyepuhnya disebut anoda. Keduanya dimasukkan ke dalam suatu
larutan garam dari logam penyepuh dan dihubungkan dengan sumber arus
searah. Pada hukum Faraday, massa suatu zat yang dibebaskan/diendapkan
pada suatu elektrode sebanding dengan muatan listrik yang melalui elektrolit.
Massa berbagai zat yang diendapkan pada suatu elektrode sebanding dengan
muatan listrik yang melalui elektrolit. Berdasarkan kesinambungan arus,
pembuangan elektron pada katoda harus persis sama dengan elektron yang
ditambahkan pada anoda.
Beberapa hal yang menunjang keberhasilan proses electroplating yaitu
perlakuan pendahuluan pada katoda (pembersihan), media electroplating, rapat
arus, dan kondisi elektrolisis.

2.4 Tinjauan Bahan


a. Nikel Sulfat (NiS04)
Memiliki kristal hijau kekuningan. Larut dalam air, tak larut dalam alcohol
dan eter. Melting point 840°C. terjadi dari reaksi asam sulfat dalam nikel.
Secara teknik tergolong dalam kristal tunggal.
Perlakuan Bahan 35

b. Nikel Klorida (NiCl2)


Mempunyai warna coklat. Larut dalam air, alcohol dan NH..OH. Melting
point 1001 °c. tidak mudah terbakar. Terjadi dari reaksi HCI dalam nikel.
Kegunaan : melapisi/pelapis nikel, reagent kimia.
Mudah terbakar dan beracun sebagai debu atau asap.
c. Asam Sulfat (H2S04)
Salah satu bahan kimia paling penting. Berupa cairan. Merupakan asam
kuat dan bahan pengoksidator yang kuat. Dibuat melalui proses kontak.
Bereaksi secara kimia sebagai asam. Asam sulfat encer bereaksi dengan
logam basa dan karbonat membentuk sulfat. Sedangkan Asam Sulfat pekat
bereaksi dengan klorida dan nitrat membentuk HCI dan Asam Nitrat.
d. Asam Klorida (HCI)
Merupakan asam kuat yang terdisolasi dengan sempuma pada pengenceran
sehingga disebut elektolit kuat. Merupakan gas yang berasap tanpa warna.
Titik leleh 144°C dan titik didih 85°C. Dibuat dengan pemanasan NaCl dan
H2S04 pekat.
e. Natrium Hidroksida (NaOH)
Merupakan soda kaustik padatan lembab, cair, bening dan berwarna putih.
NaOH larut dalam air dan etanol namun tidak larut dalam eter. Titik didih
1390 °c dan titik leleh 3,5°C. Merupakan basa kuat dan dapat digunakan
untuk menyerap gas yang bersifat racun.
Proses electroplating juga bertujuan untuk meningkatkan sifat logam
tersebut agar lebih tahan terhadap korosi . Adapun syarat terjadinya proses
electroplating tersebut memiliki tempat ,dan terdapat cairan elektrolit. Adapun
beberapa persyaratan untuk tempat (circuit) harus terpenuhi guna dicapainya hasil
pelapisan yang baik adalah:
a. Tahan terhadap zat kimia
b. Tahan terhadap temperatur tinggi
c. Tahan terhadap arus listrik
d. Dan kedap terhadap cairan
Untuk larutan elektrolitnya sifat yang harus dipenuhi yaitu , larutan tersebut
harus dapat mengurai atas ion-ionya dengan sempuma
Perlakuan Bahan 36

2.4.1 Bahan praktikum


a. Benda kerja
Benda kerja yang digunakan sebagai bahan praktikum pelapisan logam
dengan metoda electroplating diambil dari bahan ST37
b. Larutan
Larutan yang digunakan adalah Asam klorida, yang merupakan larutan
kimia yang digunakan sebagai bahan pelapis dalam proses Electroplating.
Larutan ini mengandung unsur nikel.
Komposisi Larutan :
1) 250 - 500 gr Nikel Sulfat
2) 60 gr Nikel Chlorid + 1 lt H2O Aquades
3) 40 gr Baric Acid
Cara pembuatan larutan
1) Panaskan Aquades ± 60°C
2) Masukkan NiS04 aduk sampai larut
3) Masukkan Nikel Chlorid kemudian aduk sampai rata pada temp ± 40
°C
4) Masukkan Baric acid
c. Air panas
Air panas digunakan sebagai cairan pencuci sebelum, pada proses, maupun
setelah proses selesai dilakukan.

2.4.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proses Electroplating antara lain:
1. Sand Blasting Machine
2. Electroplating Machine
3. Amplas
4. Lap pembersih
Perlakuan Bahan 37

2.4.3 Langkah Kerja


1. Proses awal
Sebelum dilakukan proses pelapisan benda kerja memperoleh perlakuan
awal sebagai berikut :
a. Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan maksud untuk mengetahui luas
keseluruhan dari bahan uji. Hasil dari pengukuran dipergunakan untuk
menentukan komposisi dari proses selanjutnya.
b. Pengamplasan
Pengamplasan dilakukan dengan tujuan meratakan permukaan benda
kerja untuk memudahkan dalam proses sand Blasting.
c. Sand blasting
Sand blasting dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang menempel
pada permukaan benda kerja, kotoran dapat berupa minyak atau kerak.
karena bersihnya kotoran dari permukaan benda kerja merupakan salah
satu syarat dari Electroplating.
d. Cuci
Pencucian dilakukan dengan menggunakan air sabun hingga bersih dan
dikeringkan.
e. Pengasaman /Pickling
Pengasaman adalah tahapan proses praktikum dengan mencelupkan
bahan uji ke dalam larutan asam yang sudah ditentukan PH larutannya
yaitu 4,2.
f. Cuci
Pencucian kembali dengan menggunakan air sabun hingga bersih dan
dikeringkan. pencucian di sini adalah proses pencucian setelah
dilakukan proses pickling.
2. Proses Electroliting
a. Electroliting
Adalah tahapan proses praktikum dengan mencelupkan bahan uji ke
dalam larutan elektrolit nikel dengan ketentuan tegangan dan arus listrik
tertentu.
Perlakuan Bahan 38

3. Finishing
a. Pencucian kembali dengan menggunakan air sabun hingga bersih dan
dikeringkan. Cuci di sini adalah proses pencucian setelah dilakukan
proses Electroliting.
b. cuci dengan air panas
Bagan urutan proses pelapisan logam dengan metode Electroplating secara
garis besar dapat digambarkan sebagai berikut :

Pengamplasan
Benda Kerja Dibersihkan

Sand blasting

Cuci

Pengasaman/Pickling

Cuci Electroliting Cuci

Finishing dengan
Cuci Panas

Gambar : 2.1 Diagram Alir Proses Pelapisan Logam

2.5. PELAPISAN NIKEL DAN CROM


2.5.1. PELAPISAN NIKEL
Tujuan proses pelapisan nikel adalah untuk: memperoleh lapisan pelindung
pada permukaan logam yang tahan terhadap lingkungannya. Juga
meningkatkan tampak rupa. Meningkatkan kekerasan, tahan gores dan
sebagainya. Umumnya lapisan nikel adalah lapisan dasar yang akan dilapisi
lagi dengan krom.
Perlakuan Bahan 39

2.5.1.1. Komposisi Larutan Nikel


Larutan untuk nikel ada dua macam yaitu Nikel sulfat dan Nikel chloride
keduanya ini yang bersifat asam dan menggunakan asam kuat.
Nikel sulfat komposisi terdiri dari:
1. 300 gram Nikelsulfat.
2. 60 gram Nikelkloride
3. 40 gram Asam boric
4. 10 gram NM Vinolyt 55/82
5. 2 ml Ninetz 82
6. 1 liter Aquades/ air yang sudah dideionisasi
Cara membuat larutan:
a. Isi bak rendaman dengan air yang sudah dideionisasi sebanyak 2/3
volume.
b. Panaskan air tersebut sampai Temperatur 60°C.
c. Larutkan garam sesuai takaran tersebut di atas satu per satu.
d. Mulai dari Nikelsulfat dan aduk sampai larut seluruhnya.
e. Masukkan Nikelkloride dan aduk sampai larut seluruhnya.
f. Turunkan temperaturnya sampai 40oC lalu masukkan asam boric.
g. Selanjutnya masukkan Vinolyt lalu Ninetz.
h. Kemudian tambahkan ¼ nya aquades tadi dan panaskan sampai suhu
kerja.
i. Mulailah pengerjaan elektrolit dengan melapisi lembaran-lembaran
selama 2 - 3 jam pada rapat arus 4 - 5 A/dm2.
j. Setelah ditambahkan pengkilap maka larutan elektrolit siap digunakan.

Larutan Nikelkloride komposisinya terdiri dari:


1. 90 gram Nikelsulfat
2. 200 gram Nikelkloride
3. 40 gram asam boric
4. 1 liter Aquades air destilasi .
Cara pembuatan larutan sama dengan di atas (Larutan Nikelsulfat ).
Perlakuan Bahan 40

2.5.1.2. Kondisi Operasi


* Temperatur Elektrolit : 55°C (45 - 60)oC
* Kepekatan Arus : 1 - 8 A/dm2
* Menggolakkan rendaman : dengan peniupan udara.
* Nilai pH : 4,5 (3,9 - 5.2).
Periksa nilai pH secara teratur (sebelum dan selama pengerjaan ) dan aturlah
dengan memakai asam sulfur 10% murni secara kimia. Agar supaya pH
tidak menurun terlalu banyak, tambahkan 3 - 5 ml larutan asam sulfur
dengan hati-hati, dan ukurlah pH. Ulangi penambahan hingga pH yang
benar.
Nilai pH yang terlalu rendah hanya dapat dinaikkan dengan nikel carbonat
atau dengan pengerjaan. Jangan gunakan soda api atau ammoniak.
Lama pencelupan : tergantung pada tebal yang diinginkan. Dengan 1 A/dm2
anda mendapatkan 12 µm/jam.

2.5.1.3. Langkah -langkah Proses Electroplating


Siapkan benda kerja yang dalam keadaan sudah bersih, pembersihan baik
dengan cara mekanik maupun kimiawi.
Jika pembersihan secara kimiawi lakukan seperti pada proses pelapisan
tembaga. Jika yang dipakai cara mekanik ikuti cara berikut.
Buat lubang pengait untuk kawat gantungan.
Bersihkan benda kerja terlebih dahulu dengan proses sand blasting.
Setelah dibersihkan, cucilah benda kerja dengan air bersih.
Lakukan pengasaman (pickling) dengan perbandingan 15% larutan asam
dari seluruh volume larutan, dengan tujuan menghilangkan kerak korosi
yang menutupi benda kerja.
Kemudian cucilah benda kerja dengan air bersih dan sedikit digosok
dengan amplas. Jangan terlalu lama dibiarkan dalam udara terbuka karena
akan terkotaminasi dengan udara sekitar dan akan timbul korosi baru.
Kalau semua sudah siap, maka benda kerja siap dicelupkan kelarutan
elektrolit sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Jangan diangkat atau
digoyang - goyang sewaktu pencelupan ke dalam larutan elektrolit.
Perlakuan Bahan 41

Setelah diangkat dari larutan elektrolit, benda kerja direndam


menggunakan air panas, supaya lapisan benar - benar menyatu dengan
benda kerja.
Setelah diangkat dari air panas, benda kerja dibersihkan lagi menggunakan
air bersih dengan sedikit menggosok - gosok dengan kain halus supaya
lebih mengkilat, ingat jangan sekali - kali menggosok dengan
menggunakan amplas atau benda lain yang tajam karena dapat merusak
lapisan logam.

2.5.2. LAPISAN CHROM


Lapisan khrom berfungsi sebagai :
1. Dekoratif
2. Peningkatan kekerasan permukaan.
3. ketahanan terhadap korosi.
4. Ketahanan terhadap gores.
5. Dan masih banyak lagi lainnya.
Rendaman khrom ini digunakan untuk: pelapisan khrom yang bersifat
dekoratif.

2.5.2.1. Komposisi larutan


Untuk membuat rendaman khrom anda memerlukan:
300 - 330 gram NM Ratiokhrom 82 atau
300 gram asam khromat Cr2 03
1000 cc Aquades

Cara membuat larutan.


1. Tuangkan aquades ½ dari volume yang digunakan.
2. Panaskan air tersebut sampai temperatur 35 - 40°C.
3. Masukkan asam khromat dan aduk sampai larut semua
4. Setelah larut tambahkan ½ nya dari air tersebut
5. Panaskan sampai mencapai suhu kerja
6. Untuk mengontrol pH nya gunakan asam sulfat.
Perlakuan Bahan 42

2.5.2.2.Kondisi Opersi.
Pada larutan asam khrom/elektrolit ini kondisikan seperti berikut:
Suhu elektrolit : 38 - 45° C
Kepekatan arus : 8 -15 Amp/dm2
Voltage :3-8V
Lama pencelupan : 3 - 5 menit
Sebelum pengoperasian aduklah terlebih dahulu.

Langkah pengoperasian
Langkah Pengoperasiannya sama dengan pengoperasian lapis nikel tetapi
kondisi operasi sesuaikan di atas.

2.6. ANODISASI LOGAM NON FERRO


Pada saat ini proses anodisasi banyak dipakai untuk dimana
penerapannya dan industri di Indonesia sudah meluas. Sesungguhnya proses
anodisasi ialah proses oksidasi elektrolitik (yaitu oksidasi anodic) pada
permukaan logam yang dibuat sebagai anoda.
Logam yang dipakai untuk proses anodisasi umumnya Aluminium.
Tapi jenis umum Aluminium ini terdiri dari 2 macam, yaitu Aluminium murni
dan paduan Aluminium. Untuk keperluan umum, dapat dipergunakan plat
Aluminium komersil atau Aluminium dengan kemurnian tinggi.
Paduan Aluminium dengan kadar tembaga yang tinggi, sebaiknya
dihindarkan pemakaiannya untuk anodisasi karena daya tahan terhadap korosi
kurang baik dan bila dianodisasi tidak akan menghasilkan lapisan oksida yang
baik untuk melindunginya.
Perbedaan karakteristik ini umumnya disebabkan oleh unsur logam
paduannya yang akan mempengaruhi pula pada warna lapisan anodis. unsur
silikon dapat mempengaruhi warna lapisan oksida besi menjadi abu-abu
sampai coklat. Unsur Khrom dan Tembaga memberikan warna biru tua
keemasan, sedang unsur mangan akan membuat lapisan anodis menjadi merah
kehitaman sampai coklat.
Perlakuan Bahan 43

Aluminium yang tidak murni akan memberikan lapisan anodis yang


tidak rata karena potensial oksidasi dari bahan dasar ( matriks) dengan unsure
pengotornya berbeda. Oleh karena itu Aluminium cor dari bahan bekas blok
mesin tidak akan baik untuk dianodisasi.

2.6.1.1. Sifat umum Aluminium hasil Anodisasi


1. Tahan terhadap proses korosi. Oksidasi Aluminium lebih tahan dari
pada logamnya terhadap proses korosi, atmosfir dan air garam.
2. Tahan terhadap gesekan dan abrasi. Proses anodisasi keras
menghasilkan oksidasi besi yang keras dan cukup kuat menahan abrasi.
Umumnya lapisan oksidasi lebih keras dari pada logamnya, tapi dalam
hal ini tergantung juga pada elektrolit yang dipakai. Lapisan anodik
yang diperoleh dari elektrolit asam sulfat dan khromat, kurang tahan
abrasi dari pada yang diperoleh dari elektrolit khusus anodisasi keras.
3. Mudah mendapat warna, emulsi foto dan mempermudah proses
pelapisan selanjutnya. Hal ini dimungkinkan karena adanya lapisan
oksida logam yang poros.
4. Dapat mengisolasi listrik dan panas.
5. Dapat menandai keretakan. Lapisan oksida logam baik dipandang mata.
Sifat dekoratif ini tergantung pada pengerjaan awal dan jenis logamnya.

2.6.1.2. Penggunaan Aluminium Anodis


1. Perabot rumah tangga, misalnya perkakas dapur.
2. Arsitektur, misalnya kusen, jendela, pintu.
3. Papan nama, kartu nama, embum, dan sebagainya.
4. Perhiasan dan piala
5. Dan sebagainya.

2.6.1.3. Macam - Macam Elektrolit Anodisasi


Proses anodisasi dilakukan dalam larutan elektrolit yang
disediakan khusus untuk keperluan ini. Sampai saat ini banyak elektrolit
yang dikenal untuk proses anodisasi. Masing-masing elektrolit
Perlakuan Bahan 44

mempunyai sifat yang berlainan dan perlakuan / kondisi operasi yang khas.
Pada umumnya elektrolit anodisasi terbagi atas dua jenis yaitu elektrolit
anorganik dan elektrolit organik. Yang termasuk ke dalam jenis elektrolit
anorganik adalah Asam Sulfat, Asam Borat, Asam Phosphat, Asam
Khromat dan sebagainya. Sedangkan jenis elektrolit organik antara lain
Asam Oksalat, Asam Sulfanat, Asam Salisilat, Dimetil Formamide, dan
sebagainya. Beberapa jenis elektrolit dan kondisi operasinya terlihat pada
tabel 1.
Tabel : 2.1 Komposisi dan elektrolit anodisasi

KOMPOSISI KONDISI OPERASI


Rapat
Senyawa Konsentrasi Suhu Arus Waktu
OC A/dm Menit
ANORGANIK
Asam Sulfat 230 g/l 18 - 1.5 15 -
20 60
(18oBe, 15% vol)
Asam Borat 90/g1 90 2-3 a)
0.1 -
Asam Khromat 3 -10% 35 0.5 30

ORGANIK
24 -
Asam Oksalat 5 -10% 25 1,3 a)
Asam Sulfanat 5 - 10% 49 2,5 a)
20 - 1,5 -
Asam Salisilat 90 g/l 30 3 a)

Dimetil 15 -

Formamide 50% vol 20 2- 4 a)

Keterangan : a) Tergantung pada ketebalan yang diinginkan.


Perlakuan Bahan 45

Bahan kimia organik yang umum dipakai sebagai elektrolit anodisasi


adalah Asam Oksalat. Elektrolit biasanya menghasilkan lapisan anidik yang
cukup keras dan tahan abrasi, berwarna transparan kuning muda sampai coklat
kemerah - merahan.
Seperti halnya dengan elektrolit Asam Borat, kapasitas absorpsi
terhadap warna dari lapisan oksida yang dihasilkan oleh elektrolit Asam
Oksalat ini kurang baik, karena permukaannya sangat rapat. Selain daripada itu
operasi dengan elektrolit ini memerlukan ongkos yang lebih tinggi dari
elektrolit Asam Sulfat.
Larutan organic lain yang popular sebagai elektrolit proses anodisasi
ialah Asam Sulfat 5 - 10%. Elektrolit ini dapat menghasilkan lapisan oksida
aluminium yang dapat mengabsorpsi dengan baik dengan daya tahan korosi
dan abrasi yang baik. Selain itu juga daya isolasi listrik dan panasnya pun baik.
Beberapa macam cara yang dipakai pada integral color anodizing, yaitu :
1. Pewarnaan yang disebabkan karena unsur pengotor dalam bahan besi yang
dianodisasi.
2. Pewarnaan yang disebabkan karena larutan elektrolit yang dipergunakan.
3. Kombinasi dari cara-cara 1 dan 2

a. unsur-unsur dalam bahan Aluminium akan mempengaruhi warna lapisan


anodis yang dihasilkan, unsure Silikon dapat membuat lapisan anodis
berwarna abu-abu sampai coklat, Khrom dan Tembaga memberikan warna
biru tua keemasan, sedangkan unsure Mangaan akan membuat lapisan
anodis menjadi merah kehitaman sampai coklat. Warna-warna ini
disebabkan karena unsur-unsur tadi tidak larut dan tersebar di seluruh
permukaan oksida besi. Dengan membuat lapisan yang tebal, maka efek
warna aka lebih nyata. Faktor-faktor yang mempengaruhi warna lapisan
ialah:

1. Jumlah unsur-unsur atau senyawa intermetatik yang mengotori bahan.


2. Distribusi dan ukuran partikel pengotor.
3. Homogenisasi suhu bahan pada saat anidisasi
Perlakuan Bahan 46

4. Waktu anodisasi
5. Perlakuan panas dalam hal ini partisipasi paduan aluminium tertentu.
b. Warna lapisan karena elektrolit yang dipergunakan.
Dalam paragraf sebelumnya dapat diketahui bahwa elektrolit
tertentu dapat memberikan warna tertentu pula pada lapisan anodis yang
dihasilkan, misalnya elektrolit Asam Khromat dapat membuat lapisan
anodis berwarna abu-abu kehijau-hijauan, sedangkan elektrolit Asam
Oksalat menghasilkan lapisan yang berwarna kuning muda sampai coklat
kemerah-merahan. Campuran Sulfosalisilat dan sedikit Asam Sulfat
menghasilkan lapisan coklat keabu-abuan, padahal elektrolit Sulfosalisilat
sendiri akan menghasilkan warna kuning muda pada lapisan oksida besi.
Warna-warna ini dapat diatur dengan cara mengatur voltage dan
waktu anodisasi.
c. Warna lapisan karena kombinasi factor elektrolit dan pengotor pada bahan.
Di atas dijelaskan bahwa Asam Oksalat akan menghasilkan lapisan
yang berwarna kuning muda. Bila mempergunakan bahan besi dengan
pengotor tertentu, maka warna ini akan bervariasi misalnya menjadi coklat
tua, coklat kekuningan-kuningan dan sebagainya. Demikian pula elektrolit
Sulfasalisilat akan menghasilkan warna-warna yang menarik bila digabung
dengan pemakaian paduan besi dengan unsur tambahan tertentu. Paduan
besi yang biasanya dipakai untuk keperluan ini antara lain, ialah -paduan
Fe-Mg-Si, Fe-Mg, Fe-Mg-Zn dan sebagainya.

2.6.1.4. Proses Anodisasi


1. Bahan
Logam yang dipakai untuk proses anodisasi umumnya Aluminium.
Tapi jenis umum Aluminium ini terdiri dari 2 macam, yaitu Aluminium mumi
dan paduan Aluminium. Untuk keperluan umum, dapat dipergunakan plat
Aluminium komersil atau Aluminium dengan kemurnian tinggi.
Paduan Aluminium dengan kadar tembaga yang tinggi, sebaiknya
dihindarkan pemakaiannya untuk anodisasi karena daya tahan terhadap korosi
kurang baik dan bila dianodisasi tidak akan menghasilkan lapisan oksida yang
Perlakuan Bahan 47

baik untuk melindunginya.


Perbedaan karakteristik ini umumnya disebabkan oleh unsur logam
paduannya yang akan mempengaruhi pula pada warna lapisan anodis. unsur
silikon dapat mempengaruhi warna lapisan oksida besi menjadi abu-abu
sampai coklat. Unsur Khrom dan Tembaga memberikan warna biru tua
keemasan, sedang unsur mangan akan membuat lapisan anodis menjadi
merah kehitaman sampai coklat.
Aluminium yang tidak mumi akan memberikan lapisan anodis yang
tidak rata karena potensial oksidasi dari bahan dasar ( matriks) dengan unsure
pengotornya berbeda. Oleh karena itu Aluminium cor dari bahan bekas blok
mesin tidak akan baik untuk dianodisasi.

2. Persiapan Permukaan
Sebelum dianodisasi, benda kerja perlu mendapat pengerjaan
persiapan permukaan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh permukaan
yang bersih dan mengkilap.
Dua cara untuk membersihkan permukaan besi, yaitu (lihat gambar 1) :
1. Melalui jalur pencucian alkalin yang diikuti dengan etsa dalam soda
setelah pembilasan, dan kemudian dibilas lagi dengan air baru menuju bak
anodisasi.
2. Melalui jalur pencucian lemak dan oli dengan bensin diikuti dengan
pencucian detergen ( alkalin ) dan setelah dibilas bisa langsung
dianodisasi.
Cara pertama dipakai bila benda kerja tidak mengandung begitu banyak
oli dan lemak dari proses pengolahan bentuk sebelumnya, dan dipakai
untuk warna yang tidak mengkilap ( dop ).
Perlakuan Bahan 48

a. Alkali b. Alkali

Dibilas Bensin

Soda Alkalin

Dibilas

Dibilas
Gambar : 2.2 Bagan umum persiapan Anodisasi

Cara kedua dipakai bila benda kerja sebelumnya dipoles dulu untuk
mendapatkan warna yang mengkilap. Cara ini dapat pula dipergunakan untuk
memperoleh permukaan yang diinginkan dengan mengganti bagian polos
dengan "satin finish" dan sebagainya.
Adapun pencucian alkali dapat dikerjakan dengan memakai detergen,
sabun dan sebagainya. Sedangkan etsa dapat mempergunakan soda Natrium
Hidroksida dengan formula-formula sebagai berikut :
a. Larutan Natrium Hidroksida 7 - 15%, pada suhu kamar, selama waktu
yang dikehendaki tergantung pada permukaan dan yang diinginkan.
b. Larutan 5% Natrium Hodroksida ditambah 4% Natrium Fluorida pada
suhu 15°C selama 1 - 5 menit.
Pembersihan dengan asam pun dapat dilakukan untuk
membersihkan produk korosi oksida-oksida lain pada permukaan. Beberapa
larutan pickling yang biasa dipergunakan dalam anodisasi antara lain :
a. Campuran antara 5 oz/gal ( =31.181 gr/l ) Asam Khromat dan 12 fl, oz/gl
Asam Phosphat (=74,834 gr/l) -( 66~e) pada temperature 150 – 160oF.
b. Larutan 2,8 oz/gal Asam Khromat dan 6 fl.oz/gal. Asam Phosphat
(H3P04) pada suhu antara 190° - 20S oF.
Waktu pencelupan dapat lebih dari 15 menit tergantung pada closida
yang harus dilarutkan.
Catatan : 1 oz/gal = 6.236 gr/l.
Perlakuan Bahan 49

Disamping bagan aliran seperti pada gambar 1., ada yang


menambahkan beberapa langkah lagi sebelum proses anodisasi. Langkah-
langkah tersebut ialah "de-smut" dan "brightening" setelah pembilasan.
Langkah "de smutting" diperlukan apabila ada unsur-unsur paduan
aluminium yang tidak segera larut setelah di etsa tapi menempel pada
permukaan sebagai kotoran (residu) yang akan mempengaruhi kualitas
anodisasi. Residu ini dapat dilarutkan dengan mencelupkan benda kerja
sebentar dalam larutan Asam Nitrat 10 - 25% volume yang sangat efektif
terutama bila ada "copper", "smut".
Kotoran unsure Silikon sulit dibersihkan dari permukaan besi Tapi
bila dilarutkan selama 1 - 3 menit dalam campuran 1 bagian volume Asam
Fluorida ( 45%) dan 8 bagian volume Asam Nitrat (70%) pada suhu kamar,
kotoran silikon dapat dibersihkan asal fentilasi cukup baik, karena campuran
ini berbahaya bagi kesehatan paru-paru pekerja.
Setelah melalui pembilasan benda kerja dapat pula dicelupkan dalam
brightener yang khusus untuk besi. Langkah ini terutama pula bagi benda
kerja yang berbentuk soot sehingga tidak dapat dipoles dengan baik. Larutan
brightener umumnya adalah campuran beberapa asam dan bahan-bahan
tambahan misalnya Asam Nitrat dan Asam Phosphor dengan tambahan Asam
Asetat, garam tembaga dan "wetting agent". Dipasaran terdapat dengan nama
proses bermacam-macam, seperti pada table 3 di bawah ini :
Perlakuan Bahan 50

Tabel 2.2 Komposisi dan kondisi operasi Larutan brightener


Proses Komposisi Suhu Waktu proses menit
ERFITWERK AsamLarutan
Nitrat Operasi
40-90 1/4 - 1/2
Amonium Fluorida
Timbal Nitrat
PHOSBRITE Asam phosphor 90-110 01- 04
159 Asam sulfat
Asam nitrat
Tembaga Nitrat

Sama dengan 90-110 01- 04

Alupol V Phosbrite

Alcon R – 5 Asam Phosphor 90-11 01- 04

Asam Nitrat

Asam Asetat

Tembaga Nitrat

Selain dari pada proses brightener dengan pencelupan, ada pula dengan elektro kimia,
dimana benda kerja ditempatkan sebagai anoda. Pada dasarnya larutan untuk proses
ini adalah campuran asam Phosphat dengan asam sulfat dan sedikit asam khromat.
Beberapa proses terlihat pada table 4.
Perlakuan Bahan 51

Tabel : 2.3 Komposisi dan kondisi operasi larutan brightener elektrokimia.


Waktu
Rapat arus
Proses Komposisi Larutan Suhu C proses
A/dm
menit
BRITAL Natrium Karbonat 2,5 – 5 79 – 95 2 – 12
Trisodium Phospar

Asam
ALZAK hodroflouroborat 2,5 24 - 26 5–8

G5 Asam Sulfat 15 -30 80 – 100 0,5 – 5


Asam Phospat
Asam Khromat

ALUFLEX Asam Sulfat 6 – 20 70 – 90 0,5 – 10


Asam Khromat
Asam Khromat

2.6.1.5 Pewarnaan
1. Pewarnaan
Warna yang dihasilkan oleh elektrolit tertentu, pewarnaan pun dapat
dilihat pada besi yang telah dianodisasi. Telah dijelaskan bahwa dengan
proses anodisasi akan terbentuklah oksida besi (Fe 203) pada permukaan
lapisan tipis menutupi seluruh permukaan.
Dimensi pori ini tergantung pada beberapa parameter anodisasi.
Pada proses anodisasi dengan Asam Sulfat telah diketahui bahwa suhu dan
konsentrasi berperan menentukan besar pori yang dihasilkan, apabila suhu
anodisasi diturunkan dari kondisi biasa, maka pori yang terbentuk akan lebih
rapat sehingga akan sulit untuk dicat.
Begitu pula dengan faktor konsentrasi elektrolit. Elektrolit sejenis
tetapi lebih pekat akan membuat yang lebih terbuka.
Faktor lain yang mempengaruhi dimensi pori ini ialah jenis elektrolit serta
voltage yang diterapkan pada proses anodisasi. Pada gambar 5 terlihat
perbandingan pori dan ketebalan lapisan yang dihasilkan oleh beberapa
Perlakuan Bahan 52

macam elektrolit.

Gambar 2.3
Penampang Lapisan Anodis yang Diperoleh Dari Beberapa Elektrolit

Proses pewarnaan ini dilakukan setelah proses anodisasi menjalani


pencucian dengan air bersih. Pada dasarnya ada dua cara untuk pewarnaan
Aluminium anodisasi, yaitu dengan mencelupkan dan dengan printing. Cara
yang pertama menggunakan larutan cat warna anorganik maupun organik.
Sedangkan tinta cat dipakai untuk printing.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan dengan cara pencelupan,
antara lain:
a. Waktu pencelupan. Makin lama mencelupkan warna akan semakin tua
dan sebaliknya.
b. Konsentrasi larutan Warna yang lebih tua akan didapat bila konsentrasi
makin pekat.
c. Suhu. Pada umumnya makin panas larutan zat warna, makin tua pula
warna yang dihasilkannya. Suhu operasi pewarnaan berkisar antara 40 -
80°C.
Pemakaian zat warna dengan suhu yang panas ini akan menghasilkan
lapisan panas tahan terhadap sinar matahari. Zat warna yang mempunyai
butiran halus dapat dipergunakan untuk maksud ini, misalnya tinta, zat
pewarna tekstil, zat warna yang khusus untuk pewarnaan anodisasi
(dystufl) banyak dijual di took kimia

2. Sealing
Maksud dari Saling ialah untuk mengurangi daya absorpsi lapisan
analisa dan menambah kemampuan sifat proteksinya.
Lapisan anodis yang diperolehnya dari anodisasinya adalah lapisan
oksidasi besi yang tidak mengandung molekul air (anhidrat). Sifat daripada
oksida besi yang lebih stabil, karena berkemampuan untuk menyerap larutan
(misalnya larutan zat warna, asam, air dan sebagainya). Oksida besi yang
Perlakuan Bahan 53

lebih stabil ialah yang mengandung molekul air, dalam hal ini ialah oksida
besi monohidrat (Fe2O3.H2O).
Proses sealing ini bertujuan untuk menambahkan molekul air ke
dalam lapisan oksida besi anhidrat.
Kestabilan lapisan yang terakhir ini menambah sifat lapisan antara lain :
 Lebih tahan terhadap sinar matahari dan cuaca.
 Warna tidak akan berubah.
 Menambah daya isolasi listrik.
 Mengurangi porositas sehingga mengurangi daya adhesive.
Selain beberapa keuntungan yang diperoleh dari proses sealing ini,
ada kerugian sebagai akibat sampingan, yang man antara lain melunakkan
permukaan sehingga ketahanan terhadap erosi dan abrasi pun berkurang.
Penambahan molekul air ke dalam lapisan oksida besi yang dihasilkan oleh
proses anodisasi ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain:
a. Merendam benda kerja dalam air mendidih.
b. Dengan uap air.
c. Dengan uap bertekanan.
Menurut penelitian, yang terakhir ini menampakkan hasil yang lebih
baik daripada cara-cara lain, tapi memerlukan peralatan yang lebih rumit.
Sealing dengan uap air banyak dipakai orang terutama untuk mencegah
"discoloring". Yang palling popular dan paling banyak dipakai orang, karena
kemudahan dan kesederhanaannya, ialah cara yang pertama dimana benda
kerja direndam dalam air mendidih.
Adapun kondisi yang mempengaruhi kualitas sealing ini, antara lain yaitu :
a. Suhu : antara 950 C sampai dengan 980 C
b. PH : 6,0 ± 0,5
c. Waktu : 30 ± 10 menit
d. Kemurnian

Pada suhu yang lebih dan 95oC, molekul au lebih aktif sehingga
pembentukan oksida aluminium monohidrat akan lebih baik.
Yang paling berpengaruh dalam proses sealing ini ialah kemurnian air.
Perlakuan Bahan 54

Sedangkan pH dapat dikontrol dengan penambahan Asam Asetat untuk


menurunkan pH dan penambahan amoniak untuk menaikkan pH.
Proses sealing ini bisa dilakukan dengan penambahan sedikit bahan-
bahan tambahan, seperti Nikel, Kobalt Asetat, Natrium, Kalium Bikhromat,
Timbal Asetat, Natrium Sulfat dan sebagainya.
Perlakuan Bahan 55

BAB 3
PROSES CETAK PLASTIK (PLASTIC MOLDING)

Tujuan Fungsional Umum :

 Dapat mengidentifikasi jenis alat / perlengkapan untuk proses cetak plastik.


 Dapat mengidentifikasi jenis bahan plastik yang digunakan untuk membuat
produk.

Tujuan Instruksional Khusus :

 Mampu melaksanakan praktikum cetakan plastik.


 Mampu mengatur dan menentukan parameter untuk proses cetakan plastik
untuk menghasilkan kualitas produk yang maksimal.

3.1. PENDAHULUAN

Plastik ialah salah satu bahan baku yang diperoleh melalui proses sintesis
dari berbagai bahan mentah, yaitu : minyak bumi, gas bumi dan batu bara. Plastik
juga dapat dinamakan bahan organik karena terdiri dari persenyawaan-
persenyawaan karbon, kecuali plastik silikon yang mengandung silicium sebagai
pengganti karbon (silicium secara kimiawi mirip dengan karbon).
Plastik juga disebut sebagai bahan berstruktur makro molekuler karena bahan
tersebut terdiri dari molekul-molekul yang besar (makro). Susunan Kimiawi dan
Fabrikasi Plastik Semua plastik (kecuali plastik-silikon) terdiri dari persenyawaan
karbon yang membentuk molekul makro. Disamping karbon, masih terdapat
elemen-elemen lain yang terkandung di dalam plastik, yaitu : Hidrogen, Oksigen,
Nitrogen, Chlor dan Fluor. Oksigen dan Hidrogen berasal dari bahan mentah
(minyak bumi, gas bumi dan batubara). Udara dan air adalah sumber dari Hidrogen,
Oksigen dan Nitrogen. Sedangkan Chlor dan Fluor berasal dari garam-garaman
(misalnya : NaCl).
Plastik termasuk material teknik yang panting karena sifat-sifatnya sebagai
berikut:
Perlakuan Bahan 56

 memiliki sifat-sifat yang luas cakupannya


 berharga relatif murah
 mempermudah proses perakitan suatu proses
 massa jenis kecil
 mampu meredam suara
 tidak menghantar listrik sehingga banyak digunakan sebagai isolator, seperti
konektor, switch, relay, komponen TV tuner, pembentuk kumparan, papan IC
dan komponen computer.

3.2. MACAM-MACAM BAHAN PLASTIK

Secara garis besar, plastik dapat dikelompokkan menjadi dua golongan,


yaitu:
a. plastik thermoplast dan plastik thermoset. Plastik thermoplast adalah plastik
yang dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya panas. Yang termasuk
plastic thermoplast antara lain: PE, PP, PS, ABS, nylon, PVC, Polyacetal
(POM), PC dan lain-lain.
b. Sedangkan plastik thermoset adalah plastik yang apabila telah mengalami
kondisi tertentu tidak dapat dicetak kembali karena bangun polimernya
berbentuk jaringan tiga dimensi Yang termasuk plastic thermoset adalah :
PU (poly Urethene), UP (Urea Formaldehyde), MF (Melamine
Formaldehyde), polyester, epoksi dan lain-lain.
Plastik jenis ini tidak dapat dicairkan dan dibentuk kembali menjadi bentuk lain
namun dapat terurai bila dipanasi dengan suhu yang sangat tinggi.

3.2.1 BAHAN – BAHAN THERMOPLASTIC

Bahan – bahan thermoplastic in mempunyai karakteristik yang berbeda-


beda seperti terlihat pada tabel 1 dan 2 berikut:
Perlakuan Bahan 57

Tabel 3.1. Perbandingan Specific Gravity Dari Berbagai Material Plastik

Resin Specific Gravity Specific Gravity


PP 0,85 – 0,90
LDPE 0,91 – 0,93
HDPE 0,93 – 0,96
Polistirena (PS) 1,05 – 1,08
ABS 0,99 – 1,10
PVC 1,15 – 1,65
Asetil Selulosa 1,23 – 1,34
Nylon 1,09 – 1,14
Poli Carbonat (PC) 1,20
Poli Asetat 1,38

Tabel 3.2. Temperature Leleh Proses Termoplastik


Processing Temperature Rate
o o
Material C F
ABS 180-240 356-464
Acetal 185-225 365-482
Nylon 180-250 356-482
acrylic 260-290 500-554
Poly carbonat 280-310 536-590
LOPE 160-240 320-464
PP 200-300 392-536
PS 180-260 356-500
PVC 160-180 320356

a. POLYPROPYLENE (PP)
Polypropylene merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses
polimerisasi gas propilena. Propilena mempunyai specific gravity rendah
dibandingkan dengan jenis plastic lain. Sebagai perbandingan terlibat pada Tabel
1. Polypropylene mempunyai titik leleh yang cukup tinggi (190 - 200oC),
sedangkan titik kristalisasinya antara 130 – 135 C. Polypropylene mempunyai
Perlakuan Bahan 58

ketahanan terhadap bahan kimia ( hemical Resistance) yang tinggi, tetapi ketahanan
pukul (impact strength) nya rendah.

b. POLYSTIRENE (PS)
Polistirene adalah hasil polimerisasi dari monomer-monomer stirena,
dimana monomer stirena-nya didapat dari hasil proses dehidroge nisasi dari etil
benzene (dengan bantuan katalis), sedangkan etil benzene-nya sendiri merupakan
hasil reaksi antara etilena dengan benzene (dengan bantuan katalis).
Sifat-sifat umum dari poli stirena :
1. Sifat mekanis
Sifat – sifat mekanis yang menonjol dari bahan ini adalah kaku, keras,
mempunyai bunyi seperti metallic bila dijatuhkan.
2. Ketahanan terhadap bahan kimia
Ketahanan PS terhadap bahan-bahan kimia umumnya tidak sebaik
ketahanan yang dipunyai oleh PP atau PE. PS larut dalam eter, hidrokarbon
aromatic dan chlorinated hydrocarbon. PS juga mempunyai daya serap air yang
rendah, di bawah 0,25 %.
3. Abrasion resistance
PS mempunyai kekuatan permukaan relative lebih keras dibandingkan
dengan jenis termoplastik yang lain. Meskipun demikian, bahan ini mudah tergores.
4. Transparansi
Sifat optis dari PS adalah mempunyai derajat transparansi yang tinggi,
dapat melalui semua panjang gelombang cahaya (90%). Disamping itu dapat
memberikan kilauan yang baik yang tidak dipunyai oleh jenis plastic lain, dimana
bahan ini mempunyai indeks refraksi 1,592.
5. Sifat elektrikal
Karena mempunyai sifat daya serap air yang rendah maka PS digunakan
untuk keperluan alat-alat listrik. PS foil digunakan untuk spacers, slot liners dan
covering dari kapasitor, koil dan keperluan radar.
6. Ketahanan panas
PS mempunyai softening point rendah (90°C) sehingga PS tidak
digunakan untuk pemakaian pada suhu tinggi, atau misalnya pada makanan yang
Perlakuan Bahan 59

panas. Suhu maksimum yang boleh dikenakan dalam pemakaian adalah 75°C.
Disamping itu, PS mempunyai sifat konduktivitas panas yang rendah. PS dibuat
dalam berbagai grade yang dapat digunakan untuk membuat produk jadi. Pemilihan
grade sangat penting dan disesuaikan dengan prod uk jadinya. Grade-grade PS yang
umum dipakai adalah: general purpose, light stabilized, heat resistance, Impact
grade. Polistrena dapat diproses dengan cara pengolahan yang umum digunakan
untuk PP atau PE, yaitu: cetak injeksi, extrusion.

c. ACRYLONITRILE BUTADIENE STYRENE (ABS)


Acrylonitrile butadiene styrene (akrilonitril butadiene stirena, ASS)
termasuk kelompok engineering thermoplastic yang berisi 3 monomer pembentuk.
Akrilonitril bersifat tahan terhadap bahan kimia dan stabil terhadap panas.
Butadiene memberi perbaikan terhadap sifat ketahanan pukul dan sifat liat
(toughness). Sedangkan stirena menjamin kekakuan (rigidity) dan mudah diproses.
Beberapa grade ABS ada juga yang mempunyai karakteristik yang bervariasi, dari
kilap tinggi sampai rendah dan dari yang mempunyai impact resistance tinggi
sampai rendah. Berbagai sifat lebih lanjut juga dapat diperoleh dengan penambahan
aditif sehingga diperoleh grade ABS yang bersifat menghambat nyala api,
transparan, tahan panas tinggi, tahan terhadap sinar UV, dan lain-lain.
ABS mempunyai sifat-sifat :
 tahan bahan kimia - biaya proses rendah
 liat, keras, kaku - dapat direkatkan
 tahan korosi - dapat dielectroplating
 dapat didesain menjadi berbagai bentuk.
 memberi kilap permukaan yang baik
ABS dapat diproses dengan teknik cetak injeksi, ekstrusi, thermoforming,
cetak tiup, roto moulding dan cetak kompresi. ABS bersifat higroskopis, oleh
karena itu harus dikeringkan dulu sebelum proses pelelehan.
Penggunaannya :
1. Peralatan : Karena keunggulan sifat-sifatnya maka banyak digunakan membuat
peralatan seperti : hair dryer, korek api gas, telepon, intercom, body dan
komponen mesin ketik elektronik maupun mekanik, mesin hitung, dan lain-
Perlakuan Bahan 60

lain.
2. Otomotif: Karena sifatnya yang ringan, tidak berkarat, tahan minyak bumi,
maka ABS digunakan untuk radiator grill, rumah-rumah lampu, emblem, horn
grill, tempat kaca spion, dan lain-lain.
3. Barang – barang tahan lama: ABS dengan grade tahan nyala api digunakan
untuk cabinet TV, kotak penutup video, dan lain-lain.
Grade tahan pukul pada suhu rendah dan tahan fluorocarbon dapat digunakan
untuk pintu dan body kulkas. Penggunaan lain: komponen AC, kotak kamera,
dudukan kipas angina meja, dan lain-lain.
4. Bangunan dan perumahan: dudukan kloset, bak air, frame kaca, cabinet, kran
air, gantungan handuk, saringan, dan lain-lain.
5. Electroplated ABS : regulator knob, pegangan pintu kulkas, pegangan payung,
spareparts kendaraan bermotor, tutup botol, dan lain-lain.

d. POLYVINYL CHLORIDE (PVC)


Polyvinyl chloride (polyvinyl klorida) merupakan hasil polimerisasi
monomer vinyl klorida dengan bantuan katalis. Pemilihan katalis tergantung pada
jenis proses polimerisasi yang digunakan. Untuk mendapatkan produk-produk dari
PVC digunakan beberapa proses pengolahan yaitu :
1. Calendering
Produk akhir : sheet, film, leather cloth dan floor covering.
2. Ekstrusi
Merupakan cara pengolahan PVC yang banyak digunakan karena dengan
proses ini dapat dihasilkan bermacam-macam produk. 'Extruder head' dapat
diganti dengan bermacam bentuk untuk menghasilkan : pipa, tube, building
profile, sheet, floor covering dan monofilament. Isolasi kabel listrik dan
telepon. Barang berongga dan blown film.
3. Cetak injeksi
Produk yang diperoleh adalah : sol sepatu, sepatu, sepatu boot container, sleeve
(penguat leher baju), valve. Fitting, electrical and engineering parts.
Perlakuan Bahan 61

e. POLYACETAL ATAU POLYOXYMETHYLENE (POM)


Polyacetal (poliasetal) merupakan salah satu enginering plastic yang
penting yang banyak digunakan di bidang teletronik, bangunan dan sector alat-alat
teknik. Ada 2 tipe poliasetal yaitu homopolimer dan kopolimer. Acetal
homopolimer merupakan polimer kristalin yang dibuat dari formaldehida Resin ini
secara teknis disebut polioksi metilena (POM). Acetal homopolimer dapat
dicampur dengan aditif seperti : antioksidan, lubrikan, filler, pewarna, UV
stabilizer, dan lain-lain. Resin ini aslinya berwarna putih buram. Sifat-sifat umum
resin asetat adalah:
1. Strength
Tanpa adanya modifikasi, resin ini mempunyai kekuatan tarik, kekuatan
kompresi dan ketahanan gesek yang tinggi. Resin ini halus dan deformasinya
rendah jika diberi beban. Resin ini mempunyai batas lelah bengkukan (flexural
fatique) yang tinggi sehingga baik digunakan sebagai bahan baku pegas.
2. Toughness
Resin ini umumnya liat, tahan pukul meskipun pada suhu rendah,
kemulurannya pada suhu kamar mencapai 12% dan pada suhu yang lebih tinggi
mencapai 18%.
3. Thermal
Titik leleh homopolimer asetal lebih rendah daripada engineering
thermoplastic lainnya.
4. Elektrikal
Sifat elektrikalnya dipengaruhi oleh kandungan uap air. Konstanta
dielektrikalnya bervariasi dari frekuensi 102-106 Hz, dan dielectric strength-
nya tinggi.
5. Chemical
Tahan terhadap bermacam-macam pelarut, eter, minyak pelumas, minyak,
bensin, bahan baker dari methanol, dan lain-lain.
6. Friksi/umur pakai
Sifat pakai dan friksi baik karena permukaannya lebih keras dan koefisien
gesekannya rendah.
Perlakuan Bahan 62

7. Flameability
Resin asetal homopolimer ini merupakan material yang terbakar pelan-pelan
dan berasap sedikit.
8. Stabiliants dimensi
Karena asetal menyerap sangat sedikit uap air, maka perubahan dimensinya
pun sangat kecil.

f. POLY CARBONATE (PC)


Polycarbonate (polikarbonat) merupakan enginering plastic yang dibuat
dari reaksi kondensasi bisphenol A dengan fosgen (phosgene) dalam media alkali.
Polikarbonat mempunyai sifat-sifat : jernih seperti air, impact strength-nya sangat
bagus, ketahanan terhadap pengaruh cuaca bagus, suhu penggunaannya tinggi,
mudah diproses, flameabilitasnya rendah. Untuk menghasilkan prod uk produknya
melalui proses dengan teknik pengolahan thermoplastic pada umumnya, yaitu:
cetak injeksi, ekstruksi, cetak tiup, dan structural foam moulding. Sheet
polikarbonat dapat diproses dengan teknik thermoforming menggunakan tekanan
maupun vakum. PC juga dapat dikenai proses finishing meliputi pelarut dan
adhesive bonding, pengecatan, printing, hot-stamping, ultrasonic welding, dan lain-
lain.
Penggunaan PC di berbagai sector sangat luas, antara lain:
1. Sektor otomotif. PC memberi performance tinggi pada lensa lampu
depan/belakang. PC 'opaque grade' digunakan untuk rumah lampu dan
komponen elektrik. 'Glass reinforced grade' digunakan untuk grill.
2. Sektor makanan, PC digunakan untuk tempat minuman, mangkuk pengolah
makanan, alat makan/minum, alat masak microwave, dan lain-lain, khususnya
yang memerlukan produk yang jernih.
3. Bidang medis : filter housing, tubing connector, peralatan operasi yang harus
disterilisasi.
4. Industri elektrikal. PC digunakan untuk membuat konektor, pemutus arus,
tutup baterai, 'light concentrating panels' untuk display kristal cair, dan lain-
lain.
5. Alat/mesin bisnis. PC dapat digunakan untuk membuat : rumah dan komponen
Perlakuan Bahan 63

bagian dalam dari printer, mesin fotokopi, konektor telepon, dan lain-lain.

g. POLIAMIDA (NYLON)
Nylon merupakan istilah yang digunakan terhadap poliamida yang
mempunyai sifat- sifat dapat dibentuk serat, film dan plastic. Struktur nylon
ditunjukkan oleh gugus amida yang berkaitan dengan unit hidrokarbon ulangan
yang panjangnya berbeda-beda dalam suatu polimer.
Sifat-sifat nylon:
1. Secara umum nylon bersifat keras, berwarna cream, sedikit tembus cahaya.
2. Berat molekul nylon bervariasi dari 11.000-34.000
3. Nylon merupakan polimer semi kristalin dengan titik leleh 350-570 oF. titik leleh
erat kaitannya dengan jumlah atom karbon. Jumlah atom karbon makin besar,
konsentrasi amida makin kecil, titik lelehnya pun menurun.
4. Sedikit higroskopis : oleh karena itu perlu dikeringkan sebelum dipakai, karena
sifat mekanis maupun elektriknya dipengaruhi juga oleh kelembaban relative
dari atmosfir.
5. Tahan terhadap solvent organic seperti alcohol, eter, aseton, petroleum eter,
benzene, CCl4 maupun xylene.
6. Dapat bereaksi dengan phenol, formaldehida, alcohol, benzene panas dan
nitrobenzene panas.
7. Nylon relative tidak dipengaruhi oleh waktu simpan yang lama pad a suhu kamar.
Tetapi pad a suhu yang lebih tinggi akan teroksidasi menjadi berwarna kuning
dan rapuh. Demikian juga sinar matahari yang kuat akan kurang baik terhadap
sifat mekanikalnya.
8. Penambahan aditif dalam nylon dimaksud untuk memperbaiki sifat-sifat nylon.
Teknik pengolahan nylon yang utama adalah cetak injeksi dan ekstrusi. Teknik
lain seperti cetak tiup, rotational moulding, reaction injection moulding (RIM).

Adapun penggunaannya adalah sebagai berikut :


1. Industri listrik dan elektronika.
Nylon 6, baik yang diberi pengisi maupun tidak, mempunyai sifat-sifat yang
cocok untuk industri, elektronika maupun telekomunikasi, antara lain yaitu :
Perlakuan Bahan 64

 Tahan suhu tinggi pada pengoperasian yang kontinu.


 Bersifat isolasi
 Ketahanan pukulnya tinggi
2. Industri mobil
Nylon dapat digunakan untuk membuat : pelampung tangki bahan baker, blok
bantalan, komponen motor, speedometer, gear, pengisi udara karburator,
kerangka kaca, penutup tangki bahan baker, reflector lampu depan, penutup
stir, dop roda mobil, dan lain-lain.
3. Industri tekstil
Di industri tekstil, nylon 6 digunakan untuk membuat : bobbin (gelondong
benang), perkakas tenun, ring yang dapat dipindah-pindah, gear, dan lain-lain.
4. Peralatan rumah tangga
Nylon digunakan untuk furniture, peralatan dapur, folding door, komponen
mesin jahit, kancing, pegangan pisau, kerangka pencukur elektrik.
5. Mesin- mesin industri
Mesin- mesin yang dibuat dari nylon 6 antara lain : gear, bantalan (bearing),
pulley, impeller pompa motor, sprocket, rol, tabung, alat pengukur pada pompa
bensin.
6. Industri Kemasan
Dapat digunakan untuk mengemas makanan seperti ikan, daging, saus, keju,
coklat, kopi, dan lain-lain.

3.2.2. BAHAN – BAHAN THERMOSET


Bahan – bahan thermoset yang banyak digunakan diantaranya.
 Epoxy, specific gravity 10 – 20
 Melamine Formaldehyde, specific gravity 1,5 – 2,0
 Phenol Formaldehyde (Bakelite), specific gravity 1,3 – 2.0
 Penolic, specific gravity 1,3 – 1,7
 Polyester, specific gravity 1,00 – 1,5
 Polyester Alkyd, specific gravity 1,3 – 2,3
 Silicone, specific gravity 1,6 – 2,8
 Urethane, specific gravity 1,2 – 2,5
Perlakuan Bahan 65

 Dan lain-lain
Material – material yang tersebut di atas pada pembentukan /pencetakan
memerlukan temperatur tinggi, sehingga produk-produk yang terbuat dari material
di atas memiliki sifat tahan panas.

3.3 MACAM – MACAM PROSES CETAK PLASTIK (PLASTIC MOLDING)


Pengertian Plastic Molding (Mold Plastik) Secara umum. Plastic
molding adalah Proses pembentukan suatu benda atau produk dari material plastik
dengan bentuk dan ukuran tertentu yang mendapat perlakuan panas dan pemberian
tekanan dengan menggunakan alat bantu berupa cetakan atau Mold. Mold plastik
adalah suatu alat (tool) yang digunakan untuk mencetak / membuat komponen-
komponen dari material plastik dengan bantuan cetak plastik.
 Metode Dasar Proses Cetak Plastik (Plastic Molding)
Untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan sifat-sifat fisik yang
diinginkan bentuk desain produk, luas penampang, ketebalan, insert yang
panjang, tuntutan ukuran(toleransi) yang harus dipenuhi dan pemilihan
material merupakan faktor yang berpengaruh. Berdasarkan Material Plastik
yang digunakannya Plastic Molding dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu:
a. Blowing molding.
b. Compression molding.
c. Extrusion molding
d. Transfer molding.
e. Injection molding.

a. Blow Molding
Blow molding merupakan suatu metode mencetak benda kerja berongga
dengan cara meniupkan atau menghembuskan udara ke dalam material/bahan yang
menggunakan cetakan yang terdiri dari dua belahan mold yang tidak menggunakan
inti (core) sebagai pembentuk rongga tersebut. Material plastik akan keluar secara
perlahan secara perlahan akan turun dari sebuah Extruder Head kemudian setelah
cukup panjang kedua belahan akan mold akan di jepit dan menyatu sedangkan
bagian bawahnya akan dimasuki sebuah alat peniup (blow Pin) yang
Perlakuan Bahan 66

menghembuskan udara ke dalam pipa plastik yang masih lunak, sehingga plastik
tersebut akan mengembang dan membentuk seperti bentuk rongga mould-nya.
Material yang sudah terbentuk akan mengeras dan bisa dikeluarkan dari mold hal
ini karena Mold dilengkapi dengan saluran pendingin di dalam kedua belahan mold.
Untuk memperlancar proses peniupan proses ini dilengkapi dengan pisau pemotong
pipa plastik yang baru keluar dari extruder head.
Contoh hasil produksi yang dapat dikerjakan dengan metode ini adalah bentuk
Gelas dan boto1. Proses tersebut seperti gambar di bawah ini:
1. Proses Pengisian butiran Plastik dari Hopper ke dalam Heater. Oleh motor
Srew berputar sambil menarik butiran plastik mengisi ruang Heater.

2. Proses pemanasan butiran plastik ke dalam heater. Setelah butiran plastik


meleleh dan membentuk seperti pasta maka plastik diinjeksikan ke dalam mold.

3. Proses peniupan udara. Saat plastik menempel pada dinding mold seperti pada
tahap ke II maka udara dengan tekanan tertentu ditiupkan kedalam mold.
Perlakuan Bahan 67

4. Proses pengeluaran produk. Produk dikeluarkan setelah produk dingin. dengan


cara salah satu cavity plate membuka.

Gambar 3.1 Proses Blow Molding (no. 1 – 4)

b. Metode Compression Molding (Thermoforming)


Metode Compression molding (Thermoforming) Compression molding
(Thermoforming) merupakan metode mold plastik dimana material plastik
(compound plastic) diletakkan ke dalam mold yang dipanaskan kemudian setelah
material tersebut menjadi lunak dan bersifat plastis, maka bagian atas dari die atau
mould akan bergerak turun menekan material menjadi bentuk yang diinginkan.
Apabila panas dan tekanan yang ada diteruskan, maka akan menghasilkan reaksi
kimia yang bisa mengeraskan material Thermosetting tersebut.

Gambar 3.2 Bentuk Cetakan Sistem Tekan

Material Thermosetting diletakkan kedalam mold yang bersuhu antara 300


derajat Franheit hingga 359 derajat Franheit dan tekanan mold berkisar antara 155
bar Hingga 600 bar.

Proses compression molding dapat dibedakan atas empat macam yaitu :


1. Flash type Mold - jenis ini bentuknya sederhana, murah, saat mold menutup
Perlakuan Bahan 68

maka material sisa yang kemudian meluap akan membentuk lapisan parting
line/plain (land B), dan karena tipisnya akan segera mengeras/beku sehingga
menghindari meluapnya material lebih banyak. Jadi biasanya mold akan di isi
material sepenuhnya sampai luapan yang terjadi sebanyak yang diijinkan.
2. Positive mould - jenis ini terdiri dari suatu rongga (cavity) yang dalam dengan
sebuah plunger yang mengkompresikan/memadatkan material kompoud pada
bagian bawah mold pemberian material disesuaikan dengan kapasitasnya baik
dengan cara menimbang sehingga menghasilkan prod uk yang baik dan seragam.
3. Landed Positive Mold - mirip dengan tipe di atas ,akan tetapi tinggi bidang batas
dibatasi bagian "land" bekerja menahan tekanan (bukan bagian Produknya).
Karena ketebalan material terkontrol dengan baik, maka kepadatan benda kerja
tergantung dari posisi pengisian yang diberikan.
4. Semi positive mold - merupakan kombinasi antara flash type dan landed positive
mold.

c. Metode Extrusion Molding


Extrusion molding mempunyai kemiripan dengan injection molding,
hanya pada extrusion molding ini material yang akan dibentuk akan berupa
bentukan profit tertentu yang panjang. Pada prinsipnya juga ada bagian mesin yang
berfungsi mengubah material plastik menjadi bentuk lunak (semifluida) seperti
pasta dengan cara memanaskannya dalam sebuah silinder, dan memaksanya keluar
dengan tekanan melalui sebuah forming die (extruder head or hole), yaitu suatu
lubang dengan bentuk profil tertentu itu akan keluar dan diterima oleh sebuah
conveyor dan dijalankan/ditarik sambil didinginkan, sehingga profil yang terbentuk
akan mengeras, dan setelah mencapai panjang tertentu akan dipotong dengan
pemotong yang melengkapi mesin extrusi tersebut. Berikut ini contoh proses
Extrusion molding :

1. Butiran kecil material plastik oleh gerakan srew dimasukkan ke dalam silinder
heater dipanaskan untuk diubah menjadi material kental seperti pasta.
Perlakuan Bahan 69

FORMING

2. Di dalam silinder Heater atau pemanas, butiran plastik berubah menjadi cair,
lalu dengan tekanan tertentu dimasukkan melalui sebuah forming die (extroder
head atau hole), yaitu suatu lubang dengan bentuk.
FORMING

3. Produk ditarik atau dikeluarkan dan diterima oleh sebuah conveyor dan
dijalankan/ditarik sambil didinginkan, sehingga profil yang terbentuk akan

mengeras
Gambar 3.3 Cetakan Extrusion Molding (no. 1 – 3)
Berikut ini contoh produk-produk yang dihasilkan dengan extrution molding.

Gambar 3.4 Bentuk-bentuk Produk Plastik Hasil Extrusi

Bentuk extruder head (forming) ini bisa bermacam-macam, sesuai dengan


keinginan kita dan bisa dipasang dan diganti-ganti karena dilengkapi dengan holder.
Tentu saja bagian ini harus dibuat dari bahan baja pilihan yang dikeraskan, yang
Perlakuan Bahan 70

mampu menahan panas dan gesekan dari material yang diproses pendinginan benda
kerja dilakukan dengan menyemprotkan udara pada profil yang berjalan, sehingga
bisa merata ke seluruh bagian/panjang profil yang dihasilkan.

d. Metode Transfer Moulding


Transfer molding merupakan proses pembentukan suatu benda kedalam
sebuah mold (yang tertutup) dari material thermosetting, yang disiapkan kedalam
reservoir dan memaksanya masuk melalui runner/kanal kedalam cavity dengan
menggunakan panas dan tekanan. Pada proses transfer molding dibutuhkan
toleransi yang kecil pada semua bagian mold, sehingga sangat perlu dalam
pembuatan mold, dikonsultasikan secara baik dengan product designer, mold
designer dan molder/operator untuk menentukan toleransi. Proses transfer
moulding terdiri atas dua type yaitu: sprue Type dan plunger tipe. Jenis plunger
memerlukan tekanan yang lebih kecil dibandingkan dengan tipe sprue.

Gambar 3.5 Skema Proses Cetakan Plastik Metode Transfer Molding


Perlakuan Bahan 71

e. Metode Injection Molding


Proses injection molding merupakan proses pembentukan benda kerja dari
material compound berbentuk butiran yang ditempatkan kedalam suatu
hopper/corong dan masuk ke dalam silinder injeksi dipanaskan hingga leleh yang
kemudian di dorong melalui nozel dan sprue bushing kedalam rongga (cavity) dari
mold yang sudah tertutup. Setelah beberapa saat didinginkan, mold akan dibuka dan
benda jadi akan dikeluarkan dengan ejector. Material yang sangat sesuai adalah
material thermoplastik dan karena pemanasan material ini akan melunak dan
sebaliknya akan mengeras lagi bila didinginkan. Perubahan – perubahan ini hanya
bersifat fisik, jadi bukan perubahan kimiawi sehingga memungkinkan untuk
mendaur ulang material sesuai dengan kebutuhan. Material plastik yang
dipindahkan dari silinder pemanas biasanya suhunya berkisar antara 177 derajat
Celcius hingga 274 derajat Celcius. Semakin panas suhunya, plastik/material itu
akan semakin encer (rendah viskositasnya) sehingga semakin mudah diinjeksi ke
dalam mold. Setiap material memiliki karakter suhu molding. Semakin lunak
formulasinya, yang berarti kandungan plastis tinggi, membutuhkan temperatur
rendah, sebaliknya yang memiliki formulasi lebih keras butuh temperatur tinggi.
Bentuk – bentuk partikel yang sulit, besar dan jumlah cavity yang banyak serta
runner yang panjang menyebabkan tuntutan temperatur yang tinggi atau naik.
Proses kerja mold injeksi berkisar antara 35 detik yang terdiri atas beberapa tahap
seperti kedua gambar di bawah ini :

Gambar 3.6 Step Proses Cetak Plastik Type Injection Molding


Perlakuan Bahan 72

Gambar 3.7 Waktu satu siklus yang diperlukan pada proses Injection Molding

Untuk mempercepat proses pengerasan/pembekuan material yang telah


Injeksi ke dalam cavity maka mold selalu didinginkan sehingga produk cepat
dikeluarkan dari mold tanpa rusak/cacat, dengan demikian berarti memperpendek
cycle time-nya. Hal ini dikerjakan dengan mengalirkan cooling yang mengelilingi
cavity dalam mold plate dengan suhu cooling antara 30 derajat hingga 70 derajat.
Untuk pekerjaan-pekerjaan khusus kadang-kadang juga diperlukan perlakuan panas
mold plate (menjaganya pada suhu tertentu) sampai dengan 170 derajat Celcius.
Pembuatan mold injeksi membutuhkan tooling cost atau biaya peralatan yang tinggi
namun memiliki "cylce time" atau waktu produksi yang lebih cepat dibandingkan
dengan proses yang lainnya. Dengan pertimbangan waktu produksi yang cepat
maka biaya tiap bagiannya akan menjadi lebih murah apalagi jika yang diproduksi
lebih banyak.
Proses cetakan plastik metode injeksi ini menggunakan mesin dan cetakan
plastik seperti terlihat pada gambar 3.8 dan 3.9 berikut :
Perlakuan Bahan 73

Gambar 3.8 Mesin Injeksi untuk Cetakan Plastik (Thermoplastic)

1. Cavity
2. Runner
3. Gate
4. Sprue
5. Sprue bush
6. Sprue puller
7. Ejector

Gambar 3.9 Bentuk Penampang Cetakan Plastik Sistem Injeksi

3.4. PROSEDUR UMUM PELAKSANAAN PROSES CETAK PLASTIK


a. Persiapan peralatan mesin untuk mencetak dan cetakan sesuai produk
b. Persiapan peralatan bantu seperti clamping device, compressor, air pendingin
dan lain-lain.
c. Memiliki bahan plastik yang diperlukan (sesuai produk)
d. Mengatur parameter (temperatur dan tekanan) sesuai bahan produk yang
dicetak.
e. Proses pemasaran pada silinder mesin hingga temperatur leleh dicapai.
f. Proses penginjeksian ke dalam rongga cetakan (cavity) dengan tekanan tertentu
hingga penuh.
g. Proses penahanan (holding) / pendinginan sesaat (proses pembekuan produk)
h. Proses pelepasan produk dengan membuka cetakan dan mengeluarkan produk
Perlakuan Bahan 74

dengan ejector
i. Produk jadi.
Perlakuan Bahan 75

BAB 4
SIFAT MEKANIS DAN PENGUJIAN LOGAM

Tujuan Umum
Setelah mempelajari tentang teori dan praktek mengenai pengujian
logam, diharapkan dapat :
a. Menjelaskan pengertian dasar tentang pengujian logam
b. Menjelaskan dan mengetahui istilah-istilah penting dalam teori dan praktek
pengujian logam .
c. Menjelaskan dan memahami tentang jenis-jenis pengujian logam.
d. Menjelaskan tentang cara pengujian logam

Tujuan Khusus
Tujuan mempelajari dan melakukan praktek pelapisan pengujian logam
dengan metoda pengujian mekanis logam adalah :
a. Memperoleh data kekuatan mekanis bahan
b. Menunjang pekerjaan perancangan dalam pemilihan bahan yang sesuai
dengan kebutuhan
c. Menunjang pekerjaan maintenance dalam pemilihan material pengganti
komponen yang rusak

Dalam penggunaan bahan teknik secara tepat, harus mengetahui sifat-sifat


ataupun perilaku dari bahan tersebut untuk dipergunakan. Sifat-sifat tersebut sangat
banyak, dan dapat ditinjau dari berbagai bidang keilmuan, misalnya ditinjau dari
berbagaibidang kimia akan dapat diperoleh sekelompok sifat-sifat kimia dan lain-
lainnya. Tidak harus semua sifat tersebut diatas perlu dipertimbangkan dalam
memilih bahan untuk suatu keperluan hal ini tergantung dari keperluannya. Dalam
dunia Teknik Mesin biasanya sifat kimia (terutama sifat tahan korosi), sifat termal
dan sifat fisik. Korosi merupakan masalah yang cukup serius dalam dunia teknik,
dan ini perlu pembaharuan tersendiri.
Perlakuan Bahan 76

4.1 PENDAHULUAN
Sifat mekanis merupakan kemampuan atau kelakuan logam itu menahan
beban yang dikenakan padanya, baik pembenahan statis atau dinamis pada suhu
biasa, suhu tinggi ataupun suhu dibawah 0°C. Sering kali bila suatu bahan
mempunyai sifat mekanis yang baik tetapi kurang baik pada sifat yang lain, maka
diambil langkah untuk menanggulangi kekurangannya tersebut. Misalnya, baja
yang mempunyai kekuatan cukup baik tetapi mudah terjadi korosi, maka sifat
mudah terkorosi ini ditanggulangi dengn pelapisan missal : pengecatan atau
galvanising, elektroplating tersebut. Dari hal ini terlihat bahwa sifat mekanis
merupakan faktor yang sangat penting.
Beberapa sifat mekanis yang penting antara lain :
1. Kekuatan (strength)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan
patah atau kerusakan pada bahan. Kekuatan ini ada beberapa macam,
tergantung pada jenis beban yang bekerja, yaitu kekuatan tarik, tekan, geser,
torsi dan gengror.
2. Kekerasan (hardness)
Didefinisikan sebagai kemampuan bahanterhadap deformasi praktis bereng
pembebanan setempat pada permintaan berupa penggoresan, pengikisan
(abrasi), identasi atau penetrasi. Sifat ini berkaitan erat dengan sifat bahan aus.
Kekerasan juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.
3. Elastisitas (elasticity)
Kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah diberi
beban yang menyebabkan atau cenderung menyebabkan deformasi (perubahan
bentuk), bila beban ditiadakan.
Sifat ini sangat penting karena bila bahan menerima beban yang melampaui
batas elastisnya maka akan terjadi deformasi praktis, dan ini tidak diinginkan
terjadi pada suatu konstruksi.
4. Kekakuan (stiffness)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima beban tanpa mengakibatkan
terjadinya deformasi atau defleksi. Seringkali kekakuan lebih penting daripada
kekuatan.
Perlakuan Bahan 77

5. Plastisitas (plasticity)
Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi
permanen (deformasi plastik) tanpa menjadi rusak/pecah/putus. Sifat ini sangat
diperlukan pada berbagai proses pembentukan seperti tempa (forging),
pengerolan, pencairan (extruding) dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut
sebagai keuletan (ductility). Bahan yang mampu menahan deformasi cukup
banyak dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan tinggi. Sedang
bahan yang tidak mampu menahan deformasi plastik disebut bahan yang getas
(brittle).
6. Ketangguhan (toughness)
Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energy tanpa
mengakibatkan terjadinya kerusakan, atau jumlah energi yang diperlukan
mematahkan benda kerja. Ketangguhan ini diperlkan terutama untuk bagian-
bagian yang menerima beban kejut/pukulan.
Sifat ini dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga sulit ditentukan/diukur.
7. Kelelahan (fatigue)
Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah/rusak bila menerima
tegangan yang masih dbawah batas elastisnya, yang bekerja berulang-ulang.
Banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengukur dengan tepat tingkah laku
logam terhadap kelelahan, karena sebagian besar kerusakan/patah yang terjadi
pada bagian mesin/konstruksi disebabkan oleh kelelahan. Disamping sifat-sifat
mekanis diatas masih ada beberapa sifat lain misalnya, ceep, damping dan lain-
lain, yang mungkin perlu juga diperhitungkan untuk suatu keperluan tertentu.

4.2 PENGUJIAN MEKANIS LOGAM


Untuk mengetahui/mengukur sifat logam tersebut perlu dilakukan
pengujian. Pengujian biasanya dilakukan terhadap specimen sampel bahan yang
dipersiapkan menjadi specimen dengan bentuk dan ukuran yang standart. Demikian
juga prosedur pengujian dilakukan dengan cara-cara yang standar (mengikuti suatu
aturan standar tertentu), baru kemudian diambil kesimpulan tentang logam mekanis
dari logam tersebut.
Perlakuan Bahan 78

Sebenarnya hasil pengujian yang paling mendekati kenyataan dapat diperoleh bila
pengujian dilakukan terhadap benda komponen atau keseluruhan konstruksi dengan
bentuk dan ukuran yang sebenarnya (full-scale-test), tetapi cara ini tentunya akan
terlalu mahal dan tidak praktis.
Beberapa pengujian mekanis yang banyak dilakukan adalah pengujian tarik (tensile
test), pengujian kekerasan (hardness test), pengujian pukul-tarik (impact test),
pengujian kelelahan (fatigue test), jaminy test, dan kadang-kadang creep test.

4.2.1 Pengujian Tarik


Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap specimen yang standar. Batang
uji ini dijepit pada ujung-ujungnya kemudian ditarik dengan gaya uniaxial yang
bertambah besar sedikit demi sedikit. Batang atau plat terlebih dahulu dibuat
menjadi specimen (batang uji) dengan bentuk seperti pada gambar dibawah, sedang
kawat, baja tulangan (besi beton) dan pipa hanya dipotong dengan panjang tertentu
(tidak perlu pengerjaan khusus untuk menjadi specimen).
Pada bagian tengah batang uji (pada bagian yang paralel) merupakan bagian
yang menerima tegangan yang uniform, dan pada bagian ini diukurkan “panjang
uji” (gage length), dan ujung-ujung panjang ukur ini harus diberi tanda sebelum
dilakukan penarikan. Diameter atau lebar dan tebal batang uji juga harus diukur
dulu sebelum penarikan (data sebelum pengujian).
Penarikan dilakukan dengan kecepatan rendah (sehingga beban dapat
dianggap statis) dan selama penarikan dicatat/tercatat dengan grafik yang tersedia
pada mesin tarik (hasil adalah diagram tegangan regangan).

Gambar 4.1 Batang uji tarik


Perlakuan Bahan 79

Pada saat batang uji menerima gaya tarik sebesar F kg maka panjang specimen
akan bertambah sebesar ∆L. Pada saat itu pada batang uji timbul tegangan yang
besarnya (kg/mm2).
l o  l1 l
 = F/Ao     E.
lo l
Ao = Luas penampang specimen mula-mula (mm)
Lo = Panjang specimen mula-mula (mm)
L1 = Panjang specimen pada saat menerima beban tarik
Pada gambar dibawah ditunjukkan diagram tegangan tegangan, yaitu untuk baja
carbon rendah.

E

C F
B

A D
A Titik Proporsional
B Titik Elastisitas
C Titik Lumer Atas
D Titik Lumer Bawah
E UTS (ultimate tensile strength)
F Titik Patah

Gambar 4.2 Diagram stress-strain


Dari gambar 4.2 diatas, tampak bahan pada tegangan rendah grafik berupa garis
lurus, yang berarti bahwa regangan yang terjadi sebanding dengan tegangan
yang bekerja (hokum hooke):   E. , dimana E = modulus elastisitas bahan.

4.2.2 Pengujian Bengkok


Pengujian bengkok dapat dilakukan terhadap bahan getas.untuk bahan liat
dimaksudkan agar dapat menentukan adanya cacat (flaw) dan retakan pada
permukaan cara ini sering dipargunakan untuk menentukan mampu bentuk dari
pelat tipis atau kekuatan sambungan las. Bahan dapat dibengkokkan dengan alat
penguji bengkok (Universal testing mechine).
Pengujian bengkok bagi bahan keras dan getas adalah cara terbaik untuk
membentukan kekuatan dan kegetasan karena alasan berikut:
1. Bentuk batang uji yang sederhana, dapat dibuat terhadap bahan yang sukar
diproses secara mekanis.
Perlakuan Bahan 80

2. Bentuk batang uji sederhana, agar sukar terjadi cacat yang berupa retakan
akibat perlakuan panas atau lainnya.
3. Pada umumnya bahan yang mempunyai kerasan Brinell lebih dari 600 tidak
dapat diuji dengan tarik disebabkan tidak adanya pemegang yang cocok,
ketidak sentrisan dan sebagainya.
4. Pada pengujian bengkok dapat diharapkan terjadi patahan yang ideal dari
bahan yang keras dan gatas.

Gambar 4.3 Pengujian bengkok

Distribusi tegangan pada batang uji yang dibengkokkan. Apabila kurva defleksi-
bahan hampr lurus, tegangan tarik pada saat patah dapat dihitung dengan
menggunakan rumus elestisitas seperti ditunjukkan dalam gambar (b), yang
merupakan garis lurus, seperti ditunjukkan pada gambar (c), tegangan  dari
persamaan elastisitas tersebut berada jauh dari tegangan patah yang terjadi.
Kekuatan bengkok kira-kira dua kali lebih besar daripada kekuatan tarik. Karena
itu besi cor dipergunakan bukan untuk menahan beban tarik. Tetapi untuk beban
bengkok atau beban tekan sebab bahan akan berukuran terlalu besar kalau
didasarkan atas beban tarik. Pengujian bengkok juga berguna menentukan keliatan
atau kegetasan bahan getas. Pada umumnya keliatan ditentukan dengan pengujian
impact, tetapi sukar untuk melaksanakan pengujian impact bagi bahan getas karena
energy yang diserap sangat kecil dan fluktuasinya besar.

4.2.3 Uji Kekerasan


Perlakuan Bahan 81

Dalam dunia teknik yang menyangkut logam, kekerasan dinyatakan sebagai


ketahanan suatu bahan terhadap penesterasi pada permukanya.
Ada tiga macam penetrasi untuk pengujian kekerasan yaitu:
1. Goresan
Pengujian kekerasan dengan cara goresan pada prinsipnya adalah ketahanan
relative terhadap goresan dari bahan yang lunak oleh bahan yang lebih keras.
a. Skala Mohs
MOHS telah membuat skala dari 1 s/d 10 dari batuan mineral dengan
standar untuk angka 10 adalah intan dan angka1 adalah letak. Logam-logam
keras kebanyakan terletak pada 4 s/d 8 skala MOHS tersebut mineral dengan
angka skala yang lebih rendah tidak dapat meggoresmineral-mineral yang
mempunyai angka skala lebih besar. Penentuan kekerasan dengan cara ini
bersifat kwalitatif atau bersifat mambandingkan, membandingkan material
standar dengan material yang akan diuji.
b. Skala Galner
Skala lain untuk menentukan kekerasan dengan cara penggoresan yang
dikenal adalah cara GALNER. Prinsip dari cara ini sama dengan cara
MOHS. Berikut Skala galner:
Nomor skala Bahan
1 Timbal (timah hitam)
2 Timah Putih
3 Timbal keras
4 Tembaga (dg perlkuan panas)
5 Tembaga cor
6 Brons
7 Besi tempa
8 Besi cor
9 Besi lumer
10 Baja
11 Baj yg dikeraskan
12 Pospor brons

2. Menjatuhkan Indentor
Pengujian sistim ini adalah dengan cara menjatuhkan indentor dari suatu
ketinggian tertentu, dengan melihat tinggi pantulan yang dihasilkan, maka akan
diketahui harga kekerasan bahan tersebut. Semakin keras suatu bahan maka
tinggi pantulan akan semakin tinggi dan sebaliknya apabila bahan tersebut
lunak maka tinggi pantulannya akan semakin rendah. Alat pengujian yang
Perlakuan Bahan 82

memakai system ini adalah shore schleroscope ini gerak translasi pantulan
diubah menjadi gerak rotasi dial, sehingga harga kekerasannya langsung bisa
ditunjukkan oleh jarum penunjuk.
Penggunaan alat uji kekerasan ini harus benar-benar tegak lurus (tegak lurus
dengan posisi mendatar, waterpass) karena kalau terjadi kemiringan akan
menyimpang harga kekerasan dari harga sebenarnya. Hal ini disebabkan alat
ini mengandalkan gravitasi bumi.

Gambar 4.4 Sistem shore schleroscope

Gambar 4.5 Two types of Schleroscope hardness testers. (Courtesy The Shore
Instrument & Mfg. Company, Inc)

3. Penekanan
a. Sistem Poldi
Pengujian dengan sistem ini adalah termasuk pengujian yang sederhana.
Benda kerja yang telah diketahui kekerasannya dimasukkan dalam alat
tersebut (sebagai bahan pembanding, bahan dengan kekerasan standar).
Dengan sebuah palu dipukulkan pada alat ini dan bersamaan dengan itu
maka baik pada benda kerja maupun di dalam batang pembanding diperoleh
bekas penekanan dari indentor (bola baja) tersebut. Berdasarkan hal tersebut
harga kekerasan diketahui dari daftar harga kekerasan bahan standar.
Perlakuan Bahan 83

Pengujian dengan alat ini sederhana namun untuk hasil pengujiannya perlu
analisa dan pengalaman sehingga pengujian sistem ini menjadi sulit dan
tidak efektif.

Gambar 4.6 Sistem Poldi

b. Sistem Brinell
Pengujian Brinell adalah salah satu cara pengujian kekerasan yang banyak
digunakan. Pada pengujian Brinell digunakan bola baja yang dikeraskan
sebagai indentor. Indentor ini ditekankan pada permukaan logam yang diuji
dengan gaya tekan tertentu selama waktu tertentu (antara 10 sampai 30
detik). Karena penekanan (indentasi) itu pada permukaan logam tersebut
akan terjadi tapak tekan yang berbentuk tembereng bola. Kekerasan Brinell
dinyatakan sebagai :
𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛
BHN = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑎𝑝𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛
𝑃
BHN = 𝜋𝐷
(𝐷−√𝐷2−𝑑2 )
2

Gambar 4.7 Sistem Brinell

Biasanya, pada pengujian Brinell yang standar digunakan bola baja berdiameter 10
mm, dan gaya tekan 3000 kg (untuk Baja) atau 500 kg (untuk logam non ferrous,
yang lebih lunak). Boleh juga digunakan ukuran yang berbeda asal dipenuhi
Perlakuan Bahan 84

persyaratan P/D2 = Konstan, sehingga hasil pengukuran tidak akan bervariasi


banyak bila diuji dengan bola yang berbeda.

Gambar 4.8 (a) Brinell hardness tester. (Ametek/Testing Equipment Systems<


east Moline, III) (b) Rockwell hardness tester. (Wilson Mechanical Instrument
Division, American Chain & Cable Company)

Cara penulisan kekerasan Brinell


10/3000/30 = 200
10 = diameter identor
3000 = beban
30 = waktu dalam detik
200 = harga kekerasan

c. Sistem Rockwell
Pada pengujian Brinell harus dilakukan diameter tapak tekan secara manual
sehingga memberi peluang terjadinya kesalahan pengukuran, disamping
juga akan memakan waktu. Pada cara Rockwell pengukuran langsung
dilakukan oleh mesin, langsung menunjukkan angka kekerasan dari bahan
yang diuji. Cara ini lebih cepat dan akurat. Pada cara ini indentor mula-mula
ditekan ke permukaan logam yang diuji dengan suatu beban awal (minor
load) sebesar 10 kg, sehingga ujung indentor menembus permukaan
sedalam h (lihat gambar diatas) setelah itu penekanan indentor diteruskan
dengan beban utama (mayor load) selama beberapa saat, kemudian beban
secara otomatik kembali ke beban awal. Pada saat ini ujung indentor
Perlakuan Bahan 85

menembus permukaan sedalam h1. Kekerasan diperhitungkan berdasarkan


perbedaan kedalaman penembusan ini, sehingga angka kekerasan dapat
langsung dapat ditunjukkan pada piringan penunjuk pada mesin (skala
penunjuk).

Gambar 4.9 Sistem Rockwell

Dengan cara ini Rockwell dapat digunakan beberapa skala, tergantung pada
kombinasi jenis indentor dan besar beban utama yang digunakan. Macam-
macam skala dan jenis indentor serta besar beban utamanya dapat dilihat
pada tebal di belakang. Untuk logam biasanya digunakan skala B atau skala
C, dan angka kekerasannya dengan RB (HRB) atau RC (HRC). Untuk
menggunakan skala B harus digunakan indentor bola baja  1/16” dan
beban utama 100 kg. Kekerasan yang dapat diukur dengan skala B ini
berkisar antara RB 0 sampai RB 100, bila ternyata hasil pengukuran berada
di luar daerah ini maka harus digunakan skala lain. Kekerasan logam pada
daerah skala ini relatif rendah. Untuk kekerasan logam yang lebih tinggi
digunakan skala C.
Untuk menggunakan skala C ini harus digunakan beban utama 150 kg dan
indentor berupa kerujut intan (brale) yang sudut puncaknya 120°. Daerah
pengukuran skala ini berkisar antara RC 20 sampai RC 70.
Table the Rockwell Hardness Scales
Perlakuan Bahan 86

d. Sistem Vikers
Prinsip dasar pengujian ini sama dengan pengujian Brinell, hanya saja disini
digunakan indentor intan yang berbentuk piramid beralas bujur sangkar dan
sudut puncak 136°

Gambar 4.10 Sistem Vikers

kalau pada cara Brinell yang harus diukur adalah diameter bekas penekanan
pada cara Vikers ini yang harus diukur adalah diagonal dari bujur sangkar
tersebut. Angka kekerasan Vickers dihitung dengan
2P sin  / 2 2 p sin(136 / 2) 1,854 P
HV   
d2 d2 d2
Keterangan:
P = besar beban tekan (kg)
d = diameter tapak tekan (mm)
 = sudut puncak anatar 2 bidang berseberangan = 136°
Nama hasil pengujian system ini disebut sebagai berikut :
HV (Hardness Vikers), DPN (Diamond Pyramid Number), VPN (Vikers
Pyramid Number), DPH (Diamond Pyramid Hardness).
Pengujian kekersan Vickers ini hasil pengukura tidak dipengaruhi beban
dan karenanya akan memberikan skala yang kontinyu, mulai dari logam
yang paling lunak 5 HV sampai yang paling keras 1500 HV tanpa perlu
merubah beban. Bila menggunakan cara Brinell atau Rockwell maka akan
diperlukan penggantian indentor dan/atau beban bila pengukuran sudah
sampai batas daerah pengukurannya. Besar beban tekan yang digunakan
untuk cara vikers ini dapat dipilih mulai 1 sampai 120 kg, tergantung pada
kekerasan bahan yang diuji (agar diperoleh tapak tekan yang mudah diukur).
Perlakuan Bahan 87

Biasanya cara pengujian kekerasan Vickers ini digunakan hanya untuk


keperluan penelitian di laboratorium, jarang sekali digunakan untuk
keperluan sehari-hari di industri yang biasanya menggunakan Brinell atau
Rockwell B dan Rockwell C.
e. Sistem Meyer
Meyer mengukur kekerasan dengan cara yang hampir sama seperti Brinell,
hanya saja angka kekerasannya tidak dihitung dengan luas proyeksi tapak
tekan.

Gambar 4.11 Sistem Meyer

Dengan cara ini hasil pengukuran kekerasan tidak lagi terpengaruh oleh
besarnya beban yang digunakan untuk menekan identor (tidak seperti pada
cara brinell hasil pengukuran akan berbeda bila digunakan beban yang
berbeda bila bolanya sama).
f. Microhardness Test
Untuk keperluan metalurgis seringkali diperlukan pengukuran kekerasan
pada daerah yang sangat kecil untuk ini pengujian dilakukan dengan beban
yang sangat kecil, dibawah 1000 gram, menggunakan mesin yang
dikombinasikan dengan mikroskop. Cara pengukuran yang biasanya
digunakan mikrohardness test adalah Vickers atau knoop.
Pada Vickers microhardness test identor yang digunakan mempunyai
bentuk yang sama seperti Vickers biasa, juga cara perhitungan
kekerasannya. Sedang knoop menggunakan pyramid intan dengan alas
berbentuk belah ketupat yang perbandingan panjang diagonalnya 7 : 1.
Perlakuan Bahan 88

Gambar 4.12 The Knoop diamond-pyramid indenter

Gambar 4.13 Tukon microhardness tester. (Courtesy Wilson Instrument Division,


ACCO Inc)

Angka kekerasan knoop dihitung sebagai berikut :


14,229 𝑃
HK = 𝑑2

P = gaya tekan (g)


d = panjang diagonal yang panjang, dari tapak (micron)
knoop biasanya digunakan untuk lembaran plat yang
tipis.
Disamping sistem pengujian kekerasan diatas masih ada lagi beberapa
sistem pengujian kekerasan antara lain :
g. Ultrasonic hardness tester (pengujian dengan penetrasi intan dengan vibrasi
ultrasonic dengan beban 2 lb).
h. Durometer hardness tester (untuk mengukur ketahanan elastic karet).
Perlakuan Bahan 89

Gambar 4.14 Durometer hardness tester. (Coyrtesy The Shore Instrument


& Mfg. Company, Inc)

Karena cara pengujian beraneka ragam digunakan, maka dalam praktek sering pula
diperlukan hubungan antara angka kekerasan yang satu dengan yang lainnya.
Karena masing-masing cara pengukuran berdasarkan atas prinsip pengujian yang
digunakan, maka sulit untuk mencari hubungannya secara teoritis. Secara empiritis
dapat diperoleh hubungan/konversi antara satu cara dengan cara pengukuran
kekerasan yang lainnya. Konversi inipun hanya berlaku untuk satu jenis
logam/paduan tertentu.
Karena tiap cara pengujian kekerasan mempunyai kateristik sendiri-sendiri,
maka masing-masing juga akan mempunyai tempat sendiri dalam penggunaan
seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

4.2.4 Pengujian Puntir


Pengujian puntir tidak banyak dipergunakan secara luas, seperti pada
pengujian tarik. Akan tetapi, uji tersebut sangat bermanfaat untuk berbagai
penggunaan di bidang teknik juga untuk penelitian teoretis mengenai aliran plastis.
Uji punter pada suatu bahan dilakukan untuk menentukan sifat-sifat seperti
modulus elastisitas geser, kekuatan luluh puntir, dan modulus pecah. Uji puntir juga
dapat dilakukan pada bagian struktur berskala penuh, misalnya poros, gandar, dan
poros ulir, yang dalam pemakaian biasanya menerima beban puntir. Uji puntir
sering digunakan untuk menguji bahan-bahan getas, misal baja-baja untuk
perkakas.
Perlakuan Bahan 90

Peralatan uji puntir terdiri atas : kepala puntir yang dilengkapi cekam untuk
mencengkeram benda uji serta kepala bobot yaitu dengan cara mencengkeram salah
satu ujung benda uji dan mengukur besarnya momen ulir atau torsi. Deformasi yang
terjadi dari benda uji yang bersangkutan diukur dengan peralatan pengukur ulir
yang dinamakan troptometer. Penentuan dilakukan dengan menggunakan
perpindahan sudut suatu titik pada elemen memanjang yang sama pada arah yang
berlawanan. Biasanya benda uji untuk uji tarik mempunyai penampang lintang
berbentuk lingkaran, karena hal tersebut merupakan bentuk geometris yang paling
sederhana untuk keperluan perhitungan tegangan. Karena pada daerah elastik,
tegangan geser bervariasi secara linear dari harga nol pada pusat batang hingga
harga maksimum pada permukaan batang, maka seringkali dibutuhkan pengujian
benda uji tabung yang mempunyai dinding tebal.

Gambar 4.15 Torsion of solid bar


𝑇.𝑟
𝜏= 𝐼𝑝

Dimana  = tegangan geser, kg/mm2


T = Torsi, kg mm
r = jarak radial, diukur dari pusat batang, mm
Ip = momen inersia polar, mm4
Karena tegangan geser terbesar terjadi di permukaan batang, untuk benda uji
𝜋𝑑4
silinder padat dimana = , maka besarnya tegangan terbesar tersebut adalah
32
16𝑇
𝜏=
𝜋𝑑 3
Untuk benda uji tabung, maka tegangan geser di permukaan luar adalah
16𝑇𝐷1
= 𝜋(𝐷14 −𝐷24)

dimana D1 = diameter luar batang


D2 = diameter dalam batang
Perlakuan Bahan 91

𝑟𝜃
 = tan  = 𝐿

Pada waktu uji puntir, pengukuran yang dilakukan adalah momen puntir M dan
sudut puntir . Sifat-sifat elastik pada puntiran dapat diperoleh dengan
menggunakan momen puntir pada batas proporsional atau momen puntir pada suatu
sudut puntir tertentu, biasanya 0,001 rad/inci panjang ukur, dan dilakukan
perhitungan tegangan geser yang berkaitan dengan momen puntir, dengan
menggunakan persamaan-persamaan diatas. Untuk benda uji tabung, biasanya
diperlukan pengukuran batas elastik puntiran atau kekuatan luluh yang teliti.
Karena gradient tegangan melintang melintasi diameter batang padat, maka serat-
serat permukaan terhambat oleh tegangan yang lebih kecil pada serta yang didalam.
Jadi, peluluhan (yielding) yang pertama terjadi, pada umumnya tidak mudah
diamati dengan instrument yang biasa dipergunakan untuk mengukur sudut puntir.
Pemakaian benda uji tabung berdinding tebal memperkecil efek-efek diatas, karena
praktis tidak terdapat gradient tegangan. Sekali kekuatan luluh puntiran dilampaui,
maka distribusi tegangan-regangan dari pusat benda uji hingga ke permukaan tidak
linear lagi. Akan tetapi seringkali kekuatan geseran puntir maksimal, atau modulus
pecah, ditentukan dengan cara memasukkan momen puntir maksimum pada kedua
persamaan tersebut. Hasil yang diperoleh dengan prosedur demikia, melebihi harga
tegangan geser ultimate.
Hubungn modulus elastisitas, tegangan geser dan modulus rigidity.
T = G.
Subagai persamaan menjadi
𝑇. 𝐿
 = 𝐼𝑝 . 𝐺

 = sudut puntiran (rad)


T = Torsi, kg mm
L = panjang poros, mm
Ip = inersia polar, mm4
G = modulus rigidity
Besarnya deformasi yang disebabkan oleh punter pada poros dibatasi, untuk kondisi
kerja normal dan presisi defleksi puntitan 0,25 ÷ 0,3 derajat setiap meter panjang
Perlakuan Bahan 92

poros, sedangkan untuk poros yang panjang atau poros yang mendapat beban
kejutan atau berulang, harga diambil setengahnya dari harga tersebut.

𝑇. 𝐿
𝜃 = 584
𝐺. 𝑑 4

 = sudut puntiran (derajat)


T = Torsi, kg mm
L = panjang poros, mm
d = diameter poros, mm
G = modulus rigidity (kg/mm2)
untuk baja 8,3 x103 (kg/mm2)

Gambar 5.16 Shear stress dari torque-twist diagram

Dari diagram diatas terlihat bahwa pada saat harga momen puntir maksimum,
dm/d’ = 0. Oleh karena itu. Kekuatn geser puntiran ultimat, atau modulus pecah,
dapat dinyatakan sebagai :
3𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠
Tu = 2𝜋𝑎3

4.3 PENGUJIAN DINAMIS


4.3.1 Pengujian Pukul Takik (Impact Test)
Pada pengujian ini digunakan batang uji yang bertakik (notched bar) yang
dipukul dengan suatu bandul. Ada dua cara pengujian yang sering digunakan yaitu
cara Izod (biasanya digunakan di Inggris) dan cara Charpy (digunakan di Amerika
dan negara-negara lain). Pada cara Izod, batang uji dijepit pada satu ujungnya
Perlakuan Bahan 93

sehingga takikan akan berada dekat permukaan penjepitnya. Bandul/pemukul yang


diayunkan dari ketinggian tertentu akan memukul ujung yang lain.

Gambar 4.17 The principles of the Izod and Charpy tests : (a) the Izod specimen is
broken as a cantilever : (b) the Charpy specimen as a beam

Pada cara Charpy, diletakkan mendatar dan ujung-ujungnya ditahan ke arah


mendatar oleh penahan yang berjarak 40 mm. Sesudah itu bandul/pemukul akan
memukul batang uji dari arah yang tidak tertakik (lihat gambar diatas).
Untuk pengujian ini digunakan sebuah mesin dimana sebuah batang dapat
berayun dengan bebas. Pada ujung batang yang berayun bebas ini dipasang
pemukul yang diberi pemberat. Batang uji diletakkan di bagian bawah mesin pada
bidang lintasan dari pemukul. Batang uji untuk pengujian ini harus menggunakan
batang uji dengan bentuk dan ukuran yang standar karena angka-angka hasil
pengujian ini hanya digunakan sebagai perbandingan, membandingkan kekuatan
impact suatu bahan dengna bahan lain, sehingga ukuran dan bentuk batang uji, cara
pengujian dan bahkan kapasitas mesinpun harus sama agar dapat diperoleh angka-
angka yang dapat diperbandingkan. Ada beberapa macam batang uji standar, V-
notched key-hole-notched, dengan ukuran seperti pada gambar berikut :
Perlakuan Bahan 94

Gambar 4.18 Uji Impact

Gambar 4.19 Spesimen Uji impact

Setelah batang uji diletakkan ditempatnya pada posisi seperti pada gambar diatas,
pemukul dinaikkan hingga mencapai ketinggian tertentu M. Pada posisi ini
pemukul mempunyai energi potensial sebesar WH (dimana W = berat pemukul).
Kemudian pemukul dilepas dan berayun memukul batang uji hingga patah, dan
pemukul masih terus berayun hingga mencapai ketinggi H1. Pada posisi ini sisa
energy potensial dari pemukul adalah WH1. Selisih antara energi mula-mula dengan
sisa energi ini adalah energi yang digunakan untuk mematahkan batang uji.
Perlakuan Bahan 95

Gambar 4.20 Calculating the “Energy to fracture” from an impact test


Keterangan :
OA = L
OB = L cos A°
OC = L cos B°
H1 = L – L cos B° = CA
H = L – L cos A° = BA
W = m.g
Energi yang digunakan secara ideal
E’ = m . g H - m . g H1
= W (H – H1)
= W (L – L cos A°) - (L – cos B°)
= WL (cos A° - cos B°)
untuk A = 90° maka cos A° = 0
Energi yang digunakan secara actual
E = E’ – Ef
Ef = energi akibat gesekan (tanpa specimen)
Ef = WL (cos A1 – cos B)  besarnya tetap
Impact Strengh
𝐴
Ak = 𝐴0

Keterangan :
A = Sudut simpangan dengan beban
A1 = Sudut simpangan akhir tanpa beban
B = Sudut simpangan awal
A0 = Luas penampang potong pada notch
Perlakuan Bahan 96

W = Berat pendulum
Ak = Energi yang diperlukan untuk mematahkan specimen tiap luas
penampang notch
L = Panjang lengan pendulum
Ketahanan batang uji terhadap pukulan (impact) dinyatakan dengan
banyaknya energy yang digunakan untuk mematahkan batang uji tersebut. Jadi
ketahanan terhadap impact, yang biasanya disebut kekuatan impact (impact
strength), sebenarnya adalah semacam ketangguhan juga, notch toughness.
Ketangguhan disini berbeda dengan ketangguhan yang diukur pada test tarik. Disini
ketangguhan diukur terhadap beban yang mengejut dan batang uji yang bertakik.
Disamping mengukur ketangguhan, yang dinyatakan dengan banyaknya
energi untuk mematahkan specimen, pengujian ini juga dapat digunakan untuk
mengetahui pola patahannya. Apakah patahannya berupa patah getas atau patah ulet
atau campuran. Ini dilakukan dengan melihat permukaan patahan. Bila permukaan
patahan, bila patahan tampak suram dan berserabut, maka patahan itu adalah patah
ulet. Bila patahan itu berkilat patahannya adalah patah getas. Biasanya diukur
berapa persen dari luas permukaan patahan yang merupakan patah getas.
Impact strength suatu logam banyak dipengaruhi oleh temperatur, pada
temperature rendah impact strength cenderung turun. Untuk mengetahui pola
penurunan impact strength ini dilakukan pengujian pada berbagai temperature.
Hasil pengukuran dari tiap pengujian diplot pada grafik impact strength-temperatur
dan/atau fracture appearance-temperatur.

Gambar 4.21 Variasi temperatur pada Charpy test


Perlakuan Bahan 97

Dari kurva yang diperoleh terlihat bahwa pada temperature tinggi impact strength
juga tinggi, demikian pula halnya dengan persentase patah ulet (ductile fracture).
Hal yang sebaliknya terjadi pada temperatur rendah. Pada suatu temperature
tertentu ada penurunan yang drastis, temperatur ini dinamakan temperatur transisi.
Ada beberapa definisi untuk menunjukkan temperatur transisi, seperti terlihat pada
gambar diatas. Temperatur transisi dapat dikatakan sebagai batas antara notch
brittle dengan notch tough, pada temperatur diatas temperatur Transisi boleh
dikatakan tidak akan terjadi patah getas. Patah getas pada umumnya selalu
dihindarkan. Dalam pemilihan bahan seringkali bukan hanya besarnya impact
strength yang harus diperhatikan, tetapi juga temperatur transisi. Bahkan kadang-
kadang lebih disukai bahan dengan temperatur transisi yang lebih rendah walaupun
impact strengthnya pada temperatur kamar lebih rendah.
Walaupun hasil pengukuran pada pengujian impact ini menghasilkan data
berupa angka-angka tetapi data tersebut lebih bersifat kualitatif, tidak kuantitatif.
Angka-angka yang diperoleh tidak dapat digunakan dalam suatu perhitungan
perencanaan suatu komponen/konstruksi. Data tersebut hanya menggambarkan
bagaimana tingkah laku suatu bahan terhadap beban kejut/takikan/temperatur
rendah, dibandingkan dengan bahan lain. Jadi data impact test ini hanya dapat
menyatakan suatu bahan lebih baik atau lebih jelek daripada bahan lain.
Hal tersebut disebabkan antara lain karena banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi impact strength dan lain-lain, yang sulit diukur/dikendalikan.
Misalnya saja ukuran benda. Ukuran/dimensi mempengaruhi besarnya impact
strength, tetapi tidak mudah untuk mengetahui bagaimana hubungan matematis
antara impact strength dengan ukuran benda tersebut. Demikian pula dengan bentuk
dan ukuran takik, kecepatan pembebanan dan faktor-faktor lain.
Walaupun demikian data hasil pengujian impact ini sangat penting,
terutama dalam pemilihan bahan/menentukan spesifikasi bahan yang akan
digunakan untuk suatu komponen/konstruksi.
Dengan melihat grafik diatas maka salah satu kegunaan pengujian pukul
takik adalah untuk menentukan keberhasilan suatu pengolahan panas pada bahan.
Sedikit perubahan terjadi pada pengolahan panas, menyebabkan perubahan yang
besar pada hasil-hasil pengujian. Pengujian pukul takik dapat dipergunakan sebagai
Perlakuan Bahan 98

petunjuk untuk menentukan “annealing” yang dilakukan pada temperatur yang


tepat.

4.3.2 Kelelahan (Fatigue)


Logam yang menerima tegangan yang berulang-ulang atau berfluktuasi
akan rusak/patah pada tegangan yang jauh lebih rendah daripada tegangan yang
dibutuhkan untuk mematahkan logam tersebut dengan satu kali pembebanan.
Rusak/patah yang terjadi karena pembebanan yang berulang-ulang ini dinamakan
rusak lelah (fatigue failure), karena logam tersebut mengalami kelelahan.
Fatigue failure yang dialami komponen mesin/konstruksi terjadi karena
merambatnya retak (progressive fracture), dimulai dari cacat/retak yang sangat
kecil atau konsentrasi tegangan dan meluas ke sebagian penampang sehingga sisa
penampang tidak lagi mampu menahan tegangan yang bekerja. Pada patahan akan
terlihat adanya garis-garis yang menandai tahapan dari perkembangan retak
(Daerah ini biasanya tampak lebih halus/licin) dan adanya patahan yang lebih kasar
yaitu pada daerah penampang yang tidak lagi mampu menahan tegangan yang
bekerja. Gambar dibawah menunjukkan macam-macam pola patah lelah.

Gambar 4.22 Fracture appearance of bending-fatique failures. Final fracture zones


are shown as crosshatched areas. (From Machine Design, The Penton Publishing
Co, Cleveland, Nov, 1969)

Pengujian kelelahan dilakukan dengan menggunakan mesin yang akan memberikan


lengkung pada batang uji secara berulang-ulang. Prinsip pembebanan pada mesin
dapat dilihat pada gambar di bawah.
Perlakuan Bahan 99

Gambar 4.23 Metode pengujian fatique

Untuk pengujian digunakan sejumlah batang uji yang mempunyai bentuk, ukuran,
surface finish dan terbuat dari bahan yang sama. Masing-masing batang uji akan
diberi tegangan yang bekerja secara berulang-ulang, yang besarnya berbeda. Batang
uji pertama dipasang pada mesin dan dibebani sehingga akan menerima tegangan
yang besar (kira-kira dua pertiga kekuatan tariknya). Setelah mengalami sejumlah
siklus pembebanan batang uji itu akan patah. Diambil batang uji kedua dan dibebani
dengan tegangan yang lebih kecil, demikian selanjutnya. Dan dari masing-masing
batang uji dicatat besarnya tegangan dan jumlah siklus pembeban dimana batang
uji itu patah.
Jenis pembebanan yang akan menimbulkan kelelahan dapat dikelompokkan
menjadi :
a. Siklus tegangan bolak-balik (reserve stress cycle).
b. Siklus tegangan berfluktuasi (fluctuating stress cycle).
c. Siklus tegangan yang rumit, yang mungkin terdapat pada suatu bagian tertentu,
seperti pada sayap pesawat yang menerima beban berlebih periodik yang tak
terduga besarnya disebabkan oleh hembusan udara yang keras.
Siklus tegangan berfluktuasi, terdiri dari 2 komponen: tegangan rata-rata
atau tegangan tetap m, dan tegangan bolak-balik atau tegangan beragam, a.
Perlakuan Bahan 100

Daerah tegangan adalah perbedaan aljabar antara tegangan maksimum dan


tegangan minimum pada suatu siklus.

Gambar 4.24 Fatigue stress cycle. (a) reversed stress : (b) repeated stress : (c)
irregular or random stress cycle

r = maks - min
Besarnya tegangan bolak-balik.
𝜎′ 𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 −𝜎𝑚𝑖𝑛
a = =
2 2

Tegangan rata-rata adalah harga rata-rata aljabar tegangan maksimum dan


minimum pada siklus :
𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 +𝜎𝑚𝑖𝑛
 = 2

Untuk mengemukakan data-data kelelahan, digunakan dua buah besaran


perbandingan yaitu :
𝑇𝑚𝑖𝑛
Stress ratio R = 𝑇𝑚𝑎𝑘𝑠
𝑇𝑎 1−𝑅
Amplitudo ratio A = 𝑇𝑚
= 1+𝑅

Soal:
1. Sebutkan macam-macam sifat mekanis logam?
2. Sebutkan macam-macam pengujian mekanis logam?
3. Gambarkan diagram - pada uji tarik baja karbon rendah!
4. Indentor jenis apa yang digunakan pada pengujian kekerasan rockwell.
5. Jelaskan apa perbedaan indentor pada pengujian vikers dan microhardness?
6. Sebutkan macam pengujian dinamik logam!
7. Mengapa pengujian fatique perlu dilakukan?
Perlakuan Bahan 101

DAFTAR PUSTAKA
Anoname, 1982. Diklat I Bahan, TEDC, Bandung.
Assab, 2000. Toolsteel Katalog, PT. Assab Austenite Ind, Jakarta
Avner, 1986. Introduction to Physical Metalurgy, Fong & Sons Printers PTe Ltd,
Singapore.
Herman W. Pollack, Materials Science and Metallurgy, 3rd edition, Reston
Publishing Company Inc, Virginia, 1981.
H.R. Luch Singer, Tool Design 3, Poly Teknik Mekanik Swiss, Institut Teknologi
Bandung, Bandung, 1982.
J. Harry Dubois and Wayne L. Pribble, Plastics Mold Enginering Handbook, Van
Nostrand, Reinold Company, New York, 1978.
Fx. Srimartono, 1980. Pengolahan Panas dari Bahan-Bahan Perkakas Potong,
Surakarta.
Wahit Suhermat, Prinsip-Prinsip Perlakuan Panas, Teknik Mesin, FTI-ITS,
Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai