Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dari sebuah rangkuman yang ditulis oleh Avner (1974: 676)
menyatakan bahwa perlakuan panas (heat treatment) adalah: Heating and
cooling a solid metal or alloy in such away as to obtain desired conditions or
properties. Heating for the sole purpose of hot-working is excluded from the
meaning of this definition.
Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan
logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat mekaniknya. Baja
dapat dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat
atau dapat dilunakan untuk memudahkan proses pemesinan lanjut. Melalui
perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, ukuran butir
dapat diperbesar atau diperkecil. Selain itu ketangguhan ditingkatkan atau
dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet.
Untuk memungkinkan perlakuan panas tepat, komposisi kimia baja harus
diketahui karena perubahan komposisi kimia, khususnya karbon dapat
mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis.
Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu :
1. Softening (Pelunakan) : Adalah usaha untuk menurunkan sifat mekanik
agar menjadi lunak dengan cara mendinginkan material yang sudah
dipanaskan didalam tungku (annealing) atau mendinginkan dalam udara
terbuka (normalizing).
2. Hardening (Pengerasan) : Adalah usaha untuk meningkatkan sifat material
terutama kekerasan dengan cara selup cepat (quenching) material yang
sudah dipanaskan ke dalam suatu media quenching berupa air, air garam,
maupun oli.
Pada kesempatan ini kami membahas dan melakukan praktek perlakuan
panas secara Hardening (pengerasan).
BAB II
Pembahasan
A. Topik
Pengaruh kadar C pada baja terhadap kekerasan setelah dipanasi 900C
selama 30 menit dan didinginkan oleh media air.
B. Teori yang melandasi (sesuai topik)
Pada praktek ini kami akan menganalisis bagaimana pengaruh kadar karbon pada
berbagai jenis baja yang dipanasi 900 selama 30 menit dengan mediapendingin air,
bagaimana proses transformasi struktur karbondan bagaimana terhadap hasil
kekerasannya.
Dalam pengujian kali ini kami menggunakan 3 macam jenis baja sebagai bahan
pengujian, yaitu
1. Baja ST-60 dengan kadar C 0,6 %
2. Baja Fircon dengan kadar C 0,25 %
3. Baja ST 37 dengan kadar C 0,15 %
Berikut adalah pembahasan teori mengenai praktek dan pengujian yang akan
kami lakukan dan dapat digunakan sebagai hipotesis awal pada pengujian
ini.Berdasarkan teori yang melandasi, maka hipotesis sementara kamiadalah :
1. Jenis Perlakuan Panas
Perlakuan panas yang kami praktekkan kali ini adalah termasuk jenis perlakuan
panas non-Equilibrium, dimana dalam proses pendinginannya menggunakan media
air. Dalam jenis perlakuan panas ini adalah phase logam sebelum dan sesudah
mengalami proses perlakuan panas akan berubah atau tidak pada kondisi seimbang.
Perlakuan jenis ini bisa terjadi jika pemanasan berada didaerah Uastenite dan
didinginkan cepat. Grafiknya perlakuan panas ditampilkan sebagai berikut
t C
Ditahan selama 30menit
900
Dicelup media pendingin air
waktu (s)
2. Transformasi Phase pada Baja
Dalam teori, apa yang kita praktekkan adalah termasuk laju pendinginan
cepat,yakni ketika baja keluar dari dapur pemanas, baja langsung dimasukkan pada
media pendingin air. Laju pendinginan baja yang telah dipanasi hingga phase
austenite dilakukan dengan cepat,makatransformasi phase dapat diilustrasikan
sebagai berikut:
Akibat pendinginan cepat, susunan atom kps tidak memiliki cukup waktu untuk
bertransformasi menjadi kpr, akibatnya akan terbentuk sel satuan baru yaitu
tetragonal pusat ruang (tpr) dengan atom C di tengahnya. Atom C terjebak di dalam
sel satuan karena tidak cukup waktu keluar dari kisi-kisi sel satuan secara normal.
Tetragonal pusat ruang (tpr) dengan atom C di tengahnya ini disebut Martensite.
Martensit mempunyai karakteristik pada baja yg sangat keras namun rapuh.
(gambar struktur baja)
Jika diamati dan dianalisis maka jumlah Martensit pada baja ST-60 lebih banyak
daripada jumlah martensit pada baja ST-40 dan baja Fircon. Maka hubungan yang
dibentuk adalah jumlah martensit Fircon < jumlah martensit ST-40 <jumlah martensit
ST-60
Dimana pada pengujian kali ini praktek kami berada pada garis grafik Water quench.
Pada proses pendinginan cepat ditunjuk pada garis (c) yaitu pendinginan yang akan
menghasilkan struktur mikro martensit. Sedangkan pada garis (a) menghasilkan perlit
dan ferlit dan pada garis (b) menghasilkan perlit dan bainit.Diantara ketiga garis
kurva pendinginan pada grafik ini, martensit memiliki kekerasaan paling tinggi
diantara hasil pendinginan lainnya.
Sifat dari logam baja unsur-unsur yang dikandung akan mempengaruhi sifat
keuletan dan kekerasan. Unsur karbon (C) pada baja merupakan unsur utama yang
terdapat dalam besi sehingga disebut baja. Unsur karbon sangat berpengaruh terhadap
kekerasan baja. Pada kondisi baja tanpa perlakuan, semakin banyak unsur C baja
tersebut semakin keras, ketahanan terhadap korosi menurun, dan keuletannya
menurun. Temperatur cair maupun austenisasi baja sangat ditentukan oleh kadar C.
Unsur karbon dapat membuat baja menjadi keras dan rapuh sifat keras dan lunak
untuk baja tergantung persentase karbon, semakin tinggi komposisinya semakin kuat
dan rapuh, dan semakin rendah komposisinya baja akan semaki lunak dan elastis.
BAB II
Hasil Analisis
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Kegiatan
Memotong baja ST37, ST60 dan Fircon @ 3buah
Mengikir rata kedua permukaan pada setiap baja
Mengikat setiap baja dengan kawat
Panaskan dapur pemanas, setting pada pencapaian
suhu panas 900C
Masukkan ke-9 baja kedalam box, tata dengan
teratur dan timbun dengan arang
Setelah dapur pemanas mencapai suhu 700C,
masukkan box kedalam dapur pemanas dan tutup
kembali dapur
Biarkan dapur pemanas mencapai suhu puncak
900C, kemudian timer selama 30menit.
Siapkan media pendingin
Setelah 30menit, buka pintu dapur dan keluarkan
satu demi satu baja dan langsung masukkan pada
media pendingin air.
Setelah ke-9 baja keluar dari dapur dan sudah
dingin dengan air, maka keringkan.
Buka tali pengikat(kawat)
Amplas pada semua permukaan baja
Siapkan alat penguji kekerasan Rockwell
Pastikan ketepatan alat uji
Lakukan pengujian pada masing-masing baja
Lakukan pengujian sebanyak 4x pada permukaan
setiap baja
Hasil pengujian dapat dilihat dari melihat jarum
Air
Capit, air
Amplas halus
Alat uji Rockwell
-
18
Variabel Terikat
: Tingkat Kekerasan
Titik
yang
Diuji
Ke1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
Rerata total
1
2
3
4
Hasil Uji
Baja ST 60
60
60,5
61
62,5
64
61,75
60,3
57
60
56
60,5
60,5
61
60,76
59,25
60,34
Baja ST 37
30,4
31,8
27,9
28,5
29,65
1
2
3
4
1
2
3
4
27
31
27,5
30,5
29
30,5
32
28,3
28,3
Rerata Total
A
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
Rerata total
29
29,95
29,53
Baja Fircon
31,3
31,6
32,9
32
33,1
32
45,3
47,7
39
41,5
42,5
40,5
31,95
39,5
40,875
37,44
BAB III
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, maka hasil eksperimen dapat dideskripsikan sebagai
berikut :
1. Kadar karbon (C) mempengaruhi kekerasaan suatu baja
Dengan begitu untuk baja tanpa perlakuan dengan jenis ST 60 C 0,6% lebih
keras dari baja Fircon C 0,25% dan lebih keras dari baja ST 37 C 0,15%
2. Jika pada hasil uji Rockwell terbukti jika harga kekerasaan Fircon lebih tinggi
daripada harga kekerasaan baja ST 40 maka dapat diasumsikan jika baja itu
bukan ST 40 melainkan baja ST 37.
3. Jika kadar karbon tinggi maka jika dipanaskan dan dilakukan pendinginan
cepat maka semakin banyak pula martensit yang dibentuk.
4. Semakin banyak martensit yang dibentuk maka semakin tinggi pula angka
kekerasannya.
5. Jika pada saat pengujian kesimpulannya adalah pada saat penempatan titik uji
berada pada perlit atau alfa sehingga jika titik teruji pada rockwell terjadi
perbedaan yang cukup jauh pada sample titik-titik ujinya maka daerah perlit
saja hasil angka pengujian akan lebih tinggi daripada hasil pengujian pada
daerah alfa.
6. Pada praktek dengan pendinginan cepat diharuskan mencelupkan baja dari
dapur pemanas kedalam media pendingin dengan cepat. Hal ini dikarenakan
jika baja terlalu lama terkena udara luar atau sampai jatuh maka struktur baja
itu sudah berubah karena sempat mengalami penurunan suhu terlebih dahulu.
7. Beberapa penyebab kegagalan proses Hardening :
a. Suhu pengerasan terlalu rendah sehingga suhu belum mencapai pada
temperature austenit sehingga kekerasan tidak tercapai seperti yang
diharapkan.
b. Pemanasan terlalu cepat sehingga temperatur inti dari benda kerja belum
sama dengan temperatur kulit luar pada baja.
c. Tidak adanya proses pemanasan bertahap dan tidak adanya waktu
penahanan pada proses pemanasan sehingga pada waktu di quenching benda
kerja akan mengalami retak.
d. Timbulnya nyala api yang mengakibatkan terlepasnya karbon pada
permukaan benda kerja, sehingga permukaan benda kerja kurang keras.
BAB IV
Pembahasan Individu
Oleh
NIM
: ELVINCA REYSANJANI
:100511401876
Oleh :
Elvinca Reysanjani 100511401876
Danni Ari Setiawan 100511401
Abdul Hamid
100511401
FAKULTAS TEKNIK
S1 PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
Desember 2012