Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS

JOMINY HARDENABILITY TEST

OLEH :

Rommel Tinambunan (2713100017)


Jonas Martua Tambunan (2713100057)
Dwiky Okka Tjahjanto (2713100081)
M Arief Rizaldy P (2713100122)
Ilmi Mayuni Bumi (2713100136)
M Rifqi Mahendra Putra (2713100147)

Perlakuan Panas
(Dosen Pembimbing : Ir. Wahid Suhermana)

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPMEBER
SURABAYA
2016

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat melaksanakan praktikum Jominy Hardenability
Test dan menyelesaikannya dengan baik hingga menjadi sebuah laporan.
Laporan praktikum ini adalah laporan yang kami buat setelah kami melakukan
praktikum Heat Threatment. Laporan tersebut kami susun dengan sistematis dan sebaik
mungkin berdasarkan pada hasil praktikum Heat Threatment yang sebenarnya.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang sangat
berperan penting dalam proses praktikum ini. Terutama pada dosen mata kuliah Perlakuan
Panas Bapak Ir. Wahid Suherman yang telah memberi bimbingan dan arahan kepada kami.
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman sekalian yang
telah membantu saat praktikum berlangsung.
Semoga laporan ini bermanfaat untuk penelitian lanjutan. Kami menyadari sebagai
manusia tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, kami akan menerima jika ada saran
maupun kritik terhadap laporan yang telah kami susun ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULI
KATA PENGANTAR.............................................................................................II
DAFTAR ISI..III
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang...1
I.2. Rumusan Masalah..1
I.3. Tujuan1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pengujian Jominy.2
II.2. Kurva Hardenability dan Hardenability Band.4
II.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sifat Mampu Keras4
II.4. ASTM A-255...5
BAB III. METODOLOGI PERCOBAAN
III.1. Diagram Alir Percobaan.6
III.2. Material Percobaan.6
III.3. Alat- alat Percobaan....7
III.4 Prosedur Percobaan.8
III.5 Gambar Skema Percobaan9
BAB IV. DATA DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Data..10
IV.2. Pembahasan...16
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan.18
V.2. Saran...18
Daftar Pustaka
Lampiran Tugas Tambahan

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Hardenability adalah kemampuan baja untuk dapat dikeraskan dengan
membentuk martensit hingga keseluruhan bagiannya. Pengerasan baja itu sendiri
tergantung pada banyaknya martensit yang terjadi dan kekerasan martensitnya sendiri.
Banyaknya martensit tergantung pada kadar karbon dalam martensit dan kadar karbon dalam
martensit ini bergantung pada kadar karbon yang larut dalam austenit. Hardenability
menggambarkan dalamnya pengerasan yang diperoleh dengan perlakuan pengerasan,
biasanya dinyatakan dengan jarak suatu titik di bawah permukaan dimana strukturnya
terdiri dari 50 % martensit. Suatu baja dinyatakan mempunyai Hardenability tinggi
bila baja itu memperlihatkan tebal pengerasan (depth of hardening) yang besar atau dapat
mengeras pada seluruh penampang dari suatu benda yang cukup besar Hardenability pada
dasarnya tergantung pada diagram transformasi, karena itu akan tergantung pada 2 faktor
utama yaitu komposisi kimia austenit dan grain size austenit. Untuk mengukur Hardenability
suatu baja ada dua cara yaitu dengan Grossman dan dengan Jominy. Pada percobaan kali
ini (dengan pembahasan pada bab selanjutnya) akan dilakukan pengujian spesimen
1045 dan 4140 dengan cara Jominy yang kemudian hasilnya akan di bandingan dengan
perhitungan manual (tanpa pengujian) sesuai standar yang ada.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui cara penentuan sifat mampu keras dari baja.
2. Mengetahui sifat mampu keras dari baja AISI 1045 dan AISI 4140.
3. Mengetahui perbandingan hasil pengujian dengan hasil teoritis.
4. Mampu menjelaskan pengaruh unsur terhadap hasil pengujian.

I.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sifat mampu keras dari baja?
2. Bagaimana sifat mampu keras dari baja AISI 1045 dan 4140?
3. Bagaimana hasil pengujian dengan hasil teoritis?
4. Bagaimana pengaruh unsur terhadap hasil pengujian?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II1. Pengujian Jominy


Alat uji Jominy adalah alat bantu proses pendinginan (quenching) dalam pengujian
mampu keras pada baja. Sifat mampu keras terjadi karena transformasi martensit melalui
proses perlakuan panas yang dilanjutkan dengan pengaturan laju quenching (pendinginan
secara cepat dan mendadak). Pengujian dilakukan dengan spesimen berupa sepotong baja
silinder berukuran pajang 4 inchi (100 mm), diameter 1 inchi (25 mm) dengan tinggi
pancaran air dari ujung nozel 65 mm (Annual Book Of Astm Standards, 1998).
Gambar 2.1 Alat Jominy Test

Spesimen tersebut dipanaskan dalam alat pemanas, setelah spesimen mecapai suhu
dan waktu yang telah ditetukan, kemudian spesimen dikeluarkan dengan cepat, diletakkan
pada dudukkan yang berada tepat diatas nozel yang memancarkan air dari bak penampung
air. Setelah spesimen tersebut dingin kemudian diambil untuk dilakukan pengujian rockwell
dan membuat hardenability curve.

Gambar 2.2. Spesimen uji Jominy Test(Callister, 1996)

II.2 Spesimen AISI 1045 dan AISI 4340


Baja AISI 1045, baja karbon AISI 1045 merupakan salah satujenis baja karbon rendah
(0,43 0,50 %C berat) yang banyak digunakan dipasaran karena memiliki banyak
keunggulan. Baja ini memiliki karakteristik : sifat mampu mesin yang baik, wear resistance-
nya baik, dan sifat mekaniknya menengah. Dengan bantuan diagram fasa yang merupakan
landasan untuk perlakuan panas bagi logam, dan diagram fasa besi-karbon diberlakukan
untuk baja. Memahami diagram fasa menjadi sebuah tuntutan karena terdapatnya hubungan
antara struktur mikro dengan sifat-sifat mekanis suatu material, yang semuanya berhubungan
dengan karakteristik diagram fasanya. Diagram fasa juga memberikan informasi penting
tentang titik leleh, titik kristalisasi, dan fenomena lainnya. (Sri Nugroho ; 2005)
Tabel 2.1 Komposisi Kimia AISI 1045 (ASTM A 827-85)
Unsur Persentase

Carbon 0,42 0,5


Mangan 0,6 0,9

Phospor Maks. 0,035

Sulphur Maks. 0,04

Silicon 0,15 0,4

Fe Balance

Material AISI 4140 berdasarkan komposisi kimia tergolong dalam jenis baja
chromiummolybdenum steel. Kekuatan tarik AISI 4140 bisa mencapai 1650 MPa ( 240 ksi )
melalui perlakuan panas quench dan temper konvensional. Baja ini juga dapat digunakan
pada suhu setinggi 480 C ( 900 F ), tetapi kekuatannya menurun dengan cepat dengan
semakin meningkatnya suhu. Material AISI 4140 dapat tersedia dalam bentuk bar, batang,
tempa, lembaran, plat, strip, dan coran. Aplikasi baja dengan material AISI 4140 digunakan
untuk banyak mesin kekuatan tinggi seperti: connecting rods, poros engkol, as roda, batang
piston, collet, kunci pas, dan sprockets.( M. Achyarsyah ; 2015)
Tabel 2.2 Komposisi Kimia AISI 4140 (ASTM A 827-85)
Unsur Persentase

Carbon 0,38 0,43

Mangan 0,75 1,00

Silicon 0,20 0,35

Chromium 0,80 1,10

Molybdenum 0,15 0,23

Phospor <0,035

Sulphur <0,04

Ferrous Balance

II.3 Hardenability
Kekerasan baja tergantung pada banyak faktor, terutama fase (yang tergantung pada
konten paduan dan pengolahan), serta ukuran butir. Ketika baja didinginkan secara cepat atau
dipadamkan dan memiliki kandungan karbon yang cukup. besi membentuk fase yang dikenal
sebagai martensit, yang memiliki kekerasan yang tinggi. kekerasan ini juga menunjukkan
nilai kekuatan tarik. (Andrew Ruble, 2006)
Sifat kekerasan (hardness) suatu logam merupakan salah satu persyaratan
utama di dalam pemilihan suatu elemen mesin. Kekerasan suatu logam, baja
khususnya, dapat dimodifikasi tanpa menambahkan unsur paduan dan dilakukan dengan
perlakuan panas. Tidak semua material mampu dikeraskan dengan cara terebut, untuk
mengetahuinya perlu dilakukan uji hardenability (pengujian untuk mengetahui
kemampukerasan suatu logam). Salah satu metode pengujian hardenability yaitu
jominy test (uji jominy) (Van Vlack, 1991)
paduan besi bervariasi pada jumlah martensit yang dapat dibentuk karena perbedaan
elemen paduan, sehingga ide hardenability dikembangkan. Pengerasan adalah kemampuan
logam untuk meningkatkan kekerasan dan pembentukan martensit melalui pendinginan.
Luasnya pembentukan martensit dalam baja pada jarak tertentu dari memuaskan, yang dapat
ditentukan oleh pengujian kekerasan di beberapa daerah sampel, adalah apa langkah-langkah
hardenability. Pengerasan juga menentukan tingkat pendinginan yang diperlukan, cepat atau
lambat, untuk pembentukan martensit. (Andrew Ruble, 2006)
Hardenability merupakan kemampuan untuk baja untuk membentuk martensit pada
tingkat pendinginan yang berbeda. Pengerasan merupakan kemudahan pembentukan
martensit atau laju pendinginan yang diperlukan, karena lebih mudah untuk mendinginkan
perlahan. Ini membantu metallurgists membuat prosedur yang tepat yang diperlukan untuk
insinyur untuk mencapai sifat yang diinginkan untuk komponen. Hardenability ditampilkan
sebagai kurva kekerasan diplot terhadap laju pendinginan. (Andrew Ruble, 2006)
Tes Jominy End-Quench menentukan pengerasan dari setiap berbagai baja, dan sangat mudah
karena kesederhanaan dan minimalisasi variabel. Ukuran dan bentuk dari sampel dibakukan
serta proses pendinginan, sehingga tingkat pembentukan martensit dapat dibandingkan secara
kuantitatif antara baja yang berbeda. Dan karena baja memiliki konduktivitas termal yang
sama, jarak dari ujung dipadamkan berkorelasi dengan tingkat pendinginan tertentu.
Mengetahui hal ini, kekerasan logam didinginkan pada laju pendinginan tertentu dapat
diprediksi secara akurat dari hasil pengujian Jominy. (Andrew Ruble, 2006)
Uji jominy merupakan sebuah metode untuk mengetahui kemampuan pengerasan logam
(baja). Caranya yaitu benda uji dipanaskan pada suhu yang ditentukan, kemudian didinginkan
dengan menyemprotkan air pada salah satu ujungnya (bagian bawah). Setelah pengujian
dengan alat uji jominy, diukur kekerasannya dengan menggunakan alat uji kekerasan
(Parker,1967).

II.4 Perlakuan Panas


A. Full Annealing
Full annealing terdiri dari austenisasi dari baja yang bersangkutan diikuti dengan
pendinginan yang lambat di dalam dapur. Temperatur yang dipilih untuk austenisasi
tergantung pada karbon dari baja yang bersangkutan. Fullannealing untuk baja hipoeutektoid
dilakukan pada temperatur austenisasi sekitar 50C diatas garis A3 dan untuk baja
hipereutektoid dilaksanakan cara memanaskan baja tersebut sedikit diatas A1. Full Annealing
akan memperbaiki mampu mesin dan juga menaikkan kekuatan akibat butirbutirnya menjadi
halus.
B. Normalizing
Proses normalizing atau menormalkan adalah jenis perlakuan panas yang umum
diterapkan pada hampir semua produk cor, over-heated forgings dan produk-produk tempa
yang besar. Normalizing ditujukan untuk memperhalus butir, memperbaiki mampu mesin,
menghilangkan tegangan sisa dan juga memperbaiki sifat mekanik baja karbon struktural dan
baja-baja paduan rendah. Normalizing terdiri dari proses pemanasan baja diatastemperatur
kritik A3 atau Acm dan ditahan pada temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu
tergantung pada jenis dan ukuran baja (lihat Gambar 2.3). Agar diperoleh austenit yang
homogen, baja-baja hypoeutektoid dipanaskan 30 - 40C diatas garis A3 dan untuk baja
hypereutektoid dilakukan dengan memanaskan 30 - 40C diatas temperatur Acm. Kemudian
menahannya pada temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu sehingga transformasi fasa
dapat berlangsung diseluruh bagian benda kerja, dan selanjutnya didinginkan di udara.
Gambar 2.3.Diagram untuk
temperatur Normalizing
Sifat mekanik yang akan diperoleh setelah proses penormalan tergantung pada laju
pendinginan di udara. Laju pendinginan yang agak cepat akan menghasilkan kekuatan dan
kekerasan yang lebih tinggi. Manfaat proses Normalizing adalah sebagai berikut:
1. Normalizing biasa digunakan untuk menghilangkan struktur
butir yangkasar yang diperoleh dari proses pengerjaan sebelumnya yang
dialamioleh baja.
2. Normalizing berguna untuk mengeliminasi struktur kasar
yangdiperoleh akibat pendinginan yang lambat pada prses anil.
3. Berguna untuk menghilangkan jaringan sementit yang kontinyu
yangmengelilingi perlit pada baja perkakas.
4. Menghaluskan ukuran perlit dan ferit.
5. Memodifikasi dan menghaluskan struktur cor dendritik.
6. Mencegah distorsi dan memperbaiki mampu karburasi pada
baja bajapaduan karena temperatur normalizing lebih tinggi dari
temperaturkarbonisasi.
C. Hardening
Hardening adalah proses perlakuan panas yang diterapkan untuk menghasilkan benda
kerja yang keras. Perlakuan ini terdiri dari memanaskan baja sampai temperatur
pengerasannya (Temperatur austenisasi) dan menahannya pada temperatur tersebut untuk
jangka waktu tertentu dan kemudian didinginkan dengan laju pendinginan yang sangat tinggi
atau di quench agar diperoleh kekerasan yang diinginkan. Alasan memanaskan dan
menahannya pada temperatur austenisasi adalah untuk melarutkan sementit dalam austenit
kemudian dilanjutkan dengan proses quench. Quenching merupakan proses pencelupan baja
yang telah berada pada temperatur pengerasannya (temperatur austenisasi), dengan laju
pendinginan yang sangat tinggi (diquench), agar diperoleh kekerasan yang diinginkan (lihat
Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Grafik pemanasan, quenching dan tempering (Suratman,1994)
Pada tahap ini, karbon yang terperangkap akan menyebabkan tergesernya atom-atom
sehingga terbentuk struktur body center tetragonal. Atom-atom yang tergeser dan karbon
yang terperangkap akan menimbulkan struktur sel satuan yang tidak setimbang (memiliki
tegangan tertentu). Struktur yang bertegangan ini disebut martensit dan bersifat sangat keras
dan getas. Biasanya baja yang dikeraskan diikuti dengan proses penemperan untuk
menurunkan tegangan yang ditimbulkan akibat quenching karena adanya pembentukan
martensit (Suratman,1994). Tujuan utama proses pengerasan adalah untuk meningkatkan
kekerasan benda kerja dan meningkatkan ketahanan aus. Makin tinggi kekerasan akan
semakin tinggi pula ketahanan ausnya.

BAB III
METODOLOGI

III.1 Diagram Alir


Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan Jominy
III.2 Material
III.2.1 AISI 1045
Tabel 3.1 Komposisi Kimia AISI 1045
Unsur Persentase

Carbon 0,42 0,5

Mangan 0,6 0,9

Phospor Maks. 0,035

Sulphur Maks. 0,04

Silicon 0,15 0,4

Fe Balance

III.2.2 AISI 4140


Tabel 3.2 Komposisi Kimia AISI 4140
Unsur Persentase
Carbon 0,38 0,43

Mangan 0,75 1,00

Silicon 0,20 0,35

Chromium 0,80 1,10

Molybdenum 0,15 0,23

Phospor <0,035

Sulphur <0,04

Ferrous Balance

III.3 Alat
Peralatan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah
1. Gergaji
2. Electric Muffle Furnace
3. Alat Uji Jominy
4. Hardness Testing Machine

III.4 Prosedur
Langkah langkah dalam percobaan kali ini adalah:
1. Membuat spesimen dengan ukuran diameter 25 mm dan panjang 100 mm
2. Melakukan normalizing spesimen sesuai standar ASTM A255 (925 C 60 min)
3. Memanaskan spesimen sesuai standar ASTM A255 (925 C 30 min)
4. Mendinginkan spesimen Jominy pada alat uji Jominy
5. Menguji kekerasan pada jarak 1/16 hingga 32/16

III.5 Gambar Skema Percobaan

Gb.1 Furnace Gb.2 Pendinginan Spesimen pada Alat Uji


Jominy
Gb.3 Pengujian Hardness Spesimen Gb.4 Spesimen Jominy

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengujian Jominy


Tabel 4.1 Titik Uji dan Kekerasan Baja AISI 1045
Titik (1/16 Kekerasasan
inch) (HRC)

1 43

2 42

3 41

4 40

5 40,5

6 40

7 40

8 41,5

9 42

10 42,2

11 41

12 41

13 41,1

14 39

15 33,5

16 37,5

18 37,6

20 38,2

22 38,2

24 39

26 38

28 37

30 36,6

32 32
Tabel 4.2 Titik Uji dan Kekerasan Baja AISI 4140
Titik (1/16 Kekerasasan
inch) (HRC)

1 70

2 67,3

3 66,2

4 63

5 68

6 68,1

7 67

8 65,7

9 66

10 65

11 61

12 62

13 56

14 54

15 53

16 55

18 52

20 54,5

22 55,3

24 53,8

26 54
28 53,8

30 46,2

32 44

Gambar 4.1 Pita Hardenability Baja AISI 1045


Gambar 4.2 Pita Hardenability Baja AISI 4140

IV.2 Perhitungan Hardenabilty Menurut Komposisi Kimia

IV.2.1 Baja AISI 1045

Berikut ini tabel komposisi kimia pada Baja AISI 1045 berdasarkan ASTM A827-85
Tabel 4.3 Komposisi Kimia Baja AISI 1045(ASTM A 827-85)
Komposisi (%) C Mn P S Si

Maksimum 0,5 0,9 0,035 0,04 0,4

Minimum 0,42 0,6 0 0 0,15

D1 didapat dari grafik hubungan antara D1 sebagai fungsi kadar karbon dan ukuran butir
austenite.

Gambar 4.3 Hubungan Kadar Karbon, D1, dan Grainsize

Dengan menggunakan 0,45% karbon dan grainsize no 7, diperoleh D1 sebesar 0,228 inch
Kemudian MF untuk tiap unsur paduan dapat diketahui dari tabel 6 ASTM A255
Tabel 4.4 Multiplying Factor Unsur Paduan Baja AISI 1045
Komposisi (%) Mn Si

Maksimum 0,9 0,4

MF 4 1,280

Minimum 0,6 0,15

MF 3 1,105

Maka Di maksimum= D1 x MF(Mn) x MF (Si)


Di maksimum = 0,228 x 4 x 1,280 = 1,167

Di minimum = D1 x MF(Mn) x MF (Si)


Di minimum = 0,228 x 3 x 1,105 = 0,755

Kemudian menentukan Initial Hardness (50% martensite) dapat dilakukan dengan melihat
tabel 7 ASTM A255 berdasarkan persentase karbon.
Dengan menggunakan 0,45% karbon, maka didapatkan Initial Hardness sebesar 45 HRC.

Kemudian menentukan Deviding Factor dari tabel 2 dan 3 ASTM A255, berdasarkan nilai Di
dan jarak jominy.
Untuk Di sebesar 1,167 diperoleh DF untuk masing masing titik.
Titik 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16
Jomin
y

DF 1,1 1,35 1,85 2,2 2,48 2,59 2,69 2,81 2,94 3,2 3,32 3,44

Kemudian mencari kekerasan disetiap titik dengan DH = IH/DF


Titik 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16
Jominy

DH

(HRC) 40,91 33,33 24,32 20,45 18,15 17,37 16,73 16,01 15,31 14,06 13,55 13,08
Gambar 4.4 Pita Hardenability Baja AISI 1045

IV.2.2 Baja AISI 4140

Berikut ini tabel komposisi kimia pada Baja AISI 4140 berdasarkan ASTM A827-85
Tabel 4.5 Komposisi Kimia Baja AISI 4140(ASTM A 827-85)
Komposisi (%) C Mn Si Cr Mo

Maksimum 0,43 1,0 0,35 1,10 0,23

Minimum 0,38 0,75 0,20 0,80 0,15

D1 didapat dari grafik hubungan antara D1 sebagai fungsi kadar karbon dan ukuran butir
austenite.

Gambar 4.5 Hubungan Kadar Karbon, D1, dan Grainsize

Dengan menggunakan 0,40% karbon dan grainsize no 7, diperoleh D1 sebesar 0,218 inch
Kemudian MF untuk tiap unsur paduan dapat diketahui dari tabel 6 ASTM A255
Tabel 4.6 Multiplying Factor Unsur Paduan Baja AISI 1045
Komposisi (%) Mn Si Cr Mo

Maksimum 1,0 0,35 1,10 0,23

MF 4,33 1,245 3,376 1,69

Minimum 0,75 0,20 0,80 0,15

MF 3,5 1,14 2,728 1,45

Maka Di maksimum= D1 x MF(Mn) x MF (Si) x MF(Cr) x MF(Mo)


Di maksimum = 0,218 x 4,33 x 1,245 x 3,376 x 1,69 = 6,7 inch

Di minimum = D1 x MF(Mn) x MF (Si)


Di minimum = 0,218 x 3,5 x 1,14 x 2,728 x 1,45 = 3,44 inch

Kemudian menentukan Initial Hardness (50% martensite) dapat dilakukan dengan melihat
tabel 7 ASTM A255 berdasarkan persentase karbon.
Dengan menggunakan 0,40% karbon, maka didapatkan Initial Hardness sebesar 43 HRC.

Kemudian menentukan Deviding Factor dari tabel 2 dan 3 ASTM A255, berdasarkan nilai Di
dan jarak jominy.
Untuk Di sebesar 6,7 inch diperoleh DF untuk masing masing titik.
Titik 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20 24 28 32
Jomin
y

DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1,02 1,06 1,08 1,1 1,16 1,24 1,29

Kemudian mencari kekerasan disetiap titik dengan DH = IH/DF


Titik 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20 24 28 32
Jominy

DH 39
4 4 39,8 ,0 37, 34, 33,
(HRC)
43 3 43 3 43 43 43 43 43 43 42,16 40,57 1 9 07 68 33
Gambar 4.6 Pita Hardenability Baja AISI 4140

IV.3 Perbandingan Hasil Pengujian dan Perhitungan

Gambar 4.7 Perbandingan Pengujian dan Perhitungan Baja AISI 1045


Gambar 4.8 Perbandingan Pengujian dan Perhitungan Baja AISI 4140

IV.4 Pembahasan
Dari hasil pengujian yang didapat cukup berbeda dari hasil teori atau dengan
perhitungan komposisi kimia. Pada baja AISI 1045, dari hasil pengujian diujung diperoleh
kekerasan 43 HRC, dan pada perhitungan berdasarkan komposisi kimia diperoleh kekerasan
sebesar 45 HRC (50 martensit). Untuk kekerasan diujung spesimen ini memang tidak terlalu

jauh, namun jika dilihat secara perhitungan, kekerasan pada titik setelah titik ujung quench,
dimulai titik 3/16, kekerasan langsung cenderung jatuh. Akan tetapi jika dilihat dari hasil
pengujian, kekerasan untuk setelah ujung quench tidak jauh berbeda dengan kekerasan
diujung tadi. Hal ini tentu bertentangan dengan teori yang ada, dimana pada baja AISI 1045,
cenderung mempunyai hardenability yang tidak terlalu tinggi. Oleh karena itu, pengerasan
untuk jarak yang cukup jauh dari ujung quench seharusnya tidaklah besar, atau dengan kata
lain karena hardenability yang rendah, pengerasan hanya akan efektif di daerah dekat ujung
quench. Hardenability yang kecil dari Baja AISI 1045 dapat dilihat juga berdasarkan kurva
CCT untuk baja tersebut.

Gambar 4.9 Kurva CCT Baja AISI 1045

Dari kurva CCT tersebut, kita lihat bahwa Critical Cooling Curve (CCR) nya cukup besar,
atau dekat ke sumbu kiri. Hal ini mengakibatkan untuk memperoleh 100% martensit,
pendinginan haruslah sangat cepat. Hardenanility dipengaruhi oleh komposisi kimia baik
kadar karbon maupun unsu paduan lainya. Pada baja AISI 1045 sebenarnya kadar karbon
0,45% tergolong cukup untuk membentuk kekerasan yang maksimal pada martensit. Namun
karena baja AISI 1045 adalah baja karbon dengan paduan yang rendah, kurva CCTnya tidak
terlalu mendukung untuk menciptakan 100% martensit.

Pada baja AISI 4140, diperoleh nilai kekerasan yang cukup jauh antara hasi pengujian
dan perhitungan. Pada ujung quench berdasarkan hasil pengujian diperoleh 70 HRC,
sementara jika dihitung berdasarkan komposisi kimia kekerasan pada ujung hannya berkisar
43 HRC (50% martensite). Namun berbeda dari baja AISI 1045, AISI 4140 ini memiliki trend
yang sama dari hasil pengujian dan perhitungan, yang mana kekerasan pada ujung quenh
relatif tidak jauh menurun pada jarak yang jauh dari ujung quenc tadi. Hal ini
mengidentifikasikan bahwa hardenability baja AISI 4140 cukup besar dan merata untuk
disetiap titik batang jominy.

Gambar 4.10 Kurva CCT Baja AISI 4140

Jika dibandingkan dengan kurva CCT baja AISI 1045, CCR untuk baja AISI 4140 sedikit
lebih rendah, artinya untuk baja AISI 4140 cenderung memiliki hardenablity yang lebih besar
dari pada baja AISI 1045. Hal ini juga didukung, pada baja AISI 4140 memilki unsur paduan
yang jauh lebih banyak dari pada baja AISI 1045, hal ini mengekibatkan transformasi perlit
akan lebih lambat, sehingga akan menggeser kurva CCT sedikit ke kanan (Dewi
Lestari;2013)

Dalam praktikum kali ini, dari hasil pengujian dan teori banyak yang tidak sesuai hal ini
dapat disebabkan berbagai hal. Pertama pada pengujian kekerasan batang jominy, cenderung
susah dilakukan dengan alat yang disediakan. Terutama saat menguji kekerasan pada ujung
batang, ketika ditusuk dengan indentor, batang jominy bagian belakang akan terangkat naik.
Hal ini akan mengurangi nilai kekerasan yang dihasilkan pada mesin.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum Jominy kali ini adalah:

IV.2 Saran

Pada praktikum selanjutnya kalau bisa digunakan pengujian metalografi juga untuk
mengetahui bagiamana struktur mikro dari material, sehingga bisa dihubungkan dengan
kekerasan yang diperoleh dari hasil pengujian, apakah sesuai atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA

Achyarsyah, M. 2015. Analisis Sifat Mekanik Pada Material Aisi 4140 Dan Creusabro 8000
Untuk Aplikasi Gigi Bucket Produksi Pt. Polman Swadaya. POLMAN Bandung:
Bandung.
Nugroho, Sri. 2005. Pengaruh Media Quenching Air Tersirkulasi (Circulated Water)
Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Pada Baja AISI 1045. UNDIP: Rotasi.

Parker, E.R. 1967. Materials Data Book. New York: Mc Graw-Hill Book Company.
Ruble, Andrew. 2006. Journal WA 98195. Department of Materials Science & Engineering
University of Washington. Washington: Seattle.
Van Vlack, L.H. 1991. Ilmu dan Teknologi Bahan alih bahasa Sriati Djaprie. Edisi Kelima.
Jakarta: Erlangga.

LAMPIRAN
TUGAS TAMBAHAN

1.

2.

3.

4. jelaskan pengaruh unsur paduan terhadap kekerasan dan struktur mikro baja! Gambarkan
pada diagram CCT!

- Nickel : nikel tidak berpengaruh banyak terhadap hardenability. Kelarutannya didalam


austenite dan ferrit sangat tinggi, memberikan kekuatan dan ketangguhan yang tinggi. nikel
juga menurunkan kadar karbon dalam perlit, sehingga baja mengandung lebih banyak perlit
dari pada baja karbon. Dan perlit terbentuk pada tempeatur yang lebih rendah sehingga
perlitnya lebih halus dan lebih tangguh.

- Chrom : krom dapat membentuk karbida sederhana ataupun kompleks. Karbida ini sangat
keras dan tahan aus. Pada baja karbon rendah krom cenderung larut, menyebabkan kenaikan
ketangguhan dan kekuatan. Krom dapat larut dalam austenite sampai 13%. Dengan kadar
karbon lebih tinggi maka hardenabilitynya semakin tinggi.

- molybden : paduan baja ini larut dalam austenite maupun ferrit sangat terbatas, dan
pembentuk karbida yang kuat. Paduan ini menaikkan kekuatan, kekerasan, dan hardenability
di temperature tinggi.

- Tungsten : salah satu paduan pembentuk karbida yang kuat, mempunyai pengaruh menaikan
hardenability sangat kuat dan menghambat pelunakan martensit pada saat tempering.

- Vanadium : merupakan paduan pembentuk karbida dan deoxidizer yang kuat, menghambat
pertumbuhan butir. Dengan 0,05% V dapat menghasilkan suatu benda tuangan yang baik,
uniform dan berbutir halus. Vanadium juga menaikkan hardenability

Anda mungkin juga menyukai