Anda di halaman 1dari 2

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN BERBASIS KITOSAN DALAM

APLIKASI FUEL CELL


SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF CHITOSAN BASED MEMBRANES
IN FUEL CELL APPLICATION
Master Theses from JBPTITBPP / 2007-10-01 10:58:36
Oleh : Mia Ledyastuti (NIM 205 05 014), S2 - Chemistry
Dibuat : 2007-06-00, dengan 7 Fulltext file
Keyword : Chitosan membrane, Ion pair complex, Fuel cell, Impedance spectroscopy
ABSTRAK:
Fuel cell merupakan sumber energi alternatif pengganti minyak bumi yang bersifat dapat
diperbaharui, ramah lingkungan (bebas emisi CO2), dan mempunyai efisiensi tinggi. Fuel cell
dapat langsung mengubah energi kimia bahan bakar menjadi energi listrik seperti halnya
baterai. Untuk keperluan portable, jenis fuel cell yang sering digunakan antara lain Proton
Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) dan Direct Methanol Fuel Cell (DMFC). Salah satu
komponen yang penting dalam PEMFC dan DMFC adalah polielektrolit. Hingga saat ini
polielektrolit yang banyak digunakan adalah Nafion yang diproduksi oleh Du Pont. Nafion
mempunyai konduktivitas penghantar ion yang tinggi, sifat mekanik, dan kestabilan kimia
serta termal yang baik. Akan tetapi biaya produksi dan crossover metanol yang tinggi menjadi
kendala penggunaan Nafion. Oleh karena itu, saat ini banyak dikembangkan material baru
yang diharapkan dapat menggantikan fungsi Nafion dalam fuel cell.
Salah satu material yang diduga dapat menggantikan Nafion adalah kitosan. Kitosan
merupakan polielektrolit alam dengan beberapa sifat penting yang diperlukan untuk material
membran. Sifat-sifat tersebut antara lain inert, hidrofilik, dan tidak larut dalam air serta
pelarut organik. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kitosan memiliki crossover
metanol yang lebih rendah daripada Nafion. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari potensi membran kitosan dan modifikasi pasangan kompleks asam basanya
sebagai elektrolit fuel cell. Kitosan yang dipakai pada penelitian ini dihasilkan dari proses
deasetilasi kitin yang terdapat dalam kulit udang. Kitosan yang didapat kemudian diuji
analisa spektrofotometri Fourier Transform Infra Ren (FTIR), derajat deasetilasi, dan massa
molekul relatif rata-rata viskositas (Mv). Modifikasi dilakukan dengan perendaman membran
kitosan dalam larutan asam sulfat dengan variasi konsentrasi yaitu 0,3 M, 0,5 M dan 0,7 M.
Pengujian yang dilakukan meliputi analisa spektrofotometri FTIR, derajat penyerapan air,
kapasitas penukar ion, potensial membran, sifat mekanik, dan analisa Impedance
Spectroscopy (IS).
Kitosan yang dihasilkan mempunya Mv sebesar 1.03 g/mol dengan derajat deasetilasi
76.78%. Spektrum serapan infra merah menunjukkan adanya gugus OH, NH2, C=O amida,
dan CH3 dalam kitosan. Gugus-gugus ini juga muncul pada spektrum serapan infra merah
memran kitosan dan modifikasinya. Tetapi ada satu puncak yang hanya muncul pada
membran kitosan modifikasi yaitu pada bilangan gelombang 619,15 cm -1. Puncak ini
dikenali sebagai mode vibrasi S-O, dengan demikian dalam membran kitosan yang
dimodifikasi terdapat gugus SO4 2-. Gugus SO4 2- ini membentuk pasangan kompleks asam
basa dengan gugus NH3 + dari kitosan terprotonasi, dengan posisi SO4 2- berada di antara
dua gugus NH3 +. Derajat penyerapan air meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi asam sulfat. Hal ini menunjukkan adanya gugus SO4 2- dalam pasangan
kompleks asam basa menyebabkan membran bersifat lebih hidrofil. Sifat mekanik (kekuatan

tarik dan perpanjangan saat putus) membran pun mengalami perubahan dengan adanya gugus
SO4 2-. Dalam keadaan kering, adanya gugus SO4 2- menyebabkan penurunan kekuatan
tarik dan perpanjangan saat putus. Dalam keadaan basah, adanya gugus SO4 2- dalam
matriks membran menyebabkan kenaikan perpanjangan saat putus, tetapi kekuatan tariknya
menurun.
Kapasitas penukar ion membran yang direndam dalam asam sulfat (CTSN-3, CTSN-5, dan
CTSN-7) lebih tinggi daripada membran kitosan yang tidak direndam (CTSN). Kapasitas
penukar ion CTSN-5 dan CTSN-7 juga lebih besar daripada Nafion. Kapasitas penukar ion
menunjukkan jumlah gugus ionik dalam matriks polimer yang secara tidak langsung
berkaitan dengan konduktivitas proton suatu polimer. Tetapi material dengan kapasitas
penukar ion yang besar belum tentu mempunyai konduktivitas yang tinggi pula. Hal ini dapat
dilihat dari muatan efektif material itu sendiri. Nafion dengan kapasitas penukaran ion
sebesar 0,91 meq/g mempunyai muatan efektif 0,536 mol L -1, sedangkan CTSN dan CTSN5 yang kapasitas penukar ionnya lebih besar, muatan efektifnya hanya sekitar 0,02 mol L -1.
Hal ini menunjukkan bahwa gugus ionik yang terdapat dalam membran kitosan dan
modifikasi pasangan kompleks asam basanya sebagian besar merupakan pasangan ion yang
statis (tidak bergerak).
Hasil IS menunjukkan pada keadaan kering, CTSN-5 menunjukkan impedansi yang lebih
besar daripada CTSN. Hal ini menandakan CTSN-5 mempunyai konduktivitas yang lebih
kecil daripada CTSN. Sedangkan pada keadaan basah, CTSN-5 menunjukkan impedansi
yang lebih kecil daripada CTSN. Hal ini mirip dengan kelakuan basa dan garam dalam air.
Garam lebih mudah terdisosiasi daripada basa, sehingga ion-ion gram akan lebih udah
bergerak dalam matriks membran. Dalam keadaan kering, frekuensi ambang keuda jenis
membran dapat dikatakan sama, sehingga mekanisme transpor protonnya pun sama.
Sedangkan dalam keadaan basah, frekuensi ambang keduanya mempunyai perbedaan yang
signifikan. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan mekanisme transpor proton antara
membran kitosan dan modifikasi pasangan kompleks asam basanya. Meskipun secara umum
sifat fisik dan kimianya masih berada di bawah Nafion, membran kitosan dan modifikasi
pasangan kompleks asam basanya mempunyai potensi sebagai elektrolit dalam fuel cell.
Untuk dapat disejajarkan dengan Nafion, diperlukan modifikasi lain agar diperoleh sifat fisik
dan kimia yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai