SKRIPSI
OLEH
MUHAMMAD MA’REF FIRMANSAH
NIM 170511623069
FAKULTAS TEKNIK
A. Latar Belakang
Menurut Mardiansyah (2014), dunia industri manufaktur terus berkembang
sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini dapat
dilihat dari peningkatan hasil produksi, peningkatan hasil produksi memerlukan
kualitas peralatan produksi yang digunakan seperti pada bidang pemesinan
logam, mesin bubut, milling, dan perkakas lainnya harus berada dalam kondisi
layak pakai.
Proses pemesinan yang biasanya digunakan dalam proses produksi
memerlukan ketelitian yang tinggi untuk mendapatkan hasil yang baik.
Ketelitian, kepresisian, dan kualitas permukaan menjadi prioritas utama yang
menjadi acuan dalam pengerjaan proses pemesinan. Alfiansyah (2017), cara
yang digunakan untuk mendapatkan setingan kekasaran tertentu adalah dengan
mencoba-coba, atau dengan feeling. Biasanya dilakukan dengan memperbesar
atau memperkecil kecepatan spindel, kecepatan pemakanan dan kedalaman
pemakanan.
Menurut Nasution (2017), ada beberapa sifat teknis yang harus diperhatikan
sewaktu pemilihan bahan yang digunakan yaitu sifat mekanis, yaitu kekerasan,
struktur mikro, proses perlakuan, modulus elastisitas, batas mulur, kekuatan
tarik, sifat fatik, keuletan, impak, tahan aus dan perbandingan kekuatan (berat).
Sifat daya tahan terhadap, tekukan, torsi dan geser. Sifat selama proses
pembentukan, mampu pemesinan, mampu las, karakteristik pengerjaan
panas/dingin dan mampu tempa. Sifat terhadap pengaruh lingkungan, daya tahan
korosi, panas, aus dan pelapukan.
Pemilihan material akhirnya ditentukan oleh berbagai hal yang telah
dipertimbangkan sebelumnya, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pemilihan
bahan yang tepat merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan perlu
ditinjau secara teknis, ekonomis dan objektifitas. Besi atau baja sangat luas
pemakaiannya dibidang teknik, atau boleh dibilang hampir sebagian besar
pengembangan teknologi selalu berhadapan dengan besi atau baja, baik untuk
transportasi, struktur bangunan, peralatan pertanian, mesin-mesin dan
sebagainya, jika besi maupun baja tidak dapat digunakan untuk keperluan
tertentu maka dapat dilakukan pengolahan baja terlebih dahulu, pengolahan baja
sendiri bertujuan untuk mendapatkan sifat baja yang diperlukan dengan cara
melakukan proses heat treatment.
Proses perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan
logam dalam keadaan padat dengan tujuan untuk mengubah sifat mekanik dan
struktur baja. Menurut Hadi (2010), perlakuan panas hampir dilakukan pada
material yang akan dilakukan pengerjaan lanjut, dengan kata lain perlakuan
panas menyiapkan material setengah jadi untuk dilakukan pengerjaan
selanjutnya.
Didalam proses perlakuan panas secara umum terdiri dari beberapa macam
yaitu normalizing, hardening, tempering, anealing dan quenching. Adapun
faktor yang mempengaruhi kekerasan heat treatment adalah temperature,
holding time dan media pendingin. Pada penelitian ini akan terfokus pada proses
hardening khususnya pada penggunaan media pendingin dalam proses
quenching.
Hardening adalah proses pemanasan hingga titik austenite, dimana untuk
mencapai titik austenite pada baja ST 90 terletak antara suhu 723°C - 760°C
dengan waktu penahanan (holding time) selama 10-30 menit. Kemudian untuk
mendapatkan struktur martensit pada baja dilakukan proses pendinginan cepat
(quencing) dengan media pendingin yang berbeda.
Pemaparan tersebut melatar belakangi penulis untuk membahas tentang
Analisis Pengaruh Heat Treatment Terhadap Kekasaran Permukaan Baja ST 90 Pada
Proses Pembubutan.
B. Rumusan Masalah
A. Perlakuan Panas
Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam
dalam keadaan padat dengan tujuan untuk mengubah sifat-sifat mekanik dan
struktur mikro dari logam tersebut. Menurut Hadi (2010), perlakuan panas
hampir dilakukan pada material yang akan dilakukan pengerjaan lanjut, dengan
kata lain perlakuan panas menyiapkan material setengah jadi untuk dilakukan
pengerjaan selanjutnya. Proses perlakuan panas pada dasarnya terdiri dari
beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu,
lalu diikuti dengan penahanan selama beberapa saat, baru kemudian dilakukan
pendinginan dengan kecepatan tertentu.
Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh sifat yang diinginkan dengan meruba
h struktur mikronya. Struktur yang terjadi pada akhir suatu proses laku panas, sel
ain ditentukan oleh komposisi kimia dari material dan proses laku panas yang di
alami juga ditentukan oleh struktur awal material. Paduan dengan komposisi kim
ia yang sama, dan mengalami proses laku panas yang sama, mungkin akan meng
hasilkan struktur mikro dan sifat yang berbeda bila struktur awal materialnya ber
beda. Struktur awal ini banyak ditentukan oleh pengerjaan dan laku panas yang d
ialami sebelumnya. Menurut Pramono (2012), disamping itu dasar-dasar semua
proses laku panas melibatkan transformasi dan dekomposisi austenite.
1. Air
Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan
yang cepat. Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan garam dapur sebagai
usaha mempercepat turunnya temperatur benda kerja dan mengakibatkan
bahan menjadi keras. Menurut Akbar (2019), air memiliki karakteristik yang
khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain. Karakteristik tersebut
adalah sebagai berikut pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni
0ºC (32ºF) – 100ºC, air berwujud cair. Suhu 0ºC merupakan titik beku
(freezing point) dan suhu 100ºC merupakan titik didih (boiling point) air.
Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi
panas atau dingin dalam seketika. Air memerlukan panas yang tinggi dalam
proses penguapan. Penguapan (evaporasi) adalah proses perubahan air
menjadi uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah yang
besar cepat.
2. Minyak
Menurut Murtiono (2012), minyak yang digunakan sebagai fluida
pendingin dalam perlakuan panas benda kerja yang diolah terlebih dahulu.
Selain minyak yang khusus digunakan sebagai bahan pendingin pada proses
perlakuan panas, dapat juga digunakan oli, minyak bakar atau solar. Derajat
kekentalan (viscosity) berpengaruh pada Severity of Quench. Minyak mineral
banyak dipilih karena kapasitas pendinginannya cukup baik. Pada umumnya
minyak memiliki kapasitas pendinginan tertinggi sekitar temperatur 600ºC,
dan agak rendah pada temperatur pembentukan martensit. Laju pendinginan
minyak bisa dinaikkan dengan tiga cara yaitu dengan agitasi, memanaskan
minyak pada temperatur diatas temperatur kamar dan mengemulsikan air
(water soluable). Jenis minyak mineral yang sering dipakai untuk aplikasi
quenching pada industri yaitu oli khusus, oil quench.
3. Udara
Menurut Armila (2019), pendinginan bertujuan untuk mendapatkan
kekerasan dengan proses pendinginan lambat sehingga memberikan ruang
pada logam untuk merubah struktur mikro logam dengan metoda
pertumbuhan butir atau rekristalisasi. Pendinginan udara dilakukan untuk
perlakuan panas yang membutuhkan pendinginan lambat. Untuk keperluan
tersebut udara yang disirkulasikan ke dalam ruangan pendingin dibuat dengan
kecepatan yang rendah. Udara sebagai pendingin akan memberikan
kesempatan kepada logam untuk membentuk kristal-kristal dan kemungkinan
mengikat unsur-unsur lain dari udara. Adapun pendinginan pada udara
terbuka akan memberikan oksidasi oksigen terhadap proses pendinginan.
D. Larutan Air Sabun
Air adalah media yang paling banyak digunakan untuk quenching karena
biayanya yang murah dan mudah digunakan serta pendinginannya yang cepat.
Menurut Gary (2011), air memberikan pendinginan yang sangat cepat yang
menyebabkan tegangan dalam, distorsi dan retakan. Air merupakan senyawa
dengan rumus kimia H2O yang berarti pada setiap molekul air ada dua atom
hidrogen yang terikat dengan atom oksigen. Air membeku pada suhu 273°K =
0°C dan menguap dibawah tekanan normal pada suhu 373°K = 100°C.
Pada tahun 1923, Johanes Bronsted (ahli kimia Denmark) dan Thomas Martin
Lowry (ahli kimia Inggris) secara terpisah mendefinisikan larutan basa adalah:
Basa didefinisikan sebagai zat yang dapat menerima proton (H+) dari zat lain
(akseptor proton).
Basa + H+ + Asam konjugasi
Asam + Basa konjugasi + H+
E. Air Laut
Air laut adalah air yang berasal dari laut, memiliki rasa asin, dan memiliki
kadar garam (salinitas) yang tinggi. Rata-rata air laut di lautan dunia mamiliki
salinitas sebesar 3,5%, hal ini berarti untuk setiap satu liter air laut terdapat 35
gram garam yang terlarut didalamnya. Menurut Homig (1978), kandungan
garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut antara lain klorida (55%),
natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%), dan
sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak,
strontium, dan florida. Keberadaan garam-garaman ini mempengaruhi sifat fisis
air laut seperti densitas, kompresibilitas dan titik beku.
F. Minyak atau Oli
Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panas
adalah yang dapat memberikan lapisan karbon pada permukaan benda kerja
yang diolah. Selain minyak yang khusus digunakan sebagai bahan pendingin
pada proses perlakuan panas dapat juga digunakan oli, minyak bakar atau solar.
Oli sebagai media pendingin lebih lunak jika dibandingkan dengan air. Oleh
karena itu medium oli tidak menghasilkan baja sekeras yang dihasilkan pada
medium air.
Pendinginan lambat bertujuan agar didapat struktur mikro yang lebih stabil
dikarenakan perubahan bentuk butir terjadi secara perlahan, sehingga
menghasilkan baja yang lunak dan ulet. Menurut Sukirno (2010), oli atau biasa
disebut dengan pelumas berfungsi sebagai pendingin, dimana pelumas tersebut
mampu menghilangkan panas yang dihasilkan baik dari gesekan atau sumber
lain seperti pembakaran atau kontak dengan zat tinggi. Perubahan suhu dan
oksidatif material akan menurunkan efisiensi pelumas.
G. Mesin Bubut (Turning)
Mesin bubut (turning machine) adalah suatu jenis mesin perkakas yang dalam
proses kerjanya bergerak memutar benda kerja dan menggunakan pahat potong
(cutting tools) sebagai alat untuk memotong benda kerja tersebut. Mesin bubut
merupakan salah satu mesin proses produksi yang dipakai untuk membentuk
benda kerja yang berbentuk silindris, namun dapat juga dipakai untuk beberapa
kepentingan lain. Pada prosesnya benda kerja terlebih dahulu dipasang pada
chuck (pencekam) yang terpasang pada spindel mesin, kemudian spindel dan
benda kerja diputar dengan kecepatan tertentu. Alat potong (pahat) yang dipakai
untuk membentuk benda kerja akan ditempelkan pada benda kerja yang berputar
sehingga benda kerja terbentuk sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.
Umumnya pahat bubut dalam keadaan diam, pada perkembangannya ada jenis
mesin bubut yang berputar alat potongnya, sedangkan benda kerjanya diam.
Mesin bubut merupakan salah satu metal cutting machine dengan gerak
utama berputar, tempat benda kerja dicekam dan berputar pada sumbunya,
sedangkan alat potong (cutting tool) bergerak memotong sepanjang benda kerja,
sehingga akan terbentuk geram. Menurut Nurdjito (2015), prinsip kerja mesin
bubut adalah:
1. Benda kerja berputar pada sumbunya
2. Gerakan alat potong :
a. Alat potong bergerak sejajar sumbu utama disebut pembubutan
memanjang.
b. Alat potong bergerak tegak lurus terhadap sumbu utama disebut
pembubutan permukaan.
c. Alat potong bergerak bersudut terhadap sumbu utama disebut pembubutan
konis atau pembubutan tirus.
Komponen dapat dikatakan mempunyai geometris yang ideal apabila
memiliki karakteristik permukaan yang halus. Pada komponen-komponen mesin
tertentu tingkat kehalusan menjadi sangat penting karena menyangkut gesekan,
keausan, dan ketahanan terhadap faktor lainnya. Seperti yang dikatakan oleh
Sudji Munadi (1988), walaupun hingga saat ini sudah banyak parameter yang
digunakan dalam pembahasan karakteristik permukaan, namun belum ada suatu
parameter yang bisa menjelaskan secara sempurna mengernai keadaan
sesungguhnya dari permukaan.
Menurut Munadi (1988), bentuk dari suatu permukaan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu permukaan yang kasar (roughness) dan permukaan yang
bergelombang (waviness). Berdasarkan kekasaran (roughness) dan gelombang
(waviness) inilah maka kemudian timbul yang namanya kesalahan bentuk.
Gambar Kekasaran, gelombang, dan kesalahan bentuk dari suatu permukaan (Munadi, 1988).
Dimana:
N1 0,025 0,08
N2 0,05
N3 0,1 0,25
N4 0,2
N5 0,4
N6 0,8
N7 1,6 0,8
N8 3,2
N9 6,3 2,5
N10 12,5
N11 25,0 8
N12 50,0
C (F)
A
E D
H. Pahat Bubut
Kualitas benda kerja dan efisiensi kerjanya akan tergantung dari pahat yang
digunakan. Upara (2009), pahat memiliki arti proses memotong (cutting
process), yaitu memotong logam untuk mendapatkan bentuk dan ukuran, serta
kualitas permukaan potong yang direncanakan. Setiap pekerjaan diperlukan
pahat yang tepat, misalnya untuk pekerjaan kasar (roughing), halus (finishing),
permukaan (facing), bor, ulir dan lain – lain, diperlukan pahat yang khusus untuk
tujuan masing – masing.
Kekerasan dan tahan terhadap gesekan yang rendah tidak diinginkan pada
material pahat, sebab akan menyebabkan keausan pada material pahat tersebut.
Keuletan yang rendah dan ketahanan thermal yang rendah akan mengakibatkan
rusaknya pahat terhadap mata potong maupun retak mikro pada pahat yang
mengakibatkan kerusakan fatal pada pahat dan benda kerja. Sifat-sifat unggul
diatas memang perlu dimiliki oleh material pahat. Akan tetapi tidak semua sifat
tersebut dapat dipenuhi secara berimbang. Pada umumnya kekerasan, ketahanan
gesek dan ketahanan thermal yang tinggi selalu diikuti oleh penurunan keuletan.
Berbagai penelitian dilakukan untuk mempertinggi kekerasan dan menjaga
supaya keuletan tidak terlalu rendah sehingga pahat tersebut dapat digunakan
pada kecepatan potong yang tinggi.
Menurut Azhar (2014), proses pemilihan material pahat secara berurutan
dari yang paling lunak tetapi ulet sampai dengan yang paling keras tetapi getas
yaitu baja karbon tinggi, HSS (High Speed Steels), paduan cor nonferro, karbida,
CBN (Cubic Baron Nitride).
1. Geometri Pahat Bubut
2. Pahat Karbida
Karbida memiliki kelas dari bahan keras, tahan aus, tahan api di mana
karbida keras partikel diikat menjadi satu, atau disemen, oleh pengikat
logam yang lunak dan ulet. Bahan-bahan ini pertama kali dikembangkan di
Jerman pada awal 1920-an menanggapi permintaan untuk bahan cetakan
yang memiliki ketahanan aus yang cukup untuk menggambar kabel
filamen pijar tungsten untuk menggantikan berlian yang mahal kemudian
digunakan. Karbida yang disemen pertama diproduksi adalah tungsten
karbida (WC) dengan pengikat kobalt.
Penggunaan tungsten sebagai elemen paduan memberi baja penahan yang
baik kekerasan pada suhu tinggi dari 900°C hingga 1000°C. Karbida dibuat
dengan cara mencampur bubuk logam tungsten dengan karbon dan memanaskan
campuran ke sekitar 1600°C di atmosfir hidrogen sampai kedua zat itu hilang zat
kimianya. Saat ini, tiga kelompok karbida berikut secara luas diterapkan untuk
elemen alat potong :
1. WC + Co + (WC-TiC-TaC-NiC) untuk digunakan dalam pemesinan baja.
2. WC + Co untuk digunakan dalam permesinan besi cor dan logam non
ferro.
3. TiC + Ni + Mo untuk digunakan dalam pemesinan logam kekuatan tinggi
dengan suhu tinggi.
Karbida semen memiliki kekerasan yang sangat tinggi (hanya setelah
berlian) dan keausan tinggi resistensi terhadap abrasi. Mereka tidak kehilangan
sifat pemotongannya, kekerasan melebihi suhu hingga 900oC- 1000°C.
Karenanya alat berujung karbida mampu mengolah logam yang paling keras
secara efisien, termasuk baja yang dikeraskan pada kecepatan potong tinggi.
Alat tersebut dapat beroperasi pada kecepatan potong dari 16 hingga 25 kali
lipat yang diizinkan untuk alat yang terbuat dari baja perkakas karbon. Karbida
disemen lemah pada tegangan dari pada kompresi. Mereka memiliki
kecenderungan kuat untuk terbentuk las tekanan pada kecepatan potong rendah.
Dalam pandangan ini mereka harus dioperasikan dengan kecepatan jauh lebih
banyak dari yang digunakan dengan alat baja kecepatan tinggi. Ini disebabkan
untuk peralatan mesin dari peningkatan daya. Karbida yang memperoleh
persentase kobalt tinggi adalah lebih keras dan lebih kuat dari yang mengandung
kobalt rendah.
I. Baja Karbon
Menurut Hamzah (2008), karbon merupakan unsur utama untuk menguatkan
baja, sehingga baja harus mengandung karbon sampai kadar tertentu. Baja
merupakan logam paduan, dengan logam besi yang berfungsi sebagai unsur
dasar dicampur dengan beberapa elemen, termasuk dengan unsur karbon. Baja
merupakan salah satu jenis logam ferro (Fe) yang mengandung unsur carbon
(C), sulfur (S), fosfor (P), Silikon (S), mangan (Mn), tembaga (Cu) dan juga
terdiri dari konsentrasi unsur-unsur paduan logam lain yang dibatasi. Baja
karbon merupakan salah satu logam yang umum dan banyak digunakan terutama
sebagai bahan baku untuk pemembuatan alat-alat perkakas, komponen mesin,
komponen otomotif, alat-alat pertanian, struktur bangunan atau konstruksi, alat-
alat rumah tangga dan lain sebagainya. Baja karbon dapat dikelompokkan menja
di 3 bagian berdasarkan kandungan karbonnya yaitu:
J. Baja ST 90
Menurut Furqon (2016), baja adalah paduan logam besi dan karbon yang
kemungkinan juga terdiri dari konsentrasi unsur-unsur paduan logam yang lain.
Ada beribu-ribu paduan logam, yang mempunyai komposisi yang berbeda-beda.
Sub kelas juga ada di dalam masing-masing kelompok menurut konsentrasi dari
campuran logam unsur- unsur paduannya. Dalam pengaplikasiannya baja karbon
sering digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan alat-alat perkakas,
komponen mesin, struktur bangunan, dan lain sebagainya.
Baja dibuat dari besi kasar dengan mengurangi jumlahnya karbon dan kotoran
lainnya dan menambahkan spesifik jumlah elemen paduan. Baja dengan dua
kelas umum besi: besi tuang (lebih dari 2% karbon) dan besi murni (kurang dari
0,15% karbon). Dalam pembuatan baja, dikendalikan jumlah elemen paduan
ditambahkan selama tahap cair untuk menghasilkan komposisi yang diinginkan.
Komposisi baja ditentukan oleh aplikasinya dan spesifikasi yang dikembangkan
oleh oleh organisasi atau asosiasi berikut American Society for Testing and
Materials (ASTM), American Society of Mechanical Engineers (ASME),
Society of Automotive Engineers (SAE), dan American Iron and Steel Institute
(AISI).
A. Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan penelitian eksperimental yang merupakan
suatu metode yang digunakan untuk menguji bagaimana pengaruh mengenai
pengaruh heat treatment terhadap kekasaran permukaan baja St 90 menggunakan
suhu 7500C pada proses pembubutan. Pengaruh yang diamati dilakukan dengan
memvariasikan media quenching (air sabun, air laut dan oli SAE) yang
digunakan untuk menentukan nilai kekasaran yang paling baik untuk kualitas
spesimen ST 90.
B. Variable Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang telah ditentukan pertama oleh
peneliti yang nantinya akan mempengaruhi nilai dari variabel terikat.
Variabel bebas yang telah ditentukan dalam penelitian ini adalah:
a. Media pendingin air sabun
b. Media pendingin air laut
c. Media pendingin oli SAE
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang nilainya tergantung pada nilai dari
variabel bebas yang telah ditentukan terlebih dahulu. Pada penelitian ini
variabel yang terikat adalah kekasaran permukaan benda.
3. Variabel Kontrol
Variabel control adalah variabel yang besarnya dibuat konstan selama
pelaksanaan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar hubungan variabel bebas
dan terikat didalam penelitian ini tidak terpengaruh oleh faktor lain yang
membuatnya semakin tidak terfokus. Adapun variabel kontrolnya sebagai
berikut:
a. Mesin bubut konvesional
b. Panjang benda 145 mm, diameter benda 30 mm
c. Kecepatan 630 rpm
d. Depth cut 1 mm
e. Feeding 0,2 mm
f. Pendingin dromus saat proses pembubutan
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menurut Sugiyono (2015), adalah Instrumen penelitian
adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati. Sedangkan menurut Mukhadis (2016), jenis instrument ini digunakan
untuk mengumpulkan data yang dapat dialami secara langsung dari subyek atau
obyek. Berdasarkan paparan diatas, alat dan bahan yang akan digunakan didalam
penelitian ini adalah:
1. Alat yang digunakan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Mesin bubut (Turning) konvensional
b. Tungku pemanas
c. Sketmat
d. Tang penjepit
e. Bak penampung media pendingin
f. Alat untuk mengukur kekasaran permukaan benda
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Material baja ST 90
b. Air sabun, air laut, oli SAE
c. Pahat insert karbida
D. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2021 di Laboratorium Teknik
Mesin Universitas Negeri Malang yang bertempat di gedung G2 jurusan Teknik
Mesin, Fakultas Teknik.
E. Diagram Alir Penelitian
Mulai
Studi Literatur
Persiapan Penelitian
Pembuatan Spesimen
Variasi Air
Variasi Air Sabun Variasi Oli SAE
Laut
Proses pembubutan
Uji Kekarasan
Analisis Data
Kesimpulan
Selesai
F. Prosedur Penelitian
1. Tahap Studi Literatur
Pada tahap studi literatur penulis akan mengkaji sumber yang sesuai
artikel,jurnal,dan sumber lain yang relevan dengan tema yang diteliti.
A. Deskripsi Data
Data yang diolah pada bab ini berupa angka yang diperoleh setelah melakuka
n penelitian dan pengujian kekasaran dari hasil pembubutan baja karbon sedang
yang dilakukan di LAB Teknik Mesin UM. Pengujian baja karbon rendah peneli
ti memilih tipe baja ST 90, karena memiliki kadar karbon 0,42%. Data tersebut d
iambil dari Mill Certificate SeAH Besteel Corp.
B. Hasil Pengujian Kekerasan
Dilakukannya uji kekasaran agar memperoleh data hasil kekasaran mengguna
kan alat uji kekasaran dari masing – masing spesimen, spesimen yang tanpa heat
treatment dan spesimen yang di heat treatment dan quenching dengan mengguna
kan variasi yang berbeda. Adapun data yang diperoleh adalah :
1. Nilai hasil Uji Kekasaran Spesimen Baja ST 90 tanpa heat treatment dan
yang di heat treatment Sebelum pembubutan ada spesimen yang tanpa hea
t treatment dan spesimen yang di heat treatment, spesimen yang di heat tr
eatment akan di quenching menggunakan variasi media pendingin yaitu air
laut, air sabun dan oli SAE dengan suhu 750°C dilanjutkan penahanan sela
ma 30 menit. Adapun data hasil uji kekasaran Baja ST 90 yang telah di he
at treatment kemudian di quenching dengan media yang berbeda dirangku
m dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Uji Kekasaran Spesimen Baja ST 90 tanpa heat treatment dan setelah di hea
t treatment
Variasi Nilai Ke Rata – Rata Hasil
Holding
No Media Pengulangan kasaran Uji Kekerasan
Time
Pendingin Ra (µm) (µm)
Tanpa 1 3,28 µm
Perlakuan
1 2 3,52 µm 3,853 µm
Heat
Treatment 3 4,76 µm
Sesudah 1 3,07 µm
Heat
2 2 3,61 µm 3,656 µm
Treatment
Air Laut 3 4,29 µm
30
menit
Sesudah 1 4,55 µm
Heat
3 2 5,09 µm 4,91 µm
Treatment
Air Sabun 3 5,09 µm
Sesudah 1 3,29 µm
Heat
4 2 4,33 µm 4,33 µm
Treatment
Oli SAE 3 5,38 µm
Data Tabel 4.1 menyatakan bahwa pada spesimen I tanpa heat treatment
mendapat angka kekasaran µm = 3,853 µm, spesimen II yang di heat treatment
dan menggunakan media pendingin air laut dengan suhu 750°C penahan selama
30 menit mendapatkan angka kekasaran µm = 3,656 µm, spesimen III yang di
heat treatment dan menggunakan media pendingin air sabun dengan suhu 750°C
penahan selama 30 menit mendapatkan angka kekasaran µm = 4,91 µm,
spesimen VI yang di heat treatment dan menggunakan media pendingin oli SAE
dengan suhu 750°C penahan selama 30 menit mendapatkan angka kekasaran µm
= 4,33 µm. Berdasarkan hasil kekasaran dari masing – masing spesimen tanpa
heat treatment dan yang di heat treatment dengan media pendingin yang
bervariasi akan menghasilkan angka yang berbeda.
0
Tanpa Heat Air Laut Air Sabun Oli SAE
Treatment
Dari gambar diagram 4.1 bisa dilihat nilai kekasaran permukaan rata– rata
baja ST 90 dari yang tertinggi sebesar 4,91 µm dan yang terendah ditunjukkan
dengan angka 3,656 µm. Dari hasil pengujian kekarasan permukaan, nilai rata–
rata kekarasan permukaan baja ST 90 paling tinggi didapatkan dengan media
pendingin air sabun, sebaliknya angka rata– rata kekarasan terendah terletak
pada media pendingin air laut yang mendapatkan nilai kekarasan 3,656 µm.
BAB V
PEMBAHASAN
Pembahasan pada bab ini meliputi kekasaran permukaan baja tanpa heat
treatment dan yang di heat treatment dengan temperature 750°C dan di holding
time kurang lebih 30 menit kemudian didinginkan dengan tiga media pendingin
yang berbeda. Pada penelitian ini spesimen yang digunakan adalah baja ST 90
dengan panjang 145 cm dan diameter 30 mm.
Gambar 5.2 Proses pendinginan spesimen menggunakan media pendingin air laut
Gambar diatas adalah proses pendinginan cepat dengan menggunakan
media pendingin air laut setelah spesimen di panaskan terlebih dahulu pada
tungku pemanas dengan suhu 750°C dan di holding time kurang lebih 30 men
it.
Gambar 5.3 Hasil pembubutan spesimen yang diberi
proses perlakuan panas dan menggunakan media pendingin air laut
Gambar diatas merupakan sampel yang memiliki nilai kekasaran tertinggi
4,29 µm dan nilai kekasaran terrendah 3,07 µm kemudian didapat nilai
kekasaran rata-rata 3,656 µm.
Gambar 5.6 Proses pendinginan spesimen menggunakan media pendingin oli SAE
Dari data hasil penelitian menunjukkan bahwa spesimen yang tidak diberi
perlakuan mendapatkan nilai kekasaran rata-rata 3,853 µm, sedangkan nilai hasil
kekasaran terrendah baja ST 90 setelah diberi perlakuan mendapatkan nilai
3,656 µm dan nilai kekasaran tertinggi baja ST 90 setelah diberi perlakuan
mendapat nilai 4,91 µm.
Terdapat perbedaan nilai hasil kekasaran permukaan benda kerja pada setiap
spesimen uji hal itu dapat disebabkan oleh adanya getaran yang diakibatkan saat
proses pencekaman benda kerja tidak lurus dan sejajar dengan titik tengah
ragum, hal itu dapat membuat benda kerja bergetar dan dapat mempengaruhi
perbedaan nilai hasil kekasaran setiap spesimen. Karena semakin benda bergetar
akibat benda tidak sejajar lurus dengan titik tengah ragum akan dapat
menghasilkan nilai hasil kekasaran yang tinggi.
Ada beberapa faktor yang juga dapat mempengaruhi perbedaan nilai hasil
penelitian yaitu :
1. Dapat akibat dari proses perlakuan panas yang diberikan sebelum proses
pembubutan dapat mempengaruhi nilai hasil kekasaran benda kerja, karena
pada saat proses pemanasan benda kerja akan dipanaskan hingga mencapai
titik austenit dan kemudian dilakukan pendinginan cepat (quenching), pada
saat proses pendinginan cepat disitu terjadi perubahan struktur baja yang
mana struktur awal pada baja akan bertransformasi menjadi martensit yang
dapat membuat baja semakin keras.
2. Dapat disebabkan oleh parameter pemotongan dimana pada penelitian ini
menggunakan parameter pemotongan depth cut 1 mm dan feeding 0,2 mm.
3. Dapat disebabkan oleh gram atau serpih akibat dari benda kerja yang keras
dan dapat mengakibatkan serpih ikut menggores benda kerja saat proses
pembubutan, hal itu dapat terjadi akbibat dari kedalaman potong saat
proses pemakanan.
4. Terjadinya getaran pada benda kerja itu disebabkan oleh benda kerja yang
keras dan posisi benda kerja tidak lurus sejajar dengan titik tengah ragum
hal itu juga dapat mempengaruhi nilai hasil kekasaran permukaan.
Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian tentang kekasaran permukaan benda
kerja sebagai berikut:
Bab ini akan memaparkan tentang jawaban dari rumusan masalah yang telah
dijelaskan pada bab pendahuluan, bab ini terdiri dari kesimpulan hasil dari
analisis penelitian yang sudah dilakukan mengenai pengujian kekasaran baja ST
90 tanpa heat treatment dan yang telah di heat treatment lalu didinginkan
dengan tiga variasi media pendingin yang berbeda.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan Analisa dari penelitian yang telah
dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain :
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa saran yang bisa saya tulis
sebagai berikut :
1. Untuk pengujian selanjutnya agar lebih sempurna dengan menampilkan gr
afik Rouhgness test.
2. Pada penelitian selanjutnya agar lebih disempurnakan dengan memperhati
kan benda kerja dan parameter pemotongan sebelum proses pengujian.
3. Sebaiknya lebih memperhatikan kembali saat pengambilan data.