SKRIPSI
OLEH
OKTABRIAN SYAH FARDA ROSYADI
170511623064
SKIRPSI
Diajukan Kepada
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Untuk memenuhi persyaratan
Dalam menyelesaikan program Sarjana
Pendidikan Teknik Mesin
Oleh:
170511623064
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Skripsi oleh Oktabrian Syah Farda Rosyadi telah diperiksa dan disetujui
untuk disidangkan
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi oleh Oktabrian Syah Farda Rosyadi ini telah dipertahankan di depan
penguji,
Mengesahkan, Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik Ketua Jurusan Teknik Mesin
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar–benar
tulisan saya, dan bukan merupakan plagiasi/falsifikasi baik sebagian atau
seluruhnya.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini hasil
plagiasi/falsifikasi baik sebagian atau seluruhnya, maka saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Malang, 10 September
2021
Yang membuat pernyataan
iv
RINGKASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kekerasan dan struktur mikro
dari baja ST 41 setelah dilakukan proses hardening dengan variasi media
quenching (air distilasi, air coolant radiator dan oli SAE) pada suhu 700℃ .
Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimental dengan metode kuantitatif
dan dilakukan analisis deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa proses perlakuan panas dengan variasi
media pendingin yang berbeda maka nilai kekerasan dan foto mikro struktur yang
didapat pada permukaan baja ST 41 juga berbeda. Hasil penelitian ini
memaparkan bahwa, nilai kekerasan tertinggi didapat pada baja ST 41 pada proses
hardening yang ditahan selama 30 menit kemudian di quenching dengan media
air distilasi selama 5 menit mendapatkan hasil 175.9, dengan media air coolant
v
radiator mendapatkan hasil 196.6, dengan oli SAE mendapatkan hasil 150.3. Hasil
struktur mikro pada baja karbon rendah yang terbentuk adalah perlit dan ferrit.
SUMMARY
The results of this study indicate that the heat treatment process with different
variations of the cooling medium means that the hardness values and
microstructure photos obtained on the ST 41 steel surface are also different. The
results of this study explain that, the highest hardness value is obtained on ST 41
steel in the process hardening which is held for 30 minutes then quenched with
distilled water for 5 minutes to get 175.9 results, with water media coolant
vi
radiator gets 196.6 results, with SAE oil gets results 150.3. The results of the
microstructure of low carbon steel formed are pearlite and ferrite.
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan penyusunan panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah
memberi petunjuk dan hidayah-Nya lah sehingga penyusunan dapat melaksanakan
dan menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “Pengaruh Variasi Media
Quenching (Air Distilasi, Air Coolant Radiator Dan Oli SAE) Terhadap
Kekerasan Dan Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Pada Proses Hardening”
dengan baik. Tentu dalam penyelesaian laporan skripsi ini terdapat dukungan
khusus yang hadir menyertai. Untuk itu, penyusun ingin menyampaikan rasa
hormat dalam bentuk ungkapan terimakasih kepada seluruh pihak yang berperan
aktif membantu penyusunan laporan skripsi ini hingga selesai kepada:
1. Kedua orang tua penyusun, Bapak Martoyo Rosyadi dan Ibu Fariha Balqis
yang telah membagikan kode genetik dan suntikan dana maupun logistik
sehingga penyusun memiliki orientasi untuk terus belajar dan bekerja keras
dalam melaksanakan hingga menyelesaikan laporan skripsi.
2. Rr. Poppy Puspitasari, M.T., Ph.D., dosen pembimbing I yang telah
memberikan dukungan, memberikan arahan dan energi positif selama
membimbing dalam penyusunan laporan skripsi.
3. Drs. Imam Sudjono, M.T., dosen pembimbing II yang selalu memberikan
arahan, dukungan serta motivasi dalam pelaksanaan dan penyelesain skripsi
ini dengan baik.
4. Dr. Widiyanti M.Pd., selaku dosen penguji yang memberikan saran dan
perbaikan secara komprehensif terhadap laporan skripsi ini.
5. Dr. Yoto, S.T., M.M., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin, Fakultas
Teknik, Universitas Negeri Malang beserta staff Jurusan yang telah
memberikan bantuan serta memperlancar administrasi selama proses
penyusunan laporan skripsi ini.
6. Prof. Dr. Marji, M Kes., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri
Malang yang memberikan persetujuan pelaksanaan skripsi
vii
7. Prof. Dr. Ir. Djoko Kustono M.Pd., selaku dosen penasehat akademik yang
selalu memberikan arahan positif dan motivasi selama perkuliahan ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknik Mesin yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi selama penulis menjalankan masa Studi S1.
9. Kepada adik dan keluarga besar yang saling mendukung dan memberi
semangat dalam menyelesaikan skripsi.
10. Teman-teman mahasiswa Mesin khususnya offering PTM A3 2017, yang
saling mendukung dan memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi.
11. Teman-teman SMAN 4 Pasuruan yang saling mendukung dan memberi
semangat dalam menyelesaikan skripsi.
12. Teman-teman dirumah Pasuruan, terimakasih sudah kritik membangun.
13. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung dan baik sengaja
maupun tidak sengaja telah berperan dalam penyelesaian Skripsi ini.
14. Saya tidak percaya kepada keberuntungan, karena keberuntungan adalah
ketika kesempatan bertemu dengan kemampuan dan saya sepakat itu, tidak
ada namanya keberuntungan, kemampuan bisa diasah, kesempatan bisa
dicari, jadi keberuntungan itu pada dasarnya bisa diciptakan.
Harapan penyusunan bahwa laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang penelitian ini.
Penyusun sangat menyambut baik untuk segala kritik dan saran yang membangun
guna perbaikan penyusunan selanjtnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat dan kontribusi bagi calon pendidik di Indonesia.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN......................................................iv
RINGKASAN..................................................................................................v
SUMMARY......................................................................................................vi
KATA PENGANTAR....................................................................................vii
DAFTAR ISI...................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR......................................................................................xi
DAFTAR TABEL...........................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................3
C. Batasan Masalah......................................................................................4
D. Manfaat Penelitian..................................................................................4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Quenching (Pendinginan Cepat).............................................................6
B. Air Distilasi.............................................................................................7
C. Air Coolant..............................................................................................7
D. Oli SAE...................................................................................................10
E. Uji Vickers...............................................................................................11
F. Struktur Mikro.........................................................................................13
G. Baja Karbon............................................................................................17
H. Diagram Fasa Fe3C.................................................................................19
I. Diagram CCT............................................................................................21
J. Perlakuan Panas........................................................................................22
K. Hardening...............................................................................................24
ix
L. Kajian Yang Relevan...............................................................................25
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pengaruh Antifreeze Terhadap Titik Didih...................................9
Gambar 2.2 Pengaruh Antifreeze Terhadap Titik Didih...................................9
Gambar 2.3 Mesin Uji Vickers.........................................................................11
Gambar 2.4 Tipe-Tipe Lekukan Piramid Intan.................................................12
Gambar 2.5 Kisi Kristal BCC, FCC, CPH........................................................14
Gambar 2.6 Hasil Struktur Mikro Sebelum Perlakuan Panas...........................16
Gambar 2.7 Hasil Struktur Mikro Baja Setelah Perlakuan Panas....................16
Gambar 2.8 Hasil Struktur Mikro Baja Setelah Perlakuan Panas....................17
Gambar 2.9 Diagram Fasa Fe-Fe3c..................................................................19
Gambar 2.10 Continuous Cooling Transformation Diagram...........................21
Gambar 3.1 Gerinda Potong.............................................................................30
Gambar 3.2 Kikir..............................................................................................30
Gambar 3.3 Furnace.........................................................................................31
Gambar 3.4 Media Quenching..........................................................................31
Gambar 3.5 Mesin Polish.................................................................................32
Gambar 3.6 Alat Uji Vickers............................................................................32
Gambar 3.7 Mikroskop Optik...........................................................................33
Gambar 3.8 Spesimen Baja ST 41....................................................................33
Gambar 4.1 Struktrur Mikro Baja Dengan Media Pendingin Air Distilasi......38
Gambar 4.2 Struktrur Mikro Baja Dengan Media Pendingin Air Coolant.......38
Gambar 4.3 Struktrur Mikro Baja Dengan Media Pendingin Oli SAE............39
Gambar 5.1 Diagram Kekerasan Baja ST 41....................................................41
Gambar 5.2 Struktur Mikro Baja ST 41 Dengan Air Distilasi.........................45
Gambar 5.3 Struktur Mikro Baja ST 41 Dengan Air Coolant..........................45
Gambar 5.4 Struktur Mikro Baja ST 41 Dengan Media Pendingin Oli SAE...46
Gambar 5.5 Struktur Mikro Raw Material.......................................................48
Gambar 5.6 Struktur Mikro Spesimen Dengan Media Pendingin Dromus......49
Gambar 5.7 Struktur Mikro Spesimen Dengan Media oli SAE 20W-50.........49
Gambar 5.8 Struktur Mikro Spesimen Dengan Media Pendingin Air Garam..50
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengelompokan Baja Karbon...........................................................18
Tabel 3.1 Data Penelitian Uji Kekerasan..........................................................34
Tabel 4.1 Hasil Uji Kekerasan Spesimen Baja ST 41......................................37
Tabel 5.1 Data Hasil Kekerasan (Isworo dan Sumantri, 2020)........................42
Tabel 5.2 Data Hasil Kekerasan (Armila, 2019)..............................................43
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Identitas Proposal Skripsi...........................................................54
Lampiran 1.2 Review Proposal Skripsi............................................................55
Lampiran 1.3 Surat Tugas Pembimbingan Skripsi...........................................56
Lampiran 1.4 Surat Persetujuan Seminar Skripsi.............................................57
Lampiran 1.5 Surat Tugas Seminar Proposal...................................................58
Lampiran 1.6 Surat Keterangan Seminar Skrispsi............................................59
Lampiran 1.7 Berita Acara Seminar Skripsi.....................................................60
Lampiran 1.8 Revisi Hasil Seminar Skripsi.....................................................61
Lampiran 1.9 Daftar Hadir Seminar Skripsi.....................................................62
Lampiran 1.10 Surat Persetujuan Seminar Hasil..............................................63
Lampiran 1.11 Surat Keterangan Seminar Hasil Skripsi..................................64
Lampiran 1.12 Berita Acara Seminar Hasil......................................................65
Lampiran 1.13 Surat Rekomendasi Sidang......................................................66
Lampiran 1.14 Surat Tugas Ujian Skripsi........................................................67
Lampiran 1.15 Revisi Hasil Ujian Skripsi........................................................68
Lampiran 1.16 Revisi Hasil Ujian Skripsi........................................................69
Lampiran 1.17 Revisi Hasil Ujian Skripsi........................................................70
Lampiran 1.18 Surat Bebas Plagiasi.................................................................71
Lampiran 1.19 Mill Sertificate..........................................................................72
Lampiran 1.20 Hasil Uji Kekerasan.................................................................73
Lampiran 1.21 Dokumentasi Penelitian...........................................................74
Lampiran 1.22 Daftar Riwayat Hidup..............................................................76
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perlakuan panas atau heat treatment yaitu salah satu metode yang
digunakan guna memperbaiki sifat – sifat dari material serta struktur mikronya.
Perlakuan panas hanya dilakukan pada material yang akan dilakukan
pengerjaan lanjut, dengan kata lain perlakuan panas mempersiapkan material
setengah jadi untuk dikerjakan pengerjaan selanjutnya (Hadi Q, 2010). Proses
perlakuan panas ini bertujuan meningkatkan kekerasan, menghilangkan
tegangan internal, meningkatkan keuletan, menghaluskan butir kristal, tegangan
tarik baja, memperbaharui sifat mekanik. Proses perlakuan panas pada dasarnya
dilakuakan dengan memanaskan material sampai pada temperature tertentu
(biasanya sampai suhu austenisasi), lalu menahannya pada temperature
tersebut, lalu mendinginkannya dengan media tersebut. Dari heat treatment
yang dilakukan, khusunya pada baja, akan dihasilkan struktur akhir yang terdiri
dari martensit. Dengan demikian, struktur butir yang terbentuk adalah rapat
karena laju pendinginan yang lambat. Laju pendinginan lambat akan
menyebabkan struktur semakin rapat sehingga menghasilkan nilai kekerasan
dan nilai kekuatan tariknya menurun. Untuk mencapai tujuan tersebut hal yang
1
2
antara mata gear, maka dari itu penggunaan media pendingin oli dengan tujuan
ingin mengetahui sampai mana tingkat pendinginan oli bisa dibandingkan dengan
jenis media lain yang pada dasarnya digunakan untuk media pendinginan.
Baja karbon rendah biasanya banyak dikenakan untuk membentuk logam
lembaran, contohnya diaplikasikan untuk body dan rangka pada kendaraan atau
komponen – komponen pada otomotif lainnya. Baja ini juga sering digunakan
pada konstruksi – konstruksi mesin yang saling terjadi gesekan. Ketangguhan
pada logam juga dipengaruhi oleh sifat fisis dan mekanik logam tersebut.
Kandungan dari baja yang dipilih sendiri yaitu tidak lebih 0,3%. Selain itu baja
dengan unsur utama Fe dan C bisa dicampur dengan unsur lain contohnya Mn, S,
P, dan lainnya guna memperoleh sifat mekanik yang diinginkan. Kekerasan pada
permukaan baja ST 41 tergolong rendah, sebelum mengetahui perbedaan sifat
kekerasan pada permukaan baja. Contohnya dengan perlakuan panas dengan cara
proses hardening lalu didinginkan secara cepat (quenching) menggunakan media
pendingin yang bervariasi.
B. Rumusan Masalah
C. Batasan Masalah
3. Media pendingin yang digunakan yaitu (oli SAE 75W-90, air coolant radiator
dan air distilasi).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan yang berharga berupa konsep-konsep mengenai
pengaruh variasi media quenching (oli SAE, air coolant radiator dan air
distilasi) terhadap kekerasan dan struktur mikro baja ST 41 menggunakan
suhu 7000C pada proses hardening dan juga memberikan sumbangan
konseptual untuk perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan khusunya
dibidang teknik mesin.
2. Manfaat praktis
6
7
B. Air Distilasi
Destilasi dalah sesuatu pergantian cairan jadi uap lalu uap tersebut di
dinginkan balik jadi cairan. Unit operasi pada air distilasi ialah tata cara yang
berguna agar komponen - komponen yang ada didalam suatu larutan antara fasa
uap serta fasa air berpisah. Destilasi simpel ataupun destilasi biasa merupakan
metode pembelahan kimia buat memisahkan dua ataupun lebih komponen yang
mempunyai perbandingan titik didih yang tinggi (Walangare, 2013).
C. Air Coolant
Menurut Murti dalam (Ariga & Sugiarto, 2015) radiator coolant merupakan
zat aditif untuk fluida radiator. Memiliki fungsi untuk memperbesar koefisien
perpindahan kalor konveksi pada fluida kerja radiator sehingga laju pada
pembuangan panas akan meningkat. Sedangkan menurut (Pangestu, 2018)
coolant merupakan cairan pendingin radiator yang memiliki fungsi untuk menjaga
8
temperature kerja agar mesin tersebut tetap ideal dan terhindar dari over heating
jika terjadi pada mesin. Jadi coolant bukan untuk mendinginkan melainkan untuk
menstabilkan suhu engine agar tetap berada pada temperatur kerja.
Sifat yang mesti dimiliki oleh coolant yaitu memiliki titik didih yang lebih
tinggi, titik kaku yang rendah, tidak mengandung mineral dan anti karat. Adapun
pengertian dari memiliki titik didih tinggi ialah coolant harus memiliki titik didih
di atas 100°C yang bertujuan agar, apabila suhu engine mendekati 100°C coolant
tidak mendidih atau menguap, lalu memiliki titik beku rendah yang berarti
coolant harus dapat bertahan di suhu dibawah 0°C karna apabila engine berada
pada tempat yang memiliki suhu ekstrim di bawah 0°C, coolant tidak mengalami
pembekuan atau pengkristalan, namun dari kedua sifat di atas seberapa banyak
tergantung dari seberapa besar zat kimia yang di tambahkan dalam coolant. Lalu
tidak mengandung zat mineral yang berarti air coolant yang kita gunakan tidak
boleh ada unsur kimianya, karena mineral yang bersirkulasi ke dalam sistim
pendingin dapat menciptakan tumpukan kerak yang mengeras, padahal pada
engine saluran pendingin di buat se-efisien mungkin, adapun kerugian yang dapat
di timbulkan yaitu dapat menghambat saluran sirkulasi coolant itu sendiri, lalu
dapat menghambat proses dari perpindahan panas itu sendiri, dan yang terakhir
anti karat yang berarti coolant tidak boleh memiliki sifat yang dapat menyebapkan
karat atau korosi, karena apabila komponen yang di lalui berkarat selain merusak
komponen, dapat menyebapkan kebocoran, yang di sebabkan menipisnya
komponen yang berkarat.
Bahan dasar dan kandungan coolant yang baik pada dasarnya harus memiliki
kandungan air, perpaduan antara air dan antifreeze disini merupakan bahan dasar
utama dari coolant, semakin besar antifreeze yang di gunakan semakin baik untuk
coolant namun ada batasan seberapa besar persentase antifreeze yang dapat kita
campurkan ke coolant, karena kandungan antifreeze yang baik tidak boleh lebih
dari 70% karena malah akan menaikkan titik beku dari coolant tersebut.
9
Jadi apa bila coolant menggunakan 100% antifreeze tanpa air, kemampuan
dari coolant tersebut hanya akan efektif sekitar 50%. Sedangkan untuk air yang di
gunakan juga tidak boleh sembaragan, air yang di rekomendasikan untuk coolant
yang baik. Coolant juga memiliki unsur tambah yang lain seperti silicon, silicon
disini berguna sebagai inhibitor atau pencegah karat, lalu ada juga nitrat, nitrat
merupakan bentuk utama dari nitrogen, keberadaaan nitrat yang berlebih dapat
mempengaruhi terhadap kualitas air, karena nitrat dapat menurunkan kadar
oksigen terlarut dalam air, karena itulah nitrat juga merupakan pencegah karat
yang baik.
Menggunakan coolant sebagai cairan pendingin membuat kita banyak
diuntungkan, salah satunya adalah dengan menggunakan coolant maka sistem
10
pendingin menjadi bersih, karena coolant itu anti karat dan anti kerak. Kandungan
dari coolant adalah air murni, anti karat, dan glycol. Jika kita menggunakan air
sebagai sistem pendingin, harus dipastikan tidak mengandung mineral serta asam,
karena hal tersebut akan menyebabakan kerak serta korosi pada radiator. Glycol
memiliki fungsi untuk menaikan titik didih serta menurunkan titik beku pada air.
Dengan begitu maka tidak mudah mendidih pada suhu tinggi. Dan berapa
kenaikan tiitk didih air pada coolant tergantung dari berapa persen kandungan
glycol pada cairan pendingin tersebut. (Pangestu, 2018).
E. Uji Vickers
Menggunakan metode ini untuk pengujian adalah dapat menguji material
terkecil hingga menjadi seragam. Uji kekerasan vickers menggunakan indentor
piramida intan segi banyak. Sudut permukaan antara piramida yang berlawanan
ialah 136°. Nilai tersebut dipakai sebab paling dekat dengan rasio yang diperlukan
antar diameter lekukan serta diameter bola dalam uji kekerasan menggunakan
brinell (Saputra & Tyastomo, 2016).
berdekatan, dan kekerasan dievaluasi dengan mengambil tiga lekukan pada setiap
spesimen dan kekerasan rata-rata dihitung (Mohmmed & Al-Hashimy, 2017).
Menurut (Armila, 2019) kekerasan pada angka vickers diartikan luas
permukaan lekukan dibagi beban. Untuk pengaplikasiannya, luas ini dijumlah
pada pengukuran mikroskop optik panjang diagonal jejak. VHN juga
menggunakan rumus sebagai berikut:
Gambar 2.4 Tipe-tipe lekukan piramid intan: (a) lekukan yang sempurna, (b) lekukan bantal
jarum, (c) lekukan berbetuk tong (Hendrawan, 2015)
Lekukan tepat terbuat oleh penekan piramida intan wajib berupa bujur
sangkar (gambar a). Lekukan bantal jarum (gambar b) merupakan sebab
terbentuknya penyusutan specimen di dekat permukaan piramida yang datar.
13
F. Struktur Mikro
Menurut (Ismail & Wijaya, 2016) Struktur mikro yaitu gambaran dari
gabungan unsur – unsur yang terlihat dengan metode metalografi. Dengan
memakai mikroskop maka dapat melihat struktur mikro dari suatu logam.
Mikroskop optik serta mikroskop electron adalah contoh dari alat mikroskop yang
dapat digunakan sebagai alat uji. Tujuan dari pemeriksaan metalografi pada
permukaan logam yaitu untuk dapat mengamati dan menganalisa jenis dan bentuk
struktur mikro yang telah diberi perlakuan guna bisa membandingkan struktur
mikro masing -masing logam, uji kekerasan dapat juga dilihat dari permukaan
hasil logam metalografi.
Sedangkan menurut (Kurniawan dkk, 2014) struktur mikro pada logam ialah
kumpulan dari sekian banyak struktur kristal. Umumnya baja sendiri terdiri dari
banyak kristal (majemuk), meski terdapat antara lain hanya mencakup dari satu
kristal saja (tunggal). Namun baja membolehkan peningkatan bermacam sifat-
sifat yang bisa memperluas ruang lingkup konsumsinya. Pada logam, kristal bisa
juga dibilang butiran. Batasan pemisah antara 2 kristal dikatakan batasan butir.
Spesimen diuji metalorgi dengan mikroskop, maka permukaan dari spesimen
tersebut sebaiknya dipoles terlebih dahulu menggunakan kertas gosok dengan
grade 800 – 5000 kemudian diberi autosol dan dioles etsa untuk mempermudah
pengamatan. Proses ini dinamakan etching.
(Adawiyah dkk, 2014) mengemukakan bahwa dalam proses pertumbuhan
kristal suatu baja murni mengeras, atom- atom membentuk dalam wujud ruang
tersendiri yaitu ialah unit sel. Unit sel ini membentuk awalnya pada dalam lapisan
yang beraturan serta berulang -ulang menyusun kristal ataupun kisi kristal.
Biasanya baja menyusun kristal dengan 3 berbagai wujud, antara lain:
memakai mikroskop optik atau SEM (Scaning Electron Microscope) (Guler dkk,
2014).
Bila permukaan dari sesuatu specimen logam dilihat sampai teliti serta
struktur mikronya dilihat dengan memakai mikroskop, hingga hendak nampak
kalau logam tersebut mempunyai strukturnya berbeda. Tipe structural yang
terdapat sangat dipengaruhi oleh kandunan kimia dari logam serta tipe perlakuan
panas yang diaplikasikan pada logam itu sendiri. Struktur yang hendak terdapat
pada sesuatu baja merupakan ferit, perlit, bainit, martensit, sementit serta fasa
yang lain.
Menurut (Nugroho, 2010) untuk mendapatkan foto sturktur mikro ada
beberapa tahapan antara lain :
1. Pemotongan buat pengecekan struktur mikro, sebab pemeriksaan pada
struktur mikro tidak memerlukan ukuran contoh panjang. proses ini dicoba
memakai gergaji pemotong atau gerinda duduk serta disemprotkan dromus
selama proses berlangsung.
2. Pengamplasan dicoba secara agresif serta halus, ialah dimulai dengan amplas
bernomor 400, 600, 800, 100, 1200, 1500, 2000. Buat tiap pergantian no
amplas dicoba pergantian arah pengamplasan sampai arah tadinya lenyap.
Pada pengamplasan diberi dromus buat menjauhi panas yang disebabkan
gesekan permukaan contoh dengan amplas serta buat melenyapkan gram
supaya tidak tergores contoh.
3. Dengan dioles autosol dan etsa yang diproleh dengan mencampurkan HN03 +
alkohol maka specimen siap dilakukan pengujian
4. Pengambilan gambar struktur mikro berikutnya dicoba pemotretan dengan
mikroskop optik dengan pembesaran 150X memakai kamera digital.
Berdasarkan hasil penelitian (Astrini, 2016), nampak bahwa struktur mikronya
terdiri dari butir kristal ferit bercorak terang (putih) dan perlit bercorak gelap
(hitam). Kedua fasa tersebut nampak masih sangat kasar dan tidak teratur.
16
Gambar 2.6 Hasil struktur mikro sebelum perlakuan panas (Astrini, 2016)
Gambar 2.7 Hasil struktur mikro baja setelah perlakuan panas (Astrini, 2016)
17
Gambar 2.8 Hasil struktur mikro baja setelah perlakuan panas (Astrini, 2016)
G. Baja Karbon
Menurut (Hamzah & Iqbal, 2008) Karbon yaitu molekul utama guna
menguatkan suatu logam, sehingga didalam logam harus terdapat karbon dengan
kadar tertentu. Baja adalah logam paduan, dengan logam besi sebagai elemen
dasarnya, dicampur dari berbagai elemen, termasuk unsur karbon. Baja
merupakan logam besi (fe), mengandung karbon (C), fosfor (P), sulfur (S), silikon
(Si), mangan (Mn), tembaga (Cu) dan elemen lainnya, juga banyak mengandung
elemen paduan logam terbatas lainnya. Baja karbon adalah salah satu logam yang
biasa dipergunakan, terutama penggunaan untuk mmbuat sebuah alat, suku cadang
mesin, suku cadang mobil, alat pertanian, konstruksi atau struktur bangunan,
peralatan rumah tangga, dan lain-lain.
Baja karbon dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian berdasarkan kandungan
karbonnya yaitu:
18
Menurut (Amin, 2016) kandungan karbon dibagi menjadi tiga macam yaitu :
1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)
Baja karbon rendah (low carbon steel) terdapat karbon kurang dari 0,3%
dalam campuran baja karbon. Pada baja ini terdapat 0.3% karbon artinya baja
ini tidak dapat diktakan keras mengingat persentase karbon didalamnya
sangat sedikit. Namun baja ini dapat dikeraskan apabila dilakukan pengerjaan
panas agar memperoleh martensit yang lebih banyak.
2. Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)
Baja karbon sedang (medium carbon steel) terdapat karbon 0,3% C - 0,7% C,
dan kandungan unsur karbon bias saja baja dikeraskan tetapi dengan
perlakuan panas yang tepat. Baja karbon ini lebih kuat dan getas jika
dibanding dengan baja karbon rendah.
3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)
Baja karbon tinggi memiliki kandungan 0,7%-1,7% karbon, mempunyai
kekerasan tinggi tetapi tingkat keuletan rendah, dan hampir tidak mungkin
untuk mengetahui jarak antara tegangan leleh dan tegangan proporsional pada
diagram tegangan-regangan.
19
Gambar 2.10 Continuous Cooling Transformation Diagram For An Alloy Steel (Wiley &
Sons, 2007)
Diagram CCT adalah diagram yang menjelaskan korelasi antara laju
pendingin terus menerus dengan fasa atas struktur yang tercipta sesudah
terjadinya transformasi fasa secara teoritis. Sebagian besar perlakuan panas pada
baja menyertakan pendingin terus menerus hingga suhu ruangan. Diagram TTT
hanya berlaku pada suhu tertentu. Hal ini harus diidentifikasi karena untuk
perubahan yang terjadi sebab temperature berubah – ubah untuk pendinginan
secara kontinyu waktu yang diperlukan untuk mengawali reaksi ditunda sehingga
kurva isothermal bergeser ke waktu yang lebih lama dam suhu lebih rendah.
22
J. Perlakuan Panas
Perlakuan panas atau heat treatment yaitu salah satu metode yang digunakan
guna memperbaiki sifat – sifat dari material serta struktur mikronya. Perlakuan
panas hanya dilakukan pada material yang akan dilakukan pengerjaan lanjut,
dengan kata lain perlakuan panas mempersiapkan material setengah jadi untuk
dikerjakan pengerjaan selanjutnya (Hadi, 2010). Proses perlakuan panas
umumnya terdiri dari sebagian tingkatan, diawali dengan memanaskan hingga ke
suhu tertentu, kemudian diiringi dengan penahanan sepanjang sebagian dikala,
baru setelah itu dicoba pendinginan dengan laju tertentu.
Hal tersebut bertujuan buat mendapatkan sifat yang di idamkan dengan
mengganti struktur mikronya. Struktur yang terjalin di akhir sesuatu proses
perlakuan panas, tidak hanya didetetapkan oleh unsur kimia sejak material serta
proses laku panas yang dirasakan pula didetetapkan oleh struktur dini material.
23
Paduan dengan unsur kimia yang serupa, serta hadapi proses laku panas yang
sama, bisa jadi hendak menciptakan struktur mikro serta nilai yang berselisih
apabila struktur dini spesimennya berbeda. Struktur dini ini banyak ditetapkan
sama pengerjaan serta perlakuan panas yang dirasakan tadinya. Selanjutnya dasar
seluruh proses perlakuam panas mengaitkan perubahan serta dekomposisi
austenite (Pramono, 2012).
Berikut adalah macam proses perlakuan panas antara lain:
1. Normalisasi adalah proses pemanasan logam sampai pada fasa austenit,
kemudian didinginkan secara perlahan dengan media pendingin udara. Dari
pendingin ini menghasilkan perlit dan ferit, tetapi hasilnya jauh lebih halus
dari pada annealing. Prinsip dari proses normalisasi adalah untuk melunakkan
logam. Tetapi, baja karbon tinggi atau baja paduan tertentu yang
menggunakan proses ini belum tentu baja akan melunak. Ini mungkin bentuk
mengeras, tergantung pada kandungan karbon (Thakur & Aregawi, 2012).
2. Hardening menurut (Pramono , 2012) dengan metode hardening dapat
meningkatkan kekerasan pada spesimen tanpa dengan mengganti unsur kimia
secara keutuhan. Dilanjutkan dengan pendinginan membantu meningkatkan
kekerasan spesimen tanpa mengganti unsur kimia secara keutuhan.
Pengerasan adalah perlakuan panas dalam kondisi non-ekuilibrium, dan laju
pendinginan cepat, untuk menghasilkan struktur mikro yang tidak seimbang.
Pengerasan merupakan proses memanaskan baja hingga suhu austenit,
menjaganya pada suhu tersebut untuk jangka waktu tertentu, dan setelah itu
dengan cepat mendinginkannya untuk mendapatkan martensit keras. Biasanya
setelah proses pengerasan diikuti dengan tempering.
3. Tempering dengan metode ini spesimen akan dipanaskan kembali dibawah
titik kritis, dan dilakukan penahanan waktu yang cukup dan pendinginan
untuk mengurangi tegangan internal dan menstabilkan struktur logam
(Miftahudin, 2012). Tempering didefinisikan sebagai proses di mana logam
didinginkan pada suhu temper (di bawah suhu kritis) untuk mendapatkan
tingkat keuletan tertentu, dan kemudian didinginkan (Aminuddin dkk, 2017).
4. Proses annealing adalah memanaskan baja sampai 723°C atau di atas
temperatur kritis, setelah itu didiamkan selama beberapa waktu hingga
24
K. Hardening
Menurut (Trihutomo, 2016) metode hardening yaitu proses perlakuan panas
yang diaplikasikan buat menciptakan material yang kuat. Perlakuan panas ini
yaitu dengan metode pemanasan baja hingga mencapai suhu austenisasi lalu
ditahan di suhu tersebut dalam waktu yang difikirkan lalu spesimen dicelup pada
media quenching dengan cepat. Proses ini dapat digunakan buat memperbaharui
kekerasan dari spesimen itu tanpa dengan mengganti unsur kimia secara totalitas.
Suhu yang diseleksi bergantung pada tipe logam yang dikerjakan. Sebaliknya
proses pendinginan beragam bergantung pada laju pendinginan serta media
quenching yang dipilih. Buat pendingin yang cepat hendak didapatkan sifat logam
yang keras serta getas, sebaliknya buat pendinginan yang lambat hendak
didapatkan sifat yang lunak serta ulet. Pada baja hypoeutektoid temperatur di atas
garis A3, struktur baja hendak seluruhnya berkomposisikan butir austenite, serta
pada dikala pendinginan cepat hendak menciptakan martensit. Quenching baja
hypoeutektoid dari suhu di atas suhu maksimal hendak menimbulkan terbentuknya
overheating. Overheating pada hardening hendak menciptakan butir martensit
agresif yang memiliki kerapuhan yang besar (Pramono, 2012).
25
Waktu pemanasan ataupun holding time ini ialah fungsi dari ukuran serta
energi penghantar panas pada material. Lama penahanan waktu hendak
memunculkan perkembangan butir yang bisa merendahkan material. Martensit
yang tercipta berupa semacam jarum yang bersifat sangat keras serta getas. Fasa
martensite merupakan fasa metastabil yang hendak menjadikan lebih normal
apabila ditambahkan laku panas. Martensit yang keras serta getas diprediksi
terjalin sebab proses perubahan secara mekanik sebab terdapatnya atom karbon
yang terangkap pada struktur kristal dikala terjalin transformasi polymorfi dari
FCC ke BCC.
hardening pada suhu 900℃ dengan holding time selama 40 menit dicelupkan
pada air garam dengan kadar NaCl 20%, 25%, dan 30%. Didapatkan hasil
rata-rata nilai kekerasan sebelum dilakukan perlakuan panas 164,5 HRV dan
setelah normalizing 163 HRV. Setelah baja dilakukan proses hardening pada
air dengan kadar garam 20% didapatkan nilai kekerasan rata-rata sebesar 265
HRV. Pada air dengan kadar garam 25% didapatkan nilai kekerasan rata-rata
sebesar 278 HRV. Pada air dengan kadar garam 30% didapatkan nilai
kekerasan rata-rata sebesar 311 HRV.
4. Hasil penelitian (Kusumo, 2018), Baja ST 37 hasil kekerasan sebesar 66,47
HRC setelah mendapat perlakuan panas dengan temperature 6000C
menggunakan media quenching air sabun,, sedangkan menggunakan media
air cuka mendapatkan hasil kekerasan sebesar 64,31 HRC.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan penelitian eksperimental yang merupakan
suatu metode yang digunakan untuk menguji bagaimana pengaruh mengenai
pengaruh heat treatment terhadap kekerasan dan struktur mikro permukaan baja
karbon rendah menggunakan suhu 7000C pada proses hardening. Pengaruh yang
diamati dilakukan dengan memvariasikan media quenching (air distilasi, air
coolant radiator yamalube, serta oli SAE 75W-90) yang digunakan untuk
menentukan nilai kekerasan yang paling baik untuk kualitas spesimen baja ST 41.
Selanjutnya dilakukan pengamatan untuk mengatahui struktur mikro dari
spesimen tersebut yang sudah mendapat perlakuan.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan bagian dari atribut, sifat serta nilai pada orang,
objek atau kegiatan dengan memvariasikan tertentu yang digunakan oleh peneliti
guna dipelajari lalu didapatkan suatu kesimpulan. Penelitian ini merupakan
eksperimen pengaruh variasi media pendinginan (air distilasi, air coolant radiator
yamalube, serta oli SAE 75W-90) terhadap kekerasan dan struktur mikro
spesimen ST 41 dengan proses hardening. Variabel penelitian menggunakan
diantaranya adalah variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol.
1. Variabel bebas
Merupakan variabel yang bebas ditentukan dan tidak terikat atau
dipengaruhi variabel lain. Variabel bebas pada penelitian ini ialah media
quenching (air distilasi, air coolant radiator yamalube, serta oli SAE 75W-
90).
2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau
hasil yang diakibatkan dari variabel bebas. Sesuai dengan masalah yang
akan diteliti, variabel terikatnya adalah kinerja auditor internal. Dalam
27
28
penelitian ini, yang menjadi variabel terikat ialah nilai kekerasan dan
struktur mikro baja ST 41.
3. Variabel kontrol
Merupakan variabel yang dikontrol oleh peneliti. Variabel kontrol dari
penelitian ini adalah suhu 700°C yang digunakan selama proses
pemanasan spesimen berlangsung.
Mulai
Studi Literatur
Persiapan Penelitian
Pembentukan Spesimen
Pembersihan spesimen
Uji Kekerasan
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
30
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yaitu alat bantu penelitian guna membantu peneliti
dalam pengumpulan data penelitian. Instrumen dalam penelitian ini diantaranya
lembar observasi yang berisi informasi alat, data angka serta hasil uji kekerasan
dan struktur mikro.
1. Alat yang digunakan
Peralatan yang akan dikenakan pada penelitian ini diantaranya antara lain:
Gerinda potong
Mesin gerinda potong fungsinya untuk menentukan ukuran setiap
spesimen yang akan dipanaskan ke dalam furnace guna mendapatkan
ukuran yang diinginkan yaitu 50 mm dengan lebar 19 mm.
Kikir
Alat kikir digunakan meratakan spesimen menjadi presisi sesuai ukuran
yang sudah ditentukan,
Media quenching
Spesimen uji yang telah diberikan perlakuan waktu penahanan selama
30 menit pada suhu 700℃ , kemudian dilakukan proses quenching atau
pendinginan cepat pada media (air distilasi, air coolant radiator
yamalube, serta oli SAE 75W-90).
Mesin polish
Setelah melewati proses quenching, spesimen dihaluskan menggunakan
mesin poles dengan kekasaran grade 1000-2000 sebelum dilakukan
proses alat uji kekerasan vickers.
Mikroskop
Mikroskop fungsinya buat melihat struktur mikro setelah dilakukan uji
kekerasan.
Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penilitan nilai kekerasan dan struktur mikro dari
pengujian variasi media quenching oli SAE, air coolant radiator, air
distilasi terhadap spesimen ST 41 dengan proses hardening.
Variasi Nilai
Holding Rata-
No Media Pengulangan Kekerasan
Time Rata
Pendingin (HV)
30 Menit 1
1
Air
1 Distilasi 2
2 Air 1
Coolant
Radiator
2
3
35
1
Oli SAE
3 2
75W-90
3
A. Deskripsi Data
Data yang diolah pada bab ini berupa angka yang diperoleh setelah
melakukan penelitian dan pengujian kekerasan dari hasil kadar karbon baja
karbon rendah yang dilakukan di LAB Teknik Mesin UM. Pengujian baja karbon
rendah peneliti memilih tipe baja ST 41, karena memiliki kadar karbon 0,06%.
Data tersebut diambil dari Mill Certificate PT. CITRA TANAMAS.
36
37
Tabel 4.1 Hasil Uji Kekerasan Spesimen Baja ST 41 setelah Proses Hardening
Rata –
Variasi Nilai
Holding Rata- Rata Hasil
No Media Pengulangan Kekerasan
Time Rata Uji
Pendingin (HV)
Kekerasan
1 172.5 175.9
2 173.1 164.6
3 148.3
1 173.7
Air
1 2 177.8 175.1
Distilasi
3 173.9
1 190.3
2 194.5 188.4
3 180.3
1 202.9 196.6
30 menit
2 201.8 197.2
3 186.8
1 190.7
Air
2 Coolant 2 203.6 196.4
Radiator
3 194.9
1 191.8
2 200.5 196.2
3 196.3
1 155.5 150.3
Oli SAE
3 155.5
75W-90
2 162.9
38
3 148.1
1 151.5
2 144.4 147.6
3 146.9
1 146.3
2 145.5 147.7
3 151.2
Gambar 4.1 Struktur Mikro pada Baja ST 41 dengan media pendingin air distilasi
Gambar 4.2 Struktur Mikro pada Baja ST 41 dengan media pendingin air coolant radiator
Gambar 4.3 Struktur Mikro pada Baja ST 41 dengan media pendingin oli SAE
Ket : = Pearlite
= Ferrite
Pada gambar 4.1,4.2,4.3 adalah merupakan hasil foto gambar struktur mikro
baja karbon rendah yang merupakan baja kandungan karbon dibawah 0, 8%
40
diucap hipo eutectoid, baja dengan kandungan karbn 0,8% diucap dengan baja
eutoktoid, serta baja yang punya kadar karbon diatas 0,8% yaitu baja hyper
eutoktoid..
Jika dilihat dari diagram fasa Fe3C maka fasa yang diprediksi dan dapat
dilihat melalui mikroskop optik yaitu adalah pearlite dan ferrite, penambahan
nilai kekerasan pada baja karbon rendah yaitu dengan ditambahkan proses
perlakuan panas metode hardening yang dimana prosesnya pemanasan pada suhu
tertentu lalu dipertahankan pada waktu tertentu dan didinginkan dengan media
pendingin yang tertentu pula. Jenis media pendingin yang digunakan berbeda
yaitu oli SAE, air coolant radiator dan air distilasi karena pada media tersebut
mengandung komposisi yang berbeda. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi fasa
mikrostruktur yang terjadi setelah proses pemanasan, setelah perlakuan dengan
suhu pemanasan 700°C dan di holding selama kurang lebih 30 menit lalu
didinginkan secara cepat dengan media pendingin yang bervariasi selama 5 menit,
maka fasa yang bertransformasi adalah austenite yang menjadi martensite +
bainite. Perubahan fasa ini dapat diprediksi melalui diagram CCT pada gambar
2.5.
BAB V
PEMBAHASAN
Pembahasan pada bab ini meliputi kekerasan permukaan dan struktur mikro
pada baja karbon rendah, yang sudah mendapatkan perlakuan dengan metode
hardening dengan temperature 700°C dan di holding kurang lebih 30 menit
kemudian didinginkan dengan tiga media yang berbeda selama 5 menit. Pada
penelitian ini spesimen yang digunakan adalah baja karbon rendah ST 41 dengan
diameter 19. Pemilihan spesimen baja ini untuk bahan eksperimen pada penelitian
ini dikarenakan penggunaan bahan ini didunia industri sangat luas. Bahan ini
banyak digunakan dalam proses pemesinan seperti pembuatan rangka kendaraan,
pembuatan baut, roda gigi, poros dan lain lain karena keuletan dan kemampuan
bentuknya yang lunak.
40
41
196.6
200
175.9
Niai Kekerasan (HV)
150.3
150
100
50
0
Spesimen Baja St 41
Proses Proses perlakuan panas ialah salah satu metode guna tingkatkan
kekerasan pada spesimen baja karbon rendah dengan proses hardening. Spesimen
hasil proses hardening tersebut lalu dilakukan penahanan sepanjang 30 menit
serta didinginkan dengan cepat memakai tiga media pendingin yang berbeda.
Tidak hanya pengaturan pada suhu pemanasan serta penahanan disuhu tertentu,
media pendingin juga sangat menentukan kekerasan pada spesimen yang telah
diberi perlakuan.
Dari data diagram dapat dilihat nilai kekerasan permukaan rata – rata baja ST
41 paling tinggi hasil perlakuan panas yang dicapai sebesar 196.6 HV dan
terendah ditunjukkan dengan angka 150.3 HV. Hal ini membuktikan bahwa
variasi media quenching pada proses hardening berpengaruh terhadap kekerasan
permukaan baja ST 41. Dari hasil pengujian kekerasan permukaan, nilai rata –
rata kekerasan permukaan baja ST 41 paling tinggi didapatkan dengan media
pendingin air coolant radiator pada proses quenching selama 5 menit, sedangkan
angka rata – rata kekerasan terendah berada pada kelompok baja yang mengalami
proses quenching dengan menggunakan oli SAE selama 5 menit yang
menghasilkan nilai kekerasan 150.3 HV. Hal ini membuktikan bahwa variasi
media pendingin berpengaruh terhadap kekerasan baja ST 41 pada masing –
masing spesimen yang telah di uji.
42
Dari Dari diagram hasil data diatas menunjukkan bahwa media pendingin
juga berpengaruh dalam menciptakan nilai kekerasan suatu logam. Viskositas
serta massa jenis pada setiap media pendingin juga bisa mempengaruhi perbedaan
nilai kekerasan. Viskositas yaitu tingkat kekentalan yang ada pada fluida, semakin
tinggi nilainya maka pendingin yang terjadi akan lambat sebab proses penguapan
semakin lambat, terlihat dari perlakuan dengan oli SAE angka kekerasan yang
dihasilkan lebih rendah dari pada media air coolant. Jadi pengaruh viskositas oli
terhadap proses pendinginan suatu material apabila, viskostias oli semakin rendah
maka memberikan nilai kekerasan yang cenderung tinggi dan apabila nilai
viskositas oli semakin tinggi maka memberikan nilai kekerasan yang cenderung
lebih rendah. Sedangkan densitas berbanding terbalik dengan viskositas, semakin
tinggi densitas media pendingin maka laju pendinginan logam akan semakin
cepat.
Hal ini juga dibuktikan dengan membandingkan peneliti yang sudah ada
sebagai berikut :
1. Penelitian dari (Isworo dan Sumantri, 2020) mendapatkan hasil penelitian
sebagai berikut, baja ST 41 diberi perlakuan panas dengan metode pack
carburizing dengan suhu 950°C variasi holding time dan variasi media
pendingin.
Tabel 5.1 Data Hasil Kekerasan (Isworo dan Sumantri, 2020).
2. (Armila, 2019) pada penelitian ini menggunakan baja pegas daun yang
diberi perlakuan memakai metode hardening menggunakan temperature
850°C dan ditahan kurang lebih 30 menit lalu didinginkan dengan media
yang berbeda.
43
kekerasan dapat juga dilihat dari permukaan hasil logam metalografi (Ismail &
Wijaya, 2016).
Pengujian mikro dilakukan untuk mengamati struktur mikro setelah proses
perlakuan panas dengan Pengujian mikro dilakukan untuk mengamati struktur
mikro yang sudah melalui perlakuan dengan waktu penahanan atau media
pendingin yang bervariasi, dilakukan pengujian alat struktur mikro pada
penampang spesimen uji. Spesimen uji dipotong secara tegak lurus permukaan
dengan gergaji besi atau yang lainnya. Air pendingin diterapkan selama
pemotongan sebagai pencegahan perubahan pada struktur. Spesimen uji kemudian
dipasang resin dan disiapkan benda uji yaitu diawali prose pengamplasan kasar
hingga halus. Setelah sampel dipoles dengan kain diberikan autosol sebagai bahan
yang lebih halus. Spesimen yang telah dipoles kemudian dietsa. Hasil dari struktur
mikro dipelajari menggunakan mikroskop optik atau SEM (Scaning Electron
Microscope) (Guler dkk, 2014).
Penggunaan alat pada pengujian ini menggunakan mikroskop optik di LAB
Mesin UM, berikut bentuk permukaan spesimen. Pengujian dilakukan dengan
perbesaran 500X, specimen yang dipakai yaitu baja ST 41. Pengamatan struktur
mikro yang dilakukan sesudah proses perlakuan panas dengan metode hardening
dengan suhu pemanasan 700°C yang ditahan kurang lebih 30 menit lalu
didinginkan memakai tiga media yang bervariasi selama 5 menit.
45
Gambar 5.2 Sturuktur Mikro Baja ST 41 Dengan Media Pendingin Air Distilasi
Gambar 5.3 Sturuktur Mikro Baja ST 41 Dengan Media Pendingin Air Coolant Radiator
46
Gambar 5.4 Sturuktur Mikro Baja ST 41 Dengan Media Pendingin Oli SAE
Struktur mikro yang nampak pada foto diatas merupakan ferit serta perlit.
Bagi Vlack (1985: 386) dalam harian (Kurniawan dkk, 2014) butir- butir ferit
bercorak cerah sebaliknya perlit bercorak hitam ataupun kelabu. Foto diatas
merupakan hasil foto gambar struktur mikro baja menampilkan ruang - ruang ferit
yang tersendiri. Perihal ini cocok dengan teori Vlack (1985) kalau baja dengan
struktur mikro memiliki ruang - ruang ferit yang tersendiri diucap baja
hipoeutektoid.
Begitu juga dengan perubahan yang terjadi pada mikrostruktur logam apabila
dihubungkan antara media pendingin yang memiliki sifat penghantar panas yang
paling tinggi dan paling rendah tersebut, maka media pendingin dengan sifat
penghantar panas yang rendah yaitu oli memiliki persebaran karbon berbanding
dengan ferrit maka persebaran karbon lebih sedikit. Dan berlaku sebaliknya untuk
media pendingin dengan sifat penghantar panas yang tinggi maka perbandingan
persebaran karbon atau perlit yang terjadi lebih banyak dari pada ferrit.
Dari gambar 5.2, 5.3, dan 5.4 dilihat bahwa hasil uji struktur mikro yang
memakai media pendingin air coolant yang memiliki hasil kekerasan tinggi nampak
struktur perlit dan lebih menyebar dibandingkan dengan media pendingin yang
lainnya. Sedangkan media pendingin oli SAE 75W-90 struktur mikronya lebih
menyebar dan nampak kecil-kecil, itu disebabkan karena laju pendinginan yang
lambat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan nilai hasil kekerasan yang
didapatkan dari media pendinginan yang berbeda – beda.
Jadi dari penelitian diatas jika dihubungkan dengan Diagram continous
cooling transformation atau bisa disebut CCT diagram, dengan hasil penelitian
diatas yang dipanaskan dengan temperatur pemanasan sebesar 700°C, kemudian
spesimen di dinginkan dengan tiga variasi yang berbeda masing – masing selama
5 menit atau 300 detik, maka bisa dilihat dari diagram CCT diatas didapatkan
perubahan fasa yang terjadi pada material yang telah diuji yakni martensite +
bainite.
Jika laju pendinginan yang digunakan cepat maka martensite yang terjadi
akan makin banyak, hal ini bisa dilihat dari gambar diagram CCT. Jika martensite
yang dihasilkan lebih banyak maka laju pendingin yang terjadi pada media itu
berati cepat, hal ini dapat dilihat dari gambar diagram CCT. Apabila martensit
48
yang bertransformasi bertambah banyak maka logam tersebut akan semakin keras
dan kuat namun memliki sifat rapuh hal ini sesuai dengan sifat dari martensit itu
sendiri.
Hal ini juga dibuktikan dengan membandingkan peneliti yang sudah ada
sebagai berikut:
1. Hasil penelitian dari (Romadhoni dkk, 2019) pada penelitian ini memakai
material baja ST 41 kemudian dipanaskan dengan metode hardening, suhu
750°C lalu dilakukan penahanan selama 15 menit kemudian didinginkan
menggunakan 3 pendingin yang berbeda.
Gambar 5.7 Struktur mikro spesimen dengan media oli SAE 20W-50
50
Gambar 5.8 Struktur mikro spesimen dengan media pendingin air garam
Hasil foto uji struktur mikro baja setelah di heat treatment selama 15 menit
dengan suhu pemansan 750°C yang telah melebihi suhu temperatur kritis sehingga
membentuk struktur perlit. Struktur perlite ini muncul diakibatkan dari
pertumbuhan sementit lalu diikuti pertumbuhan ferit pada suhu 727°C kemudian
di quenching atau didinginkan secara mendadak sehingga berubah menjadi perlit.
Sifat mekanis dari perlit sendiri yaitu keras, ulet dan kuat sehingga mampu
mengubah sifat sebuah material ketika melalui proses heat treatment.
Hasil penelitian dari (Romadhoni dkk, 2019) dilihat bahwa hasil uji struktur
mikro yang memakai media quenching air garam yang mendapatkan hasil nilai
kekerasan tertinggi nampak struktur perlit baru dan lebih banyak jika dibandingkan
menggunakan media pendingin yang lain. Sedangka media pendingin oli SAE 20W-
50 struktur mikronya lebih menyebar dan nampak kecil-kecil, itu disebabkan karena
laju pendinginan yang lambat.
BAB VI
PENUTUP
Bab ini akan memaparkan tentang jawaban dari rumusan masalah yang telah
dijelaskan pada bab pendahuluan, bab ini terdiri dari kesimpulan hasil dari analisis
penelitian yang sudah dilakukan mengenai pengujian kekerasan serta struktur
mikro spesimen baja ST 41 yang telah mendapatkan perlakuan panas hardening
lalu didinginkan dengan tiga variasi yang berbeda.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan Analisa dari penelitian yang telah
dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain:
1. Hasil nilai kekerasan baja ST 41 pada proses hardening yang ditahan kurang
leibh 30 menit lalu di quenching dengan media air distilasi selama 5 menit
mendapatkan hasil 175.9, dengan media air coolant radiator mendapatkan
hasil 196.6, dengan oli SAE mendapatkan hasil 150.3. Kekuatan kekerasan
tertinggi baja ST 41 yang telah ditambahkan proses hardening dan quenching
didapat menggunakan air coolant radiator. Sedangkan nilai kekerasan
terendah pada baja ST 41 yang telah diberi perlakuan adalah dengan
menggunakan pendingin oli SAE.
2. Hasil nilai kekerasan yang berbeda antar spesimen disebabkan oleh kecepatan
laju pendingan yang semakin cepat hingga menyebabkan hasil kekerasan
yang semakin tinggi dan berlaku juga untuk laju pendinginan yang paling
rendah mempengaruhi nilai kekerasan yang lebih rendah namun kekuatan
tariknya bisa relatif lebih baik. Hal tersebut bisa dilihat dari struktur
mikroskopis yang memiliki kekerasan tinggi relatif dominan struktur karbon
yang terbentuk dengan disertai perubahan fase hipoeutoctoid.
3. Hasil struktur mikro pada baja ST 41 yang terbentuk yaitu karbon dan ferrit.
Hal ini dapat dilihat pada bab pembahasan pada sub bab 5.2 hasil struktur
mikro baja ST 41 yang dilihat mengunakan mikroskop optik dengan
pembesaran 500x bahwa spesimen lebih dominan nampak ferit dari pada
perlit. Sedangkan spesimen yang telah di heat treatment lalu di quenching
51
52
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa saran antara lain :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh masing – masing
media quenching yang bisa dikembangkan untuk lebih variatif. Bisa
dilakukan variasi waktu penahanan atau holding time, variasi suhu
pemanasan.
2. Untuk penelitian sejenis, dianjurkan melakukan dokumentasi mikrostruktur
menggunakan pengujian yang berbeda seperti XRD atau SEM agar
mendapatkan data yang lebih akurat sehingga dapat memperbaiki kekurangan
yang terdapat pada hasil analisis suatu material tersebut.
3. Untuk penelitian sejenis, dianjurkan melakukan pengujian yang berbeda
seperti dengan menggunakan uji tarik dan uji impact untuk mendapatkan data
dan nilai yang lebih lengkap agar dapat memperbaiki kekurangan yang
terdapat pada hasil analisis suatu material tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, R., Murdjani, & Hendrawan, A. 2014. Pengaruh Perbedaan Media
Pendingin Terhadap Strukturmikro Dan Kekerasan Pegas Daun Dalam
Proses Hardening. Poros Teknik, 6(2), 88–95.
Akbar, A., Firdaus, R., & Mulyadi, M. 2019. The Influence Of Acid And Base
Solutions On The Quenching Process Against The Hardness Of St37 Steel.
Journal Of Physics: Conference Series, 1402(4), 0–4. 5
Al-Sabea Jabbar, U. Of T. I., & Al-Hashimy Zahid. 2017. Effect Of Different
Quenching Media On Microstructure, Hardness, And Wear Behavior Of
Steel Used In Petroleum Industries. December 2017, 198–207.
Amin, A. 2016. Pengaruh Variasi Temperatur Interpass Terhadap Struktur Mikro
Dan Fraktografi Haz Hasil Pengelasan Gmaw Metode Temper Bead Welding
Pada Baja Karbon Sedang. Jurnal Teknik Mesin Uniska, 02 (01), 7–8.
Ariga Dkk. 2015. Perbandingan Penggunaan Aditif Pada Sistem Pendingin Air
Terhadap Tingkat Panas Mesin Mobil Toyota Avanza 1,3 G M/T. 1–8.
Armila. 2019. Analisis Strain Hardening Dengan Variasi Media Quecnhing
Dalam Meningkatkan Mutu Produk Pengrajin Pandai Besi Sungai Puar, Kab.
Agam Sumatera Barat. Teknik, 2(1).
Astrini. 2016. Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air
Dan Oli Terhadap Struktur Mikro Dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun
Aisi 6135. Jurnal Teori Dan Aplikasi Fisika, 4(02), 195–200.
Aziza, Y. 2020. Pengaruh Kadar Garam Dapur (Nacl) Dalam Media Pendingin
Terhadap Tingkat Kekerasan Pada Proses Pengerasan Baja St-60. Jurnal
Teknologi Terapan: G-Tech, 1(1), 18–25.
Qomarul H. 2010. Pengaruh Perlakuan Panas Pada Baja Konstruksi St37
Terhadap Distorsi, Kekerasan Dan Perubahan Struktur Mikro. 13–15.
Saifudin & Ilman. 1999. Pengaruh Preheat Terhadap Struktur Mikro Dan
Kekuatan Tarik Las Logam Tak Sejenis Baja Tahan Karat Austenitik Aisi
304 Dan Baja Karbon A36. 308, 1–5.
Firdaus, R., Setiadi, G., & Sadiana, R. 2020. Pengaruh Temperatur Karburasi
Padat Terhadap Kekerasan Baja St37 Dengan Media Arang Batok Kelapa.
Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, 7(1), 23–31.
53
54
53
54