Anda di halaman 1dari 174

SKRIPSI ME - 141501

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI PADA


PELAT BAJA KARBON DENGAN VARIASI
KETEBALAN COATING DAN RADIUS BENDING

Moh. Baseri
NRP 4212 106 005

Dosen Pembimbing
Irfan Syarif Arief, S.T, M.T

JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN


Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2016
SKRIPSI ME - 141501

ANALISA PERBANDINGAN LAJU


KOROSI PADA PELAT BAJA
KARBON DENGAN VARIASI
KETEBALAN COATING DAN RADIUS
BENDING

Moh. Baseri
NRP 4212 106 005

Dosen Pembimbing
Irfan Syarif Arief, S.T, M.T

JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN


Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2016
SKRIPSI ME - 141501

COMPARATIVE ANALYSIS OF CORROSION


RATE ON CARBON STEEL PLATE WITH
VARIATION COATING THICKNESS AND
RADIUS
SKRIPSI BENDING
– ME091329

Moh. Baseri
ANALISIS HUMAN
ERROR TERHADAP
NRP 4212 106 005
PERALATAN KOMUNIKASI DAN
NAVIGASI PADA KAPAL
Supervisor
Irfan Syarif Arief, S.T, M.T
MOHAMMAD VATH ALLAM
NRP 4209 100 003

Dosen Pembimbing
DEPARTMENT OF MARINE ENGINEERING
Ir. SardonoSarwito, M.Sc.
Faculty of Ocean Technology
Dr. Eng. M. BadrusZaman, S.T, M.T.
Sepuluh Nopember Institute of Technology
Surabaya 2016
JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN
Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2014
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI PADA


PELAT BAJA KARBON DENGAN VARIASI
KETEBALAN COATING DAN RADIUS BENDING

TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada
Bidang Studi Marine Manufacturing and Design (MMD)
Program Studi S-1 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh :
MOH. BASERI
Nrp. 4212 106 005

Disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir :

Irfan Syarif Arief, ST, MT


NIP. 196912251997021001

SURABAYA
JANUARI, 2016

iii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

iv
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI PADA


PELAT BAJA KARBON DENGAN VARIASI
KETEBALAN COATING DAN RADIUS BENDING

TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada
Bidang Studi Marine Manufacturing and Design (MMD)
Program Studi S-1 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh :
MOH. BASERI
Nrp. 4212 106 005

Disetujui oleh Ketua Jurusan Teknik Sistem Perkapalan :

Dr. Eng. M. Badrus Zaman, ST, MT


NIP. 197706022006011007

SURABAYA
JANUARI, 2016

v
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

vi
ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI PADA
PELAT BAJA KARBON DENGAN VARIASI
KETEBALAN COATING DAN RADIUS BENDING

Nama Mahasiswa : Moh. Baseri


NRP : 4212106005
Jurusan : Teknik Sistem Perkapalan
Dosen Pembimbing : Irfan Syarif Arief, ST. MT

ABSTRAK

Korosi adalah kerusakan material karena reaksi dengan


lingkungannya. Pengaruh korosi sangatlah besar diantaranya bisa
mengakibatkan menurunnya kualitas baja yang mengakibatkan
baja menjadi cepat rusak. Coating diperlukan sebagai
perlindungan baja agar korosi yang terjadi bisa diperkecil. Korosi
dapat juga terjadi akibat proses produksi lambung kapal yang
mengalami berbagai macam perlakuan diantaranya
pembengkokan (bending). Pengujian laju korosi dilakukan
menggunakan coating epoxy dengan dua variasi yaitu dengan
variasi ketebalan coating dan radius bending. Material uji
dibending dengan variasi radius bending 120°, 135°, 150°, 160°
yang kemudian diberikan coating dengan variasi ketebalan yang
telah ditentukan. Dari 36 material uji 12 diantaranya tidak
dicoting, 12 lainya dicoating dengan ketebalan ± 250µ, dan 12
yang terakhir dicoating dengan ketebalan ± 400µ. Pengujian dan
perhitungan laju korosinya menggunakan metode elektrokimia.
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa material yang
dicoating tidak akan muncul laju korosinya kecuali material uji
mengalami cacat coating. Sedangkan material yang tidak
dicoating dengan variasi radius bending 120° laju korinya sebesar
8.992 mm/year, dengan radius bending 135° sebesar 33.908
mm/year, denga radius bending 150° sebesar 8.148 mm/year, dan
dengan radius bending 165° sebesar 19.576 mm/year.

vii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

viii
COMPARATIVE ANALYSIS OF CORROSION RATE
ON CARBON STEEL PLATE WITH VARIATION
COATING THICKNESS AND RADIUS BENDING

Nama Mahasiswa : Moh. Baseri


NRP : 4212106005
Jurusan : Teknik Sistem Perkapalan
Dosen Pembimbing : Irfan Syarif Arief, ST. MT

ABSTRACK

Corrosion is the deterioration of material due to a


reaction with its environment. Corrosion is a big influence of
which can result in decreased quality of steel into a steel resulting
in rapid deterioration. Coating is necessary for protection of steel
so that the corrosion would be minimized. Corrosion can also
occur as a result of the production process hull suffered a wide
range of treatments including bending. Tests carried out using the
rate of corrosion epoxy coating with two variations of the
variation coating thickness and bending radius. Dibending test
material with a bending radius variation of 120 °, 135 °, 150 °,
160 ° and then given a coating with a predetermined thickness
variation. Of the 36 test material 12 of them did not dicoting, 12
other dicoating ± 250μ in thickness, and the last 12 with a
thickness of ± 400μ dicoating. Testing and calculation of
corrosion rate using an electrochemical method. From the
experimental results it can be concluded that the material
dicoating will not appear unless the corrosion rate of test
material coating disability. While the material is not dicoating
with variations of the bending radius of 120 ° rate korinya of
8992 mm / year, with a bending radius of 135 ° for 33 908 mm /
year, premises bending radius of 150 ° at 8148 mm / year, and
with a bending radius of 165 ° for 19 576 mm / year.

ix
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

x
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Saya panjatkan kehadirat Allah


SWT. Karena berkat karunia, rahmat dan bimbingan-Nya
sehingga skripsi saya dengan judul “Analisis Perbandingan
Laju Korosi Pada Pelat Baja Karbon Dengan Variasi
Ketebalan Coating dan Radius Bending” akhirnya telah
terselesaikan. Penulis berharap semoga Tugas Akhir ini
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang Marine
Engineering.
Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) di Jurusan Teknik
Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Penulisan tugas akhir ini juga dapat terselesaikan dan
terlaksana dengan baik atas bantuan, bimbingan, semangat
serta saran dari semua pihak dan segenap keluarga besar
Teknik Sistem Perkapalan FTK – ITS. Pada kesempatan ini,
saya mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak
yang telah memeberikan bantuan baik moril atau materiil.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya serta memberikan kelancaran sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
2. Ayahku H. M. Syukur, Ibuku Sulikah dan Adekku
Siti Fatamawati dan Siti Aisyah Khadzima serta
semua keluarga besarku yang tak henti – hentinya
selalu menyemangati dan mendoakan serta
memberikan semangat baik moril maupun materiil.
3. Istriku tercinta Dewi Mas’ula Zahroh dan kedua
mertuaku KH. Maskur, SH. MH. Dan ibu Lilin
Susanti beserta semua keluarga dari pasuruan.
4. Bapak Dr. Eng. M. Badrus Zaman, ST. MT. selaku
Ketua Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas

xi
Teknologi Kelautan ITS yang telah membantu
mengarahkan dalam proses kegiatan perkuliahan.
5. Bapak DR. I Made Ariana, ST. MT. selaku Dosen
wali saya yang selalu memberikan motivasi kepada
saya.
6. Bapak Irfan Syarif Arief, ST. MT. selaku dosen
pembimbing skripsi penulis yang telah banyak
memberikan ilmu, ide, dan arahan yang bermanfaat
selama proses pengerjaan skripsi.
7. Seluruh teman - temanku Dimas Angga Prayoga,
Afwan Burhan Prahasto, Firdha Fauzie, Eko Budi
Nur Pratomo, Rudi Harianto, Jafar, Adi Haikal
Lutfi, Manis Ayu Maharani, terima kasih untuk
semangat serta motivasinya yang sangat membantu
yang akhirnya kita sekontrakan lulus bersama.
8. Teman seperjuanganku LJ 2012 yang tersisa di garis
akhir, Eric Anggi Yodanata yang selalu menemaniku
ke perak serta memberikan support dan semangat
sehingga Tugas Akhir ini terselesaikan.
9. Teman – teman lab MMD, MEAS, MPP, MESFLU,
dan RAMS.
10. Teman – teman LJ 2012 Elma, Abdul Ghufron,
Hadi Sya’roni, Dian, Armando, Boneng, Eric
anggi Yodanata, Fahrul Nur Hidayat, Sidik, Fariz
Hilman, Jaya Bayu, Nila, Rajif Sanjaya, Basuki
Rahmad, Ndaru dan yang lainnya yang selalu
kompak dan terus memberikan saya motivasi dan
semangat.
11. Bapak Muhadi sekeluarga dan Bapak Aping
Suwarno sekeluarga yang telah memberikan
pinjaman peralatan pada saat proses pengerjaan
skripsi ini sehingga bisa terselesaikan dengan baik.
12. Bapak Dr.rer.nat. Fredy Kurniawan, M.Si dan Mas
Tripaus selaku pihak laboratorium Instrumentasi &

xii
Sains Analitik jurusan Kimia ITS, terimakasih atas
bimbingannya selama proses pengerjaan skripsi.
13. Bapak Sugito, Bapak Budi Dalang serta Bapak
Wiratama selaku pihak PT. Dok dan Perkapalan
Surabaya, terimakasih atas bantuan dan
bimbingannya.

Akhir kata, dalam penyusunan skripsi ini, penulis


merasakan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat
diharapkan oleh penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya, dan bagi mahasiswa Teknik
Sistem Perkapalan pada khususnya.

Surabaya, Januari 2016

xiii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

xiv
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................... i


Lembar Pengesahan .......................................................... iii
Abstrak .............................................................................. vii
Abstract ............................................................................. ix
Kata Pengantar .................................................................. xi
Daftar Isi ........................................................................... xv
Daftar Gambar .................................................................. xvii
Daftar Tabel ...................................................................... xxiii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................... 3
1.3 Tujuan .............................................................. 3
1.4 Manfaat ............................................................ 3
1.5 Batasan Masalah ............................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Baja ................................................................... 5
2.1.1 Pengertian Umum Baja ............................ 5
2.1.2 Sifat Mekanik Material Uji ....................... 11
2.1.3 Komposisi Kimia Material Uji ................. 14
2.2 Coating ............................................................. 16
2.2.1 Pengertian Umum Coating ....................... 16
2.2.2 Komponen di Dalam Cat .......................... 17
2.2.3 Sistem Coating ......................................... 19
2.2.4 Jenis Coating ............................................ 20
2.2.5 Mekanisme Perlindungan Cat Melawan
Korosi ....................................................... 24
2.2.6 Persiapan Permukaan ............................ 26
2.3 Bending .............................................................. 30
2.3.1 Pengertian Umum Bending ....................... 30
2.3.2 Proses Pengerjaan Bending ....................... 30

xv
2.4 Korosi ............................................................. 37
2.3.1 Pengertian Umum Korosi ......................... 37
2.3.2 Jenis – jenis Korosi ................................... 40
2.5 Laju Korosi ........................................................ 42
2.6 Polarisasi ............................................................ 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah ................. 51
3.2 Studi Literatur .................................................... 51
3.3 Persiapan Percobaan .......................................... 52
3.1.1 Persiapan Material Uji .............................. 52
3.1.1 Persiapan Bending .................................... 52
3.1.1 Persiapan Coating ..................................... 54
3.4 Pengujian Laju Korosi ....................................... 59
3.5 Perhitungan Laju Korosi .................................... 65
3.6 Analisa Hasil Laju Korosi ................................. 66
3.7 Kesimpulan ........................................................ 66
3.8 Diagram Alir Pengerjaan Skripsi ....................... 66

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN


4.1 Pengujian Laju Korosi ....................................... 69
4.2 Perhitungan Laju Korosi .................................... 130
4.3 Analisa Laju Korosi .......................................... 137

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ........................................................... 145
5.2 Saran .................................................................... 146

DAFTAR PUSTAKA

BIODATA PENULIS

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat – sifat mekanik untuk baja kekuatan normal


Grade KI-A ...................................................... 12
Tabel 2.2 Sifat – sifat mekanik Jigang Steel Plate ........... 13
Tabel 2.3 Perbandingan sifat mekanik BKI Grade KI-A dan
Jigang Steel Plate.............................................. 13
Tabel 2.4 Komposisi kimia dan praktek deoksidasi untuk
baja kekuatan normal Grade KI-A ................... 14
Tabel 2.5 Komposisi kimia dan praktek deoksidasi untuk
baja kekuatan normal Jigang Steel Plate .......... 15
Tabel 2.6 Perbandingan nilai komposisi kimia BKI Grade
KI-A dan Jigang Steel Plate ............................. 16
Tabel 2.7 Rekomendasi untuk lapisan pelindung dalam
lingkungan tertentu ........................................... 26
Tabel 2.8 Tingkat ketahanan korosi berdasarkan Laju
Korosi ............................................................... 42
Tabel 2.9 Berat Atom Logam ........................................... 44
Tabel 2.10 Densitas Logam ................................................ 44
Tabel 3.1 Variasiketebalancoatingpada spesimen uji
dengan radius 120° .......................................... 57
Tabel 3.2 Variasiketebalancoatingpada spesimen uji
dengan radius 135° .......................................... 58
Tabel 3.3 Variasiketebalancoatingpada spesimen uji
dengan radius 150° .......................................... 58
Tabel 3.4 Variasiketebalancoatingpada spesimen uji
dengan radius 165° .......................................... 59
Tabel 4.1 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 1
dengan sudut bending 120° tanpa coating ........ 71
Tabel 4.2 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 2
dengan sudut bending 120° tanpa coating ........ 73
Tabel 4.3 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 3
dengan sudut bending 120° tanpa coating ........ 75

xxiii
Tabel 4.4 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji
10 dengan sudut bending 135° tanpa
coating .............................................................. 86
Tabel 4.5 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji
11 dengan sudut bending 135° tanpa
coating .............................................................. 88
Tabel 4.6 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji
12 dengan sudut bending 135° tanpa
coating .............................................................. 90
Tabel 4.7 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji
19 dengan sudut bending 150° tanpa
coating .............................................................. 101
Tabel 4.8 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji
20 dengan sudut bending 150° tanpa
coating .............................................................. 103
Tabel 4.9 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji
21 dengan sudut bending 150° tanpa
coating .............................................................. 105
Tabel 4.10 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji
28 dengan sudut bending 165° tanpa
coating .............................................................. 116
Tabel 4.11 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji
29 dengan sudut bending 165° tanpa
coating .............................................................. 118
Tabel 4.12 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji
30 dengan sudut bending 165° tanpa
coating .............................................................. 120

xxiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Cold Bending .................................... 31


Gambar 2.2 Temperatur proses perlakuan panas pada full
annealing, normalizing , process anneal dan
spheroidize .................................................... 35
Gambar 2.3 Proses pengerasan permukaan (hardening)
dengan flame ................................................. 37
Gambar 2.4 Reaksi reduksi hydrogen dibawah
control ........................................................... 47
Gambar 2.5 Konsentrasi polarisasi selama pengurangan
hidrogen ........................................................ 48
Gambar 3.1 Spesimen Uji Sebelum dibengkokkan .......... 52
Gambar 3.2 Proses Pemanasan Material Uji ..................... 53
Gambar 3.3 Spesimen Uji yang Sudah Dibengkokkan ..... 53
Gambar 3.4 Spesimen Uji Setelah Proses Sund Blasting .. 55
Gambar 3.5 Spesimen Uji Setelah Proses Coating ........... 56
Gambar 3.6 Elcometer ...................................................... 56
Gambar 3.7 Proses pengukuran ketebalan coating ........... 57
Gambar 3.8 Proses Penimbangan NaCl ........................... 60
Gambar 3.9 Proses Pencampuran Larutan NaCl .............. 60
Gambar 3.10 Perangkat Potensiostat Autolab
PGSTAT128N............................................... 61
Gambar 3.11 Laptop yang sudah terinstall software
NOVA yang dihubungkan dengan
Perangkat potensiostat autolab
PGSTAT128N............................................... 61
Gambar 3.12 Gelas beaker, elektroda acuan, elektroda
pembantu, dan elektroda kerja ...................... 62
Gambar 3.13 Rangkaian pengujian spesimen ..................... 63
Gambar 3.14 Proses running pada software NOVA ........... 63
Gambar 3.15 Tampilan software NOVA dalam tahap
pembuatan grafik Tafel ................................ 64
Gambar 3.16 Tampilan tabel pada software NOVA ........... 64

xvii
Gambar 3.14 Tampilan software NOVA pada tahap
pengeplotan grafik......................................... 65
Gambar 4.1 Foto spesimen uji 1 ....................................... 70
Gambar 4.2 Grafik Tafel Spesimen uji 1 dengan
sudut bending 120° tanpa coating ................. 70
Gambar 4.3 Foto spesimen uji 2 ....................................... 72
Gambar 4.4 Grafik Tafel Spesimen uji 2 dengan
sudut bending 120° tanpa coating ................. 72
Gambar 4.5 Foto spesimen uji 3 ....................................... 74
Gambar 4.6 Grafik Tafel Spesimen uji 3 dengan
sudut bending 120° tanpa coating ................. 74
Gambar 4.7 Foto spesimen uji 4 ....................................... 76
Gambar 4.8 Grafik Tafel Spesimen uji 4 dengan
sudut bending 120° dan ketebalan
coating 219 µm ............................................. 76
Gambar 4.9 Foto spesimen uji 5 ....................................... 77
Gambar 4.10 Grafik Tafel Spesimen uji 5 dengan
sudut bending 120° dan ketebalan
coating 216 µm ............................................. 78
Gambar 4.11 Foto spesimen uji 6 ....................................... 79
Gambar 4.12 Grafik Tafel Spesimen uji 6 dengan
sudut bending 120° dan ketebalan
coating 225 µm ............................................. 79
Gambar 4.13 Foto spesimen uji 7 ....................................... 80
Gambar 4.14 Grafik Tafel Spesimen uji 7 dengan
sudut bending 120° dan ketebalan
coating 556 µm ............................................. 81
Gambar 4.15 Foto spesimen uji 8 ....................................... 82
Gambar 4.16 Grafik Tafel Spesimen uji 8 dengan
sudut bending 120° dan ketebalan
coating 430 µm ............................................. 82
Gambar 4.17 Foto spesimen uji 9 ....................................... 83
Gambar 4.18 Grafik Tafel Spesimen uji 9 dengan
sudut bending 120° dan ketebalan
coating 426 µm ............................................. 84

xviii
Gambar 4.19 Foto spesimen uji 10 ..................................... 85
Gambar 4.20 Grafik Tafel Spesimen uji 10 dengan
sudut bending 135° tanpa coating ................. 85
Gambar 4.21 Foto spesimen uji 11 ..................................... 87
Gambar 4.22 Grafik Tafel Spesimen uji 11 dengan
sudut bending 135° tanpa coating ................. 87
Gambar 4.23 Foto spesimen uji 12 ..................................... 89
Gambar 4.24 Grafik Tafel Spesimen D1 dengan
ketebalan coating 397 µm kedalaman
goresan 0,2 m Grafik Tafel Spesimen uji
12 dengan sudut bending 135° tanpa
coating m....................................................... 89
Gambar 4.25 Foto spesimen uji 13 ..................................... 91
Gambar 4.26 Grafik Tafel Spesimen uji 13 dengan
sudut bending 135° dan ketebalan
coating 234 µm ............................................. 91
Gambar 4.27 Foto spesimen uji 14 ..................................... 92
Gambar 4.28 Grafik Tafel Spesimen uji 14 dengan
sudut bending 135° dan ketebalan
coating 235 µm ............................................. 93
Gambar 4.29 Foto spesimen uji 15 ..................................... 94
Gambar 4.30 Grafik Tafel Spesimen uji 15 dengan
sudut bending 135° dan ketebalan
coating 236 µm ............................................. 94
Gambar 4.31 Foto spesimen uji 16 ..................................... 95
Gambar 4.32 Grafik Tafel Spesimen uji 16 dengan
sudut bending 135° dan ketebalan
coating 455 µm ............................................. 96
Gambar 4.33 Foto spesimen uji 17 ..................................... 97
Gambar 4.34 Grafik Tafel Spesimen uji 17 dengan
sudut bending 135° dan ketebalan
coating 430 µm ............................................. 97
Gambar 4.35 Foto spesimen uji 18 ..................................... 98

xix
Gambar 4.36 Grafik Tafel Spesimen uji 18 dengan
sudut bending 135° dan ketebalan
coating 431 µm ............................................. 99
Gambar 437 Foto spesimen uji 19 ..................................... 100
Gambar 4.38 Grafik Tafel Spesimen uji 19 dengan
sudut bending 150° tanpa coating ................. 100
Gambar 4.39 Foto spesimen uji 20 ..................................... 102
Gambar 4.40 Grafik Tafel Spesimen uji 20 dengan
sudut bending 150° tanpa coating ................. 102
Gambar 4.41 Foto spesimen uji 21 ..................................... 104
Gambar 4.42 Grafik Tafel Spesimen uji 21 dengan
sudut bending 150° tanpa coating ................. 104
Gambar 4.43 Foto spesimen uji 22 ..................................... 106
Gambar 4.44 Grafik Tafel Spesimen uji 22 dengan
sudut bending 150° dan ketebalan
coating 225 µm ............................................. 106
Gambar 4.45 Foto spesimen uji 23 ..................................... 107
Gambar 4.46 Grafik Tafel Spesimen uji 23 dengan
sudut bending 150° dan ketebalan
coating 234 µm ............................................. 108
Gambar 4.47 Foto spesimen uji 24 ..................................... 109
Gambar 4.48 Grafik Tafel Spesimen uji 24 dengan
sudut bending 150° dan ketebalan
coating 236 µm ............................................. 109
Gambar 4.49 Foto spesimen uji 25 ..................................... 110
Gambar 4.50 Grafik Tafel Spesimen uji 25 dengan
sudut bending 150° dan ketebalan
coating 435 µm ............................................. 111
Gambar 4.51 Foto spesimen uji 26 ..................................... 112
Gambar 4.52 Grafik Tafel Spesimen uji 26 dengan
sudut bending 150° dan ketebalan
coating 434 µm ............................................. 112
Gambar 4.53 Foto spesimen uji 27 ..................................... 113

xx
Gambar 4.54 Grafik Tafel Spesimen uji 27 dengan
sudut bending 150° dan ketebalan
coating 385 µm ............................................. 114
Gambar 4.55 Foto spesimen uji 28 ..................................... 115
Gambar 4.56 Grafik Tafel Spesimen uji 28 dengan
sudut bending 165° tanpa coating ................. 116
Gambar 4.57 Foto spesimen uji 29 ..................................... 117
Gambar 4.58 Grafik Tafel Spesimen uji 29 dengan
sudut bending 165° tanpa coating ................. 117
Gambar 4.59 Foto spesimen uji 30 ..................................... 119
Gambar 4.60 Grafik Tafel Spesimen uji 30 dengan
sudut bending 165° tanpa coating ................. 119
Gambar 4.61 Foto spesimen uji 31 ..................................... 121
Gambar 4.62 Grafik Tafel Spesimen uji 31 dengan
sudut bending 165° dan ketebalan
coating 229 µm ............................................. 121
Gambar 4.63 Foto spesimen uji 32 ..................................... 122
Gambar 4.64 Grafik Tafel Spesimen uji 32 dengan
sudut bending 165° dan ketebalan
coating 228 µm ............................................. 123
Gambar 4.65 Foto spesimen uji 33 ..................................... 124
Gambar 4.66 Grafik Tafel Spesimen uji 33 dengan
sudut bending 165° dan ketebalan
coating 230 µm ............................................. 124
Gambar 4.67 Foto spesimen uji 34 ..................................... 125
Gambar 4.68 Grafik Tafel Spesimen uji 34 dengan
sudut bending 165° dan ketebalan
coating 446 µm ............................................. 126
Gambar 4.69 Foto spesimen uji 35 ..................................... 127
Gambar 4.70 Grafik Tafel Spesimen uji 35 dengan
sudut bending 165° dan ketebalan
coating 449 µm ............................................. 127
Gambar 4.71 Foto spesimen uji 36 ..................................... 128

xxi
Gambar 4.72 Grafik Tafel Spesimen uji 36 dengan
sudut bending 165° dan ketebalan
coating 404 µm ............................................. 129
Gambar 4.73 Diagram perbandingan hasil perhitungan
laju korosi menggunakan software
NOVA dan Hukum Faraday pada
spesimen dengan radius bending 120° .......... 138
Gambar 4.74 Diagram perbandingan hasil perhitungan
laju korosi menggunakan software
NOVA dan Hukum Faraday pada
spesimen dengan radius bending 135° .......... 139
Gambar 4.75 Diagram perbandingan hasil perhitungan
laju korosi menggunakan software
NOVA dan Hukum Faraday pada
spesimen dengan radius bending 150° .......... 140
Gambar 4.76 Diagram perbandingan hasil perhitungan
laju korosi menggunakan software
NOVA dan Hukum Faraday pada
spesimen dengan radius bending 165° .......... 141
Gambar 4.77 Grafik perbandingan hasil perhitungan
rata – rata laju korosi pada material
dengan variasi radius bending ....................... 142

xxii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dimulai pada abad ke-17 ketika teknik produksi baja
yang lebih efisien ditemukan, baja mulai menjadi primadona
material bahan bangunan. Baja menjadi material utama dalam
pembangunan – pembangunan infrastruktur, mobil, kapal,
kereta api, persenjataan, dan alat – alat perkakas. Pada
industri perkapalan pelat baja untuk lambung kapal
merupakan komponen terbesar investasi kapal niaga yaitu
sebesar 40% [Biro Klasifikasi Indonesia, 2006]. Baja yang
paling sering digunakan untuk membuat suatu kapal adalah
baja karbon rendah. Baja karbon rendah merupakan baja yang
cukup lunak dan lemah tetapi memiliki keuletan dan
ketangguhan yang luar biasa. Selain itu kelebihannya yang
lain adalah mudah dibentuk menjadi pelat baja maupun baja
batangan dan mudah untuk di las. Sehingga sangat cocok
untuk digunakan pada konstruksi, termasuk pembangunan
kapal. Sisi minusnya, dibandingkan dengan jenis baja karbon
yang lain baja karbon rendah termasuk yang paling mahal
untuk diproduksi.
Lawan utama dari baja adalah korosi. Korosi adalah
kehancuran atau kerusakan material karena reaksi dengan
lingkungannya [ Fontana, Mars Guy, 1986 ] . Sekuat apapun
logam pasti akan mengalami korosi . Korosi adalah reaksi
kebalikan dari pemurnian logam. Pengaruh korosi sangatlah
besar diantaranya bisa mengakibatkan menurunnya kualitas
dari baja tersebut sehingga dapat mengakibatkan baja menjadi
cepat rusak. Timbulnya korosi ini dapat juga terjadi akibat
proses produksi lambung kapal yang mengalami berbagai
macam perlakuan antara lain : pemotongan, pembengkokan
dan pengelasan. Proses perlakuan ini akan mempengaruhi
kualitas pelat baja terutama akibat pemberian tekanan (stress)
dalam proses bending pelat.

1
2

Mengingat hampir seluruh bagian kapal terbuat dari


baja serta lebih dari setengah bagian badan kapal selalu
tercelup air laut, maka harus diberikan suatu perlindungan
terhadap baja kapal tersebut. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya korosi. Salah satu pencegahan dan
perlindungan terhadap korosi adalah dengan cara coating.
Coating atau pelapisan merupakan salah satu cara yang paling
umum digunakan untuk memimalisir terjadinya korosi.
Pada pengerjaan tugas akhir ini dilakukan pengujiaan
laju korosi pada pelat baja karbon yang digunakan untuk pelat
lambung kapal. Sebelum melakukan pengujian laju korosi,
terlebih dahulu material uji diberikan perlakuan sesuai dengan
kondisi saat proses produksi antara lain : pemotongan dan
pembengkokan (bending). Pada proses pembengkokan
(bending) sudut pembengkokannya divariasikan
165°,150°,135° dan 120°. Setelah material uji sudah melalui
proses pemotongan dan pembengkokan maka material uji
diberikan suatu perlindungan terhadap korosi yaitu coating
dengan ketebalan yang bervariasi. Pada pengujian ini coating
yang digunakan adalah 3 lapisan liquid coating sesuai
standar perlakuan proteksi terhadap korosi yang ada di BKI (
Biro Klasifikasi Indonesia ). Standar ketebalan coating yang
disarankan oleh BKI adalah 250 µm.
Pada pengujian ini, ketebalan coating sengaja
divariasikan . Hal ini mengacu pada tidak meratanya proses
coating pada pelat lambung kapal, dikarenakan pengerjaan
coating dilakukan secara manual dengan area yang dicat
cukup luas. Sehingga kemungkinan terlalu tebal ketebalan
coating bisa saja terjadi di area tertentu. Apabila ketebalan
coating terlalu tebal dikhawatirkan proses pengeringan akan
berlangsung lama dan akan mengakibatkan pengeringan yang
tidak sempurna. Pengeringan tidak sempurna adalah dimana
ketika coating dipermukaan sudah terlihat mengering akan
tetapi dibagian dalamnya masih basah. Hal ini akan
mengakibatkan timbulnya blister atau gelembung pada
3

coating dan akan mengakibatkan bagian tersebut mengalami


korosi yang lebih cepat. Oleh karena itu pada Tugas Akhir ini
akan melakukan analisa laju korosi berdasarkan variasi
ketebalan coating dan radius bending untuk mencari nilai laju
korosi dari tiap – tiap spesimen. Pengujian laju korosi
dilakukan dengan menggunakan metode elektrokimia, yaitu
metode pengukuran laju korosi dengan mengukur beda
potensialnya sehingga didapat nilai laju korosi yang terjadi.
Peralatan yang digunakan pada metode elektrokimia adalah
sel tiga elektroda.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh variasi radius bending terhadap laju


korosi yang terjadi pada pelat baja karbon?
2. Berapa nilai laju korosi pada pelat baja karbon yang
sudah dibending dan dilapisi oleh coating?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengaruh variasi radius bending terhadap laju


korosi yang terjadi pada pelat baja karbon.
2. Mengetahui nilai laju korosi pada pelat baja karbon yang
sudah dibending dan dilapisi oleh coating.

1.4 Manfaat

1. Menghasilkan perbandingan nilai laju korosi pada masing


– masing pelat baja dengan variasi radius bending dan
ketebalan coating yang berbeda.
2. Dapat dijadikan rekomendasi dalam pengerjaan coating
pada pelat baja karbon.
4

1.5 Batasan Masalah

1. Material yang diuji adalah pelat baja karbon struktural


khusus lambung kapal yang diproduksi oleh Jinan Iron
and Steel Company LTD. ( Jigang Steel Plate ).
2. Tanpa ada perlakuan pengelasan.
3. Menggunakan coating dengan jenis epoxy
4. Tanpa menggunakan Cathodic Protection.
5. Variasi radius bending dan ketebalan coating dibatasi.
6. Proses bending menggunakan pemanasan
7. Hanya menggunakan metode elektrokimia dalam
perhitungan nilai laju korosi.
8. Media larutan uji korosi yang digunakan NaCl.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja
2.1.1 Pengertian Baja
Baja adalah paduan antara besi (Fe) dan karbon (C )
yang berkisar 0,05-1,7% dengan tambahan paduan lainnya.
Penambahan karbon dapat menaikkan kekuatan dan
kekerasan, akan tetapi juga akan mengurangi keuletan.
Penambahan karbon sekitar 0,1 % akan menghasilkan baja
dengan kekuatan tarik batas sekitar 50.000 psi atau yang
biasa disebut dengan baja lunak (soft steel) yang banyak
digunakan menjadi pelat. Apabila penambahan karbon
ditambah menjadi 0,25% maka akan menghasilkan baja
dengan kekuatan tarik batas sekitar 64.000 – 72.000 atau
yang banyak disebut baja struktur (structural steel) yang
umumnya digunakan untuk menjadi siku, balok, dan
kolom. Kenaikan karbon sekitar 0,40% akan menghasilkan
baja mesin (machine steel) dengan kekuatan tarik batas
sekitar 80.000 psi, sementara 0,75% karbon menghasilkan
baja pegas (spring steel) dengan kekuatan tarik batas
100.000 psi dan 0,90% sampai 1% karbon menghasilkan
baja pahat (tool steel) yang sangat keras dengan kekuatan
tarik batas 120.000 sampai 130.000 psi [ Alfred Jensen –
Harry H. Chenowet, 1983 ].
Baja paduan adalah suatu logam yang ditambahkan
kedalam baja karbon dalam jumlah yang cukup. Logam
paduan yang umumnya digunakan adalah nikel, mangan,
khrom, vanad, dan molibden. Silikon adalah bahan yang
juga digunakan sebagai paduan untuk menghasilkan
keuletan takik. Pengaruh penambahan paduan ini ke dalam
baja karbon, salah satu atau berupa kombinasi seperti
khrom dan nikel, khrom dan vanad, serta khrom dan
molibden umumnya menaikkan kekuatan dan
kekerasannya, yang kadang-kadang tanpa mengorbankan

5
6

sifat-sifat lain yang diharapkan, yang sudah dimiliki oleh


baja karbon. [ Alfred Jensen – Harry H. Chenowet, 1983 ].
Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur
pengeras. Kandungan karbon sangat mempengaruhi
kekuatan luluh baja karena atom karbon akan menempati
kisi kristal secara interfusi pada body-centered cubic/BBC.
Maka setiap variasi kandungan karbon dan unsur paduan
lainnya akan menghasilkan berbagai jenis kualitas baja.
Biasanya kandungan nikel dan mangan ditambahkan untuk
menambah kekuatan, sedangkan penambahan krom akan
meningkatkan kekerasan dan titik didih, untuk mengurangi
dampak kelelahan logam biasanya ditambahkan vanadium..
Penambahan kandungan karbon pada baja dapat
meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya
(tensile strength), namun di sisi lain membuatnya menjadi
getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility).
American Iron and Steel Institute mendefinisikan baja
karbon sebagai berikut.
Baja bisa dianggap sebagai baja karbon apabila tidak
ada konten minimum yang ditentukan atau diperlukan
untuk kromium, kobalt, columbium (niobium),
molibdenum, nikel, titanium, tungsten, vanadium atau
zirkonium, atau elemen lain yang akan ditambahkan untuk
memperoleh efek pemadu yang diinginkan ; ketika
minimum yang ditentukan untuk tembaga tidak melebihi
0,40 persen; atau bila konten maksimum yang ditentukan
untuk setiap elemen berikut tidak melebihi persentase :
mangan 1.65, silikon 0.60, tembaga 0,60. Baja karbon
biasanya diklasifikasikan seperti ditunjukkan di bawah ini :

Baja karbon rendah mengandung karbon antara 0,05


hingga 0,30 wt% C. Memiliki kekuatan luluh ( yield
strength ) 275 MPa (40.000 psi), kekuatan tarik ( tensile
strength ) antara 415 dan 550 MPa (60.000 dan 80.000 psi),
dan keuletan ( ductility ) dari 25% EL. Relatif lunak dan
lemah tetapi memiliki ketangguhan dan keuletan yang luar
7

biasa. Di samping itu, baja karbon rendah memiliki sifat


mudah ditempa, mudah di mesin, dan mudah di las.
Aplikasi baja karbon rendah yang paling umum adalah
pada rangka kendaraan, bentuk struktural (I-beams (balok),
saluran dan sudut besi), dan pelat lembaran yang digunakan
dalam perpipaan, bangunan, dan jembatan.

Baja Karbon Menengah memiliki konsentrasi karbon


berkisar antara 0,30 hingga 0,60 wt% C. Memiliki tingkat
kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja
karbon rendah. Mempunyai sifat yang sulit dibengkokkan,
di las, dan dipotong. Untuk proses heat treatment hanya
berhasil pada bagian yang sangat tipis dan dengan tingkat
pendinginan yang sangat cepat. Penambahan kromium,
nikel, dan molibdenum meningkatkan kapasitas paduan ini
ketika dipanaskan, sehingga menimbulkan berbagai
kombinasi kekuatan dan keuletan. Baja karbon menengah
biasanya diaplikasikan pada roda kereta api dan rel, roda
gigi, poros engkol, dan bagian mesin lainnya dan
komponen struktural berkekuatan tinggi yang
mengkombinasikan kekuatan tinggi, ketahanan aus, dan
ketangguhan.

Baja Karbon Tinggi biasanya mengandung karbon sebesar


0,60 hingga 1,4 wt% C. Merupakan baja karbon yang
paling sulit untuk dibentuk, ditempa, di las, dan dipotong
tetapi memiliki tingkat keuletan paling tinggi. Memiliki
sifat yang sangat keras dan tahan aus. Baja karbon tinggi
ini biasa digunakan untuk mesin pemotong, pisau, pisau
gergaji besi, per (spring), dan kawat baja berkekuatan
tinggi.
8

Pengaruh elemen yang terdapat di dalam baja

Elemen yang terkandung di dalam baja sangat


mempengaruhi sifat – sifat baja tersebut. Berikut adalah
elemen – elemen yang terkandung di dalam baja :

 Karbon ( C )
Karbon adalah unsur utama dalam pengerasan baja.
Bersifat keras dan meningkatkan kekuatan tarik
dengan meningkatnya kadar karbon sampai sekitar
0,85 wt% C. Daktilitas dan mampu untuk di las.
 Mangan ( Mn )
Umumnya bermanfaat bagi kualitas permukaan baja.
Mangan berkontribusi untuk kekuatan dan
kekerasan, tetapi kurang dari karbon. Meningkatkan
kadar mangan bisa menurunkan sifat daktilitas dan
mampu las, tetapi kurang dari karbon. Mangan
memiliki dampak yang signifikan pada pengerasan
baja.
 Fosfor ( P )
Meningkatkan kekuatan dan kekerasan tetapi
menurunkan keuletan dan ketangguhan baja. Kadar
fosfor biasanya dikendalikan ke tingkat yang rendah.
 Sulfur ( S )
Menurun daktilitas dan ketangguhan. Kandungan
sulfur yang tinggi juga menurunkan kemampuan
baja untuk di las. Maka dari itu tingkat sulfur
biasanya dikendalikan ke tingkat yang rendah.
Karena jika kandungan sulfur terlalu tinggi akan
mengakibatkan baja mudah mengalami keretakan.
 Silikon ( Si )
Silikon kurang efektif daripada mangan dalam
meningkatkan sebagai linting kekuatan dan
kekerasan. Sifat silikon lebih pada meningkatkan
tingkat kekenyalan baja. Pada baja karbon rendah,
silikon umumnya merugikan kualitas permukaan.
9

 Tembaga ( Cu )
Dalam jumlah yang banyak dapat merugikan
pekerjaan panas pada baja. Tembaga dapat merusak
kualitas permukaan. Tembaga bermanfaat untuk
ketahanan korosi atmosfer ketika hadir dalam jumlah
melebihi 0,20%.
 Timbal ( Pb )
Hampir tidak larut dalam baja cair atau padat.
Namun, timbal kadang-kadang ditambahkan ke
karbon dan paduan baja dengan cara dispersi
mekanis untuk meningkatkan sifat mudah dimesin.
 Boron ( B )
Ditambahkan ke baja untuk meningkatkan
kekerasan. Boron merupakan unsur paduan ampuh
dalam baja. Sebuah jumlah yang sangat kecil dari
boron (sekitar 0,001%) memiliki efek yang kuat
pada kekerasan baja. Boron baja umumnya
diproduksi dalam kisaran 0,000 5- 0,003%. Boron
yang paling efektif dalam baja karbon yang lebih
rendah.
 Kromium ( Cr )
Umumnya ditambahkan ke baja untuk meningkatkan
ketahanan korosi dan ketahanan oksidasi, untuk
meningkatkan kekerasan (hardenability), atau untuk
meningkatkan kekuatan pada suhu tinggi. Sebagai
elemen pengerasan, kromium sering digunakan
dengan elemen ketangguhan seperti nikel untuk
menghasilkan sifat mekanik unggul. Pada suhu yang
lebih tinggi, kromium memberikan kontribusi
meningkatkan kekuatan baja.
 Nikel ( Ni )
Adalah penguat ferit. Nikel tidak membentuk
karbida dalam baja. Nikel meningkatkan kekerasan
(hardenability) dan dampak kekuatan baja. Sama
10

seperti kromium, nikel juga meningkatkan ketahanan


korosi pada baja.
 Molibdenum ( Mo )
Meningkatkan sifat kuat tarik, kuat luluh, dan tahan
panas. Namun menurunkan tingkat kekenyalan dan
mampu tempa baja.
 Aluminium ( Al )
Aluminium dapat mengontrol pertumbuhan butir
austenit pada baja saat dipanaskan, oleh karena itu
aluminium ditambahkan untuk mengendalikan
ukuran butir. Aluminium adalah paduan yang paling
efektif dalam mengendalikan pertumbuhan butir
sebelum pendinginan.
 Zirkonium ( Zr )
Zirkonium menyebabkan inklusi sulfida menjadi
globular sehingga meningkatkan ketangguhan dan
keuletan.
 Niobium / Columbium ( Nb )
Meningkatkan kekuatan luluh dan pada tingkat yang
lebih rendah meningkatkan kekuatan tarik baja
karbon. Penambahan sejumlah kecil Niobium dapat
secara signifikan meningkatkan kekuatan luluh baja.
 Titanium ( Ti )
Digunakan untuk menghambat pertumbuhan butir
dan dengan demikian meningkatkan ketangguhan.
Titanium juga digunakan untuk mencapai perbaikan
dalam karakteristik inklusi.
 Vanadium ( V )
Meningkatkan kekuatan luluh dan kekuatan tarik
baja karbon. Penambahan sejumlah kecil Vanadium
dapat secara signifikan meningkatkan kekuatan baja.
Vanadium adalah salah satu kontributor utama untuk
penguatan presipitasi pada baja microalloyed.
11

2.1.2 Sifat Mekanik Material Uji


Setiap meterial pastinya memiliki sifat yang berbeda-
beda. Secara umum sifat material dapat diklasifikasikan
seperti berikut :
 Sifat fisik yaitu sifat yang telah ada pada
material misalnya massa jenisnya.
 Sifat kimia yaitu sifat material yang
berhubungan dengan komposisi kimia misalnya
konsentrasinya.
 Sifat teknologi yaitu sifat material yang muncul
akibat proses permesinan misalnya mampu
tempa.
 Sifat termal yaitu sifat material yg dipengaruhi
oleh temperatur misalnya titik beku dan titik
didihnya.
 Sifat optik yaitu sifat material yang
berhubungan dengan pencahayaan misalnya
rasioktifitasnya.
 Sifat akustik yaitu sifat material yang
berhubungan dengan bunyi misalnya mampu
meredam bunyi.
 Sifat magnetik yaitu sifat material yang dapat
merespon medan magnet misalnya mampu
menyimpan magnet.
 Sifat mekanik yaitu sifat material yang terjadi
akibat terjadinya proses mekanik.
Sifat mekanik suatu material dapat digolongkan menjadi
beberapa diantaranya adalah :
a. Kekerasa yaitu kemampuan suatu material untuk
menahan deformasi lokal akibat penetrasi dibagian
permukaan.
b. Kekuatan yaitu kemampuan suatu material untuk
menahan deformasi plastis secara menyeluruh.
12

c. Keuletan yaitu kemampuan suatu material untuk


menahan deformasi plastis secara maksimum sampai
material tersebut ptah.
d. Kelentingan yaitu besarnya energi yang diserap
selama deformasi elastis berlangsung.
e. Ketangguhan yaitu besranya energi yang diserap
material sampai material itu patah.
f. Modulus elastisitas yaitu ukuran dimana kekuatan
kekakuan materil tersebut.

Berikut spesifikasi sifat mekanik material yang sudah


ditentukan oleh BKI.

Tabel 2.1 Sifat – sifat mekanik untuk baja kekuatan normal


Grade KI-A
( Sumber : BKI 2006 Volume V, Section 4 )
13

Dikarenakan pada pengerjaan tugas akhir ini


menggunakan plat yang diproduksi oleh oleh Jigang Steel
Plate, maka harus dilihat terlebihdahulu apakah sudah
memenuhi spesifikasi yang ditentukan oleh BKI. Di bawah
ini adalah sifat – sifat mekanik yang dimiliki oleh Jigang
Steel Plate :

Tabel 2.2 Sifat – sifat mekanik Jigang Steel Plate


( Sumber : Sertifikat Material Jinan Iron and Steel Company
LTD.)

Untuk mempermudah membaca dan mengambil


kesimpulan dari kedua spesifikasi di atas, nilai – nilai yang
dapat diambil adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3 Perbandingan sifat mekanik BKI Grade KI-A dan


Jigang Steel Plate

Sifat Mekanik BKI Grade KI-A Jigang Steel Plate


Yield Strengthmin [ N/mm2 ] 235 310
Tensile Strength [ N/mm2 ] 400 – 520 440
Elongationmin (%) 22 36,5
14

Dari nilai – nilai yang terdapat pada tabel diatas


dapat diambil kesimpulan bahwa sifat – sifat mekanik yang
dimiliki oleh Jigang Steel Plate memenuhi sifat – sifat
mekanik yang ditentukan oleh BKI.

2.1.2 Komposisi Kimia Material Uji


Pada Tugas Akhir ini material yang digunakan untuk
pengujian adalah jenis material yang memenuhi standar
klasifikasi material yang telah ditentukan oleh Biro
Klasifikasi Indonesia (BKI). Standar komposisi kimia
material harus memenuhi Grade KI-A yang telah
ditentukan oleh BKI . Berikut adalah koposisi materialnya :

Tabel 2.4 Komposisi kimia dan praktek deoksidasi untuk


baja kekuatan normal Grade KI-A
( Sumber : BKI 2006 Volume V, Section 4 )
15

Setelah mengetahui klasifikasi standar material yang


ditentukan BKI, maka selanjutnya adalah menentukan tipe
material apa yang akan digunakan dalam pengujian ini .
Dikarenakan pada pengerjaan tugas akhir ini menggunakan
plat yang diproduksi oleh oleh Jinan Iron and Steel Company
LTD ( Jigang Steel Plate), maka harus dilihat terlebihdahulu
apakah komposisi materialnya sudah memenuhi spesifikasi
yang ditentukan oleh BKI yaitu pada Grade KI-A. Di bawah
ini adalah komposisi kimia yang dimiliki oleh Jigang Steel
Plate :

Tabel 2.5 Komposisi kimia dan praktek deoksidasi untuk


baja kekuatan normal Jigang Steel Plate
( Sumber : Sertifikat Material Jinan Iron and Steel Company
LTD. )

Agar lebih mudah membaca dan mengambil


kesimpulan dari kedua spesifikasi di atas, nilai – nilai yang
dapat diambil adalah sebagai berikut :
16

Tabel 2.6 Perbandingan nilai komposisi kimia BKI Grade


KI-A dan Jigang Steel Plate

Komposisi BKI Grade Jigang Steel Plate


Kimia KI-A
Cmax (%) 0,21 0,16
Mnmin (%) 0,53 0,76
Simax(%) 0,50 0,22
Pmax (%) 0,035 0,013
Smax (%) 0,035 0,002
Dari nilai – nilai yang terdapat pada tabel diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa komposisi kimia Jigang
Steel Plate memenuhi komposisi kimia yang telah ditentukan
oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).

2.2 Coating
2.2.1 Pengertian Umum Coating
Coating adalah sebuah pelapisan yang diterapkan pada
permukaan suatu benda. Tujuan penerapan lapisan mungkin
dekoratif, fungsional, atau keduanya. Pelapisan terdiri dari 2
jenis, yaitu liquid coating dan concrete coating. Liquid
coating biasanya berupa painting (pengecatan), sedangkan
concrete coating adalah pelapisan dengan menggunakan
beton. Cat adalah pelapis yang kebanyakan memiliki
kegunaan ganda untuk melindungi permukaan suatu benda.
Selain berfungsi sebagai dekoratif, pelapisan dengan
menggunakan cat juga berfungsi sebagai media anti korosi
yang melindungi permukaan benda semacam pipa – pipa
pada pabrik maupun pada badan kapal. Keunggulan dari
pelapisan dengan menggunakan cat adalah mudah untuk
diaplikasikan, lebih ekonomis, dan mudah dalam perawatan
dan perbaikan. Pelapis fungsional dapat diterapkan untuk
mengubah sifat permukaan benda, seperti adhesi,
kemampuan kebasahan, ketahanan korosi, atau ketahanan
aus.
17

2.2.2 Komponen di Dalam Cat


Seperti yang sudah dijelaskan dalam pengertian di atas,
cat memiliki fungsi ganda dalam melindungi permukaan
suatu benda, selain berfungsi sebagai dekoratif, cat juga
berfungsi sebagai media protektif. Terdapat 3 komponen
dasar di dalam liquid coating, yaitu pigment, binder, dan
solvent. Tidak semua coating mempunyai ketiga komponen.
Ada coating yang tidak berpigment, ada coating yang tidak
bersolvent, tetapi tidak ada coating yang tidak memiliki
binder. Selain ketiga komponen di atas, biasanya terdapat
penambahan komponen berjenis additive dan extender. Hal
ini bertujuan agar produk liquid coating tersebut mudah
diterapkan dan semakin tahan terhadap berbagai kondisi
lingkungan. Berikut adalah penjelasan mengenai komponen
– komponen yang terdapat di dalam cat :

 Pigment
Pigment merupakan komponen coating yang terberat
dan padat. Pigment dari alam, misalnya kaolin clay,
magnesium silicate, dan calcium carbonate
cenderung lebih tahan terhadap sinar ultraviolet
dibanding jenis pigment baru seperti synthetic
organic pigments. Fungsi pigment yang terdapat
pada cat dasar (primer coat) adalah sebagai
penghambat serangan korosi pada logam yang cara
kerjanya bersifat pasif, yaitu pigment yang tidak
bereaksi dengan lingkungan akan membentuk suatu
senyawa kompleks dengan oksida logam sehingga
terjadi suatu lapisan yang pasif. Sedangkan pada cat
akhir (top coat), pada umumnya pigment berfungsi
sebagai dekoratif. Pigment bersifat tahan korosi,
kedap, tahan api/bakar, tahan ganggang, dan tahan
terhadap jamur dan bakteri.
18

 Binder
Binder adalah suatu senyawa polimer yang berfungsi
untuk menentukan karakter dari lapisan cat. Oleh
karena itu binder merupakan bahan yang penting
bagi formulasi cat, karena sebagian besar komposisi
cat mengandung bahan jenis ini. Binder/resin
merupakan komponen pembentukan film yang
berubah dari fasa cair menjadi padat. Binder
membasahi dan mengikat partikel pigment dan
menempel pada substrate. Jenis cat juga sering
ditentukan oleh jenis binder, seperti cat minyak, cat
jenis alkyd, cat jenis epoxy, dan lain-lain.

 Solvent
Solvent pada cat berfungsi untuk melarutkan material
binder dan mengurangi kekentalan coating untuk
memudahkan aplikasi. Solvent juga mengendalikan
pengeringan film, adhesi, dan umur film. Binder
yang sulit larut membutuhkan solvent yang lebih
kuat atau memerlukan jumlah solvent yang lebih
banyak untuk melarutkannya. Campuran solvent
umumnya digunakan untuk mengendalikan
penguapan dan pembentukan film.

 Additive
Fungsi dari bahan additive yang ditambahkan ke
dalam cat adalah untuk memperbaiki sifat-sifat cat,
seperti mencegah terjadinya pemisah warna,
mencegah pengendapan pigment, mencegah
terbentuknya kulit, mencegah terjadinya keriput pada
lapisan cat, sebagai zat pembasah, pembunuh jasad
renik, pengering, penambah sifat plastis dan lain-
lain.
19

 Extender
Fungsinya sama dengan additive, yaitu memperbaiki
sifat-sifat cat. Bahan extender ini berbentuk padat
yang biasanya dipergunakan untuk membantu cara
kerja pigment, misalnya barite, talc, senyawa CaCO3,
dan lain-lain.

2.2.3 Sistem Coating


Banyak sistem coating yang digunakan untuk
memproteksi struktur baja mulai dari yang murah sampai
dengan yang mahal. Semakin mahal suatu sistem coating
maka kinerjanya akan semakin baik dan tahan lama
dibandingkan dengan sistem coating yang murah. Karena
harga menentukan kualitas suatu material coating. Pada
dunia marine, sistem coating yang digunakan adalah sistem
coating tiga lapis, yang terdiri dari :

1. Coating Primer
Primer merupakan dasar/alas dimana sistem
coating lainnya ditempatkan. Primer merupakan
kunci daya adhesi dari seluruh sistem coating.
Primer harus menempel kuat pada logam dan
menempel kuat pada sistem coating diatasnya. Cat
yang berfungsi sebagai primer harus memiliki
ikatan yang kuat pada logam, memiliki kekuatan
internal yang tinggi, ketahanan yang kuat terhadap
korosi dan kimia, harus bisa mengikat kuat
intermediate coat, dan mempunyai sifat yang
fleksibel.

2. Coating Intermediate
Intermediate berfungsi sebagai barrier protection
tambahan. Disebut juga sebagai body coat untuk
menambah tebal dan ketahanan. Formulasi
intermediate sangat penting, utamanya untuk
20

meningkatkan ketebalan yang dapat meningkatkan


sifat – sifat utama dari coating. Body coat ini harus
menempel kuat pada primer dan juga pada top coat.
Fungsi utama dari body coat ini adalah untuk
mempertebal lapisan sistem coating, mempunyai
ketahanan yang kuat terhadap kimia dan transfer
uap air, dan menjadi pengikat kuat antara lapisan
primer dan top coat.

3. Coating Top Coat


Top Coat merupakan suatu lapisan resin penyekat
di atas intermediate dan primer. Top Coat
merupakan pertahanan pertama terhadap kimia
yang agresif, air, atau lingkungan, yang berfungsi
sebagai barrier/perlindungan pertama dalam sistem
coating. Fungsi dari Top Coat adalah sebagai
lapisan penyekat dalam sistem coating, membentuk
lapisan pertahanan pertama terhadap lingkungan,
memberikan ketahanan terhadap kimia, air, dan
cuaca, membuat permukaan menjadi tangguh dan
tahan aus, serta memberikan keindahan.

2.2.4 Jenis Coating


Terdapat berbagai macam jenis liquid coating,
antara lain adalah :

 Lacquers
Lacquers memiliki keuntungan cepat kering dan
mudah untuk di recoating. Selain itu juga tahan
terhadap zat kimia dan celupan air. Kekurangannya,
Lacquers kurang tahan terhadap solvent,
pembentukan film yang jelek, dan memerlukan
permukaan yang diblasting terlebih dahulu.
21

 Bitumenous Coating
Cat ini memiliki harga yang terjangkau secara
ekonomi. Sangat mudah untuk diaplikasikan
biasanya digunakan sebagai top coat. Memiliki sifat
tahan air dengan pembentukan film yang cukup baik.
Untuk persiapan permukaan sebelum pengecatan
juga tidak ada syarat yang terlalu rumit. Kekurangan
dari jenis cat ini adalah kurang tahan terhadap
solvent dan cuaca, sangat beracut, dan hanya tersedia
warna hitam.

 Water Emulsion
Cat ini termasuk cat yang ramah lingkungan. Sangat
mudah untuk diaplikasikan sebagai top coat ataupun
repair serta mudah untuk dibersihkan. Selain itu cat
ini memiliki sifat yang cepat kering, sangat fleksibel,
mengurangi bau menyengat dari solvent, dan cukup
murah. Kekurangan dari cat ini adalah tidak tahan
bila dicelup air, kurang tahan terhadap kimia dan
solvent, serta memiliki umur yang relatif singkat.

 Alkyds
Alkyds mempunyai fleksibilitas yang baik, sehingga
sangat mudah untuk diaplikasikan. Memiliki sifat
wetting dan adhesi yang cukup baik serta relatif
murah. Kekurangan dari alkyds adalah cat ini kurang
baik untuk lingkungan yang agresif, kurang tahan
terhadap kimia dan solvent, kurang tahan apabila
dicelup air, serta kurang tahan terhadap alkali.

 Epoxies
Jenis – jenis epoxies antara lain :
- Epoxy-polyamides ( tahan air )
- Amine-cured epoxies ( lebih tahan terhadap
kimia )
22

- Amine-adduct epoxies
- Ketimine epoxies
- Cycloaliphatic amine-cured epoxies ( baik pada
temperatur rendah )
- Phenolic epoxies ( keras, padat, dan tahan kimia)
- Novalac epoxies ( sangat tahan kimia dan panas)
- Epoxy mastics
- High solid epoxies

Keuntungan dari penggunaan cat jenis epoxies


adalah cat ini tahan terhadap solvent dan air. Tahan
terhadap kimia, tahan abrasi, memiliki sifat adhesi
yang baik, sangat tangguh dan tahan lama.
Kekurangan dari epoxies adalah memiliki sifat yang
kurang fleksibel dan memerlukan persiapan
permukaan yang cukup rumit karena permukaan
material yang akan dicat harus di blasting terlebih
dahulu.

 Coal Tar Epoxy


Cat ini memiliki sifat yang tahan air dan tahan zat
kimia serta tahan abrasi. Pembentukan filmnya
sangat baik dan termasuk cat yang relatif murah.
Kekurangan dari cat ini adalah proses
pengeringannya lama, umur cat tidak lama, perlu
pembersihan blasting pada material, sangat beracun,
dan hanya tersedia dalam warna hitam.

 Polyurethane
Memiliki sifat yang sangat keras tetapi fleksibel.
Selain itu juga tahan terhadap air, tahan abrasi, tahan
terhadap zat kimia, memiliki umur yang tahan lama,
dan dapat diaplikasikan pada temperatur rendah.
Kekurangan dari cat jenis ini adalah cat ini sensitif
terhadap uap air, permukaan material yang akan
23

dicat dengan cat ini harus diblasting terlebih dahulu,


sangat beracun, dan lebih mahal dibandingkan
dengan epoxies.

 Polyureas
Merupakan cat yang tercipta dari hasil reaksi dari
isocyanates dan amine-terminated pdts. Proses
pengeringannya sangat cepat dan tidak sensitif
terhadap air saat diaplikasikan. Selain itu juga dapat
digunakan sebagai campuran dengan polyurethane.
Biasanya digunakan untuk pelapisan pada lantai
beton.

 Siloxane
Memiliki sifat tahan terhadap zat kimia, tahan cuaca,
dan tahan panas. Cat ini digunakan secara umum di
industri. Cat ini memiliki kekurangan pada tahap
persiapan yang rumit, masa pengeringan yang relatif
lama, dan harganya relatif mahal.

 Polyester & Vinyl Esther


Cat ini memiliki sifat lapisan film yang sangat kuat,
tahan terhadap air, solvent, kimia, dan tahan terhadap
abrasi. Kekurangan dari cat ini adalah untuk
pengaplikasiannya memerlukan permukaan material
yang harus diblasting terlebih dahulu.

 Phenolic & Epoxy Phenolic


Memiliki sifat yang keras, tahan terhadap zat kimia,
panas, dan solvent. Kekurangan dari cat jenis ini
adalah cat ini akan berubah warna apabila proses
pengeringannya dengan cara dipanaskan dan juga cat
ini kurang tahan terhadap cuaca.
24

 Inorganic Zinc
Cat jenis ini sangat tahan abrasi, tahan panas, tahan
di lingkungan terbuka, cepat kering, dan dapat
digunakan meskipun tanpa mengaplikasikan top
coat. Kekurangan dalam penggunaan cat ini adalah
permukaan material yang akan dicat harus benar –
benar bersih, maka dari itu harus diblasting terlebih
dahulu. Sangat mudah terserang oleh acid dan alkali,
dan biaya pengadaan awalnya cukup tinggi.

 Organic Zinc
Memiliki sifat yang tahan terhadap kondisi
lingkungan terbuka. Relatif mudah untuk di top coat
serta persiapan permukaan yang dilakukan tidak
terlalu rumit. Kekurangan dari cat jenis ini adalah
memerlukan operator pengecatan yang
berpengalaman, pengadukan cat harus dilakukan
secara konstan, tidak cocok untuk lingkungan acid
dan alkali, serta biaya awal yang relatif tinggi.

Jenis coating yang tahan terhadap korosi sudah pasti


tahan terhadap cuaca. Coating yang tahan terhadap cuaca
harus memiliki sifat tahan terhadap sinar matahari, hujan,
garam, kelembaban, kimia, ozon, debu, jamur, pemuaian dan
pengkerutan benda kerja, basah dan kering silih berganti, dan
siklus temperatur yang naik dan turun.

2.2.5 Mekanisme Perlindungan Cat Melawan Korosi


Terdapat dua cara lapisan cat melawan serangan
korosi, yaitu :

 Barrier Protection
Barrier Protection adalah perlindungan cat terhadap
logam dengan cara mengisolasi logam dari polutan
agresif. Cat ini tidak memiliki pigment yang bisa
25

aktif bereaksi dengan lingkungan, hanya berfungsi


mencegah elemen penyebab korosi seperti air,
oksigen, dan ion agresif kontak dengan logam
sehingga reaksi di daerah katoda dihambat. Untuk itu
lapisan cat harus memiliki permeabilitas yang rendah
terhadap air dan oksigen serta memiliki tahan listrik
yang tinggi. Beberapa jenis cat yang bisa berfungsi
sebagai barrier protection adalah epoxy polymide,
epoxy mastic, epoxy amine, coal tar epoxy, epoxy
phenolics, vinyl, vinyl ester, chlorinated rubber,
polyester, plyurethane. Jenis cat tersebut dikenal
pula sebagai jenis heavy duty atau bekerja untuk
lingkungan yang ekstrem, termasuk lingkungan yang
korosif.

 Inhibitive Action
Cat primer yang bersifat Inhibitive Action memiliki
pigment yang bersifat inhibitor, sehingga dapat
menghambat reaksi laju korosi atau melibatkan diri
dalam reaksi yang terjadi pada permukaan logam.
Tidak seperti cat yang bersifat barrier protection,
pigment pada cat ini akan bekerja dengan baik
apabila resin/binder memiliki permeabilitas yang
tinggi terhadap air dan oksigen sehingga baja akan
dioksidasi, ion ferro akan diubah menjadi ion ferri
yang selanjutnya terjadi coprecipitation dari
campuran garam besi dan Pb yang berasal dari
pigment atau dalam bentuk oksidasinya yang bersifat
pasif. Jenis inhibiteve pigment yang sering
digunakan pada cat jenis minyak dan alkyd adalah
senyawa Pb (red lead dan basic lead silico
chromate), Zinc Phospate alkyd, dan zinc phospate
acrylics.
26

Tabel 2.7 Rekomendasi untuk lapisan pelindung


dalam lingkungan tertentu
( Sumber : Kansai Protective Coating System )

Ketebalan lapisan suatu coating merupakan hal yang


sangat penting. Terlalu tipis suatu lapisan mungkin
membuat tidak cukup proteksi, namun apabila lapisan
terlalu tebal bisa mengurangi fleksibilitas, menyebabkan
berkerut, atau pengeringan yang tidak sempurna.
Rekomendasi manufaktur untuk ketebalan lapisan suatu
coating harus selalu diikuti.

2.2.6 Persiapan Permukaan


Dalam sistem penanggulangan korosi dengan
menggunakan lapisan pelindung cat, bagian yang sangat
penting untuk diperhatikan adalah pada tahap persiapan
permukaan baja yang akan dicat. Karena tingkat
27

keberhasilan sistem penanggulangan korosi dengan


menggunakan lapisan pelindung cat bergantung pada
kebersihan dan kekasaran permukaan baja. Meskipun
menggunakan lapisan pelindung cat dengan kualitas terbaik
dan mahal, namun apabila persiapan permukaan tidak
dilakukan dengan benar, tidak akan ada jaminan bahwa cat
tersebut mampu memberikan perlindungan terhadap korosi.
Selain itu yang perlu diperhatikan adalah pemilihan jenis
cat yang sesuai dengan lingkungan, ditinjau dari segi sistem
proteksi dan pertimbangan ekonomi.

Umur coating dilapangan ditentukan oleh beberapa


faktor, antara lain :
1. Pemilihan jenis coating yang sesuai.
2. Kondisi lingkungan pada waktu diaplikasi.
3. Standar kondisi permukaan yang dipersyaratkan
sebelum coating tersebut diaplikasikan.

Dari ketiga faktor di atas yang paling berpengaruh


pada hasil adalah standar kondisi permukaan. Secara umum
fungsi dari persiapan permukaan adalah untuk menciptakan
profil pada permukaan material agar menghasilkan kekuatan
adhesi antara cat dengan material yang akan dilapisi. Dengan
permukaan material yang bersih, maka cat akan bisa melekat
dengan sempurna. Hal ini akan meningkatkan umur coating
di lapangan.
Tujuan utama dari persiapan permukaan adalah
untuk memperoleh ikatan adhesi yang maksimal antara cat
dengan logam yang akan dilapisi. Ada tiga jenis ikatan yang
terjadi antara cat dengan material yang akan dilapisi. Ikatan
tersebut antara lain :

 Ikatan Kimia
Ikatan Kimia adalah ikatan yang terjadi akibat
reaksi kimia antara cat dengan logam yang dicat.
28

Ikatan ini merupakan ikatan yang sangat efektif,


disebut juga ikatan valensi utama.

 Ikatan Polar
Ikatan polar lebih umum terjadi dibandingkan
dengan ikatan kimia, khususnya pada organic
coating. Ikatan polar adalah tarik menarik antara
molekul resin dan molekul logam induk. Dalam
hal ini resin berperan sebagai magnet yang lemah,
kutub utara dan kutub selatan dari magnet saling
tarik menarik dan logam merupakan salah satu
kutub. Secara kimia, ikatan polar disebut juga
secondary valence bonding.

 Ikatan Mekanik
Ikatan mekanik sangat erat hiubungannya dengan
kekasaran permukaan atau profil permukaan
logam yang akan dilapisi dengan cat. Kekasaran
atau profil dihasilkan pada waktu persiapan
permukaan. Profil adalah kekasaran permukaan
yang terbentuk akibat adanya lembah dan puncak
pada permukaan logam.
Metoda persiapan permukaan yang digunakan pada
baja adalah metoda Water Jetting dan Abrassive Blasting.
Water Jetting sangat efektif digunakan untuk
membersihkan permukaan dari kontaminan yang larut
dalam air, karat, grease, dan oli. Namun demikian
pembersihan permukaan dengan menggunakan water
jetting tidak menghasilkan profil yang baru pada
permukaan material. Berdasarkan standar NACE 5/ SSPC
SP 12, ada empat tingkat kebersihan yang dapat dihasilkan
dengan water jetting tekanan tinggi ( min. 10.000 psi atau
70 Mpa ). Keempat tingkat kebersihan itu adalah WJ-1
sampai WJ-4 dan tiga untuk kondisi salt contamination,
29

yaitu SC-1 sampai SC-3. Hanya WJ-1 dan WJ-2 yang


digunakan untuk aplikasi pada industri marine.
Abrasive Blasting umumnya digunakan untuk
membersihkan permukaan baja yang akan di coating.
Aplikasi coating yang sebelumnya dibersihkan dengan
abrasive blasting akan memiliki umur yang lebih panjang
dan meningkatkan umur pakai struktur secara signifikan.
Pembersihan dengan abrasive pada prinsipnya
menggunakan peristiwa impact. Partikel abrasive yang
berkecepatan tinggi menabrak permukaan baja. Akibat
peristiwa impact ini maka kontaminan yang ada pada
permukaan baja seperti karat, scale, kotoran, dan coating
yang lama dapat dibersihkan dari permukaan. Tetapi grease
atau oli tidak dapat dibersihkan dengan metoda ini.
Sehingga sebelum melakukan proses blasting, material
harus dibersihkan dulu dengan menggunakan water jetting
untuk membersihkan sisa – sisa grease dan oli. Selain
untuk membersihkan permukaan, proses abrasive blasting
juga mengkasarkan permukaan atau menciptakan profil
pada material. Sehingga meningkatkan daya lekat antara
cat dan benda kerja. Material abrasive blasting yang biasa
digunakan adalah pasir, flint, garnet, staurolite, dan olivine.
Karat akan muncul kembali dalam waktu singkat pada
permukaan logam yang baru dibersihkan dengan blasting.
Munculnya karat kembali tergantung lingkungan dimana
logam tersebut berada seperti kelembaban tinggi, uap air,
atau lingkungan yang korosif. Interval waktu antara
blasting dan munculnya karat sangat bervariasi. Waktu
tunda antara blasting dan pengecatan diusahakan
seminimum mungkin dan umumnya dibatasi selama 4 jam.
Blasting juga tidak boleh dilaksanakan apabila temperatur
permukaan baja lebih rendah 3oC di atas dew point dan
kelembaban melebihi 85%.
30

2.3 Bending
2.3.1 Pengertian Umum Bending
Bending merupakan pengerjaan dengan cara
memberi tekanan pada bagian tertentu sehingga terjadi
deformasi plastis pada bagian yang diberi tekanan.
Sedangkan proses bending merupakan proses penekukan
atau pembengkokan menggunakan alat bending manual
atau menggunakan mesin bending. Pengerjaan bending
biasanya dilakukan pada bahan pelat baja karbon rendah
untuk menghasilkan suatu produk tertentu.

2.3.2 Proses Pengerjaan Bending


Berdasarkan penampang benda kerjanya proses
bending dapat dilakukan dengan proses hot bending dan
proses cold bending. Dimana biasanya untuk penampang
yang kecil menggunakan proses cold bending sedangkan
penampang yang besar biasanya menggunakan hot
bending. Hal ini dikakukan supaya gaya yang dihasilkan
masih dalam batas yang diinginkan.

a. Cold bending
Proses pengerjaan cold bending yang merupakan
pembentukan plastis logam di bawah suhu rekristalisasi
pada umumnya dilakukan disuhu kamar jadi tanpa
pemanasan benda kerja. Suhu rekristalisasi yang dimaksud
adalah suhu pada saat bahan logam akan mengalami
perobahan struktur mikro. Perobahan struktur mikro ini
akan mengakibatkan perobahan karakteristik bahan logam
tersebut. Cold bending sangat baik untuk produksi massal,
mengingat diperlukannnya mesin-mesin yang kuat dan
perkakas yang mahal. Produk-produk yang dibuat biasanya
harganya sangat rendah. Selain itu material yang menjadi
sampah relatif lebih kecil daripada proses permesinan. Pada
kondisi ini logam yang dideformasi mengalami peristiwa
pengerasan regangan (strain-hardening). Logam akan
31

bersifat makin keras dan makin kuat tetapi makin getas bila
mengalami deformasi. Hal ini menyebabkan relatif
kecilnya deformasi yang dapat diberikan pada proses
pengerjaan dingin. Bila dipaksakan suatu perubahan bentuk
yang besar, maka benda kerja akan retak akibat sifat
getasnya.

Gambar 2.1 Proses Cold Bending

b. Hot bending
Sifat mekanik baja tidak hanya tergantung pada
komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung
pada strukturmikro. Suatu paduan dengan komposisi
kimia yang sama dapat memiliki strukturmikro yang
berbeda, dan sifat mekanik akan berbeda. Strukturmikro
tergantung pada proses pengerjaan yang dialami,
terutama proses laku-panas (heat treatment) yang
diterima selama proses pengerjaan.
Proses perlakuan panas adalah kombinasi dari
operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan
tertentu yang dilakukan terhadap logam/paduan dalam
keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh
sifat-sifat tertentu. Proses laku-panas pada dasarnya
terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan
sampai ke temperatur tertentu, lalu diikuti dengan
penahanan selama beberapa saat, baru kemudian
32

dilakukan pendinginan dengan kecepatan tertentu.


Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam
dapat dihilangkan, besar butir diperbesar atau diperkecil,
ketangunghan dapat ditingkatkan atau dapat dihasilkan
suatu permukaan yang keras di sekeliling inti yang ulet.
Perlakuan panas (heat treatment) ini dapat dilakukan
pada :
a. Dekat Keseimbangan (Near-equilibrium)
b. Tidak Seimbang (Non-equilibrium)
Pada perlakuan panas dekat keseimbangan secara umum
bertujuan untuk :
1. Melunakkan.
2. Menghaluskan butir.
3. Menghilangkan tegangan dalam.
4.Memperbaiki kemampuan dimesin (machine
ability ).
Jenis proses perlakuan panasnya adalah sebagai berikut :
a. Full annealing (annealing)
b. Stress relief annealing
c. Process annealing
d. Spheroidizing
e. Normalizing
f. Homogenizing
Sedangkan perlakuan panas yang tidak seimbang (Non-
equilibrium), secara umum bertujuan untuk mendapatkan
kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi. Jenis proses
perlakuan panasnya adalah sebagai berikut :
1. Hardening
2. Martempering
3. Austempering
4. Surface hardening
33

• Carburizing
• Nitriding
• Cyaniding
• Flame hardening
• Induction hardening

a. Full annealing (annealing)


Full annealing merupakan proses perlakuan panas
untuk menghasilkan perlite yang kasar (coarse
pearlite), tetapi lunak dengan pemanasan sampai
temperatur austenitisasi dan didinginkan dengan
dapur. Tujuan Full annealing untuk memperbaiki
ukuran butir, melunakkan material sehingga
keuletannya naik. Diterapkan pada baja yang
mengalami deformasi plastis atau proces maching/
forming.

b. Stress relief Annealing


Stress relief Annealing merupakan proses
perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan sisa
atau tegangan dalam akibat proses sebelumnya,
terutama dilakukan untuk baja struktural dengan
kandungan % C rendah. (Low %C Structural).

c. Process Annealing
Process Annealing merupakan proses perlakuan
panas untuk melunakkan dan menaikkan kembali
keuletan benda kerja agar dapat dideformasi lebih
lanjut. Metode perlakuan panas terutama untuk baja
paduan dengan kandunagn % C rendah pemanasan
selama 1 jam pada suhu 600-650°C (no austenizing).
34

Pendinginan dapat terjadi pengkristalan kembali


(Recrystallizes cold worked) ferrite, akan menurunkan
tegangan secara drastis.

d. Spheroidizing
Spheroidizing merupakan proses perlakuan panas
untuk menghasilkan struktur carbida berbentuk bulat
(spheroid) pada matriks ferrite hal ini akan
memeperbaiki kemampuan di machining terutama
untuk baja paduan dengan persentase kandungan C
yang tinggi. Metode perlakuan panas pada
Spheroidizing yang digunakan adalah:
• Pemanasan dengan suhu dibawah garis A1,
kemudian didinginkan
• Pemanasan dan pendinginan diantara suhu pada
garis A1
• Pemanasan diatas suhu pada garis A

e. Normalizing
Normalizing merupakan proses perlakuan panas
yang menghasilkan perlite halus, pendinginan dengan
udara,sifatnya akan lebih keras dan kuat dibandingkan
hasil anneal. Temperatur kerja pada proses perlakukan
panas full annealing, normalizing , process anneal dan
spheroidize dapat dilihat pada Gambar.2.2
35

Gambar.2.2, Temperatur proses perlakuan panas pada full


annealing, normalizing , process anneal dan
spheroidize.[2003 Brooks/Cole].

f. Pengerasan (Hardening)
Pengerasan (Hardening) Proses perlakuan panas
untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan aus atau
ketangguhan dengan kombinasi kekerasan. Sifat
kekerasan baja sangat tergantung dari :
–Temperatur pemanasan(Austenitizing Temperature)
– Lama pada temperatur tersebut (Holding Time)
– Laju pendinginan (Cooling Rate)
– Komposisi kimia (% C dan Alloying)
– Kondisi Permukaan (Surface Condition)
– Ukuran dan berat benda kerja (Size and Mass)
Kekerasan maksimum didapatkan dari pembentukan
fase martensite atau atau fase karbida pada struktur
mikro baja.
g. Austenitizing Temperature
Proses pengerasan dengan metode pemanasan
pada temperature austenitisasi. Homogenity
austenitenya, dilakukan dengan memberikan holding
time pada temperature austenitisasi, yaitu:
36

– 25-50°C diatas temperatur A3 untuk baja


hypoeutectoid
– 25-50°C diatas temperatur A1 untuk baja
hypereutectoid
Setelah di lakukan pemanasan degan mempertahankan
panas pada temperatue austenit, lalu dilakukan
pendiginan dengan media :
– Brine (air + 10 % garam dapur)
– Air
– Salt bath
– Larutan minyak dalam air
–Udara
Proses ini sangat tergantung pada : komposisi
kimia baja, kondisipermukaan, ukuran dan berat benda
kerja. Kekerasan baja sangat ditentukan oleh jumlah
relatif martersite didalam struktur mikro dan juga
ditentukan oleh kekerasan martensite, dalam hal ini,
sangat ditentukan oleh kemampuan baja untuk
dikeraskan dengan membentuk martensite.
h. Surface hardening
Surface hardening merupakan proses perlakukan
panas dengan cara baja di panaskan diatas suhu A1
dalam lingkungan yang mengandung karbon baik cair,
padat atau pun gas. Dalam proses ini karbon
diabsorpsi ke dalam logam memebentuk larutan padat
dengan besi dan lapisan luar memiliki karbon kadar
tinggi. Bila kegiatan ini dilakukan lebih lama maka
karbon akan berdifusi ke bagian-bagian sebelah dalam.
Biasanya tebal lapisan permukaan pengerasan adalah
0.1mm - 5mm. proses pengerasan permukaan ini
bertujuan untuk :
37

- Untuk meningkatkan ketahanan aus


- Untuk meningkatkan ketahanan pada tegangan
tinggi
- Untuk meningkatkan ketangguhan patah
- Untuk meningkatkan ketahanan lelah
Untuk tujuan diatas dapat dilakukan dengan beberapa
methode yaitu : karburasi (carburizing), sianida
(cyaniding), karbon sianida (carbonitriding) dan
nitrida (nitriding). Proses pemanasan dapat dilakukan
dengan : induksi, busur nyala api (flame), laser, dan
pencahayaan. Contoh pemanasan nya dapat dilihat
dalam gambar berikut :

Gambar.2.3 Proses pengerasan permukaan (hardening)


dengan flame [Sulaiman 2010]

2.4 Korosi
2.4.1 Pengertian Umum Korosi
Korosi didefinisikan sebagai penghancuran paksa zat
seperti logam dan bahan bangunan mineral media
sekitarnya, yang biasanya cair (agen korosif). Ini biasanya
dimulai pada permukaan dan disebabkan oleh kimia dan
dalam kasus logam, reaksi elektrokimia. Kehancuran
kemudian dapat menyebar ke bagian dalam materi.
Organisme juga dapat berkontribusi pada korosi bahan
38

bangunan [ Dietbert Knofel, 1975 ] . selain itu korosi juga


dapat diartikan sebagai penurunan mutu logam yang
disebabkan oleh reaksi elektrokimia antara logam dengan
lingkungan sekitarnya [Trethewey, 1991 ] .
Korosi dapat terjadi apabila terdapat empat elemen
di bawah ini :

 Anoda
Terjadi reaksi oksidasi, maka daerah tersebut akan
timbul korosi
M M+ + e
 Katoda
Terjadi reaksi reduksi, daerah tersebut
mengkonsumsi elektron
 Ada hubungan (Metallic Pathaway)
Tempat arus mengalir dari katoda ke anoda
 Larutan (electrolyte)
Larutan korosif yang dapat mengalirkan arus listrik,
mengandung ion-ion.

Agar korosi dapat terjadi, keempat elemen tersebut


harus ada. Jika salah satu dari keempat elemen itu tidak ada,
maka korosi tidak akan terjadi. Reaksi korosi yang akan
terjadi adalah :

Anoda : 4Fe 4Fe2+ + 8e (oksidasi)


Katoda : 4H2O + 2O2 + 8e 8 OH (reduksi)
4Fe2+ + 8OH 4Fe(OH)2
4Fe(OH)2 + O2 2Fe2O3 . 2H2O (karat)
2H+ + 2e H2 gas (suasana asam)

Dalam kondisi normal, ion besi Fe2+ akan larut ke


dalam larutan elektrolit pada daerah anoda dan melepaskan
2 elektron yang bergerak dari anoda ke katoda. Sementara
di daerah katoda akan terjadi reaksi reduksi yang
39

menghasilkan ion hidroksil (OH). Di dalam larutan


elektrolit akan bereaksi antara ion besi dan ion hidroksil.
Reaksi ini akan menghasilkan lapisan oxida besi 2 Fe2O3 .
2H2O pada permukaan yang disebut dengan karat.
Korosi adalah proses alami yang normal. Korosi
jarang dapat sepenuhnya dicegah, tetapi bisa dikurangi atau
dikendalikan oleh pilihan yang tepat dari bahan, desain,
pelapis, dan kadang-kadang dengan mengubah lingkungan.
Berbagai jenis logam dan bukan logam pelapis secara
teratur digunakan untuk melindungi bagian logam dari
korosi.
Lingkungan laut merupakan lingkungan yang parah
ditinjau dari sisi korosi, karena memberikan laju korosi
yang tinggi. Udara yang mengandung garam dan polusi
akan mempercepat proses korosi. Kelembaban dan air laut
merupakan elektrolit yang agresif. Daerah splash zone
adalah daerah yang memiliki laju korosi paling tinggi.

Faktor – faktor penyebab terjadinya korosi

Faktor yang menyebabkan reaksi korosif yang


mempengaruhi besi banyak ragamnya. Berikut ini adalah
yang paling penting :

Faktor fisik :
Panas, perubahan suhu, es, air mengalir, radiasi matahari
(terutama ultraviolet), angin, debu
Faktor kimia :
Asam, alkali, larutan garam, bahan organik, gas buang

Faktor biologis :
Mikroorganisme, jamur, ganggang, hewan laut, cacing,
serangga, tanaman multiseluler
40

2.4.2 Jenis – jenis Korosi

1. Uniform Attack (Korosi Seragam)


Adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam
akibat reaksi kimia karena pH air yang rendah dan
udara yang lembab,sehingga makin lama logam makin
menipis. Biasanya ini terjadi pada pelat baja atau
profil, logam homogen.

2. Pitting Corrosion (Korosi Sumur)


Adalah korosi yang disebabkan karena komposisi
logam yang tidak homogen yang dimana pada daerah
batas timbul korosi yang berbentuk sumur. Hal ini
akibat dari adanya sistem anoda pada logam yang
terdapat konsentrasi ion Cl yang tinggi. Korosi
sumuran merupakan korosi yang terlokalisasi.
Serangan korosi sumuran cenderung ke dalam
struktur. Korosi sumuran merupakan salah satu bentuk
korosi yang berbahaya karena menimbulkan
konsentrasi tegangan pada daerah sumuran tersebut.
Korosi sumuran ini terbentuk karena pada daerah
tersebut terdapat anoda dan katoda.

3. Errosion Corrosion (Korosi Erosi)


Korosi yang terjadi karena keausan dan menimbulkan
bagian – bagian yang tajam dan kasar, bagian – bagian
inilah yang mudah terjadi korosi dan juga diakibatkan
karena fluida yang sangat deras dan dapat mengkikis
film pelindung pada logam.

4. Galvanis Corrosion (Korosi Galvanis)


Korosi yang terjadi karena ada nya 2 logam yang
berbeda potensial dalam satu elektrolit sehingga logam
yang lebih anodik (memiliki tahanan yang lebih kecil)
akan terkorosi. Semakin tinggi perbedaan potensial
41

kedua logam tersebut maka laju korosinyapun akan


semakin tinggi.

5. Stress Corrosion (Korosi Tegangan)


Terjadi karena butiran logam yang berubah bentuk
yang diakibatkan karena logam mengalami perlakuan
khusus ( seperti diregang, ditekuk dll.) sehingga
butiran menjadi tegang dan butiran ini sangat mudah
bereaksi dengan lingkungan.

6. Crevice Corrosion (Korosi Celah)


Adalah sel korosi yang diakibatkan oleh perbedaan
konsentrasi zat asam . Korosi yang terjadi pada logam
yang berdempetan dengan logam lain diantaranya ada
celah yang dapat menahan kotoran dan air sehingga
kosentrasi O2 pada mulut lebih banyak dibanding pada
bagian dalam, sehingga bagian dalam lebih anodik dan
bagian mulut menjadi katodik.

7. Korosi Mikrobiologi
Korosi yang terjadi karena mikroba Mikroorganisme
yang mempengaruhi korosi antara lain bakteri, jamur,
alga dan protozoa. Korosi ini bertanggung jawab
terhadap degradasi material di lingkungan.

8. Fatigue Corrosion (Korosi Lelah)


Korosi ini terjadi karena logam mendapatkan beban
siklus yang terus berulang sehingga smakin lama
logam akan mengalami patah karena terjadi kelelahan
logam.
42

2.5 Laju Korosi

Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan


penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Dalam
perhitungan laju korosi, satuan yang biasa digunakan adalah
mm/th (standar internasional) atau mill/year (mpy, standar
British).
Tingkat ketahanan suatu material terhadap korosi
umumnya memiliki niai laju korosi antara 1 – 200 mpy.
Tabel di bawah ini adalah penggolongan tingkat ketahanan
material berdasarkan laju korosinya [ Fotana, 1987 ].

Tabel 2.8 Tingkat ketahanan korosi berdasarkan Laju


Korosi

Relative Approximate Metric Equivalent


Corrosion
Mpy mm/year µm/yr nm/yr pm/sec
resistance
Outstanding <1 < 0.02 < 25 <2 <1
0.02 -
Excellent 1–5 0.1 25 - 100 2 - 10 1-5
100 -
Good 5 – 20 0.1 - 0.5 500 10 - 50 5 - 20
20 – 500 -
Fair 50 0.5 – 1 1000 50 - 100 20 - 50
50 – 1000 - 150 - 50 -
Poor 200 42125 5000 500 200
Unacceptable 200+ 5+ 5000+ 500+ 200+

Pada umumnya menghitung laju korosi bisa


menggunakan 2 cara, yaitu dengan metode kehilangan berat
atau menggunakan metode elektrokimia.
Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju
korosi dengan mengukur beda potensial objek hingga didapat
laju korosi yang terjadi, metode ini mengukur laju korosi
43

pada saat diukur saja dimana memperkirakan laju tersebut


dengan waktu yang panjang. Kelebihan metode ini adalah
kita langsung dapat mengetahui laju korosi pada saat di ukur,
hingga waktu pengukuran tidak memakan waktu yang
lama. Pengujian laju korosi dengan metode elektrokimia
dengan polarisasi dari potensial korosi bebasnya dapat
dihitung dengan menggunakan rumus yang didasari pada
Hukum Faraday seperti di bawah ini :

Dimana :
K = Konstanta ( 0,129 untuk mpy,
0,00327 untuk mmpy )
a = Berat atom logam terkorosi (gram)
i = Kerapatan arus ( µA/cm2 )
n = Jumlah elektron valensi logam
terkorosi
D = Densitas logam terkorosi
(gram/cm3 )

Berat atom adalah suatu kuantitas fisik tak berdimensi


yang merupakan perbandingan massa rata-rata atom suatu
unsur terhadap 1/12 massa satu atom karbon-12. Istilah ini
digunakan juga pada bobot atom relatif yang dipublikasikan
oleh International Union of Pure and Applied Chemistry
(IUPAC). Bobot atom berbeda dengan massa atom, karena
bobot atom bukan tetapan fisika dan dapat berbeda-beda dari
satu sampel dengan sampel yang lain. Meskipun demikian
bobot atom cukup konstan dalam sampel normal yang
digunakan dalam bidang kimia.
44

Tabel 2.9 Berat Atom Logam


( Sumber : IUPAC, 2005 )

Nama Simbol Berat Atom


Aluminium Al 26,982
Tembaga Cu 63,546
Emas Au 196,667
Besi Fe 55,845
Timah Pb 207,2
Perak Ag 107,868
Titanium Ti 47,867
Uranium U 238,029
Seng Zn 65,409

Densitas (masa jenis) adalah pengukuran suatu massa


dari setiap satuan volume benda. Apabila semakin tinggi
densitas suatu benda maka semakin besar pula massa pada
setiap volumenya. Densitas rata-rata pada setiap benda
merupakan total massa dibagi dengan total volumenya.
Satuan SI massa jenis adalah kilogram per meter kubik
(kg.m-3). Densitas juga mempunyai fungsi sebagai penentu
zat. Setiap zat biasanya memiliki densitas yang berbeda-
beda, dan pada setiap zat berapapun massa dan volumenya
akan tetap memiliki densitas yang sama.

Tabel 2.10 Densitas Logam


( Sumber : Wikipedia )

Nama Densitas dalam Densitas dalam


kg/m3 gr/cm3
Aluminium 2700 2,7
Besi 7900 7,9
45

Emas 19300 19,3


Tembaga 8400 8,4
Perak 10500 10,5
Platina 21450 21,45
Seng 7140 7,14

Pada metode elektrokimia, perangkat yang digunakan


pada saat pengujian laju korosi adalah sel tiga elektroda. Sel
tiga elektroda adalah perangkat laboratorium baku untuk
penelitian kuantitatif terhadap sifat-sifat korosi bahan-bahan.
Terdapat 3 komponen utama di dalam sel tiga elektroda,
yaitu :

1. Elektroda kerja
Adalah sebutan yang diberikan kepada
elektroda/material yang diteliti.

2. Elektroda pembantu
Adalah elektroda khusus yang berfungsi untuk
mengangkut arus dalam rangkaian yang
terbentuk dalam penelitian. Biasanya berupa
Platina.
3. Elektroda acuan
Digunakan sebagai titik dasar acuan pengukuran-
pengukuran potensial elektroda kerja. Arus yang
mengalir pada elektroda ini harus ditekan sekecil
mungkin sehingga dapat diabaikan. Biasanya
berupa unsur Ag/AgCl

2.6 Polarisasi Korosi

Polarisasi adalah Suatu kondisi dimana suatu logam


tidak berada dalam kesetimbangan dengan larutan yang
mengandung ion-ionnya, potensial elektrodanya berbeda dari
potensial korosi bebas dan selisih diantara keduanya disebut
46

polarisasi. Secara definitif polarisasi adalah proses


pengutuban ion hidrogen secara kimia listrik sehingga
terbentuk gas hidrogen dengan bantuan pengikat elektron
yang dihasilkan dari proses degradasi logam. Polarisasi atau
penyimpangan dari potensial keseimbangan sama dengan
polarisasi anoda pada logam dan polarisasi katoda pada
lingkunganya.

Polarisasi merupakan perubahan potensial dari keadaan


stabil, misalnya dari potensial elektroda rangkaian terbuka
sebagai hasil dari aliran arus. Hal ini juga mengacu pada
perubahan potensial elektroda selama elektrolisis, sehingga
potensial dari sebuah anoda menjadi lebih mulia, dan bahwa
katoda lebih aktif, dibandingkan potensial masing-masing
reversibel. Sering dilakukan dengan pembentukan lapisan
pada permukaan elektroda.

Polarisasi merupakan acuan kita dalam membuat


pernyataan-pernyataan tentang proses laju korosi. Hal
tersebut dikarenakan laju korosi dan kerapatan arus saling
berkaitan langsung. Polarisasi ada 2 macam yakni polarisasi
aktivasi dan konsentrasi polarisasi. Aktivasi polarisasi dapat
berlangsung dengan kontrol urutan reaksi pembentukan
hidrogen yang pada logam dengan larutan yang bersentuhan.
Sedangkan konsentrasi polarisasi terjadi akibat adanya
konsentrasi hidroksil yang pekat sehingga pengontrolnya
adalah konsentrasi dari ion.

 Polarisasi aktivasi

Proses elektrokimia yang dikontrol oleh reaksi


berurutan pada permukaan metal-electrolite.
47

Polarisasi aktivasi mengacu pada proses elektrokimia


yang dikendalikan oleh urutan reaksi pada antarmuka
logam – elektrolit. Hal ini mudah diilustrasikan pada
gambar 2.4 dengan mempertimbangkan reaksi
hidrogen - evolusi pada seng selama korosi dalam
larutan asam .

Gambar 2.4 Reaksi reduksi hydrogen dibawah


control (Corrosion Engineering )

Pada gambar 2.4 menunjukkan secara skematik


beberapa langkah yang mungkin dalam pengurangan
hidrogen pada permukaan seng . Langkah ini juga
dapat diterapkan pada pengurangan af spesies apapun
pada permukaan logam . spesies pertama harus diserap
atau menempel ke permukaan sebelum reaksi dapat
berjalan sesuai dengan langkah 1. mengikuti , transfer
elektron ( langkah 2 ) harus terjadi, menghasilkan
penurunan spesies . seperti yang ditunjukkan pada
langkah 3 , dua atom hidrogen menggabungkan untuk
dari gelembung gas hidrogen ( langkah 4 ) . kecepatan
pengurangan ion hidrogen akan dikendalikan oleh
paling lambat langkah-langkah ini . ini adalah
gambaran yang sangat sederhana dari pengurangan
48

hidrogen, banyak mekanisme telah diusulkan , yang


sebagian besar adalah jauh lebih kompleks daripada
yang ditunjukkan dalam Gambar. 2.4

 Polarisasi konsentrasi

Proses elektrokimia yang di kontrol oleh proses


difusi elektrolit. Polarisasi konsentrasi mengacu pada
reaksi elektrokimia yang dikendalikan oleh difusi
dalam elektrolit. Hal ini diilustrasikan dalam gambar
2.5 untuk kasus evolusi hidrogen.

Gambar 2.5 Konsentrasi polarisasi selama


pengurangan hidrogen ( Corrosion Engineering )

Pada gambar 2.5 jumlah ion hidrogen dalam


larutan cukup kecil, dan tingkat reduksi dikendalikan
oleh difusi ion hidrogen pada permukaan logam.
dicatat bahwa dalam hal ini pengurangan tingkat
dikendalikan oleh proses yang terjadi dalam solusi
massal daripada di permukaan logam. polarisasi
aktivasi biasanya adalah faktor pengendalian selama
korosi dalam media yang mengandung konsentrasi
tinggi spesies yang aktif (misalnya, asam pekat).
polarisasi konsentrasi umumnya mendominasi ketika
49

konsentrasi spesies direduksi kecil (misalnya, asam


encer, larutan garam soda). dalam kebanyakan kasus
polarisasi konsentrasi selama pembubaran logam
biasanya kecil dan dapat diabaikan, melainkan hanya
penting selama reaksi reduksi.

Pentingnya membedakan antara polarisasi


aktivasi dan polarisasi konsentrasi tidak bisa terlalu
ditekankan. tergantung pada apa kinf polarisasi
mengendalikan reaksi reduksi, variabel enviromental
menghasilkan efek yang berbeda. misalnya, setiap
perubahan dalam sistem yang meningkatkan laju
difusi akan mengurangi efek polarisasi konsentrasi dan
karenanya meningkatkan laju reaksi. dengan demikian,
meningkatkan kecepatan atau agitasi dari medium
korosif akan meningkatkan tingkat hanya jika proses
katodik dikendalikan oleh polarisasi konsentrasi. jika
kedua reaksi anoda dan katoda dikendalikan oleh
polarisasi aktivasi, agitasi tidak akan berpengaruh
terhadap laju korosi.
50

Halaman ini sengaja dikosongkan


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan kerangka dasar dari
tahapan penyelesaian tugas akhir. Metodologi penelitian pada
tugas akhir ini mencakup semua kegiatan yang dilaksanakan
untuk memecahkan masalah atau melakukan proses analisa
terhadap permasalahan tugas akhir. Urutan metodologi penelitian
pada pengerjaan tugas akhir ini adalah :

3.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah


Untuk memudahkan dan menyederhanakan masalah
dari Tugas Akhir ini diperlukan adanya proses identifikasi
dan perumusan masalah.Pada proses ini akan dilakukan
identifikasi dan perumusan masalah yang nantinya akan
menjadi pokok dari pembahasan Tugas Akhir ini. Selain itu
untuk menjaga agar pembahasan dari Tugas Akhir ini tidak
melebar dan keluar dari inti permasalahan makan diperlukan
batasan – batasan masalah.
3.2 Studi Literatur
Tahapan selanjutnya adalah melakukan studi literatur
dengan tujuan untuk merangkum teori-teori dasar, acuan
secara umum dan khusus, serta untuk memperoleh berbagai
informasi pendukung lainnya yang berhubungan dengan
pengerjaan tugas akhir ini. Studi literatur ini dapat diperoleh
dari berbagai sumber yang ada, antara lain dari buku, jurnal,
Tugas Akhir yang memiliki persamaan pengerjaan, paper,
internet yang berhubungan dengan pengujian Laju Korosi
serta Variasi Bending. Selain itu diperlukan juga data - data
lengkap dari material uji, jenis coating yang digunakan, dan
standar apa yang dipakai dalam pengerjaan Tugas Akhir.

51
52

3.3 PersiapanPercobaan

3.1.1 Persiapan Material Uji


Pada tahap ini akan ditentukan spesifikasi material uji.
Material uji yang akan dianalisa harus sesuai standar yang
telah ditentukan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Hal
ini dilakukan agar pada proses analisa sesuai dengan standar
yang diterapkan di lapangan.
Setelah melaksanakan studi literatur di lapangan, yaitu
di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya. Maka material yang
ditetapkan sebagai spesimen uji laju korosi adalah material
pelat baja struktural khusus lambung kapal yang diproduksi
oleh Jinan Iron and Steel Company LTD ( Jigang Steel Plate
), dengan ukuran spesimen uji 12 mm x 20mm x 200 mm
sebanyak 36 buah spesimen. Proses pemotongan spesimen
dilakukan dengan menggunakan las OAW ( Oxy Acetylene
Welding ) .

Gambar 3.1 Spesimen Uji Sebelum dibengkokkan

3.1.2 Persiapan Bending ( Pembengkokan )


Pada pengujian Tukas Akhir ini sistem bending yang
digunakan yaitu dengan sistem hot bending. Spesimen uji
yang sudah disiapakan akan dilakukan proses pembengkokan
53

(bending) dengan sudut bending yang divariasikan menjadi 4


variasi sudut yaitu : 120°,135°,150°, dan 165.
Spesimen uji dengan ukuran 12 mm x 20 mm x 200
akan dipanaskan dengan suhu± 800°c secara berulang
sampai akhirnya spesimen uji akan membentuk sudut yang
telah ditentukan

Gambar 3.2Proses pemanasan material uji

Gambar 3.3Spesimen uji yang sudah dibengkokkan


(bending)
54

Setelah spesimen uji sudah terbending maka material uji


dipotong lagi dibagian kanan kiri tekukan sehingga bagian
yang terbending hanya berukuruan 20mmx20mm. Hal ini
dilakukan karena pada proses pengujian laju korosi gelas yg
digunakan cukup kecil.

3.1.3 Persiapan Coating


Pada pengujian Tugas Akhir ini coating yang
digunakan berjenis epoxy. Coating berjenis epoxy ini
mempunyai 2 part coating yaitu coating part A dan part B.
Dimana coating part A berupa coatingitu sendiri sedangkan
coating part B adalah pengeringnya. Pengaplikasian coating
berjenis epoxy ini adalah dengan cara mencampurkan
coatingpart A dengan part B dengan campuran thinner
khusus sesuai dengan application instruction coating.
Thinner disini hanya berfungsi sebagai pengencer dari
coatingsehingga mudah untuk proses pengerjaannya.
Pada tahap ini persiapan permukaan material uji
menjadi hal yang harus diperhatikan. Karena dengan
persiapan permukaan yang benar dan sesuai standar yang
berlaku akan menghasilkan hasil yang maksimal untuk
material yang akan di uji. Selain itu proses coating juga perlu
diperhatikan. Peralatan dan bahan yang akan digunakan
dalam analisa dan uji coba pada tugas akhir ini harus sesuai
dengan standar yang ada agar mendapatkan hasil yang
maksimal.
Sebelum material uji di coating, tahap awal yang harus
dilakukan adalah persiapan permukaan, yaitu membersihkan
permukaan material dengan menggunakan sand blasting.
Tujuan dari proses sand blasting ini adalah untuk
membersihkan permukaan material dari karat, scale,
kotoran, dan coating yang lama. Serta tujuannya yang paling
utama adalah untuk mengkasarkan permukaan atau
menciptakan profil pada material. Sehingga meningkatkan
55

daya lekat antara cat dan benda kerja. Pada material uji
diberikan proses sand blasting yang sesuai standar ISO
8501-1:2007 dengan minimal SA 2 1/2 atau biasa disebut
near white metal . dimana kondisi material sesudah di
blasting kondisinya sangat bersih dan nyaris berwarna putih.

Gambar 3.4 Spesimen Uji setelah dilakukan proses sand blasting

Setelah proses sand blasting, maka material uji harus


segera dicat. Hal ini untuk menghindari karat yang biasanya
akan dengan cepat muncul sesudah material di sand blasting.
Pada proses pengecatan lapisan primer ini menggunakan
cara manual yaitu dengan cara mencelup. Metode ini
dilakukan karena ukuran dari spesimen uji hanya
20mmx20mm.

Proses pengeringannya membutuhkan waktu 3 hingga 5


jam. Sedangkan untuk proses pengeringan sempurna
membutuhkan waktu 5 jam hingga 1 hari, bergantung pada
suhu dan kelembaban sekitar. Setiap pengecatan tiap lapisan
harus ditunggu sampai cat benar – benar kering sempurna.
Hal ini bertujuan agar cat tidak mudah rusak dan agar cat
bisa merekat sempurna pada material. Sehingga material
benar – benar terproteksi dengan baik.
56

Gambar 3.4 Spesimen Uji setelah dilakukan proses coating

Setelah proses coating pada semua spesimen uji sudah


dipastikan kering, maka tahap selanjutnya adalah mengukur
ketebalan coating pada tiap – tiap spesimen. Alat yang
digunakan untuk mengukur ketebalan coating adalah
Elcometer

Gambar 3.6 Elcometer

Cara untuk melakukan pengukuran spesimen uji adalah


dengan menempelkan bagian ujung elcometer pada
permukaan material yang sudah dicoating. Maka secara
otomatis ketebalan coating akan ditampilkan pada layar
elcometer. Satuan pada elcometer adalah µm
57

Gambar 3.7 Proses pengukuran ketebalan coating

Berikut ini adalah hasil dari pengukuran ketebalan


coating pada masing – masing spesimen uji.

Tabel 3.1 Variasiketebalancoatingpada spesimen uji


dengan radius 120°

Tebal
Sudut Bending Spesimen
Coating
1 -
2 -
3 -
4 219
120° 5 216
6 225
7 556
8 430
9 426
58

Tabel 3.2 Variasiketebalancoatingpada spesimen uji


dengan radius 135°

Tebal
Sudut Bending Spesimen
Coating
10 -
11 -
12 -
13 234
135° 14 235
15 236
16 455
17 430
18 431

Tabel 3.3 Variasiketebalancoatingpada spesimen uji


dengan radius 150°

Tebal
Sudut Bending Spesimen
Coating
19 -
20 -
21 -
22 225
150° 23 234
24 236
25 435
26 434
27 385
59

Tabel 3.4 Variasiketebalancoatingpada spesimen uji


dengan radius 165°

Tebal
Sudut Bending Spesimen
Coating
28 -
29 -
30 -
31 229
165° 32 228
33 230
34 446
35 449
36 404

3.4 Pengujian Laju Korosi


Pada tugas akhir ini proses pengujian laju korosi
menggunakan metode elektrokimia. Metode elektrokimia
adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda
potensial objek hingga didapat laju korosi yang terjadi. Pada
metode elektrokimia ini kita dapat langsung mengetahui nilai
laju korosi pada saat di ukur, sehingga waktu pengukuran
tidak memakan waktu yang lama. Adapun peralatan yang
digunakan dalam pengujian ini adalah sel 3 elektroda yang
terhubung dengan peralatan potensiostat Autolab
PGSTAT128N. Arus yang dihasilkan pada setiap tegangan
yang diberikan dapat direkam secara langsung oleh komputer
yang sudah terdapat software NOVA didalamnya. Langkah –
langkah yang dilakukan dalam proses pengujian laju korosi
adalah sebagai berikut :
60

a. Mempersiapkan Larutan NaCl 4% yang


nantinya akan digunakan sebagai larutan
pengkorosi. Untuk mendapatkan larutan NaCl
dengan kadar 4% maka diperlukan 40 gram
serbuk NaCl, oleh karena itu serbuk NaCl harus
ditimbang dterlebih dahulu menggunakan
timbangan digital.

Gambar 3.8 Proses penimbangan NaCl

Setelah serbuk NaCl sudah sesuai dengan apa


yang diharapkan maka selanjutnya akan
dicampur dengan1 liter larutan Aquadest

Gambar 3.9 Proses pencampuran larutan NaCl


61

b. Mempersiapkan peralatan sumber potensial,


yaitu seperangkat Potensiostat Autolab
PGSTAT128N.

Gambar 3.10 Perangkat potensiostat autolab


PGSTAT128N

c. Mempersiapkan laptop yang sudah terinstall


software NOVA 1.11 untuk dihubungkan
dengan peralatan Potensiostat Autolab
PGSTAT128N sehingga hasilnya dapat
terdeteksi.

Gambar 3.11 Laptop yang sudah terinstall


software NOVA yang dihubungkan dengan
Perangkat potensiostat autolab PGSTAT128N
62

d. Mempersiapkan peralatan yang diperlukan


untuk pengujian, yaitu gelas beaker, elektroda
acuan, elektroda pembantu, dan elektroda kerja
yang merupakan spesimen uji.

Gambar 3.12 Gelas beaker, elektroda acuan,


elektroda pembantu, dan elektroda kerja

e. Meletakkan elektroda acuan yang berupa unsur


Ag/AgCl, elektroda pembantu yang berupa
platina, dan elektroda kerja atau spesimen uji ke
dalam gelas beaker yang sudah ada larutan
NaCl di dalamnya dengan menggunakan tang
penjepit. Diusahakan pada saat peletakan
masing – masing elektroda tidak saling
bersinggungan serta dari ketiga elektroda harus
tercelup didalam larutan NaCL.
63

Gambar 3.13 Rangkaian pengujian spesimen

f. Mengatur sumber potensial yang akan


digunakan pada saat pengujian yaitu sebesar -
500 mv sampai dengan +500 mv dengan
menggunakan Software NOVA yang sudah
terhubung dengan seperangkat Potensiostat
Autolab PGSTAT128N.
g. Setelah semua selesai diatur, maka klik tanda
“Start” pada bagian kiri bawah untuk memulai
proses pengujian laju korosi. Proses scanning
pengujian laju korosi membutuhkan waktu
sekitar kurang lebih 5 menit pada masing –
masing spesimen uji. Proses scanning ini
bertujuan untuk mencari nilai potensial yang
akan digunakan untuk running pengujian
spesimen tersebut.

Gambar 3.14 Proses running pada software


NOVA
64

h. Setelah proses running pasa software NOVA


dengan potensial -500 mv sampai dengan -100,
maka akan menghasilkan grafik tafel seperti
gambar dibawah ini.

Gambar 3.15 Tampilan software NOVA dalam


tahap pembuatan grafik tafel

i. Setelah grafik tafel muncul, maka selajutnya


memasukkan data-data dari spesimen uji yaitu
massa jenis dari material uji (g/cm³), berat atom
logam (g/mol), dan luas permukaannya (cm²).

Gambar 3.16 Tampilan tabel pada software


NOVA
65

j. Dan tahap terkhir adalah pengeplotan grafik


tafel sehingga menghasilkan nilai-nilai yang
dibutuhkan.

Gambar 3.16 Tampilan software NOVA pada


tahap pengeplotan grafik

3.5 Perhitungan Laju Korosi


Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan
software NOVA , maka tahap selanjutnya adalah melakukan
perhitungan laju korosi dari tiap-tiap spesimen yang telah
diuji dengan menggunakan rumus hukum Faraday yaitu :

𝑎. 𝑖
𝐶𝑃𝑅 = 𝐾 𝑚𝑚𝑝𝑦
𝑛. 𝐷

Dimana :
K = Konstanta ( 0,129 untuk mpy, 0,00327 untuk mmpy )
a = Berat atom logam terkorosi ( gram )
i = Kerapatan arus ( µA/cm2 )
n = Jumlah elektron valensi logam terkorosi
D = Densitas logam terkorosi ( gram/cm3 )

Setelah mendapatkan hasil dari perhitungan diatas maka


selanjutnya akan dilakukan perbandingan antara hasil
66

menggunakan software NOVA dengan hasil yang


menggunakan perhitungan rumus Hukum Faraday.

3.6 Analisa Hasil Laju Korosi


Pada tahap ini akan dilakukan analisa hasil laju korosi
dari tiap-tiap spesimen uji. Bagaimanakah hasil yang
didapatkan dari pengujian laju korosi pada tiap-tiap spesimen
yang memiliki radius bending yang bervariasi. Serta
bagaimanakah hasil dari tiap-tiap spesimen uji yang
memeliki ketebalan coating yang bervariasi serta radius
bending yang bervariasi.

3.7 Kesimpulan
Setelah dilakukan analisa data dan pembahasan
selanjutnya adalah menarik kesimpulan dari analisa data
yang sudah dilakukan dan memberikan saran-saran atau
rekomendasi yang relevan sebagai pertimbangan di waktu
yang akan datang.

3.8 Diagram Alir Pengerjaan Skripsi

Mulai

Identifikasi dan Perumusan masalah

1. Buku
2. Jurnal
Studi Literatur
3. Tugas Akhir
4. Internet
Penentuan Spesifikasi Material dan Bahan

Persiapan Teknis Material, Alat, dan Bahan

X
67

Persiapan Teknis Material Persiapan Alat Persiapan Bahan

1. Pemotongan 1. Alat pemotong 1. Larutan


material uji specimen NaCl
2. Proses bending 2. Alat bending
3. Proses coating 3. Peralatan Sand
Blasting
4. Peralatan Pengecatan
5. Elcometer
6. Perangkat Sel 3
Elektroda

Pengujian Laju Korosi

Menggunakan perangkat sel 3 elektroda

Perhitungan Laju Korosi

Menggunakan rumus berdasarkan Hukum Faraday

Analisa Hasil Laju Korosi

Kesimpulan

Finish
68

Halaman ini sengaja dikosongkan


BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada tahap ini akan dilakukan analisa serta perbandingan
spesimen uji yang telah diketahui nilai laju korosinya. Selain
harus membandingkan nilai laju korosi yang di dapat dengan
rumus Hukum Faraday dengan yang dihasilkan menggunakan
software NOVA pada Tugas Akhir ini juga harus
membandingkan dengan hasil analisa dari Tugas Akhir
sebelemnya yaitu “Analisis Laju Korosi Pada Pelat Baja Karbon
A36 dengan Variasi Ketebalan Coating dan Kedalaman Goresan
(Scratch)”.

4.1 Pengujian Laju Korosi


Dari hasil pengujian laju korosi yang menggunakan
peralatan potensiostat Autolab PGSTAT128N dan software
NOVA data – data yang dihasilkan adalah nilai kerapatan arus,
potensial, hambatan dan laju korosi. Pengujian dengan
menggunakan software NOVA cukup mudah karena nilai laju
korosi bisa didapatkan secara otomatis sesaat setelah pengujian
selesai dilakukan.
Selain data – data yang didapat diatas, software NOVA
juga menghasilkan grafik tafel. Dari grafik Tafel ini maka
potensial dan kerapatan arus yang akan digunakan pada peralatan
Potensiostat Autolab PGSTAT128N akan diketahui. Potensial
pada sumbu x dengan satuan Volt menunjukkan data yang tidak
bisa berubah – ubah. Hal ini dikarenakan akibat potensial yang
digunakan oleh peralatan ini telah ditentukan terlebih dahulu
sebelum melakukan pengujian. Sedangkan nilai kerapatan arus
yang digunakan pada peralatan ini ditunjukkan pada sumbu y.
Nilai dari kerapatan arus ini juga dapat berubah – ubah selama
proses pengujian berlangsung, tergantung dari pengaturan
potensial yang digunakan saat pengujian.

69
70

Berikut adalah gambar grafik tafel dan nilai – nilai yang


dihasilkan setelah pengujian laju korosi dengan menggunakan
peralatan Potensiostat Autolab PGSTAT128N dan software
NOVA

Hasil Pengujian pada spesimen uji 1 dengan Sudut


Bending 120° tanpa menggunakan coating

Gambar 4.1 Spesimen Uji 1

Gambar 4.2 Grafik Tafel Spesimen uji 1 dengan sudut bending


120° tanpa coating
71

Gambar 4.2 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 1 yang memiliki
sudut bending 120° tanpa menggunakan coating. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dari pengeplotan ini
akan muncul garis hitam yang saling memotong yang berfungsi
untuk mencari titik tengah yang paling tepat dari interval
potensial tegangan, sehingga nilai rapat arus korosi (icorr)
diketahui sebesar -0.91 sampai -0.87 Volt. Setelah proses ini
selesai maka software NOVA akan secara langsung
memunculkan nilai-nilai seperti yang ada pada tabel 4.1 di bawah
ini :

Potensial (mV) Kerapatan Arus Laju Korosi


(µA/cm2) (mm/year)
-895.600 mV 3.04190 µA/cm2 35.347 mm/year

Tabel 4.1 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 1 dengan sudut
bending 120° tanpa coating

Dari data pada tabel 4.1 Hasil pengujian laju korosi


spesimen uji 1 dengan sudut bending 120° di atas dapat diketahui
nilai – nilai dari potensial, kerapatan arus, dan laju korosinya.
Nilai potensial yang didapat adalah -895.600 mV, dengan rapat
arus 3.04190 µA/cm2, serta laju korosi 35.347 mm/year.
72

Hasil Pengujian pada spesimen uji 2 dengan Sudut


Bending 120° tanpa menggunakan coating

Gambar 4.3 Spesimen Uji 2

Gambar 4.4 Grafik Tafel Spesimen uji 2 dengan sudut bending


120° tanpa coating
73

Gambar 4.4 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 2 yang memiliki
sudut bending 120° tanpa menggunakan coating. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dari pengeplotan ini
akan muncul garis hitam yang saling memotong yang berfungsi
untuk mencari titik tengah yang paling tepat dari interval
potensial tegangan, sehingga nilai rapat arus korosi (icorr)
diketahui sebesar -0.95 sampai -0.88 Volt. Setelah proses ini
selesai maka software NOVA akan secara langsung
memunculkan nilai-nilai seperti yang ada pada tabel 4.2 di bawah
ini :

Potensial (mV) Kerapatan Arus Laju Korosi


(µA/cm2) (mm/year)
-924.790 mV 768.140 µA/cm2 8.9257 mm/year

Tabel 4.2 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 2 dengan sudut
bending 120° tanpa coating

Dari data pada tabel 4.2 Hasil pengujian korosi spesimen uji 2
dengan sudut bending 120° di atas dapat diketahui nilai – nilai
dari potensial, kerapatan arus, dan laju korosinya. Nilai potensial
yang didapat adalah -924.790 mV, dengan rapat arus 768.140
µA/cm2 , serta laju korosi 8.9257 mm/year.
74

Hasil Pengujian pada spesimen uji 3 dengan Sudut


Bending 120° tanpa menggunakan coating

Gambar 4.5 Spesimen Uji 3

Gambar 4.6 Grafik Tafel Spesimen uji 3 dengan sudut bending


120° tanpa coating
75

Gambar 4.6 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 3 yang memiliki
sudut bending 120° tanpa menggunakan coating. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dari pengeplotan ini
akan muncul garis hitam yang saling memotong yang berfungsi
untuk mencari titik tengah yang paling tepat dari interval
potensial tegangan, sehingga nilai rapat arus korosi (icorr)
diketahui sebesar -0.92 sampai -0.89 Volt. Setelah proses ini
selesai maka software NOVA akan secara langsung
memunculkan nilai-nilai seperti yang ada pada tabel 4.3 di bawah
ini :

Potensial (mV) Kerapatan Arus Laju Korosi


(µA/cm2) (mm/year)
-910.420 mV 779.570 µA/cm2 9.0586 mm/year

Tabel 4.3 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 3 dengan sudut
bending 120° tanpa coating

Dari data pada tabel 4.3 Hasil pengujian korosi spesimen


uji 3 dengan sudut bending 120° di atas dapat diketahui nilai –
nilai dari potensial, kerapatan arus, dan laju korosinya. Nilai
potensial yang didapat adalah -910.420 mV, dengan rapat arus
779.570 µA/cm2 , serta laju korosi 9.0586 mm/year.
76

Hasil Pengujian pada spesimen uji 4 dengan Sudut


Bending 120° dan ketebalan coating 219 µm

Gambar 4.7 Spesimen Uji 4

Gambar 4.8 Grafik Tafel Spesimen uji 4 dengan sudut bending


120° dan ketebalan coating 219 µm
77

Gambar 4.8 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 4 yang memiliki
sudut bending 120° dan ketebalan coating 219 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.

Hasil Pengujian pada spesimen uji 5 dengan Sudut


Bending 120° dan ketebalan coating 216 µm

Gambar 4.9 Spesimen Uji 5


78

Gambar 4.10 Grafik Tafel Spesimen uji 5 dengan sudut bending


120° dan ketebalan coating 216 µm

Gambar 4.10 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 5 yang memiliki
sudut bending 120° dan ketebalan coating 216 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.
79

Hasil Pengujian pada spesimen uji 6 dengan Sudut


Bending 120° dan ketebalan coating 225 µm

Gambar 4.11 Spesimen Uji 6

Gambar 4.12 Grafik Tafel Spesimen uji 6 dengan sudut bending


120° dan ketebalan coating 225 µm
80

Gambar 4.12 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 6 yang memiliki
sudut bending 120° dan ketebalan coating 225 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.

Hasil Pengujian pada spesimen uji 7 dengan Sudut


Bending 120° dan ketebalan coating 556 µm

Gambar 4.13 Spesimen Uji 7


81

Gambar 4.14 Grafik Tafel Spesimen uji 7 dengan sudut bending


120° dan ketebalan coating 556 µm

Gambar 4.14 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 7 yang memiliki
sudut bending 120° dan ketebalan coating 556 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.
82

Hasil Pengujian pada spesimen uji 8 dengan Sudut


Bending 120° dan ketebalan coating 430 µm

Gambar 4.15 Spesimen Uji 8

Gambar 4.16 Grafik Tafel Spesimen uji 8 dengan sudut bending


120° dan ketebalan coating 430 µm
83

Gambar 4.16 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 8 yang memiliki
sudut bending 120° dan ketebalan coating 430 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.

Hasil Pengujian pada spesimen uji 9 dengan Sudut


Bending 120° dan ketebalan coating 426 µm

Gambar 4.17 Spesimen Uji 9


84

Gambar 4.18 Grafik Tafel Spesimen uji 9 dengan sudut bending


120° dan ketebalan coating 426 µm

Gambar 4.18 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 9 yang memiliki
sudut bending 120° dan ketebalan coating 426 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.
85

Hasil Pengujian pada spesimen uji 10 dengan Sudut


Bending 135° tanpa menggunakan coating

Gambar 4.19 Spesimen Uji 10

Gambar 4.20 Grafik Tafel Spesimen uji 10 dengan sudut bending


135° tanpa coating
86

Gambar 4.20 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 10 yang memiliki
sudut bending 135° tanpa menggunakan coating. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dari pengeplotan ini
akan muncul garis hitam yang saling memotong yang berfungsi
untuk mencari titik tengah yang paling tepat dari interval
potensial tegangan, sehingga nilai rapat arus korosi (icorr)
diketahui sebesar -0.85 sampai -0.82 Volt. Setelah proses ini
selesai maka software NOVA akan secara langsung
memunculkan nilai-nilai seperti yang ada pada tabel 4.4 di bawah
ini :

Potensial (mV) Kerapatan Arus Laju Korosi


(µA/cm2) (mm/year)
-842.330 mV 2.32610 µA/cm2 27.029 mm/year

Tabel 4.4 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 10 dengan


sudut bending 135° tanpa coating

Dari data pada tabel 4.4 Hasil pengujian korosi spesimen


uji 10 dengan sudut bending 135° di atas dapat diketahui nilai –
nilai dari potensial, kerapatan arus, dan laju korosinya. Nilai
potensial yang didapat adalah -842.330 mV, dengan rapat arus
2.32610 µA/cm2, serta laju korosi 27.029 mm/year.
87

Hasil Pengujian pada spesimen uji 11 dengan Sudut


Bending 135° tanpa menggunakan coating

Gambar 4.21 Spesimen Uji 11

Gambar 4.22 Grafik Tafel Spesimen uji 11 dengan sudut bending


135° tanpa coating
88

Gambar 4.22 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 11 yang memiliki
sudut bending 135° tanpa menggunakan coating. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dari pengeplotan ini
akan muncul garis hitam yang saling memotong yang berfungsi
untuk mencari titik tengah yang paling tepat dari interval
potensial tegangan, sehingga nilai rapat arus korosi (icorr)
diketahui sebesar -0.9 sampai -0.85 Volt. Setelah proses ini
selesai maka software NOVA akan secara langsung
memunculkan nilai-nilai seperti yang ada pada tabel 4.5 di bawah
ini :

Potensial (mV) Kerapatan Arus Laju Korosi


(µA/cm2) (mm/year)
-879.530 mV 2.58570 µA/cm2 30.046 mm/year

Tabel 4.5 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 11 dengan


sudut bending 135° tanpa coating

Dari data pada tabel 4.5 Hasil pengujian korosi spesimen


uji 11 dengan sudut bending 135° di atas dapat diketahui nilai –
nilai dari potensial, kerapatan arus, dan laju korosinya. Nilai
potensial yang didapat adalah -879.530 mV, dengan rapat arus
2.58570 µA/cm2, serta laju korosi 30.046 mm/year.
89

Hasil Pengujian pada spesimen uji 12 dengan Sudut


Bending 135° tanpa menggunakan coating

Gambar 4.23 Spesimen Uji 12

Gambar 4.24 Grafik Tafel Spesimen uji 12 dengan sudut bending


135° tanpa coating
90

Gambar 4.24 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 12 yang memiliki
sudut bending 135° tanpa menggunakan coating. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dari pengeplotan ini
akan muncul garis hitam yang saling memotong yang berfungsi
untuk mencari titik tengah yang paling tepat dari interval
potensial tegangan, sehingga nilai rapat arus korosi (icorr)
diketahui sebesar -0.85 sampai -0.81 Volt. Setelah proses ini
selesai maka software NOVA akan secara langsung
memunculkan nilai-nilai seperti yang ada pada tabel 4.6 di bawah
ini :

Potensial (mV) Kerapatan Arus Laju Korosi


(µA/cm2) (mm/year)
-836.480 mV 3.84240 µA/cm2 44.648 mm/ year

Tabel 4.6 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 12 dengan


sudut bending 135° tanpa coating

Dari data pada tabel 4.6 Hasil pengujian korosi spesimen


uji 12 dengan sudut bending 135° di atas dapat diketahui nilai –
nilai dari potensial, kerapatan arus, dan laju korosinya. Nilai
potensial yang didapat adalah -836.480 mV, dengan rapat arus
3.84240 µA/cm2, serta laju korosi 44.648 mm/ year.
91

Hasil Pengujian pada spesimen uji 13 dengan Sudut


Bending 135° dan ketebalan coating 234 µm

Gambar 4.25 Spesimen Uji 13

Gambar 4.26 Grafik Tafel Spesimen uji 13 dengan sudut bending


135° dan ketebalan coating 234 µm
92

Gambar 4.26 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 13 yang memiliki
sudut bending 135° dan ketebalan coating 234 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.

Hasil Pengujian pada spesimen uji 14 dengan Sudut


Bending 135° dan ketebalan coating 235 µm

Gambar 4.27 Spesimen Uji 14


93

Gambar 4.28 Grafik Tafel Spesimen uji 14 dengan sudut bending


135° dan ketebalan coating 235 µm

Gambar 4.28 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 14 yang memiliki
sudut bending 135° dan ketebalan coating 235 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.
94

Hasil Pengujian pada spesimen uji 15 dengan Sudut


Bending 135° dan ketebalan coating 236 µm

Gambar 4.29 Spesimen Uji 15

Gambar 4.30 Grafik Tafel Spesimen uji 15 dengan sudut bending


135° dan ketebalan coating 236 µm
95

Gambar 4.30 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 15 yang memiliki
sudut bending 135° dan ketebalan coating 236 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.

Hasil Pengujian pada spesimen uji 16 dengan Sudut


Bending 135° dan ketebalan coating 455 µm

Gambar 4.31 Spesimen Uji 16


96

Gambar 4.32 Grafik Tafel Spesimen uji 16 dengan sudut bending


135° dan ketebalan coating 455 µm

Gambar 4.32 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 16 yang memiliki
sudut bending 135° dan ketebalan coating 455 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.
97

Hasil Pengujian pada spesimen uji 17 dengan Sudut


Bending 135° dan ketebalan coating 430 µm

Gambar 4.33 Spesimen Uji 17

Gambar 4.34 Grafik Tafel Spesimen uji 17 dengan sudut bending


135° dan ketebalan coating 430 µm

Gambar 4.34 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 17 yang memiliki
98

sudut bending 135° dan ketebalan coating 430 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.

Hasil Pengujian pada spesimen uji 18 dengan Sudut


Bending 135° dan ketebalan coating 431 µm

Gambar 4.35 Spesimen Uji 18


99

Gambar 4.36 Grafik Tafel Spesimen uji 18 dengan sudut bending


135° dan ketebalan coating 431 µm

Gambar 4.36 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 18 yang memiliki
sudut bending 135° dan ketebalan coating 431 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.
100

Hasil Pengujian pada spesimen uji 19 dengan Sudut


Bending 150° tanpa menggunakan coating

Gambar 4.37 Spesimen Uji 19

Gambar 4.38 Grafik Tafel Spesimen uji 19 dengan sudut bending


150° tanpa coating
101

Gambar 4.38 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 19 yang memiliki
sudut bending 150° tanpa menggunakan coating. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dari pengeplotan ini
akan muncul garis hitam yang saling memotong yang berfungsi
untuk mencari titik tengah yang paling tepat dari interval
potensial tegangan, sehingga nilai rapat arus korosi (icorr)
diketahui sebesar -0.89 sampai -0.86 Volt. Setelah proses ini
selesai maka software NOVA akan secara langsung
memunculkan nilai-nilai seperti yang ada pada tabel 4.7 di bawah
ini :

Potensial (mV) Kerapatan Arus Laju Korosi


(µA/cm2) (mm/year)
-880.100 mV 679.440 µA/cm2 7.8951 mm/year

Tabel 4.7 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 19 dengan


sudut bending 150° tanpa coating

Dari data pada tabel 4.7 Hasil pengujian korosi spesimen


uji 19 dengan sudut bending 150° di atas dapat diketahui nilai –
nilai dari potensial, kerapatan arus, dan laju korosinya. Nilai
potensial yang didapat adalah -880.100 mV, dengan rapat arus
679.440 µA/cm2, serta laju korosi 7.8951 mm/year.
102

Hasil Pengujian pada spesimen uji 20 dengan Sudut


Bending 150° tanpa menggunakan coating

Gambar 4.37 Spesimen Uji 20

Gambar 4.38 Grafik Tafel Spesimen uji 20 dengan sudut bending


150° tanpa coating
103

Gambar 4.38 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 20 yang memiliki
sudut bending 150° tanpa menggunakan coating. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dari pengeplotan ini
akan muncul garis hitam yang saling memotong yang berfungsi
untuk mencari titik tengah yang paling tepat dari interval
potensial tegangan, sehingga nilai rapat arus korosi (icorr)
diketahui sebesar -0.91 sampai -0.87 Volt. Setelah proses ini
selesai maka software NOVA akan secara langsung
memunculkan nilai-nilai seperti yang ada pada tabel 4.8 di bawah
ini :

Potensial (mV) Kerapatan Arus Laju Korosi


(µA/cm2) (mm/year)
-897.970 mV 722.990 µA/cm2 8.4011 mm/year

Tabel 4.8 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 20 dengan


sudut bending 150° tanpa coating

Dari data pada tabel 4.8 Hasil pengujian korosi spesimen


uji 20 dengan sudut bending 150° di atas dapat diketahui nilai –
nilai dari potensial, kerapatan arus, dan laju korosinya. Nilai
potensial yang didapat adalah -897.970 mV, dengan rapat arus
722.990 µA/cm2, serta laju korosi 8.4011 mm/year.
104

Hasil Pengujian pada spesimen uji 21 dengan Sudut


Bending 150° tanpa menggunakan coating

Gambar 4.39 Spesimen Uji 21

Gambar 4.40 Grafik Tafel Spesimen uji 21 dengan sudut bending


150° tanpa coating
105

Gambar 4.40 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 21 yang memiliki
sudut bending 150° tanpa menggunakan coating. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dari pengeplotan ini
akan muncul garis hitam yang saling memotong yang berfungsi
untuk mencari titik tengah yang paling tepat dari interval
potensial tegangan, sehingga nilai rapat arus korosi (icorr)
diketahui sebesar -0.84 sampai -0.8 Volt. Setelah proses ini
selesai maka software NOVA akan secara langsung
memunculkan nilai-nilai seperti yang ada pada tabel 4.9 di bawah
ini :

Potensial (mV) Kerapatan Arus Laju Korosi


(µA/cm2) (mm/year)
-897.970 mV 722.990 µA/cm2 8.4011 mm/year

Tabel 4.9 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 21 dengan


sudut bending 150° tanpa coating

Dari data pada tabel 4.9 Hasil pengujian korosi spesimen


uji 21 dengan sudut bending 150° di atas dapat diketahui nilai –
nilai dari potensial, kerapatan arus, dan laju korosinya. Nilai
potensial yang didapat adalah -897.970 mV, dengan rapat arus
722.990 µA/cm2, serta laju korosi 8.4011 mm/year.
106

Hasil Pengujian pada spesimen uji 22 dengan Sudut


Bending 150° dan ketebalan coating 225 µm

Gambar 4.41 Spesimen Uji 22

Gambar 4.42 Grafik Tafel Spesimen uji 22 dengan sudut bending


150° dan ketebalan coating 225 µm
107

Gambar 4.42 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 22 yang memiliki
sudut bending 150° dan ketebalan coating 225 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.

Hasil Pengujian pada spesimen uji 23 dengan Sudut


Bending 150° dan ketebalan coating 234 µm

Gambar 4.43 Spesimen Uji 23


108

Gambar 4.46 Grafik Tafel Spesimen uji 23 dengan sudut bending


150° dan ketebalan coating 234 µm

Gambar 4.46 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 23 yang memiliki
sudut bending 150° dan ketebalan coating 234 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.
109

Hasil Pengujian pada spesimen uji 24 dengan Sudut


Bending 150° dan ketebalan coating 236 µm

Gambar 4.47 Spesimen Uji 24

Gambar 4.48 Grafik Tafel Spesimen uji 24 dengan sudut bending


150° dan ketebalan coating 236 µm
110

Gambar 4.48 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 24 yang memiliki
sudut bending 150° dan ketebalan coating 236 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.

Hasil Pengujian pada spesimen uji 25 dengan Sudut


Bending 150° dan ketebalan coating 435 µm

Gambar 4.49 Spesimen Uji 25


111

Gambar 4.50 Grafik Tafel Spesimen uji 25 dengan sudut bending


150° dan ketebalan coating 435 µm

Gambar 4.50 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 25 yang memiliki
sudut bending 150° dan ketebalan coating 435 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.
112

Hasil Pengujian pada spesimen uji 26 dengan Sudut


Bending 150° dan ketebalan coating 434 µm

Gambar 4.51 Spesimen Uji 26

Gambar 4.26 Grafik Tafel Spesimen uji 26 dengan sudut bending


150° dan ketebalan coating 434 µm
113

Gambar 4.52 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 26 yang memiliki
sudut bending 150° dan ketebalan coating 434 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.

Hasil Pengujian pada spesimen uji 27 dengan Sudut


Bending 150° dan ketebalan coating 385 µm

Gambar 4.53 Spesimen Uji 27


114

Gambar 4.54 Grafik Tafel Spesimen uji 27 dengan sudut bending


150° dan ketebalan coating 385 µm

Gambar 4.54 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 27 yang memiliki
sudut bending 150° dan ketebalan coating 385 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.
115

Hasil Pengujian pada spesimen uji 28 dengan Sudut


Bending 165° tanpa menggunakan coating

Gambar 4.55 Spesimen Uji 28

Gambar 4.28 Grafik Tafel Spesimen uji 28 dengan sudut bending


165° tanpa coating
116

Gambar 4.56 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 28 yang memiliki
sudut bending 165° tanpa menggunakan coating. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dari pengeplotan ini
akan muncul garis hitam yang saling memotong yang berfungsi
untuk mencari titik tengah yang paling tepat dari interval
potensial tegangan, sehingga nilai rapat arus korosi (icorr)
diketahui sebesar -0.89 sampai -0.86 Volt. Setelah proses ini
selesai maka software NOVA akan secara langsung
memunculkan nilai-nilai seperti yang ada pada tabel 4.10 di
bawah ini :

Potensial (mV) Kerapatan Arus Laju Korosi


(µA/cm2) (mm/year)
-879.110 mV 1.59250 µA/cm2 18.505 mm/year

Tabel 4.10 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 28 dengan


sudut bending 165° tanpa coating

Dari data pada tabel 4.56 Hasil pengujian korosi spesimen


uji 28 dengan sudut bending 165° di atas dapat diketahui nilai –
nilai dari potensial, kerapatan arus, dan laju korosinya. Nilai
potensial yang didapat adalah -879.110 mV, dengan rapat arus
1.59250 µA/cm2, serta laju korosi 18.505 mm/year.
117

Hasil Pengujian pada spesimen uji 29 dengan Sudut


Bending 165° tanpa menggunakan coating

Gambar 4.57 Spesimen Uji 29

Gambar 4.58 Grafik Tafel Spesimen uji 29 dengan sudut bending


165° tanpa coating
118

Gambar 4.58 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 29 yang memiliki
sudut bending 165° tanpa menggunakan coating. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dari pengeplotan ini
akan muncul garis hitam yang saling memotong yang berfungsi
untuk mencari titik tengah yang paling tepat dari interval
potensial tegangan, sehingga nilai rapat arus korosi (icorr)
diketahui sebesar -0.84 sampai -0.8 Volt. Setelah proses ini
selesai maka software NOVA akan secara langsung
memunculkan nilai-nilai seperti yang ada pada tabel 4.11 di
bawah ini :

Potensial (mV) Kerapatan Arus Laju Korosi


(µA/cm2) (mm/year)
-871.110 mV 1.76490 µA/cm2 20.508 mm/year

Tabel 4.11 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 29 dengan


sudut bending 165° tanpa coating

Dari data pada tabel 4.11 Hasil pengujian korosi spesimen


uji 29 dengan sudut bending 165° di atas dapat diketahui nilai –
nilai dari potensial, kerapatan arus, dan laju korosinya. Nilai
potensial yang didapat adalah -871.110 mV, dengan rapat arus
1.76490 µA/cm2, serta laju korosi 20.508 mm/year.
119

Hasil Pengujian pada spesimen uji 30 dengan Sudut


Bending 165° tanpa menggunakan coating

Gambar 4.59 Spesimen Uji 30

Gambar 4.60 Grafik Tafel Spesimen uji 30 dengan sudut bending


165° tanpa coating
120

Gambar 4.60 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 30 yang memiliki
sudut bending 165° tanpa menggunakan coating. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dari pengeplotan ini
akan muncul garis hitam yang saling memotong yang berfungsi
untuk mencari titik tengah yang paling tepat dari interval
potensial tegangan, sehingga nilai rapat arus korosi (icorr)
diketahui sebesar -0.9 sampai -0.87 Volt. Setelah proses ini
selesai maka software NOVA akan secara langsung
memunculkan nilai-nilai seperti yang ada pada tabel 4.12 di
bawah ini :

Potensial (mV) Kerapatan Arus Laju Korosi


(µA/cm2) (mm/year)
-890.650 mV 1.69670 µA/cm2 19.716 mm/year

Tabel 4.12 Hasil pengujian laju korosi spesimen uji 30 dengan


sudut bending 165° tanpa coating

Dari data pada tabel 4.12 Hasil pengujian korosi spesimen


uji 30 dengan sudut bending 165° di atas dapat diketahui nilai –
nilai dari potensial, kerapatan arus, dan laju korosinya. Nilai
potensial yang didapat adalah -890.650 mV, dengan rapat arus
1.69670 µA/cm2, serta laju korosi 19.716 mm/year.
121

Hasil Pengujian pada spesimen uji 31 dengan Sudut


Bending 165° dan ketebalan coating 229 µm

Gambar 4.61 Spesimen Uji 31

Gambar 4.62 Grafik Tafel Spesimen uji 31 dengan sudut bending


165° dan ketebalan coating 229 µm
122

Gambar 4.62 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 31 yang memiliki
sudut bending 165° dan ketebalan coating 229 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.

Hasil Pengujian pada spesimen uji 32 dengan Sudut


Bending 165° dan ketebalan coating 228 µm

Gambar 4.63 Spesimen Uji 32


123

Gambar 4.64 Grafik Tafel Spesimen uji 32 dengan sudut bending


165° dan ketebalan coating 228 µm

Gambar 4.64 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 32 yang memiliki
sudut bending 165° dan ketebalan coating 228 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.
124

Hasil Pengujian pada spesimen uji 33 dengan Sudut


Bending 165° dan ketebalan coating 230 µm

Gambar 4.65 Spesimen Uji 33

Gambar 4.66 Grafik Tafel Spesimen uji 33 dengan sudut bending


165° dan ketebalan coating 230 µm
125

Gambar 4.66 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 33 yang memiliki
sudut bending 165° dan ketebalan coating 230 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.

Hasil Pengujian pada spesimen uji 34 dengan Sudut


Bending 165° dan ketebalan coating 446 µm

Gambar 4.67 Spesimen Uji 34


126

Gambar 4.68 Grafik Tafel Spesimen uji 34 dengan sudut bending


165° dan ketebalan coating 446 µm

Gambar 4.68 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 34 yang memiliki
sudut bending 165° dan ketebalan coating 446 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.
127

Hasil Pengujian pada spesimen uji 35 dengan Sudut


Bending 165° dan ketebalan coating 449 µm

Gambar 4.69 Spesimen Uji 35

Gambar 4.70 Grafik Tafel Spesimen uji 35 dengan sudut bending


165° dan ketebalan coating 449 µm
Gambar 4.70 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh
dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 35 yang memiliki
128

sudut bending 165° dan ketebalan coating 449 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.

Hasil Pengujian pada spesimen uji 36 dengan Sudut


Bending 165° dan ketebalan coating 404 µm

Gambar 4.71 Spesimen Uji 36


129

Gambar 4.72 Grafik Tafel Spesimen uji 36 dengan sudut bending


165° dan ketebalan coating 404 µm

Gambar 4.72 adalah hasil dari grafik tafel yang diperoleh


dari pengujian laju korosi pada spesimen uji 36 yang memiliki
sudut bending 165° dan ketebalan coating 404 µm. Data dari
perangkat potensiostat Autolab PGSTAT128N selanjutnya aka
diproses pada software NOVA sehingga akan menghasilkan
grafik seperti yang ditunjukkan ditas. Untuk mendapatkan nilai-
nilai yang dibutuhkan , maka nilai rapat arus harus dicari terlebih
dahulu dengan cara garis lengkung putus – putus biru diplot
sepresisi mungkin untuk mendapatkan titik tengah yang
merupakan titik temu dari kedua grafik ini. Dikarenakan hasil dari
grafik diatas bentuknya tidak teratur, maka pengeplotan untuk
mendapatkan nilai rapat arus tidak bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan elektron pada saat pengujian tidak bisa menembus
lapisan coating. Sehingga dapat disimpulkan pada material ini
tidak mengalami cacat coating sehingga nilai laju korosinya tidak
terdeteksi.
130

4.2 Perhitungan Laju Korosi


Setelah mendapatkan nilai – nilai yang dibutuhkan dari
software NOVA, maka selanjutnya dilakukan suatu perbandingan
nilai laju korosi. Nilai kerapatan arus yang didapat dari software
NOVA dimasukkan ke dalam persamaan Hukum Faraday.
Selanjutnya hasil yang didapat dari software NOVA dan
perhitungan persamaan Hukum Faraday akan dibandingkan dan
dianalisa hasilnya. Berikut adalah perhitungan manual dengan
menggunakan Hukum Faraday :

Dimana :
K = Konstanta ( 0,129 untuk mpy, 0,00327 untuk mmpy )
a = Berat atom logam terkorosi ( gram )
i = Kerapatan arus ( µA/cm2 )
n = Jumlah elektron valensi logam terkorosi
D = Densitas logam terkorosi ( gram/cm3 )

Perhitungan rumus Hukum Faraday dengan Metode


Elektrokimia pada pengujian laju korosi spesimen 1
tanpa adanya coating
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

K = 0.000327

a = 27.925 gram / mol

icorr = 3041.90 µA/cm2

n =1

D = 7,86 gram / cm3

Laju Korosi =
131

= 35,33973766221374 mm / year

Perhitungan rumus Hukum Faraday dengan Metode


Elektrokimia pada pengujian laju korosi spesimen 2
tanpa adanya coating
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

K = 0.000327

a = 27.925 gram / mol

icorr = 768.140 µA/cm2

n =1

D = 7,86 gram / cm3

Laju Korosi =

= 8,923983723282443 mm / year

Perhitungan rumus Hukum Faraday dengan Metode


Elektrokimia pada pengujian laju korosi spesimen 3
tanpa adanya coating
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

K = 0.000327

a = 27.925 gram / mol


132

icorr = 779.570 µA/cm2

n =1

D = 7,86 gram / cm3

Laju Korosi =

= 9,416169266865079 mm / year

Perhitungan rumus Hukum Faraday dengan Metode


Elektrokimia pada pengujian laju korosi spesimen 10
tanpa adanya coating
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

K = 0.000327

a = 27.925 gram / mol

icorr = 2326.10 µA/cm2

n =1

D = 7,86 gram / cm3

Laju Korosi =

= 27,02382187977099 mm / year
133

Perhitungan rumus Hukum Faraday dengan Metode


Elektrokimia pada pengujian laju korosi spesimen 11
tanpa adanya coating
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

K = 0.000327

a = 27.925 gram / mol

icorr = 2585.70 µA/cm2

n =1

D = 7,86 gram / cm3

Laju Korosi =

= 30,03976451335878 mm / year

Perhitungan rumus Hukum Faraday dengan Metode


Elektrokimia pada pengujian laju korosi spesimen 12
tanpa adanya coating
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

K = 0.000327

a = 27.925 gram / mol

icorr = 3842.40 µA/cm2

n =1

D = 7,86 gram / cm3


134

Laju Korosi =

= 44,6396686259542 mm / year

Perhitungan rumus Hukum Faraday dengan Metode


Elektrokimia pada pengujian laju korosi spesimen 19
tanpa adanya coating
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

K = 0.000327

a = 27.925 gram / mol

icorr = 679.440 µA/cm2

n =1

D = 7,86 gram / cm3

Laju Korosi =

= 7,89349793129771 mm / year

Perhitungan rumus Hukum Faraday dengan Metode


Elektrokimia pada pengujian laju korosi spesimen 20
tanpa adanya coating
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

K = 0.000327
135

a = 27.925 gram / mol

icorr = 722.990 µA/cm2

n =1

D = 7,86 gram / cm3

Laju Korosi =

= 8,399446705152672 mm / year

Perhitungan rumus Hukum Faraday dengan Metode


Elektrokimia pada pengujian laju korosi spesimen 21
tanpa adanya coating
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

K = 0.000327

a = 27.925 gram / mol

icorr = 58.2140 µA/cm2

n =1

D = 7,86 gram / cm3

Laju Korosi =

= 0.6763100326 mm / year
136

Perhitungan rumus Hukum Faraday dengan Metode


Elektrokimia pada pengujian laju korosi spesimen 28
tanpa adanya coating
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

K = 0.000327

a = 27.925 gram / mol

icorr = 1592.50 µA/cm2

n =1

D = 7,86 gram / cm3

Laju Korosi =

= 18,50111187977099 mm / year

Perhitungan rumus Hukum Faraday dengan Metode


Elektrokimia pada pengujian laju korosi spesimen 29
tanpa adanya coating
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

K = 0.000327

a = 27.925 gram / mol

icorr = 1764.90 µA/cm2

n =1

D = 7,86 gram / cm3


137

Laju Korosi =

= 20,50399520038168 mm / year

Perhitungan rumus Hukum Faraday dengan Metode


Elektrokimia pada pengujian laju korosi spesimen 30
tanpa adanya coating
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

K = 0.000327

a = 27.925 gram / mol

icorr = 1696.70 µA/cm2

n =1

D = 7,86 gram / cm3

Laju Korosi =

= 19,71167128816794 mm / year

4.3 Analisa Laju Korosi


Dari hasil perhitungan menggunakan software NOVA dan
juga perhitungan menggunakan rumus Hukum Faraday, maka
selanjutnya akan dibandingkan antara perhitungan menggunakan
software NOVA dengan perhitungan menggunakan rumus
Hukum Faraday. Berikut ini adalah diagram perbandingan antara
perhitungan laju korosi dengan menggunakan software NOVA
138

dengan perhitungan menggunakan rumus Hukum Faraday pada


spesimen uji yang mempunyai radius bending yang berbeda :

Perbandingan Laju Korosi Software NOVA


dengan Hukum Faraday Pada Radius
Bending 120°
40,0000
Laju Korosi

30,0000
20,0000
10,0000
0,0000
Spesimen Spesimen Spesimen
1 2 3
Software NOVA 35,3470 8,9257 9,0586
Hukum Faraday 35,33973766 8,923983723 9,416169267

Gambar 4.73 Diagram perbandingan hasil perhitungan laju korosi


menggunakan software NOVA dan Hukum Faraday pada
spesimen dengan radius bending 120°

Diagram yang ditunjukkan pada gambar 4.73


menunjukkan bahwa spesimen 1 mengalami laju korosi yang
sangat besar dibandingkan dengan spesimen 2 dan 3. Hal ini
dikarenakan beberapa faktor antara lain adalah pada spesimen 1
terjadi cacat rongga pada material yang terjadi akibat proses
pemotongan menggunakan menggunakan las OAW ( Oxy
Acetylene Welding ). Oleh karena itu untuk mengambil nilai laju
korosi pada material uji dengan radius bending 120° spesimen 1
diabaikan. Sehingga dapat diketahiu nilai laju korosi pada
material uji dengan radius bending 120° adalah sebesar 8,9
mm/year sampai dengan 9,5 mm/year
139

Perbandingan Laju Korosi Software NOVA


dengan Hukum Faraday Pada Radius
Bending 135°
50,0000
Laju Korosi

40,0000
30,0000
20,0000
10,0000
0,0000
Spesimen Spesimen Spesimen
10 11 12
Software NOVA 27,0290 30,0460 44,6480
Hukum Faraday 27,02382188 30,03976451 44,63966863

Gambar 4.74 Diagram perbandingan hasil perhitungan laju korosi


menggunakan software NOVA dan Hukum Faraday pada
spesimen dengan radius bending 135°

Diagram yang ditunjukkan pada gambar 4.74


menunjukkan bahwa spesimen 10,11,12 dengan variasi radius
bending 135° mengalami laju korosi yg berbeda-beda. Akan
tetapi dari ketiga spesimen dengan radius bending 135° ini bisa
dikatakan mengalami laju korosi yg cukup besar yaitu berkisar
antara 27.029 mm/year sampai dengan 44.648 mm/ year. Hal ini
dikarenakan pada material 10,11,12 mengalami tingkat stress
yang cukup tinggi akibat proses pembuatan material uji yang
dilakukan pada percobaan ini.
140

Perbandingan Laju Korosi Software NOVA


dengan Hukum Faraday Pada Radius
Bending 150°
10,0000
Laju Korosi

8,0000
6,0000
4,0000
2,0000
0,0000
Spesimen Spesimen Spesimen
19 20 21
Software NOVA 7,8951 8,401 0,6764
Hukum Faraday 7,893497931 8,399446705 0,676310033

Gambar 4.75 Diagram perbandingan hasil perhitungan laju korosi


menggunakan software NOVA dan Hukum Faraday pada
spesimen dengan radius bending 150°

Diagram yang ditunjukkan pada gambar 4.75


menunjukkan bahwa spesimen 21 mengalami laju korosi yang
sangat kecil dibandingkan dengan spesimen 19 dan 20. Hal ini
bisa terjadi karena adanya kesalahan pada saat proses pembuatan
spesimen uji. Spesimen 21 yang seharusnya tanpa coating
terkena coating pada permukaan yang akan diuji, sehingga
spesimen 21 harus diamplas untuk menghilagkan coating yang
sudah terlanjur menempel dipermukaannya. Akibat proses
pengamplasan coating yang menempel dipermukaan spesimen
21, maka pori-pori spesimen 21 ini tertutup. Inilah yang
menyebabkan laju korosi pada spesimen 21 menjadi lebih kecil
dibandingkan spesimen 19 dan 20. Oleh karena itu untuk
mengambil nilai laju korosi pada material uji dengan radius
bending 150° spesimen 21 diabaikan. Sehingga dapat diketahiu
nilai laju korosi pada material uji dengan radius bending 150°
adalah sebesar 7,8 mm/year sampai dengan 8,4 mm/year
141

Perbandingan Laju Korosi Software NOVA


dengan Hukum Faraday Pada Radius
Bending 165°
21,000
Laju Korosi

20,000
19,000
18,000
17,000
Spesimen Spesimen Spesimen
28 29 30
Software NOVA 18,505 20,5080 19,716
Hukum Faraday 18,50111188 20,5039952 19,71167129

Gambar 4.76 Diagram perbandingan hasil perhitungan laju korosi


menggunakan software NOVA dan Hukum Faraday pada
spesimen dengan radius bending 165°

Diagram yang ditunjukkan pada gambar 4.76


menunjukkan bahwa spesimen 28,29,30 dengan variasi radius
bending 165° mengalami laju korosi yg berbeda-beda. Akan
tetapi dari ketiga spesimen dengan radius bending 165° ini bisa
dikatakan mengalami laju korosi yg cukup besar yaitu berkisar
antara 18,505 mm/year sampai dengan 20,5080 mm/ year. Hal ini
dikarenakan pada material 10,11,12 mengalami tingkat stress
yang cukup tinggi akibat proses pembuatan material uji yang
dilakukan pada percobaan ini.

Selanjutnya adalah diagram perbandingan laju korosi pada


masing - masing spesimen uji dengan variasi radius bending
120°,135°,150°,165° tanpa menggunakan coating.
142

Perbandingan Laju Korosi Pada


Setiap Radius Bending
40,000

30,000
Laju Korosi

20,000

10,000

0,000
120° 135° 150° 165°
Laju Korosi 8,992 33,908 8,148 19,576

Gambar 4.77 Grafik perbandingan hasil perhitungan rata – rata


laju korosi pada material dengan variasi radius bending

Dari grafik di atas dapat diketahui hasilnya bahwa pada


material dengan radius bending 120° memiliki nilai laju korosi
yang tidak begitu besar dibandingkan dengan material yg lain.
Padahal material dengan sudut bending 120° adalah material yang
paling besar mengalami penekukan. Sedangkan pada material
dengan radius bending 135° mengalami tingkat laju korosi yang
paling besar. Padahal bila dibandingkan dengan material dengan
sudut bending 120° material dengan radius bending 135°
mengalami proses penekukan yang tidak terlalu besar apabila
dibandingkan dengan material dengan sudut bending 120° .
Selanjutnya adalah material dengan radius bending 150°. Material
dengan radius bending 150° memiliki nilai laju korosi yang paling
kecil dibandingkan dengan material yang lainnya. Padahal
material dengan radius bending 150° tingkat penekukannya
masih lebih besar dibandingkan dengan material dengan radius
bending 165°. Sedangkan sebaliknya material material dengan
radius bending 165° memiliki nilai laju korosi yang cukup besar.
143

Padahal material dengan radius bending 165° merupakan material


yang paling kecil mengalami proses penenkukan.

Jadi Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil ini adalah


semua spesimen uji baik itu 120°,135°,150°,165° mengalami laju
korosi yang bervariasi. Material dengan radius bending 120°
tidak bisa dikatakan mengalami nilai laju korosi yang tertinggi
meskipun mengalami tingkat kerusakan material yg cukup tinggi
akibat proses penekukan. Sedangkan sebaliknya material dengan
radius bending 165° tidak bisa dikatakan mengalami laju korosi
yang paling kecil meskipun mengalami tingkat kerusakan yang
paling kecil pada saat penekukan. Besar kecilnya nilai laju korosi
tidak bisa dilihat dari seberapa besar material yang terbending
melainkan dipengaruhi oleh seberapa besar perubahan metalurgi
yang terjadi pada material itu sendiri.
144

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan serangkaian uji coba dan analisa,
didapat beberapa kesimpulan dan saran yang dapat digunakan
sebagai evaluasi untuk keberlanjutan dan pengembangan kegiatan
penelitian selanjutnya.

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari data hasil pengujian yang telah dilakukan
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa variasi
ketebalan coating tidak dapat diketahiu seberapa besar
nilai laju korosinya. Hal ini dikarenakan tidak ada
elektron yang dapat menembus lapisan coating apabila
proses coating dilakukan secara benar.
2. Dari hasil perhitungan menggunakan software NOVA
dan perhitungan menggunakan rumus Hukum Faraday
nilai rata-rata laju korosi pada spesimen uji yang tidak
menggunakan coating dengan radius bending 120°
sebesar 8,992 mm/year, sedangkan pada spesimen uji
yang tidak menggunakan coating dengan radius bending
135° sebesar 33,908 mm/year, dan pada spesimen uji
yang tidak menggunakan coating dengan radius bending
150° sebesar 8,148 mm/year, serta yang terakhir pada
spesimen uji yang tidak menggunakan coating dengan
radius bending 165° sebesar 19,576 mm/year
3. Dari hasil perhitungan menggunakan software NOVA
dan perhitungan menggunakan rumus Hukum Faraday
nilai laju korosi yang tertinggi pada spesimen uji yang
tidak menggunakan coating adalah pada spesimen uji
dengan radius bending 135°. Sedangkan yang terkecil
nilai laju korsinya adalah spesimen uji dengan radius
bending 150°. Hal ini menunjukkan bahwa nilai laju
korosi tidak dipengaruhi seberapa besar radius

145
146

bendingnya melainkan seberapa besar perubahan


metalurgi pada material tersebut.
4. Pada perhitungan laju korosi, nilai yang paling
berpengaruh adalah nilai rapat arus ( icorr ). Dari nilai –
nilai laju korosi yang didapatkan, terdapat hubungan
bahwa semakin besar nilai rapat arus ( icorr ), maka
semakin besar pula nilai laju korosinya. Begitu pula
sebaliknya, semakin kecil nilai rapat arus ( icorr ), maka
semakin kecil pula nilai laju korosi yang didapatkan.

5.2 Saran

Agar mendapatkan hasil yang baik dan maksimal pada


penelitian selanjutnya, disarankan untuk membandingkan dengan
metode manual yaitu weight loss serta lama perendaman yang
divariasikan sehingga seberapa besar tingkat kerusakan
coatingnya dapat diketahui dan nantinya nilai laju korosinya akan
muncul. Selanjutnya pada waktu proses pengecatan usahakan
dalam kondisi udara dan lingkungan yang kering dan tidak
lembab. Hal ini untuk meminimalisir terjadinya kegagalan
coating.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Pengertian Cat. http://hunter-


science.blogspot.com/2011/06/pengertian-cat/ Diakses pada
tanggal 17 Juli 2015

Anonim. Solusi Pengecatan. http://www.tanalpaint.com/#!solusi/


Diakses pada 12 Agustus 2015

Biro Klasifikasi Indonesia. 2006. Rules for the Classification and


Construction of Sea Going Steel Ship, Volume V, Rules for
Materials . Jakarta : Biro Klasifikasi Indonesia

Chamberlain, J.,Trethewey, KR. 1991. Korosi . Jakarta : PT.


Gramedia Pustaka Utama

Fontana, Mars Guy. 1986. Corrosion Engineering. Singapore :


McGraw-Hill Book Co

Jensen, Alfred.,Harry H. Chenoweth. 1983. Kekuatan Bahan


Terapan Edisi Keempat. Singapore : McGraw-Hill Book Co

Knofel, Dietbert. 1978. Corrosion Of Building Material . United


States : Van Nostrand Reinhold Company

Zakharov, B.. Heat Treatment of Metal. Moscow: Peace Publisher


(1962)

Dudung, Kusmara. 1989. Tata Cara Pengecatan Logam.


Bandung : Yayasan Lembaga Penyelikan Masalah Bangunan.

Dewi, Ika Marcelina Sari.,Imam Rochani, & Heri Supomo.


2011.Studi Perbandingan Laju Korosi Dengan Variasi Cacat
Coating Pada Pipa API 5L Grade X65 Dengan Media Korosi
NaCl. Surabaya: Tugas Akhir, Jurusan Teknik Kelautan, ITS

Amri Royan Hidayat, Imam Rochani, dan Heri Supomo. Studi


Experimen Perbandingan Laju KorosiPada Plat ASTM
(American Society For Testing and Material) A36 dengan
Menggunakan Variasi Sudut Bending. Surabaya: Tugas Akhir,
Jurusan Teknik Kelautan, ITS

Yudha Kurniawan Afandi, Irfan Syarif Arief, dan Amiadji.


Analisa Laju Korosi Pada Pelat Baja Karbon dengan Variasi
Ketebalan Coating. Surabaya: Tugas Akhir, Jurusan Teknik
Kelautan, ITS

Fitransyah. 2013. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Laju


Korosi . http://fitransyah.wordpress.com/2013/11/16/faktor-
faktor-yang-mempengaruhi-laju-korosi/ Diakses pada tanggal 6
Juni 2014

Sulaiman,” PengaruhProses Pelengkungan dan Pemanasan


Garis Pelat Baja Kapal Aisi E 2512 terhadap Nilai Kekerasan
dan Laju Korosi”, Thesis,Semarang: Universitas Diponegoro
(2010)
BIODATA PENULIS

Moh. Baseri, atau lebih dikenal dengan


Basri, merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara dari bapak H. M. Syukur dan
ibu Sulikah yang tinggal di Surabaya.
Penulis menempuh pendidikan di TK
PKK Kalijudan, SDN Kalijudan II
Surabaya, SMP Assa’adah Bungah
Gresik, SMA GIKI 2 Surabaya. Setelah
lulus dari SMA tahun 2009 penulis
diterima menjadi mahasiswa D3 di
Jurusan Teknik Bangunan Kapal program pendidikan Desain dan
Konstruksi Kapal PPNS-ITS dan kemudian mengikuti program
Lintas Jalur di Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK-ITS
terdaftar dengan NRP 4212106005 mulai tahun 2012.
Di Jurusan Teknik Sistem Perkapalan ini penulis
mengambil Bidang Studi Marine Machinery Design and
Manufacture. Penulis tengah mendalami beberapa software desain
baik secara umum maupun bidang perkapalan.
Dalam alamat penulis saat ini adalah di Jl. Kalijudan 10 no 29a
RT 001/RW 006 Kalijudan, Surabaya. Nomor telepon yang dapat
dihubungi adalah 081216158955 dan email digunakan
muhammadbasri45@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai