SKRIPSI
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
DEPOK
JUNI 2017
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
DEPOK
JUNI 2017
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat
dan bimbingan-Nya, proses penelitian dan pengerjaan skripsi yang berjudul
“PENGARUH KUAT ARUS DAN KECEPATAN PENGELASAN TERHADAP
LEBAR MANIK DAN DISTORSI PADA SAMBUNGAN TUMPUL
STAINLESS STEEL 304 DENGAN MENGGUNAKAN GAS METAL ARC
WELDING (GMAW)” ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
mahasiswa program studi Teknik Mesin untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik,
sekaligus menjadi dokumentasi penelitian yang telah dilaksanakan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan selesai
tanpa bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Bambang Sengadi dan Sri Suharti, dan kedua
kakak penulis, Waika Sulistyaningsih dan keluarga serta Nur Mei
Kusumawardani dan keluarga, yang selalu memberikan dukungan moral
dan material tanpa henti hingga terselesaikannya penelitian ini,
2. Dr. Ario Sunar Baskoro, S.T., M.T., M.Eng, selaku dosen pembimbing yang
selalu menyediakan waktu, tenaga, dan bimbingannya untuk menyelesaikan
penelitian ini,
3. Seluruh dosen pengajar, staff akademik, dan staff laboratorium Departemen
Teknik Mesin Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmu selama di
bangku perkuliahan sebagai bekal ilmu dalam penelitian ini,
4. Teman-teman bimbingan Dr. Ario Sunar Baskoro; Alfian Ibnu Pratama,
Duvall Anggraita PA, M Andre Widianto, Meika Rizky, Fatahillah Putra,
Abdi Mustaqim, Pak Hakam, Pak Haikal, Bang Azwar, yang telah menjadi
teman seperjuangan yang dengan suka rela membantu penulis saat dalam
kesulitan,
5. Teman-teman Java-Mech, yang selalu memberikan motivasi dan bantuan
selama penelitian ini,
6. Teman-teman mahasiswa Teknik Mesin 2013 atas motivasi, diskusi, dan
menjadi teman seperjuangan selama di bangku kuliah,
iv
7. Seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk perbaikan. Penulis
memohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan pada skripsi ini, dan semoga
skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja dan perkembangan ilmu di masa mendatang.
Penulis
v
vi
ABSTRAK
Baja tahan karat (stainless steel) 304 merupakan baja yang memiliki
ketahanan korosi yang baik dan tahan temperature tinggi sehingga banyak
digunakan dalam dunia industri. Penggunaan baja tahan karat umumnya
membutuhkan proses penyambungan dimana proses penyambungan yang sangat
umum digunakan adalah proses pengelasan. Untuk mendapatkan hasil pengelasan
yang baik, diperlukan pemilihan parameter yang tepat agar tidak timbul
permasalahan seperti distorsi pengelasan. Distorsi merupakan fenomena perubahan
bentuk yang terjadi akibat pengelasan. Pada penelitian ini dilakukan percobaan
untuk mengetahui pengaruh kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap hasil
manik las dan juga distorsi yang dihasilkan menggunakan GMAW. Kuat arus yang
digunakan yaitu 115, 120, dan 125 A sedangkan kecepatan pengelasan yang
digunakan 3,6; 3,9; dan 4,2 mm/s. Hasil las dilakukan pengukuran terhadap lebar
maniknya, kemudian dilakukan pengukuran distorsi menggunakan CMM
(Coordinate Measuring Machine) setelah material mengalami pendinginan alami.
Dari hasil penelitian yang didapatkan, diketahui bahwa semakin besar kuat arus,
maka lebar manik las dan distorsi angular yang dihasilkan akan semakin besar.
Sedangkan jika kecepatan pengelasan semakin besar, maka lebar manik las dan
distorsi angular yang dihasilkan akan semakin kecil.
Kata Kunci: Las GMAW, Manik las, Distorsi, Kuat arus, Kecepatan pengelasan
vii
Universitas Indonesia
ABSTRACT
viii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
ix
Universitas Indonesia
2.4.1 Stepper Motor.................................................................................. 22
2.4.2 Ballscrew ......................................................................................... 23
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................... 25
3.1 Pembuatan dan Pengujian Alat Penggerak Otomatis ............................. 25
3.2 Diagram Penelitian ................................................................................. 26
3.3 Proses Pengelasan................................................................................... 27
3.3.1 Persiapan Spesimen Uji................................................................... 27
3.3.2 Mekanisme Pengelasan GMAW Otomatis ..................................... 28
3.4 Pengujian Hasil Lasan ................................................................................ 31
3.4.1 Pengukuran Lebar Manik Las ......................................................... 31
3.4.2 Pengujian Distorsi ........................................................................... 33
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 36
4.1 Karakteristik Pergerakan Pengelasan menggunakan Motor Stepper...... 36
4.2 Hasil Pengukuran Lebar Manik Las ....................................................... 39
4.2.1 Analisis Pengaruh Parameter Pengelasan terhadap Lebar Manik ... 39
4.2.2 Analisis Lebar Manik Menggunakan RSM..................................... 43
4.3 Hasil Pengukuran Distorsi Angular ........................................................ 46
4.3.1 Distorsi Angular Transversal .......................................................... 46
4.3.2 Distorsi Angular Longitudinal ........................................................ 50
4.3.3 Distorsi Angular dalam derajat ....................................................... 53
4.3.4 Analisis Distorsi menggunakan Response Surface Methodology
(RSM) 55
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 58
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 58
5.2 Saran ....................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 60
LAMPIRAN ...................................................................................................... 62
x
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
xii
Universitas Indonesia
Gambar 4. 10. Grafik pengaruh kecepatan pengelasan terhadap distorsi transversal
....................................................................................................... 48
Gambar 4. 11. Grafik pengaruh kuat arus terhadap distorsi longitudinal ............. 51
Gambar 4. 12. Grafik pengaruh kecepatan pengelasan terhadap distorsi
longitudinal .................................................................................... 51
Gambar 4. 13. Grafik pengaruh kuat arus terhadap distorsi angular .................... 54
Gambar 4. 14. Grafik pengaruh kecepatan pengelasan terhadap distorsi angular 54
Gambar 4. 15. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap
distorsi transversal ......................................................................... 56
Gambar 4. 16. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap
distorsi longitudinal. ...................................................................... 57
xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
3
1. Diperlukan alat yang dapat bergerak secara konstan dan dapat diatur
kecepatannya untuk mendapatkan kecepatan pengelasan yang konstan.
2. Diperlukan pengukuran lebar manik las bagian atas dan bawah pada hasil
lasan GMAW untuk mengetahui pengaruh dari kuat arus dan kecepatan
pengelasan terhadap lebar manik material stainless steel 304.
3. Diperlukan pengukuran distorsi angular pada hasil lasan GMAW untuk
mengetahui pengaruh dari kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap
distorsi angular material stainless steel 304.
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
6
Bab ini menjelaskan mengenai landasar teori terkait dengan penelitian yang
digunakan, meliputi dasar pengelasan, pengetahuan mengenai las Gas metal
arc welding, prinsip kerja las GMAW, parameter pengelasan, pengetahuan
mengenai material baja tahan karat, serta teori pengujian yang dilakukan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai metodologi penelitian, tahapan atau alur
penelitian yang dilakukan, dan peralatan serta bahan yang digunakan dalam
penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini disajikan data yang dihasilkan dari penelitian dan
pengolahannya. Bab ini juga menyajikan grafik dan gambar dari penelitian
untuk menunjang analisis.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini dijelaskan mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan dan saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya agar
mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
Gambar 2. 3. Hasil penetrasi dengan GMAW dengan gas argon (kiri) dan gas 75% He +
25% Ar (kanan) [9].
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
12
Mode ini dapat digunakan pada semua posisi pengelasan, namun perlengkapannya
lebih mahal dibanding mode lainnya [6].
Universitas Indonesia
13
karena berdampak pada busur stabil, spatter rendah, profil manik las
bagus, dan kedalaman penetrasi yang baik.
3. Arc voltage
Ketika parameter lain konstan, peningkatan arc voltage atau tegangan
busur akan menyebabkan meningkatnya panjang busur sehingga
menyebabkan lebar daerah fusi dan mendatarkan manik las. Tegangan
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan porositas, spatter, dan undercut.
4. Travel speed
Travel speed atau kecepatan pengelasan adalah laju linier busur sepanjang
sambungan las. Kecepatan pengelasan ini akan mempengaruhi penetrasi
pengelasan. Ketika parameter lain konstan, penetrasi lasan akan
maksimum pada kecepatan las sedang. Ketika kecepatan dikurangi,
deposisi kawat las per satuan panjang akan meningkat.
5. Electrode extension
Electrode extension adalah jarak antara ujung dari welding gun ke ujung
elektroda. Peningkatan jarak menyebabkan meningkatnya hambatan
listrik yang menyebabkan tambahan panas ke elektroda sehingga
meningkatkan laju leleh elektroda. Jarak optimal elektroda umumnya 6.4
sampai 13 mm untuk short-circuiting transfer dan 13-25 mm untuk spray
dan globular transfer.
6. Sudut dan orientasi elektroda
Untuk semua posisi pengelasan, sudut trailing travel antara 5 hingga 15o
menghasilkan penetrasi maksimal. Sudut tersebut juga menyebabkan
shielding yang optimal. Untuk pengelasan aluminium umumnya lebih
dipilih orientasi leading karena menimbulkan aksi pembersihan ke hasil
lasan.
7. Diameter elektroda
Diameter elektroda mempengaruhi konfigurasi manik lasan. Elektroda
dengan diameter besar membutuhkan kuat arus yang lebih rendah
dibanding elektroda dengan diameter lebih kecil untuk membuat transfer
logam dengan karakteristik yang sama.
Universitas Indonesia
14
Universitas Indonesia
15
kombinasi sifat tahan korosi dan temperatur relatif tinggi atau secara
khusus tahan terhadap stress corrosion cracking.
5. Precipitation Hardening Stainless steel
Precipitation hardening stainless steel adalah baja tahan karat yang
keras dan kuat akibat dari dibentuknya suatu presipitat (endapan) dalam
struktur mikro logam. Hal ini mengakibatkan gerakan deformasi
menjadi terhambat dan memperkuat material logam.
Universitas Indonesia
16
Kekuatan Mekanik
Elongasi
Nama
UNS ASTM Bentuk YS TS pada 50mm Kekerasan
Umum
min, %
201 BHN
30 ksi min 75 ksi min
max
S30400 SS304 A240 Pelat 40
205 Mpa 515 Mpa 92 HRB
min min max
201 BHN
25 ksi min 70 ksi min
max
S30403 SS304L A240 Pelat 40
170 Mpa 485 Mpa 92 HRB
min min max
2.2.2.4 Sifat Fisik Baja Tahan Karat tipe 304
Tabel 2. 3. Sifat fisik baja tahan karat tipe 304 [15]
Sifat Fisik
Density, kg/m3 7900
Mean Coefficient of thermal expansion, x 16.5 (20oC - 200oC)
10-6 K-1 17.5 (20oC - 400oC)
Specific heat at 20oC, J/Kg.K 500
o
Temperatur Lebur, C 1400 - 1450
Modulus of Elasticity, GPa 200
Thermal Conductivity at 20oC, W/m.K 15
Electrical Resistivity at 20oC, Ω.mm2/m 0.73
Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
Selain itu, terdapat juga alur (groove) dalam sambungan pada pengelasan.
Pemilihan jenis alur dipengaruhi oleh aksesibilitas, ekonomi, desain struktur,
kontrol distorsi, dan tipe pengelasan yang dilakukan. Selain itu, ketebalan dari
material juga mempengaruhi jenis alur lasan. Pada umumnya, untuk pengelasan
aluminium dengan tebal pelat sampai dengan 6 mm, digunakan alur persegi. Untuk
pelat dengan ketebalan antara 6 mm sampai 20 mm, digunakan alur Single Bevel ,
dan untuk pelat yang lebih tebal lagi digunakan alu V-ganda atau V-groove, U-
tunggal, atau U-ganda [6].
Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
20
arah ekspansi menjadi kea rah vertical. Saat logam mencapai suhu kamar, kontraksi
tetap terjadi ke segala arah secara merata sehingga logam akan mengalami
perubahan bentuk [2].
Macam-macam distorsi yang terjadi pada pengelasan antara lain:
a. Transverse shrinkage
Penyusutan yang terjadi tegak lurus terhadap arah garis las.
b. Longitudinal shrinkage
Penyusutan yang terjadi searah garis las.
c. Longitudinal bending distortion
Distorsi dalam bidang yang melalui garis las dan tegak lurus terhadap plat.
d. Angular distortion
Distribusi panas yang tidak merata pada kedalaman menyebabkan distorsi
(perubahan sudut).
e. Rotational distortion
Distorsi sudut dalam bidang plat yang berkaitan dengan perluasan termal.
f. Buckling distortion
Kompresi yang berkenaan dengan panas menyebabkan ketidakstabilan ketika
platnya tipis.
Sumber panas pada proses pengelasan berasal dari panas busur las yang
ditimbulkan oleh elektroda dengan benda kerja logam. Proses pemanasan yang
berlangsung dalam pengelasan akan mengakibatkan suatu tegangan. Tegangan
akibat pemanasan ini dapat didiskripsikan dengan membagi daerah lasan menjadi
beberapa buah potongan melintang sebagai berikut:
A-A : Daerah yang belum tersentuh panas.
B-B : Daerah yang mencair tepat pada busur las.
C-C : Daerah terjadinya deformasi plastis selama proses pengelasan.
D-D : Dearah yang sudah mengalami pendinginan.
Apabila pengelasan berjalan dari potongan D-D ke potongan B-B maka
akan terjadi distribusi panas sepanjang pengelasan. Ketika pengelasan sampai
dititik O maka setiap potongan pada alur pengelasan dapat dianalisa distribusi
teganganya. Besarnya tegangan yang terjadi karena adanya perubahan temperatur
selama proses pengelasan. Daerah A-A tidak terjadi tegangan dikarenakan tidak
Universitas Indonesia
21
terjadi perubahan temperatur yang signifikan (∆T ≈ 0). Daerah B-B yaitu daerah
yang mencair (terjadi suhu maksimum) tepat pada garis lasan akan terjadi tegangan
tekan (compression), sedangkan disisi kanan dan sisi kiri dari garis lasan akan
terjadi tegangan tarik (tension). Sebaliknya suhu mulai mengalami penurunan pada
daerah C-C, sehingga daerah garis lasan akan terjadi tegangan tarik dan pada daerah
sisi kanan dan kirinya akan terjadi tegangan tekan. Demikian pula pada daerah D-
D yaitu pada daerah yang sudah terjadi pendinginan (∆T ≈ 0) maka pada garis lasan
akan terjadi tegangan tarik dan pada sisi kanan dan kiri dari garis lasan akan
mengalami tegangan tekan. Tegangan tarik yang terjadi pada daerah D-D akan
sifatnya tetap tinggal pada material tersebut dan lebih sering disebut tegangan sisa
[16].
Universitas Indonesia
22
Gambar 2. 12. Distribusi temperature dan tegangan selama proses pengelasan [16]
Universitas Indonesia
23
pada range 0,9o sampai 90o. Misalnya sudut step 7,5o; 15o; 30o dan seterusnya
tergantung aplikasi atau kebutuhan yang diinginkan. Posisi putarannya pun relatif
eksak dan stabil. Dengan adanya variasi sudut step tersebut akan lebih memudahkan
untuk melakukan pengontrolan serta pengontrolannya dapat langsung
menggunakan sinyal digital tanpa perlu menggunakan rangkaian closed-loop
feedback untuk memonitor posisinya. Dengan alasan inilah maka motor stepper
banyak digunakan sebagai actuator yang menerapkan rangkaian digital sebagai
pengontrol/driver, ataupun untuk interfacing ke piranti yang berbasis
mikroprosesor/mikrokontroler [17].
2.4.2 Ballscrew
Kebutuhan umum dalam perencanaan mekanis alat ini adalah
menggerakkan komponen dalam arah linier. Salah satu komponen dan sistem yang
mneghasilkan gerakan linier adalah ballscrew. Ballscrew dirancang untuk
mengubah gerakan putar menjadi gerakan linier dan menghasilkan gaya untuk
menggerakkan elemen mesin sepanjang lintasan yang diinginkan.
Ballscrew memiliki fungsi yang sama dengan leadscrew, namun
konfigurasinya berbeda. Mur pada ballscrew berisi banyak bola kecil yang
membuat kotak gelinding dengan batang ulir memberikan gesekan yang kecil
sehingga efisiensinya tinggi. Bola-bola bantalan bersirkulasi dalam cincin baja
yang dikeraskan yang berbentuk alur cekung miring dalam ulir dan mur. Seluruh
beban reaktif antara ulir dan mur dibawa oleh bola-bola bantalan yang hanya
bersinggungan fisik antara bola-bola itu. Saat ulir dan mur berputar relatif satu
terhadap yang lain, bola-bola bantalan dialihkan dari satu ujung mur dan dibawa
Universitas Indonesia
24
oleh pipa sirkulasi pemandu bola menuju ke ujung mur bola lainnya. Sirkulasi ini
memungkinkan perjalanan tanpa batas dari mur dan ulir [18].
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
Mulai
Design Alat
Proses
Manufaktur
Assembly
Komponen
Uji Fungsional
Tidak
Hasil Bagus Modifikasi
Ya
Selesai
Dalam pembuatan alat GMAW otomatis ini, desain yang digunakan adalah
desain alat yang dibuat oleh peneliti sebelumnya mengenai pengelasan TIG
otomatis. Desain kemudian dibuat ulang dengan disesuaikan untuk diaplikasikan
pada mesin GMAW. Proses manufaktur dari alat ini disesuaikan dengan detail
desain dan semua komponen didesain sesuai dengan produk yang ada dipasaran,
sedangkan untuk komponen yang tidak standar, dibuat desain yang semudah
mungkin untuk dilakukan proses manufaktur. Setelah proses manufaktur selesai,
dilakukan pengujian gerakan alat untuk melihat ketelitian dan kekonstanan gerakan.
25
Universitas Indonesia
3.2 Diagram Penelitian
Mulai
Studi Literatur /
Pembatasan
Masalah
Penentuan
Sampel Uji
Persiapan Alat
dan Sampel
Proses
Pengelasan
GMAW
Ya
Pengujian
Sampel
Data:
1. Lebar Manik Las
2. Distorsi Angular
Analisis dan
Kesimpulan
Selesai
26
Universitas Indonesia
27
Pada diagram alir penelitian yang ditunjukkan pada gambar 3.1, penelitian
dimulai dengan studi literatur dan pembatasan masalah mengenai pengelasan
GMAW pada stainless steel 304 yang didapat dari berbagai sumber seperti buku,
jurnal, dan paper. Alat dan bahan yang digunakan antara lain adalah mesin las
GMAW beserta penggerak otomatis, gas argon, sampel uji stainless steel 304
dengan ukuran 120 x 75 x 3 mm, dan elektroda atau kawat las seri ER308. Sampel
yang telah berhasil dilas akan dilakukan pengujian berupa pengukuran lebar manik
las dan pengukuran distorsi untuk melihat besarnya distorsi angular yang terjadi
yang dihasilkan dari parameter-parameter yang telah ditentukan. Pengukuran
distorsi dilakukan dengan melakukan pengukuran 12 titik koordinat pada sampel
hasil lasan yang dilakukan menggunakan CMM (Coordinate Measuring Machine).
Hasil dari pengujian kemudian dianalisis sehingga didapatkan kesimpulan dan
penelitian dapat dikatakan selesai.
3.3 Proses Pengelasan
3.3.1 Persiapan Spesimen Uji
Pada penelitian ini, spesimen yang digunakan yaitu baja tahan karat seri 304.
Spesimen yang digunakan adalah pelat datar dengan dimensi seperti yang
ditunjukan pada gambar 3.4, yaitu panjang 120 mm, lebar 75 mm, dan tebal 3 mm.
Jenis sambungan yang digunakan adalah Butt Joint. Celah antara spesimen yang
akan dilas yaitu 1 mm.
Universitas Indonesia
28
Torch mesin las tidak digerakkan atau diam dengan posisi ujungnya tegak
lutus terhadap spesimen untuk mendapatkan posisi pengelasan datar. Pergerakan
dari motor stepper akan divariasikan untuk mengetahui pengaruh dari kecepatan
pengelasan. selain itu, kuat arus pada mesin las GMAW juga divariasikan.
Dalam pengelasan yang dilakukan, polaritas yang digunakan adalah DCEP.
Jarak antara elektroda ke benda kerja adalah 3 mm, dengan diameter elektroda 1,2
mm. Gas pelindung yang digunakan adalah gas argon 99,9%. Kecepatan yang
diberikan diatur menggunakan motor stepper yang dikonversi menjadi satuan mm/s
yaitu 3,6 mm/s, 3,9 mm/s, dan 4,2 mm/s dengan arus yang divariasikan mulai dari
115 A, 120 A, dan 125 A. Langkah-langkah pengelasan secara terperinci dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Persiapan material sampel.
Pemotongan sampel sesuai ukuran seperti gambar 3.7, dengan spesifikasi pelat
datar dengan ukuran 120 x 75 x 3 mm menggunakan alat pemotong pelat
manual. Setelah dipotong permukaan yang akan menjadi sambungan
dibersihkan dengan gerinda untuk menghilangkan karat dan menghaluskan
permukaan.
Universitas Indonesia
29
Universitas Indonesia
30
Universitas Indonesia
31
5. Proses pengelasan
Setelah semua parameter disetel dan sampel sudah siap untuk dilas, kemudian
dilakukan proses pengelasan dengan menyalakan torch sekaligus menyalakan
tombol jalan pada konsol arduino, sehingga motor stepper akan bergerak
dengan kecepatan sesuai masukan delay selama proses pengelasan. Sampel
dibiarkan mengalami pendinginan secara alami dan tetap pada meja kerja
dengan kondisi masih dijepit, lalu dilepas setelah 5 menit. Setelah pengelasan
selesai dan berhasil, maka proses ini dilakukan berulang kali untuk sejumlah
sampel yang akan diambil dengan masing-masing variasi kuat arus dan
kecepatan pengelasan diambil sebanyak 3 kali.
Universitas Indonesia
32
Gambar 3. 11. Titik pengukuran lebar manik atas (kiri) dan lebar manik bawah (kanan).
Universitas Indonesia
33
Universitas Indonesia
34
Untuk mengetahui besarnya distorsi yang terjadi pada sampel, maka setelah
dilakukan pengukuran koordinat, dilakukan kalkulasi untuk mengetahui besar
distorsi yang terjadi. Untuk distorsi angular transversal (AT), digunakan kalkulasi
sebagai berikut [16]:
𝐷𝑖𝑠𝑡𝑜𝑟𝑠𝑖 𝐴𝑇 = (𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (5) − 𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (6)) + (𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (8) − 𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (7))….(3.1)
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
36
Universitas Indonesia
37
Dari grafik yang dihasilkan di atas, dapat diketahui bahwa hubungan antara
delay dengan kecepatan pengelasan adalah berbanding terbalik. Semakin besar
Universitas Indonesia
38
delay yang diberikan, maka kecepatan pengelasan akan semakin kecil. Namun
hubungan yang dihasilkan ini bukanlah linier, melainkan parabolik. Pada delay
yang relatif kecil, pengaruh perubahannya cukup signifikan terhadap kecepatan
pengelasan. Namun pada delay yang tinggi, perubahan kecepatan pengelasan yang
dihasilkan tidaklah signifikan. Pada delay 600 ke 700, perubahan kecepatan yang
terjadi sebesar 0.7 mm/s, sedangkan pada delay 2700 ke 2800, perubahan yang
dihasilkan hanya 0.05 mm/s. Sehingga, semakin besar nilai delay, maka
penambahan nilai delaynya akan memberikan pengaruh yang semakin kecil.
Setalah dilakukan pengujian tersebut, maka dapat diketahui bahwa alat
penggerak yang telah dibuat memiliki spesifikasi sebagai berikut:
Tabel 4. 2. Spesifikasi Alat Penggerak Otomatis
Lebar mm 425
Tinggi mm 650
Jarak Torch dengan Base mm 0 - 100
Kecepatan gerak mm/s 1 - 5.2
Error kecepatan gerak mm/s 0.02
Performa
Panjang mm 200
Dimensi
Lebar mm 150
Untuk performa dari alat penggerak tersebut, dapat diketahui bahwa alat
yang dibuat dapat memberikan kecepatan gerak pada rentang kecepatan 1-5,2
mm/s. Kecepatan tersebut masih bisa dikalikan dengan mengubah step pada driver
motor sehingga kecepatannya bisa mencapai hingga empat kali lipat. Sehingga
rentang kecepatan dari alat ini dapat mencapai 1 – 20,8 mm/s.
Universitas Indonesia
39
Gambar 4. 2. Hasil pengelasan bagian atas (kiri) dan bagian belakang (kanan)
Universitas Indonesia
40
Tabel 4. 3. Data lebar manik rata-rata bagian atas dan bagian bawah
Universitas Indonesia
41
Dari grafik yang diperoleh, diketahui bahwa kuat arus memiliki pengaruh
pada lebar manik lasan, baik bagian atas maupun bagian bawah. Lebar manik
bagian atas dan bagian bawah mengalami peningkatan untuk setiap peningkatan
kuat arus, sehingga dapat diketahui bahwa lebar manik lasan berbanding lurus
dengan kuat arus yang digunakan saat pengelasan. Untuk lebar bagian atas,
penambahan kuat arus memberikan penambahan lebar manik yang cukup
signifikan, terutama pada kecepatan pengelasan 4,2 mm/s. Pada manik bagian
bawah, perubahan yang terjadi lebih besar disbanding perubahan lebar manik
bagian atas, namun memiliki tren yang sama, yaitu meningkat dengan
bertambahnya kuat arus. Untuk hubungan kecepatan pengelasan terhadap lebar
manik dapat dilihat pada gambar 4.5 untuk lebar bagian atas, dan gambar 4.6 untuk
bagian bawah.
Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia
43
Coded
Variabel Respon
Variabel
Std
Kecepatan Lebar Lebar
Order Kuat
Pengelasan A B Atas Bawah
Arus (A)
(mm/s) (mm) (mm)
1 115 3.6 -1 -1 7.51 3.54
2 115 3.6 -1 -1 7.60 3.67
3 115 3.6 -1 -1 7.48 3.41
4 115 3.9 -1 0 7.28 3.00
5 115 3.9 -1 0 7.18 2.43
6 115 3.9 -1 0 7.40 2.61
7 115 4.2 -1 1 7.02 1.98
8 115 4.2 -1 1 6.98 2.06
9 115 4.2 -1 1 6.70 2.09
10 120 3.6 0 -1 7.82 4.10
11 120 3.6 0 -1 7.75 4.22
12 120 3.6 0 -1 7.74 3.90
13 120 3.9 0 0 7.56 3.68
14 120 3.9 0 0 7.67 3.85
15 120 3.9 0 0 7.80 3.88
16 120 4.2 0 1 7.41 3.65
Universitas Indonesia
44
Universitas Indonesia
45
pengelasan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kuat arus memiliki pengaruh yang
lebih dominan dibandingkan dengan variabel kecepatan pengelasan.
Dari persamaan yang dihasilkan tersebut dan nilai respon yang didapatkan
dari pengukuran, maka dapat dihasilkan grafik response surface yang
menggambarkan hubungan antara variabel kuat arus dan kecepatan pengelasan
terhadap lebar manik.
Gambar 4. 7. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap lebar manik atas.
Gambar 4. 8. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap lebar manik bawah.
Universitas Indonesia
46
Pada grafik 4.7 dan 4.8, dapat diketahui bahwa kedua grafik tersebut
memiliki kesamaan yaitu semakin besar kuat arus, maka lebar manik las bagian
bawah dan lebar manik bagian bawah akan meningkat. Sedangkan jika semakin
besar kecepatan pengelasan, maka lebar manik bagian atas dan lebar manik bagian
bawah akan menurun. Pada kedua grafik tersebut juga menunjukkan bahwa kuat
arus memiliki hubungan yang lebih dominan terhadap lebar manik atas maupun
lebar manik bawah.
Perbedaan pada kedua grafik tersebut terletak pada lengkungan atau tren
variabel kecepatan pengelasan. Pada grafik 4.7 yaitu hubungan antara parameter
pengelasan dengan lebar manik atas, dapat diketahui bahwa trennya tidak terus
menurun secara konstan. Tren pada grafik 4.7 menunjukkan bahwa pengaruh dari
kecepatan pengelasan akan semakin signifikan pada kecepatan pengelasan yang
semakin tinggi.
Pada grafik 4.8 yaitu hubungan parameter pengelasan dengan lebar manik
bawah, memiliki karakteristik yang berbeda dengan grafik 4.7, dimana pada grafik
4.8, tren pengaruh kecepatan terjadi secara signifikan dengan meningkatkan
kecepatan pengelasan sejak kecepatan pengelasan terendah. Sehingga semakin
tinggi kecepatan pengelasan, sensitivitas perubahan lebar maniknya justru
menurun. Sedangkan untuk parameter kuat arus, grafik 4.8 memiliki karakteristik
yang sama dengan grafik 4.7, dimana perubahan kuat arus memiliki hubungan yang
cukup linier terhadap peningkatan lebar manik las, dimana setiap penambahan kuat
arus, peningkatan lebar manik baik bagian atas maupun bawah cenderung memiliki
sensitivitas yang sama.
Universitas Indonesia
47
PARAMETER Distorsi
Distorsi AT
Kecepatan Angular
No Kuat Rata-rata
Pengelasan Transversal
Arus (A) (mm)
(mm/s) (mm)
1 115 3.6 2.693
2 115 3.6 2.769 2.708
3 115 3.6 2.663
4 120 3.6 2.804
5 120 3.6 3.183 2.988
6 120 3.6 2.976
7 125 3.6 3.659
8 125 3.6 3.472 3.557
9 125 3.6 3.539
10 115 3.9 2.724
11 115 3.9 2.512 2.679
12 115 3.9 2.802
13 120 3.9 3.001
14 120 3.9 2.733 2.894
15 120 3.9 2.947
16 125 3.9 3.462
17 125 3.9 3.448 3.378
18 125 3.9 3.225
19 115 4.2 2.570
20 115 4.2 2.454 2.565
21 115 4.2 2.670
22 120 4.2 2.732
23 120 4.2 2.873 2.831
24 120 4.2 2.887
25 125 4.2 3.156
26 125 4.2 3.153 3.184
27 125 4.2 3.242
Universitas Indonesia
48
Universitas Indonesia
49
paling tinggi yaitu 125 A, dan kecepatan pengelasan paling rendah yaitu 3,6 mm/s.
hal ini terjadi karena pada kondisi parameter tersebut, masukan panas yang diterima
spesimen adalah yang paling besar dibanding kondisi variabel lainnya. Pada
peningkatan arus dari 120 A ke 125 A, distorsi yang terjadi lebih signifikan
dibanding pada kenaikan arus dari 115 A ke 120 A, ditunjukkan dengan gradien
grafik yang lebih tinggi pada titik 120 A ke 125 A. Hal tersebut terjadi pada
kecepatan pengelasan 3,6 mm/s dan 3,9 mm/s dimana terjadi peningkatan 19% pada
kecepatan 3,6 mm/s dan 16% pada kecepatan 3,9 mm/s. Sedangkan pada kecepatan
pengelasan 4,2 mm/s, peningkatan distorsi angular transversal yang dihasilkan
cenderung linier terhadap peningkatan kuat arus, ditandai dengan garis grafik yang
cenderung lurus dan peningkatannya 10% dan 12% untuk kenaikan kecepatan. Pada
grafik 4.9 juga dapat diketahui bahwa pada arus 115 A, distorsi yang terjadi pada
kecepatan pengelasan 4,2 mm/s memiliki perbedaan yang cukup signifikan
dibandingkan pada kecepatan 3,6 dan 3,9 mm/s. Peningkatan distorsi AT terbesar
terjadi pada kecepatan 3,6 mm/s dengan peningkatan total sebesar 31%, dan
terendah pada kecepatan 4,2 mm/s dengan peningkatan 24%.
Pada grafik 4.10, terlihat bahwa kecepatan pengelasan juga berpengaruh
terhadap distorsi yang terjadi. Hubungan yang didapatkan dari grafik tersebut
adalah semakin tinggi kecepatan pengelasan, maka distorsi yang terjadi akan
semakin rendah. Namun pengaruh dari kecepatan pengelasan ini tidak sebesar
pengaruh dari kuat arus. Dengan kuat arus yang sama, perubahan kecepatan
pengelasan pada 3,6 mm/s, 3,9 mm/s, dan 4,2 mm/s tidak memberikan perubahan
distorsi yang signifikan seperti pada perubahan kuat arus. Pada kuat arus 115 A dan
120 A, perubahan parameter kecepatan pengelasan hanya berpengaruh sangat
sedikit pada distorsi transversalnya dengan penurunan 1% dan 3%secara berurutan,
namun pada kuat arus 125 A, perubahannya sedikit lebih besar dibandingkan arus
lainnya, dimana pada kuat arus 125 A, perubahan distorsi yang terjadi memiliki
selisih yang paling banyak dibanding dengan arus 115 A dan 120 A dengan
penurunan mencapai 5,7%. Penurunan distorsi AT terbesar terjadi pada arus 125 A
yaitu dengan total 10% .
Universitas Indonesia
50
PARAMETER Distorsi
Distorsi AL
Kecepatan Angular
NO Kuat Arus Rata-rata
Pengelasan Longitudinal
(A) (mm)
(mm/s) (mm)
1 115 3.6 1.566
2 115 3.6 1.788 1.566
3 115 3.6 1.343
4 120 3.6 1.786
5 120 3.6 1.649 1.676
6 120 3.6 1.592
7 125 3.6 1.819
8 125 3.6 1.810 1.748
9 125 3.6 1.615
10 115 3.9 1.268
11 115 3.9 1.371 1.350
12 115 3.9 1.410
13 120 3.9 1.445
14 120 3.9 1.389 1.400
15 120 3.9 1.365
16 125 3.9 1.633
17 125 3.9 1.567 1.616
18 125 3.9 1.647
19 115 4.2 1.302
20 115 4.2 1.251 1.280
21 115 4.2 1.286
22 120 4.2 1.381
23 120 4.2 1.312 1.366
24 120 4.2 1.403
25 125 4.2 1.582
26 125 4.2 1.571 1.545
27 125 4.2 1.482
Universitas Indonesia
51
dibuat menjadi 2 yaitu untuk mencari hubungan kuat arus terhadap distorsi AL, dan
juga kecepatan pengelasan terhadap distorsi AL.
Universitas Indonesia
52
yang terjadi. Jika dibandingkan dengan distorsi angular transversal, besar distorsi
angular longitudinal cenderung lebih rendah. Pada distorsi AT, nilai maksimum
yang didapatkan adalah sebesar 3,557 mm, sedangkan pada distorsi AL, nilai
maksimum yang dihasilkan adalah 1,748, dimana nilainya kurang dari setengah
nilai distorsi AT.
Pada grafik 4.11, dapat diketahui bahwa pada kecepatan pengelasan yang
konstan, meningkatnya kuat arus berpengaruh pada meningkatnya distorsi angular
longitudinal. Pada kecepatan pengelasan 3,9 mm/s dan 4,2 mm/s, kenaikan distorsi
akibat penambahan arus memiliki pola yang cenderung sama, dimana pada arus 115
A ke 120 A terjadi peningkatan yang tidak terlalu besar yaitu 3,7% dan 6,7%,
namun dari arus 120 A ke 125 A, peningkatan yang terjadi berbeda yaitu 15% dan
13%. Pada kecepatan 3,6 mm/s, peningkatan distorsi pada arus 115 A ke 120 A
sebesar 7% dan pada arus 120 A ke 125 A, peningkatan terjadi justru menurun
menjadi 4%. Pada arus pengelasan 115 A, distorsi angular longitudinal yang terjadi
pada kecepatan pengelasan 3,6 mm/s memiliki selisih yang besar dengan kecepatan
pengelasan 3,9 mm/s, sedangkan selisih nilai distorsi pada 3,9 mm/s dengan 4,2
mm/s tidak begitu besar. Hal ini juga terjadi pada arus pengelasan 120 A.
Pada grafik 4.12, menunjukkan bahwa peningkatan kecepatan pengelasan
berpengaruh pada penurunan distorsi angular longitudinal. Hal ini sama dengan
pengaruh kecepatan pengelasan terhadap distorsi angular transversal. Pada
peningkatan kecepatan pengelasan dari 3,6 mm/s ke 3,9 mm/s, penurunan distorsi
cenderung lebih signifikan mencapai 13% pada arus 115 A dan 16% pada arus 120
A dibandingkan pada peningkatan kecepatan dari 3,9 mm/s ke 4,2 mm/s dengan
penurunan 5% dan 2%. Hal tersebut berlaku pada arus 115 A dan 120 A, sedangkan
pada arus 125 A, penurunan distorsi yang terjadi tidak terlalu berbeda yaitu 7% dan
4%.
Dari kedua grafik ini, dapat diketahui bahwa kuat arus dan kecepatan
pengelasan memiliki pengaruh yang relative sama terhadap distorsi angular
longitudinal. Distorsi angular longitudinal paling tinggi terjadi pada kuat arus
tertinggi yaitu 125 A dan kecepatan pengelasan terendah yaitu 3,6 mm/s, dimana
pada kondisi tersebut, masukan panas yang diterima saat pengelasan adalah yang
tertinggi dibanding kombinasi variabel lainnya.
Universitas Indonesia
53
PARAMETER Distorsi
Distorsi Distorsi
Kecepatan Angular
NO Kuat Angular Angular
Pengelasan Rata-rata
Arus (A) (rad) (derajat)
(mm/s) (derajat)
1 115 3.6 0.0539 3.086
2 115 3.6 0.0554 3.173 3.103
3 115 3.6 0.0533 3.051
4 120 3.6 0.0561 3.213
5 120 3.6 0.0637 3.647 3.424
6 120 3.6 0.0595 3.410
7 125 3.6 0.0732 4.192
8 125 3.6 0.0694 3.979 4.076
9 125 3.6 0.0708 4.056
10 115 3.9 0.0545 3.121
11 115 3.9 0.0502 2.879 3.070
12 115 3.9 0.0560 3.210
13 120 3.9 0.0600 3.439
14 120 3.9 0.0547 3.132 3.316
15 120 3.9 0.0589 3.376
16 125 3.9 0.0692 3.967
17 125 3.9 0.0690 3.951 3.871
18 125 3.9 0.0645 3.695
19 115 4.2 0.0514 2.945
20 115 4.2 0.0491 2.812 2.939
21 115 4.2 0.0534 3.059
22 120 4.2 0.0546 3.131
23 120 4.2 0.0575 3.292 3.244
24 120 4.2 0.0577 3.308
25 125 4.2 0.0631 3.617
26 125 4.2 0.0631 3.614 3.648
27 125 4.2 0.0648 3.715
Universitas Indonesia
54
Data hasil perhitungan ini juga diplot menjadi 2 grafik yaitu grafik pengaruh
kuat arus terhadap distorsi angular dan juga grafik pengaruh kecepatan pengelasan
terhadap distorsi angular.
Kedua grafik yang dihasilkan ini memiliki karakteristik yang sama dengan
grafik distorsi angular transversal, karena rumus perhitungannya sesuai dengan
perhitungan distorsi angular transversal. Yang berbeda pada grafik ini yaitu satuan
nilai keluarannya yang dalam bentuk derajat, sedangkan grafik distorsi angular
transversal satuan nilai keluarannya milimeter.
Universitas Indonesia
55
Universitas Indonesia
56
Gambar 4. 15. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap distorsi transversal
Universitas Indonesia
57
Gambar 4. 16. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap distorsi longitudinal.
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini,
maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Alat bantu pengelasan otomatis telah berhasil dirancang untuk
melakukan pengelasan dengan kecepatan yang konstan.
2. Pada rentang kuat arus 115, 120, dan 125 A serta kecepatan pengelasan
3,6; 3,9; dan 4,2 mm/s, semakin besar kuat arus yang digunakan dalam
pengelasan, maka lebar manik dan distorsi angular yang dihasilkan
akan semakin besar, sedangkan semakin besar kecepatan pengelasan
yang digunakan, maka lebar manik dan distorsi angular yang dihasilkan
akan semakin kecil. Kuat arus memberikan pengaruh yang lebih
dominan pada lebar manik dan distorsi AT dibanding kecepatan
pengelasan. Sedangkan pada distorsi AL, pengaruh arus dan kecepatan
pengelasan relatif sama.
3. Lebar manik terbesar terjadi pada penggunaan arus terbesar yaitu 125
A dan kecepatan pengelasan terendah yaitu 3,6 mm/s dengan lebar
manik atas 8,062 mm dan manik bawah 4,984 mm. Sedangkan lebar
manik terkecil terjadi pada penggunaan arus terkecil yaitu 115 A dan
kecepatan pengelasan tertinggi yaitu 4,2 A dengan lebar manik atas
6,899 mm dan manik bawah 2,043 mm.
4. Distorsi angular terbesar terjadi pada penggunaan arus terbesar yaitu
125 A dan kecepatan pengelasan terendah yaitu 3,6 mm/s dengan nilai
distorsi angular transversal sebesar 3,557 mm atau 4,076 derajat, dan
distorsi angular longitudinal sebesar 1,748 mm dikarenakan memiliki
nilai masukan panas tertinggi. Sedangkan distorsi angular terkecil
terjadi pada penggunaan arus terkecil yaitu 115 A dan kecepatan
pengelasan tertinggi yaitu 4,2 A dengan nilai distorsi angular
transversal 2,565 mm atau 2,939 derajat, dan distorsi angular
longitudinal sebesar 1,280 mm.
58
Universitas Indonesia
59
5.2 Saran
Adapun saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya yaitu:
1. Perbaikan dan modifikasi konstruksi alat penelitian khususnya pada
bagian dudukan torch, sehingga posisi torch dapat diubah-ubah seperti
bersudut untuk pengelasan leading dan trailing.
2. Perbaikan jig atau penahan specimen agar dapat memberikan
penahanan sampel yang lebih kuat.
3. Gas pelindung (shielding gas) yang digunakan sebaiknya menggunakan
campuran Ar dengan CO2 atau O2. Berdasarkan literature, campuran
tersebut memberikan busur yang lebih stabil dan peleburan yang lebih
baik untuk pengelasan stainless steel.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
60
Universitas Indonesia
61
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
1 115 3.6
2 115 3.6
3 115 3.6
62
Universitas Indonesia
63
4 115 3.9
5 115 3.9
6 115 3.9
7 115 4.2
Universitas Indonesia
64
8 115 4.2
9 115 4.2
10 120 3.6
11 120 3.6
Universitas Indonesia
65
12 120 3.6
13 120 3.9
14 120 3.9
15 120 3.9
Universitas Indonesia
66
16 120 4.2
17 120 4.2
18 120 4.2
19 125 3.6
Universitas Indonesia
67
20 125 3.6
21 125 3.6
22 125 3.9
23 125 3.9
Universitas Indonesia
68
24 125 3.9
25 125 4.2
26 125 4.2
27 125 4.2
Universitas Indonesia
69
Universitas Indonesia
70
3. Rangka
4. Ball Screw
Universitas Indonesia
71
5. Base Plate
Universitas Indonesia
72
Universitas Indonesia
73
Universitas Indonesia