Anda di halaman 1dari 88

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH KUAT ARUS DAN KECEPATAN PENGELASAN


TERHADAP LEBAR MANIK DAN DISTORSI PADA
SAMBUNGAN TUMPUL STAINLESS STEEL 304 DENGAN
MENGGUNAKAN GAS METAL ARC WELDING (GMAW)

SKRIPSI

DHEDHE RODAT BUDI P


1306368791

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
DEPOK
JUNI 2017
UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH KUAT ARUS DAN KECEPATAN PENGELASAN


TERHADAP LEBAR MANIK DAN DISTORSI PADA
SAMBUNGAN TUMPUL STAINLESS STEEL 304 DENGAN
MENGGUNAKAN GAS METAL ARC WELDING (GMAW)

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik

DHEDHE RODAT BUDI P


1306368791

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
DEPOK
JUNI 2017
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat
dan bimbingan-Nya, proses penelitian dan pengerjaan skripsi yang berjudul
“PENGARUH KUAT ARUS DAN KECEPATAN PENGELASAN TERHADAP
LEBAR MANIK DAN DISTORSI PADA SAMBUNGAN TUMPUL
STAINLESS STEEL 304 DENGAN MENGGUNAKAN GAS METAL ARC
WELDING (GMAW)” ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
mahasiswa program studi Teknik Mesin untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik,
sekaligus menjadi dokumentasi penelitian yang telah dilaksanakan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan selesai
tanpa bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Bambang Sengadi dan Sri Suharti, dan kedua
kakak penulis, Waika Sulistyaningsih dan keluarga serta Nur Mei
Kusumawardani dan keluarga, yang selalu memberikan dukungan moral
dan material tanpa henti hingga terselesaikannya penelitian ini,
2. Dr. Ario Sunar Baskoro, S.T., M.T., M.Eng, selaku dosen pembimbing yang
selalu menyediakan waktu, tenaga, dan bimbingannya untuk menyelesaikan
penelitian ini,
3. Seluruh dosen pengajar, staff akademik, dan staff laboratorium Departemen
Teknik Mesin Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmu selama di
bangku perkuliahan sebagai bekal ilmu dalam penelitian ini,
4. Teman-teman bimbingan Dr. Ario Sunar Baskoro; Alfian Ibnu Pratama,
Duvall Anggraita PA, M Andre Widianto, Meika Rizky, Fatahillah Putra,
Abdi Mustaqim, Pak Hakam, Pak Haikal, Bang Azwar, yang telah menjadi
teman seperjuangan yang dengan suka rela membantu penulis saat dalam
kesulitan,
5. Teman-teman Java-Mech, yang selalu memberikan motivasi dan bantuan
selama penelitian ini,
6. Teman-teman mahasiswa Teknik Mesin 2013 atas motivasi, diskusi, dan
menjadi teman seperjuangan selama di bangku kuliah,

iv
7. Seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk perbaikan. Penulis
memohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan pada skripsi ini, dan semoga
skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja dan perkembangan ilmu di masa mendatang.

Depok, Mei 2017

Penulis

v
vi
ABSTRAK

Nama : Dhedhe Rodat Budi P


Program Studi : Teknik Mesin
Judul : Pengaruh Kuat Arus dan Kecepatan Pengelasan
Terhadap Lebar Manik dan Distorsi Pada Sambungan
Tumpul Stainless Steel 304 Dengan Menggunakan Gas
Metal Arc Welding (GMAW)

Baja tahan karat (stainless steel) 304 merupakan baja yang memiliki
ketahanan korosi yang baik dan tahan temperature tinggi sehingga banyak
digunakan dalam dunia industri. Penggunaan baja tahan karat umumnya
membutuhkan proses penyambungan dimana proses penyambungan yang sangat
umum digunakan adalah proses pengelasan. Untuk mendapatkan hasil pengelasan
yang baik, diperlukan pemilihan parameter yang tepat agar tidak timbul
permasalahan seperti distorsi pengelasan. Distorsi merupakan fenomena perubahan
bentuk yang terjadi akibat pengelasan. Pada penelitian ini dilakukan percobaan
untuk mengetahui pengaruh kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap hasil
manik las dan juga distorsi yang dihasilkan menggunakan GMAW. Kuat arus yang
digunakan yaitu 115, 120, dan 125 A sedangkan kecepatan pengelasan yang
digunakan 3,6; 3,9; dan 4,2 mm/s. Hasil las dilakukan pengukuran terhadap lebar
maniknya, kemudian dilakukan pengukuran distorsi menggunakan CMM
(Coordinate Measuring Machine) setelah material mengalami pendinginan alami.
Dari hasil penelitian yang didapatkan, diketahui bahwa semakin besar kuat arus,
maka lebar manik las dan distorsi angular yang dihasilkan akan semakin besar.
Sedangkan jika kecepatan pengelasan semakin besar, maka lebar manik las dan
distorsi angular yang dihasilkan akan semakin kecil.

Kata Kunci: Las GMAW, Manik las, Distorsi, Kuat arus, Kecepatan pengelasan

vii
Universitas Indonesia
ABSTRACT

Name : Dhedhe Rodat Budi P


Major : Mechanical Engineering
Title : Effect of Welding Current and Welding Speed to Weld
Bead and Angular Distortion of 304 Stainless Steel Butt
Joint using Gas Metal Arc Welding (GMAW)

Stainless steel has good corrosion resistance and high temperature


resistance, especially for 304 Stainless steel and widely used in many industries.
The use of stainless steels generally requires a jointing process, and the most
common jointing process used in stainless steel is the welding process. To get a
good welding results, the selection of appropriate parameters is needed to avoid
problems such as welding distortion. Distortion is a phenomenon of form changes
that occur due to welding. This experiment is conducted to find out the effect of
welding current and welding speed toward weld bead and also distortion produced
using GMAW. The welding current used is 115, 120, and 125 A while the welding
speed used is 3.6; 3.9; And 4.2 mm / s. The weld bead then measured, and also the
distortion is measured using CMM (Coordinate Measuring Machine) after the
material is naturally cooled. From the results obtained, it is known that the rise of
welding current, the width of the weld bead and the resulting angular distortion will
be increased. Whereas if the welding speed is increased, the width of the weld bead
and the angular distortion will be smaller.

Keywords: GMAW, Weld bead, Distortion, Welding current, Welding speed

viii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. ii


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................ vi
ABSTRAK.......................................................................................................... vii
ABSTRACT ...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Batasan Penelitian .................................................................................... 3
1.5 Metode Penelitian ..................................................................................... 4
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7
2.1 Gas Metal Arc Welding (GMAW) ........................................................... 7
2.1.1 Proses GMAW .................................................................................. 7
2.1.2 Gas Pelindung ................................................................................... 8
2.1.3 Mode Transfer Logam..................................................................... 10
2.1.3.1 Globular Transfer ........................................................................ 10
2.1.3.2 Spray Transfer ............................................................................. 10
2.1.3.3 Short-circuiting Transfer ............................................................. 11
2.1.3.4 Pulsed-Arc Transfer .................................................................... 11
2.1.4 Parameter Pengelasan...................................................................... 12
2.2 Baja Tahan Karat .................................................................................... 14
2.2.1 Klasifikasi Baja Tahan Karat .......................................................... 14
2.2.3 Pengelasan Baja Tahan Karat.......................................................... 17
2.3 Distorsi Pengelasan ................................................................................ 19
2.4 Komponen Penyusun Alat GMAW Otomatis ........................................ 22

ix
Universitas Indonesia
2.4.1 Stepper Motor.................................................................................. 22
2.4.2 Ballscrew ......................................................................................... 23
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................... 25
3.1 Pembuatan dan Pengujian Alat Penggerak Otomatis ............................. 25
3.2 Diagram Penelitian ................................................................................. 26
3.3 Proses Pengelasan................................................................................... 27
3.3.1 Persiapan Spesimen Uji................................................................... 27
3.3.2 Mekanisme Pengelasan GMAW Otomatis ..................................... 28
3.4 Pengujian Hasil Lasan ................................................................................ 31
3.4.1 Pengukuran Lebar Manik Las ......................................................... 31
3.4.2 Pengujian Distorsi ........................................................................... 33
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 36
4.1 Karakteristik Pergerakan Pengelasan menggunakan Motor Stepper...... 36
4.2 Hasil Pengukuran Lebar Manik Las ....................................................... 39
4.2.1 Analisis Pengaruh Parameter Pengelasan terhadap Lebar Manik ... 39
4.2.2 Analisis Lebar Manik Menggunakan RSM..................................... 43
4.3 Hasil Pengukuran Distorsi Angular ........................................................ 46
4.3.1 Distorsi Angular Transversal .......................................................... 46
4.3.2 Distorsi Angular Longitudinal ........................................................ 50
4.3.3 Distorsi Angular dalam derajat ....................................................... 53
4.3.4 Analisis Distorsi menggunakan Response Surface Methodology
(RSM) 55
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 58
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 58
5.2 Saran ....................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 60
LAMPIRAN ...................................................................................................... 62

x
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Komposisi Standar SS304, SS304L, dan 309 [16]. ............................ 16


Tabel 2. 2. Standar Kekuatan Mekanik SS304 [16] .............................................. 16
Tabel 2. 3. Sifat fisik baja tahan karat tipe 304 [16] ............................................. 16
Tabel 4. 1. Hasil kalibrasi perbandingan nilai delai dengan kecepatan ................ 36
Tabel 4. 2. Spesifikasi Alat Penggerak Otomatis .................................................. 38
Tabel 4. 3. Data lebar manik rata-rata bagian atas dan bagian bawah .................. 40
Tabel 4. 4. Design of Experiment Response Surface Methodology untuk lebar
manik .................................................................................................... 43
Tabel 4. 5. Data distorsi angular transversal dengan alat CMM ........................... 47
Tabel 4. 6. Data distorsi angular longitudinal dengan alat CMM ......................... 50
Tabel 4. 7. Data distorsi angular dalam satuan derajat ......................................... 53
Tabel 4. 8. Design of Experiment Response Surface Methodology untuk distorsi
.............................................................................................................. 55

xi
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Skema Proses GMAW Welding [7] ................................................. 7


Gambar 2. 2. Daerah pengelasan GMAW [9]. ........................................................ 9
Gambar 2. 3. Hasil penetrasi dengan GMAW dengan gas argon (kiri) dan gas 75%
He + 25% Ar (kanan) [9]. ................................................................ 9
Gambar 2. 4. Globular Transfer [6]. ..................................................................... 10
Gambar 2. 5. Spray Transfer [6]. .......................................................................... 11
Gambar 2. 6. Short-circuiting Transfer [6]. .......................................................... 11
Gambar 2. 7. Pulsed-Arc Transfer ........................................................................ 12
Gambar 2. 8. Endapan antar Butir Karbid Khrom dari Baja [1]. .......................... 17
Gambar 2. 9. Jenis Sambungan [6]. ...................................................................... 18
Gambar 2. 10. Jenis Alur (Groove) pada Pengelasan [6]...................................... 19
Gambar 2. 11. Macam-macam distorsi pengelasan [16]. ...................................... 21
Gambar 2. 12. Distribusi temperature dan tegangan selama proses pengelasan [16]
....................................................................................................... 22
Gambar 2. 13. Motor Stepper................................................................................ 23
Gambar 2. 14. Ballscrew ....................................................................................... 24
Gambar 3. 1. Diagram Alir Pembuatan Alat GMAW Otomatis ........................... 25
Gambar 3. 2. Diagram Alir Penelitian .................................................................. 26
Gambar 3. 3. Dimensi Spesimen Uji..................................................................... 27
Gambar 3. 4. Skema Pergerakan Pengelasan [13] ................................................ 28
Gambar 3. 5. Persiapan pelat sampel .................................................................... 29
Gambar 3. 6. Mesin las GMAW (kiri), Indikator gas argon (kanan) .................... 29
Gambar 3. 7. Peletakan sampel (kiri) dan las titik sampel (kanan)....................... 30
Gambar 3. 8. Konsol arduino ................................................................................ 30
Gambar 3. 9. Welding Gauge [19] ........................................................................ 31
Gambar 3. 10. Cara penggunaan Welding Gauge [19] ......................................... 32
Gambar 3. 11. Titik pengukuran lebar manik atas (kiri) dan lebar manik bawah
(kanan). .......................................................................................... 32
Gambar 3. 12. Distorsi pada sambungan butt joint [16] ....................................... 33
Gambar 3. 13. Alat CMM Laboratorium Metrologi DTM FTUI ......................... 34
Gambar 3. 14. Posisi 12 titik pengukuran [16] ..................................................... 34
Gambar 3. 15. Acuan pengukuran koordinat [20]................................................. 35
Gambar 4. 1. Grafik hubungan antara delay dengan kecepatan pengelasan ......... 37
Gambar 4. 2. Hasil pengelasan bagian atas (kiri) dan bagian belakang (kanan) .. 39
Gambar 4. 3. Grafik pengaruh kuat arus terhadap lebar manik atas ..................... 40
Gambar 4. 4. Grafik pengaruh kuat arus terhadap lebar manik bawah ................. 41
Gambar 4. 5. Grafik pengaruh kecepatan pengelasan terhadap lebar manik atas . 41
Gambar 4. 6. Grafik pengaruh kecepatan pengelasan terhadap lebar manik bawah
....................................................................................................... 42
Gambar 4. 7. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap lebar
manik atas ...................................................................................... 45
Gambar 4. 8. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap lebar
manik bawah.................................................................................. 45
Gambar 4. 9. Grafik pengaruh kuat arus terhadap distorsi transversal ................. 48

xii
Universitas Indonesia
Gambar 4. 10. Grafik pengaruh kecepatan pengelasan terhadap distorsi transversal
....................................................................................................... 48
Gambar 4. 11. Grafik pengaruh kuat arus terhadap distorsi longitudinal ............. 51
Gambar 4. 12. Grafik pengaruh kecepatan pengelasan terhadap distorsi
longitudinal .................................................................................... 51
Gambar 4. 13. Grafik pengaruh kuat arus terhadap distorsi angular .................... 54
Gambar 4. 14. Grafik pengaruh kecepatan pengelasan terhadap distorsi angular 54
Gambar 4. 15. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap
distorsi transversal ......................................................................... 56
Gambar 4. 16. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap
distorsi longitudinal. ...................................................................... 57

xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar foto hasil pengelasan........................................................... 62


Lampiran 2. Desain alat bantu pengelasan otomatis ............................................. 69
Lampiran 3. Source code program Arduino .......................................................... 72

xiv
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengelasan memegang peranan penting dalam bidang kontsruksi sehingga
menjadikannya salah satu bagian penting dari perindustrian. Perkembangan
pengelasan terjadi seiring dengan perkembangan zaman dimana banyak terjadi
pemutakhiran teknologi-teknologi khususnya pada bidang pengelasan.
Perkembangan-perkembangan tersebut pada dasarnya memiliki tujuan untuk
meningkatkan kualitas hasil pengelasan.
Saat ini, pengelasan yang paling umum digunakan adalah pengelasan cair.
Pengelasan cair merupakan cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai
mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar
[1]. Pengelasan cair ini banyak digunakan untuk pembuatan kompenen-komponen
seperti pada pesawat, otomotif, dan perkapalan. Salah satu contoh dari pengelasan
cair ini adalah las busur Gas Metal Arc Welding (GMAW). Las GMAW
menggunakan gas mulia untuk melindungi proses pengelasan. Las GMAW
memiliki beberapa keunggulan dalam hal konsentrasi busur, efisiensi, terak, dan
ketangguhan sehingga banyak digunakan dalam perindustrian untuk pengelasan,
salah satunya adalah untuk pengelasan baja tahan karat, salah satunya jenis 304.
Baja tahan karat jenis 304 banyak digunakan untuk berbagai aplikasi seperti
untuk penampungan dan juga banyak digunakan dalam Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir karena baja tahan karat jenis 304 memiliki ketahanan korosi paling baik dan
juga kuat untuk penggunaan di temperature yang tinggi. Baja tahan karat 304 juga
cenderung murah dibandingkan dengan jenis lainnya. Namun baja tahan karat 304
ini merupakan jenis austenitic dimana memiliki karakteristik koefisien ekspansi
termal yang lebih tinggi dan konnduktivitas termal yang lebih rendah dibandingkan
dengan baja karbon maupun baja paduan, sehingga setelah dilakukan proses
pengelasan pada baja tahan karat ini, dapat terjadi sejumlah besar distorsi,
penyusutan, dan juga tegangan sisa [2].

1
Universitas Indonesia
2

Pada pengelasan baja tahan karat menggunakan GMAW, terdapat parameter


pengelasan yang perlu diperhatikan agar didapatkan hasil pengelasan yang baik.
Kontrol pada parameter las GMAW akan berpengaruh pada kualitas, produktifitas,
dan biaya pengelasan. Parameter yang harus diperhatikan dalam las GMAW antara
lain kuat arus, arc voltage, dan kecepatan pengelasan. Kuat arus pada las GMAW
akan berpengaruh besar pada kapasitas pencairan, ukuran dan geometri manik las,
dan kedalaman penetrasi. Makin tinggi arus listrik pengelasan, makin tinggi pula
penembusan atau penetrasi serta kecepatan pencairan. Arus listrik yang besar juga
dapat memperkecil percikan butiran dan meningkatkan penguatan manik. Tetapi
dengan arus yang tinggi, daerah HAZ akan semakin luas. Kecepatan pengelasan
juga berpengaruh terhadap penetrasi dan geometri manik las [3].
Pengontrolan arus pengelasan sangat mempengaruhi karakteristik hasil
pengelasan karena pengontrolan ini mempengaruhi kualitas hasil las, seperti
kekuatan geser, kekerasan dan kekuatan terhadap pengaruh dari luar. Pemilihan
arus pengelasan akan mempengaruhi hasil las. Apabila arus pengelasan yang
digunakan terlalu rendah, maka panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan
material, sehingga menghasilkan daerah logam las yang kecil serta penembusan
kurang dalam, sebaliknya bila arus pengelasan terlalu tinggi, maka pencairan logam
induk terlalu cepat dan menghasilkan daerah logam las yang lebar serta
penembusan yang dalam sehingga menghasilkan kekuatan tarik yang rendah dan
menambah kerapuhan [4].
Penggunaan atau pengontrolan parameter yang tidak tepat juga
menyebabkan terjadinya cacat-cacat las seperti crack, lack of fusion, dan undercut,
yang berpengaruh terhadap kekuatan material hasil lasan [5]. Oleh karena itu, pada
penelitian ini akan diteliti mengenai pengaruh kuat arus dan kecepatan pengelasan
terhadap lebar manik bagian atas dan bawah, serta distorsi angular transversal dan
longitudinal hasil las pada material Stainless Steel 304.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini berdasarkan latar belakang di atas adalah
sebagai berikut:

Universitas Indonesia
3

1. Diperlukan alat yang dapat bergerak secara konstan dan dapat diatur
kecepatannya untuk mendapatkan kecepatan pengelasan yang konstan.
2. Diperlukan pengukuran lebar manik las bagian atas dan bawah pada hasil
lasan GMAW untuk mengetahui pengaruh dari kuat arus dan kecepatan
pengelasan terhadap lebar manik material stainless steel 304.
3. Diperlukan pengukuran distorsi angular pada hasil lasan GMAW untuk
mengetahui pengaruh dari kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap
distorsi angular material stainless steel 304.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Merancang dan membuat alat bantu pengelasan yang bergerak secara
konstan serta menguji alat tersebut sebelum digunakan.
2. Melihat dan menganalisa pengaruh parameter pengelasan terhadap lebar
manik dari material stainless steel 304.
3. Melihat dan menganalisa pengaruh parameter pengelasan terhadap distorsi
angular dari material stainless steel 304.

1.4 Batasan Penelitian


Penelitian ini difokuskan mengenai pengaruh parameter pengelasan terhadap
hasil lasan dengan batasan sebagai berikut:
1. Kecepatan pengelasan yang diatur yaitu pada kecepatan material yang akan
dilas dengan menggunakan alat yang telah dibuat.
2. Variable yang ditentukan adalah besarnya arus dan kecepatan pengelasan.
Besar kuat arus yang digunakan yaitu 115 A, 120 A. dan 125 A. sedangkan
kecepatan yang digunakan yaitu 3,6 mm/s, 3,9 mm/2, dan 4,2 mm/s.
3. Bahan utama yang digunakan sebagai material uji adalah baja tahan karat
tipe AISI 304 dengan dimensi panjang 120 mm, lebar 75 mm, dan tebal 3
mm.
4. Tipe sambungan yang digunakan adalah square groove butt joint dengan
jarak celah sebesar 1 mm.

Universitas Indonesia
4

5. Pengelasan dilakukan dengan posisi tetap, yaitu flat atau 1G.


6. Arc Length yang digunakan sebesar 3 mm.
7. Kawat las yang digunakan adalah seri ER308 dengan diameter 1.2 mm.
8. Pengujian yang dilakukan adalah lebar manik atas dan bawah dan distorsi
angular transversal dan longitudinal hasil lasan.

1.5 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penulisan dan pengumpulan data pada penilitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Tinjauan literatur
Tinjauan literatur merupakan langkah awal dari penelitian ini. Dalam
tinjauan literatur ini, dipelajari berbagai hal yang berkaitan dengan
penelitian ini. Pertama yang dipelajari adalah mengenai konsep dasar dari
pengelasan Gas metal arc welding (GMAW) dan prosedur pengelasannya.
Kedua adalah mempelajari desain alat yang sudah ada sebelumnya, lalu
mendesain ulang dengan menyesuaikan alat las Gas metal arc welding dan
melakukan manufaktur alat tersebut. Ketiga adalah mempelajari hal-hal
yang berkaitan dengan parameter pengelasan serta pengaruhnya terhadap
hasil lasan. Keempat adalah mempelajari hal yang dapat dikembangkan dari
penelitian sebelumnya. Metode tinjauan literatur yang dilakukan yaitu
dengan pembahasan buku, jurnal, skripsi, dan artikel yang terkait dengan
penelitian ini.
2. Perancangan alat
Perancangan alat dilakukan dengan menggunakan software Autodesk
Inventor 2016 dengan mengacu pada alat yang sudah ada sebelumnya.
Perancangan alat ini disesuaikan dengan komponen-komponen yang ada di
pasaran agar lebih mudah dalam pencarian dan pembelian komponen.
3. Manufaktur alat
Dalam proses manufaktur alat ini, komponen yang tidak terdapat langsung
di pasaran, dibuat dengan cara machining dari material mentah menjadi
komponen yang diinginkan yang dilakukan di beberapa bengkel.

Universitas Indonesia
5

Komponen-komponen tersebut kemudian di-assembly sesuai rancangan.


Untuk komponen elektrik seperti motor stepper, dikontrol dengan
menggunakan Arduino Uno dengan cara melakukan coding pada Arduino
Uno tersebut.
4. Pengujian fungsi alat
Setelah alat sudah selesai dimanufaktur, dilakukan pengujian fungsi alat
terhadap sistem gerakannya. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah mesin
dapat bergerak dengan konstan dan dapat dilakukan variasi kecepatan
gerakan dengan tepat.
5. Proses pengelasan dengan variasi parameter yang telah ditentukan
Proses pengelasan dilakukan setelah mempersiapkan material uji dengan
dimensi dan tipe sambungan yang telah ditentukan. Proses pengelasan
dilakukan satu per satu sesuai dengan parameter yang diberikan.
6. Pengujian hasil lasan
Pengujian yang dilakukan pada hasil lasan adalah lebar manik hasil
pengelasan dan distorsi angular. Pengujian dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui bagaimana pengaruh perubahan parameter pengelasan terhadap
hasil las material Stainless Steel 304.
7. Analisis data
Data yang diperoleh dari pengujian kemudian dianalisis untuk mengetahui
bagaimana pengaruh kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap lebar
manik lasan dan distorsi angular hasil lasan.

1.6 Sistematika Penulisan


Dalam penulisan karya tulis ini, penulis melakukan pembagian menjadi
beberapa bab. Masing-masing bab memiliki uraian yang disesuaikan dengan
sistematika penulisan yang baku, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan,
manfaat, batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika yang
dilakukan pada proses penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI

Universitas Indonesia
6

Bab ini menjelaskan mengenai landasar teori terkait dengan penelitian yang
digunakan, meliputi dasar pengelasan, pengetahuan mengenai las Gas metal
arc welding, prinsip kerja las GMAW, parameter pengelasan, pengetahuan
mengenai material baja tahan karat, serta teori pengujian yang dilakukan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai metodologi penelitian, tahapan atau alur
penelitian yang dilakukan, dan peralatan serta bahan yang digunakan dalam
penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini disajikan data yang dihasilkan dari penelitian dan
pengolahannya. Bab ini juga menyajikan grafik dan gambar dari penelitian
untuk menunjang analisis.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini dijelaskan mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan dan saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya agar
mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gas Metal Arc Welding (GMAW)


2.1.1 Proses GMAW
Pengelasan merupakan proses penggabungan material menggunakan ikatan
metalurgi dengan cara memberikan panas atau tekanan atau keduanya, juga dengan
menggunakan atau tidak menggunakan material pengisi (filler) yang memiliki titik
leleh sama dengan material induk [6]. GMAW (Gas metal arc welding) adalah jenis
pengelasan GMAW (Gas metal arc welding) yang merupakan proses pengelasan
busur yang menggabungkan material dengan memberikan panas busur elektrik
yang terbentuk di antara consumable electrode (wire) dan material lasan. Proses ini
menggunakan gas pelindung yang berfungsi untuk melindungi nyala busur dan
cairan logam dari pengaruh udara atmosfir. Gas pelindung yang digunakan yaitu
gas argon dan helium, yang mana merupakan inert gas sehingga disebut juga
dengan MIG (Metal Inert Gas). Semua logam komersil seperti baja karbon, baja
paduan rendah, aluminium, tembaga, baja tahan karat, dan paduan nikel, dapat dilas
dengan segala posisi menggunakan GMAW ini jika parameter pengelasannya
dipilih dengan tepat [7].

Gambar 2. 1. Skema Proses GMAW Welding [7]

7
Universitas Indonesia
8

Dalam penggunaannya, GMAW ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan


dengan jenis pengelasan yang lain, namun terdapat juga keterbatasan penggunaan.
Kelebihan dari GMAW yaitu [7][8] :
1. Panjang elektroda tidak terbatas seperti pada pengelasan SMAW.
2. Pengelasan dapat dilakukan pada semua posisi ketika digunakan
parameter pengelasan yang tepat.
3. Proses pengelasan lebih cepat dibandingkan dengan proses SMAW.
4. Laju deposisi lebih tinggi dibandingkan SMAW maupun GTAW, yang
memungkinkan pengelasan pada pelat yang lebih tebal.
5. Pengumpanan wire yang kontinyu menghasilkan pengelasan yang
panjang tanpa terputus.
6. Penetrasi lebih dalam dibandingkan dengan SMAW, sehingga
memungkinkan penggunaan filet yang lebih kecil untuk menghasilkan
kekuatan yang sama.
7. Tidak dibutuhkan operator dengan kemampuan yang sangat baik karena
panjang busur dijaga konstan pada pengelasan GMAW.
8. Pembersihan setelah pengelasan sangat sedikit karena tidak terdapat slag
yang banyak.
Sedangkan keterbatasan pada GMAW yaitu:
1. Perlengkapan pengelasan lebih kompleks, sehingga lebih mahal.
2. Tidak dapat digunakan untuk tempat yang sulit dijangkau karena welding
gun yang cukup besar dan harus berada sekat dengan sambungan untuk
memastikan perlindungan gas berlangsung dengan baik.
3. Penggunaan pada luar ruangan dapat menyebabkan gas pelindung tidak
berlangsung dengan baik karena terganggu oleh angin, sehingga
diperlukan perlindungan tambahan agar tidak terkena angin.

2.1.2 Gas Pelindung


Pada pengelasan GMAW, umumnya digunakan gas mulia sebagai pelindung,
karena sifatnya yang stabil dan tidak mudah bereaksi dengan unsur lainnya. Fungsi
gas pelindung adalah melindungi busur listrik dan logam las dari kontaminasi udara
luar. Gas pelindung yang umum digunakan pada GMAW adalah argon, helium, dan

Universitas Indonesia
9

campuran keduanya. Gas pelindung tersebut dapat digunakan untuk proses


pengelasan logam non-ferrous, seperti halnya untuk pengelasan stainless steel atau
baja campuran. Gas pelindung ini menyebur mengitari kawat las untuk melindungi
proses pengelasan.

Gambar 2. 2. Daerah pengelasan GMAW [9].

Gas argon memiliki karakteristik konduktifitas termal yang rendah, sehingga


energi busur lebih sedikit terdisipasi dibandingkan jika digunakan gas helium. Hal
ini menyebabkan busur pada pengelasan dengan gas argon memiliki energi yang
sangat tinggi di bagian intinya yang menghasilkan transfer logam yang stabil. Hasil
pengelasan dengan gas argon memiliki karakteristrik penetrasi tipe papillary,
sedangkan penggunaan gas helium memiliki karakteristik penetrasi tipe parabolic
[9].

Gambar 2. 3. Hasil penetrasi dengan GMAW dengan gas argon (kiri) dan gas 75% He +
25% Ar (kanan) [9].

Gas argon lebih banyak dipilih dalam pengelasan aluminium. Beberapa


alasan memakai gas argon sebagai gas pelindung adalah [10]:
1. Membuat busur listrik lebih stabil dan halus, serta mengurangi percikan.
2. Argon lebih mudah mengion dari pada helium, karena itu tidak diperlukan
tegangan busur yang tinggi.
3. Penghantar panas argon rendah, menyebabkan pengaliran panas melalui
busur listrik lambat, oleh karena itu baik untuk logam tipis.

Universitas Indonesia
10

2.1.3 Mode Transfer Logam


2.1.3.1 Globular Transfer
Globular transfer memiliki ciri-ciri yaitu bentuk transfer logamnya bulat
dengan ukuran yang mendekati atau lebih besar dari diameter elektroda dan
melewati busur karena pengaruh dari gravitasi. Pada transfer mode ini, biasanya
terjadi spatter dan tidak hasilnya tidak smooth. Penggunaan gas pelindung Helium
dan CO2 akan membantu mengurangi terjadinya spatter. Mode globular transfer ini
relatif tidak memperhatikan jenis gas pelindung pada penggunaan arus rendah.

Gambar 2. 4. Globular Transfer [6].

2.1.3.2 Spray Transfer


Spray Transfer terjadi pada penggunaan arus di atas batas kritis. Memiliki
ciri yaitu logam cair berbentuk kecil yang jatuh melewati busur karena pengaruh
gaya elektromagnetik pada frekuensi dan kecepatan yang lebih tinggi dibanding
dengan globular. Penransferan logam lebih stabil dan bebas spatter. Titik kritis arus
bergantung pada material, ukuran elektroda, dan komposisi gas pelindung. Laju
deposisi mode ini tinggi sehingga direkomendasikan untuk pengelasan material
dengan ketebalan diatas 3 mm. Selain itu, karena mode ini menghasilkan volume
lelehan logam yang besar dan cepat, mode ini direkomendasikan untuk digunakan
pada posisi pengelasan datar atau horizontal saja [11].

Universitas Indonesia
11

Gambar 2. 5. Spray Transfer [6].

2.1.3.3 Short-circuiting Transfer


Pada Short-circuiting transfer, lelehan logam pada ujung elektroda
ditransfer dari elektroda ke manik las ketika menyentuh permukaan manik las, yang
mana pada saat tersebut terjadi short-circuiting. Mode ini meliputi rentang arus dan
diameter elektroda yang rendah, sehingga menghasilkan manik las yang kecil dan
pembekuan yang cepat pada pengelasan logam tipis, pada posisi pengelasan di atas
kepala (overhead-position welding).

Gambar 2. 6. Short-circuiting Transfer [6].

2.1.3.4 Pulsed-Arc Transfer


Pulse-Arc Transfer adalah variasi transfer logam dengan mendenyutkan
arus pengelasan (pulsed current). Mode ini umumnya menggunakan gas pelindung
argon. Keuntungan dari mode ini adalah dapat digunakan pada diameter elektroda
yang besar, produktivitas lebih tinggi, dan meningkatkan fusi dengan base metal.

Universitas Indonesia
12

Mode ini dapat digunakan pada semua posisi pengelasan, namun perlengkapannya
lebih mahal dibanding mode lainnya [6].

Gambar 2. 7. Pulsed-Arc Transfer [6].

2.1.4 Parameter Pengelasan


Terdapat beberapa parameter pengelasan yang perlu diperhatikan dalam
pengelasan GMAW. Parameter pengelasan akan mempengaruhi penetrasi, bead
geometry, dan secara signifikan akan mempengaruhi tensile strength pada material
[12]. Parameter-parameter yang harus diperhatikan dalam pengelasan khususnya
GMAW yaitu [[7],[13] dan [14]]:
1. Kuat arus pengelasan
Besarnya arus listrik pengelasan tergantung pada bahan, ukuran dari
lasan, geometri sambungan, posisi pengelasan, jenis elektroda, dan
diameter elektroda. Jika kecepatan umpan elektroda divariasikan, maka
kuat arus akan bervariasi seperti halnya pada Constant Voltage Welding.
Ketika parameter lain konstan, peningkatan kuat arus akan meningkatkan
kedalaman dan lebar penetrasi, laju deposisi, dan ukuran manik (bead
size).
2. Polaritas
Polaritas adalah istilah yang digunakan untuk mende skripsikan koneksi
elektrik pada welding gun ke terminal sumber listrik direct-current (DC).
Kelitak welding gun dihubungkan dengan kutub positif, maka disebut
Direct-current electrode positive (DCEP). Dan sebaliknya, jika welding
gun dihubungankan ke kutub negatif, maka disebut Direct-current
electrode negative (DCEN). Jenis yang banyak digunakan adalah DCEP,

Universitas Indonesia
13

karena berdampak pada busur stabil, spatter rendah, profil manik las
bagus, dan kedalaman penetrasi yang baik.
3. Arc voltage
Ketika parameter lain konstan, peningkatan arc voltage atau tegangan
busur akan menyebabkan meningkatnya panjang busur sehingga
menyebabkan lebar daerah fusi dan mendatarkan manik las. Tegangan
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan porositas, spatter, dan undercut.
4. Travel speed
Travel speed atau kecepatan pengelasan adalah laju linier busur sepanjang
sambungan las. Kecepatan pengelasan ini akan mempengaruhi penetrasi
pengelasan. Ketika parameter lain konstan, penetrasi lasan akan
maksimum pada kecepatan las sedang. Ketika kecepatan dikurangi,
deposisi kawat las per satuan panjang akan meningkat.
5. Electrode extension
Electrode extension adalah jarak antara ujung dari welding gun ke ujung
elektroda. Peningkatan jarak menyebabkan meningkatnya hambatan
listrik yang menyebabkan tambahan panas ke elektroda sehingga
meningkatkan laju leleh elektroda. Jarak optimal elektroda umumnya 6.4
sampai 13 mm untuk short-circuiting transfer dan 13-25 mm untuk spray
dan globular transfer.
6. Sudut dan orientasi elektroda
Untuk semua posisi pengelasan, sudut trailing travel antara 5 hingga 15o
menghasilkan penetrasi maksimal. Sudut tersebut juga menyebabkan
shielding yang optimal. Untuk pengelasan aluminium umumnya lebih
dipilih orientasi leading karena menimbulkan aksi pembersihan ke hasil
lasan.
7. Diameter elektroda
Diameter elektroda mempengaruhi konfigurasi manik lasan. Elektroda
dengan diameter besar membutuhkan kuat arus yang lebih rendah
dibanding elektroda dengan diameter lebih kecil untuk membuat transfer
logam dengan karakteristik yang sama.

Universitas Indonesia
14

2.2 Baja Tahan Karat


2.2.1 Klasifikasi Baja Tahan Karat
Baja tahan karat (Stainless steel) adalah paduan besi dengan minimal 10.5%
kromium. Komposisi ini dapat membentuk protective layer (lapisan pelindung anti
korosi) yang merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap krom yang terjadi secara
spontan. Meskipun seluruh kategori baja tahan karat didasarkan pada kandungan
krom (Cr), namun unsur paduan lainnya ditambahkan untuk memperbaiki sifat –
sifat mekanik sesuai aplikasinya. Baja tahan karat terdiri dari 5 katagori yang
didasarkan pada struktur metalurginya yaitu:
1. Baja tahan karat jenis austenitik (austenitic stainless steel)
Baja ini mengandung sedikitnya 16% Cr dan 6% Ni (standar untuk tipe
304), sampai ke grade super austenitic stainless steel seperti 9041. Baja
tahan karat austenitik cocok untuk aplikasi temperatur rendah
disebabkan unsur nikel membuat baja ini tidak menjadi rapuh pada
temperatur rendah.
2. Baja tahan karat jenis feritik (ferritic stainless steel)
Kadar Cr bervariasi antara 10.5 - 18% seperti 430 dan 409. Ketahanan
korosi tidak begitu istimewa dan relatif lebih sulit difabrikasi. Baja
tahan karat jenis ferit sangat sukar mengeras, tetapi butirnya mudah
menjadi kasar yang menyebabkan ketangguhannya dan keuletannya
menurun. Sifat kemampu lasannya kurang begitu baik.
3. Baja tahan karat jenis martensit (martensitic stainless steel)
Baja jenis ini memiliki unsur utama khrom (yang masih sedikit
dibanding Ferritic Stainless steel) dan kadar karbon relatif tinggi misal
410 dan 416. Memiliki kekuatan tarik (tensile strength) tertinggi
dibanding baja tahan karat lainnya. Baja ini dalam siklus pemanasan
dan pendinginan selama proses pengelasan akan membentuk martensit
yang keras dan getas sehingga sifat mampu-lasnya kurang baik.
4. Duplex Stainless steel
Duplex SS seperti 2304 dan 2205 memiliki bentuk mikrostruktur
campuran austenitic dan ferritic. Duplex ferritic-austenitic memiliki

Universitas Indonesia
15

kombinasi sifat tahan korosi dan temperatur relatif tinggi atau secara
khusus tahan terhadap stress corrosion cracking.
5. Precipitation Hardening Stainless steel
Precipitation hardening stainless steel adalah baja tahan karat yang
keras dan kuat akibat dari dibentuknya suatu presipitat (endapan) dalam
struktur mikro logam. Hal ini mengakibatkan gerakan deformasi
menjadi terhambat dan memperkuat material logam.

2.2.2 Baja Tahan Karat seri 304


2.2.2.1 Baja Tahan Karat Tipe Austenitik
Stainless steel tipe austenitic sangat umum digunakan dan cukup banyak
jenisnya. Material austenitic stainless steel sangat mudah dibentuk dan di
las serta dapat diaplikasikan untuk kondisi temperature tinggi maupun
temperature sangat rendah tanpa banyak mengalami perubahan sifat-sifat
mekanis maupun korosi. Secara metalurgi, austenitic stainless steel
memiliki struktur dominan face center cubic (FCC), komposisi utama
adalah chrome 12%wt ~ 25%wt dan nikel. Kekuatan tariknya antara 200
MPa dan dapat ditingkatkan hingga 2000 MPa melalui pengerjaan dingin.
Namun austenitic stainless steel juga memiliki beberapa kelemahan antara
lain [15]:
1. Kurang tahan terhadap cyclic oxidation jika dibandingkan dengan tipe
ferritic karena koefisien expansi termal yang tinggi sehingga cenderung
menyebabkan rusaknya dan mengelupasnya lapisan pelindung chromium
oksida.
2. Fatigue endurance limit relatif lebih rendah (~ 30% Tensile Strength)
jika dibandingkan dengan tipe ferritic (~ 50% – 60% Tensile Strength).
3. Termal fatigue relatif rendah karena koefisien ekspansi termal yang
relatif tinggi.

Universitas Indonesia
16

2.2.2.2 Komposisi Kimia Baja Tahan Karat tipe 304


Tabel 2. 1. Komposisi Standar SS304, SS304L, dan 309 [15].

Desain Komposisi Kimia


Nama Lain-
UNS C Cr Mn Mo N Ni P S Si
Umum lain
0.08 18.0- 2.00 8.0- 0.045 0.030
S30400 SS304 - 0.1 0.75 -
max 20.0 max 10.5 max max
0.03 18.0- 2.00 8.0- 0.045 0.030
S30403 SS304L - 0.1 0.75 -
max 20.0 max 12.0 max max
0.20 22.0- 2.00 12.0- 0.045 0.030 1.0
S30900 SS309 - 0.1 -
max 24.0 max 15.0 max max max
2.2.2.3 Sifat Mekanik Baja Tahan Karat tipe 304
Tabel 2. 2. Standar Kekuatan Mekanik SS304 [15]

Kekuatan Mekanik
Elongasi
Nama
UNS ASTM Bentuk YS TS pada 50mm Kekerasan
Umum
min, %
201 BHN
30 ksi min 75 ksi min
max
S30400 SS304 A240 Pelat 40
205 Mpa 515 Mpa 92 HRB
min min max
201 BHN
25 ksi min 70 ksi min
max
S30403 SS304L A240 Pelat 40
170 Mpa 485 Mpa 92 HRB
min min max
2.2.2.4 Sifat Fisik Baja Tahan Karat tipe 304
Tabel 2. 3. Sifat fisik baja tahan karat tipe 304 [15]

Sifat Fisik
Density, kg/m3 7900
Mean Coefficient of thermal expansion, x 16.5 (20oC - 200oC)
10-6 K-1 17.5 (20oC - 400oC)
Specific heat at 20oC, J/Kg.K 500
o
Temperatur Lebur, C 1400 - 1450
Modulus of Elasticity, GPa 200
Thermal Conductivity at 20oC, W/m.K 15
Electrical Resistivity at 20oC, Ω.mm2/m 0.73

Universitas Indonesia
17

2.2.3 Pengelasan Baja Tahan Karat


Keistimewaan baja tahan karat adalah kesanggupannya mencegah
terjadinya lapisan oksida yang terjadi terus-menerus yang dapat merusak logam
tersebut sampai dasar. Baja tahan karat memiliki karakteristik berbeda
dibandingkan dengan baja karbon, diantaranya:
• Sifat menghantar panas (thermal conductivity) sangat rendah.
• Sifat mengembang karena panas (thermal expansion) lebih besar.
• Baja ini lebih tahan terhadap zat tertentu dan terhadap pengaruh oksidasi
pada temperatur tinggi.
Pengelasan dengan SMAW, MIG dan TIG adalah cara yang banyak
digunakan dalam pengelasan baja tahan karat. Selain itu, las busur redam, las sinar
elektron, dan las resistansi elektron juga digunakan untuk aplikasi tertentu.
Karena baja tahan karat adalah baja paduan tinggi, maka jelas bahwa
kualitas sambungan lasan sangat dipengaruhi dan menjadi getas oleh panas dan
atmosfer pengelasan [1].
Baja tahan karat jenis ini mempunyai sifat mampu las yang lebih baik
dibandingkan jenis lainnya. Namun pada pendinginan lambat dari 680 oC-480oC
akan terbentuk karbid khrom yang mengendap di antara butir. Endapan
menyebabkan penurunan sifat tahan karat dan sifat mekaniknya.

Gambar 2. 8. Endapan antar Butir Karbid Khrom dari Baja [1].

2.2.4 Jenis Sambungan dan Alur Pengelasan


Terdapat beberapa jenis penyambungan yang dapat dilakukan pada proses
pengelasan. Beban yang diterima struktur lasan disalurkan dari komponen satu ke

Universitas Indonesia
18

lainnya melewati sambungan lasan. Jenis sambungan yang digunakan pada


konstruksi pengelasan dapat dilihat pada gambar berikut [6]:

Gambar 2. 9. Jenis Sambungan [6].

Selain itu, terdapat juga alur (groove) dalam sambungan pada pengelasan.
Pemilihan jenis alur dipengaruhi oleh aksesibilitas, ekonomi, desain struktur,
kontrol distorsi, dan tipe pengelasan yang dilakukan. Selain itu, ketebalan dari
material juga mempengaruhi jenis alur lasan. Pada umumnya, untuk pengelasan
aluminium dengan tebal pelat sampai dengan 6 mm, digunakan alur persegi. Untuk
pelat dengan ketebalan antara 6 mm sampai 20 mm, digunakan alur Single Bevel ,
dan untuk pelat yang lebih tebal lagi digunakan alu V-ganda atau V-groove, U-
tunggal, atau U-ganda [6].

Universitas Indonesia
19

Gambar 2. 10. Jenis Alur (Groove) pada Pengelasan [6].

2.3 Distorsi Pengelasan


Distorsi adalah perubahan bentuk yang terjadi akibat adanya tegangan pada
logam las. Tegangan yang terjadi yaitu tegangan memanjang dan tegangan
melintang. Distorsi disebabkan oleh adanya ekspansi logam las yang tidak merata
selama terjadi proses pemanasan dan pendinginan. Logam cair yang dibiarkan
mengalami pembekuan secara bebas mengakibatkan volumenya akan mengalami
penyusutan secara bebas juga. Logam yang dipanaskan secara merata akan
mengalami ekspansi ke segala arah dan akan mengalami kontraksi setelah terjadi
proses pendinginan. Jika logam diberi suatu tahanan selama proses pemanasan,
maka ekspansi lateral tidak terjadi. Ekspansi volume akan tetap terjadi sehingga

Universitas Indonesia
20

arah ekspansi menjadi kea rah vertical. Saat logam mencapai suhu kamar, kontraksi
tetap terjadi ke segala arah secara merata sehingga logam akan mengalami
perubahan bentuk [2].
Macam-macam distorsi yang terjadi pada pengelasan antara lain:
a. Transverse shrinkage
Penyusutan yang terjadi tegak lurus terhadap arah garis las.
b. Longitudinal shrinkage
Penyusutan yang terjadi searah garis las.
c. Longitudinal bending distortion
Distorsi dalam bidang yang melalui garis las dan tegak lurus terhadap plat.
d. Angular distortion
Distribusi panas yang tidak merata pada kedalaman menyebabkan distorsi
(perubahan sudut).
e. Rotational distortion
Distorsi sudut dalam bidang plat yang berkaitan dengan perluasan termal.
f. Buckling distortion
Kompresi yang berkenaan dengan panas menyebabkan ketidakstabilan ketika
platnya tipis.
Sumber panas pada proses pengelasan berasal dari panas busur las yang
ditimbulkan oleh elektroda dengan benda kerja logam. Proses pemanasan yang
berlangsung dalam pengelasan akan mengakibatkan suatu tegangan. Tegangan
akibat pemanasan ini dapat didiskripsikan dengan membagi daerah lasan menjadi
beberapa buah potongan melintang sebagai berikut:
 A-A : Daerah yang belum tersentuh panas.
 B-B : Daerah yang mencair tepat pada busur las.
 C-C : Daerah terjadinya deformasi plastis selama proses pengelasan.
 D-D : Dearah yang sudah mengalami pendinginan.
Apabila pengelasan berjalan dari potongan D-D ke potongan B-B maka
akan terjadi distribusi panas sepanjang pengelasan. Ketika pengelasan sampai
dititik O maka setiap potongan pada alur pengelasan dapat dianalisa distribusi
teganganya. Besarnya tegangan yang terjadi karena adanya perubahan temperatur
selama proses pengelasan. Daerah A-A tidak terjadi tegangan dikarenakan tidak

Universitas Indonesia
21

terjadi perubahan temperatur yang signifikan (∆T ≈ 0). Daerah B-B yaitu daerah
yang mencair (terjadi suhu maksimum) tepat pada garis lasan akan terjadi tegangan
tekan (compression), sedangkan disisi kanan dan sisi kiri dari garis lasan akan
terjadi tegangan tarik (tension). Sebaliknya suhu mulai mengalami penurunan pada
daerah C-C, sehingga daerah garis lasan akan terjadi tegangan tarik dan pada daerah
sisi kanan dan kirinya akan terjadi tegangan tekan. Demikian pula pada daerah D-
D yaitu pada daerah yang sudah terjadi pendinginan (∆T ≈ 0) maka pada garis lasan
akan terjadi tegangan tarik dan pada sisi kanan dan kiri dari garis lasan akan
mengalami tegangan tekan. Tegangan tarik yang terjadi pada daerah D-D akan
sifatnya tetap tinggal pada material tersebut dan lebih sering disebut tegangan sisa
[16].

Gambar 2. 11. Macam-macam distorsi pengelasan [16].

Universitas Indonesia
22

Gambar 2. 12. Distribusi temperature dan tegangan selama proses pengelasan [16]

2.4 Komponen Penyusun Alat GMAW Otomatis


Alat GMAW otomatis pada penelitian ini dikhususkan untuk pengelasan satu
sumbu, yaitu horizontal saja. Alat GMAW otomatis ini dibuat dengan karakteristik
sederhana, kokoh, dan mudah dioperasikan. Dalam mekanisme gerakannya, alat ini
tersusun atas 3 komponen utama, yaitu stepper motor, dan ballscrew.
2.4.1 Stepper Motor
Motor stepper merupakan motor DC yang tidak mempunyai komutator.
Umumnya motor stepper hanya mempunyai kumparan pada bagian stator
sedangkan pada bagian rotor merupakan magnet permanen (bahan ferromagnetic).
Karena konstruksi inilah maka motor stepper dapat diatur posisinya pada posisi
tertentu dan/atau berputar ke arah yang diinginkan, apakah searah jarum jam atau
sebaliknya. Ada tiga jenis motor stepper: motor stepper Magnet Permanen,
Variable Reluctance dan Hybrid. Semua jenis tersebut melakukan fungsi dasar yang
sama, tetapi mempunyai perbedaan penting pada beberapa aplikasi.
Motor stepper dapat berputar atau berotasi dengan sudut step yang bisa
bervariasi tergantung motor yang digunakan. Ukuran step (step size) dapat berada

Universitas Indonesia
23

pada range 0,9o sampai 90o. Misalnya sudut step 7,5o; 15o; 30o dan seterusnya
tergantung aplikasi atau kebutuhan yang diinginkan. Posisi putarannya pun relatif
eksak dan stabil. Dengan adanya variasi sudut step tersebut akan lebih memudahkan
untuk melakukan pengontrolan serta pengontrolannya dapat langsung
menggunakan sinyal digital tanpa perlu menggunakan rangkaian closed-loop
feedback untuk memonitor posisinya. Dengan alasan inilah maka motor stepper
banyak digunakan sebagai actuator yang menerapkan rangkaian digital sebagai
pengontrol/driver, ataupun untuk interfacing ke piranti yang berbasis
mikroprosesor/mikrokontroler [17].

Gambar 2. 13. Motor Stepper

2.4.2 Ballscrew
Kebutuhan umum dalam perencanaan mekanis alat ini adalah
menggerakkan komponen dalam arah linier. Salah satu komponen dan sistem yang
mneghasilkan gerakan linier adalah ballscrew. Ballscrew dirancang untuk
mengubah gerakan putar menjadi gerakan linier dan menghasilkan gaya untuk
menggerakkan elemen mesin sepanjang lintasan yang diinginkan.
Ballscrew memiliki fungsi yang sama dengan leadscrew, namun
konfigurasinya berbeda. Mur pada ballscrew berisi banyak bola kecil yang
membuat kotak gelinding dengan batang ulir memberikan gesekan yang kecil
sehingga efisiensinya tinggi. Bola-bola bantalan bersirkulasi dalam cincin baja
yang dikeraskan yang berbentuk alur cekung miring dalam ulir dan mur. Seluruh
beban reaktif antara ulir dan mur dibawa oleh bola-bola bantalan yang hanya
bersinggungan fisik antara bola-bola itu. Saat ulir dan mur berputar relatif satu
terhadap yang lain, bola-bola bantalan dialihkan dari satu ujung mur dan dibawa

Universitas Indonesia
24

oleh pipa sirkulasi pemandu bola menuju ke ujung mur bola lainnya. Sirkulasi ini
memungkinkan perjalanan tanpa batas dari mur dan ulir [18].

Gambar 2. 14. Ballscrew

Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Pembuatan dan Pengujian Alat Penggerak Otomatis

Mulai

Design Alat

Proses
Manufaktur

Assembly
Komponen

Uji Fungsional

Tidak
Hasil Bagus Modifikasi

Ya

Selesai

Gambar 3. 1. Diagram Alir Pembuatan Alat GMAW Otomatis

Dalam pembuatan alat GMAW otomatis ini, desain yang digunakan adalah
desain alat yang dibuat oleh peneliti sebelumnya mengenai pengelasan TIG
otomatis. Desain kemudian dibuat ulang dengan disesuaikan untuk diaplikasikan
pada mesin GMAW. Proses manufaktur dari alat ini disesuaikan dengan detail
desain dan semua komponen didesain sesuai dengan produk yang ada dipasaran,
sedangkan untuk komponen yang tidak standar, dibuat desain yang semudah
mungkin untuk dilakukan proses manufaktur. Setelah proses manufaktur selesai,
dilakukan pengujian gerakan alat untuk melihat ketelitian dan kekonstanan gerakan.

25
Universitas Indonesia
3.2 Diagram Penelitian

Mulai

Studi Literatur /
Pembatasan
Masalah

Penentuan
Sampel Uji

Persiapan Alat
dan Sampel

Proses
Pengelasan
GMAW

Hasil Bagus Tidak

Ya

Pengujian
Sampel

Data:
1. Lebar Manik Las
2. Distorsi Angular

Analisis dan
Kesimpulan

Selesai

Gambar 3. 2. Diagram Alir Penelitian

26
Universitas Indonesia
27

Pada diagram alir penelitian yang ditunjukkan pada gambar 3.1, penelitian
dimulai dengan studi literatur dan pembatasan masalah mengenai pengelasan
GMAW pada stainless steel 304 yang didapat dari berbagai sumber seperti buku,
jurnal, dan paper. Alat dan bahan yang digunakan antara lain adalah mesin las
GMAW beserta penggerak otomatis, gas argon, sampel uji stainless steel 304
dengan ukuran 120 x 75 x 3 mm, dan elektroda atau kawat las seri ER308. Sampel
yang telah berhasil dilas akan dilakukan pengujian berupa pengukuran lebar manik
las dan pengukuran distorsi untuk melihat besarnya distorsi angular yang terjadi
yang dihasilkan dari parameter-parameter yang telah ditentukan. Pengukuran
distorsi dilakukan dengan melakukan pengukuran 12 titik koordinat pada sampel
hasil lasan yang dilakukan menggunakan CMM (Coordinate Measuring Machine).
Hasil dari pengujian kemudian dianalisis sehingga didapatkan kesimpulan dan
penelitian dapat dikatakan selesai.
3.3 Proses Pengelasan
3.3.1 Persiapan Spesimen Uji
Pada penelitian ini, spesimen yang digunakan yaitu baja tahan karat seri 304.
Spesimen yang digunakan adalah pelat datar dengan dimensi seperti yang
ditunjukan pada gambar 3.4, yaitu panjang 120 mm, lebar 75 mm, dan tebal 3 mm.
Jenis sambungan yang digunakan adalah Butt Joint. Celah antara spesimen yang
akan dilas yaitu 1 mm.

Gambar 3. 3. Dimensi Spesimen Uji

Universitas Indonesia
28

3.3.2 Mekanisme Pengelasan GMAW Otomatis


Mekanisme gerakan pengelasan pada penelitian ini diatur oleh
mikrokontroller arduino dengan keluaran motor stepper. Motor stepper akan
menggerakkan dudukan spesimen dengan kecepatan tertentu secara konstan dan
hanya pada sumbu w pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. 4. Skema Pergerakan Pengelasan [13]

Torch mesin las tidak digerakkan atau diam dengan posisi ujungnya tegak
lutus terhadap spesimen untuk mendapatkan posisi pengelasan datar. Pergerakan
dari motor stepper akan divariasikan untuk mengetahui pengaruh dari kecepatan
pengelasan. selain itu, kuat arus pada mesin las GMAW juga divariasikan.
Dalam pengelasan yang dilakukan, polaritas yang digunakan adalah DCEP.
Jarak antara elektroda ke benda kerja adalah 3 mm, dengan diameter elektroda 1,2
mm. Gas pelindung yang digunakan adalah gas argon 99,9%. Kecepatan yang
diberikan diatur menggunakan motor stepper yang dikonversi menjadi satuan mm/s
yaitu 3,6 mm/s, 3,9 mm/s, dan 4,2 mm/s dengan arus yang divariasikan mulai dari
115 A, 120 A, dan 125 A. Langkah-langkah pengelasan secara terperinci dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Persiapan material sampel.
Pemotongan sampel sesuai ukuran seperti gambar 3.7, dengan spesifikasi pelat
datar dengan ukuran 120 x 75 x 3 mm menggunakan alat pemotong pelat
manual. Setelah dipotong permukaan yang akan menjadi sambungan
dibersihkan dengan gerinda untuk menghilangkan karat dan menghaluskan
permukaan.

Universitas Indonesia
29

Gambar 3. 5. Persiapan pelat sampel

2. Persiapan mesin las dan komponen pengelasan.


Mesin las yang digunakan adalah mesin Optimarch CV/CC 500. Mesin las ini
merupakan Multi Process Welders dimana alat ini dapat digunakan untuk jenis
pengelasan SMAW, GTAW, GMAW, dan FCAW. Mesin las diatur dalam
polaritas DCEP, kemudian arus yang diberikan masing-masing 115 A, 120 A,
dan 125 A. Jenis kawat las yang digunakan adalah ER308. Kecepatan
pengelasan diatur dengan memberikan nilai delay ke arduino yang akan
diproses kemudian dilanjutkan ke motor stepper. Gas argon dibuka katupnya
pada aliran 15 liter/menit, dan juga ditambah gas pelindung untuk bagian
bawah lasan dengan aliran 5 liter/menit.

Gambar 3. 6. Mesin las GMAW (kiri), Indikator gas argon (kanan)

Universitas Indonesia
30

3. Persiapan sampel yang akan dilas.


Sebelum melakukan pengelasan, pelat yang akan dilas diletakkan di meja kerja
alat, kemudian dilakukan las titik pada kedua ujung sambungan pelat dengan
tujuan agar sambungan tidak berubah, baik dalam bentuk maupun lebar celah.

Gambar 3. 7. Peletakan sampel (kiri) dan las titik sampel (kanan)

4. Penyetelan parameter pengelasan.


Parameter yang divariasikan dalam penelitian ini adalah kuat arus dan
kecepatan pengelasan. Kuat arus diatur pada mesin las GMAW dengan besar
115 A, 120 A, dan 125 A. Tegangan atau voltase dijaga konstan yaitu 20 V.
Kecepatan pengelasan diatur dengan memasukkan nilai delay pada arduino
dengan menekan tombol pada konsol arduino yang telah dibuat. Konsol ini
memiliki 5 tombol yang berfungsi untuk menambah delay, mengurangi delay,
menggerakkan meja kerja ke kanan, ke kiri, dan mode berjalan untuk
pengelasan. Nilai delay yang dimasukkan adalah 850, 800, dan 750, yang jika
dikonversikan ke dalam satuan mm/s menjadi 3,6 mm/s, 3,9 mm/s, dan 4,2
mm/s.

Gambar 3. 8. Konsol arduino

Universitas Indonesia
31

5. Proses pengelasan
Setelah semua parameter disetel dan sampel sudah siap untuk dilas, kemudian
dilakukan proses pengelasan dengan menyalakan torch sekaligus menyalakan
tombol jalan pada konsol arduino, sehingga motor stepper akan bergerak
dengan kecepatan sesuai masukan delay selama proses pengelasan. Sampel
dibiarkan mengalami pendinginan secara alami dan tetap pada meja kerja
dengan kondisi masih dijepit, lalu dilepas setelah 5 menit. Setelah pengelasan
selesai dan berhasil, maka proses ini dilakukan berulang kali untuk sejumlah
sampel yang akan diambil dengan masing-masing variasi kuat arus dan
kecepatan pengelasan diambil sebanyak 3 kali.

3.4 Pengujian Hasil Lasan


3.4.1 Pengukuran Lebar Manik Las
Setelah pengelasan berhasil dilakukan, pengujian yang pertama dilakukan
adalah mengukur lebar manik lasan bagian atas dan bagian bawah. Pengukuran ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap
lebar manik. Terdapat alat ukur untuk mengukur hasil pengelasan yang umumnya
digunakan, yaitu welding gauge. Welding gauge memiliki ketilitian sebesar 1 mm.
Cara penggunaan alat ukur ini cukup sederhana dan prinsipnya mirip dengan cara
penggunaan jangka sorong, seperti terlihat pada gambar 3.11.

Gambar 3. 9. Welding Gauge [19]

Universitas Indonesia
32

Gambar 3. 10. Cara penggunaan Welding Gauge [19]

Dalam penelitian ini, digunakan jangka sorong digital Mitutoyo untuk


mendapatkan hasil pengukuran yang lebih teliti karena jangka sorong digital
tersebut mampu mengukur hingga 10-2 mm [19].
Pengukuran lebar manik dilakukan pada 10 titik sepanjang manik lasan.
Titik-titik ini diambil mulai dari 1 cm dari ujung manik lasan, karena pada awal dan
akhir pengelasan, lebar manik lasan yang dihasilkan belum stabil. Jarak tiap titik
yang dilakukan pengukuran adalah sebesar 1 cm, sehingga panjang manik las yang
diukur adalah 10 cm dengan jumlah 10 data untuk setiap spesimen. Setiap variabel
pengelasan dilakukan 3 kali pengelasan sehingga didapatkan 30 data untuk setiap
variabel. Hasil pengukuran tersebut kemudian dilakukan perhitungan rata-rata
untuk mengetahui lebar manik rata-rata tiap spesimen. Pengukuran ini dilakukan
baik untuk lebar manik bagian atas maupun lebar manik bawah. Kemudian hasil
perhitungan diplot menjadi grafik untuk mengetahui pengaruh parameter kuat arus
dan kecepatan pengelasan terhadap lebar manik bagian atas dan lebar manik bagian
bawah.

Gambar 3. 11. Titik pengukuran lebar manik atas (kiri) dan lebar manik bawah (kanan).

Universitas Indonesia
33

3.4.2 Pengujian Distorsi


Pengujian distorsi juga dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui
besarnya distorsi angular yang terjadi. Pengujian distorsi ini dilakukan dengan
melakukan pengukuran perubahan bentuk yang diakibatkan oleh proses
pengelasan, seperti pada gambar 3.12. Pada gambar tersebut, garis putus-putus
menunjukkan bentuk awal dari pelat sebelum dilakukan proses pengelasan, dan
garus sambung adalah bentuk setelah dilakukan proses pengelasan. Dapat dilihat
bahwa terdapat penyimpangan pada pelat yang ditandakan dengan huruf ‘a’ dan ‘b’.
Besarnya distorsi yang terjadi pada pelat tersebut adalah nilai a + b [16].

Gambar 3. 12. Distorsi pada sambungan butt joint [16]

Pada penelitian ini, pengukuran distorsi dilakukan menggunakan CMM


(Coordinate Measuring Machine) seperti pada gambar 3.13. Pengukuran dilakukan
pada 12 titik yang ditentukan pada pelat sampel seperti pada gambar 3.14, namun
yang akan diukur dalam penelitian ini hanya 8 titik, yaitu titik 2, 3, 5, 6, 7, 8, 10,
11. Dari titik-titik tersebut, akan dicari koordinat sumbu z yang kemudian akan
dilakukan perhitungan sesuai dengan persamaan 3.1, 3.2, dan 3.3 untuk mengetahui
besarnya penyimpangan yang terjadi.

Universitas Indonesia
34

Gambar 3. 13. Alat CMM Laboratorium Metrologi DTM FTUI

Gambar 3. 14. Posisi 12 titik pengukuran [16]

Untuk mengetahui besarnya distorsi yang terjadi pada sampel, maka setelah
dilakukan pengukuran koordinat, dilakukan kalkulasi untuk mengetahui besar
distorsi yang terjadi. Untuk distorsi angular transversal (AT), digunakan kalkulasi
sebagai berikut [16]:
𝐷𝑖𝑠𝑡𝑜𝑟𝑠𝑖 𝐴𝑇 = (𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (5) − 𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (6)) + (𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (8) − 𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (7))….(3.1)

Sedangkan untuk besar nilai distorsi angular longitudinal (AL) adalah:


𝐷𝑖𝑠𝑡𝑜𝑟𝑠𝑖 𝐴𝐿 = (𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (2) − 𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (6)) + (𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (10) − 𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (6))...(3.2)
= (𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (3) − 𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (7)) + (𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (11) − 𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡 (7))

Universitas Indonesia
35

Hasil dari perhitungan dengan rumus di atas adalah perubahan koordinat


dalam satuan mm. Untuk mengetahui besarnya distorsi dalam satuan radian dan
juga derajat, maka digunakan rumus sebagai berikut [20]:
|𝑈𝑅 +𝑈𝐿 −2𝑈𝐶 |
𝛿 (𝑟𝑎𝑑) = ……………………….......(3.3)
50 (=55−5)

Gambar 3. 15. Acuan pengukuran koordinat [20]

Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Pergerakan Pengelasan menggunakan Motor Stepper


Pada penelitian ini, hal yang pertama kali dilakukan setelah alat selesai
dibuat adalah melakukan kalibrasi kecepatan motor stepper yang diatur dengan
delay. Hal ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari pergerakan motor
stepper yang diubah oleh ball screw menjadi gerak translasi sebagai gerak pada saat
pengelasan. Nilai delay diinput ke konsol arduino, kemudian digunakan coding
dengan output gerakan motor steeper selama 5 detik. Kemudian akan didapatkan
jarak yang ditempuh oleh meja kerja selama 5 detik tersebut. Hasil dari nilai delay
dengan kecepatan gerak meja kerja (dapat disebut juga kecepatan pengelasan) dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4. 1. Hasil kalibrasi perbandingan nilai delai dengan kecepatan

Kecepatan (mm/s) Kecepatan (mm/s)


No Delay Error No Delay Error
Aktual Perhitungan Aktual Perhitungan
1 600 5.2 5.21 0.01 22 1650 1.9 1.89 0.01
2 650 4.8 4.81 0.01 23 1700 1.85 1.84 0.01
3 700 4.5 4.46 0.04 24 1750 1.8 1.79 0.01
4 750 4.2 4.17 0.03 25 1800 1.75 1.74 0.01
5 800 3.9 3.91 0.01 26 1850 1.7 1.69 0.01
6 850 3.6 3.68 0.08 27 1900 1.65 1.64 0.01
7 900 3.5 3.47 0.03 28 1950 1.6 1.60 0.00
8 950 3.3 3.29 0.01 29 2000 1.55 1.56 0.01
9 1000 3.2 3.13 0.08 30 2050 1.5 1.52 0.02
10 1050 3 2.98 0.02 31 2100 1.47 1.49 0.02
11 1100 2.85 2.84 0.01 32 2150 1.45 1.45 0.00
12 1150 2.7 2.72 0.02 33 2200 1.4 1.42 0.02
13 1200 2.6 2.60 0.00 34 2250 1.38 1.39 0.01
14 1250 2.5 2.50 0.00 35 2300 1.36 1.36 0.00
15 1300 2.4 2.40 0.00 36 2350 1.32 1.33 0.01
16 1350 2.3 2.31 0.01 37 2400 1.3 1.30 0.00
17 1400 2.25 2.23 0.02 38 2500 1.25 1.25 0.00
18 1450 2.2 2.16 0.04 39 2600 1.2 1.20 0.00
19 1500 2.1 2.08 0.02 40 2700 1.15 1.16 0.01
20 1550 2 2.02 0.02 41 2800 1.1 1.12 0.02
21 1600 1.95 1.95 0.00 42 3100 1 1.01 0.01

36
Universitas Indonesia
37

Nilai perhitungan dari tabel tersebut dihasilkan dari perhitungan dengan


rumus:
5000000/𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦
𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 = 𝑚𝑚/𝑠
2 𝑥 800
Dimana:
 5000000 = nilai untuk menggerakkan motor 5 detik
 Delay = nilai input Delay
 800 = jumlah step motor untuk berputar satu putaran
Dari data yang dihasilkan tersebut, kemudian diplot menjadi grafik antara
delay dengan kecepatan meja kerja atau kecepatan pengelasan. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui karakteristik motor stepper dengan variabel delay yang
dimasukkan. Pada delay diatas 2400, selisih antar variabel delay dibuat menjadi 100
karena pada penambahan delay 50, jarak yang dihasilkan sangat mirip sehingga
sulit untuk dilihat perbedaannya. Grafik hubungan antara input delay dengan
kecepatan pengelasan dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4. 1. Grafik hubungan antara delay dengan kecepatan pengelasan

Dari grafik yang dihasilkan di atas, dapat diketahui bahwa hubungan antara
delay dengan kecepatan pengelasan adalah berbanding terbalik. Semakin besar

Universitas Indonesia
38

delay yang diberikan, maka kecepatan pengelasan akan semakin kecil. Namun
hubungan yang dihasilkan ini bukanlah linier, melainkan parabolik. Pada delay
yang relatif kecil, pengaruh perubahannya cukup signifikan terhadap kecepatan
pengelasan. Namun pada delay yang tinggi, perubahan kecepatan pengelasan yang
dihasilkan tidaklah signifikan. Pada delay 600 ke 700, perubahan kecepatan yang
terjadi sebesar 0.7 mm/s, sedangkan pada delay 2700 ke 2800, perubahan yang
dihasilkan hanya 0.05 mm/s. Sehingga, semakin besar nilai delay, maka
penambahan nilai delaynya akan memberikan pengaruh yang semakin kecil.
Setalah dilakukan pengujian tersebut, maka dapat diketahui bahwa alat
penggerak yang telah dibuat memiliki spesifikasi sebagai berikut:
Tabel 4. 2. Spesifikasi Alat Penggerak Otomatis

Spesifikasi Satuan Nilai


Panjang mm 725
Dimensi Alat

Lebar mm 425
Tinggi mm 650
Jarak Torch dengan Base mm 0 - 100
Kecepatan gerak mm/s 1 - 5.2
Error kecepatan gerak mm/s 0.02
Performa

Pengali kecepatan 1-4


Delay minimum ms 600
Delay maksimum ms 3200
Spesimen Maks

Panjang mm 200
Dimensi

Lebar mm 150

Untuk performa dari alat penggerak tersebut, dapat diketahui bahwa alat
yang dibuat dapat memberikan kecepatan gerak pada rentang kecepatan 1-5,2
mm/s. Kecepatan tersebut masih bisa dikalikan dengan mengubah step pada driver
motor sehingga kecepatannya bisa mencapai hingga empat kali lipat. Sehingga
rentang kecepatan dari alat ini dapat mencapai 1 – 20,8 mm/s.

Universitas Indonesia
39

4.2 Hasil Pengukuran Lebar Manik Las


4.2.1 Analisis Pengaruh Parameter Pengelasan terhadap Lebar Manik
Sebelum melakukan pengujian, sampel hasil pengelasan diberikan
penomoran untuk mempermudah pengelompokan setiap variabel pengelasan.
Sampel kemudian diambil fotonya seperti pada gambar 4.2. Penelitian ini
memvariasikan 3 parameter kuat arus dan 3 parameter kecepatan pengelasan,
sehingga dihasilkan 9 jenis sampel dengan parameter yang berbeda. Dari 9 jenis
sampel tersebut, masing-masing dilakukan 3 kali percobaan pengelasan dengan
tujuan mendapatkan data yang lebih akurat.

Gambar 4. 2. Hasil pengelasan bagian atas (kiri) dan bagian belakang (kanan)

Pengujian pertama yang dilakukan setelah melakukan pengelasan adalah


dengan pengukuran lebar manik hasil pengelasan. Pengukuran ini dilakukan pada
manik las bagian atas dan juga bagian bawah pelat. Alat yang digunakan pada
pengukuran lebar manik las ini adalah jangka sorong digital. Pengukuran dilakukan
pada 10 titik sepanjang manik las untuk bagian atas dan bagian bawah. Pengukuran
10 titik tersebut diambil 1 cm dari masing-masing ujung manik lasan. Data yang
dihasilkan dari pengukuran dengan menggunakan jangka sorong setelah dilakukan
perhitungan rata-rata adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia
40

Tabel 4. 3. Data lebar manik rata-rata bagian atas dan bagian bawah

Kuat Arus Kecepatan


No Lebar Atas Lebar Bawah
(A) Pengelasan (mm/s)
1 115 3.6 7.533 3.539
2 115 3.9 7.287 2.679
3 115 4.2 6.899 2.043
4 120 3.6 7.769 4.071
5 120 3.9 7.678 3.802
6 120 4.2 7.311 3.370
7 125 3.6 8.062 4.984
8 125 3.9 7.885 4.491
9 125 4.2 7.722 4.285
Data tersebut merupakan data rata-rata yang diolah dari 27 sampel
menggunakan Microsoft Excel untuk mengetahui hubungan antara kuat arus dan
kecepatan pengelasan dengan lebar manik. Data tersebut kemudian diplot menjadi
grafik untuk mengetahui hubungan parameter pengelasan dengan lebar manik. Pada
penelitian ini, masing-masing parameter akan diplot grafik untuk mengetahui
pengaruhnya pada lebar manik bagian atas dan juga bagian bawah. Pada gambar
4.3, dapat terlihat hubungan antara kuat arus dengan lebar manik bagian atas, dan
pada gambar 4.4, dapat terlihat hubungan kuat arus dengan lebar manik bagian
bawah.

Gambar 4. 3. Grafik pengaruh kuat arus terhadap lebar manik atas

Universitas Indonesia
41

Gambar 4. 4. Grafik pengaruh kuat arus terhadap lebar manik bawah

Dari grafik yang diperoleh, diketahui bahwa kuat arus memiliki pengaruh
pada lebar manik lasan, baik bagian atas maupun bagian bawah. Lebar manik
bagian atas dan bagian bawah mengalami peningkatan untuk setiap peningkatan
kuat arus, sehingga dapat diketahui bahwa lebar manik lasan berbanding lurus
dengan kuat arus yang digunakan saat pengelasan. Untuk lebar bagian atas,
penambahan kuat arus memberikan penambahan lebar manik yang cukup
signifikan, terutama pada kecepatan pengelasan 4,2 mm/s. Pada manik bagian
bawah, perubahan yang terjadi lebih besar disbanding perubahan lebar manik
bagian atas, namun memiliki tren yang sama, yaitu meningkat dengan
bertambahnya kuat arus. Untuk hubungan kecepatan pengelasan terhadap lebar
manik dapat dilihat pada gambar 4.5 untuk lebar bagian atas, dan gambar 4.6 untuk
bagian bawah.

Gambar 4. 5. Grafik pengaruh kecepatan pengelasan terhadap lebar manik atas

Universitas Indonesia
42

Gambar 4. 6. Grafik pengaruh kecepatan pengelasan terhadap lebar manik bawah

Pada grafik hubungan kecepatan pengelasan terhadap lebar manik tersebut,


dapat diketahui bahwa pada lebar manik atas dan bawah, mengalami penurunan
lebar manik dengan bertambahnya kecepatan pengelasan. Pada semua parameter
kuat arus, apabila kecepatan pengelasannya meningkat, maka lebar maniknya akan
menurun. Hal ini berkebalikan dengan hubungan antara kuat arus dengan lebar
manik, dimana semakin besar kuat arus, maka lebar manik semakin meningkat.
Dari grafik dapat diketahui bahwa penurunan lebar paling signifikan terjadi pada
kuat arus yang relatif lebih rendah. Hal ini terjadi karena kuat arus dan kecepatan
pengelasan berpengaruh terhadap masukan panas pengelasan serta laju deposisi
logam pengisi. Parameter tersebut memiliki hubungan yang berkebalikan antara
kuat arus dan kecepatan pengelasan, dimana semakin besar arus, masukan panas
akan semakin besar, sedangkan semakin besar kecepatan pengelasan, maka
masukan panas akan semakin kecil. Jika kuat arus rendah sedangkan kecepatan
pengelasannya tinggi, maka masukan panas yang dihasilkan adalah yang paling
rendah. Semakin besar kuat arus yang digunakan, maka laju deposisi kawat pengisi
juga akan semakin besar. Laju deposisi yang besar menyebabkan volume logam
pengisi yang menyatu dengan logam dasar juga semakin besar, sehingga
menyebabkan manik menjadi lebih lebar. Semakin lambat laju pengelasan, maka
masukan panas akan semakin besar, sedangkan pergerakan logam pengisi akan
semakin rendah, menyebabkan volume logam pengisi yang menyatu dengan logam
dasar semakin besar.

Universitas Indonesia
43

4.2.2 Analisis Lebar Manik Menggunakan RSM


Analisis juga dilakukan dengan menggunakan Response Surface
Methodology (RSM). Analisis menggunakan RSM ini digunakan untuk pemodelan
dan analisis suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel. Respon (y) pada
analisis ini merupakan lebar manik, sedangkan variabelnya adalah kuat arus (x 1)
dan kecepatan pengelasan (x2). Secara matematis, persamaan untuk respond dan
variabelnya adalah sebagai berikut [16]:
𝑦 = 𝑓(𝑥1 , 𝑥2 ) (4.1)
Fungsi f dari variabel respon diperkirakan menggunakan second order
model, karena persamaannya belum diketahui.
𝑦 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑥1 + 𝛽2 𝑥2 + 𝛽3 𝑥12 + 𝛽4 𝑥22 + 𝛽5 𝑥1 𝑥2 (4.2)
Variabel x1 dan x2 diubah menjadi coded variabel untuk menyederhanakan
perhitungan. Masing-masing variabel memiliki 3 parameter. Dari ketiga parameter
tersebut, diubah menjadi -1 untuk nilai terkecil, 0 untuk nilai tengah, dan 1 untuk
nilai terbesar. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. 4. Design of Experiment Response Surface Methodology untuk lebar manik

Coded
Variabel Respon
Variabel
Std
Kecepatan Lebar Lebar
Order Kuat
Pengelasan A B Atas Bawah
Arus (A)
(mm/s) (mm) (mm)
1 115 3.6 -1 -1 7.51 3.54
2 115 3.6 -1 -1 7.60 3.67
3 115 3.6 -1 -1 7.48 3.41
4 115 3.9 -1 0 7.28 3.00
5 115 3.9 -1 0 7.18 2.43
6 115 3.9 -1 0 7.40 2.61
7 115 4.2 -1 1 7.02 1.98
8 115 4.2 -1 1 6.98 2.06
9 115 4.2 -1 1 6.70 2.09
10 120 3.6 0 -1 7.82 4.10
11 120 3.6 0 -1 7.75 4.22
12 120 3.6 0 -1 7.74 3.90
13 120 3.9 0 0 7.56 3.68
14 120 3.9 0 0 7.67 3.85
15 120 3.9 0 0 7.80 3.88
16 120 4.2 0 1 7.41 3.65

Universitas Indonesia
44

17 120 4.2 0 1 7.11 2.86


18 120 4.2 0 1 7.41 3.61
19 125 3.6 1 -1 8.06 5.00
20 125 3.6 1 -1 8.16 5.06
21 125 3.6 1 -1 7.97 4.89
22 125 3.9 1 0 7.98 4.53
23 125 3.9 1 0 7.70 4.31
24 125 3.9 1 0 7.98 4.64
25 125 4.2 1 1 7.64 4.24
26 125 4.2 1 1 7.71 4.23
27 125 4.2 1 1 7.82 4.38

Perubahan variabel menjadi coded variabel tersebut membuat model regresi


berubah sebagai berikut:
𝑦 = 𝛽0 + 𝛽1 𝐴 + 𝛽2 𝐵 + 𝛽3 𝐴2 + 𝛽4 𝐵2 + 𝛽5 𝐴𝐵 (4.3)
Untuk mendapatkan nilai koefisien 𝛽, digunakan software MATLAB untuk
melakukan perhitungan. Perhitungan dilakukan dengan mengubah ke dalam bentuk
matriks dengan tujuan mempermudah perhitungan, dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
𝛽 = (𝑋 ′ 𝑋)−1 𝑋 ′ 𝑦 (4.4)
Setelah dilakukan perhitungan menggunakan MATLAB, didapatkan
persamaan regresi untuk lebar manik atas dan juga lebar manik bawah sebagai
berikut:
Model regresi lebar manik atas
𝑦𝑙𝑎 = 7.6337 + 0.3297𝐴 − 0.2330𝐵 − 0.0170𝐴2 − 0.0633𝐵2 + 0.0770𝐴𝐵 (4.5)

Model regresi lebar manik bawah


𝑦𝑙𝑏 = 3.7511 + 0.9319𝐴 − 0.4893𝐵 − 0.1027𝐴2 + 0.0781𝐵2 + 0.2236𝐴𝐵 (4.6)

Dari nilai koefisien yang didapatkan dari perhitungan menggunakan


MATLAB, dapat diketahui bahwa variabel pengelasan (A dan B) memiliki
pengaruh terhadap respon (y) baik untuk lebar atas maupun lebar bawah. Pada
kedua persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa variabel A yaitu kuat arus
memiliki koefisien yang lebih besar dibanding variabel B yaitu kecepatan

Universitas Indonesia
45

pengelasan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kuat arus memiliki pengaruh yang
lebih dominan dibandingkan dengan variabel kecepatan pengelasan.
Dari persamaan yang dihasilkan tersebut dan nilai respon yang didapatkan
dari pengukuran, maka dapat dihasilkan grafik response surface yang
menggambarkan hubungan antara variabel kuat arus dan kecepatan pengelasan
terhadap lebar manik.

Gambar 4. 7. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap lebar manik atas.

Gambar 4. 8. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap lebar manik bawah.

Universitas Indonesia
46

Pada grafik 4.7 dan 4.8, dapat diketahui bahwa kedua grafik tersebut
memiliki kesamaan yaitu semakin besar kuat arus, maka lebar manik las bagian
bawah dan lebar manik bagian bawah akan meningkat. Sedangkan jika semakin
besar kecepatan pengelasan, maka lebar manik bagian atas dan lebar manik bagian
bawah akan menurun. Pada kedua grafik tersebut juga menunjukkan bahwa kuat
arus memiliki hubungan yang lebih dominan terhadap lebar manik atas maupun
lebar manik bawah.
Perbedaan pada kedua grafik tersebut terletak pada lengkungan atau tren
variabel kecepatan pengelasan. Pada grafik 4.7 yaitu hubungan antara parameter
pengelasan dengan lebar manik atas, dapat diketahui bahwa trennya tidak terus
menurun secara konstan. Tren pada grafik 4.7 menunjukkan bahwa pengaruh dari
kecepatan pengelasan akan semakin signifikan pada kecepatan pengelasan yang
semakin tinggi.
Pada grafik 4.8 yaitu hubungan parameter pengelasan dengan lebar manik
bawah, memiliki karakteristik yang berbeda dengan grafik 4.7, dimana pada grafik
4.8, tren pengaruh kecepatan terjadi secara signifikan dengan meningkatkan
kecepatan pengelasan sejak kecepatan pengelasan terendah. Sehingga semakin
tinggi kecepatan pengelasan, sensitivitas perubahan lebar maniknya justru
menurun. Sedangkan untuk parameter kuat arus, grafik 4.8 memiliki karakteristik
yang sama dengan grafik 4.7, dimana perubahan kuat arus memiliki hubungan yang
cukup linier terhadap peningkatan lebar manik las, dimana setiap penambahan kuat
arus, peningkatan lebar manik baik bagian atas maupun bawah cenderung memiliki
sensitivitas yang sama.

4.3 Hasil Pengukuran Distorsi Angular


4.3.1 Distorsi Angular Transversal
Pada penelitian ini, pengukuran distorsi dilakukan dengan mengukur
koordinat sumbu z pada 8 titik seperti pada gambar 3.14. Setelah dilakukan
pengukuran koordinat sumbu z, maka selanjutnya dilakukan perhitungan sesuai
rumus untuk mendapatkan nilai distorsi pada tiap sampel. Data perhitungan distorsi
angular transversal dari 27 sampel yang didapatkan adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia
47

Tabel 4. 5. Data distorsi angular transversal dengan alat CMM

PARAMETER Distorsi
Distorsi AT
Kecepatan Angular
No Kuat Rata-rata
Pengelasan Transversal
Arus (A) (mm)
(mm/s) (mm)
1 115 3.6 2.693
2 115 3.6 2.769 2.708
3 115 3.6 2.663
4 120 3.6 2.804
5 120 3.6 3.183 2.988
6 120 3.6 2.976
7 125 3.6 3.659
8 125 3.6 3.472 3.557
9 125 3.6 3.539
10 115 3.9 2.724
11 115 3.9 2.512 2.679
12 115 3.9 2.802
13 120 3.9 3.001
14 120 3.9 2.733 2.894
15 120 3.9 2.947
16 125 3.9 3.462
17 125 3.9 3.448 3.378
18 125 3.9 3.225
19 115 4.2 2.570
20 115 4.2 2.454 2.565
21 115 4.2 2.670
22 120 4.2 2.732
23 120 4.2 2.873 2.831
24 120 4.2 2.887
25 125 4.2 3.156
26 125 4.2 3.153 3.184
27 125 4.2 3.242

Dari perhitungan data di atas, kemudian diplot menjadi grafik untuk


mengetahui hubungan antara kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap distorsi
angular transversal. Grafik dibuat menjadi 2 yaitu untuk mencari hubungan kuat
arus terhadap distorsi, dan juga kecepatan pengelasan terhadap distorsi.

Universitas Indonesia
48

Gambar 4. 9. Grafik pengaruh kuat arus terhadap distorsi transversal

Gambar 4. 10. Grafik pengaruh kecepatan pengelasan terhadap distorsi transversal

Grafik di atas merupakan hasil pengolahan data rata-rata distorsi angular


transversal yang diukur dengan menggunakan CMM. Dari kedua grafik tersebut,
dapat diketahui bahwa kuat arus dan kecepatan pengelasan memiliki pengaruh
terhadap besarnya distorsi angular transversal yang terjadi.
Dari grafik 4.9, dapat diketahui bahwa dengan kecepatan pengelasan yang
sama, besarnya distorsi angular transversal akan meningkat dengan meningkatnya
kuat arus yang digunakan. Pada grafik 4.9, distorsi paling tinggi terjadi pada arus

Universitas Indonesia
49

paling tinggi yaitu 125 A, dan kecepatan pengelasan paling rendah yaitu 3,6 mm/s.
hal ini terjadi karena pada kondisi parameter tersebut, masukan panas yang diterima
spesimen adalah yang paling besar dibanding kondisi variabel lainnya. Pada
peningkatan arus dari 120 A ke 125 A, distorsi yang terjadi lebih signifikan
dibanding pada kenaikan arus dari 115 A ke 120 A, ditunjukkan dengan gradien
grafik yang lebih tinggi pada titik 120 A ke 125 A. Hal tersebut terjadi pada
kecepatan pengelasan 3,6 mm/s dan 3,9 mm/s dimana terjadi peningkatan 19% pada
kecepatan 3,6 mm/s dan 16% pada kecepatan 3,9 mm/s. Sedangkan pada kecepatan
pengelasan 4,2 mm/s, peningkatan distorsi angular transversal yang dihasilkan
cenderung linier terhadap peningkatan kuat arus, ditandai dengan garis grafik yang
cenderung lurus dan peningkatannya 10% dan 12% untuk kenaikan kecepatan. Pada
grafik 4.9 juga dapat diketahui bahwa pada arus 115 A, distorsi yang terjadi pada
kecepatan pengelasan 4,2 mm/s memiliki perbedaan yang cukup signifikan
dibandingkan pada kecepatan 3,6 dan 3,9 mm/s. Peningkatan distorsi AT terbesar
terjadi pada kecepatan 3,6 mm/s dengan peningkatan total sebesar 31%, dan
terendah pada kecepatan 4,2 mm/s dengan peningkatan 24%.
Pada grafik 4.10, terlihat bahwa kecepatan pengelasan juga berpengaruh
terhadap distorsi yang terjadi. Hubungan yang didapatkan dari grafik tersebut
adalah semakin tinggi kecepatan pengelasan, maka distorsi yang terjadi akan
semakin rendah. Namun pengaruh dari kecepatan pengelasan ini tidak sebesar
pengaruh dari kuat arus. Dengan kuat arus yang sama, perubahan kecepatan
pengelasan pada 3,6 mm/s, 3,9 mm/s, dan 4,2 mm/s tidak memberikan perubahan
distorsi yang signifikan seperti pada perubahan kuat arus. Pada kuat arus 115 A dan
120 A, perubahan parameter kecepatan pengelasan hanya berpengaruh sangat
sedikit pada distorsi transversalnya dengan penurunan 1% dan 3%secara berurutan,
namun pada kuat arus 125 A, perubahannya sedikit lebih besar dibandingkan arus
lainnya, dimana pada kuat arus 125 A, perubahan distorsi yang terjadi memiliki
selisih yang paling banyak dibanding dengan arus 115 A dan 120 A dengan
penurunan mencapai 5,7%. Penurunan distorsi AT terbesar terjadi pada arus 125 A
yaitu dengan total 10% .

Universitas Indonesia
50

4.3.2 Distorsi Angular Longitudinal


Tabel 4. 6. Data distorsi angular longitudinal dengan alat CMM

PARAMETER Distorsi
Distorsi AL
Kecepatan Angular
NO Kuat Arus Rata-rata
Pengelasan Longitudinal
(A) (mm)
(mm/s) (mm)
1 115 3.6 1.566
2 115 3.6 1.788 1.566
3 115 3.6 1.343
4 120 3.6 1.786
5 120 3.6 1.649 1.676
6 120 3.6 1.592
7 125 3.6 1.819
8 125 3.6 1.810 1.748
9 125 3.6 1.615
10 115 3.9 1.268
11 115 3.9 1.371 1.350
12 115 3.9 1.410
13 120 3.9 1.445
14 120 3.9 1.389 1.400
15 120 3.9 1.365
16 125 3.9 1.633
17 125 3.9 1.567 1.616
18 125 3.9 1.647
19 115 4.2 1.302
20 115 4.2 1.251 1.280
21 115 4.2 1.286
22 120 4.2 1.381
23 120 4.2 1.312 1.366
24 120 4.2 1.403
25 125 4.2 1.582
26 125 4.2 1.571 1.545
27 125 4.2 1.482

Pengukuran dengan CMM tersebut kemudian dilakukan perhitungan


dengan hasil data di atas. Data tersebut kemudian diplot menjadi grafik untuk
mengetahui hubungan antara kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap distorsi
angular longitudinal seperti halnya pada pembahasan distorsi transversal. Grafik

Universitas Indonesia
51

dibuat menjadi 2 yaitu untuk mencari hubungan kuat arus terhadap distorsi AL, dan
juga kecepatan pengelasan terhadap distorsi AL.

Gambar 4. 11. Grafik pengaruh kuat arus terhadap distorsi longitudinal

Gambar 4. 12. Grafik pengaruh kecepatan pengelasan terhadap distorsi longitudinal

Pengolahan data yang digunakan sama dengan pengolahan data untuk


mengukur distorsi angular transversal. Data tersebut diplot menjadi 2 jenis grafik,
yaitu grafik pengaruh kuat arus terhadap distorsi AL seperti pada gambar 4.11, dan
juga grafik pengaruh kecepatan terhadap distorsi AL seperti pada gambar 4.12. Dari
kedua grafik yang didapatkan tersebut, dapat diketahui bahwa kuat arus dan
kecepatan pengelasan memiliki pengaruh terhadap distorsi angular longitudinal

Universitas Indonesia
52

yang terjadi. Jika dibandingkan dengan distorsi angular transversal, besar distorsi
angular longitudinal cenderung lebih rendah. Pada distorsi AT, nilai maksimum
yang didapatkan adalah sebesar 3,557 mm, sedangkan pada distorsi AL, nilai
maksimum yang dihasilkan adalah 1,748, dimana nilainya kurang dari setengah
nilai distorsi AT.
Pada grafik 4.11, dapat diketahui bahwa pada kecepatan pengelasan yang
konstan, meningkatnya kuat arus berpengaruh pada meningkatnya distorsi angular
longitudinal. Pada kecepatan pengelasan 3,9 mm/s dan 4,2 mm/s, kenaikan distorsi
akibat penambahan arus memiliki pola yang cenderung sama, dimana pada arus 115
A ke 120 A terjadi peningkatan yang tidak terlalu besar yaitu 3,7% dan 6,7%,
namun dari arus 120 A ke 125 A, peningkatan yang terjadi berbeda yaitu 15% dan
13%. Pada kecepatan 3,6 mm/s, peningkatan distorsi pada arus 115 A ke 120 A
sebesar 7% dan pada arus 120 A ke 125 A, peningkatan terjadi justru menurun
menjadi 4%. Pada arus pengelasan 115 A, distorsi angular longitudinal yang terjadi
pada kecepatan pengelasan 3,6 mm/s memiliki selisih yang besar dengan kecepatan
pengelasan 3,9 mm/s, sedangkan selisih nilai distorsi pada 3,9 mm/s dengan 4,2
mm/s tidak begitu besar. Hal ini juga terjadi pada arus pengelasan 120 A.
Pada grafik 4.12, menunjukkan bahwa peningkatan kecepatan pengelasan
berpengaruh pada penurunan distorsi angular longitudinal. Hal ini sama dengan
pengaruh kecepatan pengelasan terhadap distorsi angular transversal. Pada
peningkatan kecepatan pengelasan dari 3,6 mm/s ke 3,9 mm/s, penurunan distorsi
cenderung lebih signifikan mencapai 13% pada arus 115 A dan 16% pada arus 120
A dibandingkan pada peningkatan kecepatan dari 3,9 mm/s ke 4,2 mm/s dengan
penurunan 5% dan 2%. Hal tersebut berlaku pada arus 115 A dan 120 A, sedangkan
pada arus 125 A, penurunan distorsi yang terjadi tidak terlalu berbeda yaitu 7% dan
4%.
Dari kedua grafik ini, dapat diketahui bahwa kuat arus dan kecepatan
pengelasan memiliki pengaruh yang relative sama terhadap distorsi angular
longitudinal. Distorsi angular longitudinal paling tinggi terjadi pada kuat arus
tertinggi yaitu 125 A dan kecepatan pengelasan terendah yaitu 3,6 mm/s, dimana
pada kondisi tersebut, masukan panas yang diterima saat pengelasan adalah yang
tertinggi dibanding kombinasi variabel lainnya.

Universitas Indonesia
53

4.3.3 Distorsi Angular dalam derajat


Pada penelitian ini, pengolahan data distorsi angular juga dilakukan untuk
mendapatkan nilai dalam bentuk radian dan derajat. Rumus perhitungan yang
digunakan untuk mendapatkan nilai radian dan derajat terdapat pada persamaan 3.3
dan dengan acuan gambar 3.15. nilai radian kemudian dijadikan menjadi derajat
dengan nilai konversi 1 radian = 57,2958 derajat.
Tabel 4. 7. Data distorsi angular dalam satuan derajat

PARAMETER Distorsi
Distorsi Distorsi
Kecepatan Angular
NO Kuat Angular Angular
Pengelasan Rata-rata
Arus (A) (rad) (derajat)
(mm/s) (derajat)
1 115 3.6 0.0539 3.086
2 115 3.6 0.0554 3.173 3.103
3 115 3.6 0.0533 3.051
4 120 3.6 0.0561 3.213
5 120 3.6 0.0637 3.647 3.424
6 120 3.6 0.0595 3.410
7 125 3.6 0.0732 4.192
8 125 3.6 0.0694 3.979 4.076
9 125 3.6 0.0708 4.056
10 115 3.9 0.0545 3.121
11 115 3.9 0.0502 2.879 3.070
12 115 3.9 0.0560 3.210
13 120 3.9 0.0600 3.439
14 120 3.9 0.0547 3.132 3.316
15 120 3.9 0.0589 3.376
16 125 3.9 0.0692 3.967
17 125 3.9 0.0690 3.951 3.871
18 125 3.9 0.0645 3.695
19 115 4.2 0.0514 2.945
20 115 4.2 0.0491 2.812 2.939
21 115 4.2 0.0534 3.059
22 120 4.2 0.0546 3.131
23 120 4.2 0.0575 3.292 3.244
24 120 4.2 0.0577 3.308
25 125 4.2 0.0631 3.617
26 125 4.2 0.0631 3.614 3.648
27 125 4.2 0.0648 3.715

Universitas Indonesia
54

Data hasil perhitungan ini juga diplot menjadi 2 grafik yaitu grafik pengaruh
kuat arus terhadap distorsi angular dan juga grafik pengaruh kecepatan pengelasan
terhadap distorsi angular.

Gambar 4. 13. Grafik pengaruh kuat arus terhadap distorsi angular

Gambar 4. 14. Grafik pengaruh kecepatan pengelasan terhadap distorsi angular

Kedua grafik yang dihasilkan ini memiliki karakteristik yang sama dengan
grafik distorsi angular transversal, karena rumus perhitungannya sesuai dengan
perhitungan distorsi angular transversal. Yang berbeda pada grafik ini yaitu satuan
nilai keluarannya yang dalam bentuk derajat, sedangkan grafik distorsi angular
transversal satuan nilai keluarannya milimeter.

Universitas Indonesia
55

4.3.4 Analisis Distorsi menggunakan Response Surface Methodology (RSM)


Analisis distorsi angular transversal dan longitudinal menggunakan RSM
dilakukan dengan metode seperti pada subbab 4.2.2. Yang menjadi perbedaan
dengan subbab tersebut adalah nilai respon dan persamaan regresi, dimana nilai
respon pada subbab ini adalah nilai distorsi angular transversal dan distorsi angular
longitudinal.
Tabel 4. 8. Design of Experiment Response Surface Methodology untuk distorsi

Variabel Coded Variabel Respon


Std Kuat Kecepatan Lebar Lebar
Order Arus Pengelasan A B Atas Bawah
(A) (mm/s) (mm) (mm)
1 115 3.6 -1 -1 2.693 1.566
2 115 3.6 -1 -1 2.769 1.788
3 115 3.6 -1 -1 2.663 1.343
4 115 3.9 -1 0 2.724 1.268
5 115 3.9 -1 0 2.512 1.371
6 115 3.9 -1 0 2.802 1.410
7 115 4.2 -1 1 2.570 1.302
8 115 4.2 -1 1 2.454 1.251
9 115 4.2 -1 1 2.670 1.286
10 120 3.6 0 -1 2.804 1.786
11 120 3.6 0 -1 3.183 1.649
12 120 3.6 0 -1 2.976 1.592
13 120 3.9 0 0 3.001 1.445
14 120 3.9 0 0 2.733 1.389
15 120 3.9 0 0 2.947 1.365
16 120 4.2 0 1 2.732 1.381
17 120 4.2 0 1 2.873 1.312
18 120 4.2 0 1 2.887 1.403
19 125 3.6 1 -1 3.659 1.819
20 125 3.6 1 -1 3.472 1.810
21 125 3.6 1 -1 3.539 1.615
22 125 3.9 1 0 3.462 1.633
23 125 3.9 1 0 3.448 1.567
24 125 3.9 1 0 3.225 1.647
25 125 4.2 1 1 3.156 1.582
26 125 4.2 1 1 3.153 1.571
27 125 4.2 1 1 3.242 1.482

Universitas Indonesia
56

Setelah dilakukan perhitungan menggunakan MATLAB, didapatkan


persamaan regresi untuk distorsi angular transversal dan juga distorsi angular
longitudinal sebagai berikut:
Model regresi distorsi angular transversal
𝑦𝑑𝑡 = 2.8808 + 0.3716𝐴 − 0.1117𝐵 + 0.0701𝐴2 + 0.0222𝐵2 − 0.0448𝐴𝐵 (4.7)
Model regresi distorsi angular longitudinal
𝑦𝑙𝑏 = 1.4905 + 0.1082𝐴 − 0.1296𝐵 − 0.0513𝐴2 + 0.0764𝐵2 + 0.0153𝐴𝐵 (4.8)
Dari nilai koefisien yang didapatkan dari perhitungan menggunakan
MATLAB, dapat diketahui bahwa variabel pengelasan (A dan B) juga memiliki
pengaruh terhadap respon (y) yaitu distorsi angular transversal dan distorsi angular
longitudinal. Sama halnya pada subbab 4.2.2, pada kedua persamaan tersebut, dapat
diketahui bahwa variabel A yaitu kuat arus memiliki koefisien yang lebih besar
dibanding variabel B yaitu kecepatan pengelasan. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel kuat arus memiliki pengaruh yang lebih dominan dibandingkan dengan
variabel kecepatan pengelasan. Sehingga dapat diketahui bahwa kuat arus memiliki
pengaruh yang dominan terhadap lebar manik dan juga distorsi.
Dari persamaan yang dihasilkan tersebut dan nilai respon yang didapatkan
dari pengukuran, maka dapat dihasilkan grafik response surface yang
menggambarkan hubungan antara variabel kuat arus dan kecepatan pengelasan
terhadap distorsi angular transversal dan longitudinal.

Gambar 4. 15. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap distorsi transversal

Universitas Indonesia
57

Gambar 4. 16. Grafik hubungan kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap distorsi longitudinal.

Pada grafik 4.15 yaitu hubungan antara parameter pengelasan dengan


distorsi angular, dapat diketahui bahwa kuat arus dan kecepatan pengelasan
mempengaruhi distorsi angular transversal. Namun kuat arus lebih dominan
pengaruhnya dibanding dengan kecepatan pengelasan. Tren pada variabel kuat arus
dan kecepatan pengelasan cenderung linier.
Pada grafik 4.16 yaitu hubungan parameter pengelasan dengan distorsi
angular longitudinal, memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dengan grafik
4.15, dimana pada grafik 4.16, perubahan pada kuat arus dan kecepatan pengelasan
sama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap distorsi angular
longitudinal yang terjadi, meskipun kuat arus memiliki pengaruh nilai distorsi yang
lebih besar. Perubahan kecepatan pengelasan memberikan pengaruh secara
signifikan terhadap distorsi yang terjadi sejak perubahan kecepatan pengelasan
terendah. Sehingga semakin tinggi kecepatan pengelasan, sensitivitas perubahan
lebar maniknya justru menurun.

Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini,
maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Alat bantu pengelasan otomatis telah berhasil dirancang untuk
melakukan pengelasan dengan kecepatan yang konstan.
2. Pada rentang kuat arus 115, 120, dan 125 A serta kecepatan pengelasan
3,6; 3,9; dan 4,2 mm/s, semakin besar kuat arus yang digunakan dalam
pengelasan, maka lebar manik dan distorsi angular yang dihasilkan
akan semakin besar, sedangkan semakin besar kecepatan pengelasan
yang digunakan, maka lebar manik dan distorsi angular yang dihasilkan
akan semakin kecil. Kuat arus memberikan pengaruh yang lebih
dominan pada lebar manik dan distorsi AT dibanding kecepatan
pengelasan. Sedangkan pada distorsi AL, pengaruh arus dan kecepatan
pengelasan relatif sama.
3. Lebar manik terbesar terjadi pada penggunaan arus terbesar yaitu 125
A dan kecepatan pengelasan terendah yaitu 3,6 mm/s dengan lebar
manik atas 8,062 mm dan manik bawah 4,984 mm. Sedangkan lebar
manik terkecil terjadi pada penggunaan arus terkecil yaitu 115 A dan
kecepatan pengelasan tertinggi yaitu 4,2 A dengan lebar manik atas
6,899 mm dan manik bawah 2,043 mm.
4. Distorsi angular terbesar terjadi pada penggunaan arus terbesar yaitu
125 A dan kecepatan pengelasan terendah yaitu 3,6 mm/s dengan nilai
distorsi angular transversal sebesar 3,557 mm atau 4,076 derajat, dan
distorsi angular longitudinal sebesar 1,748 mm dikarenakan memiliki
nilai masukan panas tertinggi. Sedangkan distorsi angular terkecil
terjadi pada penggunaan arus terkecil yaitu 115 A dan kecepatan
pengelasan tertinggi yaitu 4,2 A dengan nilai distorsi angular
transversal 2,565 mm atau 2,939 derajat, dan distorsi angular
longitudinal sebesar 1,280 mm.

58
Universitas Indonesia
59

5.2 Saran
Adapun saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya yaitu:
1. Perbaikan dan modifikasi konstruksi alat penelitian khususnya pada
bagian dudukan torch, sehingga posisi torch dapat diubah-ubah seperti
bersudut untuk pengelasan leading dan trailing.
2. Perbaikan jig atau penahan specimen agar dapat memberikan
penahanan sampel yang lebih kuat.
3. Gas pelindung (shielding gas) yang digunakan sebaiknya menggunakan
campuran Ar dengan CO2 atau O2. Berdasarkan literature, campuran
tersebut memberikan busur yang lebih stabil dan peleburan yang lebih
baik untuk pengelasan stainless steel.

Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

[1] H. Wiryosumarto and T. Okumura, Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta:


Pradnya Paramita, 2000.
[2] A. P. Wijayamurti, “Pengaruh Ketebalan Pelat Terhadap Tegangan Sisa dan
Distorsi pada Dissimilar Metal JIS SUS304 dengan JIS 3101 SS400 Hasil
Pengelasan GTAW,” Universitas Indonesia, 2012.
[3] H. R. Ghazvinloo and N. Shadfar, “Effect of arc voltage , welding current
and welding speed on fatigue life , impact energy and bead penetration of
AA6061 joints produced by robotic MIG welding,” vol. 5356, no. February,
2010.
[4] Arifin S, Las Listrik dan Otogen. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1997.
[5] E. Karadeniz, “The effect of process parameters on penetration in gas metal
arc welding processes,” vol. 28, pp. 649–656, 2007.
[6] American Welding Society, Welding Handbook Vol. 1 9th Ed, vol. 1. 2001.
[7] American Society of Materials International, ASM Handbook Vol. 6:
Welding, Brazing, and Soldering. United State of America: ASM
International, 1993.
[8] Lincoln Electric, Gas Metal Arc Welding Product and Procedure Selection.
.
[9] S. Kou, Welding Metallurgy. John Wiley & Sons, 2002.
[10] I. N. Budiarsa, “Pengaruh besar arus pengelasan dan kecepatan volume alir
gas pada proses las GMAW terhadap ketangguhan aluminium 5083,” vol. 2,
no. 2, pp. 112–116, 2008.
[11] Wilhelmsen Ships Service, The Welding Handbook 14th Ed. .
[12] T. Yang, J. Xiong, and H. Chen, “Effect of process parameters on tensile
strength in plasma-MIG hybrid welding for 2219 aluminum alloy,” Int. J.
Adv. Manuf. Technol., pp. 2413–2421, 2016.
[13] N. Ghosh, P. Kumar, and G. Nandi, “Parametric Optimization of MIG
Welding on 316L Austenitic Stainless Steel by Grey-Based Taguchi
Method,” Procedia Technol., vol. 25, no. Raerest, pp. 1038–1048, 2016.

60
Universitas Indonesia
61

[14] S. Nansaarng and C. Chaisang, “Influence of parameters of Gas Metal Arc


Welding on macrostructures and mechanical properties of Austenitic
stainless steels,” Proc. 6th Wseas Int. Conf. Syst. Sci. Simul. Eng. (Icossse
’07), pp. 144–152, 2007.
[15] I. N. Suarjana, “Ketahanan Korosi Sambungan Las Dissimilar SS304 Dan
CS A36 Yang Dipengaruhi Oleh Posisi Pengelasan Dan Ketebalan Pelat,”
Universitas Indonesia, 2012.
[16] U. Munandar, “Analisis Pengaruh Kuat Arus dan Kecepatan Pengelasan
Terhadap Distorsi Baja SS400 Menggunakan Las Tungsten Inert Gas
(TIG),” Universitas Indonesia, 2015.
[17] Syahrul, “Motor Stepper: Teknologi, Metoda dan Rangkaian Kontrol,” vol.
6.
[18] A. Rahman, “Pengembangan Proses Micro Friction Stir Welding (mFSW)
Untuk Produk Struktur Ringan Longitudinal Square Honeycomb Corrugated
Core Sandwich Panels,” Universitas Indonesia, 2016.
[19] A. Z. Rahman, “Pengaturan Lebar Manik Pada Pengelasan Tungsten Inert
Gas (TIG) Secara Otomatis dengan Machine Vision dan Jaringan Syaraf
Tiruan,” Universitas Indonesia, 2016.
[20] S. Okano and M. Mochizuki, “Transient distortion behavior during TIG
welding of thin steel plate,” J. Mater. Process. Tech., vol. 241, pp. 103–111,
2017.

Universitas Indonesia
LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar foto hasil pengelasan.

Parameter Foto Hasil Las


Kecepatan
No Kuat Arus
Pengelasan Atas Bawah
(A)
(mm/s)

1 115 3.6

2 115 3.6

3 115 3.6

62
Universitas Indonesia
63

4 115 3.9

5 115 3.9

6 115 3.9

7 115 4.2

Universitas Indonesia
64

8 115 4.2

9 115 4.2

10 120 3.6

11 120 3.6

Universitas Indonesia
65

12 120 3.6

13 120 3.9

14 120 3.9

15 120 3.9

Universitas Indonesia
66

16 120 4.2

17 120 4.2

18 120 4.2

19 125 3.6

Universitas Indonesia
67

20 125 3.6

21 125 3.6

22 125 3.9

23 125 3.9

Universitas Indonesia
68

24 125 3.9

25 125 4.2

26 125 4.2

27 125 4.2

Universitas Indonesia
69

Lampiran 2. Desain alat bantu pengelasan otomatis


1. Assembly Full

2. Assembly Base Plate

Universitas Indonesia
70

3. Rangka

4. Ball Screw

Universitas Indonesia
71

5. Base Plate

6. Dudukan Ball Screw dan Bearing

Universitas Indonesia
72

Lampiran 3. Source code program Arduino

Universitas Indonesia
73

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai