Anda di halaman 1dari 64

PENGARUH TEBAL PLAT DAN KUAT ARUS LISTRIK LAS TITIK

PADA SAMBUNGAN STAINLESS STEEL A304 TERHADAP


KEKUATAN TARIK

SKRIPSI
TEKNIK MESIN KONSENTRASI TEKNIK PRODUKSI

Ditujukan untuk memenuhi persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Teknik

AWANG BAGUS RAMADHAN


NIM. 105060204111001

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH TEBAL PLAT DAN KUAT ARUS LISTRIK LAS TITIK


PADA SAMBUNGAN STPNLIES STEZfL A304 TERHADAP

SKRIPSI
TEKNIK MESIN KONSENTRASI TEKNIK PRODUKSI

Ditujukan untuk memenuhi persyamtan


memperoleh gelar Saijana Teknik

AWANG BAGUS RAMADHAN


NIM. 105060204111001

Skripsi ini telah direvisi dan disetujui oleh dosen


pembimbing pada tanggal 15 Agustus 2017

Dosen Pembimbing

Rudianto Rahario.ST.,MT.
NIP. 19820225 201212 1
002

hui,
9J tudi SI
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sebenar-benamya bahwa sepanjang pengetahuan saya dan


berdasarkan hasil penelurusan berbagai karya ilmiah, gagasan, dan masalah ilmiah
yang diteliti dan diulas di dalam naskah skripsi ini adalah asli dari pemikiran saya,
tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh
gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-
unsur penjiplakan, saya bersedia skripsi dibatalkan, serta diproses sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
Pasal 25 ayat
(2) dan Pasal 70).

Malang, 15 Agustus 2017

Mahasiswa,

Awarig Bagus Ramadhan


NIM. 105060204111001
JUDUL SKRIPSI :
PENGARUH TEBAL PLAT DAN KUAT ARUS LISTRIK LAS TITIK PADA
SAMBUNGAN STAINLESS STEEL A304 TERHADAP KEKUATAN TARIK

Nama Mahasiswa : Awang Bagus Ramadhan


NIM 105060204111001
Program Studi : Teknik Mesin
Konsentrasi : Teknik Produksi

KOMISI PEMBIMBING :
Dosen Pembimbing I : Rudianto Raharjo, ST.,MT.
Dosen Pembimbing II : Rudianto Raharjo, ST.,MT.

TIM DOSEN PENGUJI :


Dosen Penguji I : Dr.Eng. Anindito Purnowidodo,ST.,M.Eng.
Dosen Penguji II : Dr.Eng. Moch. Agus Choiron,ST.,MT.
Dosen Penguji III : Bayu Satriya Wardhana,ST.,M.Eng.

Tanggal Ujian : 01 Agustus 2017


SK Penguji : 951/UN10.6/SK/2017
Teruntuk semua yang telah membantu,
Terimakasih dari lubuk hati yang terdalam,
telah menjadi inspirator dan motivator terbesar dalam hidupku
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
”Pengaruh Tebal Plat dan Kuat Arus Las Titik pada Sambungan Stainless Steel
A304 terhadap Kekuatan Tarik” sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
studi di Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya dan sebagai syarat
memperoleh gelar Sarjana Teknik.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya skripsi ini, terutama kepada :
1. Mama dan bapak saya tercinta, yang selalu memberikan kasih sayang, cinta,
doa, motivasi, kepercayaan, dan dukungan kepada penulis. Jatuh, bangun, susah,
senang, menang, kalah, tetap pengabdianku hanya untuk keluarga.
2. Bapak Dr. Eng. Nurkholis Hamidi, ST.,M.Eng. selaku Ketua Jurusan Mesin,
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang dan yang telah membantu
memberikan pengarahan selama proses penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Eng. Widya Wijayanti, ST.,MT. selaku Ketua Program Studi SI Jurusan
Mesin, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang.
4. Bapak (Alm) Ir.Endi Sutikno,MT. selaku dosen pembimbing 1 yang telah
memberikan ilmu dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini
5. Bapak Rudianto Raharjo ST.,MT. selaku dosen pembimbing 2 yang telah
memberikan ilmu dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Ir. Tjuk Oerbandono,Msc.CSE selaku ketua kelompok dasar konsentrasi
produksi.
7. Bapak Dr.Eng Anindhito Purnowidodo,ST.,M.Eng selaku dosen wali yang telah
membimbing selama menempuh perkuliahan pada setiap semesternya.
8. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Administrasi Jurusan Mesin dan Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan
yang sangat mendukung baik dalam perkuliahan maupun selama penyusunan
skripsi ini.
9. Ilham Ayu Putri Pratiwi yang selalu memberi motivasi, dukungan, semangat,
kasih sayang nasehat dan doa kepada penulis
10. Keluarga Besar “Rumah Kesesatan Permata Jingga” Adi, Ahong, Merda, Djarot,
Mbito, Bila, Oye, Mamat, Jiban, Surep, Cabul, Bowek, Ridwan, Dobol, Dll yang

i
ii

telah bersedia menghabiskan waktu bersama-sama serta terimakasih atas doa,


semangat dan dukungannya kepada penulis.
11. Saudara seperjuangan “IMMORTAL” yang telah menjadi keluarga dan
memberikan banyak pelajaran dan nasehat kepada saya. Semoga kita selalu
diberi kemudahan, kelancaran dan kekuatan.
12. Seluruh Keluarga Besar Mahasiswa Mesin Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya Malang.
13. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak bisa
penulis sebutkan satu-persatu
Penulis menyadari bahwa skipsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak agar
terciptanya karya tulis yang lebih baik . Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi
pembaca dan menjadi bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

Malang, Agustus 2017

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................v
DAFTAR TABEL......................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................vii
RINGKASAN............................................................................................................viii
SUMMARY.................................................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Batasan Masalah.........................................................................................2
1.4 Tujuan Penelitian........................................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian......................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................5


2.1 Penelitian Sebelumnya.............................................................................5
2.2 Pengelasan................................................................................................6
2.3 Pengelasan Titik.......................................................................................7
2.3.1 Daerah Pengaruh Panas atau Heat Affected Zone (HAZ)...............9
2.3.2 Perubahan Sifat Logam Setelah Proses Las....................................11
2.3.3 Distorsi pada Sambungan Las.........................................................12
2.4 Pengaruh Parameter Pengelasan...............................................................13
2.4.1 Pengaruh Tebal Pelat terhadap Pengelasan....................................13
2.4.2 Pengaruh Arus Las..........................................................................14
2.5 Sambungan Las........................................................................................14
2.5.1 Jenis Sambungan Las......................................................................16
2.6 Klasifikasi Baja........................................................................................17
2.7 Stainless Steel...........................................................................................18
2.7.1 Kandungan Atom/Unsur dan Ikatan...............................................18
2.7.2 Sifat-sifat Teknis Bahan..................................................................19
2.7.2.1 Sifat Fisik Stainless Steel....................................................19
2.7.2.2 Sifat Mekanik Stainless Steel..............................................19
2.8 Definisi dan Macam-macam Tegangan....................................................20
2.9 Karakteristik Las......................................................................................24
2.9.1 Kekuatan Tarik...............................................................................24
2.10 Hipotesa....................................................................................................25

BAB III METODE PENELITIAN..........................................................................27


3.1 Metode Penelitian.......................................................................................27
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................27

iii
iv

3.3 Variabel Penelitian.....................................................................................27


3.3.1 Variabel Bebas..................................................................................27
3.3.2 Variabel Terikat................................................................................27
3.3.3 Variabel Terkontrol...........................................................................28
3.4 Alat dan Bahan Penelitian..........................................................................28
3.4.1 Bahan Penelitian................................................................................28
3.4.2 Alat Penelitian...................................................................................28
3.5 Dimensi Spesimen Pengelasan...................................................................30
3.6 Prosedur Penelitian.....................................................................................31
3.6.1 Pengujian Spesimen..........................................................................31
3.7 Diagram Alir Penelitian..............................................................................32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 33


4.1 Pendahuluan .............................................................................................. 33
4.2 Data Hasil Pengujian Tarik (Tensile) ....................................................... 33
4.3 Contoh Perhitungan ................................................................................. 35
4.4 Pembahasan .............................................................................................. 37
4.4.1 Pengukuran Luas Permukaan Daerah Pengelasan ..................... 37
4.4.2 Analisis Grafik Hubungan Arus Pengelasan dan Teba Pelat
terhadap Kekuatan Tarik ............................................................ 41
4.4.3 Analisis Struktur Mikro ............................................................. 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................47


5.1 Kesimpulan.................................................................................................47
5.2 Saran...........................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar 2.1 Prinsip Kerja Las Listrik...................................................................................7
Gambar 2.2 Skema Las Titik................................................................................................7
Gambar 2.3 Siklus Pengelasan Titik.....................................................................................8
Gambar 2.4 Heat Affected Zone...........................................................................................10
Gambar 2.5 Hambatan pada Las Titik..................................................................................11
Gambar 2.6 Distribusi Temperatur Saat Pengelasan............................................................12
Gambar 2.7 Perlakuan Panas Logam Las.............................................................................12
Gambar 2.8 Macam-Macam Distorsi yang Terjadi pada Pengelasan...................................13
Gambar 2.9 Pengaruh Arus pada Las Resistansi Titik terhadap Kuat Geser.......................14
Gambar 2.10 Jenis Sambungan Las.......................................................................................17
Gambar 2.11 Tegangan yang timbul pada penampang A-A..................................................20
Gambar 2.12 Tegangan Normal.............................................................................................21
Gambar 2.13 Tegangan tarik pada batang penampang luas A...............................................21
Gambar 2.14 Tegangan Tekan................................................................................................22
Gambar 2.15 Tegangan Geser................................................................................................22
Gambar 2.16 Tegangan Lengkung pada Batang Rocker Arm................................................23
Gambar 2.17 Tegangan Puntir................................................................................................24
Gambar 3.1 Las Titik Pedal..................................................................................................28
Gambar 3.2 Jangka Sorong...................................................................................................29
Gambar 3.3 Mikroskop Logam............................................................................................29
Gambar 3.4 Universal Testing Machine...............................................................................30
Gambar 3.5 Dimensi Spesimen Pengelasan.........................................................................30
Gambar 3.6 Diagram Alir Penelitian....................................................................................32
Gambar 4.1 Langkah Pertama Menentukan Luas Permukaan Pengelasan...........................37
Gambar 4.2 Langkah Kedua Menentukan Luas Permukaan Pengelasan.............................38
Gambar 4.3 Langkah Ketiga Menentukan Luas Permukaan Pengelasan.............................38
Gambar 4.4 Langkah Keempat Menentukan Luas Permukaan Pengelasan.........................39
Gambar 4.5 Gambar Struktur Makro Hasil Pengelasan pada Ketebalan Plat 0,8 mm.........39
Gambar 4.6 Gambar Struktur Makro Hasil Pengelasan pada Ketebalan Plat 1,0 mm.........40
Gambar 4.7 Gambar Struktur Makro Hasil Pengelasan pada Ketebalan Plat 1,2 mm.........40
Gambar 4.8 Gambar Struktur Makro Hasil Pengelasan pada Ketebalan Plat 1,4 mm.........40
Gambar 4.9 Grafik Hasil Kekuatan Tarik pada Stainless Steel A304 dengan Tebal Pelat
0,8 mm ; 1,0 mm ; 1,2 mm dan 1,4 mm terhadap Variasi Arus Pengelasan....41
Gambar 4.10 Grafik Modulus Young pada Stainless Steel A304 dengan Tebal Pelat 0,8
mm ; 1,0 mm ; 1,2 mm dan 1,4 mm terhadap Variasi Arus Pengelasan..........43
Gambar 4.11 (a)Arus Pengelasan 50 A;(b)Arus Pengelasan 75 A;(c)Arus Pengelasan
100 A................................................................................................................44

v
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel 2.1 Klasifikasi Baja Karbon....................................................................................17
Tabel 2.2 Sifat Fisik Stainless Steel...................................................................................19
Tabel 2.3 Sifat Mekanik Stainless Steel............................................................................19
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kekuatan Tarik........................................................................33
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Luas Permukaan Hasil Pengelasan......................................34
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Modulus Young....................................................................35

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul
Lampiran 1. Grafik Hubungan Tegangan dan Regangan Pada Stainless Steel A304
dengan Tebal Pelat 0,8 mm
Lampiran 2. Grafik Hubungan Tegangan dan Regangan Pada Stainless Steel A304
dengan Tebal Pelat 1,0 mm
Lampiran 3. Grafik Hubungan Tegangan dan Regangan Pada Stainless Steel A304
dengan Tebal Pelat 1,2 mm
Lampiran 4. Grafik Hubungan Tegangan dan Regangan Pada Stainless Steel A304
dengan Tebal Pelat 1,4 mm
Lampiran 5. Foto Spesimen Uji Tarik dan Pengelasan

vii
RINGKASAN

Awang Bagus Ramadhan, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas


Brawijaya, April 2017, Pengaruh Tebal Plat dan Kuat Arus Las Titik pada Sambungan
Stainless Steel A304 terhadap Kekuatan Tarik. Dosen Pembimbing: Endi Sutikno dan
Rudianto Raharjo

Pengelasan merupakan salah satu teknologi dalam penyambungan logam dengan


cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan
dengan atau tanpa penambah yang menghasilkan sambungan kontinyu. Pengelasan
sendiri memiliki banyak variasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Salah satunya
adalah pengelsan titik. Las titik adalah salah satu jenis las resistansi listrik yang mulai
dikembangkan setelah energi listrik dapat dipergunakan dengan mudah, merupakan suatu
teknik penyambungan yang ekonomis dan efisien khususnya untuk pengerjaan logam
plat. Penggunaan stainless steel dalam dunia welding semakin berkembang dengan baik.
Stainless steel adalah senyawa besi yang mengandung setidaknya 10,5% Kromium
untuk mencegah proses korosi (pengkaratan logam). Dalam penelitian ini digunakan
stainless steel seri austenitic, karena memiliki daya tahan korosi yang sangat bagus dalam
asam organik, industri. Penulis ingin meneliti pengaruh kuat arus dan tebal plat terhadap
kekuatan tarik berbahan stainless steel A304. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian eksperimental nyata (true experimental research). Dari
penelitian ini didapatkan hasil bahwa semakin tebal pelat yang digunakan maka semakin
besar pula arus pengelasan yang dibutuhkan untuk memanaskan elektrode. Namun untuk
menghasilkan kekuatan tarik yang optimal, proses pengelasan harus disesuaikan dan
memperhatikan standar hubungan kuat arus pengelasan dan tebal pelat yang digunakan.

Kata kunci : Las Titik, Stainlees Steel A304, Kekuatan Tarik

viii
SUMMARY

Awang Bagus Ramadhan, Department of Mechanical Engineering, Univerity of


Brawijaya, May 2017, Effect of Plat Thickness and Voltage Strength of Spot Welding on
Stainless Steel A304 Connection Againts Tensile Strength. Academic Supervisor: Endi
Sutikno and Rudianto Raharjo.

Welding is one of the technologies in metal connection by liquefying some of the


parent metal and filler metal with or without pressure and with or without adders which
produce continuous connection. The welding itself has many variations according to each
requirement. One of them is spot welding. Spot welding is one type of electrical
resistance welding that began to be developed after electrical energy can be used easily, is
an economical and efficient grafting technique, especially for metal plate work. The use
of stainless steel in the welding world is growing well. Stainless steel is an iron
compound containing at least 10.5% Chromium to prevent corrosion processes (metal
rusting). In this study used austenitic stainless steel series, because it has excellent
corrosion resistance in organic, industrial acids. The author wants to examine the effect of
strong current and plate thickness against tensile strength made from stainless steel A304.
The research method used in this research is real experimental research (true
experimental research). From this research, it is found that the thicker the plate used the
greater the welding current required to heat the electrode. However, to produce optimal
tensile strength, the welding process must be adjusted and take into account the standard
of the strong relationship of the welding current and the thickness of the plate used.

Keywords : Spot Welding, Stainless Steel A304, Tensile Strength

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perkembangan jaman saat ini dunia perindustrian dituntut untuk mengikuti
perkembangan teknologi terbaru agar dapat bersaing dalam era globlalisasi. Ada berbagai
macam teknologi yang digunakan dalam dunia perindustrian yang digunakan untuk
membuat produk-produk yang nantinya mampu bersaing dalam pasaran. Diantara
teknologi- teknologi tersebut adalah pengelasan.
Pengelasan (welding) merupakan salah satu teknologi dalam penyambungan logam
dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa
tekanan dan dengan atau tanpa penambah yang menghasilkan sambungan kontinyu.
Dalam lingkup konstruksi yang luas penggunaan teknologi pengelasan dapat meliputi
jembatan, perkapalan, bejana tekan, pipa saluran, pipa esat, rel, dll. Selain itu pada
pengelasan bisa juga dipergunakan untuk reparasi misalnya membuat lapisan keras pada
perkakas mengisi lubang-lubang coran, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus, dll.
Pengelasan sendiri memiliki banyak variasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Salah satunya adalah pengelsan titik. Las titik adalah salah satu jenis las resistansi listrik
yang mulai dikembangkan setelah energi listrik dapat dipergunakan dengan mudah,
merupakan suatu teknik penyambungan yang ekonomis dan efisien khususnya untuk
pengerjaan logam plat. Pada las titik, logam (plat) yang akan di sambungkan di jepit
dengan elektroda dari paduan tembaga dan kemudian di aliri arus listrik yang besar dalam
waktu yang sangat singkat. Karena aliran listrik antara kedua elektroda tersebut harus
melalui (logam) plat yang di jepit, maka pada tempat jepitan timbul panas yang
menyebabkan logam di tempat tersebut mencair dan tersambung. Pada tempat kontak
antara elektroda dan logam (plat) juga terjadi panas karena tahanan listrik, tetapi tidak
sampai mencairkan logam karena ujung-ujung elektroda didinginkan.
Penggunaan stainless steel dalam dunia welding semakin berkembang dengan baik.
Stainless steel adalah senyawa besi yang mengandung setidaknya 10,5% Kromium
untuk mencegah proses korosi (pengkaratan logam). Secara umum. stainless steel
merupakan besi yang tahan korosi , bukan konduktor yang baik (panas dan listrik),
memiliki kekuatan ulet tinggi dapat dengan mudah dibentuk atau dibengkok, pada suhu

1
2

yang sangat tinggi stainless steel mampu mempertahankan kekuatan dan tahanan terhadap
oksidasi dan korosi.
Dalam penelitian ini digunakan stainless steel seri austenitic, karena memiliki daya
tahan korosi yang sangat bagus dalam asam organik, industri, dan lingkungan laut,
kemampuan mengelas yang sangat bagus, kemampuan untuk dapat dibentuk dan sifat
kenyal yang sangat bagus, kekuatannya paling baik dan mempunyai shock resistant yang
tinggi. Salah satu jenis stainless steel seri austenitic yaitu stainless steel 304.
Sifat mekanik logam adalah suatu sifat terpenting karena sifat mekanik logam
menyatakan kemampuan suatu logam untuk menerima beban atau gaya dari luar tanpa
mengalami kerusakan pada logam tersebut. Kekuatan tarik merupakan kekuatan untuk
menerima beban tanpa mengalami kerusakan dan dinyatakan sebagai tegangan maksimum
bahan sebelum patah. Kekuatan tarik dapat diperoleh dengan melakukan pengujian tarik
Kekuatan Kejut (Impact test) adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan beban
dinamis atau mendadak yang dapat menyebabkan rusak atau patah.
Berdasarkan uraian di atas yang berpengaruh pada pengelasan titik adalah waktu dan
ketebalan pelat. Sehingga penulis ingin meneliti pengaruh kuat arus dan tebal plat terhadap
kekuatan tarik berbahan stainless steel A304 . Penulis mengharapkan hasil penelitian ini
bisa menjadi referensi di dunia industri untuk meningkatkan kualitas hasil pengelasan,
terutama pada pengelasan titik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang diungkap dalam
penelitian skripsi ini adalah bagaimana pengaruh kuat arus dan ketebalan plat stainless
steel A304 terhadap sifat mekanis pada pengelasan titik.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian meliputi :
1. Material yang digunakan merupakan Stainless steel A304.
2. Proses pengelasan dengan menggunakan mesin las titik.
3. Tegangan yang digunakan adalah 1,75 volt dan arus yang digunakan 50 A, 75 A dan
100 A.
4. Pengujian yang dilakukan untuk sifat mekanis adalah pengujian kekuatan tarik.
3

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai
kekuatan tarik dari stainless steel A304 dengan variasi arus pengelasan sebsar 50 A, 75 A
dan 100 A terhadap ketebalan pelat dengan variasi tebal 0,8 mm; 1 mm; 1,2 mm dan 1,4
mm.

1.5 Manfaat Penelitian


Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :
1. Dapat dijadikan referensi terhadap penelitian yang serupa yaitu tentang pengelasan titik
pada plat secara umum.
2. Memberikan pembelajaran dan ilmu yang lebih khusus tentang pengelasan logam,
khususnya pengelasan titik.
3. Melatih kemampuan menganalisa antara permasalahn terkait pengaruh dimensi material
dan waktu penekanan pada pengelasan titik yang mengakibatkan perubahan sifat
mekanis.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya


Lisa dkk (2011) mekalukan penelitian tentang Pengaruh Kuat Arus dan Waktu
Pengelasan Pada Proses Las Titik (Spot Welding) Terhadap Kekuatan Tarik dan
Mikrostruktur Hasil Las Dari Baja Fasa Ganda (Ferrite-Martensite). Dalam hal ini
peneliti ingin mengetahui variabel las titik yang sesuai untuk mendapatkan kekuatan tarik
maksimum. Tertinggi dari kekuatan tarik disebut sebagai berkualitas baik dari lasan.
Plat yang digunakan terbuat dari baja karbon rendah dengan fase ferit dan martensit. Arus
pengelasan yang digunakan 0,9 kA, 1,6 kA, Dan 1.85 kA dengan waktu pengelasan yang
0,25, 0,5, 0,75 dan 1 detik. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
dengan semakin besar kuat arus dan waktu pengelasan pada proses spot welding pada baja
fasa ganda maka dihasilkan kekuatan tarik yang semakin besar.
Haikal dkk (2013) membahas tentang Studi Literatur Pengaruh Parameter Pengelasan
Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Pada Las Titik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh dari ketebalan plat terhadap ukuran diameter nugget dan kekuatan
tarik hasil las. Pengelasan ini menggunakan plat baja karbon rendah dengan ketebalan plat
1,25 mm digabungkan dengan plat ketebalan 2,5 mm. Variasi kuat arus listrik dalam
pengelasan antara 7 sampai 13,5 kA, sedangkan waktu pengelasan yaitu 0,2 detik dan 0,6
detik. Kesimpulan yang bisa diperoleh dari pembahasan di atas adalah Pengelasan logam
sejenis dengan ketebalan yang sama menghasilkan bentuk nugget yang simetris.
Sedangkan pengelasan logam tak sejenis dengan ketebalan berbeda menghasilkan bentuk
nugget tidak simetris (asimetris). Parameter pengelasan seperti arus listrik, lama waktu
pengelasan dan acuan standar pengujian untuk logam sejenis tidak bisa digunakan pada
pengelasan logam tak sejenis. Acuan yang digunakan dalam pengelasan logam tak sejenis
adalah ukuran diameter nugget. Semakin besar ukuran diameter nugget hasil las semakin
meningkat kekuatan gesernya.
Joko dkk (2012) melakukan penelitian tentang Pengaruh Tebal Pelat
Aluminium dan Lama Penekanan Pada Pengelasan Titik Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis.
Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui kualitas pengelasan titik yang terbaik dengan
menggunakan mesin las tipe PDN 10 – 10 serta material yang digunakan adalah plat
5
6

aluminium dengan tebal 0,8 mm; 1 mm, dan 1,2 mm dengan sambungan tindih ( lap
joint ), dengan arus las 26 A dan voltase output 1,75 volt waktu penekanan selama 1 detik;
1,5 detik dan 2 detik . Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tebal pelat
dan semakin lama waktu penekanan maka nilai kekerasan dan keuletanya semakin tinggi.
Dari uraian di atas, penulis ingin meneliti pengaruh kuat arus dan tebal plat terhadap
kekuatan tarik stainless steel A304, dengan memvariasikan kuat arus 75 A, dan 100 A dan
ketebalan plat 1 mm; 1,2 mm dan 1,4 mm.

2.2 Pengelasan
Pengelasan merupakan penyambungan dua bahan atau lebih yang didasarkan pada
prinsip-prinsip proses difusi, sehingga terjadi penyatuan bagian bahan yang disambung.
Kelebihan sambungan las adalah konstruksi ringan, dapat menahan kekuatan yang tinggi,
mudah pelaksanaannya serta ekonomis. Namun kelemahan yang paling utama adalah
terjadinya perubahan mikro struktur bahan yang dilas, sehingga terjadi perubahan sifat
mekanis dari bahan yang dilas.
Selama pendinginan dari logam cair sampai mencapai suhu kamar, logam las
mengalami serangkaian perubahan (transformasi) fasa. Baja karbon rendah (C kurang dari
0,1%) akan mengalami perubahan fasa cair menjadi ferit δ ketika pembekuan kemudian
menjadi austenit (γ) dan akhirnya menjadi ferite α dan perlite. Proses pendinginan pada las
kondisi umum berlangsung secara gradual tanpa penurunan suhu secara mendadak
(quenching).
Terkadang dua logam yang disambung dapat menyatu secara langsung, namun
terkadang masih diperlukan bahan tambahan lain agar deposit logam lasan terbentuk
dengan baik, bahan tersebut disebut bahan tambah (filler metal). Filler metal biasanya
berbentuk batangan, sehingga biasa dinamakan welding rod (Elektroda las). Pada proses
las, welding rod dibenamkan ke dalam cairan logam yang tertampung dalam suatu
cekungan yang disebut welding pool dan secara bersama-sama membentuk deposit logam
lasan, cara seperti ini dinamakan Las Listrik atau SMAW (Shielded metal Arch welding),
lihat gambar 2.1.
7

Gambar 2.1 Prinsip Kerja Las Listrik


Sumber : Teori Pengelasan Logam, 2008

2.3 Pengelasan Titik


Las titik adalah pengelasan memakai metode resistensi listrik dimana pelat lembaran
dijepit dua elektroda. Ketika arus dialirkan maka terjadi sambungan las pada jepitan.
Siklus pengelasan titik dimulai ketika dua elektroda menekan pelat dimana arus belum
dialirkan. Setelah itu arus dialirkan ke elektroda yang menimbulkan panas pada pelat yang
terjepit elektroda sehingga terbentuk sambungan las.

Gambar 2.2 Skema Las Titik


Sumber : Daryanto,(2010p.130)

Gambar 2.2 merupakan skema las titik. Cara kerja las titik, transformator yang
terdapat dalam mesin las merubah tegangan arus bolak-balik dari 110 volt atau 220 volt
menjadi 4 volt sampai 12 volt dan arusnya menjadi cukup besar sehingga dapat
menimbulkan panas yang diperlukan kemudian pelat yang dilas dijepit pada tempat
sambungan dengan sepasang elektroda dari paduan tembaga dan kemudian dialiri arus
listrik yang cukup besar dalam waktu yang singkat, maka pada tempat jepitan timbul
panas karena tahanan listrik yang menyebabkan logam di tempat tersebut mencair dan
tersambung.
8

Panas ini juga timbul di tempat kontak antara elektroda dan pelat, tetapi tidak sampai
mencairkan logam, karena ujung-ujung elektroda didinginkan dengan air. Ketika
aliran listrik dihentikan, logam yang mencair tadi akan menjadi dingin dan terbentuk
sambungan dibawah tekanan gaya elektroda agar tidak terjadi busur antara elektroda dan
sambungan. Siklus pengelasan titik dimulai ketika elektroda menekan plat dimana arus
belum dialirkan. Waktu proses ini disebut waktu tekan (squeeze time). Setelah itu arus
dialirkan ke elektroda sehingga timbul panas pada pelat di posisi elektroda sehingga
terbentuk sambungan las. Waktu proses ini disebut waktu pengelasan (heat or weld
time).

Gambar 2.3 Siklus Pengelasan Titik


Sumber : Daryanto,(2012,p.132)

Dalam pengelasan titik dikenal siklus las, gambar 2.3 merupakan siklus selama proses
pengelasan. Pada las titik dikenal empat siklus pengelasan :
1. Squeeze Time, selang waktu antara awal pemberian gaya (penekanan) pada logam dasar
sampai awal pemberian arus. Squeeze time diperlukan untuk menunda pemberian arus
pengelasan hingga gaya tekan elektroda mencapai tekanan yang telah diatur.
2. Weld Time, selang waktu pemberian arus ke benda kerja dengan gaya elektroda konstan.
3. Hold Time, waktu pemberian gaya elektroda konstan pada titik hasil las (manik las)
dimana arus sudah tidak mengalir. Saat ini manik las membeku, sampai memiliki
kekuatan yang cukup.
4. Off Time, waktu elektroda tidak bekerja pada logam induk dan siap pada lokasi las
lainnya.
Setelah itu arus dihentikan namun tekanan tetap ada dan proses ini disebut waktu
tenggang (hold time). Kemudian logam dibiarkan mendingin sampai sambungan menjadi
9

kuat dan tekanan di hilangkan dan plat siap dipindahkan untuk selanjutnya proses
pengelasan dimulai lagi untuk titik yang baru.
Peralatan mesin las titik ada tiga jenis yaitu :
1) mesin las titik tunggal stasioner
2) mesin las titik tunggal yang dapat dipindahkan
3) mesin las titik ganda.
Mesin las stasioner dapat dibagi lagi atas jenis lengan ayun dan jenis tekanan
langsung. Jenis lengan ayun merupakan jenis yang sederhana dan mempunyai kapasitas
kecil. Las titik menggunakan panas dari arus listrik dan besarnya panas dapat di hitung
dengan menggunakan rumus : (Katie McMenamin,2013:141 )
H = I² x R x t / 4,1868.........................................................................................(2.1)
dengan:
H = panas yang dihasilkan (Joule)
I = kuat arus listrik (Ampere)
R = resistansi (Ohm)
t = waktu pengelasan (detik)

2.3.1 Daerah Pengaruh Panas atau Heat Affected Zone (HAZ)


Daerah Pengaruh Panas atau Heat Affected Zone (HAZ) adalah logam dasar yang
bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal
pemanasan dan pendinginan cepat sehingga daerah ini yang paling kritis dari sambungan
las. Secara visual daerah yang dekat dengan garis las maka susunan struktur logamnya
semakin kasar. Pada daerah HAZ terdapat 3 titik berbeda, titik 1 dan 2 menunjukan
temperatur pemanasan mencapai dearah berfasa austenite dan ini disebut dengan
transformasi menyeluruh yang artinya struktur mikro baja mula – mula ferit + perlit
kemudian bertransformasi menjadi austenit 100%. Titik 3 menunjukan temperatur
pemanasan, daerha itu mencapai daerah berfasa ferit dan austenit dan ini yang disebut
transformasi sebagian yang artinya struktur mikro baja mula – mula ferit + perlit berubah
menjadi ferit dan austenit.
10

Gambar 2.4 Heat Affected Zone


Sumber : Teknologi Pengelasan Logam,(1996)

Energi panas yang dihasilkan pada suatu lokasi yang dialiri arus listrik yang
sama, besarnya proporsional terhadap tahanan listrik yang terjadi. Pada daerah
antara elektroda dan benda kerja, terdapat zona - zona yang memilki tahanan
listrik yang berbeda, seperti terlihat pada gambar 2.5. Dengan demikian secara
otomatis akan menimbulkan distribusi panas selama proses pengelasan
berlangsung. Zona-zona tersebut umumnya adalah :
1. Elektroda bagian atas (R1).
2. Kontak antara elektroda dengan benda kerja bagian atas (R3)
3. Tumpukan kerja bagian atas (R6)
4. Kontak antara permukaan benda kerja (R5).
5. Tumpukan benda kerja bagian bawah (R7).
6. Kontak antara elektroda dengan benda kerja bagian bawah (R4)
7. Elektroda bagian bawah (R2)
11

Gambar 2.5 Hambatan pada Las Titik


Sumber : Resistance Spot-, Resistance Projection- and Resistance Seam Welding(2002)

2.3.2 Perubahan Sifat Logam Setelah Proses Las


Pencairan logam saat pengelasan menyebabkan adanya perubahan fasa logam dari
padat hingga mencair. Ketika logam cair mulai membeku akibat pendinginan cepat, maka
akan terjadi perubahan struktur mikro dalam deposit logam las dan logam dasar yang
terkena pengaruh panas (Heat affected zone/HAZ). Struktur mikro dalam logam lasan
biasanya berbentuk columnar, sedangkan pada daerah HAZ terdapat perubahan yang
sangat bervariasi. Sebagai contoh, pengelasan baja karbon tinggi sebelumnya berbentuk
pearlite, maka seelah pengelasan struktur mikronya tidak hanya pearlite.
Tetapi juga terdapat bainite dan martensite. Perubahan ini mengakibatkan perubahan
pula sifat-sifat logam dari sebelumnya. Struktur mikro pearlite memiliki sifat liat dan
tidak keras, sebaliknya martensite mempunyai sifat keras dan getas. Biasanya keretakan
sambungan las bearsal dari struktur mikro ini.
Gambar 2.5 mendeskripsikan distribusi temperatur pada logam dasar yang sangat
bervariasi telah menyebabkan berbagai macam perlakuan panas terhadap daerah HAZ

o
logam tersebut. Logam lasan mengalami pemanasan hingga termperatur 1500 C dan
daerah HAZ bervariasi mulai 200°C hingga 1100°C (lihat Gambar 2.4). Temperatur
1500°C pada logam lasan menyebabkan pencairan dan ketika membeku membentk
struktur mikro columnar. Temperatur 200°C hingga 1100°C menyebabkan perubahan
struktur mikro pada logam dasar baik ukuran maupun bentuknya.
12

Gambar 2.6 Distribusi Temperatur Saat Pengelasan


Sumber : Weman (2003,p.124)

Gambar 2.7 Perlakuan Panas Logam Las


Sumber : Weman (2003,p.126)

2.3.3 Distorsi pada Sambungan Las


Setiap logam yang dipanaskan mengalami pemuaian dan ketika pendinginan akan
mengalami penyusutan. Fenomena ini menyebabkan adanya ekspansi dan konstraksi pada
logam yang dilas. Ekspansi dan konstraksi pada logam yang dilas ini menurut istilah
metalurgi dinamakan distorsi.
Distorsi akan menyebabkan bentuk akhir tidak memenuhi syarat baik keindahan
maupun letak, dapat menjadi bagian terlemah, mengganggu distribusi gaya. Distorsi
dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu: 1) distorsi longitudinal, 2) distorsi transfersal,
dan
3) distorsi angular. Distorsi longitudinal terjadi akibat adanya ekspansi dan konstraksi
deposit logam las di sepanjang jalur las yang menyebabkan tarikan dan dorongan pada
logam dasar yang dilas. Distorsi transfersal terjadi tegak lurus terhadap jalur las yang dapat
mengakibatkan tarikan ke arah sumbu tegak jalur las. Distorsi angular menyebabkan efek
gerakan sayap burung yang biasanya terjadi karena pengelasan di satu sisi logam
dasar.
13

Gambar 2.8 Macam-Macam Distorsi yang Terjadi pada Pengelasan


Sumber : AWS Vol 1 (1996)

Distorsi dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu: 1) distorsi longitudinal, 2) distorsi


transfersal, dan 3) distorsi angular. Distorsi longitudinal terjadi akibat adanya ekspansi dan
konstraksi deposit logam las di sepanjang jalur las yang menyebabkan tarikan dan
dorongan pada logam dasar yang dilas. Distorsi transfersal terjadi tegak lurus terhadap
jalur las yang dapat mengakibatkan tarikan ke arah sumbu tegak jalur las. Distorsi angular
menyebabkan efek gerakan sayap burung yang biasanya terjadi karena pengelasan di satu
sisi logam dasar.

2.4 Pengaruh Parameter Pengelasan


2.4.1. Pengaruh Tebal Pelat Terhadap Pengelasan
Ketebalan pelat yang dipakai akan mempengaruhi kecepatan rambatan panas yang
terjadi, baik pada saat pengelasan maupun sesudah pengelasan (pendinginan). Hal ini akan
berpengaruh pada pembentukan fasa akhir yang terbentuk, sehingga akan menentukan
kekuatan sambungan las. Selain itu, waktu las dan jenis bahan yang mudah menghantarkan
listrik (konduktor), juga mempengaruhi intensitas panas yang masuk. Pemilihan parameter
las titik yang tepat akan berpengaruh pada kekuatan lasan dan perubahan sifat mekanisnya
(Wiryosumarto, H., 2004).
Ketebalan pelat berpengaruh pada arus listrik yang digunakan saat pengelasan.
Semakin tebal pelat yang digunakan maka arus listrik yang digunakan semakin besar.
Disebabkan daya yang dibutuhkan untuk merubah fase logam dari solid hingga liquid
semakin besar.
14

2.4.2. Pengaruh Arus Las


Arus pengelasan menentukan kecepatan pemberian panas sehingga arus
merupakan salah satu variabel yang paling kritis. Pengaruh arus terhadap kuat
geser dapat dilihat pada Gambar 2.8. Jumlah masukan panas yang diberikan
proporsional terhadap kuadrat arus las yang diberikan. Densitas arus yang terlalu
tinggi akan menyebabkan logam cair terlempar (spatter) sehingga terbentuk
rongga, retak dan berdampak pada sifat mekanik lasan yang rendah. Densitas arus
yang terlalu rendah juga menghasilkan sifat mekanik lasan yang rendah karena
area lasan yang terlalu kecil.

Gambar 2.9 Pengaruh Arus pada Las Resistansi Titik terhadap Kuat Geser
Sumber : Teknologi Pengelasan Logam, 2008

2.5 Sambungan Las


Mengelas adalah menyambung dua bagian logam dengan cara memanaskan sampai
suhu lebur dengan memakai bahan pengisi atau tanpa bahan pengisi. Sistem sambungan
las ini termasuk jenis sambungan tetap dimana pada konstruksi dan alat
permesinan,sambungan las ini sangat banyak digunakan. Untuk menyambung baja
bangunan kita mengenal 2 jenis las yaitu :
1. Las Karbid
Las Karbid yaitu pengelasan yang menggunakan bahan pembakar dari gas
oksigen (zat asam) dan gas acetylene (gas karbid). Dalam konstruksi baja las ini
hanya untuk pekerjaan-pekerjaan ringan atau konstruksi sekunder, seperti ; pagar
besi, teralis dan sebagainya.
2. Las Listrik
Las Listrik yaitu pengelasan yang menggunakan energi listrik. Untuk
pengelasannya diperlukan pesawat las yang dilengkapi dengan dua buah kabel,
15

satu kabel dihubungkan dengan penjepit benda kerja dan satu kabel yang lain
dihubungkan dengan tang penjepit batang las / elektrode las. Jika elektrode las
tersebut didekatkan pada benda kerja maka terjadi kontak yang menimbulkan panas
yang dapat melelehkan baja ,dan elektrode (batang las) tersebut juga ikut melebur
ujungnya yang sekaligus menjadi pengisi pada celah sambungan las. Karena elektroda
/ batang las ikut melebur maka lama-lama habis dan harus diganti dengan
elektroda yang lain. Dalam perdagangan elektrode / batang las terdapat berbagai
ukuran diameter yaitu 21/2 mm, 31/4 mm, 4 mm, 5 mm, 6 mm, dan 7 mm. Untuk
konstruksi baja yang bersifat strukturil (memikul beban konstruksi) maka sambungan
las tidak diijinkan menggunakan las Otogen, tetapi harus dikerjakan dengan las listrik
dan harus dikerjakan oleh tenaga kerja ahli yang profesional.
 Keuntungan sambungan las :
a. Pertemuan baja pada sambungan dapat melumer bersama elektrode las dan
menyatu dengan lebih kokoh (lebih sempurna).
b. Konstruksi sambungan memiliki bentuk lebih rapi.
c. Konstruksi baja dengan sambungan las memiliki berat lebih ringan.
d. Dengan las berat sambungan hanya berkisar 1–1,5% dari berat konstruksi, sedang
dengan paku keling / baut berkisar 2,5–4% dari berat konstruksi.
e. Pengerjaan konstruksi relatif lebih cepat (tak perlu membuat lubang-lubang baut,
tak perlu memasang potongan baja siku / pelat penyambung, dan sebagainya ).
 Kekurangan sambungan las :
a. Kekuatan sambungan las sangat dipengaruhi oleh kualitas pengelasan. Jika
pengelasannya baik maka kekuatan sambungan akan baik, tetapi jika pengelasannya
jelek / tidak sempurna maka kekuatan konstruksi juga tidak baik bahkan
membahayakan dan dapat berakibat fatal. Salah satu sambungan las cacat lambat
laun akan merembet rusaknya sambungan yang lain dan akhirnya bangunan dapat
runtuh yang menyebabkan kerugian materi yang tidak sedikit bahkan juga korban
jiwa. Oleh karena itu untuk konstruksi bangunan berat seperti jembatan jalan
raya/ kereta api di Indonesia tidak diijinkan menggunakan sambungan las.
b. Konstruksi sambungan tak dapat dibongkar-pasang.
16

2.5.1 Jenis Sambuang Las


Terdapat lima jenis sambungan yang biasa digunakan untuk menyatukan dua bagian
benda logam, seperti dapat dilihat dalam berikut :
a. Sambungan Tumpul
Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efesien, sambungan ini
dibagi lagi dalam dua yaitu sambungan penetrasi penuh dan sambungan penetrasi
menjadi sambungan tanpa pelat pembantu yang masih dibagi lagi dalam pelat pembantu
yang turut menjadi bagian dari kontruksi dan pelat pembantu yang hanya sebagai
penolong pada waktu proses pengelasan saja.
b. Sambungan Sudut
Dalam sambungan ini dapat terjadi penyusunan dalam arah tebal pelat yang
dapat menyebabkan terjadinya retak lamel, hal ini dapat dihindari dengan membuat alur
pada pelat tegak seperti yang terlihat dalam pengelasan yang tidak dapat dilakukan
karena sempitnya ruang maka pelaksanaanya dapat dilakukan dengan pengelasan
tembus atau pengelasan dengan pelat pembantu.
c. Sambungan Tumpang
Sambungan tumpang dibagi dalam 3 jenis. Karena sambungan ini efisiensinya
rendah maka jarang sekali digunakan untuk pelaksanaan penyambungan konstruksi
utama. Sambungan tumpang biasanya dilaksanakan dengan las sudut, dan las isi.
d. Sambungan T
Sambungan ini secara garis besar dibagi menjadi dua jenis yaitu jenis las dengan
alur dan jenis las sudut. Hal – hal yang dijelaskan untuk sambungan tumpul diatas juga
berlaku untuk sambungan jenis ini. Dalam pelaksanaan pengelasan mungkin ada bagian
yang menghalangi dan hal ini dapat diatasi dengan memperbesar sudut alur.
e. Sambungan Sisi
Sambungan sisi dibagi dalam sambungan las dengan alur dan sambungan las ujung.
Untuk jenis yang pertama pada pelatnya harus dibuat alur sedangkan pada jenis kedua
pengelasan dilakukan pada ujung pelat tanpa ada alur. Jenis kedua ini biasanya hasilnya
kurang memuaskan kecuali bila pengelasannya dilakukan dalam posisi datar dengan
aliran listrik yang tinggi.
17

Gambar 2.10 Jenis Sambungan Las


Sumber : Wiryosumarto (2000,p.101)

2.6 Klasifikasi Baja


Baja adalah logam paduan besi dengan kandungan karbon antara 0,008% sampai
2,14% . Mikrostrukturnya berupa ferit dan sementit (Callister,2009:322). Baja karbon
dikelompokan menjadi 3 berdasarkan kadar karbonnya. Unsur paduan utama baja adalah
karbon, dengan ini baja dapat digolongkan menjadi tiga yaitu baja karbon rendah, baja
karbon sedang, dan baja karbon tinggi.
Baja karbon rendah adalah baja dengan kadar karbon kurang dari 0,30%. Baja karbon
sedang mengandung 0,30% sampai 0,45% karbon dan baja karbon tinggi mengandung
karbon antara 0,45% sampai 1,70% (Harsono,1996:90).

Tabel 2.1
Klasifikasi Baja Karbon

Sumber : Harsono (1996,p.90)

Baja paduan adalah paduan yang memiliki karakteristik dari sifat unsur paduannya
selain dari karbon. Fungsi dari paduan ini yaitu untuk meningkatkan kekerasan,
meningkatkan kekuatan pada suhu ruang, meningkatkan ketahanan aus, meningkatkan
ketahanan terhadap korosi , dll. Baja paduan dibagi menjadi 3 yaitu :
18

1. Baja Paduan Rendah (Low Alloy Steel)


Baja paduan rendah merupakan baja paduan yang elemen paduannya kurang dari
2,5% , misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain.
2. Baja Paduan Menengah (Low Alloy Steel)
Baja paduan menengah merupakan baja paduan yang elemen paduannya 2,5%- 10%,
misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain.
3. Baja Paduan Tinggi (High Allot Steel)
Baja paduan tinggi merupakan baja paduan yang elemen paduannya lebih dari 10%
, misalnnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain (Amanto, 1999)

2.7 Stainless Steel


2.7.1 Kandungan Atom/Unsur dan Ikatan
Baja stainless merupakan baja paduan yang mengandung minimal 10,5% Cr. Sedikit
baja stainless mengandung lebih dari 30% Cr atau kurang dari 50% Fe.Daya tahan
Stainless Steel terhadap oksidasi yang tinggi di udara dalam suhu lingkungan biasanya
dicapai karena adanya tambahan minimal 13% (dari berat) krom. Krom membentuk sebuah
lapisan tidak aktif Kromium(III) Oksida (Cr2O3) ketika bertemu oksigen. Lapisan ini
terlalu tipis untuk dilihat, sehingga logamnya akan tetap berkilau. Logam ini menjadi tahan
air dan udara, melindungi logam yang ada di bawah lapisan tersebut. Fenomena ini disebut
Passivation dan dapat dilihat pada logam yang lain, seperti pada alumunium dan titanium.
Pada dasarnya untuk membuat besi yang tahan terhadap karat, krom merupakan salah satu
bahan paduan yang paling penting. Untuk mendapatkan besi yang lebih baik lagi,
dintaranya dilakukan penambahan beberapa zat- zat berikut. Penambahan Molibdenum
(Mo) bertujuan untuk memperbaiki ketahanan korosi pitting dan korosi celah Unsur karbon
rendah dan penambahan unsur penstabil karbida (titanium atau niobium) bertujuan
menekan korosi batas butir pada material yang mengalami proses sensitasi. Penambahan
kromium (Cr) bertujuan meningkatkan ketahanan korosi dengan membentuk lapisan oksida
(Cr2O3) dan ketahanan terhadap oksidasi temperatur tinggi. Penambahan nikel (Ni)
bertujuan untuk meningkatkan ketahanan korosi dalam media pengkorosi netral atau
lemah. Nikel juga meningkatkan keuletan dan mampu bentuk logam. Penambahan nikel
meningkatkan ketahanan korosi tegangan. Unsur aluminium (Al) meningkatkan
pembentukan lapisan oksida pada temperatur tinggi.
19

2.7.2 Sifat-Sifat Teknis Bahan


2.7.2.1 Sifat Fisik Stainless Steel
Sifat – sifat fisik dari stainless steel dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.2
Sifat Fisik stainless steel
Physical Properties Metric English
Density 8.03 g/cc 0.29 lb/in³
Electrical Resistivity 0.000116 ohm-cm 0.000116 ohm-cm
Thermal Conductivity 21.4 W/m-K 149 BTU-in/hr-ft²-°F
Modulus of Elasticity 193 GPa 28000 ksi
Sumber : Elgin Fastener Group

2.7.2.2 Sifat Mekanik Stainless Steel


Sifat – sifat mekanik stainless steel dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.3
Sifat Mekanik Stainless Steel
Mechanical Properties Metric Englis
Hardness, Rockwell B 80 80
Tensile Strength, 586 MPa 85000 psi
Ultimate Tensile 241 MPa 35000 psi
Strength, Yield 0.55 0.55
Sumber: Elgin Fastener Group

Spesifikasi Sifat dari Jenis – Jenis Stainless Steel


1. Ferritic Stainless Steel
Bersifat magnetic, tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas tapi dapat
dikeraskan dengan cold work, dapat dicold work maupun dihot work, pada kondisi
annealed keuletan dan ketahanan korosi tertinggi, kekuatan mencapai 50% lebih tinggi
dari pada baja plain carbon, ketahanan korosi dan machinability lebih baik dari pada
stainless steel Martensitic.
20

2. Martensitic Stainless Steel


Bersifat magnetic, dapat dikeraskan dengan perlakuan panas, dapat di cold work
maupun di hot work, machinabilitynya bagus, ketangguhan baik, ketahanan korosinya
cukup bagus terhadap cuaca tetapi tidak sebaik stainless steel ferritic maupun
austenitic.
3. Austenitic Stainless Steel
Bersifat non magnetic, pada kondisi annealed, tidak dapat dikeraskan dengan
perlakuan panas, dapat di hot work dan di cold work, memiliki shock resistant yang
tinggi, sulit dimachining kecuali dengan penambahan S atau Se, sifat tahan korosinya
paling baik diantara jenis lainnya, kekuatan pada temperature tinggi dan ketahanan
scaling sangat baik.
4. Precipitation-Hardening Stainless Steel
Baja tahan karat yang mengalami pengerasan presipitasi, mudah dipabrikasi,
kekuatan tinggi, keuletan relatif baik, ketahanan korosinya baik.

2.8 Definisi dan Macam-macam Tegangan


Hukum Newton pertama tentang aksi dan reaksi, bila sebuah balok terletak di atas
lantai, balok akan memberikan aksi pada lantai, demikian pula sebaliknya lantai akan
memberikan reaksi yang sama, sehingga benda dalam keadaan setimbang. Gaya aksi
sepusat
(F) dan gaya reaksi (F”) dari bawah akan bekerja pada setiap penampang balok tersebut.
Jika kita ambil penampang A-A dari balok, gaya sepusat (F) yang arahnya ke bawah,
dan di bawah penampang bekerja gaya reaksinya (F”) yang arahnya ke atas. Pada bidang
penampang tersebut, molekul-molekul di atas dan di bawah bidang penampang A-A saling
tekan menekan, maka setiap satuan luas penampang menerima beban sebesar: F/A

Gambar 2.11 Tegangan yang timbul pada penampang A-A


Sumber : Morley(2009,p.46)
21

Macam-macam Tegangan
Tegangan timbul akibat adanya tekanan, tarikan, bengkokan, dan reaksi. Pada
pembebanan tarik terjadi tegangan tarik, pada pembebanan tekan terjadi tegangan tekan,
begitu pula pada pembebanan yang lain:
a. Tegangan Normal
Tegangan normasl terjadi akibat adanya reaksi yang diberikan pada benda. Jika
gaya dalam diukur dalam N, sedangkan luas penampang dalam m 2, maka satuan
tegangan adalah N/m2.

Gambar 2.12 Tegangan Normal


Sumber : Morley(2009,p.46)

b. Tegangan Tarik
Tegangan tarik pada umumnya terjadi pada rantai, tali, paku keling, dan lain- lain.
Rantai yang diberi beban W akan mengalami tegangan tarik yang besarnya tergantung
pada beratnya.

Gambar 2.13 Tegangan tarik pada batang penampang luas A


Sumber : Morley(2009,p.47)

Persamaan tegangan tarik dapat dituliskan : (Asyari, 2000:135)

........................................................................................................ (2.2)
Keterangan :
F = Gaya tarik ( N )
A = Luas penampang (mm2)
22

c. Tegangan Tekan
Tegangan tekan terjadi bila suatu batang diberi gaya F yang saling berlawanan dan
terletak dalam satu garis gaya. Misalnya, terjadi pada tiang bangunan yang belum
mengalami tekukan, porok sepeda, dan batang torak. Tegangan tekan dapat ditulis :
(Callister,2009:154).

…………………………………………………………………...(2.3)
Keterangan :
F = Gaya tarik ( N )
A = Luas penampang (mm2)

Gambar 2.14 Tegangan Tekan


Sumber : Morley(2009,p.47)

d. Tegangan Geser
Tegangan geser terjadi jika suatu benda bekerja dengan dua gaya yang berlawanan
arah, tegak lurus sumbu batang, tidak segaris gaya namun pada penampangnya tidak
terjadi momen. Tegangan ini banyak terjadi pada konstruksi. Misalnya: sambungan
keling, gunting, dan sambungan baut.

Gambar 2.15 Tegangan Geser


Sumber : Morley(2009,p.48)
23

Pada gambar diatas, dua gaya F sama besar berlawanan arah. Gaya F bekerja merata
pada penampang A. Pada material akan timbul tegangan gesernya sebesar :

………………………………………………………………(2.4)
Tegangan geser terjadi karena adanya gaya radial F yang bekerja pada
penampang normal dengan jarak yang relatif kecil, maka pelengkungan benda
diabaikan. Untuk hal ini tegangan yang terjadi adalah apabila pada konstruksi
mempunyai n buah paku keling, maka sesuai dengan persamaan dibawah ini tegangan
gesernya adalah :

……………………………………………………………………(2.5)
Keterangan :
D = Diameter ( mm )

e. Tegangan Lengkung
Misalnya, pada poros-poros mesin dan poros roda yang dalam keadaan ditumpu.
Jadi, merupakan tegangan tangensial.

Gambar 2.16 Tegangan Lengkung pada Batang Rocker Arm


Sumber : Morley(2009,p.49)

………………………………………………….(2.6)
Keterangan :
Mb = Momen Lengkung
Wb = Momen Tahanan Lengkung
24

f. Tegangan Puntir
Tegangan puntir merupakan tegangan yang diakibatkan oleh gaya putar. Tegangan
puntir sering terjadi pada poros roda gigi dan batang torsi pada mobil, juga saat
melakukan pengeboran.

Gambar 2.17 Tegangan Puntir


Sumber : Morley(2009,p.49)

Benda yang mengalami beban puntir akan menimbulkan tegangan puntir sebesar
: (Asyari, 2000:137)

……………………………………………………………………… (2.7)
Keterangan :
Mt = momen puntir (torsi)
Wp = momen tahanan polar (pada puntir)

2.9 Karakteristik Las


Tujuan karakterisasi las adalah untuk mengetahui kemampuan las dalam aplikasinya.
Las dapat dikarakterisasi berdasarkan proses pengelasan, sifat mekanik, komposisi kimia
dan metalurgi. Beberapa karakteristik las adalah sebagai berikut:

2.9.1 Kekuatan Tarik


Kekuatan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan untuk menahan gaya yang
bekerja pada material tersebut. Kekuatan material dapat diketahui dengan uji tarik. Dari
uji tarik akan diperoleh sifat-sifat material sebagai berikut : (Callister,2009:154)
𝜎 = F / A..............................................................................................................(2.8)
dimana :
σ = Kekuatan Tarik Material (N/mm2)
F = Gaya Tarik (N)
25

A = Luas Penampang (mm2)

2.10Hipotesa
Kesimpulan sementara dari rumusan masalah dan dasar teori di atas adalah apabila
arus pengelasan semakin besar dengan ketebalan pelat yang tetap maka nilai kekuatan
tariknya (tensile) akan meningkat, dan jika arus pengelasannya tetap dengan semakin besar
ketebalan pelat maka kekuatan tariknya (tensile) juga akan meningkat.
26
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimental nyata (true experimental research) yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh tebal pelat stainless steel A304 dan kuat arus pada pengelasan titik terhadap
kekuatan tarik. Dengan asumsi variabel yang lain konstan. Kajian literatur dari berbagai
sumber baik dari buku, jurnal yang ada di perpustakaan maupun dari internet juga
dilakukan untuk menambah informasi yang diperlukan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilakukan pada 01 Oktober 2016 s/d 31 Maret 2016. Tempat yang
akan digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Teknologi Pengerjaan
Logam PPPPTK VEDC dan Laboratorium Struktur Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Negeri Malang.

3.3 Variabel Penelitian


Terdapat tiga variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas,
variabel terikat dan variabel terkontrol.

3.3.1 Variabel Bebas


Variabel bebas adalah variabel yang besarnya ditentukan sebelum penelitian.
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Ketebalan Pelat 0,8 mm; 1 mm; 1,2 mm dan 1,4mm.
2. Kuat arus 50 A, 75 A dan 100 A.

3.3.2 Variabel Terikat


Variabel Terikat adalah variabel yang besarnya tergantung dari variabel bebas.
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Kekuatan Tarik

27
28

3.3.3 Variabel Terkontrol


Variabel Terkontrol adalah variabel yang besar nilainya dibuat konstan. Variabel
terkontrol yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Tegangan yang digunakan mesin las 1,75 Volt
2. Waktu pengelasan 5 detik.

3.4 Alat dan Bahan yang Digunakan


3.4.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa pelat stainless steel 304.

3.4.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Masin Las Titik
Mesin las titik yang digunakan adalah jenis las titik pedal. Pengelasan dengan las
titik ini hasil pengelasannya membentuk seperti titik. Elektroda penekan terbuat dari
batang tembaga yang dialiri arus listrik yakni, elektroda atas dan bawah. Elektroda
sebelah bawah sebagai penumpu plat dalam keadaan diam dan elektroda atas bergerak
menekan pelat yang akan disambung.

Gambar 3.1 Las Titik Pedal

1) Main Regulator : Regulator utama didalamnya terdapat control utama, cooling


water port, dll.
2) Electric Arm : Untuk memegang electrode
29

3) Electrode : Merupakan konduktor bertenaga listrik yang digunakan untuk


bersentuhan dengan bagian logam lain sehingga dapat mencairkan logam.
4) Foot Pedal : Untuk melakukan eksekusi pengelasan

2. Jangka Sorong
Jangka sorong adalah suatu alat ukur panjang yang dapat dipergunakan untuk
mengukur panjang suatu benda dengan ketelitian hingga 0,1 mm. keuntungan
penggunaan jangka sorong adalah dapat dipergunakan untuk mengukur diameter
sebuah kelereng, diameter dalam sebuah tabung atau cincin, maupun kedalam sebuah
tabung.

Gambar 3.2 Jangka Sorong

3. Mikroskop Logam
Alat ini digunakan untuk membesarkan penampakan struktur mikro spesimen pada
titik tertentu. Seberkas cahaya horizontal dipantulkan oleh plane glass reflektor ke
permukaan spesimen.
Spesifikasi mikroskop logam :
Merk : Olympus
Buatan : Jerman
Pembesaran : 10x, 50x, 100x, 200x

Gambar 3.3 Mikroskop Logam


30

4. Universal Testing Machine


Alat uji tarik adalah salah satu alat uji mekanik untuk mengetahui kekuatan bahan
terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya, bahan uji ditarik sampai putus. Sehingga
mampu dianalisis ketahanan tarik suatu benda.

Gambar 3.4 Universal Testing Machine

3.5 Dimensi Spesimen Pengelasan


Penentuan dimensi spesimen ini mengacu pada standar spesimen pengujian Tarik
(ASTM E8).

Gambar 3.5 Dimensi Spesimen Pengelasan


31

3.6 Prosedur Penelitian


Langkah– langkah yang dilakukan pada saat pengelasan titik adalah :
1. Persiapan penelitian, yaitu menyiapkan spesimen pengelasan, menyiapkan mesin las
dan menyiapkan alat-alat yang digunakan.
2. Menyalakan mesin las listrik dengan arus sebesar 75A.
3. Menaruh benda kerja pada tempat dudukan untuk dilakukan pengelasan.
4. Melakukan pengelasan titik pada benda kerja.
5. Mengangkat benda kerja dari dudukan las dan didiamkan untuk didinginkan.
6. Mematikan mesin las.
7. Mengembalikan alat dan bahan pada tempatnya.
8. Membersihkan tempat kerja.
9. Ulangi prosedur di atas untuk arus 100 A.

3.6.1 Pengujian Spesimen


a) Pengujian Kekuatan Tarik
Prosedur yang dilakukan pada saat pengujian kekuatan tarik adalah :
1. Menyiapkan bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan.
2. Diukur dimensi benda kerja (benda uji).
3. Memasang benda kerja pada ragum (mesin uji).
4. Disetel posisi benda uji dan alat uji (mesin uji).
5. Dilakukan pengujian.
6. Dilepaskan benda uji dari ragum.
7. Membersihkan tempat kerja.
8. Dilakukan analisa pengujian.
32

3.7 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Rumusan Masalah
Studi Literatur

Persiapan Penelitian

Pembuatan Spesimen Las

Pengelasan Titik

Benda Uji

Hasil Pengelasan Bagus


Tidak

Ya
UjiUTjairTikarGikeser

Kekuatan Tarik

Pembahasan

Selesai
Gambar 3.6 Diagram Alir Penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan membahas mengenai hasil dari percobaan uji tarik yang
dilakukan pada spesimen stainless steel A304 dengan variasi arus pengelasan 50 A, 75A
dan 100A dengan variasi tebal plat 0,8 mm, 1 mm, 1,2 mm dan 1,4 mm. Setelah
melakukan tahapan– tahapan seperti pada metodologi penelitian maka diperoleh hasil nilai
kekuatan tarik.

4.2 Data Hasil Pengujian Tarik (Tensile)


Pengambilan data kekuatan tarik dilaksanakan setelah proses pengelasan pada semua
spesimen selesai dilakukan dan spesimen uji tarik dibentuk sesuai dengan standar yang
digunakan, lalu dilakukan pengujian kekuatan tarik pada alat uji tarik. Hasil pengujian
kekuatan tarik tertera pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.1
Hasil Pengujian Kekuatan Tarik
Tebal Pelat Arus Listrik F max D Kekuatan Tarik Max Regangan
(mm) (Ampere) (N) (mm) (N/mm2) (%)
50 843.00 2.292 60.21 7%
0.8 75 852.00 1.782 76.07 4%
100 1126.00 1.371 80.43 3%
50 1017.00 3.861 72.50 7%
1.0 75 1115.00 2.762 79.64 6%
100 1224.00 1.681 87.43 3%
50 1223.00 1.021 72.80 2%
1.2 75 1352.00 2.022 80.48 4%
100 1603.00 2.6 95.42 5%
50 1535.00 1.485 78.32 3%
1.4 75 1658.00 1.608 84.59 3%
100 4588.00 1.608 234.08 3%
Sumber : Dokumentasi Pribadi

33
34

Tabel 4.2
Hasil Pengukuran Luas Permukaan Hasil Pengelasan
Tebal Pelat Arus Listrik Luas Permukaan Hasil Pengelasan
(mm) (Ampere) (mm2)
50 10.79
0.8 75 11.22
100 11.79
50 13.01
1.0 75 13.68
100 14.31
50 16.11
1.2 75 16.8
100 17.23
50 19.21
1.4 75 19.62
100 20.13
Sumber : Dokumentasi Pribadi
35

Tabel 4.3
Hasil Perhitungan Modulus Young
Arus Kekuatan Tarik
Modulus Young
Tebal Pelat Listrik Max Regangan
(mm) (Ampere) (N/mm2) (%) (N/mm2)
50 60.21 7% 836.31
0.8 75 76.07 4% 2134.44
100 80.43 3% 2933.21
50 72.50 7% 1035.71
1.0 75 79.64 6% 1441.76
100 87.43 3% 2600.49
50 72.80 2% 3565.02
1.2 75 80.48 4% 1990.01
100 95.42 5% 1834.94
50 78.32 3% 2636.91
1.4 75 84.59 3% 2630.34
100 234.08 3% 7278.66
Sumber : Dokumentasi Pribadi

4.3 Contoh Perhitungan


1. Kekuatan Tarik Maksimum
Contoh perhitungan yang digunakan adalah pada tebal pelat 1.0 mm dengan arus
pengelasan sebesar 75 A.
𝑭
σ=
𝑨
Keterangan :
σ : Kekuatan Tarik Maksimum (N/mm2)
F : Gaya Maksimum (N)
A : Luas Permukaan Hasil Pengelasan (mm2)
36

𝑭
σ=
𝑨
𝟏𝟏𝟏𝟓,𝟎𝟎 𝑵
σ=
𝟏𝟑𝟔𝟖 𝒎𝒎𝟐
σ = 79,64 N/mm2

2. Regangan
Contoh perhitungan yang digunakan adalah pada tebal pelat 1.0 mm dengan arus
pengelasan sebesar 75 A.
𝜟𝑳
ε= x 100 %
𝑳
Keterangan :
Ε : Regangan (%)
𝜟𝑳 : Pertambahan Panjang (mm)
L : Panjangan awal (mm)


� x 100 %


ε=


𝟐,𝟕
𝟔𝟐
𝒎 x 100 %
ε=
𝟓𝟎
𝒎
𝒎
ε=𝟔 %

3. Modulus Young (E)


Contoh perhitungan yang digunakan adalah pada tebal pelat 1.0 mm dengan arus
pengelasan sebesar 75 A.

E=𝝈
𝜺
Keterangan :
E : Modulus young (N/mm2)

𝝈 : Kekuatan Tarik Maksimum (N/mm2)

𝜺 : Regangan (%)
37

E=𝝈
𝜺
𝟕𝟗,𝟔𝟒 𝐍/𝐦𝐦𝟐
E=
𝟔 %

E = 1441,76 N/mm2

4.4 Pembahasan
4.4.1 Pengukuran Luas Permukaan Daerah Pengelasan
Pada gambar di bawah ini dapat dibedakan hasil pengelasan setelah mengalami uji
tarik . Secara garis besar penambahan arus pengelasan yang diberikan menyebabkan
pembesaran rata – rata ukuran dari luasan hasil lasan.
Peningkatan ini disebabkan karena semakin lama waktu pengelasan yang dipakai,
maka semakin banyak pula heat input yang masuk dan semakin besar daya tembus dan
kemampuan untuk meleburkan logam yang akan berdifusi. Sehingga bagian dalam logam
yang melebur dan berdifusi juga semakin banyak . Dalam menghitung luas permukaan
daerah lasan ini digunakan software komputer, yaitu AutoDesk AutoCAD 2015. Langkah–
langkah dalam penggunaanya yaitu :
1) Membuka lembar kerja AutoCAD 2015, kemudian kemudian klik Format – Unit. Diatur
decimal dan Units to scale.

Gambar 4.1 Langkah Pertama Menentukan Luas Permukaan Pengelasan


Sumber : Dokumentasi Pribadi
38

2) Gambar yang akan diukur luas permukaan hasil pengelasannya di drag menuju lembar
kerja dengan ukuran sesuai aslinya.

Gambar 4.2 Langkah Kedua Menentukan Luas Permukaan Pengelasan


Sumber : Dokumentasi Pribadi

3) Lalu klik polyline dan sesuaikan garisnya dengan permukaan yang terkena pengelasan,
sehingga menjadi seperti gambar berikut ini.

Gambar 4.3 Langkah Ketiga Menentukan Luas Permukaan Pengelasan


Sumber : Dokumentasi Pribadi
39

4) Daerah yang diberi polyline kemudian di klik kanan-Properties. Sehingga didapatkan


luas daerahnya.

Gambar 4.4 Langkah Keempat Menentukan Luas Permukaan Pengelasan


Sumber : Dokumentasi Pribadi

Berikut ini adalah foto struktur makro dari hasil pengelasan dengan perbesaran 5x.
a. Ketebalan Pelat 0,8 mm

Arus Pengelasan 50 A Arus Pengelasan 75 A Arus Pengelasan 100 A


Gambar 4.5 Gambar Struktur Makro Hasil Pengelasan pada Ketebalan Plat 0,8 mm Sumber :
Dokumentasi Pribadi
40

b. Ketebalan Pelat 1 mm

Arus Pengelasan 50 A Arus Pengelasan 75 A Arus Pengelasan 100 A


Gambar 4.6 Gambar Struktur Makro Hasil Pengelasan pada Ketebalan Plat 1,0 mm
Sumber : Dokumentasi Pribadi

c. Ketebalan Pelat 1,2 mm

Arus Pengelasan 50 A Arus Pengelasan 75 A Arus Pengelasan 100 A


Gambar 4.7 Gambar Struktur Makro Hasil Pengelasan pada Ketebalan Plat 1,2 mm
Sumber : Dokumentasi Pribadi

d. Ketebalan Pelat 1,4 mm

Arus Pengelasan 50 A Arus Pengelasan 75 A Arus Pengelasan 100 A


Gambar 4.8 Gambar Struktur Makro Hasil Pengelasan pada Ketebalan Plat 1,4 mm
Sumber : Dokumentasi Pribadi
41

Semakin tebal pelat maka kekakuan pelat akan semakin bertambah, apabila semakin
kaku kemungkinan terjadi defleksi kecil. Selain itu semakin tebal pelat terjadi
kecenderungan nilai luasan daerah las bertambah. Hal ini dikarenakan jika semakin tebal
pelat maka membutuhkan panas yang lebih besar atau arus pengelasan yang lebih besar
untuk meleburkan logam agar berdifusi sedangkan arus pengelasan yang digunakan tetap
pada setiap pengujian yaitu 50 A, 75 A dan 100 A.
Pada hasil pengelasan diatas daerah HAZ dapat dilihat pada daerah lingkaran terluar
daerah las, daerah tersebut ditandai dengan pinggir kecoklatan akibat dari pengaruh panas.
Selain itu dari beberapa hasil pengelasan setelah mengalami pengujian tarik terdapat
beberapa sobekan yang membuat hasil pengelasan tidak terlihat sempurna, dikarenakan
ketika ditarik dari mesin tarik daya rekat daerah las yang lebih kuat.

4.4.2 Analisis Grafik Hubungan Arus Pengelasan dan Tebal Pelat terhadap
Kekuatan Tarik

240.00
220.00
200.00
180.00
Kekuatan Tarik (N/mm2)

160.00
140.00
120.00
Tebal 0,8 mm
100.00
Tebal 1,0 mm
80.00
Tebal 1,2 mm
60.00
Tebal 1,4 mm
40.00
20.00
0.00

50 75 100
Arus Pengelasan (Ampere)

Gambar 4.9 Grafik Hasil Kekuatan Tarik pada Stainless Steel A304 dengan Tebal Pelat 0,8
mm ; 1,0 mm ; 1,2 mm dan 1,4 mm terhadap Variasi Arus Pengelasan

Dapat dilihat bahwa pada grafik di atas kekuatan tarik akan meningkat diiringi dengan
meningkatnya arus pengelasan pada masing-masing ketebalan. Kekuatan tarik tertinggi
42

didapatkan pada tebal pelat 1,4 mm pada arus pengelasan 100 A dengan kekuatan tarik
sebesar 234,08 N/mm2. Sedangkan kekuatan tarik terendah didapatkan pada tebal pelat 0,8
mm pada arus pengelasan 50 A dengan kekuatan tarik sebesar 60,21 N/mm2. Pada dasar
teori dijelaskan bahwa nilai kekuatan tarik akan meningkat apabila arus pengelasannya
semakin besar dengan tebal pelat yang semakin besar pula.
Hal ini menunjukkan bahwa jika arus pengelasan terlalu rendah akan menyebabkan
sukarnya mencapai titik panas yang dibutuhkan sehingga panas yang terjadi tidak cukup
baik untuk melelehkan material pelat sehingga hasilnya menjadi rigi-rigi las yang kecil dan
penembusan kurang dalam. Maka untuk dapat memanaskan elektrode dan pelat yang dapat
menembus bahan dasar benda uji dengan baik dibutuhkan besaran arus pengelasan yang
semakin tinggi.
Pada rumus V = I.R dijelaskan bahwa jika kuat arus listrik (ampere) pada mesin las
semakin tinggi maka voltase (volt) juga akan semakin tinggi yang nantinya akan
mempengaruhi besarnyaheat input. Jika heat input semakin tinggi maka temperatur pada
daerah las akan semakin besar sehingga menyebabkan kekerasannya semakin meningkat.
Sehingga akan menghasilkan kekuatan tarik yang tinggi. Hal ini dapat dijelaskan dengan
rumus :
H = I2.R.t
Keterangan :
H = Panas yang dihasilkan (Joule)
I = Kuat Arus Listrik (Ampere)
R = Resistansi Listrik (Ohm)
t = Waktu Penekanan (sekon)

Dimana dengan arus pengelasan yang sama akan tetapi waktu penekanannya berbeda
akan mempengaruhi nilai heat input. Semakin lama waktu penekanan menyebabkan heat
input semakin besar pula. Apabila nilai heat input semakin besar maka nilai kekuatan tarik
akan semakin besar pula.
43

8000.00

7000.00
Modulus Young (N/mm2)

6000.00

5000.00
Tebal 0,8 mm
4000.00 Tebal 1,0 mm
Tebal 1,2 mm
3000.00 Tebal 1,4 mm

2000.00
1000.00

0.00
0 20 40 60 80 100 120
Arus Pengelasan (Ampere)

Gambar 4.10 Grafik Modulus Young pada Stainless Steel A304 dengan Tebal Pelat 0,8 mm
; 1,0 mm ; 1,2 mm dan 1,4 mm terhadap Variasi Arus Pengelasan

Modulus young (E) menjelaskan elastisitas tarik atau kecenderungan suatu benda
untuk berubah bentuk sepanjang sumbu ketika tegangan (stress) berlawanan diaplikasikan
sepanjang sumbu itu. Modulus young didefinisikan sebagai rasio tegangan dalam sistem
koordinat kartesius terhadap regangan sepanjang aksis jangkauan tegangan dimana Hukum
Hooke berlaku. Modulus young dirumuskan dengan :

E=𝝈
𝜺
Keterangan :
E : Modulus young (N/mm2)

𝝈 : Kekuatan Tarik Maksimum (N/mm2)

𝜺 : Regangan (%)

Grafik di atas menjelaskan tentang hubungan antara Modulus young terhadap variasi
arus pengelasan pada masing-masing tebal pelat. Semakin tinggi arus pengelasannya maka
semakin tinggi pula kekuatan tarik yang dimiliki oleh pelat. Hal ini menyebabkan semakin
44

tingginya Modulus young dari benda tersebut, karena kekuatan tarik dengan modulus young
adalah berbanding lurus.
Maka, dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa jika semakin besar tebal pelat
maka semakin besar pula arus pengelasan yang dibutuhkan untuk memanaskan elektrode
mesin las titik. Namun untuk menghasilkan kekuatan tarik (dimana dalam pengujian ini
adalah nilai tegangan (σ) dan regangan (ε)) yang optimal, proses pengelasan harus
disesuaikan dan memperhatikan standar hubungan kuat arus pengelasan dan tebal pelat
yang digunakan

4.4.3 Analisis Struktur Mikro


Berikut ini adalah foto struktur mikro dari hasil pengelasan titik pada tebal pelat 1,0
mm dengan perbesaran 100x :

(a) (b) (c)


Gambar 4.11 (a)Arus Pengelasan 50 A;(b)Arus Pengelasan 75 A;(c)Arus Pengelasan 100 A
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Selain pemanasan dan pendinginan besar butir struktur mikro dipengaruhi oleh
masukan panas, yang berarti dipengaruhi juga oleh arus las. Pengaruh arus las terhadap
ukuran butir struktur mikro di HAZ di perlihatkan pada perbandingan gambar di atas,
artinya makin tinggi arus las yang digunakan pada saat pengelasan, maka butiran struktur
mikro makin halus. Dengan butiran yang kasar maka kekuatan dan ketangguhan HAZ
menjadi rendah, sedangkan dengan arus pengelasan yang rendah maka masukan panas
tidak terlalu besar, nampak dari besar butiran yang terjadi, dengan demikian daerah
pengaruh las atau HAZ juga tidak terlalu luas, sehingga ketangguhan logam cukup baik.
Setiap logam didalamnya terjadi pertumbuhan atom yang teratur dan dari
pertumbuhan atom membentuk kristal yang kemudian membentuklah dedenrit. Apabila
45

pertumbuhan dedenrit ini saling bersentuhan satu dengan yang lain maka terbentuklah
butiran logam dan batas butiran. Butiran dan batas butiran akan berpengaruh terhadap;
kekerasan, kekuatan, harga impact (kegetasan), sifat magnetis, mampu permesinan,
mampu deep drawing, ketahanan, kekerasan, dan mampu lelah. Apabila pemberian
panas terhadap logam melewati suhu rekristalisasi logam, maka kristal-kristal baru
akan tumbuh membesar dengan melenyapkan kristal lama (cannibal fashion). Dengan
meningkat terus suhu pemanasan, kristal-kristal baru tumbuh terus membesar sehingga
akan didapatkan butiran kristal yang besar-besar. Dengan demikian dari hasil pengujian
struktur mikro ini menunjukkan bahwa hasil pengelasan titik Stainless Steel A304
dengan preheat pada arus pengelasan 50 A mempunyai butiran logam lebih halus
dibandingkan hasil pengelasan pengelasan titik Stainless Steel A304 dengan arus 75 A dan
100 A.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian dan analisa data, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Semakin tebal pelat yang digunakan maka semakin besar pula arus pengelasan yang
dibutuhkan untuk memanaskan elektrode. Namun untuk menghasilkan kekuatan tarik
yang optimal, proses pengelasan harus disesuaikan dan memperhatikan standar
hubungan kuat arus pengelasan dan tebal pelat yang digunakan.
2. Semakin besar arus pengelasan makan heat input yang masuk ke dalam material pelat
akan semakin besar, jika semakin besar heat input maka temperatur pada daerah las
akan semakin besar sehingga menyebabkan perubahan struktur dan butiran pada
daerah las yang menyebabkan kekerasannya meningkat dan tegangan juga meningkat.
3. Semakin tebal pelat terjadi kecenderungan nilai luasan daerah las bertambah. Hal ini
dikarenakan jika semakin tebal pelat maka membutuhkan panas yang lebih besar atau arus
pengelasan yang lebih besar untuk meleburkan logam agar berdifusi sedangkan arus
pengelasan yang digunakan tetap pada setiap pengujian yaitu 50 A, 75 A dan 100 A.
4. Semakin tinggi arus pengelasannya maka semakin tinggi pula kekuatan tarik yang dimiliki
oleh pelat. Hal ini menyebabkan semakin tingginya Modulus young dari benda tersebut,
karena kekuatan tarik dengan modulus young adalah berbanding lurus.
5. Semakin tinggi arus las yang digunakan pada saat pengelasan, maka butiran struktur mikro
makin kasar. Dengan butiran yang kasar maka kekuatan dan ketangguhan HAZ menjadi
rendah, sedangkan dengan arus pengelasan yang rendah maka masukan panas tidak terlalu
besar, nampak dari besar butiran yang terjadi, dengan demikian daerah pengaruh las atau
HAZ juga tidak terlalu luas, sehingga ketangguhan logam cukup baik.

5.2 Saran
Adapun saran yang perlu diperhatikan untuk penelitian selanjutnya adalah:
1. Pengelasan yang dilakukan sebaiknya lebih teliti agar elekrode yang masuk ke daerah
titik pengelasan merata sehingga menghasilkan kekuatan tarik yang lebih baik.
2. Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian
tentang pengelasan ini agar dapat mendapatkan hasil lasan yang lebih baik lagi seiring

47
48

dengan perkembangan teknologi.


3. Perlu ditambahkan inspeksi pada hasil pengelasan untuk mengetahui hasil las sudah
sesuai dengan spesifikasi, karena cacat las yang terjadi akibat kesalahan pada proses
pengelasan akan mempengaruhi data dari proses pengujian.
DAFTAR PUSTAKA

Amsted, B.H.Sriati Djapri (Alih Bahasa).1995. Teknologi Mekanik. Edisi Ke-7 Jilid 1. PT
Erlangga: Jakarta.

ASME IX. 2001. Standard of Welding Test. Phio:USA.

Denis,Erry.2010. Tugas Akhir : Pengaruh Variasi Waktu dan Tebal Plat pada Las Titik
terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las Baja Karbon Rendah.
Universitas Muhammadiyah Surakarta : Surakarta.

Dieter, Georger. 1993. Metalurgi Mekanik. Jilid I, Edisi ke-3. PT Erlangga : Jakarta.

Diyatmoko, H, . 2004. Penelitian Tentang Pengaruh Waktu dan Penekanan Pengelasan


Titik pada Baja Tahan Karat AISI 430 terhadap Struktur Mikro, Nilai Kekerasan,
dan Nilai Kekuatan Gesernya. Jurnal Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret :
Surakarta.

Faisal. 2007. Tugas Akhir : Meneliti tentang Pengaruh Ketebalan Plat dan Jumlah Nugget
pada Pengelasan Titik (Spot Welding) pada ST 37 terhadap Kekuatan Mekanik
Berupa Kekuatan Tarik dengan Metode Tarik dan Kekerasan. Universitas
Muhammadiyah Surakarta : Surakarta.

Hidayat, S. N,. 2006. Tugas Akhr : Pengaruh Jenis Elektroda Las terhadap Kekuatan
Sambungan pada Baja Stainless Steel, Universitas Muhammadiyah Surakarta :
Surakarta.

Kahraman, N., 2005. The Influence of Welding Parameter on The Joint Strength of
Resistence Spot-Welding Titanium Sheet. SPE Jurnal (November 2005).

Koicho Ohno,. 2009. Kestabilan Kimia dan Kereaktifan Gas Mulia. Jurnal Nasional.

Shamsul, J.B. dan Hasyam, M.M,. 2007. Penelitian tentang Hubungan Diameter Nugget
dan Arus Listrik pada Pengelasan Titik Baja Stainless Steel 304 dan Pengaruh
Besar Arus Listrik pada Distribusi Kekerasan Mikro. Jurnal Teknik Mesin
Universitas Hasanudin : Makasar.

Surdia, T. dan S, Saito. 1991. Pengetahuan Bahan Teknik. PT Pradnya Paramita : Jakarta.

Susanto, T. A,. 2006. Tugas Akhir : Pengaruh Penggunaan Jenis Fluks Pembungkus
terhadap Kekuatan Tarik pada Baja ST 37 dengan Kampuh X, Universitas
Muhammadiyah Surakarta : Surakarta.

Sriwidharto. 1987. Petunjuk Kerja Las. PT Pradnya Paramita : Jakarta.

Sydney, H.A,. 1974. Introduction to Physical Metalurgi. Mc Graw Hill Inc.


Vlack, V,. 1994. Ilmu dan Teknologi Bahan. Terjemahan Sriati Djaprie. Cetakan ke-4 . PT
Erlangga : Jakarta.

Wiryosumarto, H dan Okumura, T. 1981. Teknologi Pengelasan Logam. PT Pradnya


Paramita : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai