SKRIPSI
Disusun Oleh :
RIAN ARIEZALDY
15310029
i
i
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah
melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada kita, sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu, yang di beri Judul “ANALISIS
KEMIRINGAN LERENG TERHADAP DISTRIBUSI DAN KETEBALAN
BIJIH NIKEL LATERIT PT. TAMBANG BUMI SULAWESI ”
Tujuan dari penyusunan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk
bisa menempuh ujian sarjana pendidikan pada Fakultas Teknologi Sumber Daya
Alam Program Studi Teknik Pertambangan Institut Teknologi Yogyakarta (ITY).
Didalam pengerjaan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang sangat
membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, disini penulis sampaikan rasa terima
kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Allah SWT yang telah memberi kelancaran, kemudahan, kekuatan dan
kesehatan sehingga penulis dapat mengerjakan proposal skripsi ini.
2. Hj. Warniningsih S.T.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Teknologi
Sumber Daya Alam Institut Teknologi Yogyakarta dan sekaligus
selaku Dosen Pembimbing I dalam membimbing pengerjaan proposal
skripsi penulis
3. Ika Arsi Anafiati S.T.,M.Sc selaku Ka Prodi Teknik Pertambangan
Institut Teknologi Yogyakarta, sekaligus Dosen Pembimbing II dalam
memberi arahan pada pengerjaan proposal skripsi penulis .
4. Dosen Teknik Pertambangan Institut Teknologi Yogyakarta yang telah
menjadi motivator penulis dalam seluruh rangkaian pengerjaan
proposal skripsi ini.
5. Orang tua tercinta yang telah banyak memberikan doa dan dukungan
kepada penulis secara moril maupun materil hingga skripsi ini dapat
selesai.
6. Kakak Tercinta Chandra Ariezaldy S.T yang memberikan penulis
wadah untuk menyelesaikan studi akhir proposal ini dan adik tercinta
i
ii
juga anggota keluarga dan kerabat yang senatiasa memberikan doa dan
dukungan semangat kepada penulis.
7. HMTP-ITY yang dimana menjadi landasan penulis mengembangkan
diri serta pembuka semangat dalam pengerjaan proposal skripsi ini.
8. Perkumpulan kegiatan kampus Institut Teknologi Yogyakarta “ BEM
ITY MEMBUMI, ITY CUP 2016, KONGRES MAHASISWA dan
KKN ITY 2018.
9. Saudara seperjuangan rantau “ Ajis, Relky, Yusril, Ika, Devi, Upri,
Prat” yang selalu member semangat.
10. Sahabat dan rekan seperjuangan tercinta yang tiada henti memberi
dukungan dan motivasi kepada penulis.
11. Inisial “IP” yang sabar menjadi tempat kekesalan dikala penulis mulai
goyah dan hilang arah, sekaligus menjadi penyemangat terbesar.
12. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi
ini yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya.
Penulis
i
v
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................v
DAFTAR TABEL...............................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................viii
INTISARI.............................................................................................................ix
ABSTRACT...........................................................................................................x
BAB I......................................................................................................................1
BAB II....................................................................................................................7
v
2.4. Hipotesa..........................................................................................................19
BAB III.................................................................................................................21
BAB IV.................................................................................................................26
5.1. Kesimpulan....................................................................................................55
3.2. Saran...............................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................57
LAMPIRAN.........................................................................................................59
v
i
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
v
ii
Gambar 4.12. Peta Distribusi lubang bor blok 2 Desa Pununu ......................
38
Gambar 4.13. profil pembentukan Laterit berdasarkan kemiringan lereng 39
Gambar 4.14. Peta Kelas Lereng Pada Topografi Blok 1 ............................... 40
Gambar 4.15. Peta Kelas Lereng Pada Topografi Blok 2 ............................... 41
Gambar 4.16. Sayatan Pada Arcgis pada Blok 1 Desa Pangkalaero ............. 42
Gambar 4.17. Sayatan Pada Arcgis pada Blok 2 Desa Puununu ................... 43
Gambar 4.18. Profil lereng blok 1 berdasarkan Cross Section Surpac ......... 44
Gambar 4.19. Profil lereng blok 2 berdasarkan Cross Section Surpac ......... 44
Gambar 4.20. Core Box hasil Drill Report pada welsite lubang box ............. 45
Gambar 4.21. Peta Sebaran Nikel Laterit pada Topografi Blok 1 .................
46
Gambar 4.22. Peta Sebaran Nikel Laterit pada Topografi Blok 2 .................
47
Gambar 4.23. Distribusi Nikel Laterit Blok 1 Desa Pangkalaero .................. 48
Gambar 4.24. Distribusi Nikel Laterit Blok 2 Desa Puununu ........................ 49
Gambar 4.25. Peta Geologi Pulau Kabaena ..................................................... 28
Gambar 4.26. Profil ketebalan Zona Laterit Blok 1 Desa Pangkalaero ........ 52
Gambar 4.27. Kondisi Vegetasi pada Blok 2 Desa Puununu .......................... 53
ANALISIS KEMIRINGAN LERENG TERHADAP DISTRIBUSI DAN
KETEBALAN BIJIH NIKEL LATERIT PT. TAMBANG BUMI
SULAWESI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI
SUMBERDAYA ALAM INSTITUT TEKNOLOGI YOGYAKARTA
INTISARI
Kemiringan lereng sangat berpengaruh terhadap penyebaran bijih Nikel
Laterit. Hal ini disebabkan karena air yang membawa nikel terlarut akan sangat
berperan dan pergerakan ini dikontrol oleh topografi. Lokasi PT. Tambang Bumi
Sulawesi (TBS) terletak di Desa Pangkalaero Kecamatan Kabaena Selatan,
Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara. Maksud dan tujuan penelitian
ini adalah mengidentifikasi kondisi laterit terhadap pengaruh kemiringan lereng
untuk penyebaran Nikel Laterit dan menentukan ketebalan bijih Nikel Laterit
v
iii
berdasarkan hasil korelasi lubang Bor antara Blok 1 dan blok 2 pada PT. Tambang
Bumi Sulawesi.
Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah data Litologi dan Topografi di
lokasi penelitian PT. Tambang Bumi Sulawesi di Kabaena Selatan dan Daerah
pengaruh penyebaran nikel dengan menentukan ketebalan bijih Nikel Laterit pada
blok 1 dan blok 2 di lokasi penelitian berdasarkan korelasi lubang bor. Teknik
pengumpulan data mencatat keadaan yang terjadi, melakukan wawancara,
mengumpulkan data explorasi PT. TBS dan Mengumpulkan sampel.
Identifikasi penyebaran nikel laterit pada daerah penelitian dilakukan dengan
metode Report ( Drill Recovery ) untuk mengambil data core box. Perbedaan
ketebalan dan kelas kemiringan lereng untuk sebaran Nikel laterit antara blok 1
dan blok 2 sangat berbeda dengan perbandingan blok 1 ketebalan hingga lebih
dari >20 meter sedangkan untuk blok 2 ketebalannya kurang dari <20 meter.
Sehingga kenyataannya kondisi kedua blok tersebut tidak Homogen dan
penentuan pemilihan Metode Penambangan masih dilakukan pemilihan bukaan.
ABSTRACT
The slope is very influential on the spread of Laterite Nickel ore. This is because
water carrying dissolved nickel will play a big role and this movement is
controlled by topography. Location of PT. Tambang Bumi Sulawesi (TBS) is
located in Pangkalaero, Kabaena Selatan, Bombana Regency, Province Of
Southeast Sulawesi. The purpose and objective of this study is to identify the
condition of laterites to the effect of slope for the distribution of Laterite Nickel
and determine the thickness of Laterite Nickel ore based on the results of the
correlation of the drill hole between Block 1 and Block 2 at PT. Tambang Bumi
Sulawesi.
i
x
The objects examined in this study are lithology and topography data at the
research location of PT. Sulawesi Earth Mine in South Kabaena and Regions
influence the spread of nickel by determining the thickness of Laterite Nickel ore
in block 1 and block 2 at the study site based on the correlation of the borehole.
Data collection techniques record the conditions that occur, conduct interviews,
collect exploration data PT. Tambang Bumi Sulawesi and Collect samples.
Identification of the spread of laterite nickel in the study area is carried out by the
Report (Drill Recovery) method to retrieve core box data. The difference in
thickness and grade of slope for the distribution of laterite nickel between block 1
and block 2 is very different from the ratio of block 1 thickness up to >20 meters
while for block 2 the thickness is under <20 meters. So in reality the conditions of
the two blocks are not homogen and the determination of the selection of mining
methods is still carried out by the selection of openings.
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penghasil nikel terbesar kedua dunia setelah
Rusia yang memberikan sumbangan sekitar 15% dari jumlah produksi nikel dunia
pada tahun 2010. Pulau Kabaena adalah salah satu pulau di wilayah Kabupaten
Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara penghasil nikel di Indonesia. Pulau dengan
luas daratan sekitar 873 km² terdiri dari 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Kabaena,
Kabaena Barat, Kabaena Timur, Kabaena Selatan, Kabaena Utara, dan Kecamatan
Kabaena Tengah (Badan Pusat Statistik Bombana, 2016).
PT. Tambang Bumi Sulawesi (TBS) Termasuk perusahaan dengan potensi
sebaran nikel yang sangat besar dimana merupakan perusahaan tambang nikel
laterit yang berlokasi di tiga Desa Pangkalero, Desa Pununu dan Desa Batuawu
Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara
dengan Izin Usaha Pertambanagan (IUP) memiliki luas lahan 1533 Ha. Metode
penambangan yang diterapkan PT. Tambang Bumi Sulawesi (TBS) adalah
selective mining, yaitu suatu metode penambangan dimana dilakukan pemisahan
antara over burden dan ore secara langsung di pit/tambang untuk menentukan
distribusi ketebalan bijh nikel laterit dengan spesifikasi kadar Ni 1,4%.
Nikel laterit merupakan sumber bahan tambang yang sangat penting. Endapan
nikel laterite terbentuk dari hasil pelapukan yang Dari batuan induk dari jenis
ultrabasa. Mineral ini umumnya terbentuk pada wilayah yang beriklim tropis
sampai sub-tropis. Negara-negara yang kebanyakan mengandung nikel laterite
diantaranya, Philipina, Indonesia, Columbia dan Australia (Edi, 2013).
Batuan induk dari endapan Nikel Laterite adalah batuan ultrabasa yaitu
harzburgite (peridotit yang kaya akan unsur orthopiroksen), dunit dan jenis
peridotit lainnya, Nikel dengan kadar yang cukup baik umumnya mengandung
mineral Garnierite (max. Ni 40%). Ni terlarut (leached) dari fase limonite (Fe
Oxyhydroxide) dan terendapkan bersama mineral silicate hydrous atau
mensubtitusi unsure Mg pada serpentinite yang teralterasi (Pelletier,1996).
Kemiringan lereng sangat berpengaruh terhadap penyebaran bijih Nikel
Laterit. Hal ini disebabkan karena air yang membawa nikel terlarut akan sangat
berperan dan pergerakan ini dikontrol oleh topografi. Secara kualitatif pada lereng
dengan derajat tinggi (curam) maka proses pengayaan akan sangat kecil atau tidak
ada sama sekali karena air pembawa Ni akan mengalir. Bila proses pengayaan
kecil maka pembentukan bijih (ore) juga akan kecil (tipis), sedangkan pada daerah
1
dengan lereng sedang / landai proses pengayaan umumnya berjalan dengan baik
karena run off kecil sehingga ada waktu untuk proses pengayaan, dan umumnya
ore yang terbentuk akan tebal (Eltrit, 2014).
Semakin besar persen lereng (kemiringan) suatu daerah maka ketebalan
endapan yang terbentuk akan semakin tipis, sebaliknya bila besar persen lereng
suatu daerah lebih kecil (landai) maka ketebalan endapan yang terbentuk akan
semakin besar (tebal). Sementara kondisi kemiringan lereng yang paling ideal
sebagai tempat pembentukan endapan nikel laterit berada pada daerah dengan
kemiringan lereng yang sedang, artinya tidak terlalu landai dan juga tidak terlalu
terjal (antara 8% - 15%).
Dalam penelitian ini, dianggap perlu dilakukan mine exploring untuk
mendapatkan sebaran Ni pada klasifikasi kemiringan Lereng yang terdapat pada
tiap blok. Maka dari itu peneliti mengumpulkan data untuk distribusi perencanaan
penambangan pada PT. TBS dalam menentukan metode penambangan untuk blok
berikutnya.
1.2.Perumusan Masalah
a. Apa pengaruh kemiringan lereng terhadap sebaran bijih Nikel Laterit pada
PT. Tambang Bumi Sulawesi ?
b. Perbandingan ketebalan bijih Nikel Laterit antara blok 1 dan blok 2 pada
lokasi IUP PT. Tambang Bumi Sulawesi ?
1.3.Keaslian Penelitian
3
Eltrit Bima
dkk, Identifikasi Sebaran Nikel Dari hasil uraian dan pembahasan, maka hasil
Fitria Laterit Dan Volume Bijih penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
2014 Nikel Daerah Anoa 1. Berdasarkan peta distribusi nikel (Ni) pada lapisan
Menggunakan Korelasi Data limonit dan saprolit, penyebaran kadar nikel (Ni)
Bor dipengaruhi oleh bentuk topografi dan kemiringan
lereng. Semakin besar kemiringan lereng maka
ketebalan endapan Ni yang terbentuk akan semakin
tipis. Sebaliknya, bila kemiringan lereng sedang
sampai landai maka endapan yang terbentuk akan
lebih tebal.
2.Berdasarkan hasil perhitungan volume bijih nikel
(Ni) pada lapisan limonit dan saprolit dengan
menggunakan metode Influence, maka diperoleh
total volume bijih nikel dari 160 lubang bor sebesar
2.913.682 m
Rian Analisis kemiringan lereng Pengaruh Kemiringan lereng terhadap sebaran Nikel
Ariezaldy terhadap distribusi dan Laterit tergantung kepada persentasi kemiringan
ketebalan bijih nikel laterit lereng. Dimana kemringan lereng yang curam
2018 PT. Tambang bumi sulawesi kemungkinan untuk pembentukan endapan bijih
1.4.Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah :
a. Mengidentifikasi kondisi laterit terhadap pengaruh kemiringan lereng
untuk penyebaran Nikel Laterit.
b. Menentukan ketebalan bijih Nikel Laterit berdasarkan hasil korelasi
lubang Bor antara Blok 1 dan blok 2 pada PT. Tambang Bumi
Sulawesi.
4
Gambar 1.1. Peta Kesampaian Daerah Penelitian PT. Tambang Bumi Sulawesi
Adapun manfaat yang bisa didapatkan dari hasil penelitian ini serta penunjang
pengembangan ilmu khususnya di bidang keilmuan yaitu :
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
5
pembentukan yang berbeda akibat perbedaan kemiringan topografi. Hubungan
persen lereng dengan ketebalan zona endapan laterit memperlihatkan bahwa
ketebalan zona limonit akan berbanding terbalik dengan kondisi kemiringan
topografi. Hal ini dikarenakan oleh aktivitas utama yang terjadi pada daerah
dengan kemiringan topografi terjal adalah pengikisan (erosi) sehingga unsur-unsur
penyusun limonit tidak akan terakumulasi melainkan tererosi sehingga zona
limonit tidak akan terbentuk. Kondisi yang sama terjadi pada LSOZ dan HSOZ
dimana ketebalan zona ini akan berbanding terbalik dengan kondisi kemiringan
topografi. Ada beberapa parameter yang digunakan untuk membandingkan
proses-proses yang terjadi pada lereng yang berbeda, yaitu :
Pada proses pengayaan nikel, air yang membawa nikel terlarut akan sangat
berperan dan pergerakan ini dikontrol oleh topografi. Secara kualitatif pada lereng
dengan derajat tinggi (curam) maka proses pengayaan akan sangat kecil atau tidak
ada sama sekali karena air pembawa Ni akan mengalir. Bila proses pengayaan
kecil maka pembentukan bijih (ore) juga akan kecil (tipis), sedangkan pada daerah
dengan lereng sedang / landai proses pengayaan umumnya berjalan dengan baik
karena run off kecil sehingga ada waktu untuk proses pengayaan, dan umumnya
ore yang terbentuk akan tebal. Akibat lereng yang sangat curam maka erosi yang
terjadi sangat kuat hingga mengakibatkan zona limonit dan saprolit tererosi. Hal
ini dapat terjadi selama proses lateritisasi atau setelah terbentuknya zona diatas
batuan dasar bedrock (Syafrizal dkk, 2009).
7
2.1.2. Nikel ( Ni )
Nikel adalah unsur paduan utama dari stainless steel, dan mengalami
pertumbuhan yang sangat cepat seiringan dengan peningkatan permintaan
stainless steel. Saat ini lebih dari 65% nikel digunakan dalam industri stainless
steel, dan sekitar 12% digunakan dalam industri manufaktur super alloy atau
nonferrous alloy (Moskalyk, 2002).
a. Nikel Laterit
Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik.
Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik
tersingkap di permukaan bumi (Syafrizal dkk, 2011). Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan Nikel Laterit adalah :
a. Batuan asal
b. Iklim
c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi
d. Struktur
e. Topografi
f. Waktu
b. Endapan Nikel Laterit
Nikel laterite terbentuk baik pada mineral jenis silicate atau oxide. Kemiripan
radius ion Ni2+ dan Mg2+ memungkinkan substitusi ion diantara keduanya.
Umumnya, mineral bijih dari jenis hidrous silicate seperti talc, smectite, sepiolite,
dan chlorite terbentuk selama proses metamorphisme temperature rendah dan
selama proses pelapukan dari batuan induk. Umumnya, mineral – mineral tersebut
mempunyai variasi ratio Mg dan Ni. Mineral garnierite dari jenis silikat
mempunyai ciri poor kristalin, tekstur afanitik, dan berstuktur seperti serpentinite
(Brindley, 1978).
Pelapukan kimia pada batuan ultra mafik kompleks ofiolit menghasilkan Mg,
Fe, Ni yang larut (leached), Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel
silika yang sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai
ferri-hydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit,
dan haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta
unsur cobalt dalam jumlah kecil. Nikel terlarut (leached) akan terendapkan
bersama mineral silica hydrous atau mensubtitusi unsur Mg.
Unsur Ni tersebut hanya mengalami pemisahan dan pengumpulan akibat
proses Hydrothermal. Proses ini berlangsung dalam waktu relatif lama sedang
proses selanjutnya adalah proses Laterisasi, ini condong kepada pelapukan yang
8
bercirikan adanya akumulasi dari Oksida besi dan Alumina, sedangkan silika dan
komponen lain mengalami “Leaching”. Proses kimia dan fisika dari udara,air dan
pergantian panas dingin yang bekerja continue, menyebabkan dekomposisi dan
desintegrasi pada batuan menjadi tanah Laterit, mineral Olivin dan Piroksen
sebagai mineral utama pembentuk batuan Peridotit sangat tidak stabil terhadap
proses pelapukan. Pada pelapukan kimia khususnya, air merupakan pelarut
supergen yang baik, disebabkan karena strukutr molekul “Dipol”. Air tanah kaya
akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan yang
menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (Piroksen,Olivin) pada batuan
Ultrabasa, menghasilkan Fe, Mg, Nikel yang larut. Di dalam larutan Fe teroksidasi
dan mengendap sebagai Hydroksida, akhirnya membentuk mineralmineral seperti
Goetit Limonit dan Hematit di dekat permukaaan (Golightly, 1979).
Endapan ferrihidroksida ini akan menjadi reaktif terhadap air, sehingga
kandungan air pada endapan tersebut akan mengubah ferrihidroksida menjadi
mineral-mineral seperti goethite (FeO(OH)), hematit (Fe2O3) dan cobalt.
Mineralmineral tersebut sering dikenal sebagai “besi karat”. Endapan ini akan
terakumulasi dekat dengan permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan
silika akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun selama suplai air
yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan
proses pelapukan dan leaching. Unsur Ni sendiri merupakan unsur tambahan di
dalam batuan ultrabasa. Sebelum proses pelindihan berlangsung, unsur Ni berada
dalam ikatan serpentine group. Rumus kimia dari kelompok serpentin adalah X 2-3
SiO2O5(OH)4, dengan X tersebut tergantikan unsur-unsur seperti Cr, Mg, Fe, Ni,
Al, Zn atau Mn atau dapat juga merupakan kombinasinya.
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, berupa kekar, maka Ni
yang terbawa oleh air turun ke bawah, dan akan terkumpul di zona air sudah tidak
dapat turun lagi dan tidak dapat menembus bedrock (Harzburgit). Ikatan dari Ni
yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk mineral garnierit
dengan rumus kimia (Ni,Mg) Si4O5 (OH)4.
Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka yang akan terjadi
adalah proses pengkayaan supergen (supergen enrichment). Zona pengkayaan
supergen ini terbentuk di zona saprolit. Dalam satu penampang vertikal profil
laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu, hal tersebut
dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah, terutama dari
perubahan musim. Dibawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi
primer yang tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang
9
sering disebut sebagai zona Hipogen, terdapat sebagai batuan induk yaitu batuan
Harzburgit (Fitrian, 2011).
a. Zona limonit
Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa.
Komposisinya meliputi oksida besi yang dominan, geothit dan
magnetit. Ketebalan lapisannya rata-rata 8-15 meter. Kemunculan
bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan
atau hampir tidak ada.
b. Zona saprolit
Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa
oksida besi, serpentin sekitar <0.4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan
asal yang masih terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 meter.
c. Zona bedrock
Zona ini merupakan bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas
bongkah yang lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar)
dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis.
10
Gambar 2.4. Zona Endapan Nikel Laterit
2.1.3. Laterit
Istilah Laterit berasal dari bahasa latin yaitu later, yang artinya bata (membentuk
bongkah-bongkah yang tersusun seperti bata yang berwarna merah bata).
(Guilbert, 1986). Laterisasi adalah proses pelapukan kimia pada kondisi iklim
yang lembab (tropis) yang berlangsung pada waktu yang lama dengan kondisi
tektonik yang relatif stabil, membentuk formasi lapisan regolit yang tebal dengan
karakteristik yang khas (Golightly, 1979) :
a. Pengubahan mineral utama dan pelepasan beberapa komponen kimia.
b. Pencucian komponen-komponen mobile.
c. Pengumpulan residual komponen-komponen tidak mobile atau tidak
larut.
d. Pembentukan formasi mineral baru yang lebih stabil dalam lingkungan
pengendapan.
Air tanah yang kaya akan CO2, berasal dari udara luar dan tumbuhan, akan
menghancurkan olivine. Penguraian olivine, magnesium silika dan besi silika ke dalam
larutan cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel-partikel silika. Di
dalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai
ferrihidroksida.
Endapan ferrihidroksida ini akan menjadi reaktif terhadap air, sehingga
kandungan air pada endapan tersebut akan mengubah ferrihidroksida menjadi
mineral-mineral seperti goethite (FeO(OH)), hematit (Fe2O3) dan cobalt.
Mineral-mineral tersebut sering dikenal sebagai “besi karat”.
11
Endapan ini akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah, sedangkan
magnesium, nikel dan silika akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak
turun selama suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian
proses ini merupakan proses pelapukan dan leaching. Unsur Ni sendiri merupakan
unsur tambahan di dalam batuan ultrabasa. Sebelum proses pelindihan
berlangsung, unsur Ni berada dalam ikatan serpentine group. Rumus kimia dari
kelompok serpentin adalah X2-3 SiO2O5(OH)4, dengan X tersebut tergantikan
unsur-unsur seperti Cr, Mg, Fe, Ni, Al, Zn atau Mn atau dapat juga merupakan
kombinasinya.
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, berupa kekar, maka Ni yang
terbawa oleh air turun ke bawah, dan akan terkumpul di zona air sudah tidak dapat
turun lagi dan tidak dapat menembus bedrock (Harzburgit). Ikatan dari Ni yang
berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk mineral garnierit dengan
rumus kimia (Ni,Mg) Si4O5 (OH)4. Apabila proses ini berlangsung terus
menerus, maka yang akan terjadi adalah proses pengkayaan supergen (supergen
enrichment). Zona pengkayaan supergen ini terbentuk di zona saprolit. Dalam satu
penampang vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih
dari satu, hal tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu
berubahubah, terutama dari perubahan musim. Dibawah zona pengkayaan
supergen terdapat zona mineralisasi primer yang tidak terpengaruh oleh proses
oksidasi maupun pelindihan, yang sering disebut sebagai zona Hipogen, terdapat
sebagai batuan induk yaitu batuan Harzburgit.
Salah satu faktor yang berperan dalam proses laterisasi adalah morfologi dan
topografi, Bentuk morfologi suatu daerah sangat dipengaruhi oleh bentuk
morfologi bawah permukaan khususnya morfologi batuan dasarnya. Umumnya
bijih (ore) terdapat pada zona saprolit dan sebagian kecil pada zona limonit, hal ini
tergantung dari kadar yang terkandung pada zona tersebut. Dimana dalam laterit
ini nantinya dapat ditentukan seberapa tebal bijih (ore) yang terdapat dalam laterit
tersebut (Eltrit, 2014).
12
t1 + t2 + t3……….tn
Dimana :
Cav = Ketebalan Rata-rata
C = Ketebalan Ni
t = Ketebalan Bijih.
Semua blok pada lubang bor mempunyai luas yang hampir sama. Untuk
perhitungan ketebalan bijih, peneliti mengumpulkan data setiap lubang bor dengan
pengukuran ketebalan material melalui penampang lubang bor explorasi.
V = A.t
Dimana :
V = Volume daerah pengaruh
(m3) A = Luas daerah pengaruh
(m2) t = Tebal bijih (m)
13
Gambar 2.5. Metode Area Of Influence
Luas blok dihitung berdasarkan segi empat yang terbentuk dari daerah
pengaruh yaitu batas luar dari daerah pengaruh suatu titik bor yang merupakan
setengah dari spasi titik bor. Besar volume ditentukan untuk mengetahui seberapa
besar cadangan bijih nikel pada PT. Tambang Bumi Sulawesi sehingga dapat
dilakukan penambangan.
2.2. Landasan Teori
Pengaruh Kemiringan lereng terhadap sebaran Nikel Laterit bergantung
kepada persentasi kemiringan lereng. Persentase kemiringan lereng yang curam
berkisar pada 16% - 35% kemungkinan untuk pembentukan endapan bijih sangat
kecil, dikarenakan pembawaan zona pengayaan proses pembentukan yang terjadi
tidak homogen dengan yang kemiringan lereng dengan topografi landai dengan
persentase kemiringan lereng 8% - 15% pembentukan endapan bijih nikelnya
sangat besar karena proses pengayaan yang sangat ideal.
14
Gambar 2.6. Penampang Tegak Endapan Nikel Laterit
Data korelasi lubang bor explorasi yang diambil yaitu antara topografi
rendah sampai topografi tinggi berdasarkan peta lokasi penelitian dengan keadaan
lereng yang berbeda. Data lubang bor yang diambil berupa kedalaman, luas antar
lubang bor, jarak antar penampang atas dan penampang bawah, jarak antara
lubang bor dan koordinat. Ketika hasil telah dianalisa maka dapat ditemukan
15
perbedaan sebaran antara blok 1 dan blok 2, apakah endapan Nikel Laterit di
kedua blok tersebut sama atau berdeda. Jika hasil yang didapatakan berbeda maka
dapat disimpulkan bahwa blok 1 dan blok 2 sebaran Nikel Lateritnya heterogen
atau tidak sama.
NIKEL LATERIT
16
Gambar 2.8. Diagram Alir Kerangka Berpikir Penelitian
2.4. Hipotesa
Pengaruh Kemiringan lereng terhadap sebaran Nikel Laterit tergantung
kepada persentasi kemiringan lereng. Dimana kemringan lereng yang curam 16%
- 35% kemungkinan untuk pembentukan endapan bijih sangat kecil, dikarenakan
pembawaan zona pengayaan proses pembentukan yang terjadi tidak homogen
dengan yang kemiringan lereng dengan topografi landai dengan persentase
kemiringan lereng 8% - 15% pembentukan endapan bijih nikelnya sangat besar
karena proses pengayaan yang sangat ideal.
Sedangkan untuk Distribusi ketebalan Ni melalui sebaran lubang bor akan
didapatkan volume Ni antara blok 1 dan blok 2 dari pengambilan data lubang bor
yang kemudian dianalisis apakah sebaran Ni dikedua blok tersebut homogen dan
didapatkan jumlah cadangan yang ideal sehingga dapat dilakukan proses
penambangan.
17
BAB III
METODE
PENELITIAN
18
- Sepatu Safety - Rompi
- Kacamata - Masker
- Helm Safety
b) Alat Tulis
c) GPS
d) Peta dan Kompas
e) Kamera
f)Meteran Bahan :
a) Microsoft Excel
b) ArcGis
c) Surpac
3.5.Tahapan Penelitian
1. Tahapan persiapan
a) Studi literatur
b) Pengurusan ijin penelitian
c) Pengenalan lokasi penelitian
2. Tahapan pelaksanaan
a) Pengumpulan data sekunder berupa :
- Peta Topografi PT. Tambang Bumi Sulawesi
- Kondisi Blok 1 dan Blok 2 lokasi penelitian
- Peta Sebaran Lubang Bor PT. Tambang Bumi Sulawesi
- Peta geologi PT. Tambang Bumi Sulawesi
b) Meneliti lokasi yang telah di tentukan untuk pengambilan data.
c) Penyusunan data primer berupa :
- Pengambilan data topografi blok 1 dan blok 2
- Pengamatan Litologi daerah penelitian
- Menganalisis persentase kemiringan Blok 1 dan 2
- Pengambilan titik koordinat Blok 1 dan 2
- Pengambilan titik koordinat lubang bor
- Pengukuran jarak antar lubang bor
- Pengukuran ketebalan material penampang lubang bor
19
korelasi lubang bor blok 1 dan 2 pada excel untuk mendapatkan
ketebalan dan volume total pada setiap blok.
STUDI LITERATUR
PENGUMPULAN DATA
PERHITUNGAN Dan
PEMODELAN SOFTWARE
HASIL
Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan yaitu pengolahan data primer
dan sekunder berupa perhitungan excel untuk mendapatkan volume dan ketebalan
bijih rata-rata, pemetaan topografi blok 1 dan 2 menggunakan (ArcGis) pemodelan
penyebaran lubang bor blok 1 dan 2, pemodelan penampang lubang bor
mengunakan (Surpac) dan pemodelan sebaran bijih Ni pada blok 1 dan 2 dimana
20
hasil yang akan didapatkan menjadi literatur peneliti apakah distribusi sebaran Ni
pada blok 1 dan 2 PT. Tambang Bumi Sulawesi itu homogen dan ideal untuk
selanjutnya dilakukan penambangan.
Tahap Persiapan
Seminar
Ujian Pendadaran
21
BAB IV
Dari data penyelidikan explorasi IUP PT. Tambang Bumi Sulawesi dengan
luas keseluruhan 1533 Ha. Dalam proses penambangan pada perusahaan ini
dilakukan dengan metode Selective Mining yaitu pemilihan bukaan pit untuk
setiap blok. Hal ini karena kondisi litologi pada Pulau Kabaena dimana dari proses
morfologi maupun vegetasi menpengaruhi proses laterisasi di daerah tersebut.
Struktur geologi di daerah penyelidikan terdapat sesar geser dan sesar naik
mengacu kepada peta geologi lembar Kolaka (Simandjuntak dkk. 1993). Arah
sesar-sesar tidak beraturan. Sesar naik menjadi batas dari tiap litologi, sedangkan
sesar geser lebih mengontrol pengendapan batuan. Sesar-sesar ini hanya
memotong batuan Pra Tersier. Batuan Tersier tidak terpengaruh oleh kahadiran
sesar tersebut. Jurus lapisan batuan mempunyai arah relatif timurlaut-barat daya
dan barat laut-tenggara. Kemiringan lapisan batuan pada daerah penyelidikan
berada diantara 8% sampai 30%.
Stratigrafi regional daerah penyelidikan merujuk pada peta geologi lembar
Kolaka oleh (Simandjuntak dkk. 1993). Oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi skala 1:250.000. Daerah penyelidikan terdiri dari berbagai batuan Pra
Tersier, Tersier, dan Kuarter. Stratigrafi secara regional dari batuan tertua hingga
batuan termuda sebagai berikut:
a. Kompleks Ultramafik (Ku), merupakan batuan tertua berumur Kapur
terdiri dari harsburgit, dunit, wherlit, serpentinit, gabro, basal, dolerit,
diorit, mafik meta, ampibolit, magnesit, dan setempat rodingit.
b. Formasi Matano (Km), berumur Kapur terdiri dari batugamping terhablur
ulang dan terdaunkan, rijang radiolaria, dan batusabak.
22
c. Kompleks Pompangeo (MTpm), berumur Kapur – Paleosen terdiri dari
sekis mika, sekis glokofan, sekis amfibolit, sekis klorit, rijang berjaspis
sekis genesan, pualam, dan batugamping meta.
d. Formasi Langkowala (Tml), berumur Miosen terdiri dari konglomerat,
batupasir, serpih, dan setempat kalkarenit. Formasi ini diperkirakan
sebagai formasi pembawa bitumen padat.
e. Formasi Buara (Ql), berumur Plistosen – Holosen, terdiri dari terumbu
koral, konglomerat, dan batupasir.
f. Aluvium (Qa), merupakan endapan paling muda berumur Holosen terdiri
dari lumpur, lempung, pasir, kerikil, dan kerakal.
Pada Lokasi penelitian sendiri dimana pada Peta Geologi Lembar Kolaka
menunjukan pada Formasi Langkowala dimana yang dominan adalah batuan
kalkarenit. Sementara pada kondisi sesungguhnya setelah dilakukan pemetaan
detail oleh Geos/Wellsite batuan asli di lokasi penelitian adalah Ultramafik dimana
pembentukan Nikel yang dominan dan penyebaran mineral pendukung
pembentukan laterit seperti :
Harsburgit
Dunit
Serpentinit
Wherlit
23
Gambar 4.10. Lembar Geologi Pulau Kabaena
4.1.2. Pembagian Blok
Pada data Explorasi yang didapatkan, pembagian blok pada PT.TBS dibagi
menjadi tiga blok, yaitu :
24
Blok 1 : Desa Pangkalaero
Blok 2 : Desa Puuunu
Blok 3 : Desa Batuawu
Namun pada penelitian ini, untuk mengidentifikasi sebaran Nikel Laterit hanya
mengidentifikasi 2 blok yaitu Desa Pangkalaero dan Puununu, karena tahap
penyelidikan untuk blok 3 desa Batuawu belum dilakukan pemboran lanjut.
Dengan mengumpulkan data sebaran lubang bor dan litologi pada dua blok
tersebut (Gambar 4.10). Blok 1 Sendiri berada pada ketinggian >0 dari permukaan
laut sedangkan Blok 2 berada pada daerah pegunungan dengan ketinggian berkisar
antara >60 meter dari permukaan laut.
25
Gambar 4.11. Peta Pembagian Blok Pada PT. Tambang Bumi Sulawesi
26
4.1.3. Korelasi Lubang Bor
Blok 1
Tabel 4.4. Koordinat Titik Bor Blok 1 Desa Pangkalaero
BORE Easting Northing Elev Depth DIP AZIMUTH
27
PKL90 374449 9406856 98 25 -90 0
28
PKL212 374388 9407010 93 15 -90 0
Sumber: (Data Primer Korelasi Lubang Bor Desa Pangkalaero PT.TBS Tahun 2018)
Blok 2
Tabel 4.5. Penyebaran Lubang Bor Blok 2 Desa Puununu
HOLE ID Easting Northing Elevasi Depth DIP Azimuth
PN 112 374017 9410133 136 19 -90 0
29
PN 37 374935 9410486 324 9 -90 0
Sumber: (Data Primer Korelasi Lubang Bor Desa Puununu PT.TBS Tahun 2018)
Data yang korelasi lubang bor yang telah dikumpulkan kemudian diolah
dalam bentuk Peta Topografi untuk menendapatkan sebaran peta daerah
identifikasi pada Blok 1 Desa Pangkalaero dan Blok 2 Desa Puununu. Adapun
tahapan pengolahan korelasi lubang bor sebagai berikut :
30
- Mengumpulkan data x, y, dan z yaitu berupa koordinat titik bor
kedalam format “Microsoft Excel Comma Separated Values File”
untuk meng import data excel agar data lebih statistik
- Memasukkan data “Microsoft Excel Comma Separated Values
File” kedalam ArcGis untuk membuat point-point koordinat tiap
lubang bor.
- Mengkorelasikan point tersebut kedalam format kriging agar point
yang tadi dibuat terbentuk menjadi kesatuan mask atau terbentuk
permukaan berdasarkan data elevasi “z”.
- Membuat countur pada toolbox dari format kriging yang telah
dibuat dengan memasukan UTM zona Indonesia 51s yang sesuai
dengan UTM daerah penelitian.
- Memisahkan kontur mayor dan kontur point serta diberi label
untuk koordinat elevasi pada kontur
- Memasukkan grid dan membuat legenda untuk keterangan peta
topografi pada blok 1 da blok 2
31
32
Gambar 4.12. Peta Distribusi Lubang Bor Blok 1 Desa Pangkalaero
33
Gambar 4.13. Peta Distribusi lubang bor blok 2 Desa Pununu
34
4.1.4. Kemiringan Lereng Terhadap Pembentukan Nikel laterit
35
Gambar 4.15. Peta Kelas Lereng Pada Topografi Blok 1
36
Gambar 4.16. Peta Kelas Lereng Pada Topografi Blok 2
37
Pada blok 1 Desa Pangkalaero dan Blok 2 Desa Puununu didapatkan
interprentasi klasifikasi kelas lereng yang berbeda dimana pada blok 1 (Gambar
4.14) tipe kelas lereng sangat kompleks, yaitu 5 tipe kelas dimana topografi pada
blok ini adalah daerah paling rendah pada IUP pada lokasi penelitian. Sehingga
pada blok 1 ini didapatkan menunjukkan morfologi perbukitan, elevasi tiap lubang
bor berbeda ketinggian yang tidak dominan. Namun dalam sebarannya, pada blok
ini lebih besar pada zona landai sehingga dapat diidentifikasi lanjut untuk
distribusi ketebalan pada Nikel laterit.
Sedangkan pada blok 2 (Gambar 4.15) tipe kelas lereng yang sedikit
karena pada pembagian zona blok ini lebih ke daerah pegunungan dimana
morfologinya landai, interprentasi pada blok ini lebih dominan oleh daerah yang
landai dimana zona pembentukkan laterit yang sangat ideal. Topografi pada blok 2
juga menampakkan daerah yang paling tinggi penyebaran laterit sehigga sangat
mendukung untuk identifikasi kelas lereng pada pemodelan sebaran. Cross
Section
38
Gambar 4.18. Sayatan Pada Arcgis pada Blok 2 Desa Puununu
Pada (gambar 4.16. dan 4.17.) untuk pengamatan histogram kelas lereng
dapat diamati dalam Cross Section atau sayatan dimana ditarik lurus dari topografi
ketinggian ke topografi rendah dan mereport grafik profil blok satu Desa
Pangkalaero. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi kelas lereng agar lebih
detail pada zona pengaruh penyebaran laterit, ketebalan dan proses pengkayaan
laterit pada blok 1 Desa Pangkalaero dan Blok 2 Desa Puununu.
Pembuatan garis sayatan pada peta topografi harus tegak lurus dengan arah
umum strike dari endapan Nikel di daerah penelitian. Garis sayatan yang dibuat di
daerah penelitian, terdapat 5 sayatan dengan jarak antar sayatan adalah ≤ 50 meter dan
200 meter pada titik bor pada batas daerah konsensi masing blok.
Garis sayatan telah selesai lalu dibuatlah luasan sayatannya dan pembuatan
garis lapisan Nikel yang disesuaikan dengan masing – masing kemiringan dari
Nikel tersebut. Nikel didalam sayatan diinterpretasikan sebagai bidang miring
pada sayatan tersebut untuk mengetahui tebal Nikel Laterit, selanjutnya pada
luasan sayatan juga dibuat ultimate pit slope sesuai batasan –batasan yang telah
ditentukan perusahaan. Pembuatan sayatan dilakukan dengan menggunakan
program komputer Surpac.
39
Gambar 4.19. Grafik lereng blok 1 berdasarkan Cross Section / Sayatan dengan Surpac
Gambar 4.20. Grafik lereng blok 2 berdasarkan Cross Section / Sayatan dengan Surpac
Pada (gambar 4.18. dan 4.19.) menampakkan profil lereng pada blok 1 dan
Blok 2 dengan metode cross Section pada software Surpac, dimana penampakkan
profil lereng dengan 3D penampang tegak sehingga dapat diidentifikasi
pemodelan dengan lebih detail. Pada analisis tersebut dapat dilihat dengan warna,
dimana warna merah menunjukkan topografi yang paling tinggi dan biru di
topografi terendah.
Metode ini dilakukan identifikasi ketebalan bijih nikel pada tiap lubang bor
dengan pemodelan Software Arcgis dimana dibentuk slope untuk sebaran Ni.
Tebal Ni dipengaruhi oleh luasan sebaran lubang bor dan jarak antar lubang bor,
luas penampang dan kedalaan tiap lubang bor. Hasil didapatkan dari sebaran
lubang bor dengan masing- masing meter total kedalaman lubang bor yang
didapatkan pada hasil Welsite dari identifikasi corebox pada zona-zona yang
terbentuk tiap lubang bor dari zona Limonite sampai batuan dasar Bedrock
(Gambar 4.20).
40
Gambar 4.21. Core Box hasil Drill Report pada welsite lubang box
41
Gambar 4.22. Peta Sebaran Nikel Laterit pada Topografi Blok 1
42
Gambar 4.23. Peta Sebaran Nikel Laterit pada Topografi Blok 2
43
4.1.6. Luasan Sebaran Bijih Nikel
44
Gambar 4.25. Distribusi Nikel Laterit Blok 2 Desa Puununu
4.2. Pembahasan
45
ketebalan pada tiap blok dan estimasi jumlah cadangan pada tiap blok lokasi
penelitian. Metode pemodelan sumberdaya yang digunakan adalah metoda, Cross
Section pada Slope dengan pemodelan blok, begitu pula untuk estimasi sebaran
nikel lateritnya.
Pada peta sebaran Nikel laterit ( Gambar 4.21. ) zona endapan yang tebal
pada blok 1 cukup dominan, dimana pembentukan laterit pada zona yang
kompleks terdapat pada blok 1 Desa pangkalaero. Pada blok ini masih ditemukan
ketebalan Zona Saprolite yang ideal, kenyataannya pada blok 1 Desa Pangkalaero
dominan pada topografi landai berdasarkan batasan yang telah diidentifikasi oleh
peneliti.
47
Sedangkan pada blok 2 Desa Puununu dengan kelas lereng yang moderat
lebih dominan dengan topografi datar 0% - 8%. Kenyataannya pembentukkan
laterit pada zona ini sangat tipis (Gambar 4.24.). Hal ini disebabkan oleh pengaruh
lingkungan terbentukknya laterit yang daerah penyelidikkannya pegunungan
selain proses kimia dan fisika, vegetasi juga yang menurut pada Geos PT.TBS
tidak mendukung penyebaran Zona Laterit seperti gambut, akasia, dan pohon palm
(gambar 4.27).
48
4.2.3. Distribusi Sebaran Laterit Terhadap Topografi Landai
5.1. Kesimpulan
2.2. Saran
50
3. Menindaklanjuti hasil penelitian dengan melakukan studi kasus
perencanaan tambang di daerah penelitian.
4. Untuk memperoleh bentuk dari lapisan ketebalan Nikel yang lebih
akurat, sebaiknya perusahaan melakukan pemboran yang lebih detail lagi,
yaitu dengan jarak antar lubang bor yang lebih dekat.
DAFTAR PUSTAKA
Edi Yasa Ardiansyah. 2013. Nikel Laterit Dan Faktor Yang Mempengaruhi
Pembentukannya. Dosen Teknik Pertambangan-Institut Teknologi Medan.
Eltrit Bima Fitrian, 2014. Identifikasi Sebaan Nikel Laterit Dan Volume Bijih
Nikel Daerah Anoa Menggunakan Korelasi Data Bor. Universitas
Hasanuddin
Eoni Wardi dkk, 2016. Kondisi Fisika-Kimia Perairan Pulau Kabaena Kabupaten
Bombana Sulawesi Tenggara
Fitiran E.B., Massinai M.A., Maria, 2011, Identifikasi Sebaran Nikel Laterit dan
Volume Bijih Nikel Daerah Anoa menggunakan Korelasi data Bor, Jurnal
Geofisika Universitas Hasanuddin.
Sundari, Woro., 2012, Analisis Data Eksplorasi Bijih Nikel Laterit Untuk Estimasi
Cadangan dan Perancangan PIT pada PT. Timah Eksplorasi Di Desa
Baliara Kecamatan Kabaena Barat Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi
Tenggara, Universitas Nusa Cendana: Kupang.
Van Zuidam, R.A. & Van Zuidam-Cancelado, F.I. 1979. Terrain analysis and
classification using aerial photographs. A geomorphological approach. ITC
Textbook of Photo-interpretation. ITC. Enschede
52
LAMPIRAN
53
54
55