SKRIPSI
TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul “Analisis Potensi Bahaya Pada Pembuatan Kapal Laut Di Unit
Hull Construction Dengan Metode Job Safety Analysis” dengan baik.
Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas
Brawijaya. Setelah melalui berbagai tahapan, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan berkat
dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk segala dukungannya pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberikan berkat, kasih dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi.
2. Bapak Oyong Novareza, ST., MT., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Teknik Industri,
Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya.
3. Ibu Rahmi Yuniarti, ST., MT. selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri, Fakultas
Teknik, Universitas Brawijaya.
4. Bapak Sugiono, ST., MT., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan
waktu dalam memberikan bimbingan, arahan, motivasi, saran, serta masukan yang
berharga bagi penulis selama mengerjakan skripsi.
5. Bapak dan Ibu Dosen, serta karyawan Jurusan Teknik Industri yang telah memberikan
bimbingan, arahan, ilmu pengetahuan serta bantuan dalam administrasi selama masa
studi yang dilalui penulis.
6. Keluargaku terkasih, Bapak Mukhamad Khusaini dan Ibu Farida Hanum yang selalu
berdoa, memberikan motivasi, dukungan materil dan semangat tanpa henti selama
penulis menempuh pendidikan sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Saudara-saudari ku yang terkasih Ahmad Fuad dan Nadjwa Fitratus Zahra yang
selalu memberikan dukungan, mengingatkan dan berdoa untuk penulis.
7. Bapak dan Ibu karyawan PT. Dok dan Perkapalan Surabaya yang telah membantu
penulis selama melakukan penelitian di lapangan.
8. Seluruh saudara-saudara Basket Teknik Industri yang selalu memberikan dukungan,
bantuan, dan motivasi selama masa perkuliahan.
9. Seluruh saudara-saudara Teknik Industri 2014 yang selalu membantu penulis selama
masa perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi.
i
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca terhadap skripsi yang telah disusun
demi perbaikan penelitian seperti ini di masa mendatang. Akhir kata, penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut
maupun pihak yang membutuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
2.6 Job Safety Analysis ........................................................................................................20
2.6.1 Pengertian Job Safety Analysis ..........................................................................20
2.6.2 Tujuan dan Manfaat Job Safety Analysis .......................................................... 21
2.6.3 Langkah-langkah Job Safety Analysis .............................................................. 21
2.7 Mitigasi Kecelakaan Kerja ............................................................................................ 25
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................................27
3.1 Jenis Penelitian ..............................................................................................................27
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................................... 27
3.3 Data dan Metode Pengumpulan Data ............................................................................28
3.4 Langkah-Langkah Penelitian ........................................................................................ 30
3.5 Diagram Alir Penelitian ................................................................................................ 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................33
4.1 Profil Perusahaan ..........................................................................................................33
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan .............................................................................33
4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan .................................................................................... 33
4.1.3 Struktur Organisasi .............................................................................................. 34
4.1.4 Production System ............................................................................................... 36
4.2 Pengumpulan Data ........................................................................................................38
4.2.1 Proses Produksi ....................................................................................................38
4.2.2 Data Kecelakaan Kerja ........................................................................................ 40
4.2.3 Data Penyebab Kecelakaan Kerja ........................................................................41
4.3 Pengolahan Data............................................................................................................41
4.4 Perancangan Failure Mode and Effect Analysis ........................................................... 42
4.4.1 Identifikasi Bentuk Kecelakaan Kerja (Failure Mode) .......................................42
4.4.2 Identifikasi Bentuk Kecelakaan Kerja (Cause of Failure) dengan Fish Bone ....43
4.4.3 Menentukan Rating Saverity ...............................................................................46
4.4.4 Menentukan Rating Occurance...........................................................................47
4.4.5 Menentukan Rating Detection.............................................................................49
4.4.6 Perhitungan Nilai Risk Priority Number ............................................................. 50
4.4.7 Hasil Risk Priority Number ..................................................................................52
4.5 Job Safety Analysis ........................................................................................................53
4.5.1 Peralatan Bekerja Di Ketinggian ..........................................................................61
4.5.2 Tahap I .................................................................................................................65
4.5.3 Tahap II ................................................................................................................69
iv
4.5.4 Tahap III ............................................................................................................69
BAB V PENUTUP .........................................................................................................75
5.1 Kesimpulan ...............................................................................................................75
5.2 Saran ......................................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................79
LAMPIRAN ...................................................................................................................81
v
Halaman ini sengaja dikosongkan
vi
DAFTAR TABEL
vii
Halaman ini sengaja dikosongkan
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
Halaman ini sengaja dikosongkan
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Job Safety Analysis ............................................................................ 73
Lampiran 2. Kuisioner Penelitian ..................................................................................... 74
xi
Halaman ini sengaja dikosongkan
xii
RINGKASAN
Emil Sani Ahmady, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya,
Juni 2018, Analisis Potensi Bahaya pada Pembuatan Kapal Laut Dengan Metode Job
Safety Analysis, Dosen Pembimbing: Sugiono.
Setiap pekerjaan yang berhubungan dengan konstruksi pasti memiliki tingkat potensi
bahaya yang dapat merugikan pekerja pada penelitian ini objek penelitian difokuskan pada
pembuatan dan reparasi kapal laut, banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya sebuah
kecelakaan kerja selain tingginya resiko sebuah pekerjaan dua factor unsafe action dan
unsafe condition merupakan factor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. PT.
Dok dan perkapalan Surabaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa
pembuatan dan perbaikan kapal laut. Tercatat dari tahun 2015-2017 tercatat 56 kecelakaan
kerja. Kecelakaan kerja terjadi pada unit Hull Construction disaat memperbaiki ataupun
membuat kapal laut. Oleh sebab itu perlunya dilakukan identifikasi da analisis
pengendalian risiko untuk meminimalkan kejadian kecelakaan kerja pada unit Hull
Construction. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan secara langsung pada unit hull
construction untuk mengetahui kondisi dan lingkungan kerja pada unit Hull Construction.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini pada tahap identifikasi menggunakan
metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan pada tahap pengendalian resiko
menggunakan metode Job Safety Analysis (JSA). Pada tahap Failure Mode and Effect
Analysis (FMEA) mengidentifikasi jenis kecelakaan kerja, dampak kecelakaan kerja, serta
perhitungan nilai kritis pada setiap jenis kecelakaan kerja. Input dari Failure Mode and
Effect Analysis adalah data sekunder berupa data history kecelakaan kerja pada tahun
2015-2017. Metode Job Safety Analysis (JSA) digunakan untuk menganalisis proses
pekerjaan sekaligus sebagai bentuk pengendalian terhadap potensi kecelakaan kerja. Pada
tahap Job Safety Analysis analisis dilakukan dengan cara memecah sebuah proses kerja
kedalam tahapan-tahapan yang akan dilakukan pekerja bertujuan untuk mengetahui bentuk
pengendalian yang akan dilakukan berdasarkan risiko dan bahaya yang akan muncul.
Dari hasil identifikasi menggunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
didapatkan nilai kritis adalah 105,4 dan pada kecelakaan kerja jenis terjatuh dengan nilai
Risk Priority Number (RPN) diatas nilai kritis sebesar 480 maka perlu dilakukan perbaikan
dengan menggunakan metode Job Safety Analysis (JSA) yang nantinya hasil dari Job
Safety Analysis (JSA) dapat digunakan untuk instruksi kerja dalam melakukan pekerjaan di
ketinggian. Hasil dari identifikasi didapatkan pekerjaan diketinggian merupakan pekerjaan
yang dilakukan analisis berdasarkan proses tahapan-tahapan pengerjaannya. Dari bekerja
diketinggian 3 jenis pekerjaan akan dilakukan analisis pertama adalah pemasangan alat
bantu untuk bekerja diketinggian, kedua adalah proses blasting (pembersihan badan kapal),
ketiga adalah proses selesai bekerja dan menuruni perancah. Hasil dari Job Safety Analysis
(JSA) berupa uraian instruksi kerja dapat digunakan untuk rekomendasi perbaikan dalam
melakukan proses pekerjaan diketiggian. Dan diberikan rekomendasi untuk proses inspeksi
pada perancah dan worksheet alat pelindung diri.
Kata Kunci: Failure Mode and Effect Analysis, Job Safety Analysis, JSA, FMEA
xiii
Halaman ini sengaja dikosongkan
xiv
SUMMARY
Every work related to construction must have a level of potential danger that can harm
workers in this study. The object of research is focused on the manufacture and repair of
ships, many factors that affect the occurrence of a work accident in addition to the high
risk of two unsafe action factors and unsafe conditions. which affects the occurrence of
work accidents. PT. Dock and shipping Surabaya is a company engaged in the manufacture
and repair of marine vessels. Recorded from 2015-2017 there were 56 work accidents.
Work accidents occur at the Hull Construction unit when repairing or making ships.
Therefore, it is necessary to identify and analyze risk controls to minimize the incidence of
workplace accidents in the Hull Construction unit. In this study, direct observation was
carried out on the hull construction unit to determine the conditions and working
environment of the Hull Construction unit.
The method used in this study was at the identification stage using the Failure Mode
and Effect Analysis (FMEA) method and at the risk control stage using the Job Safety
Analysis (JSA) method. In the Failure Mode and Effect Analysis stage (FMEA) identify
the type of work accident, the impact of workplace accidents, and the calculation of critical
values in each type of work accident. Input from Failure Mode and Effect Analysis is
secondary data in the form of work accident history data in 2015-2017. The Job Safety
Analysis (JSA) method is used to analyze the work process as well as controlling the
potential for workplace accidents. In the Job Safety Analysis stage, the analysis is done by
breaking down a work process into the stages that the worker will do, aiming to find out
the form of control that will be carried out based on the risks and hazards that will arise.
From the results of identification using Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), the
critical value is 105.4 and in the type of accident falling with the value of Risk Priority
Number (RPN) above the critical value of 480, repairs using the Job Safety Analysis (JSA
) which later results from Job Safety Analysis (JSA) can be used for work instructions in
carrying out work at height. The results of identifying obtained high-level jobs are the
work carried out analysis based on the process stages of the process. From work the height
of 3 types of work will be carried out the first analysis is the installation of tools to work at
a height, the second is the blasting process (cleaning the ship body), third is the process of
completing work and down the scaffold. The results of the Job Safety Analysis (JSA) in
the form of a description of work instructions can be used for recommendations for
improvements in the process of working on the job. And given recommendations for the
inspection process on scaffolding and worksheets of personal protective equipment.
Key Word: Failure Mode and Effect Analysis, Job Safety Analysis, JSA, FMEA
xv
Halaman ini sengaja dikosongkan
xvi
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam menyusun dan melaksanakan penelitian ini perlu dijelaskan beberapa hal-hal
penting yang akan menjadi dasar dalam pelaksanaanya. Pada bab ini akan dibahas hal-hal
penting yang akan menjadi latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah,
serta menjelaskan tentang tujuan dan manfaat dari penelitian yang akan dilakukan.
1
2
15%
14%
52%
19%
Pemilihan Unit Hull Construction pada penelitian ini dikarenakan tingginya angka
kecelakaan kerja yang ada di Unit Hull Construction dibandingkan dengan unit lainnya
dikarenakan pada unit ini aktifitas produksi terjadi sehingga potensi bahaya yang muncul
sangat dominanan menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja yang ada di PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya kecelakaan ringan hingga berat sering terjadi di Unit Hull Construction
dengan rincian seperti Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Jenis Kecelakaan
Tahun Jenis Kecelakaan Jumlah Rincian
Terpleset (5 kali)
Ringan 6
Kebakaran (1 kali)
2015 Terjatuh (12 kali)
Sedang 15
Terjepit (3 kali)
Berat 1 Terlindas Forklift (1 kali)
Ringan 3 Terpleset (3 kali)
Sedang Terjepit (3 kali)
2016 6
Terjatuh (3 kali)
Berat 1 Tertimpa benda kerja (1 kali)
Terpleset (8 kali)
Ringan 10
Kebakaran (2 kali)
2017 Terjatuh (12 kali)
Sedang 14
Gas EMC (2 kali)
Berat 0 -
Sistem manajemen K3 (SMK3) sudah diterapkan di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya
akan tetapi dalam proses pelaksanaan masih terdapat kecelakaan kerja yang terjadi. Hasil
dari wawancara dengan departemen K3 bahwa PT. Dok dan Perkapalan Surabaya sudah
melakukan identifikasi risiko dan pengendalian akan tetapi belum secara rinci dari segi
peralatan kerja maupun pekerjanya.
Belum adanya rincian potensi bahaya terhadap suatu pekerjaan yang akan dilakukan
pada Unit Hull Construction membuat banyak potensi bahaya yang menimbulkan sebuah
kecelakaan kerja dan dapat menimbulkan kerugian terhadap perusahaan. Dua metode
digunakan di dalam penelitian ini sebagai tahap identifikasi dan pengendalian. Failure Mode
and Effect Analysis (FMEA) digunakan untuk mengidentifikasi kecelakaan kerja yang
terjadi pada unit Hull Construction dan metode Job Safety Analysis (JSA) digunakan untuk
membuat rincian bahaya terhadap sebuah pekerjaan dan menganalisis potensi bahaya apa
saja yang ada di dalam sebuah pekerjaan sehingga potensi bahaya yang ada dapat diberikan
pengendalian terhadap risiko yang ditimbulkan.
4
Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah sebuah metode yang
digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kegagalan (failure mode), akibat dari kegagalan
(effect of failure), penyebab kegagalan (cause of failure) dengan cara menetapkan severity
rating (S), menetapkan occurance rating (O), menetapkan detection rating (D), menentukan
nilai risk priority number (RPN).
Oleh karena itu metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) digunakan untuk
mengetahui bentuk kegagalan dalam ruang lingkup kecelakaan kerja sehingga menjadi input
perbaikan dengan menggunakan metode Job Safety Analysis (JSA). Job Safety Analysis
(JSA) adalah sebuah metode yang digunakan untuk menganalisis sebuah bahaya dan risiko
yang timbul dari sebuah pekerjaan dengan cara memecah setiap langkah pekerjaan yang
memiliki risiko kemudian pada metode Job Safety Analysis (JSA) diberikan pengendalian
untuk masing-masing bahaya dan risiko yang muncul.
Pada sebuah penelitian dibutuhkan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian
yang akan dilakukan yang berfungsi untuk menganalisis sebuah permasalahan, pengolahan
data serta mendukung pembahasan. Tinjauan pustaka pada penelitian ini bersumber dari
penelitian terdahulu, jurnal ilmiah, internet dan berbagai sumber lainnya yang berkaitan
dengan pustaka pada penelitian ini.
stasiun kerja attachment fabrication sehingga penelitian yang dilakukan hanya terbatas
pada stasiun kerja seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dalam penelitian ini didapatkan
hasil bahwa sebuah potensi kecelakaan kerja dibedakan menjadi dua kategori yaitu
potensi bahaya menurut operasional dan potensi bahaya menurut kondisional. Dalam
penelitian ini didapatkan bahwa kecelakaan kerja yang paling sering terjadi adalah
tersengat listrik, terjepit, iritasi pada mata dan kulit, gangguan pernapasan serta potensi
kebakaran yang terjadi pada stasiun kerja attachment fabrication.
3. Andhini, dkk (2015) telah melakukan sebuah penelitian yang berhubungan dengan
penerapan Job Safety Analysis (JSA). Dalam penelitian yang sudah dilakukan
menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) yang ditujukan untuk
menentukan prioritas perbaikan terhadap kecelakaan kerja yang terjadi pada bagian
produksi. Pada penelitian ini kategori bahaya dikelompokkan menjadi tiga kategori
yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu Failure
Mode and Effect Analysis(FMEA) dan Job Safety Analysis (JSA) pada metode JSA
digunakan untuk analisis bahaya melalui tahapan sebuah prosedur pekerjaan dan upaya
perbaikan serta rekomendasi pencegahan terhadap terjadinya sebuah kecelakaan kerja.
Pada Tabel 2.1 dijelaskan mengenai perbedaan antara penelitian terdahulu yang sudah
pernah dilakukan dengan penelitian yang akan dilakukan baik dari segi metode, objek, tahun,
dan tujuan penelitian. Dalam penelitian yang akan dilakukan akan menggunakan metode Job
Safety Analysis (JSA) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) yang bertujuan untuk
mengetahui penyebab kecelakaan kerja serta melakukan perbaikan dari segi teknis ataupun
non teknis yang bertujuan untuk mengurangi tingkat potensi bahaya yang ada. Dalam Tabel
2.1 di gambarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan hingga penelitian terkini yang
akan dilakukan.
Tabel 2.1
Perbandingan Penelitian Terdahulu dan Penelitian Saat Ini
Peneliti Objek Metode Tujuan Hasil
Mengidentifikasi potensi Pada penelitian ini
bahaya terhadap kecelakaan menghasilkan
kerja yang terjadi di PT. GE rekomendasi
Lighting Indonesia dengan perbaikan yang bisa
metode FMEA ditujukan untuk dilakukan perbaikan
Febri PT. GE Lighting
FMEA menentukan prioritas atas sesuai dengan nilai
(2011) Indonesia
terjadinya sebuah kecelakaan RPN sehingga resiko
kerja berdasarkan nilai RPN pekerjaan yang
dan melakukan rekomendasi ditimbulkan bisa
perbaikan untuk mengurangi dihilangkan
kecelakaan kerja yang terjadi
9
budaya perusahaan untuk memenuhi sila ke lima keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia sedangkan pengertian kesehatan dan keselamatan kerja menurut segi ilmu
pengetahuan adalah sebuah upaya atau usaha yang dilakukan untuk mengurangi kecelakaan
kerja yang bersifat umum dan dampak akibat suatu pekerjaan atau penyakit akibat kerja
(forum 2008, edisi 11).
Menurut Andhini (2015) pengertian kesehatan dan keselamatan kerja ditinjau dari segi
fungsi yang menitik beratkan perlindungan pada seorang tenaga kerja yang bekerja dengan
potensi bahaya yang ada di suatu tempat kerja bertujuan untuk melindungi pekerja secara
langsung ataupun tidak langsung dengan tujuan agar tenaga kerja merasa sehat dan selamat
dalam bekerja. Ditinjau dari segi keilmuan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah
dasar yang harus diterapkan dalam suatu pekerjaan yang memiliki suatu resiko bahaya
tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja atau penyakit akibat suatu
pekerjaan.
Definisi kesehatan dan keselamatan kerja menurut OHSAS 18001 (2007) adalah
ditinjau dari faktor serta kondisi yang berpotensi dilihat dari aspek kesehatan dan
keselamatan yang harus diberikan kepada tenaga kerja dimana beberapa unsur terlibat di
dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak hanya tenaga kerja tetapi juga lingkungan
kerja.
1. Sebagai fungsi pengendali di dalam sebuah kecelakaan kerja untuk mengurangi dan
mencegah terjadinya sebuah kecelakaan kerja.
2. Mencegah terjadinya sebuah kebakaran, mengurangi serta memadamkan.
3. Mengurangi serta mencegah bahaya peledak.
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian lain yang berbahaya.
5. Memberikan pertolongan pertama terhadap kecelakaan kerja yang terjadi.
6. Memberikan fasilitas untuk tenaga kerja berupa alat pelindung diri (APD).
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap uap, gas, hembusan angina, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja fisik maupun psikologis,
peracunan, infeksi dan penularan.
9. Mendapatkan penerangan yang sesuai dengan standart untuk mengurangi dampak
penyakit akibat kerja.
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya.
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang.
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan
penyimpanan barang.
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya, dan
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Sedangkan definisi keselamatan kerja menurut mangkunegara (2005) adalah bahwa
keselamatan kerja merupakan dua elemen yang saling berkaitan antara ilmu pengetahuan
dan penerapan yang tidak dapat dipisahkan dengan mesin, aliran produksi, alat kerja, bahan
baku dan lingkungan kerja serta melindungi dan menjamin keselamatan pekerja dalam
melakukan pekerjaan sehingga pekerja dapat terhindar dari kecelakaan kerja dan perusahaan
dapat terhindar dari kerugian akibat kecelakaan kerja penyediaan fasilitas penunjang juga
mempengaruhi keselamatan tenaga kerja seperti alat pelindung diri dan pengaturan jam kerja
yang sesuai standart pekerjaan.
12
Secara umum keselmatan kerja dapat diartikan sebagai usaha, upaya ataupun sarana
dalam mekanisme pencegahan terjadinya sebuah kecelakaan kerja pada suatu pekerjaan
(wildan, 2007).
pekerjaan dan lingkungan kerja yang memiliki potensi menimbulkan penyakit akibat suatu
pekerjaan (UU Kemenkes RI 9 Tahun 1960 pasal 2).
Menurut Tranter (1999) menjelaskan bahwa suatu potensi bahaya atau hazard
merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang dapat menimbulkan kerugian ataupun
kerusakan. Diibaratkan sebuah rantai makan kejadian satu dengan lainnya saling berkaitan
dan berhubungan jika salah satu bagian dihilangkan makan potensi bahaya yang ditimbulkan
dapat dicegah atau dihilangkan. Potensi bahaya terdapat di setiap tempat khususnya
lingkungan kerja tetapi bahaya dapat menimbulkan efek ketika terjadi kontak secara
langsung dengan potensi bahaya yang ada.
Terminology di dalam teori kesehatan dan kecelakaan kerja menyebutkan bahwa bahaya
di klasifikasikan menjadi dua yaitu dari segi keselamatan dan segi kesehatan:
1. Safety hazard atau bahaya keselamatan kerja
Merupakan salah satu jenis bahaya yang dapat menimbulkan kerugian berupa injury
atau cedera hingga yang paling fatal seperti kematian serta dapat menimbulkan kerugian
yang didapatkan perusahaan akibat kecelakaan kerja yang terjadi, safety hazard
diklasifikasikan menurut jenisnya:
a. Bahaya mekanik, disebabkan oleh alat kerja dapat berupa mesin yang digunakan
dalam suatu pekerjaan seperti tersayat, terpleset, terjatuh.
b. Bahaya elektrik, disebabkan oleh aliran listrik.
c. Bahaya kebakaran, disebabkan oleh bahan atau zat yang mudah terbakar
(flammable).
d. Bahaya peledakan, disebabkan oleh zat-zat yang mudah meledak seperti bahan
peledah dan gas (explosive).
2. Health hazard atau bahaya kesehatan kerja
a. Bahaya fisik, disebabkan oleh beberapa faktor yang ada di lingkungan kerja seperti
suhu lingkungan kerja, tingkat kebisingan, pencahayaan, dan radiasi yang
didapatkan akibat suatu pekerjaan.
b. Bahaya kimia, disebabkan oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan zat kimia
seperti insektisida, aerosol dan gas yang memiliki kandungan zat kimia berbahaya.
c. Bahaya ergonomi, disebebkan oleh faktor-faktor seperti material handling,
repettitive movement dan postur static.
d. Bahaya biologi, disebabkan oleh bahaya biologis yang ada di lingkungan kerja dan
didominasi oleh bakteri, virus, protozoa, jamur yang memiliki sifat protogen.
e. Bahaya psikologis, banyak disebabkan oleh berbagai faktor psikologis pada
manusia seperti beban kerja, dan hubungan dengan kondisi pekerjaan.
17
2.5.3 Severity
Tabel 2.3 adalah langkah pertama untuk menganalisa risiko yaitu menghitung seberapa
besar dampak/intensitas suatu kegagalan. Dampak tersebut diranking mulai skala 1 sampai
10, severity ranking oleh priest dalam (Febri, 2011).
Tabel 2.3
Skala Penilaian Severity
Penjelasan Rank
Kejadian fatal seperti kematian 10
Trauma setelah kejadian 9
Kerusakan tulang belakang 8
Penderita kehiangan kesadaran 7
Patah tulang berat, amputasi dan operasi 6
Patah tulang ringan 5
Luka robek, luka bakar, dan iritasi berat 4
Pegal, terkilir, dan tergores 3
Alergi dan luka memar 2
Iritaasi ringan 1
Sumber: priest febri (2011)
2.5.4 Occurance
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan
menghasilkan bentuk kegagalan. Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada
skala 1 sampai 10. Pada Tabel 2.4 frekuensi kejadian ditentukan oleh tingkat probabilitas
19
terjadinya sebuah kegagalan dengan skala 1 yang artinya hampir tidak pernah dan skala 10
hampir sering terjadi. Menurut Cayman Business System skala penilaian Occurance seperti
dijelaskan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4
Skala Penilaian Occurance
Probabilitas Terjadinya Non Productive
Probabilitas Kegagalan Rank
Kegagalan per Tahun Time
Hampir selalu >500 ≥1 dalam 2 10
Sangat Tinggi: Tidak dapat dielakkan 366-500 1 dalam 3 9
Tinggi: Kegagalan yang berulang 300-365 1 dalam 8 8
Agak tinggi 259-300 1 dalam 20 7
Moderate: Kegagalan musiman 150-249 1 dalam 80 6
Rendah 50-249 1 dalam 400 5
Sedikit 10-49 1 dalam 2000 4
Sangat sedikit 5-9 1 dalam 15000 3
Remote: Jarang terjadi 1-4 1 dalam 150000 2
Hampir tidak pernah <1 1 dalam 1500000 1
Sumber: Cayman Business Systems, Failure Mode and Effect Analysis (2002: 82)
2.5.5 Detection
Nilai detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini yang dilakukan perusahaan
terhadap sebuah resiko yang ada. Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan
mengendalikan atau mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Pada proses pengendalian
Detection dijelaskan pada Tabel 2.5 dikutip dari Wang (2009) dalam (Febri, 2011).
Tabel 2.5
Skala Penilaian Detectability
Deteksi Kemungkinan Deteksi oleh Kontrol Rank
Tidak
Tidak ada alat pengontrol yang mampu mendeteksi bentuk kegagalan. 10
terdeteksi
Sangat sedikit Alat pengontrol saat ini sangat sulit untuk mendeteksi bentuk dan
9
kemungkinan penyebab kegagalan
Sedikit
Alat pengontrol saat ini sulit mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan 8
kemungkinan
Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab
Sangat rendah 7
kegagalan sangat rendah
Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab
Rendah 6
kegagalan rendah
Cukup Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab sedang 5
Tinggi Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab tinggi 3
20
statistik kecelakaan, apakah itu kecelakaan yang menyebabkan kerusakan harta benda,
cidera pada manusia, kerugian kualitas dan kerugian produksi. Hasil dari identifikasi
tersebut tergantung pada tingkat kekritisan dari kegiatan yang berlangsung. Dalam
menentukan pekerjaan/tugas kritis atau tidak didasarkan pada (Tarwaka, 2008).
a. Frekuensi kecelakaan Pekerjaan yang sering menyebabkan terjadinya kecelakaan
merupakan sasaran dari JSA. Semakin tinggi kekerapan terjadinya kecelakaan
makin diperlukan pembuatan JSA untuk pekerjaan tersebut.
b. Kecelakaan yang mengakibatkan luka Setiap pekerjaan yang memiliki potensi
untuk mengakibatkan luka baik luka yang dapat menyebabkan cacat sementara atau
luka yang menyebabkan cacat tetap.
c. Pekerjaan dengan potensi kerugian yang tinggi Perubahan pekerjaan dapat
menimbulkan perubahan pola kerja sehingga dapat menimbulkan kecelakan di
lingkungan kerja.
d. Pekerjaan baru Perubahan peralatan atau menggunakan mesin baru dapat
menyebabkan timbulnya kecelakaan. JSA perlu segera dibuat setelah penggunaan
mesin baru. Analisa tersebut tidak boleh ditunda sehingga dapat menyebabkan
terjadi nearmiss atau kecelakaan terlebih dahulu.
2. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah-langkah dasar Dari setiap pekerjaan diatas
dapat dibagi menjadi beberapa bagian atau tahapan yang beruntun yang pada akhirnya
dapat digunakan/dimanfaatkan menjadi suatu prosedur kerja. Tahap-tahap ini nantinya
akan dinilai keefektifannya dan potensi kerugian yang mencakup aspek keselamatan,
kualitas dan produksi. Tahapan kerja dapat diartikan bagian atau rangkaian dari
keseluruhan pekerjaan, ini bukan berarti bahwa kita harus menulis/membuat daftar dari
detail pekerjaan yang sekecil-kecilnya pada uraian kerja tersebut. Untuk mengetahui
tahapan pekerjaan diperlukan observasi ke lapangan/tempat kerja untuk mengamati
secara langsung bagaimana suatu pekerjaan dilakukan. Dari proses tersebut dapat kita
ketahui aspek-aspek/langkahlangkah kerja apa yang perlu kita cantumkan. Dalam
membuat/menulis langkah-langkah kerja tidak terdapat standart yang pasti harus
sedetail apa suatu langkah kerja harus ditulis. Proses yang efektif dalam proses
penyusunan tahapan pekerjaan ini adalah memasukkan semua tahapan kerja utama yang
kritis. Setelah melakukan observasi dicek kembali dan diskusikan kepada
foreman/section head yang bersangkutan untuk keperluan evaluasi dan mendapatkan
persetujuan tentang apa yang dilakukan dalam pembuatan JSA.
23
Pada bab ini menjelaskan bagaimana rangkaian kegiatan penelitian secara terstruktur
sehingga penelitian yang dilakukan dapat berjalan secara sistematis dan tercapainya tujuan
dari penelitian yang akan dilakukan. Pada bab ini berisikan beberapa poin yang akan
dijelaskan secara detail jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, tahap penelitian dan
diagram alir penelitian.
27
28
Jalan perak barat nomer 433-435 kecamatan Pabean, Kota Surabaya. Pada tahapan penelitian
berisikan tahap pendahuluan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan pembahasan
serta tahap kesimpulan dan saran.
JSA.
pada PT. Dok dan Perkapalan Surabaya khususnya di Unit Hull Construction pembuatan
tabel bertujuan untuk memberikan rekomendasi perbaikan berdasarkan potensi Resiko
Kecelakaan kerja.
Mulai
Studi Lapangan
Studi Literatur
Identifikasi Masalah
Rumusan Masalah
Tujuan Penelititan
Pengumpulan Data
Data Sekunder:
1. Data proses produksi
2. Data kecelakaan kerja
3. Struktur organisasi
Data Primer:
1. Observasi proses produksi dan pengamatan
2. Wawancara
Pengolahan Data
Selesai
33
34
a. Menyediakan jasa pemeliharaan dan perbaikan kapal serta alat apung lainnya yang
memberikan profitabilitas optimal secara berkesinambungan
b. Mampu membangun kapal dan alat apung lainnya yang memberikan nilai tambah.
c. Menerapkan budaya kerja tepat waktu, tepat mutu dan tepat biaya untuk kepuasan
pelanggan
d. Memiliki SDM yang kompeten dan handal dalam memberikan solusi terbaik sesuai
prinsip tata kelola yang baik (GCG)
e. Menyelenggarakan kegiatan usaha secara profesional yang mengutamakan
kesehatan dan keselamatan kerja serta ramah lingkungan
a. Bertanggung jawab atas kinerja pimpinan dan staff pada unit Hull Construction dan
Unit Outfitting
b. Bertanggung jawab melaporkan setiap pekerjaan kepada direksi PT. Dok dan
Perkapalan
c. Menentukan Job Description untuk Supervisor Welding, Supervisor Erection dan
Supervisor Assembly
d. Bertanggung jawab atas rencana kerja mingguan, dan bulanan yang harus
dilaporkan kepada dewan direksi PT. Dok dan Perkapalan Surabaya
2. Manager Hull Construction
a. Bertanggung jawab atas rencana kerja mingguan, dan bulanan yang harus
dilaporkan kepada senior manager PT. Dok dan Perkapalan Surabaya
b. Menentukan Job Description untuk staf dan supervisor pada unit terkait
3. Manager Outfitting
a. Bertanggung jawab atas rencana kerja mingguan, dan bulanan yang harus
dilaporkan kepada senior manager PT. Dok dan Perkapalan Surabaya
b. Menentukan Job Description untuk staf dan supervisor pada unit terkait
4. Manager K3 dan Lingkungan Hidup
a. Bertanggung jawab atas rencana kerja mingguan, dan bulanan yang harus
dilaporkan kepada senior manager PT. Dok dan Perkapalan Surabaya
b. Menentukan Job Description untuk staf dan supervisor pada unit terkait
5. Supervisor Welding
a. Bertanggung jawab pada lingkup kerja yang membutuhkan proses pengelasan baik
dari kinerja, hasil pengelasan dan permasalahan pekerjaan
b. Bertanggung jawab melaporkan permasalahan dan kinerja kepada Senior manager
pada unit Hull Construction
c. Membuat Job Description untuk Staff Welding
6. Supervisor Erection
a. Bertanggung jawab kepada pimpinan yaitu Senior Manager Hull Construction
untuk ketepatan pengerjaan setiap proyek
b. Bertanggung jawab untuk berkoordinasi dengan departemen lain untuk
menentukan jumlah tenaga kerja, mesin dan material yang diperlukan
c. Membuat Job Description untuk Staff Erection
7. Supervisor Assembly
36
a. Menerima tugas dari Senior Manager untuk melaksanakan proses produksi baik
perbaikan ataupun pembuatan kapal
b. Melaksanakan perakitan kapal sesuai denga prosedur dan rencana produksi awal
yang sudah ditetapkan
c. Membuat Job Description untuk Staff Assembly
8. Supervisor K3 dan Lingkungan Hidup
a. Bertanggung jawab penuh atas kondisi lingkungan kerja yang ada di PT. dok dan
Perkapalan Surabaya
b. Bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja dan melaporkan hasil
identifikasi terjadinya kecelakaan kerja pada departemen terkait
9. Staff Welding
a. Membantu proses jalannya suatu pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Manager
Welding dari proses pengerjaan hingga tahap penyelesaian
b. Menunjuk pelaksana pengerjaan pengelasan kapal yang diajukan untuk disetujui
oleh Supervisor Welding
10. Staff Erection
a. Membantu proses jalannya suatu pekerjaan yang menjadi tanggung jawab manager
Erection dari proses pengerjaan hingga tahap penyelesaian
b. Menunjuk pelaksana pengerjaan pengelasan kapal yang diajukan untuk disetujui
oleh Supervisor Erection
11. Staff Assembly
a. Membantu proses jalannya suatu pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Manager
Assembly dari proses pengerjaan hingga tahap penyelesaian
b. Menunjuk pelaksana pengerjaan pengelasan kapal yang diajukan untuk disetujui
oleh Supervisor Assembly
pembuatan kapal dan dilakukan proses perbaikan yang dilakukan di dok unit Hull
Construction ketika bahan baku ataupun produk yang dibutuhkan untuk proses perbaikan
kapal kurang maka akan dilakukan Second Material Handling yaitu proses pemindahan
barang atau produk ke lokasi perbaikan kapal dan pembuatan kapal pada PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya.
Proses terakhir adalah proses Assembly and Install pada proses ini diakukan proses
perakitan dan pemasangan komponen yang akan diganti atau diperbaiki pada proses
perbaikan kapal dan pembuatan kapal sehingga pada proses ini merupakan tahap terakhir
dalam perbaikan ataupun perakitan kapan.
5 10
0
2015 2016 2017 X
berbagai factor mulai dari risiko pekerjaan sampai factor manusia itu sendiri. Data
kecelakaan kerja dan penyebab terjadinya kecelakaan didapatkan dari Departemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) yang merupakan laporan
tahunan yang setiap tahun diperbarui sesuai kecelakaan kerja yang terjadi pada PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya khusunya pada unit Hull Construction.
Tabel 4.1
Jenis Kecelakaan PT. DPS
Tahun Jenis kecelakaan Jumlah Rincian
Ringan 6 Terpleset (5), Kebakaran (1)
2015 Sedang 15 Terjatuh (12), Terjepit (3)
Berat 1 Terlindas Forklift (1)
Ringan 3 Terpleset (3)
2016 Sedang 6 Terjepit (3), Terjatuh (3)
Berat 1 Tertimpa benda kerja (1)
Ringan 10 Terpleset (8), Kebakaran (2)
2017 Sedang 14 Terjatuh (12), Gas EMC (2)
Berat 0 -
Sumber: PT. DPS (K3LH)
Dari Tabel 4.1 diketahui jenis jenis kecelakaan kerja dan penyebab terjadinya
kecelakaan kerja secara umum. Pada tahun 2015 terjadi 6 kecelakaan kerja ringan dengan
kategori Terpleset, dan kebakaran yang tidak menimbulkan korban jiwa sedangkan
kecelakaan sedang tercatat sebanyak 15 kali kecelakaan kerja yang terjadi selama 2015 dan
kecelakaan berat terjadi sebanyak 1 kali dalam tahun 2015.
Pada tahun 2016 tercatat terjadi kecelakaan kerja ringan sebanyak 3 kali dengan kategori
terpleset sedangkan kecelakaan sedang pada tahun 2016 tercatat sebanyak 6 kali dengan
kategori terpleset dan terjatuh dari ketinggian dan kecelakaan berat pada tahun 2016 tercatat
sebanyak satu kali terjadi dengan kategori tertimpa benda kerja.
Pada tahun 2017 kecelakaan kerja hanya terjadi di dua kategori sedang dan ringan
karena tercatat di tahun 2017 tidak ada satupun terjadi kecelakaan kerja berat tetapi pada
tahun 2017 kecelakaan kerja ringan tercatat sebanyak 15 kejadian dengan kategori terpleset
dan kebakaran tanpa adanya korban jiwa sedangkan kecelakaan kerja sedang sebanyak 14
kali dikarenakan menghirup gas Electrical Machine Cleaner (EMC) dan Terjatuh dari
ketinggian.
berdampak pada tingginya kecelakaan kerja yang terjadi. Pada penelitian ini metode yang
digunakan untuk pengolahan data adalah penilaian tingkat risiko yang menjadi prioritas
perbaikan yaitu Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk menentukan prioritas yang
harus ditangani terlebih dahulu. Pada langkah kedua penggunaan Metode Job Safety
Analysis (JSA) digunakan untuk memberikan rekomendasi perbaikan pada jenis kecelakaan
kerja yang sering terjadi. Pemberian rekomendasi perbaikan digunakan untuk mengurangi
intensitas kecelakaan kerja yang terjadi.
4.4.2 Identifikasi Penyebab Kecelakaan Kerja (Cause of Failure) dengan Fish Bone
Pada proses identifikasi penyebab kecelakaan kerja merupakan proses mencari tau
penyebab apa saja yang menyebabkan kecelakan kerja tersebut bisa terjadi. Penyebab
terjadinya kecelakaan kerja diperoleh melalui pengamatan dan diskusi dengan pihak terkait
yaitu departemen K3LH pada instansi terkait. Selanjutnya penyebab kecelakaan kerja yang
diperoleh di olah menggunakan Fish Bone Diagram atau yang lebih dikenal dengan diagram
sebab akibat.
Kesadaran terhadap
lingkungan kerja
Pemahaman dampak
risiko dan bahaya
Terpleset
Penerapan sistem
manajemen K3
Evaluasi terjadinya
kecelakaan kerja
Kebakaran
Uraian dampak risiko pemotongan plat besi Gas turbin dan percikan
pemotongan besi
Melakukan pekerjaan tidak pada
unit kerja joining
Bahan mudah terbakar
Pemotongan plat besi di area gas
turbin
Pada Gambar 4.7 penyebab kebakaran yang terjadi disebabkan oleh pemotongan plat besi
sehingga percikan api yang dihasilkan dari pemotongan plat besi membakar lingkungan
kerja. Kesalahan yang terjadi pada pemotongan plat besi adalah pemotongan yang dilakukan
di area gas turbin dan percikan api yang dihasilkan dapat memicu gas pada area turbin
terbakar. Evaluasi terhadap proses terjadinya kecelakaan kerja kebakaran dirasa penting
karena hal tersebut menjadi salah satu factor yang dapat mencegah terjadinya kebakaran.
Salah satu bentuk pengendalian secara tidak langsung adalah melakukan evaluasi terhadap
terjadinya sebuah accident.
Evaluasi sistem
manajemen K3
Penggunaan Alat
pelindung diri
Terjepit
Kewajiban memakai sarung
tangan Permukaan Grid Coller
Penerapan K3 dalam pelepasan tajam
Grid Coller
Grid coller kapal
Kesalahan prosedur
pelepasan Grid Coller
Permukaan perancah
kotor dan licin
Penggunaan APD
Kondisi perancah kurang
baik Tidak menggunakan
Safety Harness
Pemasangan perancah
kurang baik Terjatuh
Pada Gambar 4.9 dapat dijelaskan bahwa kecelakaan kerja terjatuh paling dominan adalah
terletak pada belum adanya procedural yang jelas ketika bekerja diketinggian sehingga
sering terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan pekerja jatuh dari ketinggian berkisar
hingga 10 meter dari permukaan tanah. Penggunaan alat bantu dalam bekerja diketinggian
masih belum menjamin seseorang aman dalam bekerja karena risiko dan bahaya bisa
ditimbulkan dari alat bantu scaffolding jika tidak dipasang dan diawasi secara berkala. Oleh
karena itu uraian risiko dan bahaya sangat diperlukan baik dari operator, alat bantu, dan
proses pekerjaan yang dilakukan.
Penerapan SMK3
dalam proses seleksi
Sistem manajemen K3
perusahaan
Beristirahat ditempat
kerja
Gambar 4.11 Diagram fishbone kecelakaan kerja jenis tertimpa benda kerja
46
Pada Gambar 4.11 dapat dijelaskan penyebab terjadinya tertimpa benda kerja adalah
kesalahan pekerja beristirahat di tempat kerja dikarenakan belum ada peringatan tertulis
yang melarang pekerja beristirahat di tempat kerja. Benda kerja di perusahaan banyak yang
akan berubah massanya ketika terkena suhu panas. Oleh karena itu saksi dan larangan ketika
beristirahat ditempat kerja merupakan bentuk pengendalian secara langsung yang dapat
mencegah kembali terjadinya kecelakaan kerja tertimpa benda kerja. Suhu yang panas ketika
siang hari juga berpotensi menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja karena suhu yang
panas bisa merubah massa suatu benda.
Sistem
Manajemen K3
Evaluasi terhadap
alat pelindung diri
Gas EMC
Tabel 4.4
Rating Severity
No Failure Effect of Failure Rating
1. Terpleset Memar dan keseleo pada bagian kaki 3
2. Kebakaran Dokumen penting terbakar 1
3. Terjepit Luka sobek pada kulit bagian tangan 4
4. Terjatuh Patah tulang berat bagian punggung dan kaki 6
5. Terlindas forklift Patah tulang berat pada bagian kaki 6
6. Tertimpa benda kerja Kehilangan nyawa dan meninggal dunia 10
7. Menghirup Gas EMC Kehilangan kesadaran dan pingsan 7
48
Dari Tabel 4.4 diketahui bahwa nilai Saverity yang memiliki poin tertinggi adalah jenis
kecelakaan tertimpa benda kerja dengan rating 10. Selanjutnya yang memiliki poin tertinggi
ke 2 adalah menghirup gas kimia EMC dengan poin 7 yang mengakibatkan pekerja pingsan
ketika menghirup gas EMC. Kemudian untuk severity dengan nilai 6 yaitu ketika pekerja
terlindas forklift dan pekerja terjatuh dari ketinggian. Nilai severity 4 yaitu jenis kecelakaan
kerja kebakaran dan terjepit sedangkan nilai severity 3 yaitu jenis kecelakaan kerja terpleset.
Pembobotan pada nilai severity dilakukan secara subjektif menurut tingkat dampak
kecelakaan kerja yang terjadi dan diikuti dengan diskusi dengan departemen yang terkait
yaitu departemen kesehatan dan kecelakaan kerja serta lingkungan hidup dan mengacu pada
tinjauan pustaka yang ada di bab 2 contoh pemberian rating 6 pada terlindas forklift karena
pada tingkat keparahan setelah terjadinya kecelakaan kerja sesuai dengan rating di nomer 6
yaitu patah tulang pada tubuhnya.
Probabilitas Terjadinya
Probabilitas Kegagalan Rank
Kegagalan per Tahun
Moderate: Kegagalan musiman 150-249 6
Rendah 50-249 5
Sedikit 10-49 4
Sangat sedikit 5-9 3
Remote: Jarang terjadi 1-4 2
Hampir tidak pernah <1 1
Tabel 4.6
Penyebab Kecelakaan Kerja
No Failure Frekuensi Occurrence Rank
1. Terpleset 16 5,3 3
2. Kebakaran 3 1 2
3. Terjepit 6 2 2
4. Terjatuh 27 9 3
5. Terlindas forklift 1 0,33 1
6. Tertimpa benda kerja 1 0,33 1
7. Menghirup Gas EMC 2 0,66 1
Dari Tabel 4.6 dan hasil interpolasi pada Tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa frekuensi
terjadinya kecelakaan kerja tertinggi adalah 27 kali dengan nilai rating Occurrence 3 dan
terendah dengan frekuensi kecelakaan kerja terjadi satu kali dengan nilai Occurrence 1.
Pemberian rating Occurrence didasarkan pada nilai yang ada pada tabel dan diskusi dengan
departemen terkait yang ada pada PT. Dok dan Perkapalan Surabaya dan hasil dari
penyesuain interpolasi dari terendah hingga tertinggi.
Tabel 4.8
Effect of Failure
Rating Rating Rating RPN
Item Failure Effect of failure
Saverity Occurrence Detection (SxOxD)
pinggang dan
Kaki/Sel
kaki korban
uruh Terpleset
terbentur dan 3 3 4 36
tubuh
tergores (lecet)
Kerugian
Berkas Kebakaran
Material 1 2 3 6
Jari pada tangan
Tangan Terjepit seperti tergores
4 2 5 40
benda tajam
51
Dari Tabel 4.8 dapat dijelaskan setelah didapatkan nilai Risk Priority Number (RPN)
yang merupakan hasil perkalian dari saverity, Occurrence, dan detection didapatkan hasil
seperti:
1. Terjatuh
Pada kecelakaan kerja terjatuh didapatkan nilai Risk Priority Number (RPN) sebesar
480, dengan nilai severity = 6, Occurrence = 3, dan Detection = 8 dan dilakukan
perkalian antar 3 komponen tersebut (Saverity x Occurrence x Detection) = (6x3x8) =
144. Dari hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kecelakaan terpleset merupakan
peringkat 1 dari 7 jenis kecelakaan kerja yang ada di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya.
2. Terpleset
Pada kecelakaan kerja terpleset didapatkan nilai Risk Priority Number (RPN) sebesar
48, dengan nilai severity = 3, Occurrence = 3, dan Detection = 4 dan dilakukan perkalian
antar 3 komponen tersebut (Saverity x Occurrence x Detection) = (3 x 3 x 4) = 36. Dari
hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kecelakaan terpleset merupakan peringkat
4 dari 7 jenis kecelakaan kerja yang ada di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya.
3. Terjepit
Pada kecelakaan kerja terjepit didapatkan nilai Risk Priority Number (RPN) sebesar 40,
dengan nilai severity = 4, Occurrence = 2, dan Detection = 5 dan dilakukan perkalian
antar 3 komponen tersebut (Saverity x Occurrence x Detection) = (4x2x5) = 40. Dari
hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kecelakaan terpleset merupakan peringkat
3 dari 7 jenis kecelakaan kerja yang ada di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya.
4. Gas EMC
52
Pada kecelakaan kerja gas emc didapatkan nilai Risk Priority Number (RPN) sebesar
42, dengan nilai severity = 7, Occurrence = 1, dan Detection = 6 dan dilakukan perkalian
antar 3 komponen tersebut (Saverity x Occurrence x Detection) = (7x1x6) = 42. Dari
hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kecelakaan terpleset merupakan peringkat
4 dari 7 jenis kecelakaan kerja yang ada di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya.
5. Tertimpa benda kerja
Pada kecelakaan tertimpa benda kerja didapatkan nilai Risk Priority Number (RPN)
sebesar 30, dengan nilai severity = 10, Occurrence = 1, dan Detection = 3 dan dilakukan
perkalian antar 3 komponen tersebut (Saverity x Occurrence x Detection) = (10x1x3) =
30. Dari hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kecelakaan terpleset merupakan
peringkat 5 dari 7 jenis kecelakaan kerja yang ada di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya.
6. Terlindas Forklift
Pada kecelakaan kerja terlindas didapatkan nilai Risk Priority Number (RPN) sebesar
18, dengan nilai severity = 6, Occurrence = 1, dan Detection = 3 dan dilakukan perkalian
antar 3 komponen tersebut (Saverity x Occurrence x Detection) = (6x1x3) = 18. Dari
hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kecelakaan terpleset merupakan peringkat
6 dari 7 jenis kecelakaan kerja yang ada di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya.
7. Kebakaran
Pada kecelakaan kerja kebakaran didapatkan nilai Risk Priority Number (RPN) sebesar
24, dengan nilai saverity = 1, Occurrence = 2, dan Detection = 3 dan dilakukan perkalian
antar 3 komponen tersebut (Saverity x Occurrence x Detection) = (1x2x3) = 6. Dari
hasil diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kecelakaan terpleset merupakan peringkat
7 dari 7 jenis kecelakaan kerja yang ada di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya.
Maka dengan persetujuan dan rekomendasi dari perusahaan yang terkait dalam
penelitian ini menyatakan, bahwa kecelakaan kerja jenis terjatuh dari ketinggian
membutuhkan rekomendasi perbaikan berupa instruksi kerja tertulis. Bertujuan untuk
sebagai bahan acuan guna mengurangi intensitas kecelakaan kerja yang terjadi pada jenis
kecelakaan kerja terjatuh di saat bekerja diketinggian.
Penentuan Nilai kritis dapat ditentukan dengan cara total nilai RPN dibagi dengan jenis
kecelakaan kerja yang ada, contoh perhitungan Nilai kritis adalah sebagai berikut.
316
= 45 ,1 = Nilai kritis 738 = Total Nilai RPN
7
7 = Jenis Kecelakaan Kerja
Dari perhitungan nilai kritis didapatkan hasil sebesar 45,1 artinya apabila nilai Risk
Priority Number (RPN) pada jenis kecelakaan kerja yang memiliki nilai di atas 45,1 harus
dilakukan perbaikan terlebih dahulu. Sedangkan apabila nilai Risk Priority Number (RPN)
dibawah 45,1 berarti bukan termasuk prioritas untuk dilakukan perbaikan terlebih dahulu
karena belum memasuki area kritis (nilai kritis). Pada Tabel 4.9 jenis kecelakaan kerja yang
memiliki nilai diatas 45,1 adalah:
Tabel 4.9
Hasil Perhitungan Risk Priority Number Masuk Perbaikan
Rating Rating Rating
Failure Effect of Failure Detection RPN
Saverity Occurrence Detection
Pengawasan
secara langsung
Patah tulang bagian
Terjatuh oleh pihak K3 8 144
punggung 6 3
dan lingkungan
hidup
Tabel 4.9 bahwa jenis kecelakaan kerja terjatuh adalah satu-satunya jenis kecelakaan
kerja yang memiliki nilai Risk Priority Number (RPN) sebesar 144 diatas nilai kritis sebesar
105,4. Oleh karena itu jenis kecelakaan kerja terjatuh akan dibahas dan diuraikan dengan
pendekatan Job Safety Analysis (JSA) guna menentukan instruksi pekerjaan ketika bekerja
diketinggian.
sebagai alat bantu untuk bekerja diketinggian. Dari 16 kali terjadinya kecelakaan kerja di
ketinggian diidentifikasi bahwa banyak factor yang mempengaruhi tingginya intensitas
kecelakaan kerja pada pekerjaan ini salah satunya adalah Unsafe Action dan Unsafe
Condition.
Pada Unsafe Action banyak pekerja yang kurang memahami risiko bekerja diketinggian
meskipun sudah banyak terjadi korban kecelakaan kerja akibat terjatuh dari ketinggian.
Unsafe Action pada pekerjaan ini salah satunya adalah tidak menggunakan alat pengaman
ketika bekerja diketinggian dan belum adanya instruksi kerja tertulis menyebabkan banyak
pekerja kurang memahami risiko yang ada pada pekerjaan ini sehingga pekerjaan ini
memiliki intensitas kecelakaan kerja tertinggi diantara jenis kecelakaan kerja lainnya.
Pada unsafe condition banyak pekerja kurang memperhatikan kondisi lingkungan kerja
ataupun kondisi perancah (scaffolding) sehingga banyak pekerja yang terpleset diakibatkan
kondisi Scaffolding yang kurang layak ataupun kondisi Scaffolding yang basah akibat
kondisi lingkungan kerja yang berdekatan dengan lautan.
Pembuatan Job Safety Analysis (JSA) ini bertujuan untuk membuat uraian pekerjaan
yang harus dilakukan pekerja sebelum melakukan pekerjaan di ketinggian. Sebelumnya pada
perusahaan sendiri belum ada Standart Operation Procedure terkait bekerja diketinggian
dan hasil uraian pekerjaan yang ditentukan berdasarkan diskusi dengan pihak terkait yaitu
Departemen departemen terkait pada penelitian ini.
1. Terjatuh
Kecelakaan kerja jenis terjatuh akan dibahas secara detail pada sub bab selanjutnya
dikarenakan nilai Risk Priority Number (RPN) yang lebih dari rata-rata perhitungan
sehingga perlu di berikan rekomendasi perbaikan secara detail.
2. Proses bekerja diketinggian :
a. Pertama, pekerja pada unit Hull Construction melakukan pemasangan alat bantu
Scaffoldding di area kerja kapal yang akan dilakukan pengecatan badan kapal.
b. Kedua, Pekerja melakukan breafing dan persiapan proses blasting badan kapal
dengan manajer Hull Construction.
c. Pekerja selesai melakukan pekerjaan.
55
Pada Gambar 4.13 merupakan ilustrasi proses blasting atau yang sering dikenal
dengan pembersihan badan kapal. Pada proses blasting memiliki system kerja mesin
dengan menggunakan compressor, air receiver, after cooler, separator, sand pot, dan
noozle. Compressor merupakan komponen utama pada proses ini yang digunakan untuk
memindahkan udara sehingga memiliki daya tekan kemudian dipindahkan melalui air
receiver guna untuk menampung udara yang digunakan untuk proses pembersihan pada
badan kapal. Udara yang telah ditampung selanjutnya dialirkan ke bagian after cooler guna
menurunkan suhu dan menyaring kotoran yang mungkin ikut terampung pada air receiver.
Sand pot sendiri merupakan tempat yang dapat digunakan untuk menampung kotoran pada
udara yang terdapat pada air receiver disini udara akan dipisahkan dengan kotoran yang
mungkin ikut pada proses pengambilan udara. Pada bagian nozzle atau yang sering disebut
dengan alat penyemrot disini udara keluar dan dapat digunakan secara langsung untuk
proses blasting pada badan kapal.
Gambar 4.14 merupakan gambar compressor yang digunakan untuk proses blasting
atau yang sering dikenal proses pembersihan badan kapal. Compressor merupakan
komponen pertama pada proses blasting yang berfungsi untuk mengambil udara dari luar
dan ditampung pada air receiver untuk proses selanjutnya. Pada pemindahan udara dari luar
compressor ke dalam compressor bertujuan agar udara di dalam compressor memiliki daya
tekan dan dapat digunakan untuk proses blasting atau pembersihan badan kapal dari kotoran
kotoran yang menempel.
Gambar 4.16 diatas merupakan proses blasting yang terjadi saat melakukan
pengamatan secara langsung dilapangan. Dari gambar diatas diketahui bahwa debu yang
57
dihasilkan dari proses blasting berbahaya jika tidak dilakukan pengendalian secara langsung.
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa proses blasting menghasilkan polusi berupa debu
dan kotoran yang menempel pada badan kapal laut sehingga jika terhirup secara langsung
dapat berbahaya untuk pernafasan. Dari gambar diatas dapat dilihat kondisi dan dampak
risiko yang ditimbulkan dari proses pembersihan badan kapal.
Sumber: Permenakertrans RI
Safety Helmet seperti pada Gambar 4.14 merupakan salah satu alat yang dapat
digunakan untuk melindungi kepala dari kejatuhan benda berat yang dapat melukai bagian
kepala. Di saat pekerja malakukan pekerjaan diketinggian perlu menggunakan Safety Halmet
untuk melindungi kepala dari benda benda berbahaya yang dapat menimpa ataupun melukai
bagian kepala.
Secara garis besar perancah digunakan untuk alat bantu ketika bekerja diketinggian
beriku komponen komponnen penyusun perancah setiap elemen beserta penjelasannya pada
Tabel 4.10 dan disesuaikan dengan bagian-bagian pada Gambar 4.16.
Tabel 4.10
Penjelasan Komponen Perancah
Gambar Bagian Fungsi
Scaffolding atau perancah merupakan salah satu alat bantu yang ada di PT. Dok dan
Perkapalan yang digunakan pekerja untuk bekerja di ketinggian. Banyak risiko yang
ditimbulkan ketika pekerja bekerja di ketinggian dengan menggunakan scaffolding. Tercatat
sebanyak 26 insiden selama 3 tahun terakhir menjadikan pekerjaan ini yang paling berisiko
60
sehingga perlu dilakukan analisis dengan pendekatan Job Safety Analysis untuk mengurangi
intensitas kecelakaan kerja yang terjadi. Pada Gambar 4.17 ini merupakan pengaplikasian
scaffolding untuk perbaikan kapal.
langsung jatuh ke bawah tetapi dapat tertolong dengan pengait yang dikaitkan diantara
operator dan scaffolding. Seperti gambar dibawah ini menunjukkan bagaimana penggunaan
safety harness dengan scaffolding.
Tabel 4.11
Penjelasan Job Safety Analysis (JSA) pada Tahap Persiapan
No Potensi Bahaya Risiko Pengendalian Rekomendasi Hierarki
yang sudah Pengendalian
ada Risiko
Langkah 1 : Pemeriksaan fungsi alat pelindung diri
1. Alat pelindung Kerusakan Pelaporan Penyediaan Alat Pengendalian
diri tidak APD, secara berkala pelindung diri Teknis
berfungsi Pekerjaan kepada cadangan sebagai
sebagaimana tidak dapat departemen bentuk antisipasi
mestinya. dilakukan. terkait. terjadinya kegagalan
fungsi kerja APD.
Langkah 2 : Pemeriksaan kesehatan pekerja
2. Rasa takut dan Pekerjaan Penyediaan Pekerja diwajibkan Pengendalian
trauma pekerja tertunda dan cek kesehatan melakukan Teknis
ketika bekerja tidak dapat berkala pengecekan di
diketinggian dilaksanakan. pekerja di klinik PT. DPS dan
Klinik PT. lulus dengan
DPS kriteria tidak fobia
pada ketinggian dan
fit untuk bekerja di
ketinggian.
PerMenaker No. 01
Periksa dan amati Pengendalian
kondisi fisik Teknis
perancah jika ada
kondisi cacat
perancah, retakan
besi penyanggah,
terbelah dan
bengkok
Bersihkan perancah Eliminasi
jika perancah
teridentifikasi
terkena bahan
pelican seperti (oli,
minyak dan sabun)
sehingga pada
penggunaanya tidak
menimbulkan
dampak bahaya
terhadap pekerja.
bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan risiko yang dapat berakibat kecelakaan
kerja. Pada tahap ini pengendalian yang dapat dilakukan adalah disaat pekerja melakukan
pemerikasaan terhadap alat pelindung diri potensi bahaya yang timbul adalah terpleset jatuh
dan terbentur karena proses pemerikasaan dilakukan di atas Scaffolding dengan ketinggian
1 meter hingga 2 meter terlebih dahulu untuk mengetahui apakah Safety Harness dapat
berkerja dengan baik dan sesuai dengan fungsinya.
Proses selanjutnya adalah cek dan pemeriksaan kondisi pekerja terkait dengan
kesehatan dan riwayat penyakit yang berkaitan dengan kondisi di ketinggian. risiko yang
timbul pada proses pekerjaan ini adalah Trauma dan Phobia oleh karena itu pengandalian
yang dapat dilakukan adalah ketika pekerja yang akan bekerja di ketinggian harus
mendapatkan ijin dan pernyataan tertulis bahwa pekerja siap dan fit untuk bekerja di
ketinggian. Surat dan pernyataan tertulis dibuat oleh klinik perusahaan dan diteruskan ke
departemen terkait. Proses ke tiga adalah pemeriksaan kondisi Scaffolding atau perancah
dengan menggunakan Kartu Inspeksi Peralatan (KIP) pada proses ini risiko pekerjaan yang
ditimbulkan adalah terjatuh ketika melakukan inspeksi terhadap kalayakan Scaffolding oleh
karena itu Scaffolding yang akan digunakan harus lolos inspeksi dan sesuai dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomer 01. Setelah tahap persiapan selanjutnya adalah tahap
proses pengerjaan di ketinggian.
Proses selanjutnya adalah pemasangan bagian-baagian dari scaffolding meliputi
pemasangan jack base, pemasangan main frame, pemasangan crossbrace, pemasangan join
pin, pemasangan u head dan pemasangan papan jalan pada scaffolding. Potensi bahaya dan
uraian risiko dapat dilihat sesuai pada tabel 4.11 diatas pada setiap proses pemasangan
komponen scaffolding.
Tabel 4.12
JSA Tahap II
No Potensi Bahaya Risiko Pengendalian Rekomendasi Hierarki
yang sudah Pengendalian
ada Risiko
Langkah 1 : Pemeriksaan terhadap lingkungan kerja sekitar Scaffolding
1. Pekerja yang Inspector Pengawasan Penggunaan Pengendalian
melakukan terpleset, secara scaffolding, harus Teknis
pemeriksaan kondisi langsung oleh memperhatikan
terpleset karena Scaffolding departemen landasan perancah
kondisi tidak stabil K3LH terletak di landasan
lingkungan yang yang stabil dan tidak
basah. licin akibat genangan
air laut
2. Tersengat aliran Inspektor Pemberian Jika bekerja dengan Eliminasi
listrik tersengat tanda terhadap penggunaan aliran
aliran listrik, tegangan listrik makan harus
listrik yang diperhatikan jarak
ada. aman dari sumber
aliran listrik
Penjagaan dan Pengendalian
pengawasan secara Teknis
berkala pada
konstruksi dan
keamanan
perancah/Scaffolding
Langkah 2 : Menghidupkan air compressor
3. Aliran listrik Pekerja Pengawasa Pemeriksaan kondisi Pengendalian
pada compressor tersengat manajer lingkungan dan Teknis
aliran listrik lapangan kondisi kompresor
apakah berfungsi
normal
67
listrik ketika akan bekerja harus diperhatikan. risiko lain yang timbul adalah scaffolding
terjatuh ataupun pekerja yang melakukan pengecekan terjatuh dari scaffolding karena proses
pengecekan lingkungan kerja harus memperhatikan landasan scaffolding dan lingkungan
kerja disekitar jika landasan scaffolding tidak rata maka besar kemungkinan akan
membahayakan inspector dan pekerja yang berada di area kerja. Proses selanjutnya adalah
manaiki dan menuruni scaffolding untuk melakukan aktifitas pekerjaan di atas ketinggian
proses ini banyak menimbulkan risiko yang dapat membahayakan pekerja risiko yang paling
dominan adalah terpleset dan kejatuhan benda kerja pengendalian yang dapat dilakukan dari
risiko yang ditimbulkan adalah instruksi kerja yang menjelaskan secara teknis bagaimana
cara menaiki ataupun menuruni scaffolding serta himbauan jika ada sesuatu yang dapat
membahayakan pekerja ketika bekerja di ketinggian seperti kondisi perancah yang tidak
aman ataupun kondisi perancah yang memiliki landasan yang tidak konstan. Hal tersebut
diperlukan inspeksi secara berkala oleh inspector scaffolding bertujuan untuk
mengurangirisiko kecelakaan kerja yang ditimbulkan.
Proses kerja selanjutnya adalah melakukan pekerjaan di atas scaffolding aktifitas
pekerjaan di atas scaffolding banyak menimbulkan berbagai risiko salah satunya terjatuh dari
ketinggian salah satu pengendalian yang dapat dilakukan adalah menggunakan safety
harness dan dikaitkan pada badan scaffolding sehingga ketika pekerja terpleset ataupun
terjatuh pekerja tidak akan secara langsung terjatuh dari ketinggian tetapi dapat ditahan
dengan pengait safety harness yang dikaitkan di badan scaffolding. risiko lainnya yang
timbul adalah kejatuhan benda kerja saat bekerja diketinggian oleh karena itu pengendalian
yang dapat dilakukan adalah pemberian kantong untuk pekerja sehingga ketika bekerja
diketinggian dapat menyimpan peralatan di kantong dan memudahkan pekerja untuk
melakukan aktifitas lainnya. risiko yang timbul lainya adalah tersengat arus listrik jarak
sumber listrik dengan lingkungan kerja harus sangat diperhatikan dikarenakan ketika bekerja
diketinggian konsentrasi pekerja tidak hanya memperhatikan aliran listrik saja akan tetapi
banyak faktor yang diperhatikan ketika pekerja bekerja di ketinggian.
- Safety Shoes
- Masker
- Kantong Peralatan
2. Resource: - Operator/pekerja
- Inspektor Scaffolding
- Operator Listrik
3. Langkah Kerja dasar:
a. Pekerja melakukan pekerjaan di atas ketinggian untuk membersihkan badan kapal,
ataupun mengecat badan kapal proses pekerjaan ini merupakan proses utama yang
harus dilakukan ketika pekerja bekerja di ketinggian.
b. Pekerja selesai untuk bekerja diketinggian menuruni scaffolding dan
mengembalikan peralatan sesuai dengan tempat semula.
Tabel 4.13
JSA Tahap III
No Potensi Bahaya Risiko Pengendalian Rekomendasi Hierarki
yang sudah Pengendalian
ada Risiko
Langkah 1 : Bekerja diatas scaffolding dengan alat blasting
1. Bau dari bahan Pekerja Pemakaian Standarisasi masker Pengendalian
kimia cat pingsan dan APD yang digunakan untuk Teknis
hilang melakukan proses
kesadaran pengecatan sesuai
peraturan kementrian
tenaga kerja.
2. Tersengat listrik Tersengat Pengawasan Pemberian himbauan Pengendalian
listrik secara oleh pihak dan memperhatikan Administratif
langsung. terkait. jarak sumber aliran
listrik dengan tempat
pekerjaan
3. Terbentur benda Terjatuh dari Pengawasan Pastikan Pengendalian
kerja ketinggian secara penggunaan Safety Teknis
karena langsung oleh Harness bisa
kehilangan manager digunakan dengan
konsentrasi terkait. baik dan memenuhi
standar OSHA
1926.502 pengait
safety harness
dipasang dengan
benar
71
pekerja ataupun membahayakan pekerja lainnya. Potensi bahaya selanjutnya adalah yang
ditimbulkan dari proses ini adalah pekerja ataupun operator dapat tersengat aliran listrik
dikarenakan pekerja yang bekerja diketinggian secara langsung memerlukan aliran listrik
untuk proses pekerjaan yang dilakukan seperti melakukan pembersihan pada bagian kapal
pengecatan ataupun pengelasan.
Hal tersebut memuat risiko bahaya muncul karena adanya aliran penggunaan aliran
listrik hal tersebut dapat dikendalikan dengan adanya control yang dilakukan perusahaan
terkait aliran listrik dan sumber listrik sehingga pekerja yang bekerja diketinggian bisa
terhindar dari risiko yang ditimbulkan. risiko lainnya yang dapat ditimbulkan dari proses ini
adalah terhirupnya bahan bahan kimia ataupun debu yang dihasilkan dari proses pengerjaan
dan pembersihan yang dilakukan diketinggian. Hal tersebut dapat menyebabkan pekerja
mengalami sesak nafas ataupun pingsan akibat menghirup bau dari cat ataupun cairan kimia
lainnya. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah himbauan untuk menggunakan masker
pada proses pengerjaan ini berguna untuk menghindari risiko pekerjaan yang ditimbulkan.
Proses selanjutnya adalah selesainya proses pengerjaan pada tahap ini sehingga pekerja
harus menuruni scaffolding dan mengembalikan peralatan ditempat semula. risiko yang
dapat ditimbulkan dari proses ini adalah pekerja terjatuh dan terpleset sehingga risiko
tersebut dapat berpotensi untuk membahayakan pekerja saat menuruni scaffolding.
Pengendalian yang dapat dilakukan adalah pemberian himbauan dan aba-aba ketika
menuruni scaffolding untuk memastikan bahwa kondisi sekitar scaffolding tidak berbahaya
dan membahayakan pekerja disaat menuruni scaffolding.
4.5.5 Rekomendasi Perbaikan
Dari potensi bahaya yang sudah diuraikan dengan metode Job Safety Analysis maka
dapat diketahui risiko yang muncul dari setiap proses pekerjaan blasting. Oleh karena itu
perlu dilakukan rekomendasi perbaikan berdasarkan potensi bahaya yang muncul dari proses
pekerjaan pembersihan badan kapal.
1. Kartu inspeksi scaffolding
Kartu inspeksi scaffolding digunakan untuk melakukan inspeksi terhadap
scaffolding. Bertujuan untuk mengurangi bahaya dan risiko yang ditimbulkan dari
alat bantu yang digunakan untuk bekerja.
73
Tabel 4.14
Scaffold inspection sheet
No. Yes No
Scaffold Inspection Check List
1. perangkaian dikoordinasikan oleh pekerja yang kompeten.
4. Tidak ada tabung atau anggota yang terlalu panjang dan berbahaya .
5. Pelat dasar dan sekrup dengan kuat didukung pada semua kaki.
6. Leveling penyesuaian sekrup diperpanjang kurang dari 0,3 meter dan mengunci kacang dikencangkan.
7. Menara terikat dengan dukungan yang kaku secara horizontal dan vertikal sesuai dengan persyaratan
peraturan
8. Perancah menara berdiri bebas dengan kawat pria sesuai dengan persyaratan peraturan untuk tingginya.
9. Landasan papan dilingkari di bawah pada setiap ujung dengan kayu atau besi siku.
11. Platform papan bentang maksimum 2,4 meter untuk tugas berat dan 3,0 meter untuk tugas ringan.
13. Kerangka pengaman dibutuhkan di sekitar tangga vertikal berdasarkan ketinggian sesuai dengan
persyaratan peraturan.
14. Perimeter ditempatkan pada permukaan kerja - papan kaki permanen, dan ketinggian sementara sesuai
dengan persyaratan peraturan.
15. Tinggi pegangan perimeter dengan pertengahan rel di sekitar semua platform kerja sesuai dengan
persyaratan peraturan.
16. Tali atau garis tangan terpisah dipasang di semua platform untuk menaikkan dan menurunkan alat atau
material.
17. Perangkat / tanda peringatan disediakan jika dipasang di atas trotoar atau jalan raya (lampu yang
berkedip, pita pemantul reflektif, atau area yang dibatasi tali).
18. Izin minimum dari jaringan listrik di atas dipertahankan sesuai Peraturan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja.
19. Rolling scaffold wheel brakes terkunci dan outrigger diperpanjang untuk mempertahankan ketinggian
maksimum 3 kali dimensi dasar terkecil.
21. Scaffold dibangun & dipelihara sesuai dengan spesifikasi dan gambar yang tersertifikasi.
74
Pada bab ini berisikan tentang pembahasan mengenai kesimpulan dan saran yang dapat
diperoleh setelah melakukan penelitian pada PT. Dok dan Perkapalan yang diharapkan dapat
bermanfaat untuk perusahaan, penulis serta pembaca.
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun
adalah:
1. Dari data kecelakaan kerja yang diolah dengan Failure Mode and Effect Analysis
diperoleh pada tahun 2015, 2016 dan 2017 berjumlah 56 jenis kecelakaan kerja yang
terjadi dari kecelakaan kerja ringan, sedang hingga berat. 3 jenis kecelakaan kerja ringan
yaitu : Terpleset, terjepit sedangkan kecelakaan kerja sedang yaitu : Terjatuh dan
kecelakaan kerja jenis berat yaitu : Tertimpa benda kerja dan Terlindas forklift.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja adalah belum ada SOP
pada setiap proses pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja sehingga resiko yang
ditimbulkan dari sebuah pekerjaan tidak dapat dikendalikan secara maksimal. 2 faktor
yang paling dominan adalah Unsafe Action dan Unsafe Condition 2 faktor yang paling
dominan yang menyebabkan masih tingginya angka kecelakaan kerja yang terjadi
sebagai contoh beristirahat di tempat kerja, dan menumpang forklift yang sedang
beroperasi.
3. Bentuk pengendalian terhadap resiko sebuah pekerjaan dapat dilakukan untuk
mengurangi kecelakaan kerja yang terjadi. Job Safety Analysis (JSA) merupakan salah
satu metode yang dapat digunakan untuk megendalikan resiko yang ada dalam bentuk
uraian kerja yang harus dilakukan seorang pekerja adalah:
a. Periksa dan pakai alat pelindung Diri/APD
Harus menggunakan APD saat melakukan sebuah pekerjaan seesuai dengan
ketentuan yang dibuat PT. DPS.
b. Cek kesehatan pekerja
Periksa dan cek alat pelindung diri harus digunakan secara benar. Pastikan pekerja
telah melakukan pengecekan di klinik PT. DPS dan lulus dengan kriteria tidak
fobia pada ketinggian dan fit untuk bekerja di ketinggian.
75
76
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah:
1. Rekomendasi perbaikan dapat digunakan untuk patokan dalam melakukan pekerjaan di
ketinggian dengan harapan resiko yang ditimbulkan dapat dikendalikan dan kecelakaan
kerja yang terjadi dapat di minimalkan.
2. Diharapkan penelitian selanjutnya menggunakan metode lain sebagai pembanding di
unit kerja lainnya yang ada di perusahaan PT. Dok dan Perkapalan ini serta berfokus
pada lingkungan kerja yang berpotensi bahaya dan memiliki dampak risiko yang besar
terhadap pekerja.
78
Bird, Frank E. Jr. And George L. Germain, Practical Loss Control Leadership, Penerbit:
International Loss Control Institue Inc, November 1992.
Kementrian Pekerjaan Umum. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 9 Tahun
2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen K3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
Jakarta: Kementrian Pekerjaan Umum.
OHSAS 18001. 2007. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 03/MEN/98 tahun 1998 tentang
Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
Risk Management Guidelines. 2007. Companion to AS/NZS 2007. Carmen Green Zevallos.
Sholihah, Qomariyatus & Setyaningrum, Ratna. Job Safety Analysis. Malang: Akademia,
2014.
Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001.
Jakarta: Dian Rakyat, 2010.
Republik Indonesia. 1986. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 174/MEN/1986 dan
No. 104/KPTS/1986 Tentang Keselamatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Ridley, John. 2006. Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Terjemahan oleh Soni Astranto,
S.Si. Jakarta: Erlangga. Santosa, Budi. 2009. Manajemen Proyek Konsep dan
Implementasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Cayman Business System. (2002). Failure Mode and Effect Analysis. Oasis Member
News.
Suma’mur, Dr. M.SC. 1995. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT.
Gunung Agung.
Susihono, Wahyu. 2012. Manajemen Bahaya Kerja I. Diktat Mata Kuliah Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Cilegon: Fakultas Teknik Universitas Sultan Agung Tirtayasa.
Tarwaka. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen
79
80
Jimmy, Arian. 2012. Manajemen Risiko dengan Failure Mode and Effect Analysis pada
Perusahaan Kontraktor, Jakarta. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Jakarta: Universitas
Indonesia.