MAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan Mata Kuliah Kerja Praktek (KP)
Pada Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Muslim Indonesia
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Ir. Ir.
Citra Aulian
Citra Chalik,S.T.,
Aulia Khalik, ST.,M.T.
MT.
NIPS. 109 20 1571
Menyetujui,
Ketua Program Studi Teknik Pertambangan
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2. Maksud dan Tujuan ................................................................................ 2
1.3. Batasan Penelitian .................................................................................. 2
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 2
1.5. Alat dan Bahan ....................................................................................... 2
BAB V PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 25
3.2 Saran ............................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Sistem penginderaan jauh .............................................................. 11
2.2 Sistem sensor ................................................................................. 12
3.1 Tahapan penelitian ......................................................................... 19
4.1 Hasil foto udara citra satelit ........................................................... 20
4.2 Peta suhu permukaan ..................................................................... 22
4.3 Peta tutupan lahan .......................................................................... 22
4.4 Peta indeks vegetasi ....................................................................... 23
4.5 Peta hasil variasi batuan................................................................. 24
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam terutama
bahan galian berupa mineral. Banyak perusahaan yang bergerak dibidang
pertambangan untuk menemukan dan mengolah bahan galian tersebut. Sebagai suatu
industri yang padat modal, teknologi, sumberdaya dan mengandung resiko yang
tinggi, maka industri pertambangan membutuhkan usaha yang lebih untuk dapat
menghasilkan sesuatu yang positif dan menguntungkan.
Peranan ilmu eksplorasi menjadi hal yang sangat penting sebagai awal dari
seluruh rangkaian perkejaan dalam industri pertambangan. Eksplorasi menjadi dasar
dalam perencanaan aktivitas industri pertambangan yang meliputi tingkat kepastian
dari penyebaran endapan, geometri badan bijih (endapan), jumlah cadangan, serta
kualitas endapan. Kegiatan eksplorasi harus terencana, terprogram dan efisien,
sehingga dibutuhkan pengelolaan kegiatan eksplorasi yang baik dan terstruktur.
Untuk itu dibutuhkan pemahaman konsep eksplorasi yang tepat dan terarah oleh para
pelaku kegiatan eksplorasi, khususnya yang meliputi disiplin ilmu geologi dan
eksplorasi tambang.
Eksplorasi merupakan kegiatan bertujuan untuk mendapatkan kepastian
tentang endapan bahan galian yang meliputi bentuk, ukuran, letak kedudukan,
kualitas (kadar) endapan bahan galian serta karakteristik fisik dari endapan bahan
galian tersebut. Metode eksplorasi dibagi menjadi dua, yaitu eksplorasi langsung
(metode geologi) dan tidak langsung (metode geofisika dan geokimia). Metode geologi
terdiri dari survei indra jauh, surveri geologi permukaan, sumur uji dan paritan,
pemboran eksplorasi dan survei geologi bawah tanah. Sedangkan metode geofisika
terdiri dari survei geofisika udara, survei geofisika darat dan logging sumur. Sedangkan
ekplorasi geokimia terdiri dari penyontohan aliran sungai, penyontohan tanah dan
penyontohan batuan.
Maka dari itu, dalam laporan ini akan dibahas mengenai eksplorasi geologi
dengan metode survei indra jauh (remote sensing) menggunakan data citra satelit
untuk memetakan daerah potensi bahan galian yang dapat diidentifikasi dari tampak
rona/warna (variasi batuan).
1
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pemetaan eksplorasi
dengan metode citra satelit.
1.2.2 Tujuan
1. Mengetahui prinsip dasar metode citra satelit dalam pemetaan eksplorasi.
2. Mengetahui karakteristik warna atau variasi batuan pada hasil citra satelit.
3. Mengetahui cara pengolahan data citra satelit.
Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu mengacu pada sumber literatur
yang ada berupa jurnal penelitian sebelumnya tentang kajian pemetaan eksplorasi
dengan citra satelit.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagai suatu industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat
sumberdaya, serta mengandung resiko yang tinggi, maka industri pertambangan
menjadi ha1 yang sangat unik dan membutuhkan usaha yang lebih untuk dapat
menghasilkan sesuatu yang positif dan menguntungkan. Banyaknya disiplin ilmu dan
teknologi yang terlibat di dalam industri ini mulai dari geologi, eksplorasi,
pertambangan, metalurgi, mekanik dan elektrik, lingkungan, ekonomi, hukum,
manajemen, keuangan, sosial budaya, dan komunikasi, sehingga menjadikan industri
ini cukup kompleks (Gusman 2010).
Karena yang menjadi dasar dalam perencanaan aktivitas pada industri
pertambangan adalah tingkat kepastian dari penyebaran endapan, geometri badan
bijih (endapan), jumlah cadangan, serta kualitas, maka peranan ilmu eksplorasi
menjadi ha1 yang sangat penting sebagai awal dari seluruh rangkaian pekerjaan
dalam industri pertambangan.
Secara umum, dalam industri pertambangan kegiatan eksplorasi ditujukan
sebagai berikut (Gusman 2010) :
1. Mencari dan menemukan cadangan bahan galian baru.
2. Mengendalikan (menambah) pengembalian investasi yang ditanam, sehingga
pada suatu saat dapat memberikan keuntungan yang ekonomis (layak).
3. Mengendalikan (penambahan/pengurangan) jumlah cadangan, dimana
cadangan merupakan dasar dari aktivitas penambangan.
4. Mengendalikan atau memenuhi kebutuhan pasar atau industri.
5. Diversifikasi sumberdaya alam.
6. Mengontrol sumber-sumber bahan baku sehingga dapat berkompetisi dalam
persaingan pasar.
Dilihat dari pentingnya ha1 tersebut di atas, terdapat 5 (lima) ha1 penting
yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Pemahaman filosofi eksplorasi dan cebakan bahan galian.
3
2. Pengetahuan (dasar ilmu dan teknologi) yang terkait dalam pekerjaan
eksplorasi.
3. Pemahaman konsep dan metode eksplorasi.
4. Prinsip dasar dan penerapan metode (teknologi) eksplorasi.
5. Pengambilan keputusan pada setiap tahapan eksplorasi.
Proses eksplorasi mempunyai hubungan yang erat dengan keadaan dan
perilaku suatu endapan bahan galian, yaitu proses untuk mengetahui bagaimana suatu
endapan terbentuk (terakumulasi), bagaimana penyebaran dan bentuk (geometri)
endapan tersebut di alam, berapa banyak endapan tersebut yang dapat diambil, serta
bagaimana tingkat (nilai) keekonomian endapan tersebut. Karena sangat erat dengan
pengetahuan keberadaan suatu cebakan endapan, maka pemahaman filosofi
akumulasi suatu cebakan endapan menjadi sangat penting. Konsep cebakan suatu
endapan di kerak bumi dapat disederhanakan menjadi tiga faktor utama, yaitu :
1. Adanya sumber (source).
2. Adanya proses perpindahan (migration/transportation).
3. Adanya tempat/wadah/perangkap dimana bahan berharga dapat terbentuk
atau terkumpul (place).
Sumber (source), merupakan asal dari unsur-unsur logam/bahan lainnya Dari
sumbemya, logam-logam akan tenebar (disseminated) pada mantel dan kerak bumi
dalam jumlah yang sangat kecil dan setempat-setempat dengan kontrol geologi
tertentu terkonsentrasi dalam jumlah ekonomis untuk diekstrak (tubuh bijih). Secara
konsep proses pengkonsentrasian tersebut dapat disederhanakan, tapi kenyataan
sebenamya merupakan proses yang sangat kompleks.
Migrasi (migration), adalah proses perpindahan (transportasi) logam-
logam/bahan lainnya dari sumbemya (source) :
a. Logam-logam tertransport dalam larutan dari sumber ke lokasi pengendapan
yang baru pada kondisi temperatur-tekanan tinggi dalam rentang yang lebar
(hipogen), atau dapat juga sebagai kompleks anorganik/organik dalam
lingkungan temperatur rendah (supergen, residual, aluvial).
b. Batuan pada umumnya impermeabel, sedangkan batuan plutonik pada
umumnya mempunyai permeabilitas yang rendah untuk larutan dan uap
(vapour). Selanjutnya dengan melalui fungsi waktu (skala waktu geologi),
4
permeabilitas yang rendah tenebut dapat memungkinkan terbentuknya
konsentrasi mineral yang signifikan melalui difusi atau aliran.
c. Pada sistem hidrotermal, rekahan dan sesar dapat menjadi media permeabel
sebagai media perpindahan larutan mineral.
d. Pori-pori pada batuan sedimen dapat menjadi media permeabel untuk
peningkatan konsentrasi logam-logam, dan membentuk cebakan mineral
sebagai endapan yang signifikan dan dikenal sebagai “sediment-hosted base
metal deposit”.
Perangkap atau wadah (place) merupakan tempat terkumpulnya
endapan/cebakan mineral yang karena kondisi kimia-fisika yang berubah
menghasilkan presipitasi elemen-elemen atau senyawa dari larutan, atau pengkayaan
residual akibat perpindahan sebagian unsur-unsur, atau peningkatan konsentrasi dari
yang tidak ekonomis pada batuan menjadi ekonomis pada endapan yang baru.
a. Logam-logam dapat terkonsentrasi dari hidrosfir melalui peristiwa evaporasi
dari dari suatu larutan.
b. Logam-logam dapat mengalami presipitasi dari larutan sisa magma sebagai
akibat dari pengurangan temperatur dan tekanan, atau akibat kontak dan
bereaksi dengan batuan induk, atau akibat kontaminasi “fluida bijih” dengan
larutan (air) bawah perrnukaan lainnya.
c. Logam-logam dapat terkonsentrasi dan tertempatkan melalui aktivitas
biologi.
d. Logam-logam dapat terkayakan melalui peristiwa pelindian atau melalui
presipitasi dalam regolith (lapisan penutup ≈ mantle rock).
e. Logam-logam dapat menerobos dan terkonsentrasi akibat kontrol struktur
melalui pengisian rongga-rongga (porositas).
Secara umum, dengan dasar filosofi pembentukan endapan, maka dapat
dikembangkan suatu filosofi kegiatan eksplorasi dengan pendekatan (proses) sebagai
berikut :
1. Mendapatkan pengetahuan (informasi) tentang hal-ha1 dasar yang diperoleh
melalui suatu rangkaian kegiatan eksplorasi, yaitu berupa :
a. Tipe bijih
b. Lingkungan geologi batuan induk, berupa : umur, tatanan tektonik, tipe
batuan induk, hubungan dengan struktur geologi, hubungan dengan
5
gejala-gejala anomali geokimia dan ciri-ciri alterasi, aliran fluida dalam
batuan induk, sejarah metamorfik tanda-tanda sifat geofisika yang dapat
dimanfaatkan.
c. Pendekatan realistik dari kadar.
d. Kondisi dan sifat mineralogi bijih.
e. Ukuran (geometri) dan jumlah (kuantitas) endapan.
2. Pengetahuan tentang proses-proses fisika dan kimia yang menyertai peristiwa
pengkonsentrasian suatu logam/endapan/mineral, terrnasuk kondisi iklim,
karena kondisi iklim yang berbeda pada skala waktu geologi, dapat
memungkinkan adanya perbedaan dalam karakteristik geologi perrnukaan,
geofisika, dan geokimia.
3. Pemahaman untuk dapat menghasilkan (mengembangkan) suatu bentuk
pemikiran lateral dari pengetahuan konseptual (teoritis) terhadap karakteristik
suatu endapan yang dicari, yang sebelumnya belum diketahui keberadaannya,
melalui teknik-teknik (teknologi-metodologi) yang sesuai dengan
karakteristik endapan tenebut.
Banyak definisi yang dapat diuraikan dalam istilah eksplorasi, namun dalam
konteks ini secara umum, eksplorasi dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk
mencari, menemukan, dan mendapatkan suatu bahan tambang (bahan galian) yang
kemudian secara ekonomi dapat dikembangkan untuk diusahakan. Secara konsep,
dalam lingkup industri pertambangan, eksplorasi dinyatakan sebagai suatu usaha
(kegiatan) yang karena faktor resiko, dilakukan secara bertahap dan sistematik untuk
mendapatkan suatu areal yang representatif untuk dapat dikembangkan lebih lanjut
sebagai areal penambangan (dieksploitasi).
Kegiatan eksplorasi dapat dimulai setelah target endapan yang akan
dieksplorasi telah ditetapkan. Prosedur berikut merupakan prosedur umum yang
diterapkan dalam suatu program eksplorasi :
1. Melakukan pengumpulan data awal mineral dan informasi-informasi yang
berhubungan dengan mineral target, dan melakukan analisis terhadap
informasi-inforrnasi tersebut untuk mendapatkan hubungan antara ukuran
6
(size), keterdapatan (sebaran), serta kadar endapan tenebut dalam beberapa
kondisi geologi yang berbeda.
2. Melakukan seleksi data serta membuat sintesis-sintesis untuk menyusun
model yang menggambarkan endapan pada beberapa kombinasi lingkungan
geologi.
3. Menyusun skala prioritas berdasarkan gambaran kondisi daerah target
eksplorasi.
4. Melakukan survei geologi pendahuluan dan pengambilan beberapa contoh
untuk dapat menghasilkan gambaran awal berdasarkan kriteria seleksi
geologi yang telah ditetapkan pada daerah terpilih.
5. Mencari informasi pada tambang-tambang endapan sejenis yang telah ditutup
maupun sedang beroperasi, dan mencoba menerapkannya jika mempunyai
kondisi geologi yang mirip. Jika ternyata mempunyai kondisi yang tidak
sesuai, maka perlu dilakukan modifikasilpenyesuaian.
6. Jika beberapa pendekatan memberikan hasil yang positif, maka perlu
disiapkan suatu program sosialisasi dengan komunitas lokal, berupa transfer
inforrnasilgambaran mengenai kegiatan yang akan dilakukan.
7. Menyusun program dan budget eksplorasi untuk pekerjaan-pekerjaan
lanjutan.
a. Program geologi tinjau dan pemetaan
b. Program survei dan sampling geokimia
c. Program survei geofisika
d. Program pemboran dan sampling
e. Program evaluasi dampak lingkungan.
Program dan budget eksplorasi dapat dikelompokkan menjadi beberapa
tahapan sebagai berikut (Gusman 2010) :
Tahap I (Preliminary), yaitu program dengan budget rendah yang ditujukan
untuk memperoleh informasi umum. Tahap I ini pada umumnya dapat berupa
kegiatan :
a. Survei geologi tinjau (reconaissance).
b. Pengecekan-pengecekan data yang sudah ada pada peta geologi regional
(desk study).
c. Pengambilan beberapa sampel awal geokimia.
7
Tahap II (Prospecting), yaitu program yang disusun berdasarkan gambaran-
gambaran yang telah diperoleh pada tahap I. Tahap II ini pada umumnya berupa
kegiatan :
a. Pemetaan geologi.
b. Sampling dan survei geokimia sistematik.
c. Beberapa pemboran dangkal (scout drilling).
d. Survei geofisika.
Tahav III (Finding and Calculation/Evaluation), yaitu program yang
ditujukan untuk memastikan kondisi endapan yang disusun berdasarkan hasil analisis
dan interpretasi hasil tahap II (model genetik). Target awal dipersempit sesuai
dengan anomali geokimia dan geofisika yang ditemukan. Pada umumnya program
yang direncanakan berupa pemboran dan sampling untuk pemastian anomali-anomali
yang ada.
8
b. lnterpretasi foto udara dan citra satelit (batuan, struktur)
c. Identifikasi batuan & mineral baik di lapangan maupun di laboratorium
d. Sistem navigasi yang presisi don modem
4. Sistim data base dan manajemen informasi
5. Kartografi dan peta-peta digital (digitasi)
6. Eksplorasi geofisika dan aplikasinya, meliputi instrumen, pengambilan data,
prosesing dan interpretasi data, menggunakan metode :
a. Survei Magnetik (airborne dan ground)
b. Survei Gayaberat (Gravity)
c. Survei Elektrik (IP, metode magnetotelurik, tahanan jenis, SP, dll.)
d. Seismik (refleksi dan refraksi)
e. Georadar
7. Analisis data mulai dari kompilasi data yang potensial serta aplikasinya
sampai analisis untuk penentuan zona-zona anomali.
8. Pemboran, yang ditujukan untuk pengujian anomali yang ada dan untuk
sampling. Beberapa alat pemboran :
a. Mudpuncher
b. Auger
c. Rotary Air Blast
d. Rotary Percussion
e. Reverse circulation
f. Core drilling
g. Deep-well rotary drilling
Selain itu, para pelaku dapat memahami (memiliki kemampuan) untuk
kelancaran pemboran, yaitu :
a. Pemilihan alat bor
b. Desain lubang bor
c. Teknik pemboran (arah pemboran, kontrol fluida)
d. Prosedur sampling
e. Pengelolaan inti bor
f. Chip & core drilling
9. Pemodelan endapan baik manual maupun dengan bantuan perangkat lunak
(geostatistik s/d pemodelan 3D)
9
10. Pengelolaan sistem komputer
10
Sistem penginderaan jauh mencakup beberapa komponen utama, yaitu : (1)
Sumber energi; (2) Sensor sebagai alat perekam data; (3) Stasiun bumi sebagai
pengendali dan penyimpan data; (4) Fasilitas pemrosesan data; dan (5) Pengguna
data. Sistem penginderaan jauh secara digramatik diperlihatkan pada Gambar 2.1.
Sumber energi yang digunakan dalam sistem penginderaan jauh adalah dari matahari
yang biasa disebut dengan sistem pasif dan sebaliknya (sistem aktif) yang tidak
menggunakan matahari sebagai sumber energi utama. Sensor yang dapat digunakan
untuk perekam data dapat berupa multispektral scanner, vidicon atau multispektral
camera. Rekaman data disimpan sementara di dalam alat perekam yang ditempatkan
di satelit kemudian dikirimkan secara telemetri ke stasiun penerima bumi sebagai
data mentah (raw data). Di stasiun bumi, data diproses awal (pre-processing) seperti
koreksi radiometrik dan koreksi geometrik sebelum dikemas dalam bentuk format
baku yang siap untuk dipakai pengguna (Fitrianda 2013).
11
Energi yang dipancarkan pada umumnya dalam bentuk energi termal. Energi termal
yang dipancarkan bukan berupa suhu kinetik melainkan suhu pancaran atau radiasi.
Berbeda dengan suhu kinetik yang hanya dapat diindera dengan kulit maupun
termometer yang ditempelkan langsung pada bendanya, suhu pancaran dapat
direkam oleh sensor dari jarak jauh (Fitrianda 2013).
Menurut Lillesand dan Kiefer (1997), dalam dunia penginderaan jauh,
terdapat dua sistem energi pada wahana, yaitu sistem aktif dan sistem pasif.
Pada wahana yang menggunakan sistem sensor pasif (Gambar 4.2 a), sumber
energi utama yang dibutuhkan oleh satelit berasal dari sumber lain yang tidak
terintegrasi dalam wahana. Sumber energi yang dimaksud biasanya berupa energi
yang berasal dari matahari. Untuk semua energi yang direfleksikan, sensor pasif
hanya dapat digunakan pada saat ada penyinaran matahari. Sedangkan pada malam
hari tidak ada refleksi energi dari matahari yang digunakan. Pada sisitem pasif radiasi
gelombang pendek dipancarkan dari target yang dideteksi. Beberapa wahana yang
menggunakan sistem ini antara lain satelit Aster, Landsat, SPOT, NOAA, MODIS,
dan lainnya.
Pada wahana yang menggunakan sistem sensor aktif (Gambar 4.2 b), sumber
energi utama yang dibutuhkan oleh wahana menggunakan energi elektromagnetik
yang dibangkitkan oleh sensor Radar (radio detecting and ranging) yang terintegrasi
pada wahana tersebut (tidak menggunakan matahari sebagai sumber energi).
12
Beberapa wahana yang menggunakan sistem ini antara lain Radarsat, JERS,
ADEOS dan lainnya. Berkenaan dengan hukum kekekalan energi maka bentuk
interaksi energi dengan obyek yang dapat terjadi adalah pemantulan, penyerapan,
penerusan, dan transmisi. Hubungan tersebut menunjukkan hubungan timbal balik
antara mekanisme energi pantulan, energi serapan, dan energi transmisi. Besarnya
energi tersebut berbeda untuk tiap obyek pada permukaan bumi bergantung pada
jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini memungkinkan untuk membedakan
obyekyang berbeda pada suatu citra.
13
pada resolusi 15 meter dan band termal dengan resolusi yang lebih tajam 60 meter.
Satelit penginderaan jauh saat ini telah mencapai Landsat 8. Landsat 8 adalah
satelit terbaru setelah Landsat 7. Sejak tahun 2003 Landsat 7 ETM mengalami
gangguan atau kerusakan yang menyebabkan kerusakan pada sensor optiknya yang
menyebabkan terjadinya sejumlah garis dengan ukuran lebar beberapa piksel
kehilangan datanya atau dikenal dengan istilah “stripping” (Fitrianda 2013).
Landsat 8 diluncurkan pada 2013 dengan memiliki sensor Onboard
Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah
band sebanyak 11. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 band (band 1-9) berada pada OLI
dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar band memiliki spesifikasi
mirip dengan Landsat 7. Data citra Landsat 8 memiliki resolusi spasial 30 m untuk
band 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan band 9, sedangkan band panchromatic memiliki resolusi
spasial 15 m. Selain beresolusi spasial 30 m dan 15 m, pada band 10 dan 11 yang
merupakan band TIR-1 dan TIR-2 memiliki resolusi spasial 100 m (Fitrianda 2013).
Tabel 2.1 Spesifikasi sensor Landsat 8 (Fitrianda 2013)
Band Gelombang Spektral (µm) Resolusi (m)
1 Coastal aerosol 0,43 – 0,45 30
2 Blue 0,45 – 0,51 30
3 Green 0,53 – 0,59 30
4 Red 0,64 – 0,67 30
5 Near Infrared (NIR) 0,85 – 0,88 30
6 SWIR 1 1,57 – 1,65 30
7 SWIR 2 2,11 – 2,29 30
8 Panchromatic 0,50 – 0,68 15
9 Cirrus 1,36 – 1,38 30
10 Thermal Infrared (TIRS) 1 10,60 – 11,19 100
11 Thermal Infrared (TIRS) 2 11,50 – 12,51 100
14
Tabel 2.2 Saluran/Band Landsat 8 OLI/TIRS (Monita and Ikhsantamma 2015)
Panjang
Kanal Gelombang Keterangan
(µm)
Studi aerosol dari wilayah
1 – Aerosol pesisir 0,43-0,45
pesisir
Pemetaan bathimetrik,
membedakan tanah dari
2 - Biru 0,45-0,51
vegetasi dan daun dari
vegetasi konifer
Mempertegas puncak puncak
3 – Hijau 0.53 – 0.59 vegetasi untuk menilai
kekuatan vegetasi
4 – Merah 0.64 – 0.67 Membedakan sudut vegetasi.
5 - Near Infrared Menekankan konten
0,85 – 0,88
(NIR) biomassa dan garis pantai
6 – Short-Wave Mendiskriminasikan kadar air
1,57 – 1,65
Infrared (SWIR 1) tanah dan vegetasi,
menembus awan tipis
7 - Short-Wave Peningkatan kadar air tanah
Infrared (SWIR 2) 2,11 – 2,29 dan vegetasi dan penetrasi
awan tipis
Resolusi 15 m, penajaman
8 - Pankromatic 0.50 – 0.68
citra
9 - Sirus Peningkatan deteksi awan
1.36 – 1.68
sirus yang terkontaminasi
Resolusi 100 m, pemetaan
10 - TIRS 1 10.60 – 11.19 suhu dan penghitungan
kelembaban tanah
Resolusi 100 m, Peningkatan
pemetaan suhu dan
11 - TIRS 2 11.5 -12.51
penghitungan kelembaban
tanah
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
17
3.4 Tahap Penyajian Data
18
TAHAPAN METODOLOGI PENELITIAN
Tahap Pendahuluan
Persiapan Administrasi
Studi pustaka
Jenis Data
Data Sekunder
1. Spesifikasi sensor Landsat 8.
2. Saluran/Band Landsat 8 OLI/TIRS.
3. Peta Suhu Permukaan
4. Peta Tutupan Lahan
5. Peta Indeks Vegetasi
6. Peta variasi batuan hasil interpretasi
Sumber Data
19
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Citra Landsat merupakan salah satu jenis citra satelit penginderaan jauh yang
dihasilkan dari sistem penginderaan jauh pasif, pada prinsipnya interpretasi citra
satelit juga menggunakan unsur dasar pengenalan (rona/warna, tekstur, bentuk,
ukuran, pola, letak, asosiasi, dan bayangan) dan unsur dasar interpretasi geologi
(relief, pola penyaluran, vegetasi, dan objek budaya), umumnya interpretasi citra
satelit sama halnya dengan interpretasi foto udara dan interpretasi citra radar (Monita
and Ikhsantamma 2015).
20
berikut :
1. Band 4 (Red) berfungsi untuk membedakan lereng vegetasi, karena vegetasi
menyerap hampir semua cahaya merah (kadang-kadang disebut pita
penyerapan klorofil) pita ini dapat berguna untuk membedakan antara
vegetasi dan tanah dalam memantau kesehatan vegetasi.
2. Band 5 (Near Infrared) berfungsi untuk menekankan kandungan biomassa
dan garis pantai, karena air menyerap hampir semua cahaya pada badan air
panjang gelombang ini tampak sangat gelap. Band ini kontras dengan
pantulan terang untuk tanah dan vegetasi sehingga band ini adalah band yang
baik untuk mendefinisikan antar muka air/darat.
3. Band 7 (Short Wavelength Infrared 2) berfungsi untuk peningkatan kadar air
tanah dan vegetasi dan penetrasi awan tipis, band ini juga digunakan untuk
kelembaban vegetasi serta untuk pemetaan tanah dan geologi hingga batuan
ubahan hydrothermal yang berasosiasi dengan deposit mineral.
Pengolahan data citra inderaja Landsat 8 OLI/TIRS dilakukan menggunakan
bantuan software ArcMap Versi 10.3 untuk menggabungkan beberapa band atau
saluran sehingga dapat dilakukan interpretasi rona/warna. Dari data interpretasi
tersebut, dilakukan interpretasi kembali untuk melakukan pendugaan variasi batuan.
4.2 Pembahasan
Lokasi penelitian didominasi oleh suhu permukaan dengan kisaran suhu 34°C
– 36°C seluas 3,838 hektar dan kisaran suhu 32°C – 34°C seluas 3,359.7 hektar.
Berdasarkan peta geologi skala 1: 100.000 lembar jatirogo dapat dilihat bahwa lokasi
penelitian didominasi oleh formasi paciran dengan satuan batu gamping pejal dan
batu gamping dolomitan. Jika demikian, berdasarkan tabel emisivitas maka suhu
permukaan yang mendominasi seharusnya adalah suhu 38°C, namun pada hasil
pengolahan citra band 61 suhu permukaan 38°C hanya 319,7 hektar . Oleh karena itu
hasil pengolahan citra yang ada perlu dilakukan koreksi dengan melakukan
pengecekan lapangan (Nurjannah and Yuwono 2013).
21
Gambar 4.2 Peta suhu permukaan
22
Gambar 4.4 Peta indeks vegetasi
Jika ditinjau dari parameter kerapatan vegetasi, menurut Syaeful dalam bahri
menyatakan bahwa salah satu syarat terbentuknya kawasan karst (dengan dominasi
batu kapur dan dolomit) adalah memiliki vegetasi penutup lahan dengan kerapatan
tinggi. Namun ketika dilakukan pengolahan di citra dan pengecekan dilapangan di
dapatkan hasil bahwa indeks vegetasi yang ada di lokasi tambang batu kapur tersebut
masuk dalam tipe kerapatan vegetasi yang jarang (range -1 sampai 0,32). Hal
tersebut dikarena lokasi tambang yang ada sudah berubah menjadi dari semak
belukar menjadi ladang/tegalan. Range -1 sampai 0.32 memiliki luasan paling besar
dalam pembagian tipe indeks vegetasi yaitu 8374,6 hektar.
Berdasarkan hasil interpretasi visual, peta geologi lembar jatirogo, dan
pengecekan dilapangan didaptkan hasil bahwa batuan yang ada di lokasi penelitian
antara lain :
1. Anggota ngrayong, formasi tuban (Tmtn) Batupasir kuarsa berselingan
batugamping dan batulempung.Dalam kenampakan di citra memiliki warna
biru cerah dengan selingan warna kuning dan orange.
2. Formasi paciran (Tpp) Batugamping pejal, dan batugamping
dolomitan.Dalam kenampakan di citra memiliki warna biru cerah dan
diselingi warna biru tua.
3. Aluvium (Qa) Pasir, lempung, lanau, dan kerikil. Dalam kenampakan di citra
memiliki warna merah diselingi warna biru tua.
23
Gambar 4.5 Peta hasil variasi batuan
Dari hasil pengolahan citra diketahui bahwa tambang batu kapur berada pada
formasi paciran (tpp) dengan satuan batuan satuan batugamping pejal, dan
batugamping dolomitan. Formasi ini memiliki luasan 8225,1 hektar.
24
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
27