Anda di halaman 1dari 40

TAHAPAN KEGIATAN PENAMBANGAN NIKEL DI PT BUMI

ANUGRAH RESOURCE KABUPATEN KOLAKA UTARA

LAPORAN KERJA PRAKTEK


HALAMAN JUDUL

ASMIDAR UMAGAPI
093 2018 0265

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN

ASMIDAR UMAGAPI
093 2018 0265

TAHAPAN KEGIATAN PENAMBANGAN NIKEL DI PT BUMI


ANUGRAH RESOURCE

Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan Mata Kuliah Kerja Praktek (KP)
Pada Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Muslim Indonesia

Disetujui oleh,
Pembimbing

Ir. Nur Asmiani S.T., M.T., IPP.


Nips. 109 10 1031

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Muslim Indonesia

Ir. Firman Nullah Yusuf, S.T., M.T., IPP.


Nips. 109 10 1032

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu..


Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT tuhan semesta alam
atas berkat, hidayah, taufik, serta rahmat kesehatan-Nya saya dapat menyelesaikan
laporan Kerja Praktek pada PT Bumi Anugrah Resouece ini dengan lancar dan tepat
pada waktunya.
Penyusunan laporan Kerja Praktek dengan judul “Tahapan Kegiatan
Penambangan di PT Bumi Anugrah Resource Kabupaten Kolaka Utara” sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan kerja praktik pada Jurusan Teknik
Pertambangan Fakultas Teknologi Indurtri Universitas Muslim Indonesia.
Selama melakukan kegiatan kerja praktek hingga penyusunan laporan, penulis
banyak menemukan kendala–kendala namun berkat dukungan dari berbagai pihak,
akhirnya penulisan laporan kerja praktek ini dapat terselesaikan dengan baik.
Olehnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Firman Nullah Yusuf, S.T., M.T., IPP. Selaku Ketua Jurusan Teknik
Pertambangan Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia,
2. Ibu Ir. Nur Asmiani, ST., M.T., IPP. Selaku Pembimbing Praktek Kerja Lapangan.
3. Seluruh Dosen, Staff karyawan dan karyawati Universitas Muslim Indonesia.
4. Bapak Husein Siduppa S.T. Selaku pembimbing pertama yang membimbing
selama kerja praktek di PT Bumi Anugrah Resource , Desa Woise Kecamatan
Lambai, Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.
5. Seluruh staff dan kariawan departemen PT Bumi Anugrah Resource , Desa
Woise Kecamatan Lambai, Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi
Tenggara.
6. Orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan do’a, materi, dan moral
yang tiada hentinya.
7. Teman-teman mahasiswa Teknik Pertambangan Universitas Muslim Indonesia
yang selalu setia membantu baik dalam suka maupun duka.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari
titik kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dukungan dan
partisipasinya berupa kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini.

iii
Akhir kata, penulis menghaturkan maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam
penulisan laporan kerja praktek ini masih terdapat banyak kesalahan maupun
kekhilafan. Semoga dikemudian hari, laporan ini dapat memberikan sumbangsih bagi
ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat bagi pembacanya.
Billahi Taufik Walhidayah, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu.

Woise, 25 Februari 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI………………………………………………………………. v
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan .............................................................................. 2
1.3 Batasan Masalah ................................................................................... 2
1.4 Alat dan Bahan ..................................................................................... 2
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 3
1.6 Waktu, Lokasi dan Kesampaian Daerah .............................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Nikel Laterite ........................................................................................ 5
2.2 Nikel Sulfida ......................................................................................... 9
2.3 Profil Nikel Laterit ................................................................................ 10

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Tahapan Pendahuluan............................................................................ 14
3.2 Tahapan Pengambilan Data................................................................... 14
3.3 Tahapan Pengolahan dan Analisis Data................................................ 14
3.4 Penyusunan Laporan Kerja Praktek...................................................... 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil........................................................................................................ 16
4.2 Pembahasan............................................................................................ 16

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan............................................................................................. 23
5.2 Saran....................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Peta Lokasi PT Bumi Anugrah Resource ..................................................... 4
2.1 Skema Pembentukan Profil Laterit...............................................................10
2.2 Profil Umum Pada Zona Bijih Nikel.............................................................12
4.1 Proses Land Clearing....................................................................................16
4.2 Proses Pengupasan OB..................................................................................17
4.3 Proses Ore Getting........................................................................................18
4.4 Proses Pemuatan Bijih Di Front....................................................................19
4.5 Proses Pengangkutan Ore..............................................................................20
4.6 Proses Dumping Bijih ke Stockpile...............................................................21
4.7 Proses Ore yang sudah ada di Stockpile........................................................22

vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan kemajuan peradaban dan teknologi sehingga terjadi


peningkatan laju konsumsi berbagai macam material hasil tambang baik logam
maupun non logam. Nikel merupakan bahan galian vital dalam artian dapat
menjamin hajat hidup orang banyak Sebagai bahan untuk kebutuhan industri strategis
dan teknologi tinggi, nikel membutuhkan modal yang besar dengan risiko yang tinggi
untuk ditambang. Hal ini menyebabkan perusahaan tambang berupaya agar kegiatan
penambangan yang akan dilakukan dapat menghasilkan profit yang sebesar-besarnya
dengan waktu pengembalian modal secepat mungkin.
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Dengan potensi yang melimpah itu, Sulawesi Tenggara mempunyai prospek yang
potensial untuk bahan galian non logam, seperti nikel yang merupakan komoditi
unggulan untuk dikembangkan lebih lanjut. Untuk bahan galian nikel, di pelosok
negara Indonesia didominasi oleh endapan bijih nikel laterit yang terbentuk dari hasil
pelapukan (Laterisasi) batuan ultrabasa Peridotit. Begitu halnya dengan keterdapatan
endapan bijih nikel laterit di Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya di Kabupaten
Kolaka Utara yang juga keterdapatan endapan bahan galian nikel laterit yang
sementara ini diusahakan oleh sebuah perusahaan yakni PT Bumi Anugrah Resource
. Kegiatan produksi PT Bumi Anugrah Resource , senantiasa dikontrol dan diawasi
kadar bijih nikel pada saat penambangan, dimana pengontrolan dan pengawasan
bijih nikel ini dilakukan baik terhadap kadar air maupun terhadap kadar bijih nikel
itu sendiri. Namun, untuk memenuhi persyaratan tersebut dari pihak manajemen
perusahaan dihadapkan pada suatu permasalahan, yang mana dari hasil analisis
kimia menunjukan bahwa adanya perbedaan kadar antara dua pit yang ada. Maka
dari itu penulis melakukan penelitian dengan judul pengamatan “Tahapan Kegiatan
Penambangan”.

1
1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud
Adapun maksud dari kegiatan praktek ini adalah mengamati serta
mempelajari langsung aktifitas penambangan nikel laterit pada PT Bumi Anugrah
Resource Kabupaten Kolaka Utara.
1.2.2 Tujuan
Adapun tujuan kerja praktek ini adalah Mengetahui proses penambangan bijih
Nikel Laterit pada PT Bumi Anugrah Resource Kabupaten Kolaka Utara.

1.3 Batasan Masalah

Dalam kegiatan kerja praktek ini, penulis memfokuskan pada tahapan


penambangan bijih Nikel Laterit.

1.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama kerja praktek adalah sebagai berikut;
a. Alat tulis menulis (ATM);
b. Safety helmet;
c. Safety shoes;
d. Masker dan kaca mata;
e. Rompi;
f. Kamera;
g. Laptop.

2
1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu :


a. Manfaat untuk Mahasiswa
Mendapatkan gambaran tentang kondisi real dunia industri dan memiliki
pengalaman terlibat langsung dalam aktivitas industri. Serta mengembangkan
wawasan berpikir, bernalar, menganalisis dan mengantisipasi suatu
permasalahan, dengan mengacu pada materi teoritis dari disiplin ilmu yang
ditempuh. Juga meningkatkan kreatifitas dan inovasi dalam peningkatan
kualitas industri dimasa depan.
b. Manfaat bagi perusahaan
Dapat memperoleh masukan mengenai kondisi dan permasalahan yang
dihadapi perusahaan.
c. Manfaat bagi universitas
Sebagai tambahan referensi khususnya mengenai perkembangan industri
di Indonesia maupun proses dan teknologi yang mutakhir dan dapat
digunakan oleh pihak-pihak yang memerlukan.

1.6 Waktu, Lokasi dan Kesampaian Daerah

Kerja Praktek dilaksanakan selama  1 bulan. Secara admistratif terletak di


Kecamatan Langgikima Kabupaten Kolaka Utara Sulawesi Tenggara dan secara
geografis terletak 3°54'57.14" Lintang Selatan dan 122°18'28.27" Bujur Timur.
Lokasi ini dapat dicapai dengan menggunakan jalur udara, darat dan laut.
Melalui jalur udara dapat dicapai dari Makassar-Kendari. kemudian perjalanan
dilanjutkan dengan jalur darat kurang lebih 5 jam menuju Kecamatan Lambai. Bila
menggunakan jalur laut dari Makassar, pertama melalui jalur darat menuju ke
Pelabuhan Kabupaten siwa ± 6 jam kemudian Naik Kapal Fery ke pelabuhan Kolaka
kemudian dilanjutkan lagi menggunakan jalur darat kurang lebih 30 menit menuju
Kecamatan Lambai. Keadaan daerah sekitar PT Bumi anugrah resorce umumnya
adalah gunung, perbukitan dan sungai yang menunjang kebutuhan warga seperti
sumber air dan lainnya.

3
Gambar 1.1 Peta lokasi PT Bumi Anugrah Resource .

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nikel Laterit

Istilah “laterite” atau laterit berasal dari bahasa Latin “later” yang berarti
bata. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Buchanan Hamilton pada tahun 1807
untuk bongkahan-bongkahan tanah (earthy iron crust) yang telah dipotong menjadi
bata (bricks) untuk bangunan dari orang Malabar – South Central India. Masyarakat
Malabar mengenali material ini dalam bahasa mereka sebagai “brickstone” atau batu
bata (Waheed, 2006).
Sekarang ini, istilah “laterite” digunakan untuk pengertian residu tanah yang
kaya akan senyawa oksida besi (sesquioxsides of iron) yang terbentuk dari akibat
pelapukan kimia dengan kondisi air tanah tertentu. Untuk residu tanah yang kaya
dengan oksida alumina (hydrated aluminium oxides) dinamakan bauksit. Jadi secara
umum dapat dipahami bahwa batuan-batuan mafik yang mana mengandung lebih
banyak Fe daripada Al cenderung akan membentuk laterit sedangkan batuan-batuan
granitik dan argillik sebaliknya cenderung akan membentuk endapan bauksit karena
kandungan Al lebih banyak dari Fe-nya (Waheed, 2006).
Secara umum, nikel laterit diartikan sebagai suatu endapan bijih nikel yang
terbentuk dari proses laterisasi pada batuan ultramafik (peridotit, dunit dan
serpentinit) yang mengandung Ni dengan kadar yang tinggi, yang pada umumnya
terbentuk pada daerah tropis dan sub tropis. Kandungan Ni di batuan asal berkisar
0.28 % dapat mengalami kenaikan menjadi 1 % Ni sebagai konsentrasi sisa (residual
concentration) pada zona limonit. Proses laterit ini selanjutnya dapat berkembang
menjadi proses pengayaan nikel (supergene enrichment) pada zona saprolit sehingga
dapat meningkatkan kandungan nikel menjadi lebih besar dari 2 % (Waheed, 2006).
Proses terbentuknya nikel laterit dimulai dari adanya pelapukan yang intensif
pada peridotit (batuan induk). Batuan induk ini akan berubah menjadi serpentin
akibat pengaruh larutan hidrotermal atau larutan residual pada waktu proses
pembekuan magma (proses serpentinisasi) dan akan merubah batuan peridotit
menjadi batuan Serpentinit. Kemudian kembali terjadi pelapukan (fisika dan kimia)
menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk (Valeton, 1967 dalam
Waheed, 2006). Adapun menurut Golightly (1981) sebagian unsur Ca, Mg, dan Si
5
akan mengalami

5
dekomposisi, dan bebrapa terkayakan secara supergen (Ni, Mn, Co, Zn), atau
terkayakan secara relatif (Fe, Cr, Al, Ti, S, dan Cu).
Air resapan yang mengandung CO2 yang berasal dari udara meresap ke bawah
sampai ke permukaan air tanah melindi mineral primer yang tidak stabil seperti
olivin, serpentin, dan piroksen. Air meresap secara perlahan sampai batas antara zona
limonit dan zona saprolit, kemudian mengalir secara lateral, kemudian lebih banyak
didominasi oleh transportasi larutan secara horizontal. Proses ini menghasilkan Ca
dan Mg yang larut disusul dengan Si yang cenderung membentuk koloid dari
partikel- partikel silika yang sangat halus sehingga memungkinkan terbentuknya
mineral baru melalui pengendapan kembali unsur-unsur tersebut. Semua hasil
pelarutan ini terbawa turun ke bagian bawah mengisi celah-celah dan pori-pori
batuan (Valeton, 1967 dalam Waheed, 2006).
Unsur-unsur Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa ke
bawah sampai batas pelapukan dan diendapkan sebagai Dolomit dan Magnesit yang
mengisi rekahan-rekahan pada batuan induk. Adapun urat-urat ini dikenal sebagai
batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan
akar pelapukan (root of weathering) (Valeton, 1967 dalam Waheed, 2006).
Fluktuasi muka air tanah yang berlangsung secara kontinyu akan melarutkan
unsur-unsur Mg dan Si yang terdapat pada bongkah-bongkah batuan asal di zona
saprolit, sehingga memungkinkan penetrasi air tanah yang lebih dalam. Zona saprolit
dalam hal ini semakin bertambah ke dalam demikian pula ikatan-ikatan yang
mengandung oksida MgO sekitar 30-50 % berat dan SiO 2 antara 35-40 %-berat yang
masih terkandung pada bongkah-bongkah di zona saprolit akan terlindi dan ikut
bersama-sama dengan aliran air tanah, sehingga sedikit demi sedikit zona saprolit
atas akan berubah porositasnya dan akhirnya menjadi zona limonit (Valeton, 1967
dalam Waheed, 2006).
Untuk Untuk bahan-bahan yang sukar atau tidak mudah larut akan tinggal
pada tempatnya dan sebagian turun ke bawah bersama larutan sebagai larutan koloid.
Bahan-bahan seperti Fe, Ni, dan Co akan membentuk konsentrasi residu dan
konsentrasi celah pada zona yang disebut dengan zona saprolit, berwarna coklat
kuning kemerahan. Batuan asal ultramafik pada zona ini selanjutnya diimpregnasi
oleh Ni melalui larutan yang mengandung Ni, sehingga kadar Ni dapat naik hingga
mencapai 7 %-berat. Dalam hal ini, Ni dapat mensubstitusi Mg dalam Serpentin atau

6
juga mengendap pada rekahan bersama dengan larutan yang mengandung Mg dan Si
sebagai Garnierit dan Krisopras (Valeton, 1967 dalam Waheed, 2006).
Dan untuk Fe yang berada di dalam larutan akan teroksidasi dan mengendap
sebagai Ferri-Hidroksida, membentuk mineral-mineral seperti Goetit, Limonit, dan
Hematit yang dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur
Co dalam jumlah kecil. Semakin ke bawah, menuju bed rock maka Fe dan Co akan
mengalami penurunan kadar. Pada zona saprolit Ni akan terakumulasi di dalam
mineral Garnierit. Akumulasi Ni ini terjadi akibat sifat Ni yang berupa larutan pada
kondisi oksidasi dan berupa padatan pada kondisi silika (Valeton, 1967 dalam
Waheed, 2006).
2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Endapan
Proses dan kondisi yang mengendalikan proses lateritisasi batuan ultramafik
sangat beragam dengan ukuran yang berbeda sehingga membentuk sifat profil yang
beragam antara satu tempat ke tempat lain, dalam komposisi kimia dan mineral
dalam perkembangan relatif tiap zona profil. Faktor yang mempengaruhi efisiensi
dan tingkat pelapukan kimia yang pada akhirnya mempengaruhi pembentukan
endapan (Darijanto, 1986):
a. Iklim
Iklim yang sesuai untuk pembentukan endapan laterit adalah iklim
tropis dan subtropis, di mana curah hujan dan sinar matahari memegang
peranan penting dalam proses pelapukan dan pelarutan unsur-unsur yang
terdapat pada batuan asal. Sinar matahari yang intensif dan curah hujan yang
tinggi menimbulkan perubahan besar yang menyebabkan batuan akan
terpecah-pecah, disebut pelapukan mekanis, terutama dialami oleh batuan
yang dekat dengan permukaan bumi (Darijanto, 1986).
b. Topografi
Geometri relief dan lereng akan mempengaruhi proses pengaliran dan
sirkulasi air serta reagen-reagen lain. Secara teoritis, relief yang baik untuk
pengendapan bijih nikel adalah punggung-punggung bukit yang landai
dengan kemiringan antara 10o sampai 30°. Pada daerah yang curam, air hujan
yang jatuh ke permukaan lebih banyak yang mengalir (run-off) dari pada
yang meresap kedalam tanah, sehingga yang terjadi adalah pelapukan yang
kurang intensif. Pada daerah ini sedikit terjadi pelapukan kimia sehingga

7
menghasilkan endapan nikel yang tipis. Sedangkan pada daerah yang landai,
air hujan bergerak perlahan-lahan sehingga mempunyai kesempatan untuk
mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori
batuan dan mengakibatkan terjadinya pelapukan kimiawi secara intensif.
Akumulasi endapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai
sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan
mengikuti bentuk topografi (Darijanto, 1986).
c. Tipe Batuan Asal
Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya
endapan nikel laterit. Batuan asalnya adalah jenis batuan ultrabasa dengan
kadar Ni 0,2 sampai 0,3%, merupakan batuan dengan elemen Ni yang paling
banyak di antara batuan lainnya, mempunyai mineral-mineral yang paling
mudah lapuk atau tidak stabil (seperti olivin dan piroksen), mempunyai
komponen-komponen yang mudah larut, serta akan memberikan lingkungan
pengendapan yang baik untuk nikel. Mineralogi batuan asal akan menentukan
tingkat kerapuhan batuan terhadap pelapukan dan elemen yang tersedia untuk
penyusunan ulang mineral baru (Darijanto, 1986).
d. Struktur
Struktur geologi yang penting dalam pembentukan endapan laterit
adalah rekahan (joint) dan patahan (fault). Adanya rekahan dan patahan ini
akan mempermudah rembesan air ke dalam tanah dan mempercepat proses
pelapukan terhadap batuan induk. Selain itu rekahan dan patahan akan dapat
pula berfungsi sebagai tempat pengendapan larutan-larutan yang mengandung
Ni sebagai. Seperti diketahui bahwa jenis batuan beku mempunyai porositas
dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka
dengan adanya rekahan-rekahan tersebut lebih memudahkan masuknya air
dan proses pelapukan yang terjadi akan lebih intensif (Darijanto, 1986).
e. Reagen-Reagen Kimia dan Vegetasi
Reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang
membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO 2
memegang peranan paling penting di dalam proses pelapukan secara kimiawi.
Asam-asam humus (asam organik) yang berasal dari pembusukan sisa-sisa
tumbuhan akan menyebabkan dekomposisi batuan, merubah pH larutan, dan

8
membantu proses pelarutan beberapa unsur dari batuan induk. Asam-asam
humus ini erat kaitannya dengan kondisi vegetasi daerah. Dalam hal ini,
vegetasi akan mengakibatkan penetrasi air lebih dalam dan lebih mudah
dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, meningkatkan akumulasi air
hujan, serta menebalkan lapisan humus.
Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana kondisi hutan yang
lebat pada lingkungan yang baik akan membentuk endapan nikel yang lebih
tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi juga dapat berfungsi
untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi (Darijanto, 1986).
f. Waktu
Waktu merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
pelapukan, transportasi, dan konsentrasi endapan pada suatu tempat. Untuk
terbentuknya endapan nikel laterit membutuhkan waktu yang lama, mungkin
ribuan atau jutaan tahun. Bila waktu pelapukan terlalu muda maka terbentuk
endapan yang tipis. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan
yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi. Banyak dari
faktor tersebut yang saling berhubungan dan karakteristik profil di satu
tempat dapat digambarkan sebagai efek gabungan dari semua faktor terpisah
yang terjadi melewati waktu, ketimbang didominasi oleh satu faktor saja.
Ketebalan profil laterit ditentukan oleh keseimbangan kadar pelapukan kimia
di dasar profil dan pemindahan fisik ujung profil karena erosi. Tingkat
pelapukan kimia bervariasi antara 10 sampai 50 meter per juta tahun,
biasanya sesuai dengan jumlah air yang melalui profil, dan dua sampai tiga
kali lebih cepat dalam batuan ultrabasa daripada batuan asam. Disamping
jenis batuan asal, intensitas pelapukan, dan struktur batuan yang sangat
mempengaruhi potensi endapan nikel laterit, maka informasi perilaku
mobilitas unsur selama pelapukan akan sangat membantu dalam menentukan
zonasi bijih di lapangan (Darijanto, 1986).

2.2 Nikel Sulfida


Nikel Sulfida NiAs(Nikel arsenida) system heksagonal. Penampilan
sangat jarang kekar, kristal tabular atau pyramidal. Umumnya terjadi dalam
masa perunggu merah muda kompak, sering dengan film gelap atau hijau
pucat Ketika diubah di permukaan menjadi annabergite.
9
9
Sifat fisik keras (5-5.5), sangat berat, rapuh, tidak ada belahan dada, tetapi
patah conchoidal. Buram dengan kilau logam garis hitam kecoklatan. Larut
dalam asam nitrat, pewarnaan larutan hijau. Sekering dengan mudah,
mengeluarkan asap dengan bau bawang putih yang kuat. Lingkungan dalam
urat hidrotermal suhu tinggi, atau disebarluaskan dalam gabro noritic, selalu
berasosiasi dengan perak, nikel dan kobalt sulfida. Keberadaan kristal kecil
yang langka di richeldsdarf (jerman)

Massa besar di La Rioja (Argentina) dan di Slegerland (Jerman


banyak). Vena di cobalt dan Eldorado (kanada). Jarang ditemukan di franklin,
new jersey (AS). Lapisan konsentris nikel dan arsenopirit bergantian di
natsume (jepang). Jejak ditemukan di cartobbio (val sassina, como) dan
nieddoris (italia).

2.3 Profil Nikel Laterit

Proses yang disebut sebagai "lateritisation" pada dasarnya adalah pelapukan


kimiawi yang terjadi pada iklim lembab secara terus-menerus dalam jangka waktu
yang lama dalam kondisi stabilitas tektonik relatif, memungkinkan pembentukan
regolit tebal dengan karakteristik khas. Singkatnya, proses lateritisasi melibatkan
pemecahan mineral primer dan pelepasan beberapa komponen kimia ke dalam air
tanah, pencucian komponen bergerak, konsentrasi residu komponen tidak bergerak
atau tidak larut, dan pembentukan mineral baru yang stabil di lingkungan pelapukan.
Efek dari transformasi mineral dan mobilitas diferensial elemen yang terlibat
menghasilkan lapisan bertingkat atau berlapis bahan pelapis yang mendahului batuan
induk dari mana ia terbentuk, yang umumnya disebut sebagai "profil laterit", seperti
pada gambar 2.1 skema pembentukan profil laterit (Elias, 1981).
Batuan ultramafik terurai karena pengaruh pelapukan kimia, melepaskan
konstituen terlarut ke dalam air tanah dan komponen-komponen non mobile
terkonsentrasi dalam tanah residual (Waheed, 2005).

9
Gambar 2.1 Skema pembentukan profil laterit (Brand et el, 1998).
Batuan ultramafik terurai karena pengaruh pelapukan kimia, melepaskan
konstituen terlarut ke dalam air tanah dan komponen-komponen non mobile
terkonsentrasi dalam tanah residual (Waheed, 2005).
Sementara proses pelapukan hampir seluruhnya ultramafik, yang pada
dasarnya retensi tanah residual terbatas pada bentang alam topografinya. Pada area
aliran, saluran dan lereng yang terlalu terjal, laterit sebagian besar terkikis. Berikut
pembagian zona pada nikel laterit dan penjelasan dari bawah ke atas, urutan
sebenarnya di mana mereka berkembang (Waheed, 2005).

11
1. Zona Bedrock
Bagian paling bawah dari zona profil laterit, zona batuan dasar yang
ditandai dengan batuan ultramafik yang belum terpengaruh oleh proses
pelapukan kimia dan fisika. Komposisi kimia pada batuan ini belum
mengalami perubahan. Kekar dan patahan masih dalam kondisi yang baru
terbentuk dan belum membuka secara signifikan karena tekanan hidrostatis
material di atasnya. Air tanah yang meresap telah kehilangan hampir semua
kadar asamnya pada saat mencapai zona batuan dasar dan tidak mampu
mengkontaminasi komponen-komponen mineral pada tingkat yang signifikan
(Waheed, 2005).
2. Zona Saprolit
Zona saprolit terdiri dari sebagian batuan besar (boulder) yang benar-
benar terurai di bawah pengaruh pelapukan kimiawi. Proses pelapukan
dimulai sekitar kekar dan permukaan rekahan dan menghasilkan
pembentukan boulder dalam zona saprolit. Tekstur batuan asli masih dikenali
dan profil pelapukannya belum runtuh. Pada batuan dasar dengan
serpentinisasi yang relatif tinggi, saprolisation tidak terbatas hanya untuk
patahan dan kekar tapi secara aktif diseluruh massa batuan karena sifat lunak
pada batuan yang memungkinkan akses air tanah. Dalam zona saprolit,
pelapukan batuan semakin meningkat ke arah atas. Magnesium, silika dan
alkali dapat larut dengan cepat meninggalkan konsentrasi sisa seskuioksida
besi, alumina, krom dan mangan.
Nikel pada zona saprolit adalah sebagian residual tapi kebanyakan
dari pengayaan sekunder. Air tanah bersifat asam melarutkan nikel di bagian
atas profil laterit dan mengendapkan di zona saprolit di mana terjadi
peningkatan dalam alkalinitas air (karena penguraian olivin dan pelepasan
magnesium) membuat nikel tidak dapat larut. Zona saprolit juga menjadi
sekumpulan urat garnierit dan pengendapan silika bebas sebagai urat atau
(boxwork) (Waheed, 2005).
3. Zona Limonit
Zona limonit merupakan hasil terakhir dari pelapukan kimiawi pada
batuan ultramafik dan konsentrasi residual unsur-unsur non-mobile. Leaching
menyeluruh dari komponen-komponen yang dapat larut telah meninggalkan

12
material lemah dan pada akhirnya menyebabkan keruntuhan (Waheed, 2005). Zona
limonit juga memiliki tingkatan. Bagian paling atas yang zona terkena efek oksidasi
dari udara dan membawa beberapa hematit, terutama di daerah yang kondisinya
dataran rendah datar juga menyebabkan pelarutan dan pengendapan besi sebagai iron
cap. Warna merah atau merah marun umumnya disebut sebagai iron cap yang
berwujud keras. Iron cap sangat bagus untuk bahan bangunan jalan karena kadar air
lebih rendah serta lebih rendah kristalisasi air. Di bawah zona hematit, besi sebagian
besar dalam bentuk geothit dan limonit kedua hidroksida besi dengan jumlah
kristalisasi air yang signifikan. Sementara oksida besi, aluminium, dan krom lebih
atau kurang merata yang di distribusikan dalam zona limonit, mangan, dan kobalt
diurai dan diendapkan kembali ke bagian bawah pada zona limonit (Waheed, 2005).
4. Zona Top Soil
Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit.
Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi, dan sisa-sisa
organik lainya. Warna khas adalah coklat tua kehitaman dan bersifat gembur.
Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan
dan pengolahan. Tetapi disimpan ditempat yang aman, untuk nantinya akan
digunakan pada saat reklamasi.

Gambar 2.2 Profil umum pada zona bijih nikel (Waheed, 2005).

13
Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung dari
morfologi dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada bagian
bawah bukit dengan relief yang landai. Sedang relief yang terjal endapannya semakin
menipis, di samping adanya kecenderungan akumulasi mineral yang berkadar tinggi
dijumpai pada zona-zona retakan, zona sesar dan rekahan pada batuan (Waheed,
2005).
Pengayaan nikel terbatas pada batuan ultramafik. Bukan laterit signifikan
yang telah ditemukan pada batuan ultramafik. Dalam batuan ultramafik, pengayaan
nikel tergantung pada kandungan olivin dalam batuan karena olivin adalah mineral
pembawa nikel yang utama. Dunit dan harzburgit yang membawa olivin dengan
persentase lebih tinggi menghasilkan endapan dengan kadar yang relatif tinggi.
Kehadiran piroksin, terutama klino-piroksin, mengurangi jumlah ketersediaan nikel
selama proses pelapukan kimia dan konsentrasi residu (Waheed, 2005).

14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahap Pendahuluan

Pada tahap ini, persiapan awal yang dilakukan berupa kelengkapan


administrasi, studi pustaka, perlengkapan lapangan dan orientasi lapangan.

3.2 Tahap Pengambilan Data

Tahap pengambilan data merupakan tahap pelaksanaan pengamatan dan


pencatatan data di lapangan, dimana segala data yang dibutuhkan untuk menunjang
kegiatan penyusunan laporan nantinya.
3.2.1 Sumber Data
Data-data yang digunakan dalam penulisan laporan kerja praktek ini
diperoleh dari hasil pengamatan langsung di PT Bumi Anugrah Resource dan data
sekunder yang diperoleh dari PT Bumi Anugrah Resource , juga dari beberapa
referensi lainnya.
3.2.2 Jenis Data
A. Data Primer
1. Data dokumentasi aktifitas penambangan,
2. Data Pengamatan.
B. Data Sekunder
1. Peta lokasi penambangan.

3.3 Tahap Pengolahan Data

Data-data yang diperoleh dari lapangan maupun dari PT Bumi Anugrah


Resource , kemudian diolah sebelum dilanjutkan kepada tahap selanjutnya, yaitu
tahap penulisan laporan.

3.4 Tahap Penulisan Laporan Kerja Praktek

Tahap ini merupakan tahap paling akhir dalam rangkaian kegiatan kerja
praktek, dimana keseluruhan data yang telah diperoleh dan diolah, diakumulasikan
kemudian dituangkan dalam bentuk draft laporan hasil kerja praktek (KP) sesuai
dengan format dan kaidah penulisan laporan Kerja Praktek yang telah ditetapkan

15
pada Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Muslim Indonesia.

15
METODOLOGI PENELITIAN

TAHAP PENDAHULUAN
1. Administrasi
2. Persiapan perlengkapan
3. Orientasi lapangan

TAHAP PENGAMBILAN DATA

DATA PRIMER
DATA SEKUNDER
1. Data dokumentasi aktifitas
penambangan. Peta Lokasi Penambangan
2. Data pengamatan.

TAHAP PENGOLAHAN DAN


ANALISIS DATA

PENYUSUNAN LAPORAN KERJA PRAKTEK


Laporan disusun berdasarakan syarat penulisan pada
Program Studi Teknik Pertambangan Universitas
Muslim Indonesia

SEMINAR
"Tahapan Kegiatan Penamabangan" di PT
Bumi Anugrah Resource

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
V
4.1 Hasil

Proses penambangan pada PT Bumi Anugrah Resource tahap awal yang


dilakukan pembersihan lahan (Land Clearing), pengupasan Top Soil, pengupasan
Over Burden, hingga masuk ke pengupasan ore. Setelah dilakukan pengupasan, ore
akan ditumpuk di area DOM, kemudian ore dimuat ke dump truck untuk diangkut ke
stockpile dan dilakukan hauling ke jetty.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Land Clearing


Land Clearing adalah proses pembersihan lahan yang akan ditambang,
meliputi pepohonan, semak belukar sampai alang-alang. Land Clearing sendiri
bertujuan agar area yang akan dilakukan proses penambangan bersih, sehingga dapat
dilakukan pemindahan top soil / tanah pucuk berjalan dengan lancar. Proses Land
Clearing menggunkan Excavator PC 200 untuk menumbangkan pepohonan. Setelah
lahan terbuka dan bersih dari vegetasi penutup, kegiatan dilanjutkan dengan
pengupasan tanah pucuk, umumnya tanah pucuk ini memiliki ketebalan 10 cm.
Tanah pucuk yang dikupas kemudian dibawa ke disposal area yang telah ditentuka

17
Gambar 4.1 Proses Land Clearing

17
4.2.2 Pengupasan Over Burden
Over Burden merupakan lapisan tanah penutup yang harus di pindahkan agar
mencapai permukaan bijih yang akan di tambang. Lapisan Over Burden disini
memiliki ketebalan kurang lebih 5 meter, kadar yang berada dibawa 1.6 maka
dianggap OB atau masuk dalam kategori limonit, jadi pengawas yang berada
dilapangan harus mengetahui kondisi visual dapat membedakan lapisan limonit dan
saprolit karna OB rata-rata masuk kedalam lapisan limonit. Proses penambangan ini
menggunakan metode Open Pit dengan menggunakan alat gali muat berupa
Excavator PC 200 dan Dump Trcuk.

Gambar 4.2 Proses Pengupasan OB

18
4.2.3 Proses Ore Getting
Setelah pengupasan lapisan tanah penutup selesai dilakukan, maka
penambangan bijih nikel dapat dilakukan, dalam proses penambangan ini
diklasifikasikan 2 jenis kualitas ore yang telah ditentukan oleh perusahaan, yaitu
kadar 1.6-1.8 masuk dalam kategori Medium Grade, kadar 1.8 > masuk dalam
kategori High Grade. Proses pengupasan ini menggunakan alat gali muat yaitu
Excavator PC 200 2 unit, kerja alat dilapangan diawasi oleh Grade Control. Proses
penambangan menggunakan metode Open Pit tinggi jenjang yang telah ditentukan 5
meter kemiringan 60˚ dan lebar jenjang 2 meter.

Gambar 4.3 Proses Ore Getting

19
4.2.4 Proses Pemuatan Ore
Kadar nikel diatas COG kemudian dimuat ke Dump Truck, proses pemuatan
yang digunakan menggunakan 2 metode yaitu Top Loading dan Bottom Loading.
Top loading proses pemuatan material dengan kondisi kedudukan alat muat berada di
atas tumpukan material galian atau berada diatas jenjang, sedangkang Bottom
loading adalah ketinggian alat angkut dan dump truck sama.

Gambar 4.4 Proses pemuatan bijih di front.

20
4.2.5 Proses Pengankutan Ore
Setelah dilakukan proses pemuatan kemudian bijih diangkut menggunakan
Dump truck menuju ke stockpile, waktu tempuh dari pit ke Stockpile kurang lebih 30
menit.

22
Gambar 4.5 Proses pengangkutan Ore

22
21
4.2.6 Proses Penumpukan Ore Di Stokpile
Pada Stokpile, dump truck akan menumpahkan tanah yang mengandung ore
nikel dengan dibantu oleh excavator PC 200, proses penumpahan dilakukan secara
perlahan-lahan agar proses pembentukan tanah berbentuk kerucut dilakukan dengan
baik dan benar.

Gambar 4.6 Proses dumping bijih di Stockpile

22
Hasil Pembentukan tanah menjadi kerucut, dengan ukuran sesuai tujuan dan
proses yang digunakan. Tratment dilakukan terhadap ore bijih menjadi salah satu

yang sangat penting, tanah harus ditutup dengan terpal berukuran kurang lebih 5 x 7
m oleh Formen guna mencegah meningkatnya kadar air (moisture contents) akibat
hujan yang juga akan merusak tumpukan.

Gambar 4.7 Ore yang sudah ada di stockpile

23
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kerja praktek yang telah dilakukan di PT Bumi Anugrah


Resource Kabupaten Kolaka Utara dapat disimpulkan bahwa proses penambangan
yang dilakukan menggunakan metode Open Pit, dimana tahap awal yang dilakukan
yaitu proses Land Clearing atau proses pembersihan lahan yang akan ditambang
bertujuan agar area yang akan dilakukan proses penambangan bersih, sehingga
dapat dilakukan pemindahan top soil. Selanjutnya pengupasan Over Burden
material yang memiliki kadar rendah masuk dalam kategori Over Burden,
kemudian Over Burden dibawa ke Waste dump. Setelah proses pengupasan Over
Burden masuk ke tahap pengupasan Ore yaitu material yang memiliki kadar Ni
yang tinggi (1.6 >), hasil penggalian Ore kemudian dimuat ke Dump truck dan
diangkut ke Stockpile untuk di simpan sementara.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan penulis dalam penelitian ini, yaitu:
a. Pentingnya meningkatkan pemahaman operator dalam pengambilan ore.
b. Pentingnya peningkatan pengawasan pada Stockpile.
c. Pentingnya kebersihan alat produksi Bucket pada alat dan Bak pada dump
truck.

24
DAFTAR PUSTAKA

Conoras, W. A. (2017). Pemodelan Kadar Nikel Laterit Daerah Pulau Obi Dengan
Pendekatan Metoda Estimasi Ordinari Kriging. DINTEK, 10(2), 16-20.
Darijanto, T., 2000. Ganesa Bijih Nikel Lateritik Gebe. Jurnal Teknologi Mineral
ITB. VII(2), 95-108.
Ellias, M., 1981. Nickel Laterite eposite –Geological Overview, Resource s and
Eksploitation. Spesial publication A, Mich Ellias Association, CSA Australia
Pty ltd.24p.
Faiz, M. A. (2020). Analisis Perbandingan Kadar Nikel Laterit Antara Data Bor dan
Produksi Penambangan: Implikasinya Terhadap Pengolahan Bijih (Studi
Kasus: Blok X, PT. Vale Indonesia, Tbk. Desa Sorowako, Kabupaten Luwu
Timur, Provinsi Sulawesi Selatan) (Doctoral dissertation, Universitas
Hasanuddin).
Hakim, m. I. (2017). Peningkatan kadar nikel bijih limonit melaluiproses reduksi
selektif dengan variasi waktu dan persen reduktor. Jurnal furnace, 3(1).
Prasetyo, A. B., & Prasetyo, P. (2015). Peningkatan kadar nikel (Ni) dan besi (Fe)
dari bijih nikel laterit kadar rendah jenis saprolit untuk bahan baku nickel
containing pig iron (NCPI/NPI). Metalurgi, 26(3), 123-130.
Syahputra, t. R. (2020). Analisis perubahan kadar bijih nikel laterit dari data hasil
eksplorasi sampai ke tahap pengapalan di pt. Tekindo energi, sitelelilef,
kabupaten halmahera tengah, provinsi maluku utara (Doctoral dissertation,
Universitas Pembangunan Nasional" Veteran" Yogyakarta).
Waheed, A., 2006. Nickel Laterites Fundamentals of Chemistry, Mineralogy,
Weathering Processes, Formation, and Exploration. VALE Inc
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai