Anda di halaman 1dari 103

PENERAPAN THEORY OF CONSTRAINT (TOC) UNTUK

PERBAIKAN STASIUN KERJA BOTTLE NECK DAN


THROUGHPUT PRODUKSI
(Studi Kasus: Stasiun Produksi PT Kasin Malang)

SKRIPSI
KONSENTRASI MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disusun oleh :

RISKA YUNI ASTUTIK


NIM 115060701111019

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2016
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya dan


berdasarkan hasil penelusuran berbagai karya ilmiah, gagasan dan masalah ilmiah yang
diteliti dan diulas di dalam naskah skripsi ini adalah asli dari pemikiran saya. Tidak
terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar
akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam
naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah Skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur
jiplakan, saya bersedia Skripsi dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan Pasal
70).

Malang, Juni 2016


Mahasiswa

Riska Yuni Astutik


NIM. 115060701111019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya maka penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga rahmat dan
hidayah-Nya selalu dilimpahkan kepada kita semua. Tidak lupa shalawat serta salam kita
haturkan pada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul “Penerapan Theory of Constraint (TOC) Untuk Perbaikan
Stasiun Kerja Bottleneck dan Throughput Produksi” ini disusun sebagai salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana Strata satu (S-1) di
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat adanya bantuan,
petunjuk, dan bimbingan dari semua pihak yang telah banyak membantu. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ibu Eni Masitoh dan Bapak Sudarso yang selalu mendidik,
memberikan kasih sayang yang tak terhingga, serta doa yang tidak pernah terputus.
2. Bapak Ishardita Pambudi Tama, ST., MT., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Teknik
Industri, atas keteladanan, saran, arahan serta ilmu yang diberikan.
3. Bapak Arif Rahman, ST., MT. Selaku Dosen Pembimbing Akademik atas waktu dan
bimbingan akademik,arahan serta motivasi dan ilmu yang telah diberikan.
4. Ibu Ceria Farela Mada Tantrika, ST., MT. selaku Dosen Pembimbing Skripsi I atas
waktu yang telah diluangkan dan kesabaran dalam membimbing, memberikan
arahan, motivasi serta ilmu yang sangat berharga bagi penulis.
5. Ibu Agustina Eunike, ST., MT., M.BA. selaku Dosen Pembimbing Skripsi II atas
waktu yang telah diluangkan dan kesabaran dalam membimbing, memberikan
arahan, motivasi serta ilmu yang sangat berharga bagi penulis.
6. Bapak Remba Yanuar Efranto, ST., MT. selaku Ketua Kelompok Dosen Keahlian
Manajamen Sistem Industri atas bimbingan, arahan dan ilmu yang diberikan.
7. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar di Jurusan Teknik Industri yang telah ikhlas
memberikan ilmu yang sangat berguna bagi penulis.
8. Bapak dan Ibu karyawan di Jurusan Teknik Industri khususnya bagian recording
yang telah banyak membantu dalam proses administrasi selama masa studi.

vii
9. Bapak Hendrik dan Bapak Ngadiyono serta segenap karyawan PT Kasin Malang
yang selalu ramah, sabar, serta telah meluangkan waktu untuk memberikan berbagai
pengetahuan dan arahan selama pengerjaan skripsi .
10. Sahabat tercinta selama masa kuliah Fidyah Mawarda, Umroh Fitriana, dan Dena
Lukmala yang selalu memberikan dorongan semangat, motivasi, doa, serta setia
mendampingi penulis dari awal studi hingga dapat menyelesaikan skripsi.
11. Kasin Mania Juny Astuti dan Alvina Safitri yang selalu berjuang bersama dan
membantu serta memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi.
12. Teman-teman tim PKM Gambang Suling Sheli Isni, Herna Kartika, Baiq Rizki, dan
Jemi Ariyanto yang telah memberikan motivasi dan semangat serta bersama-sama
berjuang dalam kegiatan kuliah maupun PKM.
13. Teman-teman satu perjuangan skripsi Tia nindyasa dan Risma Ariarti yang selalu
memberikan semangat dalam pengerjaan dan penyelesaian skripsi.
14. Keluarga mahasiswa Teknik Industri 2011 atas kerjasama dan dukungan dalam masa
studi hingga penyelesaian skripsi.
15. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi dan skripsi
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
segala kritik dan saran sangat diharapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memenuhi
sebagian kebutuhan referensi yang ada dan dapat memberikan manfaat. Kepada semua
pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung mendapat imbalan sepantasnya
dari Allah SWT. Amin.

Malang, Juni 2016

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR JUDUL ........................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... iii
LEMBAR ORISINALITAS SKRIPSI ........................................................................ v
KATA PENGANTAR .................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xv
RINGKASAN ............................................................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah ......................................................................................... 4
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.4 Batasan Masalah ............................................................................................... 4
1.5 Asumsi ......................................................................................................... 5
1.6 Tujuan Penelitian.............................................................................................. 5
1.7 Manfaat Penelitian............................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 7
2.2 Sistem Produksi ................................................................................................ 9
2.2.1 Jenis Sistem Manufaktur Perusahaan ............................................................. 10
2.2.2 Jenis Proses Manufaktur Perusahaan ............................................................. 11
2.3 Perencanaan dan Pengendalian Produksi ....................................................... 12
2.3.1 Rough Cut Capacity Planning (RCCP) .......................................................... 14
2.4 Pengukuran Kerja ........................................................................................... 16
2.4.1 Pengukuran Waktu Jam Henti (Stopwatch Time Study) ................................ 16
2.4.2 Pengujian Keseragaman Data......................................................................... 18
2.4.3 Pengujian Kecukupan Data ............................................................................ 18
2.4.4 Faktor Penyesuaian (Rating Factor) ............................................................. 20

ix
2.4.5 Faktor Kelonggaran (Allowance) .................................................................. 21
2.4.6 Perhitungan Waktu Baku ............................................................................... 23
2.5 Theory Of Constraint (TOC) ......................................................................... 23
2.5.1 Prinsip Bottleneck .......................................................................................... 24
2.5.2 Pengertian Theory Of Constraint (TOC) ...................................................... 25
2.5.3 Langkah-Langkah Theory Of Constraint (TOC) .......................................... 26
2.5.4 Konsep Linear Programming ........................................................................ 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................. 29
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 29
3.3 Pengumpulan Data ......................................................................................... 30
3.4 Langkah-Langkah Penelitian ......................................................................... 30
3.4.1 Tahap Pendahuluan ........................................................................................ 30
3.4.2 Tahap Pengumpulan Data .............................................................................. 31
3.4.3 Tahap Pengolahan Data ................................................................................. 32
3.4.4 Analisis dan Pembahasan............................................................................... 34
3.4.5 Kesimpulan dan Saran ................................................................................... 34
3.5 Diagram Alir Penelitian ................................................................................. 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum Perusahaan ....................................................................... 37
4.1.1 Sejarah Perusahaan ........................................................................................ 37
4.1.2 Tujuan Perusahaan ......................................................................................... 38
4.1.3 Badan Hukum Perusahaan ............................................................................. 39
4.2 Struktur Organisasi Perusahaan ..................................................................... 39
4.3 Ketenagakerjaan............................................................................................. 41
4.3.1 Jumlah Karyawan .......................................................................................... 41
4.3.2 Hari dan Jam Kerja ........................................................................................ 41
4.3.3 Sistem Gaji dan Upah .................................................................................... 42
4.4 Produksi ....................................................................................................... 42
4.4.1 Bahan Baku .................................................................................................... 42
4.4.2 Mesin dan Peralatan Produksi........................................................................ 42
4.4.3 Hasil Produksi ................................................................................................ 44

x
4.4.4 Proses Produksi .............................................................................................. 44
4.4.4.1 Proses Produksi Kulit Sol ............................................................................... 44
4.4.4.2 Proses Produksi Kulit Box ............................................................................. 47
4.5 Pengumpulan Data ......................................................................................... 49
4.5.1 Permintaan Kulit Sol dan Box ........................................................................ 50
4.5.2 Jumlah Jam Kerja Per Bulan .......................................................................... 50
4.5.3 Jumlah Mesin dan Operator ........................................................................... 51
4.5.4 Faktor Efisiensi .............................................................................................. 51
4.5.5 Faktor Utilitas ................................................................................................. 52
4.6 Perhitungan Waktu Baku ............................................................................... 54
4.6.1 Uji Kecukupan Data ....................................................................................... 54
4.6.2 Uji Keseragaman Data.................................................................................... 56
4.6.3 Penentuan Performance Rating ...................................................................... 57
4.6.4 Perhitungan Waktu Normal ............................................................................ 59
4.6.5 Penentuan Kelonggaran (Allowance) ............................................................ 60
4.6.6 Perhitungan Waktu Baku ............................................................................... 61
4.7 Perhitungan Rough Cut Capacity Requirement (RCCP) ............................... 62
4.7.1 Kapasitas yang Dibutuhkan (Capacity Requirement) ................................... 62
4.7.2 Kapasitas yang Tersedia (Capacity Requirement) ......................................... 63
4.8 Identifikasi Stasiun Kerja Bottleneck dan Non-Bottleneck............................. 64
4.9 Pengoptimalan Stasiun Kerja Bottleneck dengan Prinsip TOC...................... 66
4.10 Analisis dan Pembahasan ............................................................................... 76
4.10.1 Analisis dan Pembahasan Waktu Baku .......................................................... 76
4.10.2 Analisis dan Pembahasan Stasiun Kerja Bottleneck ...................................... 77
4.10.3 Analisis dan Pembahasan Revisi JIP Berdasarkan Lingo .............................. 78
4.10.4 Analisis dan Pembahasan Peningkatan Kapasitas .......................................... 79

BAB IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan..................................................................................................... 81
5.2 Saran ............................................................................................................... 82

Daftar Pustaka .............................................................................................................. 84


Lampiran .................................................................................................................... 86

xi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Data Historis Keterlambatan ............................................................................ 2
Tabel 1.2 Kapasitas Produksi PT Kasin Malang 2014 ...................................................... 3
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 9
Tabel 2.2 Faktor Penyesuaian Pada Westinghouse Rating System ................................. 20
Tabel 2.3 Tabel Allowance Kerja Berdasarkan ILO ........................................................ 22
Tabel 4.1 Jumlah Karyawan PT Kasin Malang ............................................................... 41
Tabel 4.2 Permintaan Kulit Sol dan Kulit Box Tahun 2014 ........................................... 50
Tabel 4.3 Jumlah Jam Kerja Per Bulan .......................................................................... 50
Tabel 4.4 Jumlah Mesin/Operator PT Kasin Malang 2014 ............................................. 51
Tabel 4.5 Faktor Efisiensi Masing-Masing Stasiun Kerja Tahun 2014 .......................... 52
Tabel 4.6 Persentase Utilitas Stasiun Kerja 1 Tahun 2014 ............................................. 53
Tabel 4.7 Rekapitulasi Faktor Utilitas Masing-Masing Stasiun Kerja Tahun 2014 ........ 53
Tabel 4.8 Elemen Kerja Proses Penerimaan Bahan Baku Pada Stasiun Kerja 1 ............ 54
Tabel 4.9 Waktu Pengamatan Proses Penerimaan Bahan Baku ...................................... 55
Tabel 4.10 Hasil Uji Kecukupan Data Proses Penerimaan Bahan Baku ........................ 55
Tabel 4.11 Hasil Uji Keseragaman Data Proses Penerimaan Bahan Baku .................... 57
Tabel 4.12 Performance Rating Tiap Proses Produksi ................................................... 58
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Waktu Normal Stasiun Kerja 1 Untuk Proses Penerimaan
Bahan Baku ................................................................................................. 60
Tabel 4.14 Kelonggaran(Allowance) Proses Penerimaan Bahan Baku .......................... 60
Tabel 4.15 Kapasitas yang Dibutuhkan (Capacity Requirement) Stasiun Kerja ............ 63
Tabel 4.16 Kapasitas yang Tersedia (Capacity Available) Stasiun Kerja....................... 63
Tabel 4.17 Rekapitulasi Varian Masing-Masing Stasiun Kerja ...................................... 64
Tabel 4.18 Persentase Beban .......................................................................................... 65
Tabel 4.19 Rekapitulasi Stasiun Kerja Bottleneck.......................................................... 66
Tabel 4.20 Variabel Keputusan ....................................................................................... 67
Tabel 4.21 Contoh Perhitungan Jumlah Kulit Maksimal Pada Stasiun Kerja Sol ......... 68
Tabel 4.22 Jadwal Induk Produksi Optimal Berdasarkan Lingo .................................... 70
Tabel 4.23 Persentase Beban Baru Pada Stasiun Kerja Sol ........................................... 70
Tabel 4.24 Rekapitulasi Hasil Lingo Bulan Januari 2014 ............................................. 71
Tabel 4.25 Nilai CA Stasiun Kerja Sol Setelah Elevasi .................................................. 72

xii
Tabel 4.26 Rekapitulasi Jumlah ProdukOptimal Setelah Penambahan Kapasitas ......... 74
Tabel 4.27 Rekapitulasi Perbandingan Persentase Produk Setelah Penambahan
Kapasitas .................................................................................................... 74
Tabel 4.28 Persentase Beban Baru Pada Stasiun Kerja Sol Setelah Penambahan
Kapasitas .................................................................................................. 75
Tabel 4.29 Persentase Beban Baru Pada Stasiun Kerja Finishing Setelah Penambahan
Kapasitas ........................................................................................................................ 76
Tabel 4.30 Perbandingan Throughput Existing dan Setelah Perbaikan ......................... 80

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .............................................................................. 35
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT Kasin Malang ........................................................ 39
Gambar 4.2 Kulit Sapi Mentah ...................................................................................... 42
Gambar 4.3 Kulit Box .................................................................................................... 44
Gambar 4.4 Kulit Sol ..................................................................................................... 44
Gambar 4.5 Alur Proses Produksi Kulit Sol ................................................................... 45
Gambar 4.6 Alur Proses Produksi Kulit Box ................................................................. 47
Gambar 4.7 Uji Keseragaman Elemen Kerja 1 Proses Penerimaan Bahan Baku .......... 56
Gambar 4.8 Input Formulasi Matematis Lingo 11.0 ...................................................... 69
Gambar 4.9 Input Formulasi Matematis Lingo 11.0 Setelah Penambahan Kapasitas ... 73

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Elemen Kerja Masing-Masing Proses di Setiap Stasiun Kerja ................ 87


Lampiran 2 Data Waktu Pengamatan Masing-Masing Proses ..................................... 93
Lampiran 3 Control Chart Masing-Masing Elemen Kerja Tiap Proses .................... 109
Lampiran 4 Rekapitulasi Allowance Masing-Masing Proses Produksi ..................... 125
Lampiran 5 Rekapitulasi Waktu Baku Masing-Masing Proses .................................. 126
Lampiran 6 Rekapitulasi Perhitungan Efisiensi Masing-Masing Stasiun Kerja ........ 127
Lampiran 7 Rekapitulasi Perhitungan Utilitas Masing-Masing Stasiun Kerja .......... 129
Lampiran 8 Hasil Optimal Lingo Existing ................................................................. 131
Lampiran 9 Hasil Optimal Lingo Setelah Penambahan Mesin .................................. 134
Lampiran 10 CR, CA dan Persentase Beban Setelah Penambahan Kapasitas ........... 137

xv
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)

xvi
RINGKASAN
Riska Yuni Astutik, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya,
Mei 2016, Penerapan Theory Of Constraint (TOC) Untuk Perbaikan Stasiun Kerja
Bottleneck dan Throughput Produksi, Dosen Pembimbing: Ceria Farela Mada Tantrika
dan Agustina Eunike

Di dalam sebuah perusahaan, salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam setiap
proses produksinya adalah throughput yang maksimal. Pada praktiknya, untuk
mencapai tujuan tersebut perusahaan seringkali mengalami kendala-kendala yang dapat
membatasi performansi dari xviiystem. Salah satu kendala yang sering terjadi di
perusahaan yaitu berupa bottleneck. PT Kasin Malang merupakan perusahaan
penyamakan kulit. Permasalahan yang dihadapi oleh PT Kasin Malang yaitu terjadinya
keterlambatan yang diakibatkan oleh bottleneck yang terjadi di beberapa stasiun kerja.
Keterlambatan pesanan ada yang masih xviiyst ditoleransi dan ada juga yang tidak
sehingga mengakibatkan pelanggan membatalkan pesanan. Dalam hal ini kehilangan
kesempatan dalam menjual produk berarti juga kehilangan kesempatan untuk
menghasilkan throughput bagi perusahaan, karena throughput dihasilkan melalui
penjualan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aliran proses dan
mengidentifikasi stasiun kerja bottleneck dan stasiun kerja non-bottleneck serta
melakukan perbaikan terhadap stasiun kerja bottleneck dan throughput produksi.
Penelitian ini menggunakan metode Theory Of Constraint (TOC), dengan
menerapkan prinsip lima langkah xviiyste proses TOC. Dalam penelitian ini dilakukan
perhitungan waktu baku untuk setiap proses dengan menggunakan metode stopwatch
time study (STS) serta perhitungan kapasitas tersedia (CA) dan kapasitas yang
dibutuhkan (CR). Setelah itu dilakukan perhitungan varians dan persentase beban serta
dilakukan lima langkah xviiyste proses dengan metode TOC. Lima langkah dalam TOC
meliputi identifikasi kendala xviiystem dalam hal ini berupa bottleneck, melakukan
eksploitasi kendala xviiystem, subordinasi, elevasi atau pengangkatan kendala
xviiystem, serta kembali ke langkah 1, untuk perbaikan berkelanjutan.
Dari perhitungan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa stasiun kerja
yang bottleneck ditunjukkan dengan nilai varians positif dan nilai persentase beban
diatas 100%, stasiun kerja bottleneck tersebut antara lain stasiun kerja sol di seluruh
bulan kecuali pada bulan Februari 2014 dan stasiun kerja finishing pada bulan Januari,
April, Mei, Juni, Agustus, Oktober, dan November 2014. Berdasarkan pengoptimalan
stasiun kerja bottleneck dengan menggunakan lima langkah TOC dengan bantuan teknik
linear programming (LP) dan software Lingo 11.0 didapatkan hasil bahwa perlu
dilakukan penambahan kapasitas pada stasiun kerja sol yaitu dengan menambahkan
resource berupa tiga buah mesin molen serta pada stasiun kerja finishing dengan
menambahkan exhaust fan sebanyak dua buah pada proses pengeringan. Dari hasil
perhitungan kembali varians dan persentase beban dapat disimpulkan bahwa seluruh
stasiun kerja sudah tidak mengalami bottleneck dengan peningkatan jumlah produk
yang dapat diproduksi dan throughput yaitu dari 861 produk dengan throughput sebesar
Rp. 770.917.000,00 menjadi 1.061 produk dengan throughput sebesar Rp.
970.473.000,00 pada bulan Januari 2014. Setelah dilakukan penambahan kapasitas
dapat terlihat peningkatan throughput yang ditunjukkan dengan selisih throughput pada
bulan Januari 2016 sebesar Rp. 199.556.000,00 dan peningkatan throughput terbesar
terdapat pada bulan Juni 2014 terbesar yaitu Rp. 264.512.500,00.

Kata Kunci : Bottleneck, TOC, Throughput, Kapasitas

xvii
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)

xviii
SUMMARY
Riska Yuni Astutik, Department of Industrial Engineering, Faculty of Engineering,
University of Brawijaya, May 2016, Applied Theory Of Constraint (TOC) For
Bottleneck Workstation Improvement and Production Throughput, Academic
Supervisor: Ceria Farela Mada Tantrika and Agustina Eunike

In a company, one of the production objectives is maximize the throughput. But


in the fact, there are many problems which is limited the system performance that
should be against by the company to achieve the objective. One of the common
problems is bottleneck. PT Kasin Malang is leather tanneries company, its problems are
the delays that caused by the bottleneck which occurs at several workstation. Some of
the order delays can be tolerated by the customers but not for the others. Some customer
cancel the order so that the company loss the opportunity of selling product which is
directly affected to the throughput for the company because the throughput is generated
by the sales. The purposes of this research are analyze the process flow, identify the
bottleneck and non-bottleneck workstations, make improvements to the bottleneck
workstation and production throughput.
This research use Theory of Constraint (TOC) method which applies five
principes of process focus. Firstly, the standart time for each process is counted by the
stopwatch time studies (STS), Available Capacity (CA) and Required Capacity (CR).
After that, the variance and the load percentage is counted and applied the five principes
of process focus using TOC method. Five steps in TOC are identify the system
constraints (in this case is the bottleneck), exploit the system constraint, subordinate,
elevate the system constraint,then repeat to step 1 for the continous improvement.
Based on the calculation, the result is bottleneck workstation been showed by
positive value of variance and load percentage above 100%. It occurs in sol workstation
in all months except in February 2014 and finishing workstation in January, April, May,
June, August, October, and November 2014. Based on the optimization of the
bottleneck workstations using five steps of TOC by Linier Programming and Lingo
11.0, it shows that the company needs to increase the capacity by adding three molen
machines and two exhaust fans in the finishing workstation for drying process. Based
on the recalculation of the variance and the load percentage can be concluded that all of
the workstations become non-bottleneck and the production capacity and throughput
increases from 861 products with throughput Rp 770.917.000,00 to 1.061 products with
throughput Rp 970.473.000,00 in January 2014. After increasing the capacity, the
throughput is also increased which is showed by the throughput margin Rp.
199.556.000,00 in Januari 2014 and the largest increment of the throughput is in June
2014 Rp 264.512.500,00.

Keyword : Bottleneck, TOC, Throughput, Capacity

xix
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)

xx
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini diperlukan beberapa hal yang penting
untuk digunakan sebagai dasar pelaksanaan penelitian. Bab ini akan menjelaskan mengenai
latar belakang permasalahan yang diangkat, identifikasi permasalahan, permusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian yang dilakukan.

1.1 Latar Belakang


Di dalam sebuah perusahaan, proses produksi merupakan suatu hal yang menjadi
fokus perhatian untuk selalu ditingkatkan performansinya. Hal ini dikarenakan proses
produksi memegang peranan penting dalam menciptakan dan mengubah nilai kegunaan
dari suatu barang atau jasa. Untuk dapat menjalankan suatu proses produksi yang baik
sangat diperlukan suatu perencanaan produksi yang tepat. Dengan adanya perencanaan
produksi yang baik maka tujuan perusahaan juga akan mudah tercapai. Salah satu tujuan
perusahaan dalam setiap proses produksinya adalah throughput yang maksimal. Menurut
Goldratt & Cox (1984) throughput didefinisikan sebagai tingkat dimana perusahaan
menghasilkan uang melalui penjualan. Pada praktiknya, untuk mencapai tujuan tersebut
perusahaan seringkali mengalami kendala-kendala sistem pada proses pelaksanaannya.
Menurut Goldratt (1990) suatu kendala sistem pada suatu perusahaan dapat membatasi
performansi dari sistem tersebut, sehingga diperlukan suatu upaya yang ditujukan untuk
memaksimumkan performansi dari kendala ini. Salah satu kendala (constraint) yang sering
terjadi di perusahaan yaitu berkaitan dengan kendala dari dalam proses produksi berupa
bottleneck.
Menurut Goldratt (1990) bottleneck biasanya terjadi pada stasiun kerja yang
memiliki kapasitas lebih kecil dari kebutuhan produksi. Bottleneck jika tidak ditangani
lebih lanjut akhirnya dapat menyebabkan bertambahnya waktu penyelesaian produk
sehingga akan terjadi keterlambatan. Oleh karena itu, diperlukanlah suatu analisa terhadap
stasiun kerja bottleneck agar nantinya didapatkan pemecahan masalah serta perbaikan
dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada di perusahaan serta mengelola dengan baik
kendala-kendala yang ada.

1
2

PT Kasin Malang merupakan perusahaan manufaktur di bidang penyamakan kulit.


Produk kulit yang dihasilkan oleh PT Kasin Malang di antaranya kulit box dan kulit sol
yang memiliki nilai pesanan tinggi setiap periode tahunnya. PT Kasin menerapkan
produksi make to order, yaitu berproduksi sebanyak permintaan dari konsumen atau
berproduksi sesuai dengan keinginan konsumen. Sifat permintaan make to order ini
mengharuskan perusahaan agar dapat menyelesaikan pesanan tepat pada waktunya.
Konsumen yang memesan kulit pada PT Kasin bervariasi dan jenis pesanannya juga
berbeda-beda. Nilai pesanan yang tinggi setiap periode tahun tersebut mengharuskan
perusahaan untuk memenuhi pesanan dengan tepat waktu agar dapat menyelesaikan
pesanan lain yang datang.
Permasalahan muncul ketika perusahaan mendapatkan pesanan dalam jumlah besar
dan tidak mampu memenuhi pesanan tersebut dalam waktu yang sudah ditentukan
sehingga terjadi keterlambatan. Keterlambatan pesanan ini ada yang masih bisa ditoleransi
oleh pelanggan, namun ada beberapa pelanggan yang tidak dapat menoleransi
keterlambatan tersebut sehingga membatalkan pesanan yang berarti mengurangi tingkat
penjualan yang seharusnya bisa didapatkan. Dalam hal ini kehilangan kesempatan dalam
menjual produk berarti juga kehilangan kesempatan untuk menghasilkan throughput bagi
perusahaan, karena throughput dihasilkan melalui penjualan. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut perusahaan seringkali melakukan penambahan jam kerja yang
biasanya dilakukan pada departemen finishing untuk mempercepat penyelesaian pesanan.
Namun demikian, solusi tersebut dinilai tidak efektif menurut perusahaan dilihat dari segi
biaya yang dikeluarkan seperti listrik dan biaya tenaga kerja produksi yang dibayarkan per
hari. Berikut ini merupakan data historis keterlambatan pemenuhan pesanan serta
pembatalan pesanan yang terjadi selama tahun 2014 yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Data Historis Keterlambatan
Produk Jumlah Bulan Target Keterlambatan Persentase Ket
Order Penyelesaian+ Keterlambatan
Allowance
Sol B 150 velt Januari 1 bulan 3 hari 12 % Terlambat
Sol A 100 velt April 1 bulan 3 hari 12 % Terlambat
Sol B dan P 220 velt Mei 1 bulan 7 hari 28 % Batal
Sol B 200 velt Juni 1 bulan 5 hari 20 % Batal
VN 80 velt Oktober 3 minggu 5 hari 27,7 % Terlambat
Sol A dan B 150 velt November 1 bulan 8 hari 32% Batal
Sumber: PT Kasin (2015)
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa keterlambatan
penyelesaian pesanan tersebut disebabkan oleh terjadinya ketidaklancaran aliran proses
atau bottleneck yang terjadi di beberapa stasiun kerja. Bottleneck tersebut ditandai adanya
3

kapasitas terkecil di sepanjang aliran proses. Stasiun kerja finishing yang memiliki proses
dengan kapasitas produksi per bulan terkecil yaitu pada proses drying yang akan menjadi
kendala dalam aliran proses seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2. Hal ini kemudian
akan menyebabkan keterlambatan pada proses produksi sehingga berpengaruh terhadap
throughput yang dihasilkan oleh perusahaan.
Tabel 1.2 Kapasitas Produksi PT Kasin Malang 2014
Stasiun Kerja Nama Proses Jumlah Kapasitas Per
Resource Bulan (velt)
Penerimaan Bahan Baku Penerimaan Bahan Baku 2 6000
Main Soaking
Soaking
1 6000
Liming
Kapuran Dehairing
Trimming 3000
2
Pembersihan Bulu dan daging 3000
Splitting 1 7000
Deliming-Pretanning Deliming-Pretanning 4 1500
Penalian Kulit 2 3000
Tanning 2 600
Sol Fixatie dan Fatliquoring 1 1500
Sammying Sol 1 7000
Setting Out Sol 1 12600
Shaving 1 8400
Dyeing 1 2000
Setting Out Box 1 12600
Sammying Box 1 7000
Box
Vacuum Drying 1 7000
Toggling 1 4200
Roll Coater 1 14000
Stacking 1 8400
Buffing 1 8400
Spraying 1 14000
Embossing 1 10000
Ironing 1 14000
Finishing
Measuring 1 3000
Drying - 600
Walls 1 5040
Packing 2 3000
Sumber: PT Kasin (2015)
Permasalahan ketidakseimbangan kapasitas yang menyebabkan bottleneck ini
merupakan suatu kendala atau constraint dalam sebuah sistem produksi. Kendala atau
constraint tersebut kemudian akan membatasi kinerja dari sistem produksi yang berkaitan
dengan throughput dan aliran proses. Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan
suatu analisa proses produksi yang bertujuan untuk menyeimbangkan aliran proses dan
mengoptimalkan stasiun kerja bottleneck dan memperbaiki throughput produksi. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Theory of Constraint (TOC).
4

TOC mengidentifikasi kendala-kendala sistem dan memutuskan bagaimana


beroperasi dengan kendala tersebut untuk mencapai proses produksi yang sinkron. Dalam
penelitian ini akan dilakukan analisa proses produksi, pengamatan waktu proses setiap
stasiun kerja serta perhitungan kapasitas di setiap stasiun kerja yaitu kapasitas tersedia dan
kapasitas yang dibutuhkan. Setelah itu akan dicari stasiun kerja mana saja yang bottleneck
dan dilakukan lima langkah perbaikan dengan metode Theory of Constraint (TOC).
Sehingga diharapkan stasiun kerja bottleneck dapat dioptimalkan, perusahaan dapat
menjalankan proses produksi dengan lancar, throughput meningkat, serta pemenuhan
terhadap pesanan dapat dilakukan dengan tepat waktu.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan, dapat diidentifikasi permasalahan yang
terjadi di PT. Kasin Malang, sebagai berikut:
1. Terjadi keterlambatan dan pembatalan pesanan pada beberapa periode di tahun 2014.
2. Terdapat stasiun kerja yang memiliki proses dengan kapasitas terkecil sehingga
menyebabkan ketidaklancaran aliran proses (bottleneck).
3. Belum maksimalnya throughput yang dihasilkan oleh perusahaan akibat adanya
keterlambatan dan pembatalan pesanan.

1.3 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dilakukan
sebelumnya, maka perumusan masalah dari penelitian ini yaitu:
1. Berapakah kapasitas yang tersedia dan kapasitas yang dibutuhkan oleh setiap stasiun
kerja di PT Kasin?
2. Bagaimanakah hasil analisa aliran proses pada setiap stasiun kerja yang ada?
3. Bagaimanakah hasil dari perbaikan stasiun kerja yang bottleneck dengan menggunakan
metode yang diusulkan?
4. Bagaimanakah hasil throughput perusahaan setelah dilakukan perbaikan dengan metode
yang diusulkan?

1.4 Batasan Masalah


Untuk memfokuskan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, maka
diperlukan batasan permasalahan yaitu:
1. Data permintaan produk kulit yang digunakan dari bulan januari 2014-desember 2014.
5

2. Constraint yang dibahas dalam penelitian ini adalah internal constraint di pabrik berupa
stasiun kerja bottleneck yang terdapat di lantai produksi.

1.5 Asumsi
Berikut merupakan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Tidak ada perubahan kebijakan perusahaan.
2. Pada proses produksi tidak terdapat pengerjaan ulang rework.
3. Mesin dan peralatan tidak mengalami penambahan atau pengurangan, sesuai dengan
jumlah yang ada saat ini.

1.6 Tujuan Penelitian


Berikut merupakan tujuan dari penelitian yang dilakukan di PT Kasin Malang:
1. Mengetahui besarnya kapasitas yang tersedia dan yang dibutuhkan di setiap stasiun
kerja PT Kasin.
2. Menganalisis aliran proses untuk setiap stasiun kerja dan mengidentifikasi mana yang
merupakan stasiun kerja bottleneck dan stasiun kerja non-bottleneck.
3. Mengetahui hasil perbaikan stasiun kerja bottleneck dengan metode yang diusulkan.
4. Memperbaiki throughput produksi PT Kasin berdasarkan hasil perbaikan stasiun kerja
bottleneck.

1.7 Manfaat Penelitian


Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Memberikan informasi bagi perusahaan mengenai kapasitas yang tersedia dan kapasitas
yang dibutuhkan untuk setiap stasiun kerja.
2. Memberikan informasi mengenai stasiun kerja mana saja yang merupakan stasiun kerja
bottleneck dan non-bottleneck.
3. Memberikan rekomendasi dan perbaikan terhadap stasiun kerja bottleneck dengan
metode yang diusulkan.
4. Memperbaiki throughput produksi PT Kasin berdasarkan hasil perbaikan stasiun kerja
botteneck.
6

(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam melakukan penelitian diperlukan dasar-dasar teori yang berhubungan


dengan konsep-konsep permasalahan penelitian sehinga penelitian dapat diterima
kebenarannya. Pada bab ini juga akan dijelaskan beberapa penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan sebelumnya.

2.1 Penelitian Terdahulu


Beberapa penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya dan akan dijadikan acuan untuk penelitian yang akan dilaksanakan. Berikut
merupakan penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini:
1. Chede, Jain, dan Aparna (2012) dalam penelitiannya membahas mengenai penerapan
theory of constraint dalam manufaktur dengan menggunakan pendekatan teknik riset
operasi. Model riset operasi yang digunakan yaitu mathematical programming.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki kinerja finansial dari
perusahaan yaitu berupa throughput. Objek penelitian ini yaitu perusahaan
manufaktur yang berlokasi dekat dengan ibu kota negara India. Karena peningkatan
permintaan yang mendadak dalam pemesanan ekspor dari Afrika, manajemen harus
memutuskan tindakan. Kendala atau constraint yang diidentifikasi oleh penelitian ini
yaitu bottleneck. Dari identifikasi constraint didapatkan hasil bahwa workcenter 9
dan 10 merupakan constrained resource. Dari perhitungan dengan metode linear
programming didapatkan hasil product mix optimal untuk perusahaan adalah 2572
unit, 10500 unit, 1550 unit, 1350 unit, 2400 unit untuk produk A,B,C,D dan E.
Throughput dan net profit perusahaan mengalami peningkatan setelah penerapan
TOC yaitu dari Rs 5434433 menjadi Rs 5503630 untuk throughput. Sedangkan
untuk net profit mengalami peningkatan dari Rs 1330433 menjadi Rs 1399630.

7
8

2. Rianto (2009) dalam penelitiannya yang membahas mengenai pengoptimalan stasiun


kerja bottleneck. Objek penelitian yang dilakukan yaitu di PT X yang merupakan
perusahaan yang bergerak dibidang produksi obat anti nyamuk bakar dengan 25 jenis
produk. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengeliminasi stasiun kerja
bottleneck dengan menerapkan lima prinsip perbaikan berkelanjutan theory of
constraint (TOC). Penerapan TOC dilakukan untuk mengoptimalkan perencanaan
kapasitas dalam hal ini jadwal induk produksi dengan menggunakan ukuran
operasional throughput. Dari analisa yang dilakukan didapatkan hasil bahwa stasiun
kerja 3 yang merupakan stasiun kerja drying atau pengeringan mengalami bottleneck
pada periode Oktober. Setelah melakukan perbaikan dengan menggunakan metode
TOC stasiun kerja 3 dapat dieliminasi. Untuk jumlah produk maksimal diperoleh
pada periode Juli 2007 dengan jumlah produksi untuk obat anti nyamuk bakar coil
standar lokal 1.039.675.538 dC dengan throughput sebesar Rp 843.300.485.
3. Wilianto, Nazaruddin, dan Ishak (2013) dalam penelitiannya berupaya untuk
mengeliminasi penumpukan pada stasiun kerja dengan menerapkan lima prinsip
perbaikan berkelanjutan Theory of Constraint (TOC). Objek penelitian dilakukan di
PT XYZ yang merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak dalam
bidang produksi crumb rubber. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan
bahwa kekurangan kapasitas yang terbesar terjadi pada bulan Agustus 2013 di
stasiun kerja 2 dimana kapasitas yang dibutuhkan adalah sebesar 1.820 jam,
sedangkan yang tersedia hanya sebesar 1.592 jam. Kekurangan kapasitas tersebut
dapat diatasi melalui pengoptimalan JIP menggunakan linear programming. Hasil
yang didapatkan setelah revisi JIP yaitu stasiun kerja 2 yang merupakan stasiun kerja
bottleneck dapat dioptimalkan menjadi stasiun kerja non-bottleneck. Penumpukan
pada stasiun kerja 2 juga dapat dieliminasi dan persentase penggunaan kapasitas pada
stasiun kerja ini dapat mencapai 100%. Dari perhitungan, didapatkan throughput
maksimal terjadi pada bulan Oktober 2012, yaitu sebesar Rp 3.323.161.000,-.
Alternatif penambahan jam lembur menghasilkan total biaya sebesar Rp
1.070.850.49,-.
Penelitian di atas merupakan penelitian yang mempunyai objek berbeda-beda satu
sama lain. Landasan pemilihan yang digunakan untuk penelitian terdahulu yaitu
berkaitan dengan metode yang digunakan, kendala (constraint) dalam sistem, dan
ukuran operasional yang digunakan. Kendala (constraint) yang menjadi permasalahan
dalam ketiga penelitian diatas yaitu stasiun kerja bottleneck yang merupakan internal
9

constraint. Kemudian metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan


kendala (constraint) yaitu metode Theory of Constraint (TOC) dan untuk ukuran
operasional yang digunakan untuk mengukur tingkat perbaikan yang dilakukan yaitu
dengan menggunakan ukuran operasional throughput. Sehingga untuk perbaikan yang
dihasilkan yaitu peningkatan throughput dari masing-masing objek penelitian.
Berikut merupakan perbandingan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini
dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Perbandingan dengan penelitian terdahulu
Nama Peneliti
Karakteristik Wilianto,
Chede, Jain, dan
Penelitian Rianto Nazaruddin, dan Penelitian ini
Aparna
Ishak
Tools yang Theory of Theory of Theory of Theory of
digunakan Constraint Constraint Constraint Constraint
Obyek Perusahaan
PT X PT XYZ PT Kasin, Malang
penelitian manufaktur di India
Kapasitas, Kapasitas, Kapasitas,
Variabel Throughput
Throughput Throughput Throughput

2.2 Sistem Produksi


Menurut Gasperz (1998), sistem produksi merupakan sistem integral yang
mempunyai komponen struktural dan fungsional. Dalam sistem produksi modern terjadi
suatu proses transformasi nilai tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat
dijual denan harga kompetitif di pasar. Proses transformasi nilai tambah dari input
menjadi output dalam sistem produksi modern selalu melibatkan komponen struktural
dan fungsional. Sistem produksi memiliki beberapa karakteristik berikut:
1. Mempunyai komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling berkaitan satu
sama lain dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Hal ini berkaitan dengan
komponen struktural yang membangun sistem produksi itu.
2. Mempunyai tujuan yang mendasari keberadaannya, yaitu menghasilkan produk
(barang dan/atau jasa) berkualitas yang dapat dijual dengan harga kompetitif di
pasar.
3. Mempunyai aktivitas berupa proses transformasi nilai tambah input menjadi output
secara efektif dan efisien.
4. Mempunyai mekanisme yang mengendalikan pengoperasiannya, berupa optimalisasi
pengalokasian sumber-sumber daya.
Sistem produksi memiliki komponen atau elemen struktural dan fungsional yang
berperan penting dalam menunjang kontinuitas operasional sistem produksi itu.
10

Komponen atau elemen struktural yang membentuk sistem produksi terdiri dari: bahan
(material), mesin dan peralatan, tenaga kerja, modal, energi, informasi, tanah, dan lain-
lain. Sedangkan komponen atau elemen fungsional terdiri dari: supervisi, perencanaan,
pengendalian, koordinasi, dan kepemimpinan, yang kesemuanya berkaitan dengan
manajemen dan organisasi.
Suatu proses dalam sistem produksi dapat didefinisikan sebagai integrasi
sekuensial dari tenaga kerja, material, informasi, metode kerja, dan mesin atau
peralatan, dalam suatu lingkungan, guna menghasilkan nilai tambah bagi produk, agar
dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. Proses itu mengkonversikan input terukur
ke dalam output terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi.

2.2.1 Jenis Sistem Manufaktur Perusahaan


Bertrand, Wortman & Wijngaard (1990) mengklasifikasikan sistem manufaktur
berdasarkan tipe produksi menjadi 4 kategori:
a. Make To Stock (MTS)
Pada strategi MTS, persediaan dibuat dalam bentuk produk akhir yang siap dipak.
Siklus dimulai ketika perusahaan menentukan produk, kemudian menentukan
kebutuhan bahan baku, dan membuatnya untuk disimpan. Konsumen akan memesan
produk jika harga dan spesifikasi produk sesuai dengan kebutuhannya. Operasi
difokuskan pada kebutuhan pemenuhan tingkat persediaan dan order yang tidak
diidentifikasi pada proses produksi. Sistem produksi mengembangkan tingkat
persediaan yang didasarkan pada order yang akan datang, bukan pada order sekarang.
Pada strategi ini, resiko persediaan lebih besar.
b. Assembly To Order (ATO)
Strategi ATO, semua subassembly masuk pada persediaan. Ketika order suatu
produk datang, perusahaan dapat dengan cepat merakit komponen menjadi produk jadi.
Strategi ini digunakan oleh perusahaan yang mempunyai produk modular, yang dapat
dirakit menjadi beberapa produk akhir. Strategi ini mempunyai ’moderate risk’ terhadap
investasi persediaan. Operasi lebih difokuskan pada modul atau part. Contoh produk:
automobile, elektronik, komputer komersil, restoran fast food yang menyediakan
beberapa paket makanan, dan lain-lain.
11

c. Make To Order (MTO)


Strategi MTO mempunyai persediaan tetapi hanya dalam bentuk desain produk
dan beberapa bahan baku standar, sesuai dengan produk yang telah dibuat sebelumnya.
Aktivitas proses berdasarkan order konsumen. Aktivitas proses dimulai pada saat
konsumen menyerahkan spesifikasi produk yang dibutuhkan dan perusahaan akan
membantu konsumen menyiapkan spesifikasi produk, beserta harga dan waktu
penyerahan. Apabila telah dicapai kesepakatan, maka perusahaan akan mulai membuat
komponen dan merakitnya menjadi produk dan kemudian menyerahkan kepada
konsumen. Pada strategi ini, risiko terhadap investasi persediaan kecil, operasionalnya
lebih fokus pada keinginan konsumennya.
d. Engineering To Order (ETO)
Dalam ETO, tidak ada persediaan. Produk belum dibuat sebelum ada order.
Ketika order datang, perusahaan akan mengembangkan desain produk berserta waktu
dan biaya yang diperlukan. Apabila rancangannya disetujui konsumen, maka produk
baru dibuat. Strategi ini tidak mempunyai resiko (zero risk) persediaan. Dan cocok
untuk produk baru atau unik. Misalnya: Kapal, komputer untuk militer, prototype mesin
baru, dan lain-lain. Operasi lebih difokuskan pada spesifikasi order dari konsumen
daripada part nya itu sendiri.

2.2.2 Jenis Proses Manufaktur Perusahaan


Fogarty, dkk (1991) mengklasifikasikan sistem manufaktur berdasarkan aliran
proses menjadi 3 tipe desain manufaktur tradisional, yaitu:
1. Fixed Site (Project)
Pada tipe project, material, tools, dan personel dialokasikan pada produk yang
dibuat. Secara ekstrim dikatakan bahwa tidak ada aliran produk pada tipe ini, tetapi
masih terdapat urutan operasi. Bentuk operasi pada project digunakan ketika terdapat
kebutuhan khusus/spesial yang memerlukan kreativitas dan keunikan. Hal ini sulit
diotomasikan pada proses manufaktur, karena hanya dilakukan satu kali. Project
memerlukan biaya tinggi dengan perencanaan dan pengendalian yang sulit, sebab berat
pada tahap definisi initial dengan tingkat perubahan-perubahan dan inovasi yang tinggi.
2. Job Shop (Jumbled Flow)
Pada proses job shop, man dan machine dikelompokkan menjadi stasiun kerja
(semua bor pada satu stasiun kerja, gerinda, dan sebagainya). Aliran produk dan job
hanya pada stasiun kerja yang dibutuhkan. Keuntungannya, dengan mesin yang
12

berfungsi umum (general-purpose equipment) dan operator berketerampilan tinggi


membuat proses manufaktur job shop fleksibel dalam merespon perubahan desain dan
volume pesanan konsumen. Sedangkan kerugiannya adalah tidak efisien.
3. Flow Shop
Flow Shop disusun dari stasiun kerja dalam urutan operasi untuk membuat
produk. Semua produk mengikuti standar produk yang ditentukan. Lintas rakitan
automobile merupakan contoh bagus untuk proses flow shop.
3 tipe flow shop adalah:
a. Small-Batch Line Flow, mempunyai semua karakter flow shop, tetapi tidak semua
memproses produk yang sama secara terus menerus. Memproses beberapa produk
dengan ukuran batch kecil, dengan kebutuhan setup per batch. Digunakan ketika
biaya proses bisa dipertimbangkan, permintaan part rendah, dan non-diskrit.
Contohnya adalah farmasi.
b. Large-Batch (Repetitive) Line Flow, memproduksi produk diskrit dalam volume
besar tetapi tidak kontinu.
c. Continuous Line Flow merefer pada proses kontinu dari fluida, bedak, logam, dan
lain-lain. Biasa digunakan pada industri gula, minyak, dan logam lainnya.

2.3 Perencanaan Dan Pengendalian Produksi


Menurut Sofyan (2012) perencanaan dan pengendalian produksi (Production,
Planning and Control) tidak terlepas dari istilah manufaktur (manufacturing) yang
merupakan suatu proses produksi dalam menghasilkan produk-produk yang bersifat
fisik/ada wujudnya (tangible product), manufacturing merupakan proses
mengkonversikan bahan baku menjadi produk jadi dengan melalui serangkaian aktivitas
produksi dengan integrasi kegiatan antara pemasok, proses dan konsumen. Perencanaan
dan pengendalian produksi merupakan proses untuk merencanakan dan mengendalikan
input, melakukan proses dan menghasilkan output dari suatu sistem produksi sehingga
permintaan konsumen dapat dipenuhi dengan jumlah dan waktu penyerahan yang tepat
serta biaya produksi yang minimum. Dari definisi tersebut, maka kegiatan yang
terkandung dalam Perencanaan dan pengendalian produksi dapat dibedakan atas 2 (dua)
hal yaitu:
a. Perencanaan Produksi (Production Planning)
b. Pengendalian Produksi (Production Control)
13

Perencanaan produksi merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan produk


sesuai dengan yang ditetapkan, berkaitan dengan penentuan berapa banyak yang
diproduksi, sumber daya apa yang dibutuhkan dan kapan harus diproduksi. Perencanaan
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengatur tindakan yang akan dilakukan dalam proses
produksi sebagai langkah awal dalam menyusun tahapan-tahapan kegiatan di masa yang
akan datang, sehingga perencanaan produksi harus disusun berdasarkan hasil perolehan
data yang telah lalu. Sedangkan pengendalian produksi merupakan suatu kegiatan yang
disusun sesuai dengan kemampuan sumber-sumber yang digunakan dalam memenuhi
rencana produksi, kemampuan produksi yang sedang berjalan dan melakukan perbaikan
rencana, dimana fungsi kegiatan dalam pengendalian produksi mengarahkan atau
mengatur pergerakan material termasuk didalamnya bahan, komponen dan produk
melalui suatu siklus manufaktur, mulai dari permintaan bahan baku sampai dengan
pengiriman produk akhir kepada pelanggan.
Suatu perusahaan manufaktur memiliki tujuan umum yang ingin dicapai, tujuan-
tujuan umum tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Menghasilkan produk secara tepat waktu sesuai dengan janji yang telah disepakati
dengan konsumen.
2. Memaksimalkan pelayanan bagi konsumen baik dalam pemberian informasi,
komplain dan masukan bagi penyempurnaan produk.
3. Memimimumkan investasi pada peralatan.
4. Melakukan perencanaan kapasitas.
5. Mengatur penyimpanan dan pergerakan material sesuai dengan jadwal produksi.
6. Serta mampu menekan biaya seminimal mungkin agar dapat memperoleh
keuntungan sesuai harapan perusahaan.
Sedangkan tujuan dari perencanaan dan pengendalian produksi adalah sebagai
berikut:
1. Mengusahakan agar perusahaan dapat berproduksi secara efektif dan efisien.
2. Mengusahakan agar perusahaan dapat menggunakan modal seoptimal mungkin.
3. Mengusahakan agar pabrik dapat menguasai pasar yang luas.
4. Dapat memperoleh keuntungan yang cukup bagi perusahaan.
Fungsi Perencanaan dan pengendalian produksi tidak terlepas dari tujuan yang
telah di uraikan, berikut merupakan fungsi dari perencanaan dan pengendalian produksi:
1. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk sebagai
fungsi dari waktu.
14

2. Memonitor permintaan yang aktual, membandingkannya dengan ramalan permintaan


sebelumnya dan melakukan revisi atas ramalan tersebut jika terjadi pnyimpangan.
3. Menetapkan ukuran pemesanan barang yang ekonomis atas bahan baku yang akan
dibeli.
4. Menetapkan sistem persediaan yang ekonomis.
5. Menetapkan kebutuhan produksi dan tingkat persediaan pada saat tertentu..
6. Memonitor tingkat persediaan, membandingkannya dengan rencana persediaan, dan
melakukan revisi rencana produksi pada saat yang ditentukan.
7. Membuat jadwal produksi, penugasan, serta pembebanan mesin dan tenaga kerja
yang terperinci.

2.3.1 Rough Cut Capacity Planning (RCCP)


Gaspersz (1998) menjelaskan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan
urutan kedua dari hierarki perencanan prioritas kapasitas yang berperan dalam
mengembangkan MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati
urutan kedua dalam hierarki perencanaan prioritas produksi. Guna menetapkan sumber-
sumber spesifik tertentu khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial
(potential bottleneck) adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Dengan demikian kita
dapat membantu manajemen untuk melaksanakan Rough Cut Capacity Planning
(RCCP), dengan memberikan informasi tentang tingkat produksi di masa mendatang
yang akan memenuhi permintaan total itu.
Pada dasarnya RCCP didefinisikan sebagai proses konversi dari rencana produksi
dan/atau MPS ke dalam kebutuhan kapsitas yang berkaitan dengan sumber-sumber data
kritis seperti: tenaga kerja, mesin, dan peralatan, kapasitas gudang, kapasitas pemasok
material dan parts, dan sumber daya keuangan. RCCP serupa dengan perencanaan
kebutuhan sumber daya (Resource Requirements Planning), kecuali bahwa RCCP
adalah lebih terperinci daripada RRP dalam beberapa hal, seperti: RCCP
didisagregasikan berdasarkan periode waktu harian atau mingguan; dan RCCP
mempertimbangkan lebih banyak sumber daya produksi.
Menurut Gaspersz (1998) pada dasarnya terdapat empat langkah yang diperlukan
untuk melaksanakan RCCP, yaitu:
1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS.
2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead time).
3. Menentukan bill of resource.
15

4. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP.

Perencanaan Kapasitas Kasar (RCCP) ini termasuk dalam perencanaan kapasitas


jangka panjang. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas yang diperlukan untuk
melaksanakan MPS (Master Production Schedule).
Teknik yang ada di dalam RCCP yaitu sebagai berikut:
1. CPOF (Capacity Planning Overall Factor/Pendekatan total faktor)
CPOF membutuhkan tiga masukan yaitu MPS, waktu total yang diperlukan untuk
memproduksi suatu produk dan proporsi waktu penggunaan sumber. CPOF
mengalikan waktu total tiap produk terhadap jumlah MPS untuk memperoleh total
waktu yang diperlukan pabrik untuk mencapai MPS. Total waktu ini kemudian
dibagi menjadi waktu penggunaan masing-masing sumber dengan mengalikan total
waktu terhadap proporsi penggunaan sumber.
2. BOLA (Bill Of Labour Approach / Pendekatan daftar tenaga kerja)
Jumlah kebutuhan kapasitas yang diperlukan diperoleh dengan mengalikan waktu
tiap komponen yang tercantum pada daftar tenaga kerja dengan jumlah produk dari
MPS.
3. RPA (Resource Profile Approach / Pendekatan profil sumber)
Merupakan teknik perencanaan kapasitas kasar yang paling rinci tetapi tidak serinci
perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity Requirement Planning).
Setelah menentukan teknik RCCP yang sesuai, langkah selanjutnya adalah menghitung
kapasitas yang tersedia (capacity available). Kapasitas yang tersedia dihitung dari
perkalian antara waktu yang tersedia dikalikan utilitas dan efisiensi. Utilitas merupakan
nilai dari 0 dan 1 yang didapatkan dari 1 dikurangi proporsi waktu yang hilang karena
mesin, pekerja, peralatan, atau material yang tidak tersedia. Sedangkan efisiensi
didefinisikan sebagai rata-rata jam produksi standar per jam aktual. Jika tepat dan sesuai
dengan waktu baku, efisiensi bernilai 1. Jika waktu aktual yang dibutuhkan untuk
mengerjakan pekerjaan kurang dari waktu baku, efisiensi bernilai lebih dari 1, jika
waktu aktual untuk mengerjakan pekerjaan lebih dari waktu baku, efisiensi bernilai
kurang dari 1.
Capacity Available = Time Available x Utilization x Efficiency x Jumlah
Mesin/Operator (2-10)
(Sumber: Fogarty, 1991)
16

2.4 Pengukuran Kerja


Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaikan secara efisien apabila waktu
penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Untuk menghitung waktu baku (Standard
Time) penyelesaian pekerjaan guna memilih alternatif metode kerja terbaik, maka perlu
diterapkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengukuran kerja (Work measurement atau
time study). Pengukuran waktu kerja ini berhubungan dengan usaha-usaha untuk
menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Secara
singkat pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan
manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Menurut
Wignjosoebroto (2000), pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi ke
dalam dua bagian yaitu:
1. Pengukuran waktu secara langsung
Pengukuran ini dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan yang
bersangkutan dijalankan. Misalnya pengukuran kerja dengan jam henti (stopwatch
time study) dan sampling kerja (work sampling).
2. Pengukuran waktu secara tidak langsung
Pengukuran ini dilakukan dengan menghitung waktu kerja tanpa si pengamat harus
ditempat kerja yang diukur. Pengukuran waktu dilakukan dengan membaca tabel-
tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan, misalnya aktivitas data.

2.4.1 Pengukuran Waktu Jam Henti (Stopwatch Time Study)


Menurut Sutalaksana (1979) pengukuran waktu jam henti adalah pekerjaan
mengamati pekerja dan mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus
dengan menggunakan alat yang telah disiapkan. Sesuai dengan namanya, maka
pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stop watch) sebagai alat utamanya. Cara
ini tampaknya merupakan cara yang paling banyak digunakan. Untuk mendapatkan
hasil yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan maka tidaklah cukup sekedar
melakukan beberapa kali pengukuran dengan jam henti. Banyak faktor yang harus
diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu
Dalam penelitian pendahuluan yang harus dilakukan adalah mengamati dan
mengidentifikasi kondisi kerja dan metode kerja. Dalam penelitian ini perlu dianalisis
hasil pengukuran waktu kerja, apakah masih ada kondisi yang tidak yang pantas untuk
pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara
17

pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain. Tahapan dalam melakukan pengukuran


waktu adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Tujuan Pengukuran.
Dalam melakukan pengukuran waktu kerja, tujuan pengukuran harus ditetapkan
terlebih dahulu dan untuk apa hasil pengukuran digunakan. Dalam penentuan tujuan
tersebut, dibutuhkan adanya tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang
digunakan dalam pengukuran jam henti.
2. Melakukan Penelitian Pendahuluan
Dalam penelitian pendahuluan yang harus dilakukan adalah mengamati dan
mengidentifikasi kondisi kerja dan metode kerja. Dalam penelitian ini perlu
dianalisis hasil pengukuran waktu kerja, apakah masih ada kondisi yang tidak
optimal, jika perlu dilakukan perbaikan kondisi kerja dan cara kerja yang baik.
3. Memilih Operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan harus dipilih yang memenuhi beberapa
persyaratan agar pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya.
Syarat tersebut yang dibutuhkan berkemampuan normal dan dapat bekerja sama
menjalankan prosedur kerja yang baik.
4. Melatih Operator
Operator harus dilatih terlebih dahulu agar terbiasa dengan kondisi dan cara yang
telah ditetapkan dan telah dibakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara wajar.
5. Menguraikan Pekerjaan Atas Beberapa Elemen Pekerjaan
Pekerjaan dibagi menjadi beberapa elemen pekerjaan yang merupakan gerakan
bagian dari pekerjaan yang bersangkutan.Pengukuran waktu dilakukan atas elemen
pekerjaan. Ada beberapa pedoman yang harus diperhatikan dalam melakukan
pemisahan menjadi beberapa elemen pekerjaan yaitu:
a. Uraikan pekerjaan tersebut, tetapi harus dapat diamati oleh alat ukur dan dapat
dicatat dengan menggunakan jam henti.
b. Jangan sampai ada elemen yang tertinggal karena jumlah waktu elemen kerja
tersebut merupakan siklus penyelesaian suatu pekerjaan.
c. Antara elemen satu dengan elemen yang lain pemisahannya harus jelas. Hal ini
dilakukan agar tidak timbul keraguan dalam menentukan kapan berakhirnya atau
mulainya suatu pekerjaan.
6. Menyiapkan Alat Pengukuran Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran
waktu baku tersebut yaitu:
18

a. Jam henti (stop watch)


b. Lembar pengamatan
c. Pena atau pensil
d. Papan pengamatan
Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian
yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan untuk melakukan sampling
dalam pengambilan data. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan
maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenamya. Hal ini
biasanya dinyatakan dengan persen (dari waktu penyelesaian sebenamya, yang
seharusnya dicari). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya
keyakinan pengukur akan hasil yang diperoleh telah memenuhi syarat ketelitian
yang ditentukan. Jadi tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% berarti
bahwa penyimpangan hasil pengukuran dari hasil sebenamya maksimum 5% dan
kemungkinan berhasil mendapatkan hasil yang demikian adalah 95%.

2.4.2 Pengujian Keseragaman Data


Sutalaksana (1979) menjelaskan bahwa selama melakukan pengukuran, operator
mungkin mendapatkan data yang tidak seragam. Untuk itu digunakan alat yang dapat
mendeteksinya yaitu peta kendali. Batas kendali dibentuk dari data yang merupakan
batas yang menetukan seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam, jika berada
dalam batas kontrol dan data dikatakan tidak seragam jika berada diluar batas kontrol.
Dalam penentuan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB) untuk
tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5% digunakan batas 2σ. Peta kontrol
mempunyai batas-batas:
̅ 2σ (2-11)
(Sumber: Sutalaksana, 1979)

̅ - 2σ (2-12)
(Sumber: Sutalaksana, 1979)

2.4.3 Pengujian Kecukupan Data


Menurut Sutalaksana (1979) uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui
apakah data yang diambil dari lapangan penelitian telah mencukupi untuk digunakan
dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Misalkan serangkaian pengukuran
pendahuluan telah dilakukan dan hasil pengukuran ini dapat dikelompokkan ke dalam
subgroup berukuran n, dimana:
19

̅ j = Data pengamatan ke-j (j 1,2,3,…,N)


Xi = Harga rata-rata data pengamatan pada subgroup ke-i (i 1,2,3,…,k)
K = Banyaknya subgroup
N = Besarnya subgroup
̅ = Harga rata-rata dari harga rata-rata subgroup
N = Jumlah pengamatan pendahuluan
N’ = Jumlah pengamatan yang diperlukan
σ = Standar deviasi data pengamatan
̅ = Standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgroup x
Maka:
1. Harga rata-rata dari subgroup adalah:
∑ki 1 ̅ i
̅ (2-13)
k
(Sumber: Sutalaksana, 1979)

2. Standar deviasi dari data pengamatan adalah:

√ ∑ (∑ )
(2-14)
(Sumber: Sutalaksana, 1979)

3. Standar deviasi harga rata-rata subgroup:


σ
σ̅ (2-15)
√n
(Sumber: Sutalaksana, 1979)

Dengan menetapkan tingkat keyakinan 95% dan tingkat ketelitian 5% maka


formulasi yang digunakan adalah:
̅ (2-16)
(Sumber: Sutalaksana, 1979)

esarnya pengamatan yang dibutuhkan (N’) adalah:

√ ∑ (∑ )
[ ∑
] (2-17)

(Sumber: Sutalaksana, 1979)

Untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan, hal pertama yang
dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran
pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk
20

tingkat-tingkat ketelitian dan kepercayaan yang digunakan. Jika diperoleh dari


pengujian tersebut ternyata N’ > N, maka diperlukan pengukuran tambahan, tapi jika N’
< N maka data pengukuran pendahuluan sudah mencukupi.

2.4.4 Faktor Penyesuaian (Rating Factor)


Menurut Sutalaksana (1979) faktor penyesuaian adalah faktor yang diperoleh
dengan membandingkan kecepatan bekerja seorang operator dengan normal menurut
ukuran peneliti. Ada 5 sistem penyesuaian yang sering dipergunakan yaitu:
1. Skill dan Effort
2. Westinghouse System of Rating
3. Shumard Rating, Cara ini memberikan penilaian melalui kelas-kelas performansi
kerja dimana setiap kelas memiliki nilai tersendiri.
4. Objective Rating, Cara objektif adalah cara menentukan rating performance yang
memperhatikan dua faktor, yaitu faktor kecepatan dan faktor tingkat kesulitan
pekerjaan.
5. Synthetic Rating, merupakan metode yang mengevaluasi kecepatan operator
berdasarkan data waktu gerakan yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Besarnya faktor penyesuaian yang digunakan berdasarkan westinghouse system
rating. Penilaian dalam westinghouse rating system terbagi menjadi empat faktor yaitu
skill, effort, conditions, dan consistency. Berikut merupakan tabel penilaian dengan
menggunakan westinghouse rating system yang ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Faktor Penyesuaian Pada Westinghouse Rating System (dalam persen)
SKILL EFFORT
+0.15 A1 – Superskill -0.05 E1 – Fair +0.13 A1 – Excessive -0.04 E1 – Fair
+0.13 A2 -0.10 E2 +0.12 A2 -0.08 E2
+0.11 B1 – Excellent -0.16 F1 – Poor +0.10 B1 – Excellent -0.12 F1 – Poor
+0.08 B2 -0.22 F2 +0.08 B2 -0.17 F2
+0.06 C1 – Good +0.05 C1 – Good
+0.03 C2 +0.02 C2
0.00 D – Average 0.00 D – Average
CONDITIONS CONSISTENCY
+0.06 A – Ideal +0.04 A – Perfect
+0.04 B – Excellent +0.03 B – Excellent
+0.02 C – Good +0.01 C – Good
0.00 D – Average 0.00 D – Average
-0.03 E – Fair -0.02 E - Fair
-0.07 F – Poor -0.04 F – Poor
Sumber: Wignjosoebroto (2003)
21

2.4.5 Faktor Kelonggaran (Allowance)


Dalam menentukan waktu baku diperlukan suatu kelonggaran yang dikenal
dengan allowance. Kelonggaran terbagi dalam tiga bagian, yaitu:
1. Kelonggaran untuk memenuhi kebutuhan pribadi (personnal allowance)
2. Kelonggaran untuk hal-hal yang tidak terduga (delay allowance)
3. Kelonggaran untuk rasa lelah (fatique allowance).
Menurut Wignjosoebroto (2003) pemberian waktu allowance dimaksudkan untuk
memberi waktu kepada pekerja untuk menghentikan kerja, membutuhkan waktu-waktu
khusus untuk kebutuhan pribadi, istirahat melepas lelah dan alasan-alasan lain di luar
kontrolnya. Besarnya waktu allowance dapat dihitung berdasarkan tabel International
Labour Organization (ILO) Allowance. Menurut Niebel (1993), penentuan besarnya
allowance berdasarkan ILO dilihat dari beberapa faktor yaitu:
1. Constant Allowance, yaitu kelonggaran yang nilainya konstan atau tetap dan sudah
distandarisasikan dilihat dari personal allowance (kelonggaran pribadi) sebesar 2%-
5% untuk pria dan 5% untuk wanita serta basic fatigue (tingkat kelelahan) sebesar
4%.
2. Variable Allowance, yaitu kelonggaran yang nilainya tidak tetap, dilihat dari
pengamatan langsung secara aktual. Variable Allowance dilihat dari beberapa faktor
yaitu: Faktor standing allowance (kelonggaran untuk pekerjaan yang posisinya
berdiri) nilainya konstan yaitu 2%, faktor abnormal allowance (kelonggaran untuk
posisi abnormal), faktor tenaga yang dikeluarkan oleh masing-masing manpower
dilihat dari kategori beban sehingga diberikan kelonggaran sebesar 0-22%, faktor
bad light (cahaya yang buruk), faktor atmosphere condition (keadaan temperatur
tempat kerja), faktor noise level (tingkat kebisingan), faktor mental strain
(ketegangan mental), faktor monotony (monoton), dan faktor tediousness
(kebosanan). Persentase dari masing-masing allowance dapat dilihat pada Tabel 2.3.
22

Tabel 2.3 Tabel Allowance Kerja Berdasarkan ILO (dalam persen)


I KELONGGARAN TETAP %
a. Kelonggaran pribadi 5
b. Kelonggaran keletihan dasar 4
II KELONGGARAN TIDAK TETAP %
c. Kelonggaran berdiri 2
d. Kelonggaran posisi tidak normal
1) Cukup kaku 0
2) Kaku 2
3) Sangat kaku 7
e Memakai tenaga atau energi otot (mengangkat, menarik,
mendorong)
Berat beban yang diangkat saat bekerja
5 lb 0
10 lb 1
15 lb 2
20 lb 3
25 lb 4
30 lb 5
35 lb 7
40 lb 9
45 lb 11
50 lb 13
60 lb 17
70 lb 22
f Cahaya tidak bagus
1) Sedikit dibawah rekomendasi 0
2) Jauh dibawah rekomendasi 2
3) Benar-benar tidak cukup 5
g Kondisi udara (panas dan kelembaban)-variabel 0-10
h Tingkat perhatian
1) Cukup/sedang 0
2) Teliti 2
3) Sangat Teliti 5
i Tingkat kebisingan
1) Berkelanjutan 0
2) Terputus-putus keras 2
3) Terputus-putus sangat keras 5
4) Nada tinggi keras 5
j Ketegangan mental
1) Proses yang cukup rumit 1
2) Rumit atau butuh perhatian yang seius 4
3) Sangat rumit 8
k Monoton
1) Rendah 0
2) Sedang 1
3) Tinggi 4
l Kebosanan
1) Agak membosankan 0
2) Bosan 2
3) Sangat bosan 5
Sumber: Niebel (1993)
23

2.4.6 Perhitungan Waktu baku


Untuk menghitung waktu baku kita perlu menghitung waktu siklus rata-rata yang
disebut dengan waktu terpilih, menurut Sutalaksana (1979) faktor penyesuaiann (rating
factor), waktu normal dan kelonggaran (allowance).
Wn = Wt × Rf (2-18)
(Sumber: Sutalaksana, 1979)

dimana:
Wn = Waktu normal
Wt = waktu terpilih
Rf = Rating factor
Wb = Wn (1 + A) (2-19)
(Sumber: Sutalaksana, 1979)

dimana:
Wb = Waktu baku
A = Allowance

2.5 Theory Of Constraint (TOC)


Fogarty, dkk (1991) menjelaskan bahwa Teori kendala (Theory of Constraint)
merupakan teori yang ditemukan oleh Eliyahu Moshe Goldratt. Goldratt adalah seorang
ahli fisika yang kemudian terlibat dengan desain sistem produksi untuk membantu
temannya yang mengoperasikan pabrik pembuatan kandang ayam. Temannya meminta
Goldratt untuk mendesain sistem penjadwalannya. Goldratt kemudian memasarkan
sistem penjadwalan itu di USA dengan nama OPT. OPT sangat efektif tetapi
kontroversial. Kontroversi itu timbul dari kenyataan bahwa pabrik yang menerapkan
OPT tanpa mengetahuinya, karena Goldratt menolak untuk menjelaskan detail dari
algoritma penjadwalannya. Karena banyak jadwal yang berlawanan, beberapa pabrik
kesulitan mendapatkan supervisor untuk menjalankan tugas dalam urutan yang
disebutkan pada penjadwalan tersebut. Untuk mengurangi permasalahan itu, Goldratt
menulis sebuah buku, The Goal: A Process of Ongoing Improvement (1986), yang
menjelaskan filosofi yang mendasari algoritma penjadwalan tersebut.
Dengan publikasi dari buku The Goal datanglah persoalan mengenai sebutan
filosofi yang mendasari algoritma penjadwalan itu. Pertama istilah OPT Thoughtware
digunakan, tetapi menghasilkan kebingungan antara filosofi dan hak milik software.
Kemudian istilah Synchronous Production digunakan, tetapi terminologi tersebut
24

ternyata juga membingungkan karena ada pendekatan lain yang terkadang disebut
Synchronous production. Istilah yang digunakan untuk konsep manajerialnya pada
akhirnya yaitu Theory of Constraint (TOC). Theory of constraint merepresentasikan
perbaikan gagasan yang dihadirkan oleh OPT Thoughware dan Synchronous
Production. Meskipun namanya berubah, filosofinya tetap secara mendasar sama,
meskipun perbaikan terjadi sebagai pengalaman dengan filosofi dalam bermacam-
macam lingkup telah menciptakan feedback pada bagaimana metode mungkin
ditingkatkan.
Menurut Sipper (1997) filosofi yang mendasari OPT dan TOC adalah tujuan,
sebagaimana kenyataan persoalan dalam the goal: “Menghasilkan uang saat ini sebaik
di masa depan”. elebihan dari TOC adalah sederhana, tujuan yang jelas konsisten dan
pedoman yang kuat untuk mengembangkan konsep dan toolsnya. Selanjutnya, untuk
mencapai tujuan, perusahaan harus secara simultan meningkatkan throughput,
mengurangi inventori, dan memangkas biaya-biaya operasional.
Dasar pemikiran dari OPT yaitu produksi pada baian bottleneck merupakan dasar
untuk penjadwalan dan perencanaan kapasitas. Resource atau sumberdaya
diklasifikasikan sebagai bottleneck dan non bottleneck. Sumberdaya bottleneck
dijadwalkan untuk utilitas maksimum dan sumberdaya non bottleneck dijadwalkan
untuk melayani bottleneck. Hal ini berarti dalam beberapa kasus non bottleneck akan
menjadi idle. Tujuan untuk memaksimumkan efisiensi untuk setiap mesin tidak lagi
terlaksana. Dasar dari OPT dan TOC dalam definisi kendala (constraint) yaitu “Segala
sesuatu yang membatasi sistem untuk mencapai performansi yang lebih tinggi dalam
mencapai tujuannya”. TOC adalah jalan untuk mengatasi kendala sistem (system
constraint).

2.5.1 Prinsip Bottleneck


OPT membedakan dua tipe kendala (constraint), yaitu bottleneck dan capacity
constrained resource (CCR). Bottleneck digunakan pada kasus dimana kapasitas kurang
dari atau sama dengan permintaan pasar, yaitu sebuah bottleneck adalah sumberdaya
yang membatasi throughput. Sedangkan sebuah capacity constrained resource (CCR)
adalah sumberdaya yang menjadi bottleneck sebagai hasil dari utilisasi yang tidak
efisien. Untuk menyederhanakannya, istilah yang akan digunakan adalah istilah
bottleneck.
Menurut Sipper (1997) merupakan aturan-aturan dalam OPT antara lain:
25

1. Seimbangkan aliran, bukan kapasitas.


2. Kendala menentukan utilisasi non bottleneck.
3. Utilisasi dan aktivasi sumberdaya tidak sama.
4. Satu jam kehilangan pada bottleneck sama seperti satu jam kehilangan untuk sistem
secara keseluruhan.
5. Satu jam penghematan pada non bottleneck adalah fatamorgana.
6. Bottleneck mempengaruhi throughput dan inventori dalam sistem.
7. Pemindahan batch tidak mungkin dilakukan, dan bayak kali seharusnya tidak
8. Proses batch seharusnya berubah-ubah, tidak tetap.
9. Jadwal seharusnya ditetapkan dengan melihat pada semua kendala. Lead time adalah
hasil dari jadwal dan tidak dapat ditentukan sebelumnya.

2.5.2 Pengertian Theory Of Constraint (TOC)


Sipper (1997) menjelaskan bahwa Theory of Constraint (TOC) merupakan
perkembangan dan perbaikan dari OPT. Nama lain dari TOC adalah OPT thoughtware,
synchronous production, dan synchronized manufacturing. TOC dapat dilihat sebagai
filosofi manajemen yang dibangun dengan beberapa pedoman dan didesain untuk
membuat perbaikan berkelanjutan pada proses. Dasar pemikiran dari TOC yaitu output
dari suatu sistem ditentukan oleh kendala (constraint) nya. Definisi kendala ini
mengusulkan TOC untuk mempunyai penerapan lebih luas lebih dari perencanaan dan
pengendalian produksi. Kendala tersebut diidentifikasi menjadi tiga kategori kendala
(constraint), yaitu sebagai berikut:
1. Internal resource constraint : yaitu berhubungan dengan bottleneck seperti: mesin,
pekerja, atau peralatan-peralatan yang digunakan.
2. Market constraint : Terjadi apabila permintaan pasar kurang dari kapasitas produksi.
3. Policy constraint : Kebijakan yang menetapkan tingkat produksi (seperti kebijakan
untuk tidak lembur, dan sebagainya).
TOC berfokus pada atauran kendala yang dimainkan dalam sistem untuk
meningkatkan performansinya untuk mencapai tujuan. Untuk menilai perbaikan yang
sudah dilaksanakan, dua tipe ukuran performansi yang digunakan yaitu ukuran finansial
dan ukuran operasional. Ukuran finansial yang digunakan antara lain: net profit, return
of investment, dan cash flow. Sedangkan untuk ukuran operasional yang digunakan
antara lain sebagai berikut:
26

1. Throughput: merupakan tingkat dimana uang dihasilkan oleh sistem melalui


penjualan. Disini produk yang tidak terjual bukan merupakan throughput.
2. Inventory: merupakan uang yang diinvestasikan oleh sistem dalam pembelian hal-hal
yang dimaksudkan untuk dijual, hal tersebut mengukur inventori yang berhubungan
dengan biaya material saja tanpa perhitungan akuntansi untuk tenaga kerja dan
overhead.
3. Operating expenses: merupakan seluruh uang yang dikeluarkan organisasi untuk
mengubah persedian menjadi throughput
Gaspersz (1998) menjelaskan bahwa Theory of Constraint (TOC) merupakan
suatu filosofi manajemen yang berdasarkan prinsip-prinsip pencapaian peningkatan
terus menerus (Continuous Improvement) melalui pemfokusan perhatian pada kendala
sistem (System Constraint). Suatu kendala sistem membatasi performansi dari sitem itu,
sehingga semua upaya seyogyanya ditujukan untuk memaksimalkan performansi dari
kendala ini. Setiap sistem produksi membutuhkan beberapa titik kendali (control point)
dan titik-titik kunci (key point) untuk mengendalikan aliran dari produk yang melewati
sistem itu. Jika sistem produksi itu mengandung kendala (constraint), maka pada
kendala itu merupakan tempat terbaik untuk dikendalikan. Titik kendali ini disebut
sebagai “drum”. Suatu kendala didefinisikan sebagai suatu sumberdaya yang tidak
memiliki kapasitas untuk memenuhi permintaan, oleh karena itu salah satu alasan untuk
menggunakan kendala sebagai titik kendali adalah untuk meyakinkan agar operasi
sebelumnya tidak memproduksi lebih atau menghasilkan inventori WIP (Work in
process) yang tidak tertangani. Jika tidak terdapat kendala, maka tempat terbaik berikut
untuk menetapkan drum adalah CCR (Capacity-constrained resource). Suatu CCR
didefinisikan sebagai operasi yang mendekati kapasitas tetapi, pada tingkat rata-rata,
memiliki kapabilitas yang cukup memadai sepanjang itu tidak dijadwalkan secara salah.
Jika kendala maupun CCR tidak ada dalam sistem, maka titik kendali dapat ditempatkan
di mana saja dalam sistem itu.

2.5.3 Langkah-Langkah Theory Of Constraint (TOC)


Guna kepentingan peningkatan terus-menerus (Continuous Improvemnt), TOC
pada umumnya menggunakan lima langkah berikut (Gaspersz, 1998):
1. Mengidentifikasikan kendala atau keterbatasan sistem. Hal ini analogi dengan
mengidentifikasi titik terlemah dalam rantai operasi, di mana titik itu membatasi
kemampuan sistem.
27

2. Memutuskan bagaimana cara mengungkapkan kendala yang telah diidentifikasi


dalam langkah 1.
3. Mengangguhkan hal-hal yang lain yang bukan kendala dari pertimbangan pembuatan
keputusan. Alasannya, segala sesuatu yang hilang pada kendala sistem akan
menghilangkan keuntungan, sedangkan kehilangan pada sumber daya yang bukan
kendala tidak memberikan pengaruh karena sumber-sumber daya itu masih cukup
tersedia.
4. Memprioritaskan solusi masalah pada kendala sistem, dalam hal apabila performansi
sistem tidak memuaskan.
5. Kembali ke langkah 1 untuk peningkatan terus-menerus, jika langkah-langkah
sebelumnya memunculkan kendala-kendala baru dalam sistem itu.

2.5.4 Konsep Linear Programming


Menurut Gaspersz (1998) Linear Programming (LP) merupakan teknik riset
operasional yang telah digunakan secara luas dalam berbagai jenis masalah manajemen.
Banyak keputusan manajemen produksi dan inventori mencoba membuat agar
penggunaan sumber daya manufakturing menjadi lebih efektif dan efisien. Sumber-
sumber daya manufakturing seperti mesin, tenaga kerja, modal, waktu, dan bahan baku
digunakan dalam kombinasi tertentu yang paling optimum untuk menghasilkan produk.
Dengan demikian linear programming dalam bidang produksi dan inventori yang telah
menunjukkan hasil yang memuaskan adalah:
1. Menentukan kombinasi (diversifikasi) produk yang terbaik dalam menggunakan
kapasitas mesin, tenaga kerja, dan modal yang tersedia agar memaksimumkan
keuntungan perusahaan (masalah maksimasi keuntungan).
2. Menentukan pencampuran bahan baku dalam pabrik farmasi atau pengolahan
makanan untuk menghasilkan produk obat atau makanan yang meminimumkan biaya
produksi.
3. Menentukan sistem distribusi yang akan meminimumkan ongkos total transportasi
dari beberapa gudang ke beberapa lokasi pasar.
4. Mengembangkan jadwal produksi yang akan memenuhi permintaan produk
mendatang pada tingkat biaya produksi dan inventori yang minimum.
Secara matematik, model umum dari linear programming yang terdiri dari
sekumpulan variabel keputusan X1, X2, ....., Xn , dapat dirumuskan sebagai berikut:
Maksimum (atau Minimum) Z = C1X1 + C2X2 + ... + CnXn (2-20)
28

Dengan kendala:
A11X1 + A12X2 + ....... + A1nXn < B1
A21X1 + A22X2 + ....... + A2nXn < B2
:
Am1X1 + Am2X2 + ....... + AmnXn < Bm (2-21)
(Sumber: Gasperz, 1998)
Dimana Cn, Amn, Bm adalah konstanta.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara atau prosedur beserta tahapan-tahapan yang jelas
dan disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Sistematika kegiatan yang akan
dilaksanakan, dengan menggunakan metode dan prosedur yang tepat dan mengarah kepada
sasaran atau target yang telah ditetapkan. Pada bab ini akan menjelaskan mengenai jenis
penelitian, tempat dan waktu penelitian, pengumpulan data, dan langkah-langkah
penelitian.

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan merupakan metode penelitian deskriptif dan metode
penelitian dan pengembangan. Metode penelitian deskriptif merupakan penelitian yang
berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang.
Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana
adanya pada saat penelitian berlangsung. Metode penelitian dan pengembangan merupakan
rangkaian proses atau langkah-langkah dalam rangka mengembangkan atau
menyempurnakan obyek yang diteliti. Pada penelitian ini, akan mengungkapkan
permasalahan secara menyeluruh pada obyek yang diteliti (terjadinya keterlambatan dan
pembatalan pesanan serta terdapat stasiun kerja dengan kapasitas terkecil yang
menyebabkan ketidaklancaran aliran proses) dan akan dilakukan analisa dan perbaikan
pada stasiun kerja bottleneck sehingga diharapkan ketepatan waktu pemenuhan pesanan di
PT Kasin Malang akan menjadi lebih optimal.

3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian


Berikut merupakan waktu dan tempat pelaksanaan penelitian ini:
Waktu : Januari 2015 - September 2015
Tempat : PT Kasin Malang
Alamat : Jalan Peltu Sujono no 25 Malang, 6148, Indonesia.

29
30

3.3 Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, menggunakan dua sumber data, yaitu:
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diambil secara langsung. Data yang
dimaksudkan dapat berupa data pengamatan tentang proses operasi maupun pengamatan
secara langsung proses produksi yang akan diteliti, serta data yang didapatkan dari
diskusi dengan pihak ahli perusahaan.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang telah ada yang dimiliki oleh perusahaan.
Data yang dimaksudkan dapat berupa data waktu setup, utilisasi, efisiensi, data
permintaan produk, jam kerja per bulan, jenis dan jumlah mesin/operator dan
sebagainya.

3.4 Langkah-Langkah Penelitian


Berikut merupakan langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan, yang terdiri
dari tahap pendahuluan, tahap pengumpulan data, dan tahap pengolahan data:

3.4.1 Tahap Pendahuluan


Pada tahap ini, akan dilakukan studi lapangan, studi pustaka, identifikasi masalah,
perumusan masalah, dan penentuan tujuan penelitian:
1. Studi Lapangan
Studi lapangan atau survey pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kondisi
terkini di lapangan. Dalam studi lapangan ini, akan diidentifikasi mengenai proses
operasi yang terjadi di lapangan sehingga dapat diketahui permasalahan yang terjadi
terkait dengan bottleneck dan throughput.
2. Studi Pustaka
Tahap studi pustaka dilakukan untuk mempelajari teori ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan penyelesaian masalah yang ditemukan pada tahap selanjutnya.
Tahapan ini juga dapat dilakukan sewaktu-waktu selama proses penelitian berlangsung
apabila peneliti merasa memerlukan teori-teori lain untuk mendukung penelitian ini.
3. Identifikasi Masalah
Tahap identifikasi masalah dilakukan setelah mendapatkan input dari studi
lapangan. Tahapan ini merupakan tahapan awal dalam usaha memahami suatu masalah
yang terjadi sehingga dapat memberikan solusi optimal dari permasalahan tersebut.
31

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu terjadi keterlambatan dan pembatalan pesanan
dikarenakan adanya ketidaklancaran aliran proses atau bottleneck yang terjadi di
beberapa stasiun kerja.
4. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dilakukan setelah memahami permasalahan yang terjadi dan
merumuskannya sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.
5. Penentuan Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ditentukan berdasarkan rumusan masalah yang dilakukan
sebelumnya. Tujuan penelitian perlu untuk diterapkan secara sistematis oleh peneliti
agar dapat terfokuskan dan tidak menyimpang dari permasalahan yang telah dibahas.
Tujuan penelitian ini dapat digunakan sebagai parameter keberhasilan penelitian.

3.4.2 Tahap Pengumpulan data


Pengumpulan data merupakan suatu kegiatan pencatatan informasi yang
berhubungan dengan objek yang diteliti untuk menunjang penelitian yang akan
dilakukan. Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan tiga metode dalam
pengumpulan data. Adapun metode praktik yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Interview, yaitu suatu metode yang digunakan dalam mendapatkan data dengan jalan
mengajukan pertanyaan secara langsung pada saat perusahaan mengadakan suatu
kegiatan. Interview dilakukan bertujuan untuk memperoleh informasi yang berkaitan
dengan profil perusahaan serta permasalahan yang ada di perusahaan.
b. Observasi, yaitu suatu metode dalam memperoleh data dengan mengadakan
pengamatan langsung terhadap keadaan yang sebenarnya dalam perusahaan.
Observasi ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai permasalahan yang
akan diteliti. Dalam hal ini pengamatan dilakukan untuk keseluruhan proses produksi
dari kedua produk amatan yaitu kulit box dan kulit sol.
c. Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data dengan cara mencatat data-data yang
dimiliki oleh peneliti selama penelitian ini berlangsung sesuai dengan keperluan
pembahasan dalam penulisan penelitian ini. Dokumentasi yang dilakukan dalam
penelitian ini meliputi dokumentasi waktu tiap proses dan dokumentasi berupa
gambar kegiatan proses produksi.
32

3.4.3 Tahap Pengolahan Data


Tahap pengolahan data merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk
menyelesaikan masalah dalam penelitian. Berikut merupakan langkah-langkah
penelitian:
1. Menghitung waktu baku proses
Pada tahap ini akan dilakukan perhitungan waktu baku proses untuk setiap jenis
order produk yaitu kulit box dan kulit sol. Pengukuran waktu dilakukan terhadap waktu
proses untuk setiap stasiun kerja dan didapatkan dari pengukuran waktu dengan
menggunakan metode stopwatch time study. Selain waktu proses, juga akan dilakukan
pengukuran waktu yang dibutuhkan operator untuk untuk memasukkan (load) dan
mengeluarkan (unload) material ke dan dari mesin. Total waktu proses yang diperoleh
diuji keseragaman dan kecukupannya. Setelah semua waktu proses dinyatakan seragam
dan cukup untuk penelitian ini, maka dilakukan perhitungan waktu baku proses dengan
memperhatikan rating factor dan allowance yang diberikan.

2. Analisa dengan menggunakan lima langkah TOC


Pada tahap ini akan dilakukan langkah-langkah penerapan Theory of Constraint
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kendala yang ada
Tahap ini dilakukan dengan menggunakan perhitungan Rough Cut Capacity
Planning (RCCP) yang digunakan untuk mengidentifikasi kendala, apakah suatu
stasiun kerja tergolong bottleneck atau tidak. Pada tahap ini juaga akan dihitung
kapasitas yang tersedia (Capacity Available) dan kapasitas yang dibutuhakan (Capacity
Requirement).
Rumus untuk Capacity Requirement (CR):
n
CR = a
k 1
ik b jk untuk semua i dan j (2-22)

Keterangan:
aik = waktu operasi pengerjaan produk k pada stasiun kerja i
bjk = Jumla produk k yang akan dijadwalkan pada periode j
Rumus untuk Capacity Available (CA)
CA = Waktu kerja tersedia x Utilitas x Efisiensi x Jumlah mesin (2-23)
Dari perhitungan CA dan CR kemudian dicari nilai varians dan presentase beban
yang digunakan untuk mengidentifikasi stasiun kerja bottleneck dan non bottleneck.
33

Varians = CR-CA (2-24)


Persentase beban = CR/CA x 100% (2-25)
b. Mengeksploitasi kendala yang ada
Teknik linear programming digunakan untuk menentukan order optimal yang
dapat memaksimalkan throughput sebagai fungsi tujuan dan kendala kapasitas yang
terbatas dan permintaan masing-masing produk sebagai kendala. Berikut merupakan
model perhitungan untuk menentukan order optimal.
Maks Z = C n Xn

Fungsi kendala: A11X1 + A12X2 + ... A1nXn < b1


A21X1 + A22X2 + ... A2nXn < b2
Am1X1 + Am2X2 + ... AmnXn < bm
X1 < d1
Xn < dn
X1, X2, ..., Xn > 0
b1, b2, ..., bn > 0
d1, d2, ..., dn > 0 (2-26)
dimana:
Xn= Jumlah masing-masing tipe produk kulit
Cn = Throughput masing-masing tipe produk kulit
A1n = Waktu proses produk Xn pada stasiun kerja b1
A2n = Waktu proses produk Xn pada stasiun kerja b2
Amn = Waktu proses produk Xn pada stasiun kerja bn
b1, b2, ...., bm = kapasitas tersedia masing-masing stasiun kerja (menit)
d1, d2, ...., dm = order untuk tiap-tiap produk kulit
c. Subordinasi
Pada tahap subordinasi merupakan tahap dimana seluruh stasiun kerja
mensinkronkan kecepatan produksi terhadap stasiun kerja bottleneck. Stasiun kerja
sebelum stasiun kerja bottleneck harus memproduksi produk dengan jumlah yang dapat
diterima oleh stasiun kerja bottleneck untuk menghindari terjadinya bottleneck.
Perubahan Jadwal Induk Produksi (JIP) dilakukan untuk mengatasi stasiun kerja
bottleneck berdasarkan produk optimal yang didapat melalui perhitungan Linear
Programming. Optimalisasi JIP dilakukan untuk menghasilkan throughput maksimal
dengan menggunakan kapasitas stasiun kerja bottleneck secara penuh.
34

d. Elevasi kendala sistem


Tahap ini dilakukan pengangkatan terhadap kendala-kendala yang mengikat.
Setelah tindakan untuk subordinasi dilakukan secara maksimal, maka langkah
selanjutnya adalah dengan memulai program perbaikan yang berkelanjutan dengan
mengurangi keterbatasan yang dimiliki kendala yang mengikat atas kinerja perusahaan.
e. Kembali ke langkah 1 dan hindari inersia
Tahap ini dilakukan ketika tahap ketiga dan keempat telah berhasil dilakukan.
Pada akhirnya, kendala berupa bottleneck akan diangkat sampai ke suatu titik dimana
kendala tidak lagi mengikat. Setelah kendala yang baru diidentifikasi, proses theory of
constraint akan berulang. Tujuannya adalah memperbaiki kinerja secara berkelanjutan
dengan mengelola berbagai kendala. Proses ini akan berputar sebagai siklus.

3.4.4 Analisis dan Pembahasan


Pada tahap ini akan dilakukan analisis dan pembahasan dari hasil pengolahan data
dengan metode TOC. Langkah ini juga akan membahas mengenai usulan rekomendasi
dan perbaikan yang dapat diterapkan di perusahaan terkait dengan permasalahan stasiun
kerja bottleneck.

3.4.5 Kesimpulan dan Saran


Langkah akhir dalam penelitian ini yaitu membuat kesimpulan dan saran
perbaikan. Kesimpulan merupakan penjelasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan
dengan memperhatikan tujuan penelitian. Sedangkan saran merupakan masukan yang
dapat digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan penelitian yang dapat dilakukan
selanjutnya.
35

3.5 Diagram Alir Penelitian


Mulai

Studi Lapangan

Studi Pustaka

Identifikasi Masalah

Perumusan Masalah

Penentuan Tujuan
Penelitian

Pengumpulan Data:
1. Visi misi dan struktur organisasi perusahaan.
2. Proses operasi
3. Waktu operasi tiap stasiun kerja
4. Kapasitas mesin
5. Permintaan produk (order)
6. Jumlah dan periode pemesanan
7. Jadwal Induk Produksi

Menentukan waktu baku


proses

Menghitung Rough Cut


Capacity Planning (RCCP)

Menghitung Menghitung
kapasitas yang kapasitas yang
tersedia (CA) dibutuhkan (CR)

Menghitung Varian dan


Pengolahan Data Dengan

Pesentase beban Ya
Metode TOC

Identifikasi Stasiun Kerja


Bottleneck

Menentukan Product mix


yang tepat dengan Linear
Programming

Sinkronisasi stasiun kerja


tehadap stasiun kerja
bottleneck

Elevasi kendala sistem

Apakah ada kendala


lain meningkat?

Tidak

Analisis
Analisis dan
dan Pembahasan
Pembahasan

Kesimpulan dan
Saran

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


36

(Halaman ini sengaja dikosongkan)


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan


Pada gambaran umum perusahaan akan dijelaskan mengenai sejarah perusahaan,
lokasi perusahaan, tujuan, dan badan hukum perusahaan.

4.1.1 Sejarah Perusahaan


Perusahaan kulit PT Kasin Malang didirikan pada tahun 1941 oleh bapak Ikhwan
Zakaria (Tan Ik Wan) di Kasin Kidul Gg VII (sekarang Jalan Arif Margono) Malang. PT
Kasin merupakan perusahaan keluarga yang diwariskan turun temurun dan pimpinan saat
ini adalah bapak Paul Imam Zacharia yang merupakan generasi ketiga dari pimpinan
pertama perusahaan. Pada mulanya perusahaan ini masih merupakan bentuk perusahaan
tradisional dengan nama “Pabrik Penyamakan ulit Tradisional” yang bergerak di bidang
penyamakan kulit sekaligus memproses kulit dari bahan mentah menjadi bahan jadi.
Kegiatan penyamakan kulit ini telah berlangsung kurang lebih selama 10 tahun. Nama baru
PT Kasin dimaksudkan untuk mengenang daerah asal berdirinya perusahaan, yaitu Kasin
Kidul yang diberikan sejak awal berdirinya perusahaan kulit tersebut.
Sejalan dengan rencana tata ruang kota oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Malang,
melalui Surat Keputusan Dewan Pemerintah Tingkat II Kotamadya tertanggal 31
Desember 1951, maka lokasi abrik dipindahkan ke kawasan industri. Perusahaan semakin
berkembang setelah pemindahan lokasi. Hal ini ditunjang dari teknologi yang digunakan
untuk memproses kulit mentah menjadi kulit jadi yang semakin modern yaitu
menggunakan mesin-mesin baru, metode-metode baru, tata organisasi, dan manajemen
yang baik serta sumber daya manusia yang terampil sehingga kualitas produksi dapat
ditingkatkan.

37
38

4.1.2 Tujuan Perusahaan


Setiap perusahaan yang didirikan selalu mempunyai tujuan, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Demikian pula dengan PT Kasin dalam penyelenggaraan
kegiatan selalu berpedoman pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai agar setiap tindakan
yang dilakukan dapat lebih terarah.
Adapun tujuan PT Kasin adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Jangka Pendek
a. Menjaga kontinuitas proses produksi
Perusahaan menjamin kelancaran dari faktor-faktor yang diperlukan dalam proses
produksi, terutama dalam bahan bau, tenaga kerja, mesin, dan peralatan penunjang
lainnya. Dalam penyediaan bahan baku diharapkan sesuai dengan kualitas yang
diinginkan sehingga menghasilkan mutu yang baik. Disamping itu diusahakan pula
agar kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan.
b. Mencapai target produksi
Jika kontinuitas proses produksi dapat berjalan dengan lancar maka diharapkan target
produksi yang direncanakan dapat terealisasi dengan baik.
2. Tujuan Jangka Panjang
a. Mencapai keuntungan maksimal
Untuk menjaga kontinuitas perusahaan dilakukan dengan mencapai keuntungan yang
maksimal dengan menjalankan aktivitas perusahaan dan memanfaatkan sumber daya
yang ada secara efektif dan efisien.
b. Ekspansi perusahaan
Merupakan usaha yang memperluas aktivitas perusahaan. Dalam melakukan
ekspansi dapat ditinjau dari dua faktor, yaitu:
1) Ekspansi Intern
Merupakan suatu pengembangan yang dilakukan dalam lingkungan perusahaan,
misalnya pengadaan peralatan produksi yang modern, perluasan bangunan,
penambahan jumlah tenaga kerja, dan lain-lain.
2) Ekspansi Ekstern
Merupakan suatu pengembangan yang dilakukan di luar perusahaan misalnya
perluasan daerah pemasaran.
39

4.1.3 Badan Hukum Perusahaan


Bentuk badan hukum PT Kasin adalah perseroan Terbatas yang didirikan
berdasarkan pada:
1. Surat Kota Praja Malang No. 3482, tanggal 31 Desember 1941tentang Akta Pendirian
Perusahaan.
2. Surat Keputusan Walikotamadya Malang No. 503.84/437/451.14/1987 tentang Ijin
Tempat Usaha
3. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 0376/Reg.Kanwil
4. 13/IK/IUT/1991 tentang Ijin Tetap Usaha Industri.

4.2 Struktur Organisasi Perusahaan


Struktur organisasi pada PT Kasin Malang dapat dilihat pada gambar 4.1.

Direktur

Kepala Kepala Kepala Kepala Kepala


Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen
Umum Akuntansi Pemasaran Personalia Produksi

Koordinator Bagian Personalia Bagian


Staf
Satpam Buku Besar Pemasaran Bulanan Kapuran

Bagian Personalia Bagian


Administrasi
Piutang Pemasaran Harian Chrome

Bagian
Bagian Sol
Keuangan

Bagian
Bagian Finish
Pembelian

Kasir
Bagian Teknik
Harian

Bagian
Limbah

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT Kasin Malang

4.2.1 Departemen Produksi


Departemen produksi pada PT Kasin Malang mempunyai tugas atau wewenang
sebagai berikut:
1. Melakukan pembelian dan pengawasan persediaan bahan baku serta bahan penolong.
2. Menetapkan kebijaksanaan produksi yang efektif dan efisien.
40

3. Mengawasi proses produksi, hasil produksi, dan karyawan di bawahnya.


4. Menjaga dan mengawasi kualitas hasil produksi agar tetap terjamin.
5. Bertanggung jawab kepada direktur.
Departemen produksi ini dibagi lagi menjadi enam bagian yang disusun sesuai
dengan tahapan-tahapan prses yang dilaksanakan dalam proses penyamakan kulit, berikut
merupakan susunan bagian pada departemen produksi:
a. Bagian Kapuran
i. Memeriksa mutu kulit mentah
ii. Mengelola seluruh operasi bagian kapuran
iii. Mengadakan penelitian efektivitas dan perbaikan mutu
iv. Memberikan pengarahan dan pelatihan pekerja
v. Melakukan pengawasan keselamatan kerja bagian kapuran
b. Bagian Chrome
i. Mengelola seluruh operasi bagian chrome
ii. Merawat dan mengawasi seluruh sarana dan instalasi bagian chrome
iii. Mengadakan penelitian efektivitas dan perbaikan mutu
iv. Mengatur pembuatan chrome reduksi
v. Memberikan pengarahan dan pelatihan pekerja
vi. Melakukan pengawasan keselamatan kerja bagian chrome
c. Bagian Sol
i. Mengelola seluruh operasi bagian sol
ii. Merawat dan menguasai seluruh sarana dan instalasi bagian sol
iii. Mengadakan penelitian efektifitas dan perbaikan mutu
iv. Memberikan pengarahan dan pelatihan kerja
v. Mengadakan percobaan kulit jenis baru
vi. Melakukan pengawasan keselamatan kerja bagian sol
d. Bagian Finishing
i. Mengelola seluruh operasi bagian finishing
ii. Merawat dan menguasai seluruh sarana dan instalasi bagian finishing
iii. Memberikan pegarahan dan pelatihan kerja
iv. Melakukan pengawasan keselamatan kerja bagian finishing
e. Bagian Limbah
i. Mengatur pemeriksaan laboratorium
ii. Mengatur pembuatan sampel tiap bagian
41

f. Bagian Teknik
i. Mengadakan perawatan semua sarana produksi dan instalasi limbah
ii. Mengelola sumber energi perusahaan
iii. Mengadakan pelaporan kebutuhan dan pencatatan pemakaian suku cadang
iv. Mengadakan kebutuhan suku cadang mesin

4.3 Ketenagakerjaan
4.3.1 Jumlah Karyawan
PT Kasin Malang saat ini mempunyai tenaga kerja sebanyak 68 orang dengan
perincian sebagai berikut.
Tabel 4.1 Jumlah Karyawan PT Kasin Malang
No Jabatan Jumlah Karyawan
1 Direktur Utama 1 orang
2 Departemen Umum 9 orang
3 Departemen Akuntansi 3 orang
4 Departemen Pemasaran 2 orang
5 Departemen Personalia 2 orang
6 Departemen Produksi 6 orang
7 Karyawan Harian
Bagian Sol 6 orang
Bagian Box 9 orang
Bagian Chrome 8 orang
Bagian Kapuran 7 orang
Bagian Wals 4 orang
Bagian Limbah 4 orang
Bagian Teknik 5 orang
Lain-lain 2 orang
Jumlah Tenaga Kerja 68 orang
Sumber: PT Kasin Malang, 2015

4.3.2 Hari dan Jam Kerja


Jam kerja yang berlaku di PT Kasin Malang adalah lima hari jam kerja dengan total
40 jam kerja per minggu, berikut merupakan hari dan jam kerja yang berlaku di PT Kasin
Malang.
a. Senin-Kamis : 07.30-16.00
Istirahat : 12.00-12.30
b. Jumat : 07.30-16.30
Istirahat : 11.25-12.25
42

4.3.3 Sistem Gaji dan Upah

Pemberian upah oleh perusahaan kepada karyawan harus diberikan sesuai ketentuan
yang ditetapkan oleh pemerintah. Sistem gaji dan upah pada PT Kasin Malang dibedakan
antara staff dan karyawan harian.
a. Staff
Pemberian gaji dilakukan setiap satu bulan sekali yaitu pada awal bulan. Perhitungan
besarnya gaji dihitung satu bulan kerja dengan tidak memperhatikan perusahaan sedang
menjalankan aktivitas atau tidak dan besar gaji di atas UMR (Upah Minimum
Regional) sesuai dengan jabatan dan lamanya kerja.
b. Sistem Upah Harian
Pemberian upah dilakukan setiap minggu yaitu pada hari Jumat. Perhitungan upah
didasarkan pada jumlah masuk kerja. Apabila masuk lima hari kerja yaitu Senin-Jumat
maka upah dibayar satu minggu. Jika kurang dari dari lima hari dan tanpa keterangan
maka akan dibayar jumlah hari masuk kerja sesuai perhitungan perusahaan.

4.4 Produksi
4.4.1 Bahan Baku
Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan kulit adalah kulit sapi (lembu) yang
sudah dikeringkan. Sedangkan bahan penolong terdiri dari teepol (detergent), larutan kimia
(soda, sulfide, kapur, HCl dan cromosal), cat kulit, minyak, dan air.

Gambar 4.2 Kulit Sapi Mentah

4.4.2 Mesin dan Peralatan Produksi


Mesin adalah suatu peralaan yang digunakan oleh suatu tenaga kerja yang digunakan
untuk membantu manusia dalam mengerjakan produk. Peralatan adalah setiap instrumen
atau perkakas yang berukuran besar, sedang, dan kecil yang digunakan untuk mengerjakan
suatu produk.
43

Pada PT Kasin, mesin-mesin yang digunakan dalam proses produksi terdiri dari dua
golongan, yaitu:
1. Mesin Utama
a. Mesin tong/molen digunakan untuk merendam kulit kering (proses soaking) beserta
pengapurannya.
b. Mesin split digunakan untuk membelah kulit dengan ukuran kasar.
c. Mesin shaving digunakan untuk membelah kulit dengan ukuran halus.
d. Mesin setting out digunakan untuk memperlebar luas permukaan kulit.
e. Mesin vacuum drying digunakan untuk membuat permukaan kulit menjadi licin dan
membuang sisa kulit
f. Mesin toggle (oven) digunakan untuk menghilangkan kerutan pada kulit supata
permukaan kulit menjadi lebar.
g. Mesin stacking digunakan untuk melembabkan kulit yang kaku, untuk kulit box
h. Mesin spraying digunakan untuk mengecat kulit sesuai dengan warna yang
diinginkan.
i. Mesin embossing digunakan untuk mencetak/ menyetrika agar ketebalan kulit
menjadi rata dengan proses hidrolik.
j. Mesin ironing digunakan untuk mencetak/menyetrika agar ketebalan kulit menjadi
rata dengan proses rolling.
k. Mesin walls digunakan untuk memadatkan kulit (khusus kulit sol).
l. Mesin measuring digunakan untuk mengukur kulit yang sudah selesai diproses
(khusus kulit box).
2. Mesin Pendukung
a. Generating set merupakan pembangkit listrik diesel dengan power engine 300 PK
dan generator 22-20 PK digunakan untuk menjalankan mesin-mesin disamping
energi dari PLN.
b. Pompa digunakan untuk memompa air yang berasal dari sumur bor.
3. Peralatan
a. Pisau digunakan untuk memotong bagian kulit yang rusak setelah proses pencucian
dan pembelahan.
b. Gunting digunakan untuk memotong kulit box yang tidak rata.
c. Kaos tangan digunakan untuk melindungi tangan dari iritasi terhadap bahan kimia
dan panas.
d. Masker digunakan untuk pernapasan dari debu dan bahan kimia.
44

e. Gerobak digunakan untuk mengangkat kulit dari gudang penyimpanan ke tempat


pengolahan dan memindahkannya dari mesi satu ke mesin lainnya.
f. Gledekan digunakan untuk mengangkat kulit dari tempat pengolahan dan
memindahkannya dari mesin satu ke mesin lainnya.

4.4.3 Hasil Produksi


Hasil produksi dari PT Kasin Malang adalah kulit box dan kulit sol. Berikut merupakan
perbedaan dari produk kulit box dan sol.
1. Kulit Box
Kulit box memiliki lapisan kulit terluar yang halus, bagus, dan berkualitas tinggi
dan proses produksinya lebih rumit daripada kulit sol.

Gambar 4.3 Kulit Box


2. Kulit Sol
Kulit sol diproduksi menggunakan 2/3 lapisan kulit, dengan demikian prosesnya
lebih mudah dibandingkan kulit box. Kulit sol digunakan untuk bagian alas sepatu.

Gambar 4.4 Kulit Sol

4.4.4 Proses Produksi


Proses produksi adalah kegiatan mengolah bahan baku menjadi barang setengah jadi
atau barang jadi. Proses produksi terbagi menjadi dua yaitu untuk kulit box dan kulit sol.
Proses produksi antara kulit box dan sol mempunyai beberapa perbedaan yang dapat dilihat
pada gambar 4.5 dan gambar 4.6.

4.4.4.1 Proses Produksi Kulit Sol


Berikut merupakan proses produksi kulit sol.
45

Bahan Baku

Soaking (Perendaman)

Pengapuran (Liming)

Dehairing
(Penghilangan Bulu
Rambut)

Trimming (Perapian)

Splitting (Pembelahan)

Deliming/Bating
(Pembuangan Kapur)

Pickling (Penggaraman)

Pretanning

Tanning (Penyamakan
kulit atau Pengisian)

Fixing (Pengikatan)

Fatliquoring
(Peminyakan)

Sammying (Pemerasan)

Setting Out (Pelebaran)

Drying (Pengeringan)

Walls (Pemadatan)

Finishing

Kulit Sol

Gambar 4.5 Alur Proses Produksi Kulit Sol


46

Keterangan:
1. Bahan Baku datang berupa kulit sapi yang sudah diberi garam
2. Soaking adalah proses perendaman kulit mentah untuk mengembalikan kadar air
sehingga kulit menjadi segar di dalam tong molen.
3. Liming (pengapuran) merupakan proses yang dikerjakan dengan menggunakan mesin
tong/molen pengapuran kulit yang telah didisi dengan zat untuk pengapuran yang
bertujuan untuk mengembalikan kulit, menghancurkan gelatin, menghilangkan bulu
dan mengurangi kadar lemak.
4. Dehairing yaitu proses penghilangan bulu pada kulit.
5. Trimming yaitu proses perapihan kulit.
6. Splitting (pembelahan) kulit yang dikerjakan dengan menggunakan mesin split
menjadi dua lapisan yaitu lemak dan kulit.
7. Deliming/ batting (pembuatan kapur dan pelepasan) yaitu proses pembuatan kadar
kapur dalam kulit dan menghilangkan pembengkakan kulit sehingga kulit menjadi
lemas.
8. Pickling (penggaraman) kulit yang dicampur dengan larutan obat pengawet kulit yang
bertujuan mengurangi kadar air pada kulit.
9. Pretanning adalah proses penyamakan dengan menggunakan bahan penyamak
chrome.
10. Tanning yaitu proses penyamakan kulit dengan menggunakan mimosa yaitu bahan
penyamak nabati berupa kulit kayu akasia.
11. Fixing adalah proses pengkilatan kulit dehingga kulit tidak mudah rusak karena bahan
kimia yang diproses tidak maksimal dalam pengerjaan produksi
12. Fatliquoring yaitu proses peminyakan kulit sehingga kulit menjadi lemas.
13. Sammying (pemerasan) kulit sebelum agar mengurangi kadar air pada kulit.
14. Setting out (pelebaran) untuk menghilangkan lipatan dan penghalusan kulit ari
sehingga permukaan kulit menjadi rata dengan mesin setting out.
15. Drying yaitu proses penjemuran kulit.
16. Walls yaitu proses pemadatan kulit dengan mesin walls sehingga didapatkan kulit
yang lebih padat.
17. Finishing yaitu proses akhir yang terdiri atas laquer dan drying (hanya untuk produk
sol spray), pemeriksaan dan packing.
47

4.4.4.2 Proses Produksi Kulit Box

Bahan Baku

Soaking (Perendaman)

Pengapuran (Liming)

Dehairing
(Penghilangan Bulu
Rambut)

Trimming (Perapian)

Splitting (Pembelahan)

Deliming/Bating
(Pembuangan Kapur)

Pickling (Penggaraman)

Sammying

Shaving

Pretanning

Dyeing

Sammying

Setting Out

Vacuum Drying
(Penguapan)

Toggling
(Pementangan)

Roll Cutter

Stacking

Finishing

Kulit Box

Gambar 4.6 Alur Proses Produksi Kulit Box


48

Kulit Box mempunyai alur proses produksi yang berbeda dari Kulit Sol, perbedaan ini
terletak pada proses setelah selesai di proses dari departemen chrome. Kulit Box tidak
melewati proses tanning dan fixatie dikarenakan proses-proses tersebut membuat tekstur
kulit menjadi keras yang sesuai dengan spesifikasi kulit sol sedangkan tekstur Kulit Box
tipis dan lemas, sehingga kulit box tidak melewati tahap tersebut. Perbedaan proses
selanjutnya yaitu pada departemen box yang mencakup proses seperti proses shaving,
dyeing, vacuum drying, toggling, Roll Coater, dan stacking. Proses-proses tersebut hanya
terdapat pada produksi kulit box. Perbedaan proses yang terakhir yaitu pada departemen
finishing, proses yang dilakukan untuk kulit sol dan kulit box berbeda. Untuk kulit sol
hanya melewati tahap drying, wals, laquer, dan packing. Sedangkan proses pada
departemen finishing pada kulit box antara lain buffing, embossing, ironing, spraying,
measuring, dan packing.

Keterangan:
1. Soaking (perendaman) kulit mentah untuk mengembalikan kadar air sehingga kulit
menjadi segar.
2. Liming (pengapuran) yang dikerjakan dengan menggunakan mesin tong/molen
pengapuran kulit yang telah didisi dengan zat untuk pengapuran yang bertujuan untuk
mengembalikan kulit, menghancurkan gelatin, menghilangkan bulu dan mengurangi
kadar lemak.
3. Dehairing yaitu proses penghilangan bulu pada kulit.
4. Trimming yaitu proses perapihan kulit.
5. Splitting (pembelahan) kulit yang dikerjakan dengan menggunakan mesin split
menjadi dua lapisan yaitu lemak dan kulit.
6. Deliming/ batting (pembuatan kapur dan pelepasan) yaitu proses pembuatan kadar
kapur dalam kulit dan menghilangkan pembengkakan kulit sehingga kulit menjadi
lemas.
7. Pickling (penggaraman) kulit yang dicampur dengan larutan obat pengawet kulit yang
bertujuan mengurangi kadar air pada kulit.
8. Sammying adalah pemerasan) kulit agar mengurangi kadar air pada kulit.
9. Shaving untuk mengurangi ketebalan kulit sehingga diperoleh hasil yang diinginkan.
10. Pretanning adalah proses penyamakan dengan menggunakan bahan penyamak
chrome.
11. Dyeing yaitu proses pemberian warna dasar pada kulit.
49

12. Sammying (pemerasan) kulit agar mengurangi kadar air pada kulit.
13. Setting out (pelebaran) untuk menghilangkan lipatan dan penghalusan kulit ari
sehingga permukaan kulit menjadi rata dengan mesin setting out.
14. Vacuum drying (penguapan) untuk mengurangi kadar air dan perataan permukaan.
15. Toggling (pementangan) yaitu proses pengeringan kulit dengan cara dibentangkan
dalam ruang pemanas sehingga permukaan kulit menjadi rata dan reandemen luas
bertambah.
16. Roll Coater adalah proses penyempurnaan kulit agar lebih rata serta berguna untuk
pelebaran kulit sehingga mempunyai hasil lebih optimal.
17. Stacking yaitu proses pelemasan kulit sehingga serat kulit terbuka.
18. Finishing adalah proses akhir yang terdiri dari proses pengamplasan (buffing),
pengecatan (spraying), drying (pengeringan), pemberian motif (embossing),
pengkilapan (laquer), penyetrikaan (ironing), pengukuran (measuring), pengepakan
(packing).
a. Buffing yaitu proses pengamplasan yang menghaluskan tonjolan ataupun lubang
tanpa mempengaruhi karakter alami dari kulit
b. Spraying adalah proses pengecatan kulit.
c. Drying yaitu proses penjemuran kulit (setelah proses spraying dan laquer).
d. Embossing yaitu proses membuat kulit samakannya padat, berisi, mengkilap. Selain
itu juga bisa untuk membuat motif halus, motif pori, motif buaya, motif ular, motif
nyambik.
e. Laquer proses pengkilapan kulit.
f. Ironing yaitu proses penyetrikaan kulit.
g. Measuring yaitu proses pengukuran kulit
h. Packing yaitu proses pengepakan, pengangkutan ke gudang lalu siap untuk
dipasarkan.

4.5 Pengumpulan Data


Pada pengumpulan data ini, akan ditampilkan mengenai data-data yang dikumpulkan
dari obyek penelitian, yaitu produk kulit sol dan box antara lain data permintaan kulit
bualan januari hingga desember 2014, data jumlah mesin dan operator, faktor efisiensi, dan
faktor utilitas pada masing-masing stasiun kerja.
50

4.5.1 Permintaan Kulit Sol dan Box


Produk yang menjadi obyek penelitian adalah produk kulit yaitu kulit sol dan kulit
box dimana jenis kulit ini terbagi lagi menjadi beberapa tipe produk antara lain untuk kulit
sol terbagi menjadi tiga tipe yaitu kulit sol tipe A, tipe B dan tipe P, serta Sol Spray tipe A,
B, P sedangkan untuk kulit box terbagi menjadi empat tipe yaitu kulit box tipe vachetta
natural, tipe vachetta finish, tipe nappa, dan tipe box calf. Data permintaan produk kulit
dari bulan januari hingga desember tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Permintaan Kulit Sol dan Kulit Box Tahun 2014 (dalam Velt)
Bulan A B P Asp Bsp Psp VN VF NP BC
Januari 225 126 34 175 220 20 87 71 65 38
Februari 200 126 55 66 70 15 144 148 12 13
Maret 266 80 60 200 40 20 99 102 30 30
April 350 100 10 250 84 6 96 84 75 62
Mei 500 100 19 166 137 10 93 65 73 61
Juni 750 110 16 116 70 4 79 62 68 58
Juli 350 113 10 50 120 23 118 87 51 39
Agustus 366 75 15 300 29 15 97 67 65 55
September 390 175 52 103 111 35 88 74 52 58
Oktober 650 53 17 123 80 9 118 63 78 47
November 250 130 18 283 106 13 83 68 50 44
Desember 320 113 12 80 127 14 101 106 47 46
Sumber: PT Kasin, Malang (2014)

4.5.2 Jumlah Jam Kerja Per Bulan


Jumlah jam kerja per bulan dihitung berdasarkan jumlah hari kerja dikalikan dengan
jumlah kerja per hari. Berikut ini merupakan rekapitulasi jumlah jam kerja perbulan yang
dinyatakan dalam satuan detik yang ditunjukkan pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Jumlah Jam Kerja Perbulan (dalam detik)
Bulan Jumlah Hari Jumlah Jam Total Jam
Kerja Kerja Per Hari Kerja (detik)
Januari 20 8 576000
Februari 20 8 576000
Maret 20 8 576000
April 21 8 604800
Mei 19 8 547200
Juni 21 8 604800
Juli 19 8 547200
Agustus 20 8 576000
September 22 8 633600
Oktober 23 8 662400
November 20 8 576000
Desember 21 8 604800
Sumber: PT Kasin, Malang (2014)
51

4.5.3 Jumlah Mesin dan Operator


Data jumlah mesin dan operator yang dikumpulkan yaitu jumlah mesin atau operator
yang digunakan pada tiap stasiun kerja untuk memproduksi kulit di PT Kasin Malang.
Berikut ini merupakan data jumlah mesin atau operator yang digunakan untuk proses
produksi kulit yang ditunjukkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Jumlah Mesin/Operator PT Kasin Malang 2014
Nama Stasiun Kerja Nama Proses Resource Keterangan
Penerimaan Bahan Baku Operator penerimaan
Penerimaan Bahan Baku 2
(SK-1) bahan baku
Main Soaking
Soaking Mesin Molen
1
Liming Kapuran
Kapuran
Dehairing
(SK-2)
Trimming
2 Operator kapuran
Pembersihan bulu daging
Splitting 1 Mesin Split
Deliming-Pretanning (SK-3) Deliming-Pretanning 4 Mesin Molen Chrome
Penalian kulit 2 Operator Sol
Tanning 2 Mesin Molen Tanning
Sol
Fixatie dan Fatliquoring 1 Mesin Molen Fiksasi
(SK-4)
Sammying Sol 1 Mesin Press Sol
Setting out Sol 1 Mesin Ploy Sol
Sammying Box 1 Mesin Press Box
Shaving 1 Mesin Shaving
Dyeing 1 MesinMolen Dyeing
Box Setting Out Box 1 Mesin Ploy Box
(SK-5) Vacuum Drying 1 Mesin Vacuum Dry
Toggling 1 Mesin Toggle
Roll Coater 1 Mesin Roll Coater
Stacking 1 Mesin Stacking
Buffing 1 Mesin Buffing
Spraying 1 Mesin Spray
Embossing 1 Mesin Emboss
Finishing
Ironing 1 Mesin Ironing
(SK-6)
Measuring 1 Mesin Measuring
Walls 1 Mesin Walls
Packing 2 Operator Finishing
Sumber: PT Kasin Malang (2015)

4.5.4 Faktor Efisiensi


Efisiensi merupakan salah satu input yang akan digunakan untuk menghitung kapasitas
yang tersedia di masing-masing stasiun kerja. Efisiensi akan dihitung tiap bulan dalam
waktu satu tahun. Efisiensi didapatkan dari persentase jam standar per bulan dengan jam
aktual pada masing-masing stasiun kerja setiap bulan. Berikut merupakan contoh
perhitungan faktor efisiensi pada stasiun kerja 1 penerimaan bahan baku untuk bulan
januari 2014.
52

Jam standar per bulan


Efisiensi = x 100 %
Jam aktual per bulan
69798,88
Efisiensi = x 100
86400
= 80,79 %
Dari contoh perhitungan diatas pada stasiun kerja penerimaan bahan baku didapatkan
nilai efisiensi sebesar 80,79 % yang berarti bahwa stasiun kerja penerimaan bahan baku
mampu menggunakan kapasitas yang tersedia pada bulan januari 2014 dengan persentase
efisiensi 80,79 %. Rekapitulasi perhitungan faktor efisiensi dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Untuk rekapitulasi perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 4.5 Faktor Efisiensi Masing-Masing Stasiun Kerja Tahun 2014 (dalam persen)
Bulan SK-1 SK-2 SK-3 SK-4 SK-5 SK-6
Januari 80,79 75,34 70,22 88,73 77,99 94,46
Februari 86,21 79,57 70,22 88,56 94,63 89,27
Maret 94,33 80,89 70,22 88,55 78,06 87,36
April 85,05 75,86 70,22 88,56 94,27 95,03
Mei 93,26 78,87 70,22 88,56 86,98 92,43
Juni 81,18 65,07 70,22 88,56 79,66 95,98
Juli 73,18 60,41 70,22 88,55 87,98 87,45
Agustus 82,46 75,81 70,22 88,56 84,27 94,43
September 86,72 77,70 70,22 89,14 81,15 94,82
Oktober 94,33 79,40 70,22 88,56 90,83 91,91
November 79,57 75,86 70,22 88,56 73,01 94,17
Desember 73,64 60,81 70,22 88,55 88,98 87,88

4.5.5 Faktor Utilitas


Faktor utilitas merupakan salah satu input dalam menghitung kapasitas yang tersedia
di masing-masing stasiun kerja di tiap periode. Utilitas didapatkan dari persentase
Operating time dengan waktu kerja per bulan. Untuk stasiun kerja penerimaan bahan baku
operating time didapatkan dari hasil pengurangan waktu kerja per bulan dengan idle time
operator. Idle time ini didapatkan dari total waktu menganggur per bulan yang diperoleh
berdasarkan diskusi dengan pihak perusahaan. Sedangkan untuk stasiun kerja lainnya yaitu
stasiun kerja kapuran, chrome, sol, box, dan finishing operating time didapatkan dari
perhitungan antara waktu kerja per bulan dikurangi breakdown mesin dan plan downtime
perbulan. Berikut merupakan contoh perhitungan utilitas stasiun kerja 1 penerimaan bahan
baku tahun 2014 yang mencakup data idle time per bulan yang disajikan pada Tabel 4.6.
Sedangkan untuk rekapitulasi perhitungan utilitas masing-masing stasiun kerja dapat
dilihat pada Lampiran 7.
53

Tabel 4.6 Persentase Utilitas Stasiun Kerja 1 2014


Operating
Stasiun Waktu Kerja Idle Utilitas
Bulan Time
Kerja Per Bulan (jam) (jam) (%)
(jam)
Januari 160 0,75 159,25 99,53
Februari 160 0,5 159,5 99,69
Maret 160 0 160 100,00
April 168 0,417 167,583 99,75
Mei 152 0 152 100,00
Penerimaan
Juni 168 0 168 100,00
Bahan
Juli 152 0,583 151,417 99,62
Baku
Agustus 160 0 160 100,00
September 176 0,75 175,25 99,57
Oktober 184 0 184 100,00
November 160 0 160 100,00
Desember 168 0,5 167,5 99,70
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa idle operator pada
bulan januari 2014 sebesar 45 menit atau 0,75 jam dengan lama waktu kerja 20 hari dan 8
jam kerja per hari. Berikut merupakan contoh perhitungan faktor utilitas pada stasiun kerja
1 penerimaan bahan baku pada bulan januari 2014.
 Operating Time 
Utilitas =   x 100 %
 Waktu Kerja Per Bulan 
 Waktu Kerja Per bulan  Idle 
Utilitas =   x 100 %
 Waktu Kerja Per bulan 
160  0,75 
=   x 100 % = 99,53 %
 160 
Untuk stasiun kerja 1 penerimaan bahan baku didapatkan faktor utilitas sebesar
99,53% yang menunjukkan bahwa kapasitas yang dapat digunakan pada stasiun kerja
penerimaan bahan baku sebesar 99,53%. Hasil rekapitulasi perhitungan untuk masing-
masing stasiun kerja tiap periode tahun 2014 ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Rekapitulasi Faktor Utilitas Masing-Masing Stasiun Kerja 2014 (dalam persen)
Bulan SK-1 SK-2 SK-3 SK-4 SK-5 SK-6
Januari 99,53 92,50 96,88 96,25 89,38 96,25
Februari 99,69 91,88 96,88 96,88 93,75 95,63
Maret 100,00 93,75 95,00 90,63 88,75 95,00
April 99,75 92,26 94,64 91,07 95,24 95,24
Mei 100,00 94,74 92,11 94,08 89,47 95,39
Juni 100,00 97,02 98,21 96,43 92,26 97,62
Juli 99,62 96,71 96,05 92,76 94,74 96,05
Agustus 100,00 96,88 92,50 95,00 90,00 96,25
September 99,57 91,48 95,45 91,48 95,45 96,02
Oktober 100,00 92,93 97,83 96,20 90,76 94,57
November 100,00 81,25 98,75 96,25 94,38 95,63
Desember 99,70 90,48 96,43 93,45 89,88 97,02
54

4.6 Perhitungan Waktu Baku


Perhitungan waktu baku dilakukan dengan menggunakan metode Stopwatch Time
Studi (STS). Stopwatch Time Study merupakan metode pengukuran waktu yang dilakukan
dengan mengamati pekerja dan mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus
dengan menggunakan stopwatch. Pengamatan pertama kali dilakukan dengan
membreakdown elemen kerja di setiap proses. Pembagian elemen kerja berbeda-beda
untuk setiap proses. Berikut merupakan pembagian elemen kerja pada proses penerimaan
bahan baku di stasiun kerja 1 pada tabel 4.8. Rekapitulasi pembagian elemen kerja masing-
masing proses dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 4.8 Elemen Kerja Proses Penerimaan Bahan Baku pada Stasiun Kerja 1
No Kode Elemen Kerja
1 EK1 Melihat kualitas kulit
2 EK2 Memisahkan kulit menurut kualitas
3 EK3 Membersihkan garam pada kulit
4 EK4 Memindahkan kulit ke timbangan
5 EK5 Memindahkan kulit dari timbangan ke gerobak
6 EK6 Memindahkan gerobak dari departemen bahan baku ke departemen kapuran
Sumber: PT Kasin, Malang (2015)

Setelah dilakukan pembagian elemen kerja, langkah selanjutnya yaitu melakukan


pengambilan data waktu per elemen kerja dengan menggunakan alat bantu Stopwatch.
Pengambilan data waktu ini dilakukan sebanyak 20 kali replikasi setiap elemen kerja. Dari
pengamatan tersebut, didapatkan hasil berupa waktu yang dibutuhkan pada setiap elemen
kerja dalam satuan detik. Tabel 4.9 menunjukkan data waktu pengamatan untuk setiap
elemen kerja pada proses penerimaan bahan baku. Sedangkan rekapitulasi waktu
pengamatan pada masing-masing proses dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.6.1 Uji Kecukupan Data


Uji kecukupan data digunakan untuk mengetahui banyaknya pengamatan yang harus
dilakukan dalam Stopwatch Time Study. Dalam uji kecukupan data ini, digunakan tingkat
kepercayaan 95 % (harga indeks k=2) dan tingkat ketelitian 5%. Berikut merupakan
contoh perhitungan uji kecukupan data elemen kerja 1 pada proses penerimaan bahan
baku.
Tingkat kepercayaan = 95% (harga indeks k=2)
Tingkat ketelitian (s) = 5%
55

√ ∑ (∑ )

[ ]
√ ( ) ( )
[ ]

Dari perhitungan di atas didapatkan hasil N’ sebesar 6 data, yang menunjukkan


bahwa data yang dibutuhkan telah mencukupi (N > N’). Tabel 4.10 menunjukkan hasil uji
kecukupan data untuk proses penerimaan bahan baku di stasiun kerja 1.
Tabel 4.9 Waktu Pengamatan Proses Penerimaan Bahan Baku (dalam detik)
Replikasi EK1 EK2 EK3 EK4 EK5 EK6
1 30,29 3,45 37,56 3,31 4,47 30,19
2 30,5 3,79 37,59 3,58 3,97 30,45
3 27,13 3,54 39,21 4,29 3,76 29,91
4 33,19 4,1 39,01 4,39 4,55 29,73
5 28,95 3,02 37,85 4,2 3,91 30,07
6 32,87 3,72 38,68 3,86 3,87 30,19
7 30,45 3,21 38,77 3,98 3,46 29,88
8 31,76 4,04 38,58 4 4,05 29,39
9 29,88 4,17 37,72 3,23 4,13 29,25
10 30,08 3,75 37,82 3,67 4,21 29,59
11 29,66 3,89 39,06 4,04 3,97 29,85
12 30,1 3,4 38,56 4,47 3,67 29,94
13 32,15 3,15 38,23 3,64 3,5 30,61
14 27,83 4,05 37,65 3,56 3,87 30,49
15 27,6 3,81 39,06 3,87 3,29 29,65
16 30,18 3,63 38,88 4,05 3,61 29,79
17 31,29 4,14 38,55 3,77 3,59 29,98
18 33,03 3,53 39,08 3,86 4,33 30,35
19 32,47 4,09 38,35 3,76 3,91 30,42
20 30,52 4,31 39,12 4,11 3,69 29,98
Sumber: PT Kasin, Malang (2015)

Tabel 4.10 Hasil Uji Kecukupan Data Proses Penerimaan Bahan Baku
Elemen Kerja N N’ Keterangan
EK1 20 6 Cukup
EK2 20 15 Cukup
EK3 20 1 Cukup
EK4 20 12 Cukup
EK5 20 12 Cukup
EK6 20 1 Cukup

Hasil perhitungan pada Tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari keseluruhan data yang
diambil untuk setiap elemen kerja pada proses penerimaan bahan baku telah mencukupi
data yang dibutuhkan dalam pengamatan stopwatch time study. Perhitungan uji kecukupan
data juga dilakukan untuk semua elemen kerja pada masing-masing proses di setiap stasiun
kerja. Hasil rekapitulasi uji kecukupan data pada masing-masing elemen kerja ditunjukkan
pada Lampiran 2.
56

4.6.2 Uji Keseragaman Data


Tahapan selanjutnya setelah melakukan uji kecukupan data yaitu uji keseragaman
data. Uji keseragaman data dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi data yang
terlalu besar maupun data yang terlalu kecil dan jauh menyimpang dari batas kontrolnya.
Data dikatakan seragam, jika berada dalam batas kontrol dan data dikatakan tidak seragam
jika berada diluar batas kontrol. Berikut merupakan contoh perhitungan uji keseragaman
data untuk elemen kerja 1 proses penerimaan bahan baku dengan N=20, tingkat
kepercayaan sebesar 95% dan tingkat ketelitian sebesar 5%.

X=
 Xi
n
30,29  30,5  27,13  33,19  28,95  ...  30,52
X=
20
X = 30,497
n

 ( Xi  X )
2

x 1
σ=
N 1

(30,29  30,497) 2  (30,5  30,497) 2  (27,13  30,497) 2  ...  (30,52  30,497) 2


25  1

= 1,761322
BKA = X+k.σ
BKA = 30,497+2(1,761322) = 34,019
BKB = X-k. σ
BKB = 30,497-2(1,761322) = 26,974
Peta kontrol (control chart) dari uji keseragaman data elemen 1 proses penerimaan
bahan baku dapat dilihat pada Gambar 4.7. Peta kontrol untuk masing-masing elemen kerja
dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 4.7 Uji keseragaman elemen kerja 1 proses penerimaan bahan baku
57

Berdasarkan peta kontrol yang ditunjukkan pada Gambar 4.4 data elemen kerja 1
pada proses penerimaan bahan baku didapatkan hasil bahwa semua data berada di dalam
batas konrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB) sehingga dapat disimpulkan
bahwa data tersebut seragam. Hasil uji keseragaman data untuk proses penerimaan bahan
baku dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Hasil Uji Keseragaman Data Proses Penerimaan Bahan Baku
Elemen Rata- rata Standar BKA BKB Jumlah Data Keterangan
Kerja Deviasi Outlier
1 30,497 1,761322 34,019 26,974 - Seragam
2 3,739 0,368617 4,476735 3,002265 - Seragam
3 38,467 0,57924 39,62498 37,30802 - Seragam
4 3,882 0,330814 4,543628 3,220372 - Seragam
5 3,891 0,335316 4,561131 3,219869 - Seragam
6 29,986 0,36836 30,72222 29,24878 - Seragam

Hasil uji keseragaman data waktu untuk proses penerimaan bahan baku yang
ditunjukkan pada Tabel 4.11 di atas, diketahui bahwa tidak terdapat data yang outlier
sehingga dengan demikian seluruh data pengamatan yang diambil telah seragam.

4.6.3 Penentuan Performance Rating


Performance rating digunakan untuk menilai dan mengevaluasi kecepatan operator
untuk menyelesaikan produknya. Tujuan dari penentuan performance rating adalah untuk
menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari hasil observasi yang disebabkan oleh
ketidakwajaran yaitu ketika operator bekerja dalam kecepatan yang tidak sebagaimana
mestinya. Performance rating dalam penelitian ini ditebtukan berdasarkan tabel westing
house rating system dengan 4 faktor penilaian antara lain skill, effort, condition, dan
consistency. Nilai performance rating didapatkan melalui pemberian nilai berdasarkan
keempat faktor dalam westing house system yang dilakukan oleh peneliti dan diskusi
dengan supervisor yang berwenang pada saat pengamatan dan pengambilan data.
Pemilihan operator yang dijadikan objek pengamatan merupakan operator yang
berkemampuan normal atau rata-rata. Operator tersebut yaitu operator yang lama
bekerjanya 10 hingga 15 tahun, hal ini dikarenakan pada rentang waktu tersebut operator
telah mempunyai cukup pengalaman bekerja sehingga telah bekerja secara normal. Berikut
ini merupakan penentuan rating factor dan total nilai dari performance rating yang
ditunjukkan pada Tabel 4.12.
58

Tabel 4.12 Performance Rating Tiap Proses Produksi


Faktor Westinghouse System
WS Proses PR Ket
Skill Effort Condition Consistency
1 Penerimaan bahan baku Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Main Soaking Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Soaking Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Liming Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Dehairing Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
2
Trimming Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Splitting Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Pembersihan bulu dan Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
daging
3 Deliming-Pretanning Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Penalian Kulit Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Tanning Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
4 Fiksasi & Fatliquoring Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Sammying Sol Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Setting Out Sol Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Sammying Box Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Shaving Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Dyeing Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Setting Out Box Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
5
Vacuum Drying Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Toggling Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Roll Coater Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Stacking Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Penjemuran Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Wals Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Spray/Laq Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Buffing Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
6
Embossing Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Ironing Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Measuring Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar
Packing Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 1 Wajar

Setelah didapatkan nilai dari tiap faktor berdasarkan tabel westing house system,
langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menghitung performance rating. Berikut
merupakan contoh perhitungan performance rating untuk proses penerimaan bahan baku.
Performance Rating (PR) = 1 + rating factor (Skill + Effort + Condition +
Consistency)
=1+0
=1

Dari rekapitulasi nilai performance rating untuk setiap proses dan stasiun kerja yang
telah ditunjukkan oleh Tabel 4.12 didapatkan hasil bahwa seluruh operator yang menjadi
objek amatan memiliki nilai performance rating sebesar 1. Hal ini menunjukkan bahwa
operator disetiap proses secara keseluruhan telah beraktivitas secara wajar. Pemberian
59

rating terhadap kinerja dari operator ini didasarkan pada kecepatan dan ketangkasan
operator dalam melakukan aktivitas kerja yang ada. Dari pengamatan yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa operator melakukan pekerjaan dengan kecepatan rata-rata dan sesuai
dengan aktivitas yang dilakukan. Penilaian performansi operator didasarkan pada 4 faktor
dalam westing house system yaitu skill, effort, condition, consistency. Untuk faktor skill
memiliki nilai 0 atau rata-rata (average), hal tersebut berarti bahwa kemampuan yang
dimiliki oleh operator dalam melakukan pekerjaannya rata-rata. Faktor effort memiliki
nilai 0 yang berarti bahwa tenaga yang dikeluarkan oleh operator saat melakukan pekerjaan
tergolong stabil dan tidak berlebihan. Untuk faktor condition juga memiliki nilai 0, faktor
condition disini berkaitan dengan kondisi lingkungan kerja di lantai produksi, seperti
pencahayaan ruang, temperatur, dan kebisingan ruang. Dari hasil pengamatan terlihat
bahwa kondisi umum pada lingkungan kerja yaitu untuk luas area lantai produksi sudah
cukup luas, tetapi dari sisi pencahayaan di beberapa stasiun kerja masih kurang serta
temperatur dan kebisingan di lantai produksi yang cukup tinggi, sehingga dengan demikian
nilai untuk faktor condition ini rata-rata atau average. Sedangkan faktor consistency
berkaitan dengan konsistensi atau tetap tidaknya operator dalam melakukan pekerjaan.
Konsistensi adalah keteraturan waktu yang dibutuhkan operator dalam menyelesaikan
pekerjaannya. Nilai yang diberikan untuk faktor consistency yaitu 0 atau average, nilai
tersebut diberikan untuk operator karena keteraturan waktu yang dimiliki oleh tiap operator
terkadang masih belum stabil ketika melakukan pekerjaannya.

4.6.4 Perhitungan Waktu Normal


Waktu normal merupakan waktu kerja yang telah mempertimbangkan faktor
performance rating, yaitu dengan cara mengalikan waktu pengamatan rata-rata dengan
nilai performance rating. Berikut merupakan contoh perhiungan waktu normal untuk
elemen kerja 1 proses penerimaan bahan baku.

Rata-rata waktu pengamatan =


 Xi
n
30,29  30,5  27,13  33,19  28,95  ...  30,52
= 20
= 30,497 detik
Performance Rating = 1
Waktu normal = rata-rata waktu pengamatan x performance rating
= 30,497 detik x 1
60

= 30,497 detik
Berikut merupakan hasil perhitungan waktu normal pada stasiun kerja 1 untuk proses
penerimaan bahan baku ditunjukkan pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Waktu Normal Stasiun Kerja 1 Untuk Proses Penerimaan Bahan Baku (detik)
Elemen Rata-rata PR Waktu Normal Total Waktu
Kerja waktu Normal
EK1 30,497 30,497
EK2 3,739 3,739
EK3 38,467 38,467
1 110,4605
EK4 3,882 3,882
EK5 3,891 3,891
EK6 29,986 29,986

Setelah didapatkan hasil perhitungan waktu normal tiap elemen kerja pada proses
penerimaan bahan baku maka selanjutnya dapat dihitung waktu normal proses penerimaan
bahan baku dengan cara menjumlahkan waktu normal tiap elemen kerja. Dari perhitungan
yang ditunjukkan pada Tabel 4.13 didapatkan waktu normal untuk proses penerimaan
bahan baku sebesar 110,4605 detik.

4.6.5 Penentuan Kelonggaran (Allowance)


Kelonggaran diberikan dalam perhitungan waktu baku dengan menambahkan
sejumlah waktu yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, rasa lelah, serta
waktu-waktu tidak dapat dihindari. Penentuan kelonggaran ini mengacu pada standar
International Labour Organization (ILO). Kelonggaran tersebut dari 12 faktor dan terbagi
menjadi kelonggaran tetap dan tidak tetap. Berikut ini merupakan contoh penentuan
kelonggaran untuk proses penerimaan bahan baku yang ditunjukkan pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Kelonggaran (Allowance) Proses Penerimaan Bahan Baku (dalam persen)
Faktor Nilai
Kelonggaran Tetap
A. Kelonggaran pribadi 5
B. Kelonggaran keletihan dasar 4
Kelonggaran Tidak Tetap
C. Kelonggaran berdiri 2
D. Kelonggaran posisi tidak normal 0
Proses
E. Memakai tenaga atau energi otot 5
Penerimaan
F. Pencahayaan 0
Bahan Baku
G.Kondisi udara (panas-kelembaban) 0
H.Tingkat perhatian 2
I. Tingkat kebisingan 0
J. Ketegangan mental 1
K. Monoton 0
L. Kebosanan 0
Total 19
61

Kelonggaran (allowance) ditentukan berdasarkan kondisi operator selama proses


produksi berlangsung. Untuk proses penerimaan bahan baku kelonggaran yang diberikan
terdiri dari kelonggaran tetap dan kelonggaran tidak tetap. Kelonggaran tetap merupakan
kelonggaran yang nilainya tetap dan sudah distandarisasikan yang terdiri dari dua
kelonggaran yaitu kelonggaran pribadi yaitu kelonggaran yang berhubungan dengan
kebutuhan pribadi operator diberikan nilai sebesar 5% serta kelonggaran keletihan dasar
yaitu kelonggaran yang berhubungan dengan kelelahan operator diberikan nilai sebesar
4%. Sedangkan kelonggaran tidak tetap merupakan kelonggaran yang nilainya tidak tetap,
yaitu dilihat dari kondisi proses secara aktual dan terdiri dari 10 kelonggaran. Faktor
kelonggaran tidak tetap yang pertama yaitu kelonggaran berdiri yang diberikan nilai 2%,
hal ini dikarenakan posisi kerja proses penerimaan bahan baku dengan cara berdiri. Faktor
kelonggaran posisi tidak normal diberikan nilai 0 dikarenakan pada proses penerimaan
bahan baku posisi kerja operator cenderung normal serta fleksibel. Faktor selanjutnya yaitu
faktor tenaga atau energi otot yang dikeluarkan oleh operator diberikan nilai sebesar 5%
karena beban yang harus diangkat oleh operator kurang lebih seberat 15 kilogram dan
setara dengan 30 pound. Untuk tingkat pencahayaan dan kondisi udara pada proses
penerimaan bahan baku tergolong sangat baik, sehingga nilai kelonggaran yang diberikan
untuk faktor pencahayaan dan kondisi udara ini sebesar 0. Faktor tingkat perhatian dan
ketegangan mental berhubungan dengan ketelitian dan kerumitan proses, pada proses
penerimaan bahan baku memerlukan ketelitian dan keahlian dalam mengelompokkan kulit
berdasarkan kualitas bahan baku, sehingga untuk faktor tingkat perhatian dan ketegangan
mental diberikan nilai sebesar 2% dan 1% karena proses ini cukup membutuhkan ketelitian
dan cukup rumit. Selanjutnya yaitu faktor kebisingan diberikan nilai 0 karena pada proses
ini tidak terdapat kebisingan apapun. Sedangkan untuk faktor monoton dan kebosanan
diberikan nilai 0 karena proses tidak tergolong monoton dan membosankan. Total dari
seluruh kelonggaran (allowance) untuk proses penerimaan bahan baku yaitu sebesar 19%
atau 0,19. Hasil rekapitulasi penentuan kelonggaran (allowance) dapat dilihat pada
Lampiran 4.

4.6.6 Perhitungan Waktu Baku


Setelah menentukan kelonggaran (allowance), maka langkah selanjutnya adalah
menghitung waktu baku. Waktu baku merupakan waktu normal yang telah ditambahkan
dengan kelonggaran (allowance). Berdasarkan Tabel 4.13 tabel waktu normal dan Tabel
4.14 tabel allowance maka dapat dihitung waktu baku masing-masing proses.
62

Waktu baku = Waktu normal x (1 + kelonggaran)


= 110,4605 x (1 + 0,19)
= 131,447995 detik
Rekapitulasi waktu baku untuk masing-masing proses di setiap stasiun kerja dapat
dilihat pada Lampiran 5.

4.7 Perhitungan Rough Cut Capacity Requirement (RCCP)


Dalam Rough Cut Capacity Planning (RCCP) akan dilakukan perhitungan kapasitas
yang dibutuhkan dan kapasitas yang tersedia.

4.7.1 Kapasitas Yang Dibutuhkan (Capacity Requirement)


Berdasarkan data permintaan pada tahun 2014 dan perhitungan waktu baku yang telah
dilakukan maka langkah selanjutnya yaitu melakukan perhitungan kapasitas yang
dibutuhkan (capacity requirement) yaitu dengan cara mengalikan jumlah permintaan pada
setiap tipe produk dengan waktu baku masing-masing stasiun kerja. Data waktu baku
didapatkan dari Lampiran 5 dan data jumlah unit per jenis produk didapat dari Tabel 4.2.
Berikut merupakan contoh perhitungan kapasitas yang dibutuhkan (capacity requirement)
pada stasiun kerja 6 yaitu penerimaan bahan baku pada bulan januari 2014 sebagai berikut.
CRSK-6 = Waktu Baku Tiap Proses SK-6 x Jumlah unit produk
= ((WB proses walls + WB proses Laquer + WB proses packing) x Jumlah produk
sol A,B,P spray + (WB proses walls + WB proses packing) x Jumlah produk
sol A,B,P + (WB batch proses pengeringan x Jumlah sol A,B,P : 85) + (WB
Proses Ironing+Measuring+Packing) x Jumlah produk VN + (WB proses
Spraying + Laquer + Ironing + Measuring + Packing) x Jumlah produk VF +
(WB proses Buffing + Spraying + Laquer + Ironing + Measuring + Packing) x
Jumlah produk NP + (WB proses Embossing + Spraying + Laquer + Ironing +
Measuring + Packing) x Jumlah produk BC
= (1053,3864 x 175) + (1053,3864 x 220) + (1053,3864 x 20) + (760,538 x 225) +
(760,538x126) + (760,538x34) + (356946,091 x ((225+126+34+175+220+20))
: 85)) + (613,85 x 87) + (910,63 x 71) + (685,73 x 65) + (1088,11 x 38)
= 4515991,07 detik
Hasil rekapitulasi perhitungan kapasitas yang dibutuhkan oleh tiap stasiun kerja pada
bulan januari hingga desember 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.15.
63

Tabel 4.15 Kapasitas yang Dibutuhkan (Capacity Requirement) Stasiun Kerja (dalam detik)
Bulan SK-1 SK-2 SK-3 SK-4 SK-5 SK-6
Januari 71598,89 800708,67 642403,50 3840507,54 2666083,69 4515991,07
Februari 58565,40 635471,19 553203,00 3073095,30 3235686,31 3200474,42
Maret 63823,32 646727,50 555003,00 3839904,37 2667883,69 3654712,24
April 75279,43 806376,71 644203,50 4601772,45 3228486,31 4539516,92
Mei 84177,62 839993,52 738804,00 5372181,53 2972899,38 4968233,34
Juni 91275,81 867710,50 829804,50 6137190,60 2724926,83 5729180,96
Juli 65926,49 644199,53 551403,00 3839904,37 3009728,14 3661942,49
Agustus 73044,81 805688,59 642403,50 4601772,45 2884841,87 4512499,79
September 78525,36 826669,18 644203,50 4635667,11 2780169,97 4527807,59
Oktober 84197,76 845889,68 731604,00 5370381,53 3109000,04 4944166,93
November 72347,30 806072,50 644203,50 4603572,45 2498968,66 4498609,79
Desember 66320,83 648335,54 555003,00 3841704,37 3046556,90 3678342,80

4.7.2 Kapasitas Yang Tersedia (Capacity Available)


Kapasitas yang tersedia di setiap stasiun kerja terdiri dari jumlah mesin beserta
operator yang memiliki kapasitas berbeda-beda disetiap bulannya. Kapasitas yang tersedia
didapatkan dari hasil perhitungan dengan mengalikan jumlah mesin/operator pada Tabel
4.4, jam kerja/bulan pada Tabel 4.3 , utilitas Tabel 4.7, dan efisiensi Tabel 4.5. Berikut ini
merupakan contoh perhitungan kapasitas yang tersedia di stasiun kerja 1 pada bulan januari
2014.
C (Σ mesin/operator jam kerja/hari Σ hari kerja x U x E) x 3600
= ( 2 x 8 x 20 x 0,995 x 0,8079 ) x 3600 = 926289,37 detik
Berdasarkan hasil perhitungan di atas diketahui bahwa kapasitas yang tersedia untuk
stasiun kerja 1 sebesar 926289,37 detik. Hal menunjukkan bahwa waktu yang tersedia
untuk melakukan proses di stasiun kerja 1 Penerimaan bahan baku pada bulan januari 2014
adalah sebesar 926289,37 detik. Hasil rekapitulasi perhitungan kapasitas yang tersedia
untuk setiap stasiun kerja selama periode januari hingga desember 2014 ditunjukkan pada
Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Kapasitas yang Tersedia (Capacity Available) Stasiun Kerja (dalam detik)
Bulan SK-1 SK-2 SK-3 SK-4 SK-5 SK-6
Januari 926289,37 1605711,28 1567230,83 3443587,94 3211815,25 4189610,05
Februari 990059,00 1684242,54 1567230,83 3458997,29 4087988,84 3933743,85
Maret 1086636,76 1747139,44 1536897,33 3235739,11 3192259,55 3824349,62
April 1026160,64 1693237,66 1607675,50 3414535,76 4344157,80 4379050,16
Mei 1020649,87 1635539,64 1415563,33 3191272,33 3406812,35 3859843,45
Juni 981969,10 1527353,17 1668342,50 3615210,07 3555916,57 4533356,90
Juli 797795,31 1278823,37 1476230,33 3146477,35 3648821,73 3677046,27
Agustus 949930,84 1692120,18 1496452,67 3392218,54 3494868,51 4188037,24
September 1094222,40 1801347,60 1698676,00 3616783,35 3926588,04 4615258,95
Oktober 1249632,27 1955164,88 1820010,00 3950036,38 4368576,28 4605972,34
November 916630,69 1420051,93 1597564,33 3436852,99 3175103,88 4149672,08
Desember 888040,75 1330968,17 1638009,00 3503524,42 3869483,11 4125669,27
64

4.8 Identifikasi Stasiun Kerja Bottleneck dan Non-Bottleneck


Identifikasi dilakukan dengan cara menghitung varian dan presentase beban antara
kapasitas yang dibutuhkan (CR) dengan kapasitas yang tersedia (CA) pada masing-masing
stasiun kerja selama jangka waktu satu tahun. Berikut ini merupakan salah satu contoh
perhitungan varian dan persentase beban pada stasiun kerja 1 untuk bulan januari 2014.
Varian = CR – CA
= 71598,89 - 926289,37
= -854690,5
CR
Persentase Beban = x 100%
CA
71598,89
= x 100%
926289,37
= 7,730 %
Berdasarkan perhitungan di atas didapatkan nilai varian negatif yaitu sebesar -
854690,5 dan memiliki beban yang tidak melebihi 100 % yaitu sebesar 7,73 %, hal ini
menunjukkan bahwa stasiun kerja 1 untuk bulan januari 2014 tidak mengalami bottleneck.
Hasil rekapitulasi varian dapat dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Rekapitulasi Varian Masing-Masing Stasiun Kerja 2014 (dalam detik)
Bulan SK-1 SK-2 SK-3 SK-4 SK-5 SK-6
Januari -854690,5 -805002,6 -924827,3 396919,6 -545731,6 326381,0
Februari -931493,6 -1048771,3 -1014027,8 -385902,0 -852302,5 -733269,4
Maret -1022813,4 -1100411,9 -981894,3 604165,3 -524375,9 -169637,4
April -950881,2 -886861,0 -963472,0 1187236,7 -1115671,5 160466,8
Mei -936472,2 -795546,1 -676759,3 2180909,2 -433913,0 1108389,9
Juni -890693,3 -659642,7 -838538,0 2521980,5 -830989,7 1195824,1
Juli -731868,8 -634623,8 -924827,3 693427,0 -639093,6 -15103,8
Agustus -876886,0 -886431,6 -854049,2 1209553,9 -610026,6 324462,5
September -1015697,0 -974678,4 -1054472,5 1018883,8 -1146418,1 -87451,4
Oktober -1165434,5 -1109275,2 -1088406,0 1420345,2 -1259576,2 338194,6
November -844283,4 -613979,4 -953360,8 1166719,5 -676135,2 348937,7
Desember -821719,9 -682632,6 -1083006,0 338180,0 -822926,2 -447326,5

Berdasarkan rekapitulasi varian yang telah ditunjukkan pada Tabel 4.18 terlihat
bahwa pada stasiun kerja 4 untuk seluruh bulan kecuali bulan februari mempunyai nilai
varian positif. Sedangkan pada stasiun kerja 6 juga mempunyai nilai varian positif pada
beberapa bulan kecuali pada bulan februari, maret, juli, september, dan desember. Untuk
rekapitulasi persentase beban di setiap stasiun kerja dalam satu tahun dapat dilihat pada
Tabel 4.18.
65

Tabel 4.18 Persentase Beban (dalam persen)


Bulan SK-1 SK-2 SK-3 SK-4 SK-5 SK-6
Januari 7,73 49,87 40,99 111,53 83,01 107,79
Februari 5,92 37,73 35,30 88,84 79,15 81,36
Maret 5,87 37,02 36,11 118,67 83,57 95,56
April 7,34 47,62 40,07 134,77 74,32 103,66
Mei 8,25 51,36 52,19 168,34 87,26 128,72
Juni 9,30 56,81 49,74 169,76 76,63 126,38
Juli 8,26 50,37 37,35 122,04 82,48 99,59
Agustus 7,69 47,61 42,93 135,66 82,55 107,75
September 7,18 45,89 37,92 128,17 70,80 98,11
Oktober 6,74 43,26 40,20 135,96 71,17 107,34
November 7,89 56,76 40,32 133,95 78,71 108,41
Desember 7,47 48,71 33,88 109,65 78,73 89,16

Dari hasil perhitungan persentase beban yang telah ditunjukkan pada Tabel 4.18 dapat
diketahui bahwa pada masing-masing stasiun kerja memiliki nilai persentase beban yang
berbeda-beda. Nilai persentase beban menunjukkan perbandingan antara kapasitas yang
dibutuhkan dengan kapasitas yang tersedia, sehingga dapat diketahui pula apakah stasiun
kerja tersebut mengalami bottleneck atau tidak. Stasiun kerja yang memiliki nilai
persentase beban kurang dari 100 % menunjukkan bahwa kapasitas yang dibutuhkan pada
stasiun kerja tersebut tidak melebihi kapasitas yang tersedia. Sedangkan stasiun kerja yang
memiliki nilai persentase beban lebih dari 100 % menunjukkan bahwa kapasitas yang
dibutuhkan pada stasiun kerja tersebut melebihi kapasitas yang tersedia. Berdasarkan
perhitungan persentase beban yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa stasiun kerja
yang memiliki nilai persentase beban kurang dari 100 % terdapat pada stasiun kerja
penerimaan bahan baku, kapuran, chrome, dan box. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel
4.18 untuk stasiun kerja 1 penerimaan bahan baku pada bulan januari didapatkan nilai
persentase beban sebesar 7,73 % yang berarti stasiun kerja tersebut menggunakan 7,73 %
kapasitas yang tersedia, sehingga hal ini menunjukkan bahwa stasiun kerja tersebut tidak
mengalami bottleneck. Sedangkan stasiun kerja yang memiliki nilai persentase beban lebih
dari 100 % terdapat pada stasiun kerja sol dan finishing. Seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 4.18 untuk stasiun kerja sol pada bulan januari didapatkan nilai persentase beban
sebesar 111,53 % yang berarti stasiun kerja tersebut menggunakan 111,53 % kapasitas
yang tersedia, hal ini menunjukkan bahwa stasiun kerja tersebut mengalami bottleneck.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengoptimalan terhadap stasiun kerja bottleneck dengan
mengelola dan meningkatkan kapasitas yang tersedia dalam stasiun kerja tersebut.
66

4.9 Pengoptimalan Stasiun Kerja Bottleneck dengan Prinsip TOC


TOC merupakan suatu filosofi manajemen yang memiliki prinsip peningkatan terus
menerus (continuous improvement) dengan memfokuskan perhatian pada kendala
(constraint) dan melakukan pengelolaan kendala yang membatasi performansi suatu sistem
sehingga sistem tersebut dapat bekerja secara optimal. Pada penelitian ini kendala
(constraint) yang dimiliki oleh perusahaan adalah kendala kapasitas yang mempengaruhi
aliran proses produksi yang ditunjukkan dengan adanya stasiun kerja bottleneck seperti
yang terlihat pada Tabel 4.18 dimana stasiun kerja tersebut memiliki persentase beban
lebih dari 100% hampir di seluruh bulan pada tahun 2014. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengelolaan kendala kapasitas sehingga kapasitas yang tersedia dan kapasitas yang
dibutuhkan dapat seimbang. Pengaturan kembali Jadwal Induk Produksi (JIP) berbasis
TOC juga akan dilakukan untuk mengoptimalkan stasiun kerja bottleneck.
Berikut merupakan contoh langkah-langkah dan analisis dengan menggunakan prinsip
lima langkah TOC untuk mengoptimalkan stasiun kerja bottleneck yang menjadi kendala
pada aliran produksi penyamakan kulit. Stasiun kerja yang diamati adalah stasiun kerja 4
yaitu stasiun kerja sol pada bulan januari 2014 dengan persentase beban sebesar 111,53%.
1. Mengidentifikasi kendala (constraint)
Berdasarkan perhitungan varian dan persentase beban yang ditunjukkan pada Tabel 4.18
dan 4.19 diketahui bahwa stasiun kerja sol merupakan stasiun kerja paling bottleneck yang
memiliki periode terbanyak yaitu 11 bulan. Berikut merupakan rekapitulasi stasiun kerja
yang bottleneck yang ditunjukkan oleh Tabel 4.19.
Tabel 4.19 Rekapitulasi Stasiun Kerja Bottleneck
Stasiun Bulan CR (detik) CA (detik) Varian Persentase Keterangan
Kerja (detik) Beban (persen)
Januari 3840507,54 3443587,94 396919,6 111,53 Bottleneck
Maret 3839904,37 3235739,11 604165,3 118,67 Bottleneck
April 4601772,45 3414535,76 1187236,7 134,77 Bottleneck
Mei 5372181,53 3191272,33 2180909,2 168,34 Bottleneck
Juni 6137190,60 3615210,07 2521980,5 169,76 Bottleneck
Sol Juli 3839904,37 3146477,35 693427,0 122,04 Bottleneck
Agustus 4601772,45 3392218,54 1209553,9 135,66 Bottleneck
September 4635667,11 3616783,35 1018883,8 128,17 Bottleneck
Oktober 5370381,53 3950036,38 1420345,2 135,96 Bottleneck
November 4603572,45 3436852,99 1166719,5 133,95 Bottleneck
Desember 3841704,37 3503524,42 338180,0 109,65 Bottleneck
Januari 4515991,07 4189610,05 326381,0 107,79 Bottleneck
April 4539516,92 4379050,16 160466,8 103,66 Bottleneck
Mei 4968233,34 3859843,45 1108389,9 128,72 Bottleneck
Finishing Juni 5729180,96 4533356,90 1195824,1 126,38 Bottleneck
Agustus 4512499,79 4188037,24 324462,5 107,75 Bottleneck
Oktober 4944166,93 4605972,34 338194,6 107,34 Bottleneck
November 4498609,79 4149672,08 348937,7 108,41 Bottleneck
67

2. Mengeksploitasi kendala sistem


Eksploitasi kendala (constraint) dilakukan dengan teknik linear programming dengan
tujuan menentukan order optimal agar bisa memaksimalkan throughput dengan kendala
(constraint) berupa kapasitas di setiap stasiun kerja. Teknik linear programming ini
menggunakan bantuan software Lingo 11.0. Berikut merupakan contoh formulasi dan
perhitungan dengan teknik linear programming pada stasiun kerja sol untuk bulan januari
2014.
a. Variabel Keputusan
Variabel keputusan yang akan dicari yaitu jumlah produk kulit yang akan diproduksi
untuk tiap tipe produk dapat dilihat pada Tabel 4.20.
Tabel 4.20 Variabel Keputusan
No. Variabel Keputusan (Xn) Keterangan
1 X1 Sol A
2 X2 Sol B
3 X3 Sol P
4 X4 Vachetta natural
5 X5 Vachetta finish
6 X6 Nappa
7 X7 Box calf
8 X8 Sol A spray
9 X9 Sol B spray
10 X10 Sol P spray
b. Fungsi Tujuan
Fungsi Tujuan yang ingin dicapai yaitu jumlah produk optimal yang dapat diproduksi
yang dapat menghasilkan throughput yang maksimal yaitu sebagai berikut.
Max Z Σ (Cn * Xn) – (Pn * Xn)
Max Z = [(1260000*X1) + (1190000*X2) + (1120000*X3) + (765000*X4) +
(850000*X5) + (629000*X6) + (663000*X7) + (1330000*X8) +
(12600000*X9) + (11900000*X10)] - [(210000*X1) + (189000*X2) +
(175000*X3) + (192500*X4) + (192500*X5) + (374000*X6) +
(374000*X7) + (210000*X8) + (189000*X9) + (175000*X10)]
Keterangan:
Cn = Harga jual untuk produk n
Pn = Biaya bahan baku untuk produk n
Xn = Jumlah produk tipe n
c. Fungsi Kendala
1) Kendala kapasitas yang tersedia pada masing-masing stasiun kerja di setiap bulan
pada tahun 2014 yaitu sebagai berikut.
68

Σ (Amn Xn) + Tsu < Bm


Keterangan:
Amn = Waktu baku stasiun kerja ke-m untuk produk n
Tsu = Waktu set up tiap stasiun kerja
Bm = Kapasitas yang tersedia di stasiun kerja ke-m
2) Kendala stasiun kerja paling bottleneck di setiap bulan pada tahun 2014.
Kendala ini bertujuan untuk membatasi ketiga jenis produk yaitu Sol A, Sol B, dan
Sol P yang akan diproses di stasiun kerja sol agar jumlah kulit yang masuk tidak
melebihi batch optimal yang sudah ditentukan. Perhitungan jumlah kulit maksimal
yang dapat masuk di stasiun kerja sol dapat dilihat pada contoh berikut yang
ditunjukkan pada Tabel 4.21.
Tabel 4.21 Contoh Perhitungan Jumlah Kulit Maksimal Pada Stasiun Kerja Sol
Bulan Proses WB Tsu Wp per CR per CA Jumlah Jumlah
(detik) (detik) batch batch batch kulit
optimal maks
1 80,86 150 12279,31
2 637572,64 300 637872,64
Januari 3 114602,42 200 114802,42 801208,54 3443587,94 4 600
4 45,41 350 7161,30
5 192,62 200 29092,87

Dari Tabel 4.21 didapatkan jumlah kulit maksimal yang bisa di proses pada stasiun
kerja sol pada bulan januari sebanyak 4 batch dengan jumlah kulit 600 lembar.
Penjabaran perhitungan pada Tabel 4.21 dapat dijelaskan sebagai berikut.
CR per batch = Σ Waktu proses per batch
CR per batch = [(Waktu baku1 x 150) + (Waktu baku2 x 6) + (Waktu baku3 x 6)
+ (Waktu baku4 x 150) + (Waktu baku5 x 150) + Waktu set up
(Tsu)]
CR per batch =[(80,86 * 150) + (637572,64 * 6) + ... + (192,62 * 150) + 150]
= 801208,54
Jumlah batch optimal = CA / CR per batch
Jumlah batch optimal = 3443587,94 / 801208,54 = 4,2979 ~ 4 batch
Jumlah kulit maksimal = 4 x 150 = 600 lembar
Kendala stasiun kerja paling bottleneck pada bulan januari 2014 adalah sebagai
berikut.
X1 + X2 + X3 < 600
69

3) Kendala (constraint) permintaan setiap bulan pada tahun 2014, kendala ini
bertujuan agar hasil linear programming tidak melebihi permintaan (demand)
setiap bulannya.
Xn < dn
Dimana:
dn = permintaan produk n
4) Kendala non-negatif, kendala ini bertujuan agar semua variabel keputusan (Xn)
adalah bilangan non-negatif. Model matematis kendala non-negatif yaitu sebagai
berikut.
Xn > 0
d. Perhitungan jumlah order optimal untuk memaksimalkan throughput
Setelah mengidentifikasi kendala-kendala yang ada dan menentukan formulasi
matematis, langkah selanjutnya yaitu memasukkan formulasi matematis tersebut
kedalam software Lingo 11.0 seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.8

Gambar 4.8 Input Formulasi Matematis Lingo 11.0

Setelah menjalankan program dengan formulasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar
4.8, maka selanjutnya didapatkan order optimal yang ditunjukkan pada Lampiran 8.
Dari output perhitungan Lingo dapat diketahui bahwa jumlah produksi optimal yang
mampu diproduksi oleh perusahaan pada bulan januari dengan menggunakan kapasitas
yang tersedia (CA) yaitu Sol A,B,P sebanyak 205 velt, 0 velt, 0 velt, Vachetta natural,
Vachetta finish, Nappa, Box Calf sebanyak 87 velt, 71 velt, 65 velt, 38 velt, dan untuk
sol A spray, B spray, P spray sebanyak 175 velt, 220 velt, 0 velt. Total Throughput
yang dihasilkan perusahaan pada bulan januari 2014 yaitu sebesar Rp 770.917.000,-.
Revisi jadwal induk produksi (JIP) berdasarkan perhitungan Lingo dan total throughput
yang dapat dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.22.
70

Tabel 4.22 Jadwal Induk Produksi Optimal Berdasarkan Lingo


Jenis Produk Total
Bulan
A B P VN VF NP BC As Bs Ps Throughput
Januari 205 0 0 87 71 65 38 175 220 0 770.917.000
Februari 200 126 55 144 148 12 13 66 70 15 738.783.000
Maret 266 74 0 99 102 30 30 200 40 20 780.576.500
April 266 0 0 96 84 75 62 250 84 0 796.497.000
Mei 297 0 0 93 65 73 61 166 137 0 776.721.000
Juni 414 0 0 79 62 68 58 116 70 0 759.684.500
Juli 280 0 0 118 87 51 39 50 120 0 627.553.500
Agustus 271 0 0 97 67 65 55 300 29 0 783.664.000
September 386 0 0 88 74 52 58 103 111 0 768.598.000
Oktober 547 0 0 118 63 78 47 123 80 0 940.240.500
November 211 0 0 83 68 50 44 283 106 0 769.729.500
Desember 320 59 0 101 106 47 46 80 127 14 787.682.500

3. Subordinasi
Setelah melakukan eksploitasi kendala sistem langkah selanjutnya adalah melakukan
subordinasi stasiun kerja non kendala, dalam hal ini menyinkronkan stasiun-stasiun
kerja lain dengan stasiun kerja sol. Disini akan dilakukan perhitungan kembali
kapasitas yang tersedia dan kapasitas yang dibutuhkan serta menghitung juga varian dan
persentase beban di seluruh stasiun kerja berdasarkan jumlah produk optimal yang
dihasilkan dari perhitungan Lingo. Berikut merupakan perhitungan persentase beban
baru pada stasiun kerja sol yang ditunjukkan pada Tabel 4.23.
Tabel 4.23 Persentase Beban Baru Pada Stasiun Kerja Sol
Persentase
Bulan CR CA Keterangan
Beban
Januari 3207234,17 3443587,94 93,136 Non-Bottleneck
Februari 3190949,66 3458997,29 92,251 Non-Bottleneck
Maret 3214434,17 3235739,11 99,342 Non-Bottleneck
April 3210834,17 3414535,76 94,034 Non-Bottleneck
Stasiun
Mei 3216234,17 3191272,33 99,657 Non-Bottleneck
Kerja
Juni 3216234,17 3615210,07 88,964 Non-Bottleneck
Sol
Juli 2414425,62 3146477,35 76,734 Non-Bottleneck
Agustus 3210834,17 3392218,54 94,653 Non-Bottleneck
September 3214434,17 3616783,35 88,875 Non-Bottleneck
Oktober 4014442,71 3950036,38 98,300 Non-Bottleneck
November 3212634,17 3436852,99 93,476 Non-Bottleneck
Desember 3216234,17 3503524,42 91,800 Non-Bottleneck

Berdasarkan perhitungan persentase beban yang telah dilakukan pada Tabel 4.23,
terlihat bahwa stasiun kerja kendala yaitu stasiun kerja sol pada seluruh bulan sudah
tidak mengalami bottleneck.
71

4. Elevasi kendala sistem


Setelah dilakukan eksploitasi kendala sistem dan subordinasi terlihat bahwa pada
masing-masing stasiun kerja di seluruh bulan sudah tidak mengalami bottleneck.
Meskipun kendala bottleneck sudah teratasi tetapi performansi sistem dalam hal ini
throughput belum maksimal dikarenakan terjadi pengurangan jumlah produk yang
diproduksi seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.24 berikut ini menunjukkan
kekurangan jumlah produksi pada bulan januari 2014.
Tabel 4.24 Rekapitulasi Hasil Lingo Bulan Januari 2014
Jenis Produk Permintaan Hasil Optimal Lingo Kekurangan
Sol A 225 205 20
Sol B 126 0 126
Sol P 34 0 34
Sol A spray 175 175 0
Sol B spray 220 220 0
Sol P spray 20 0 20
Vachetta natural 87 87 0
Vachetta finish 71 71 0
Nappa 65 65 0
Box calf 38 38 0

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan ternyata jumlah produk yang tidak dapat
dipenuhi pada bulan januari yaitu sebanyak 20 lembar kulit Sol A, 126 lembar kulit sol
B dan 34 lembar kulit Sol P serta 20 lembar kulit sol P spray. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengangkatan atau elevasi kendala sistem agar performansi sistem dapat
maksimal. Pengangkatan kendala sistem dilakukan dengan penambahan resource
mesin pada stasiun kerja bottleneck yaitu stasiun kerja sol dan pengurangan waktu
pengeringan dengan mempercepat proses pengeringan tersebut. Penambahan mesin
diberikan pada proses tanning yang memiliki waktu proses terpanjang dan tidak
memiliki cukup mesin sehingga menyebabkan kekurangan kapasitas pada proses
tersebut. Rekomendasi jumlah mesin yang dibutuhkan yaitu sebanyak tiga buah mesin
molen tanning, sehingga jumlah mesin pada stasiun kerja sol bertambah dari tujuh
buah mesin menjadi sepuluh buah mesin. Berikut merupakan contoh perhitungan
kapasitas yang tersedia (CA) pada bulan januari 2014 setelah penambahan mesin
molen pada stasiun kerja sol.
CA = (Σ mesin/operator jam kerja/hari Σ hari kerja U E) 3600
CA = (10 x 8 x 20 x 0,9625 x 0,8873 x 3600) = 4919411,34 detik
Berikut merupakan rekapitulasi persentase beban stasiun kerja sol setelah dilakukan
elevasi kendala yang ditunjukkan pada Tabel 4.25.
72

Tabel 4.25 Nilai CA Stasiun Kerja Sol Setelah Elevasi (dalam detik)
CA Setelah Penambahan
Bulan CA Awal
Kapasitas
Januari 3541220,07 4919411,34
Februari 3521640,886 4941424,70
Maret 3355454,157 4622484,45
April 3547144,223 4877908,23
Stasiun
Mei 3372947,243 4558960,47
Kerja
Juni 3870108,746 5164585,82
Sol
Juli 3162330,876 4494967,64
Agustus 3504775,537 4846026,48
September 3760993,792 5166833,36
Oktober 4107997,715 5642909,11
November 3632401,016 4909789,99
Desember 3521162,757 5005034,89

Langkah selanjutnya setelah menambah kapasitas pada stasiun kerja sol adalah
melakukan perbaikan pada stasiun kerja finishing agar tidak terjadi bottleneck.
Proses pengeringan kulit adalah proses yang bertujuan untuk mengeringkan kulit
sol dari air yang masih tersisa setelah proses setting out. Proses ini dilakukan secara
manual dengan mengandalkan udara yang masuk melalui ventilasi ruang
pengeringan. Proses pengeringan kulit sol merupakan proses yang mempunyai
waktu proses terlama di stasiun kerja finishing, hal ini menyebabkan tingginya
nilai CR pada masing-masing bulan sehingga nilai persentase beban yang
didapatkan di stasiun kerja finishing lebih dari 100 % pada beberapa bulan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan perbaikan dari sisi pengurangan waktu proses agar tidak
terjadi bottleneck di stasiun kerja finishing. Perbaikan yang diusulkan yaitu dengan
penambahan kipas (ceiling fan) untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah
dilakukan diskusi dengan pihak perusahaan mengenai penambahan kipas (ceiling
fan), didapatkan hasil bahwa pengeringan kulit dengan bantuan kipas mengalami
percepatan pengeringan kurang lebih satu hari. Hal ini didasarkan pada pengalaman
perusahaan dalam penggunaan penghangat ruangan pada pengeringan kulit yang
mampu mengeringkan kulit dua hari lebih cepat daripada manual. Oleh karena itu
estimasi waktu yang diperkirakan untuk pengeringan dengan bantuan ceiling fan
kurang lebih sekitar satu hari lebih cepat daripada manual. Penambahan ceiling fan
disesuaikan dengan kondisi ruangan, oleh karena itu dibutuhkan spesifikasi ceiling
fan yang tepat agar pengeringan dapat berjalan dengan baik. Untuk mengetahui
spesifikasi ceiling fan yang tepat maka perlu dilakukan perhitungan terhadap Cubic
Feet Minute (CFM) ruang pengeringan. Berikut ini merupakan tahapan pemilihan
ceiling fan:
73

1. Menghitung volume ruangan


Volume ruang pengeringan = panjang x lebar x tinggi
= 45,92 feet x 52,48 feet x 13,12 feet
= 31617,65 feet3
2. Menghitung nilai CFM air volume
Nilai CFM = (Volume ruangan x Air Change Rate (ACH))
= (31617,65 feet3 x 15) : 60 = 474264,75 : 60 = 7904,41 CFM
3. Memilih spesifikasi ceiling fan
Pemilihan spesifikasi ceiling fan didasarkan pada nilai CFM yang didapatkan
pada perhitungan. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai CFM ruang pengeringan
sebesar 7904,41 CFM, oleh karena itu diperlukan tipe ceiling fan yang
memenuhi kriteria tersebut. Jenis ceiling fan yang dipilih yaitu industrial ceiling
fan untuk ukuran luas ruangan 15 m x 15 m yang memiliki nilai CMF antara
7000 hingga 9000 CFM. Berdasarkan nilai CFM tersebut, spesifikasi ceiling fan
yang dibutuhkan untuk satu ruang pengeringan sebanyak tiga unit ceiling fan
yang mempunyai nilai CFM 3291.
Berdasarkan penambahan ceiling fan yang telah dilakukan pada proses
pengeringan, didapatkan hasil waktu proses pengeringan lebih cepat satu hari
daripada waktu awal, sehingga waktu proses pengeringan berubah dari 356946,09
detik per batch menjadi 270546,1 detik per batch.
Setelah dilakukan penambahan kapasitas, langkah selanjutnya yaitu
menghitung kembali jumlah produk optimal menggunakan Lingo dengan
menggunakan input kapasitas yang tersedia (CA) baru. Berikut ini merupakan input
formulasi matematis dengan CA baru pada stasiun kerja sol untuk bulan januari
2014 yang ditunjukkan pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Input Formulasi Matematis Lingo 11.0 Setelah Penambahan Kapasitas
74

Berdasarkan input formulasi matematis yang telah dilakukan serta


menjalankan program Lingo maka didapatkan hasil jumlah produksi optimal yang
dapat dilihat pada Lampiran 9.
Hasil rekapitulasi jumlah produk optimal yang dapat diproduksi setelah melakukan
penambahan kapasitas dan throughput yang dapat dihasilkan dapat dilihat pada
Tabel 4.26.
Tabel 4.26 Rekapitulasi Jumlah Produk Optimal Setelah Penambahan Kapasitas
Jenis Produk Total
Bulan
A B P VN VF NP BC As Bs Ps Throughput
Januari 225 126 34 87 71 65 38 175 220 20 970.473.000
Februari 200 126 55 144 148 12 13 66 70 15 738.783.000
Maret 266 80 60 99 102 30 30 200 40 20 843.282.500
April 350 100 10 96 84 75 62 250 84 6 1.000.337.000
Mei 500 38 0 93 65 73 61 166 137 10 1.038.059.000
Juni 714 0 0 0 54 68 58 116 70 0 1.024.197.000
Juli 350 113 10 44 87 51 39 50 120 23 804.596.500
Agustus 366 75 15 97 67 65 55 300 29 15 987.889.000
September 390 175 52 88 74 52 58 103 111 35 1.032.638.000
Oktober 650 53 17 118 63 78 47 123 80 9 1.126.644.000
November 250 130 18 14 68 50 44 283 106 13 931.512.000
Desember 320 113 12 56 106 47 46 80 127 14 827.314.000

Berdasarkan hasil perhitungan Lingo setelah dilakukan penambahan


kapasitas, terlihat bahwa terjadi peningkatan jumlah produk yang dapat diproduksi
oleh perusahaan. Berikut merupakan rekapitulasi perbandingan persentase produk
yang terpenuhi setelah penambahan kapasitas yang ditunjukkan pada Tabel 4.27.
Tabel 4.27 Rekapitulasi Perbandingan Persentase Produk Setelah Penambahan Kapasitas
Jumlah Jumlah Persentase
Jumlah Persentase
Optimal Optimal Lingo Setelah
Bulan Permintaan Awal
Lingo Awal Rekomendasi Rekomendasi
(velt) (%)
(velt) (velt) (%)
Januari 1061 861 1061 81,23 100,00
Februari 849 849 849 100,00 100,00
Maret 926 861 927 92,98 100,00
April 1117 917 1117 82,09 100,00
Mei 1224 892 1143 72,88 93,38
Juni 1333 867 1080 65,04 81,02
Juli 961 745 887 77,52 92,30
Agustus 1084 884 1084 81,63 100,00
September 1138 872 1138 76,69 100,00
Oktober 1238 1056 1238 85,30 100,00
November 1044 845 976 80,94 93,40
Desember 966 900 921 93,17 95,34
75

Berdasarkan penambahan kapasitas yang telah dilakukan, maka selanjutnya adalah


menghitung biaya penambahan kapasitas pada stasiun kerja sol dan finishing.
Berikut ini merupakan perhitungan biaya untuk penambahan mesin molen tanning.
Harga satu unit mesin molen tanning = Rp 80.000.000,00
Biaya penambahan mesin molen tanning = Rp 80.000.000 x 3
= Rp 240.000.000,00
Berikut ini merupakan perhitungan biaya untuk penambahan ceiling fan.
Harga satu unit ceiling fan = Rp 1.682.100,00
Biaya penambahan ceiling fan = Rp 1.682.100 x 3
= Rp 5.046.300,00

5. Kembali ke langkah 1 dan hindari inersia


Berdasarkan penambahan kapasitas mesin pada stasiun kerja sol didapatkan
peningkatan persentase jumlah produk yang dapat diproduksi oleh perusahaan. Dari
perbaikan yang telah dilakukan kemudian dapat dihitung kembali persentase beban
untuk masing-masing stasiun kerja. Berikut merupakan perhitungan persentase beban
untuk stasiun kerja sol setelah dilakukan penambahan kapasitas yang ditunjukkan pada
Tabel 4.28.
Tabel 4.28 Persentase Beban Baru Pada Stasiun Kerja Sol Setelah Penambahan Kapasitas
Persentase
Bulan CR CA Keterangan
Beban
Januari 4598172 4919411,34 93,47 Non-Bottleneck
Februari 3072636 4941424,70 62,18 Non-Bottleneck
Maret 3839445 4622484,45 83,06 Non-Bottleneck
April 4601772 4877908,23 94,34 Non-Bottleneck
Stasiun
Mei 4653073 4558960,47 98,72 Non-Bottleneck
Kerja
Juni 4653073 5164585,82 90,10 Non-Bottleneck
Sol
Juli 3839904 4494967,64 85,43 Non-Bottleneck
Agustus 4601772 4846026,48 94,96 Non-Bottleneck
September 4635667 5166833,36 89,72 Non-Bottleneck
Oktober 5369923 5642909,11 95,16 Non-Bottleneck
November 4603572 4909789,99 93,76 Non-Bottleneck
Desember 3841704 5005034,89 76,76 Non-Bottleneck

Sedangkan persentase beban baru pada stasiun kerja finishing dapat dilihat pada Tabel
4.29.
76

Tabel 4.29 Persentase Beban Baru Pada Stasiun Kerja Finishing Setelah Penambahan Kapasitas
Persentase
Bulan CR CA Keterangan
Beban
Januari 3634858 4324289 86,76 Non-Bottleneck
Februari 2595391 4290016 65,98 Non-Bottleneck
Maret 3233445 4285659 84,55 Non-Bottleneck
April 3673133 4520430 83,88 Non-Bottleneck
Stasiun
Mei 3894888 4113327 97,74 Non-Bottleneck
Kerja
Juni 4207400 4642903 92,81 Non-Bottleneck
Sol
Juli 3239621 4108069 88,10 Non-Bottleneck
Agustus 3648605 4355344 87,12 Non-Bottleneck
September 3933126 4745490 85,22 Non-Bottleneck
Oktober 4246075 4895899 92,19 Non-Bottleneck
November 3544656 4331477 85,42 Non-Bottleneck
Desember 3257761 4605160 78,96 Non-Bottleneck

4.10 Analisis Dan Pembahasan


Pada tahap ini akan dilakukan analisis terhadap perhitungan waktu baku yang telah
dilakukan, analisis stasiun kerja bottleneck yang menjadi stasiun kerja kendala serta
analisis revisi jadwal induk produksi dan peningkatan kapasitas sebagai upaya untuk
mengoptimalkan stasiun kerja bottleneck dengan menerapkan metode TOC.

4.10.1 Analisis dan Pembahasan Waktu Baku


Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk pengukuran waktu proses produksi
pada masing-masing stasiun kerja yaitu menggunakan metode stopwatch time study.
Setelah dilakukan pengumpulan data berupa waktu proses langkah selanjutnya yaitu
melakukan pengujian kecukupan data untuk mengetahui apakah jumlah sampel data yang
diambil telah mencukupi, hasil yang didapatkan setelah dilakukan pengujian kecukupan
data untuk seluruh elemen pada masing-masing proses yaitu jumlah data yang
dikumpulkan telah cukup. Tahap selanjutnya yaitu pengujian keseragaman data, dari
pengujian keseragaman data terdapat data outlier pada elemen kerja di beberapa proses
sehingga menimbulkan ketidakseragaman data yaitu proses splitting pada elemen kerja 5,
proses penalian kulit pada elemen kerja 5, dan proses sammying pada elemen kerja 2.
Setelah data outlier dihilangkan pada beberapa elemen kerja tersebut, maka dilakukan
pengujian keseragaman data kembali. Dari hasil penghilangan data outlier didapatkan hasil
bahwa seluruh elemen kerja sudah seragam. Penentuan performance rating untuk tiap
operator dilakukan berdasarkan empat faktor performance rating yaitu skill, effort,
condition, dan consistency. Dari penentuan yang sudah dilakukan didapatkan hasil bahwa
performance rating untuk seluruh proses bernilai 1 yang artinya operator bekerja secara
77

wajar baik dari sisi keterampilan, tenaga, kondisi, maupun konsistensi. Setelah menentukan
performance rating langkah selanjutnya yaitu menentukan kelonggaran (allowance) untuk
masing-masing proses, dari penentuan yang sudah dilakukan ternyata masing-masing
proses memiliki kelonggaran yang berbeda-beda, kelonggaran terbesar yang diberikan
yaitu pada proses tanning, sammying, dan setting out, hal ini disebabkan karena
pencahayaan, kelembaban udara serta kebisingan pada area proses tersebut kurang cukup
baik sehingga kelonggaran yang diberikan pada operator juga cenderung lebih besar
daripada proses lainnya. Langkah terakhir setelah menentukan kelonggaran (allowance)
yaitu menghitung waktu baku tiap proses pada masing-masing stasiun kerja yang dapat
dilihat pada Lampiran 4. Hasil dari waktu baku ini kemudian menjadi masukan (input)
dalam perhitungan selanjutnya yaitu perhitungan kapasitas yang tersedia (capacity
requirement).

4.10.2 Analisis dan Pembahasan Stasiun Kerja Bottleneck


Identifikasi stasiun kerja bottleneck dilakukan dengan menggunakan perhitungan
Rough Cut Capacity Planning (RCCP). Di dalam RCCP selanjutnya akan dihitung
kapasitas yang dibutuhkan (CR) dan kapasitas yang tersedia (CA) pada masing-masing
stasiun kerja. Dalam penelitian ini, cara menghitung kapasitas yang dibutuhkan (CR)
dibedakan menjadi dua cara, yaitu perhitungan CR untuk proses per satuan unit dan
perhitungan CR untuk proses per satuan batch. Pada proses per satuan unit, kapasitas yang
tersedia (CR) didapatkan dari hasil perkalian waktu baku per unit dan jumlah unit produk
untuk masing-masing tipe produk ditambah dengan waktu setup. Sedangkan pada proses
per satuan batch, kapasitas yang tersedia (CR) didapatkan dari hasil perkalian antara waktu
baku batch dengan jumlah batch nya ditambah dengan waktu setup. Proses yang
menggunakan satuan batch yaitu pada proses yang dilakukan di mesin molen seperti proses
main soaking, soaking, liming dan sebagainya, serta pada proses pengeringan (drying).
Ukuran untuk satu batch adalah 150 lembar kulit untuk proses-proses pada mesin molen
dan 85 lembar kulit untuk proses pengeringan (drying).
Dari hasil CR dan CA yang telah didapatkan kemudian dihitung varian dan persentase
beban pada masing-masing stasiun kerja. Nilai varian dan persentase beban dapat
menunjukkan apakah stasiun kerja itu bottleneck atau tidak. Apabila varian bernilai positif
maka dapat disimpulkan bahwa stasiun kerja tersebut bottleneck. Sebaliknya apabila nilai
varian negatif dapat isimpulkan bahwa stasiun kerja tersebut adalah stasiun kerja non-
bottleneck. Demikian juga dengan persentase beban, apabila persentase beban yang
78

dimiliki oleh stasiun kerja melebihi 100% stasiun kerja tersebut merupakan stasiun kerja
bottleneck, dan apabila persentase beban yang dimili oleh stasiun kerja kurang dari 100%
berarti dapat disimpulkan bahwa stasiun kerja tersebut tidak bottleneck.
Berdasarkan hasil perhitungan RCCP didapatkan hasil stasiun kerja bottleneck yaitu
pada stasiun sol dan finishing serta stasiun kerja non-bottleneck yaitu pada stasiun kerja
penerimaan bahan baku, stasiun kerja kapuran, chrome, dan stasiun kerja box. Pada stasiun
kerja bottleneck terjadi kekurangan kapasitas, hal ini ditunjukkan dengan nilai CR yang
lebi besar dari niali CA, sehingga kemudian menjadi kendala dan menghambat aliran
proses produksi.

4.10.3 Analisis dan Pembahasan Revisi JIP Berdasarkan Lingo


Berdasarkan hasil RCCP yang telah dihitung sebelumnya diketahui bahwa jumlah
kulit yang masuk pada stasiun kerja sol dan finishing melebihi kapasitas yang tersedia pada
stasiun kerja tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan revisi terhadap Jadwal Induk
Produksi (JIP) dengan mencari jumlah optimal produk yang masuk agar stasiun kerja
tersebut tidak bottleneck. Dalam penelitian ini akan dilakukan perhitungan jumlah produk
optimal dengan batasan (constraint) kapasitas. Jumlah order optimal dicari dengan teknik
linear programming dan menggunakan bantuan software Lingo 11.0.
Dari perhitungan berdasarkan Lingo didapatkan hasil jumlah produk optimal yang
bisa diproduksi oleh perusahaan yang ditunjukkan pada Lampiran 8. Setelah dilakukan
revisi terhadap Jadwal Induk Produksi (JIP) berdasarkan hasil optimal Lingo, kemudian
dihitung kembali RCCP pada seluruh satasiun kerja. Berdasarkan revisi RCCP yang telah
dilakukan diketahui bahwa tidak ada lagi stasiun kerja bottleneck.
Berdasarkan revisi JIP, stasiun kerja sol dan finishing dapat dioptimalkan menjadi
stasiun kerja non-bottleneck. Akan tetapi terjadi pengurangan jumlah produk yang cukup
banyak, sehingga nantinya akan berpengaruh pada throughput perusahaan. Dalam hal ini,
sesuai dengan prinsip TOC jika solusi masalah pada kendala sistem performansinya kurang
memuaskan harus dilakukan elevasi atau pengangkatan kendala. Elevasi kendala yang
dilakukan yaitu dengan meningkatan kapasitas untuk mengatasi kekurangan jumlah
produksi tersebut.
79

4.10.4 Analisis dan Pembahasan Peningkatan Kapasitas


Berdasarkan perhitungan kapasitas yang tersedia (CA) pada masing-masing stasiun
kerja diketahui bahwa CA yang diberikan peningkatan yaitu CA pada stasiun kerja
bottleneck. Oleh karena itu akan dilakukan peningkatan kapasitas pada stasiun kerja sol
dengan menambahkan resource berupa tiga buah mesin molen tanning dan untuk stasiun
kerja finishing dilakukan pengurangan CR dengan cara mempercepat proses pengeringan
dimana proses tersebut berkontribusi pada tingginya nilai CR. Pengurangan CR ini
dilakukan dengan cara menambahkan kipas (ceiling fan) pada proses pengeringan sol agar
pengeringan yang sebelumnya dilakukan secara manual dapat lebih dipercepat.
Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak departemen produksi PT Kasin dan berdasarkan
pengalaman sebelumnya dengan menggunakan penghangat ruang didapatkan estimasi
waktu pengeringan dapat dipercepat satu hari, yaitu dari empat hari menjadi tiga hari.
Berdasarkan perbaikan yang dilakukan dengan cara peningkatan kapasitas yaitu
dengan penambahan mesin molen tanning dan ceiling fan, selanjutnya dapat dihitung
kembali nilai kapasitas yang tersedia, kapasitas yang dibutuhkan, serta persentase beban
yang dapat dilihat pada Lampiran 10. Setelah dilakukan perhitungan kembali dengan
menggunakan Lingo 11.0 didapatkan jumlah order optimal dan throughput meningkat dari
perhitungan Lingo sebelumnya. Berdasarkan jumlah order optimal setelah peningkatan
kapasitas didapatkan hasil RCCP yaitu seluruh stasiun kerja sudah tidak mengalami
bottleneck.

4.10.5 Analisis dan Pembahasan Perbaikan Throughput


Berdasarkan perbaikan yang dilakukan terkait dengan permasalahan bottleneck
yang mengakibatkan keterlambatan penyelesaian pesanan, didapatkan hasil bahwa seluruh
stasiun kerja sudah tidak mengalami bottleneck. Setelah dilakukan perhitungan order
optimal berdasarkan Lingo 11.0 diketahui bahwa terjadi peningkatan throughput dari
perhitungan awal dengan perhitungan setelah perbaikan. Berikut merupakan rekapitulasi
perbandingan hasil throughput pada masing-masing periode yang ditunjukkan pada Tabel
4.30.
80

Tabel 4.30 Perbandingan Throughput Existing dan Setelah Perbaikan


Bulan Throughput Throughput Selisih
Existing Setelah Perbaikan
Januari 770.917.000 970.473.000 199.556.000
Februari 738.783.000 738.783.000 0
Maret 780.576.500 843.282.500 62.706.000
April 796.497.000 1.000.337.000 203.840.000
Mei 776.721.000 1.038.059.000 261.338.000
Juni 759.684.500 1.024.197.000 264.512.500
Juli 627.553.500 804.596.500 177.043.000
Agustus 783.664.000 987.889.000 204.225.000
September 768.598.000 1.032.638.000 264.040.000
Oktober 940.240.500 1.126.644.000 186.403.500
November 769.729.500 931.512.000 161.782.500
Desember 787.682.500 827.314.000 39.631.500

Dari rekapitulasi yang ditunjukkan pada Tabel 4.30 diketahui bahwa terjadi
peningkatan throughput dari hasil Lingo awal dan setelah perbaikan kecuali pada bulan
februari. Hal ini dikarenakan permintaan pada bulan februari dapat dipenuhi seluruhnya
sebelum terjadi peningkatan kapasitas. Berdasarkan rekapitulasi pada Tabel 4.30 terlihat
bahwa peningkatan throughput terbesar terdapat pada bulan Juni yang ditunjukkan dengan
selisih terbesar yaitu Rp. 264.512.500,00.
BAB V
PENUTUP

Pada bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang
telah dilakukan. Kesimpulan yang dibuat untuk menjawab tujuan dari penelitian yang
disesuaikan dengan hasil penelitian beserta saran yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan penelitian selanjutnya.

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan data, analisis, serta pembahasan yang telah diuraikan
pada tahap sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) dapat diketahui nilai
kapasitas yang dibutuhkan (CR) pada masing-masing stasiun kerja untuk setiap bulan
pada tasiun kerja 1 memiliki rentang nilai antara 58.565,4 hingga 91.275,81 detik,
stasiun kerja 2 memiliki rentang nilai antara 635.471,19 hingga 867.710,5 detik, stasiun
kerja 3 memiliki rentang nilai antara 551.403 hingga 829.804,5 detik, stasiun kerja 4
memiliki rentang nilai antara 3.073.095,3 hingga 6.137.190,6 detik, stasiun kerja 5
memiliki rentang nilai antara 2.498.968,66 hingga 3.235.686,31 detik, dan stasiun kerja
6 memiliki rentang nilai antara 3.200.474,42 hingga 5.729.180,96 detik. Selanjutnya
untuk nilai kapasitas yang tersedia (CA) pada masing-masing stasiun kerja untuk setiap
bulan pada tasiun kerja 1 memiliki rentang nilai antara 798.795,31 hingga 1.249.632,27
detik, stasiun kerja 2 memiliki rentang nilai antara 1.278.823,37 hingga 1.955.164,88
detik, stasiun kerja 3 memiliki rentang nilai antara 1.415.563,33 hingga 1.820.010 detik,
stasiun kerja 4 memiliki rentang nilai antara 3.146.477,35 hingga 3.950.036,38 detik,
stasiun kerja 5 memiliki rentang nilai antara 3.175.103,88 hingga 4.368.576,28 detik,
dan stasiun kerja 6 memiliki rentang nilai antara 3.677.046,27 hingga 4.615.258,95
detik. Dari rekapitulasi yang telah ditunjukkan dapat diketahui bahwa CR dan CA
terbesar dari seluruh stasiun kerja adalah CR dan CA stasiun kerja finishing sedangkan
CR dan CA terkecil terdapat pada stasiun kerja penerimaan bahan baku.

81
82

2. Dari hasil perhitungan CR dan CA yang telah dilakukan ditemukan bahwa kapasitas
yang dibutuhkan (CR) lebih besar dari kapasitas yang tersedia (CA) pada beberapa
stasiun kerja sehingga menjadi stasiun kerja bottleneck. Stasiun kerja yang bottleneck
ditunjukkan dengan nilai varians positif dan nilai persentase beban diatas 100%, stasiun
kerja tersebut antara lain satsiun kerja sol di seluruh bulan kecuali pada bulan Februari
2014 dan stasiun kerja finishing pada bulan Januari, April, Mei, Juni, Agustus, Oktober,
dan November 2014.
3. Berdasarkan permasalahan bottleneck pada stasiun kerja sol dan finishing maka perlu
dilakukan pengoptimalan stasiun kerja dengan menggunakan prinsip lima langkah TOC
dengan bantuan teknik linear programming (LP) dan software Lingo 11.0. Penambahan
kapasitas serta pengaturan kembali Jadwal Induk Produksi (JIP) dilakukan agar
produksi yang dilakukan menjadi optimal dan tidak terdapat lagi bottleneck.
Penambahan kapasitas yang diusulkan yaitu penambahan mesin molen tanning
sebanyak tiga buah mesin pada stasiun kerja sol dan penambahan ceiling fan sebanyak
satu buah pada proses pengeringan di stasiun kerja finishing. Setelah dilakukan
penambahan kapasitas, maka langkah selanjutnya yaitu menghitung kembali kapasitas
yang dibutuhkan dan kapasitas yang tersedia pada masing-masing stasiun kerja. Dari
hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa masing-masing stasiun kerja sudah tidak
mengalami bottleneck dengan peningkatan jumlah produk yang dapat di produksi yaitu
dari 861 produk menjadi 1061 produk yang dapat diproduksi pada bulan Januari 2014.
4. Berdasarkan hasil optimal Lingo 11.0 dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
throughput dari perhitungan existing dengan perhitungan setelah perbaikan. Setelah
dilakukan penambahan kapasitas dapat terlihat kenaikan throughput antara hasil Lingo
existing dengan hasil Lingo setelah perbaikan dari jumlah throughput Rp.
770.917.000,00 menjadi Rp. 970.473.000,00 pada bulan Januari 2014 dan berdasarkan
Tabel 4.31 terlihat bahwa peningkatan throughput terbesar terdapat pada bulan Juni
yang ditunjukkan dengan selisih terbesar yaitu Rp. 264.512.500,00.

5.2 SARAN
Saran yang dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pengembangan penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian mengenai percepatan waktu
pengeringan kulit dengan menggunakan ceiling fan.
83

2. Untuk penelitian selanjutnya dapat mengintegrasikan ukuran operasional TOC yang lain
seperti inventory (I) atau operating expense (OE).
3. Penelitian ini dapat digunakan oleh perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam
menerima order agar tidak terjadi pembatalan pesanan.
4. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan perhitungan yang lebih rinci mengenai
investasi mesin yang direkomendasikan.
84

(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)


DAFTAR PUSTAKA

Bedworth, David D. & Bailey, James E. 1987. Integrated Production, Control System:
Management, Analysis and Design, 2nd Edition. John Wiley & Sons.
Chede, Bharat., Jain, C K., & Chede, Aparna. 2012. “Quantitative Approach for Theory
of Constraints in Manufacturing.” Mathematical Theory and Modeling, Vol 2,
No 2: 1-12.
Fogarty, Donald W., Blackstone, John H., & Hoffmann, Thomas R. 1991. Production
and Inventory Management, 2nd Edition. South Western Publishing Co: Cincinati-
Ohio.
Gaspersz, Vincent. 1998. Production Planning & Inventory Control. PT gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.
Goldratt, Eliyahu M. 1990. The Haystack Syndrome. North River Press: New York.
Goldratt, Eliyahu M., & Jeff Cox. 1984. The Goal. North River Press: Great Barrington,
Massachusetts.
Hansen-Wholesale. 2016. “Ceiling Fans”.
http://www.hansenwholesale.com/ceilingfans/fansearch.asp. diakses pada hari
kamis, 19 Mei 2016 Pk. 20.14 WIB.
KDK-Indonesia. 2001. “Product Selection”. http://www.kdk.co.id/utama.php?idcat4=2.
diakses pada hari selasa, 8 Maret 2016 Pk. 14.39 WIB.
Kushana, Dina Nur Shabrina., Zaini, Emsosfi., & Saleh, Alex. 2014. Rancangan Sistem
Penjadwalan Buku Fiksi Denan Pendekatan Theory of Constraint di PT Mizan
Grafika Sarana. Jurnal Online Institut Teknologi Nasional. Vol 02, No 04: 144-
155.
Maukar, Anastasia Lidya dan Dian Retno Sari Dewi. 2005. Aplikasi Theory of
Constraint Untuk Alokasi Buffer Lintasan Produksi Pada Assembly
Manufacturing. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi II, pp 35.1-
35.10, Surabaya: Program Studi MMT-ITS.
Nasution, Arman Hakim. 2008. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Niebel, Benjamin W. dan Freivalds, Andris. 1993. Methods, Standards, and Work
Design. McGraw-Hill: New York.
Rianto, Agus. 2009. Penerapan Theory of Constraint (TOC) Dalam Upaya Peningkatan
Kapasitas Produksi di PT X. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Sinulingga, Sukaria. 2009. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Sipper, Daniel. & Bulfin, Robert Jr. 1997. Production: Planning, Control, and
Integration. McGraw-Hill: New York.
Sofyan, Diana Khairani. 2012. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Sutalaksana, Iftikar. 1979. Teknik tata Cara Kerja. ITB: Bandung.
Wignjosoebroto, Sritomo. 2000. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Guna Widya:
Surabaya.
Wilianto., Nazaruddin., & Ishak, Aulia. 2013. Aplikasi Theory of Constraints (TOC)
Dalam Upaya Untuk Mengoptimalkan Kapasitas Produksi di PT XYZ. e-Jurnal
Teknik Industri, Vol 2, No 1: 1-6.

Anda mungkin juga menyukai