id
SKRIPSI
Oleh:
SIGIT WIBOWO
NIM. I1413028
i
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
iii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Abstrak
Friction stir spot welding (FSSW) adalah sebuah metode pengelasan dalam
keadaan solid yang merupakan turunan dari proes las friction stir welding (FSW).
FSSW dikembangkan untuk menghasilkan metode pengelasan yang lebih efisien dan
hemat energi dibandingkan dengan metode pengelasan (resistance spot welding
(RSW)). Ciri dari hasil sambungan las FSSW adalah terbentuknya cacat hook (hook
defect) pada nugget las, dimana cacat tersebut dapat mengurangi kekuatan dan
kualitas dari sambungan las. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan metode dan
parameter yang tepat untuk menghilangkan cacat hook dan meningkatkan kekuatan
Tarik, metode tersebut dikenal dengan pengelasan FSSW dengan tambahan interlayer
Zn. Pengelsan FSSW pada penelitian ini dilakukan pada sambungan plat alumunium
5052 dangan standar sambungan JIS G 3136 menggunakan variasi panjang pin tool
1,5 mm, 2,0 cm dan 2.5 mm serta variasi waktu pengelasan 5 detik, 7 detik, dan 9
detik.
Panjan pin tool dan dwell time yang diterapkan mempengaruhi hasil dari
sambungan las baik dengan interlayer ataupu tanpa interlayer Zn. Cacat hook mulai
menghilang pada penggunaan interlayer dan tanpa interlayer Zn. Parameter optimal
terdapat pada panjang Pin 1,5 mm dan dwell time 7 detik untuk variasi tanpa
interlayer dengan beban Tarik Geser 3,6 kN. Sementara parameter optimum untuk
variasi dengan interlayer terdapat pada panjang pin tool 2,0 mm dan dwell time 7
detik dengan beban Tarik Geser 5.9 kN.
Keywords: FSSW, Interlayer Zn, alumunium alloy 5052, Length pin of tool, dwelling
time, Tensile Shear Load.
iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Abstract
Friction stir spot welding (FSSW) is a solid state welding method that derived
from friction stir welding process (FSW). FSSW is developed to produce welding
method that more efficient and energy saving than the other spot welding process
(resistance spot welding (RSW)). The characteristic of FSSW weld joint is a hook
defect that formed in the nugget after welding process, where it is able to reduce the
strength and quality of the welding joint. This study aims to find appropriated method
and parameters to eliminate the hook defect and enhance the tensil stength, or
usually well known as using interlayer Zn as a filler. FSSW with interlayer Zn in this
study was applied to join alumunium alloy plate 5052 with JIS G 3136 standard and
using three variations of length pin of tool 1.5 mm, 2.0 mm and 2.5 mm and Three
variations of dwelling time 5s, 7s, 9s respectively.
Length pin of tool and dwelling time are applied affect the outcome of interlayer
using and without Zn FSSW joint. Optimum parameter is on Length pin of tool
variation 1.5 mm with dwelling time 7 second and a tensile shear load at 3.6 kN for
without interlayer. However, optimum parameter is on Length pin of tool variation
2.00 mm with dwelling time 7 second, which has a tensile shear load at 5.9 kN for
interlayer Zn.
Keywords: FSSW, Interlayer Zn, alumunium alloy 5052, Length pin of tool, dwelling
time, Tensile Shear Load.
v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim, Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga mampu
melaksanakan dan menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Pengaruh
Panjang Pin Tool Dan Dwelling time Pada Sifat Fisik Dan Mekanik Pada Pengelasan
Friction Stir Spot Welding Dengan Interlayer Zinc” dengan baik.
1. Bapak Dr. Nurul Muhayat S.T., M.T., selaku Dosen pembimbing I yang
senantiasa memberikan nasehat, arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan
tugas akhir skripsi ini.
2. Bapak Dr. Triyono, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing II yang turut serta
memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir
skripsi ini.
3. Bapak Teguh Triyono, S.T., M.Eng., dan Bapak Sukmaji Indro Cahyono, S.T., M.
Eng selaku dosen penguji tugas akhir penulis yang telah memberi saran yang
membangun.
4. Bapak Dr. Eng Syamsul Hadi S.T., M.T., selaku Kepala Program Studi Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
5. Seluruh staf dosen Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Maret yang telah turut serta mendidik penulis hingga menyelesaikan studi
S1.
6. Seluruh staf karyawan administrasi Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kemudahan dalam hal
administrasi.
vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7. Ayah, Ibu, dan Adik atas doa, nasihat, motivasi, dukungan material dan spiritual
dalam menyelesaikan skripsi.
8. Rekan-rekan seperjuangan di Teknik Mesin UNS Transfer angkatan 2013
9. Teman-teman semua angkatan di Teknik Mesin UNS
10. Dan semua pihak yang telah mendukung kelancaran skripsi penulis yang tidak
bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak supaya menjadi masukan yang sangat berguna bagi penulis untuk
memperbaiki dan menyempurnakan penulisan lain yang akan datang. Akhir kata,
penulis berharap semoga laporan tugas akhir skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi kita semua dan bagi penulis pada khususnya.
Penulis
vii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
viii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Daftat Gambar
x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Daftar Tabel
xi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id2
(TWI) untuk menggabungkan material ringan seperti paduan aluminium [4]. FSW
dianggap sebagai salah satu teknologi pengelasan yang menjanjikan di abad ke-21.
Pure spot FSW pertama kali diperkenalkan oleh perusahaan otomotif Mazda.
Pengelasan FSSW (Friction Stir Spot Welding) adalah suatu proses pengelasan
yang dikembangkan dalam dekade terakhir. FSSW diaplikasikan pada berbagai
bidang seperti otomotif, aeronautika dan industri lainnya [5]. Lathabai dkk, [6],
menjelaskan bahwa metode pengelasan ini merupakan sebuah pengembangan dari
proses FSW yang banyak digunakan untuk menggabungkan aluminium paduan.
Proses ini dibagi dalam tiga langkah yang berbeda yaitu: plunging, stirring, dan
retracting. Metode tersebut dimulai dengan tool plunging bergerak perlahan, setelah
itu timbul efek gabungan dari rotasi tool dan pemanasan yang mendorong terjadinya
pengadukan dan akhirnya alat tersebut ditarik [7]. Teknik pencabutan dilakukan
dengan cepat dan tepat setelah alat tersebut mencapai kedalaman dan waktu jeda
tertentu [8].
Pada proses FSSW memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan proses
RSW seperti, nilai deformasi plastik pada area pengelasan yang lebih tinggi,
peningkatan kekerasan yang lebih tinggi dan kekuatan tarik geser yang dilas pada
sambungan juga lebih tinggi [9]. Selain itu kecepatan proses jauh lebih konsisten
karena FSSW tidak sensitif terhadap perubahan kondisi material dan kondisi
permukaan [10]
Metode pengelasan FSSW memiliki kelemahan atau kekurangan yaitu terjadi
penurunan kemampuan terhadap sambungan. Penurunan sambungan terjadi karena
sebagian permukaan mengalami lengkungan yang disebut hook regions [11], [12]
atau hooking defects [13]. Kegagalan sambungan terjadi akibat adanya tumpang
tindih di daerah yang tersambung. Sifat kegagalan sambungan dipengaruhi oleh
karakter daerah hook yang terbentuk [12]. Untuk mengatasi hal tersebut, pada kedua
permukaan material dilakukan treatment dengan menambahkan interlayer [13]. Pada
penelitian sebelumnya, penambahan interlayer Zn dapat merubah ukuran butir dan
meningkatkan strength pada pengelasan dua material [15]. Penggunaan interlayer Zn
dapat menurunkan reaksi pada permukaan sambungan, selain itu dapat memberikan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id3
reaksi difusi antara Zn dengan AlMg dan juga membentuk struktur eutektoid.
Menurut Xu dkk, [16], kemampuan sambungan dapat meningkat secara signifikan
karena adanya penurunan hook defects.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh panjang Pin tool dan
dwelling time pada pengelasan FSSW plat Alumunium alloys 5052 dan juga
fenomena yang terjadi selama proses pengelasan.
1. Untuk mengetahui pengaruh panjang Pin tool dan dwelling time serta
penggunaan interlayer Zn terhadap sifat fisik sambungan las FSSW.
2. Untuk mengetahui pengaruh panjang Pin tool dan dwelling time serta
penggunaan interlayer Zn terhadap sifat mekanis sambungan las FSSW.
BAB II
LANDASAN TEORI
5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id6
Friction Stir Spot Welding (FSSW) adalah varian "linear" baru dari proses
Friction Stir Welding (FWS), dengan penggunaan alat yang dirancang berputar
khusus disepanjang garis permukaan dengan cara digesekkan sehingga menimbulkan
efek panas dan melunakkan bahan sehingga terjadi deformasi plastis membentuk
campuran solid-state secara bersamaan. Secara umum pengelasan FSSW
diklasifikasikan menjadi tiga katagori Pure spot FSW, Refill FSSW, Swing FSSW
[17]. Proses FSSW terdiri dari tiga tahap, yaitu plunging, stirring, dan retracting,
seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.1.
Gambar 2. 1. Ilustrasi proses FSSW : (a) plunging, (b) stirring, (c) retracting
Tahap pertama dimulai pada saat tool berputar dengan kecepatan putar yang
tinggi. Tool akan turun mendekati benda kerja sampai tool shoulder menyentuh
permukaan atas dari benda kerja bagian atas dan membentuk weld spot. Gerakan
plunging dari tool akan membentuk lubang pada material. Tahap kedua adalah
stirring, dimulai ketika tool telah mencapai kedalaman yang ditentukan. Pada tahap
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id7
ini, tool akan terus berputar pada benda kerja. Panas akan terbentuk dari gesekan tool
dengan benda kerja pada tahap plunging dan stirring, sehingga material disekitar tool
akan memanas, melunak, dan tercampur pada tahap stirring dimana akan terbentuk
sambungan berwujud padat (solid state). Tahap ketiga adalah retracting, terjadi
ketika sambungan las telah terbentuk kemudian tool bergerak keatas menjauh dari
benda kerja. Karakteristik sambungan yang dihasilkan akan terdapat keyhole pada
bagian tengah, yang secara signifikan mengurangi kekuatan mekanik dari sambungan
[18].
Berdasarkan obeservasi struktur mikro, terdapat empat zona yang terdapat pada
sambungan FSSW yaitu Base Metal (BM), Heat Affected Zone (HAZ), Thermo
Mechanical Affected Zone (TMAZ), dan Stir Zone (SZ), seperti yang ditunjukan pada
Gambar 2.2.
BM adalah material induk yang tidak terdeformasi dan tidak terkena efek panas
dari proses pengelasan FSSW. Pada zona ini tidak terjadi perubahan kekuatan
maupun mikrostruktur akibat proses pengelasan. HAZ adalah zona yang terkena efek
panas dari proses pengelasan FSSW. Hal ini menyebabkan perubahan kekuatan dan
mikrostruktur. Namun pada daerah ini tidak terjadi deformasi plastis seperti pada
daerah TMAZ. Daerah HAZ ini adalah daerah yang paling rentan terjadi patahan
karena merupakan zona terlemah dari keempat zona yang ada.
TMAZ adalah zona yang terkena efek panas sekaligus efek deformasi plastis
dari proses pengelasan FSSW. Hal ini diakibatkan oleh posisi zona yang lebih dekat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id8
dari center nugget yang menyebabkan zona ini lebih banyak terkena panas dan
terkena desakan material.
SZ adalah zona pengelasan yang terekristalisasi penuh dan teraduk akibat panas
yang dihasilkan oleh tool. Pada daerah ini didapatkan ukuran butir yang lebih kecil
dibandingkan dengan BM.
Teknologi FSSW telah berhasil diterapkan pada pembuatan pintu alumunium,
engine hoods, dan decklids dalam pembuatan mobil sport Mazda RX-8.
Dibandingkan dengan proses pengelasan konvensional, seperti resistance spot weding
(RSW) dan rivet, keuntungan menggunakan metode FSSW diantaranya:
- Kekuatan sambungan yang tinggi tanpa adanya porositas, retak, dan kontaminasi.
Tidak ada pelelehan material selama FSSW.
- Konsumsi energi yang rendah.
- Peralatan yang digunakan lebih sederhana
- Tidak ada emisi kimia dan ramah lingkungan. Tidak ada weld spatter, suara
bising, dan mengurangi emisi udara selama proses FSSW.
- Deformasi pengelasan yang rendah. FSSW merupakan proses pengelasan solid
state tanpa adanya pelelehan material, sehingga distorsinya lebih kecil
dibandingkan dengan RSW dan rivet.
- Memiliki konsistensi dan repeatability yang tinggi karena mekanisme sambungan
yang sederhana dengan beberapa parameter proses.
- Perawatan peralatan lebih mudah
- Tidak memerlukan sesuatu yang harus dipersiapkan atau yang dibutuhkan terlebih
dahulu, seperti pembersihan permukaan, pengeboran, dan Rivet atau Baut.
dari suatu material yang memiliki sifat kelarutan yang baik pada material yang akan
disambung.
Penggunaan interlayer Zn memiliki karakteristik banyak keuntungan, salah
satunya secara subtansi dapat meningkatkan kekuatan sambungan, memungkinkan
terjadinya presipitasi pengerasan [19]. Penggunaan interlayer Zn ditunjukkan
Gambar 2.3.
Putaran tool yang semakin cepat menghasilkan temperatur semakin meningkat akibat
dari intensitas pengadukan dan pencampuran material yang tinggi. Dwelling time
adalah waktu pada saat proses stirring, yaitu ketika keseluruhan Pin masuk kedalam
benda kerja hingga shoulder menyentuh permukaan bagian atas benda kerja. Waktu
ini berpengaruh terhadap panas yang dihasilkan oleh gesekan antara tool dengan
benda kerja. Semakin lama dwelling time, maka panas yang dihasilkan akan semakin
besar. Plunge depth diukur berdasarkan kedalaman penetrasi shoulder kedalam benda
kerja. Plunge depth yang terlalu dalam akan mengakibatkan terjadi penipisan pada
ketebalan benda kerja sehingga berpengaruh pada kekuatan sambungan. Plunge depth
yang terlalu dangkal akan mengakibatkan permukaan kontak antara tool dengan
benda kerja kurang sehingga pengadukan material dan panas yang dibutuhkan untuk
terjadinya sambungan kurang optimal.
Alumunium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy pada tahun 1809 sebagai suatu
unsur, dan pertama kali direduksi sebagai logam oleh H.C Oersted pada tahun 1825.
Alumunium merupakan unsur logam terbanyak dimuka bumi, dimana hampir 8% dari
kerak bumi adalah aluminium. Biji bauksit adalah bahan utama untuk pembuatan
aluminium yang terdapat di dalam batu-batu dalam kerak bumi. Alumunium
termasuk logam ringan yang memiliki kekuatan tinggi, tahan terhadap korosi, dan
merupakan konduktor listrik yang baik.
Kekuatan mekanik alumunium murni relatif lemah. Untuk meningkatkan
kekuatan mekanik aluminium murni ditambahkan elemen paduan seperti silikon,
magnesium, tembaga, mangan, dan seng. Menurut paduannya Alumunium dapat
dibedakan menjadi beberapa macam yang ditunjukkan dengan 4 digit angka. Digit
pertama menunjukkan paduan utama dari Alumunium.
1xxx : Merupakan Alumunium murni dengan paduan kurang dari 1%
2xxx : Merupakan Alumunium yang dipadu dengan tembaga.
3xxx : Merupakan Alumunium yang dipadu dengan mangan.
4xxx : Merupakan Alumunium yang dipadu dengan silicon
library.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id
disebabkan oleh ukuran butir yang membesar setelah mengalami proses pengelasan.
Pada paduan alumunium, dampak kekuatan yang berkurang akibat perbesaran butir
lebih kecil dibandingkan efek lain yang terjadi. Titanium, Zirconium dan Scandium
dapat digunakan untuk menghasilkan ukuran butir yang sesuai.
Solid solution hardening adalah pencampuran bahan paduan dengan material
murni untuk mendapatkan kekuatan dan sifat yang diinginkan. Solid solution
hardening dibagi menjadi dua jenis yaitu interstitial dan substitutional. Interstitial
dilakukan dengan mencampurkan elemen paduan yang cocok disisipkan kedalam
ruang antar atom solvent. Sedangkan substitutional dilakukan dengan mengganti
atom solvent agar dapat disisipi elemen paduan yang besarnya kurang lebih 15% dari
diameter atom solvent. Efek dari elemen paduan ini adalah untuk menahan distorsi
yang menghasilkan regangan yang lebih besar. Dengan bertambahnya regangan,
makan kekuatan tarik akan meningkat namun juga akan mengurangi keuletan
material. Terdapat beberapa jenis elemen paduan yang dapat disisipkan kedalam
alumunium contohnya silikon yang dapat meningkatkan kekuatan dan fluidity, cooper
yang dapat memberikan kekuatan yang besar, magnesium yang dapat meningkatkan
kekuatan sekaligus memberikan efek anti korosi, mangan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ductility, zink yang apabila digabungkan dengan magnesium atau
cooper dapat mengembalikan kekuatan material yang hilang setelah mengalami
proses pengelasan.
Work Hardening adalah proses penting yang digunakan untuk meningkatkan
kekuatan metal yang tidak dapat dilakukan dengan heat treatment. Work Hardening
dapat menghasilkan internal stress yang tinggi yang menyebabkan peningkatan
kekuatan, berkurangnya ductility, berkurangnya densitas, berkurangnya konduktivitas
listrik, serta berkurangnya ketahanan korosi.
Perlakuan panas pada alumunium paduan dilakukan dengan memanaskan sampai
terjadi fase tunggal kemudian ditahan beberapa saat dan diteruskan dengan
pendinginan cepat hingga tidak sempat berubah ke fase lain. Jika bahan tadi dibiarkan
untuk jangka waktu tertentu maka terjadilah proses penuaan (aging). Perubahan akan
terjadi berupa presipitasi (pengendapan) fase kedua yang dimulai dengan proses
library.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id
nukleasi dan timbulnya klaster atom yang menjadi awal dari presipitat. Presipitat ini
dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasannya. Proses ini merupakan proses age
hardening atau natural aging. Jika setelah dilakukan pendinginan cepat kemudian
dipanaskan lagi hingga dibawah temperatur solvus (solvus line) kemudian ditahan
dalam jangka waktu yang lama dan dilanjutkan dengan pendinginan lambat di udara
disebut proses penuaan buatan (artificial aging).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat Penelitian
15
library.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id
Gambar 3. 1. . Bentuk rancangan tool pengelasan FSSW dengan variasi panjang Pin 1,5 mm; 2,0 mm;
dan 2,5 mm
1. Variabel bebas (independent) adalah panjang Pin yaitu, 1,5 mm; 2mm; 2,5
mm dan dwelling time antara lain 5 detik, 7 detik, 9 detik, dengan variable
tetap yaitu plunge depth sebesar 1mm dan kecepatan putar tool
sebesar1600 rpm. Variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1
1 A1 1,5 5
2 A2 1,5 7
library.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id
3 A3 1,5 9
4 B1 2 5
5 B2 2 7
6 B3 2 9
7 C1 2,5 5
8 C2 2,5 7
9 C3 2,5 9
Penelitian dimulai dengan pemotongan plat AA5052 sesuai dimensi yang telah
ditentukan. Setelah proses persiapan spesimen selesai, proses pembuatan tool
dimulai. Tool dibentuk sesuai dimensi yang sudah ditentukan seperti yang terlihat
pada gambar 3.1. Selanjutnya, menimbang berat serbuk interlayer dengan berat
library.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id
0,3gram dan dibungkus dengan kertas puyer dengan jumlah yang telah ditentukan.
Selanjutnya memasang tool pada holder miling dan memasang jig dengan kuat.
Setelah itu atur putran mesin pada 1600 rpm. Langkah berikutnya menaruh specimen
AA5052 (bawah) ke dudukan jig. Tabur serbuk Zn dengan mengukur ketebalan
0,2mm lalu letekkan specimen AA 5052 (atas) dan kencangkan pengunci Jig seperti
pada gambar 3.3
Pastikan posisi serbuk berada di tengah dan mengenai tool, Setelah semua
langkah persiapan selesai maka proses pengelasan dimulai. Mesin dinyalakan.
Proses pengelasan diawali dengan plunging shoulder tool kedalam permukaan
benda kerja sedalam 1mm. Setelah kedalaman tercapai akan dilanjutkkan
dengan proses stirring selama 5 detik. Setelah 5 detik, tool ditarik dari
permukaan benda kerja (retracting). Langkah selanjutnya adalah mematikan
mesin las dan melepaskan benda kerja dari ragum. Langkah-langkah tersebut
diulang kembali dengan variasi panjang Pin tool dan waktu pengelasan
(dwelling time) yang telah ditentukan.
library.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id
Alur penelitian ini digambarkan dalam diagram alir penelitian seperti terlihat pada
Gambar 3.4.
Analisa data
Kesimpulan
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
4.1. Hasil Uji Makro
20
library.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id
Sedangkan pada variasi pin tool 2,0 mm memperlihatkan hasil yang sangat baik
pada setiap variasi dwelling time (5, 7, 9 detik) yang digunakan. Hal tersebut terlihat
pada jelas pada Tabel 4. 1 yang memperlihatkan gradasi warna yang sangat kecil,
serta hasil terbaik terlihat pada variasi dwelling time 7. Perbedaan antara variasi Pin
tool sebelumnya dikarenakan oleh variasi tinggi Pin tool yang menyebabkan
bertambahnya energi panas yang dihasilkan, seiring dengan bertambahnya energi
panas maka material akan menjadi semakin lunak sehingga lebih mudah terdeformasi
dan luasan bonding zone yang dihasilkan menjadi lebih besar. Penambahan luasan
bonding zone maka kekuatan las akan semakin bertambah [22].
Variasi panjang Pin tool 2,5 mm memperlihatkan gradasi warna yang cukup
mencolok pada Tabel 4. 1. Hal tersebut disebabkan karena ketinggian Pin tool terlalu
panjang dan kedalaman yang dihasilkan mendekati base plate, sehingga tidak
mengaduk daerah interface. Zona stir terbaik berada diantara interface dua spesimen
yang menyebabkan variasi pin tool 2,0 mm menghasilkan nilai yang optimum.
Penggunaan pin tool yang terlalu pendek serta terlalu panjang menghasilkan nilai
yang kurang optimal. Begitu juga dengan pengaplikasian dwelling time yang terlalu
pendek serta terlalu lama memproduksi hasil yang kurang ideal.
Pemberian energi panas yang berlebih dapat menaikkan suhu material. Hal ini
menyebabkan spesimen yang terlalu lunak sehingga ikut terangkat seiring dengan
arah retracting tool. Variasi dwelling time diterapkan untuk mengetahui perubahan
kekuatan logam hasil proses pengelasan. Dengan bertambahnya dwelling time maka
panas yang diterima akan semakin bertambah. Dengan bertambahnya energi panas
yang diterima akan memperlambat proses pendinginan. Semakin lama proses
pendinginan maka butir-butir aluminium alloy akan semakin mudah mengikat satu
sama lain dan membentuk butir yang semakin besar [21].
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id
2,0 mm
2,5 mm
Pada Hasil uji makro dengan interlayer memperlihatkan lubang pada daerah
TMAZ (Thermomechanically Affected Zone) di interface Al. Lubang tersebut
merupakan cacat pengelasan. Lubang tersebut disebut hook defect. Hook defect
terjadi karena beberapa alasan. Hook defect terjadi karena saat proses plunging, tool
akan menekan pada bagian spesimen sehingga pembebanan berlebih ini akan
membuat lubang pada daerah TMAZ. karena hasil tumpang tindih kedua material
ketika proses pengelasan sehingga mengalami kelengkungan, karena aliran material
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id
akibat selama proses stirring yang mendesak ke bagian tepi stir zone. Geometri tool
mempengaruhi terbentuknya struktur mikro dan cacat yang terjadi karena pengelasan.
Tabel 4.2 menunjukkan gradasi warna hasil uji makro pada sambungan
pengelasan FSSW dengan tambahan interlayer Zn. Hasil pengelasan FSSW
dipengaruhi oleh panjang Pin tool. Panjang Pin tool mempengaruhi panjang stir zone
hasil pengelasan. Panjang stir zone menunjukkan banyaknya material yang teraduk
Pada Tabel 4. 2 dengan variasi dwelling time (5, 7, 9 detik). Dengan jelas
terlihat bahwa, pada variasi Pin tool 1,5 mm memperlihatkan hasil yang baik dengan
sedikit garis batas diantara kedua spesimen. Gradasi warna yang telah ditunjukan
pada perlakuan tanpa menggunakan Zn tampak tidak terlalu terlihat pada variasi yang
sama. Hal tersebut menunjukan bahwa dengan penambahan Zn sebagai filler
memberikan pengaruh yang signifikan pada pengujian makro.
Variasi Pin tool 2.0 mm menunjukan hasil yang sangat baik pada setiap variasi
dwelling time (5, 7, 9 detik) yang digunakan. Hal tersebut tampak jelas pada Tabel 4.
2 yang memperlihatkan gradasi warna yang sama sekali tidak tampak pada kedua
spesimen yang digunakan. Variasi ini memperlihatkan hasil terbaik dari semua variasi
yang diterapkan pada penelitian ini apalagi setelah penambahan Zn. Area zona
sambungan meningkat dikarenakan oleh penambahan adhesive, sehingga kekuatan
sambungan meningkat.
Gradasi warna tidak terlihat pada Tabel 4. 2 meskipun pada variasi tinggi Pin
tool 2,5 mm. Hal tersebut disebabkan dikarenakan tingkat efektifitas penambahan
filler Zn pada saat proses pengelasan yang dilakukan. Variasi dwelling time 9 detik
menunjukan hasil yang baik meskipun merupakan variasi yang paling sulit untuk
dilakukan proses las. Spesimen tanpa menggunakan filler tingkat keberhasilan untuk
melakukan dengan tanpa menembus kedua spesimen sangat kecil. Tetapi hal tersebut
tidak terjadi pada proses eksekusi dengan menggunakan filler Zn. Zn dapat bereaksi
dengan Mg pada temperatur rendah, sehingga membentuk ikatan AlMg-Zn.
Penambahan filler Zn sangat efektif guna meningkatkan sambungan antar dua
spesimen serta meminimalisir tingkat kegagalan dalam proses eksekusi pengelasan
FSSW.
library.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id
Tabel 4. 2. Gambar hasil foto makro pada setiap variable menggunakan Zn (filler)
Variasi
Dwell time
Dari hasil pengujian makro yang telah dilakukan menunjukan bahwa pada
variasi tanpa menggunakan filler Zn menghasilkan gradasi yang terlihat dengan jelas.
Hal tersebut menunjukan bahwa ikatan antara kedua logam yang dilakukan
pengelasan bergabung dengan tidak sempurna. Sedangkan pada proses eksekusi
menggunakan mesin milling, peningkatan keberhasilan dan kemudahan terjadi pada
saat penambahan filler jika dibandingkan dengan proses tanpa filler. Penambahan Zn
menghasilkan reaksi paduan yang kompleks antara substrak Mg dan interlayer Zn
membentuk ikatan zona campuran dari struktur dan campuran α-AlMg [16].
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id
Pengujian dilakukan sesuai standar ASTM E8, ASTM A370, ASTM B557, IS /
BS. Uji tarik dilakukan untuk mengukur ketahanan material terhadap gaya statis atau
pelan. Spesimen mesin ditempatkan pada mesin uji dan beban diterapkan. Sebuah
strain gage atau extensometer digunakan untuk mengukur elongasi. Tegangan yang
diperoleh pada gaya terapan tertinggi adalah kekuatan tarik. Kekuatan hasil adalah
tekanan dimana sejumlah deformasi plastis yang ditentukan (umumnya 0,2%)
diproduksi. Pemanjangan menggambarkan sejauh mana spesimen diregangkan
sebelum fraktur. Informasi mengenai kekuatan, kekakuan, dan keuletan material
dapat diperoleh dari uji tarik. Variasi pengujian tarik meliputi; suhu kamar, suhu
library.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id
rendah, temperatur tinggi (ASTM E21), geser, suhu dan kelembaban, ketegangan
kombinasi dan kompresi, melalui nilai tebal, benar strain, timbangan, dan R (ASTM
E646) & n (ASTM E517).
Trend yang berbeda didapatkan pada pengujian tarik geser yaitu tensile shear
load dengan variasi tanpa filler Zn. Nilai rata-rata tertinggi ditepati pada variasi pin
tool 1,50 mm disusul oleh 2,00 mm, dan 2,50 mm dengan nilai terendah seperti yang
terlihat pada Gambar 4. 2. Sedangkan trend sama ditunjukan oleh variasi dwelling
time yang digunakan, dimana menempatkan dwelling time 7 detik sebagai waktu
terbaik untuk menghasilkan nilai kekuatan tarik tertinggi dibandingkan variasi yang
lainya. Hal ini disebabkan oleh karena pada variasi 7 detik adalah waktu yang paling
efektif [11].
Nilai tegangan geser tertinggi dihasilkan oleh variasi Pin tool 1,50 mm dengan
3,6 k Newton pada saat dwelling time 7 detik oleh spesimen tanpa penambahan filler
Zn. Hal ini merupakan sebuah kejanggalan dimana pada pengujian makro
menyebutkan bahwa Pin tool dengan performa terbaik pada variasi 2,00 mm. Akan
tetapi pada variasi Pin tool 2,50 mm masih menjadi variasi dengan nilai yang
terendah pada setiap variasi dwelling time Sedangkan nilai tegangan geser terendah
diperoleh pada dwelling time 9 detik pada variasi Pin tool 2,5 mm yaitu 901,5
Newton. Hal ini disebabkan karena peningkatan panjang pin dan waktu pengelasan
yang terlalu lama, telah sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Pacini
dkk, [20].
Luasan sambungan juga mempengaruhi nilai hasil uji tarik yang didapat, hal ini
disebabkan karena semakin besar area sambungan maka kekuatan sambungan akan
meningkat. Pengelasan dengan tool pin yang lebih pendek dan waktu pengelasan
yang sedang meningkatkan stirring dari antarmuka Al ini dikarenakan meningkatkan
pengaruh termomekanikal terhadap interface sambungan las [20].
library.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id
3,5
2,5
1,5
1 1,5 mm
2mm
0,5
2.5 mm
0
5 DETIK 7 DETIK 9 DETIK
DWELLING TIME
Tabel 4. 3. Gambar mode patahan tampak atas hasil uji tarik geser tanpa Zn
1,5 mm
Panjang pin tool
2,0 mm
2,5 mm
Tabel 4. 4. Gambar mode patahan tampak samping hasil uji tarik geser tanpa Zn
Dwell time
Variasi
5 detik 7 detik 9 detik
1,5 mm
Panjang Pin tool
2,0 mm
2,5 mm
library.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id
Patahan pullout mampu menahan gaya yang lebih baik pada pengujian tarik
geser dibandingkan dengan sambungan yang memiliki metode patahan interface.
Variasi dwelling time 7 detik dengan Pin tool 1,50 mm dan 2,00 mm menunjukan
mode patahan pullout yang paling parah pembengkokannya dan pada variasi ini
didapatkan nilai tensile shear load terbaik diantara variasi pengelasan yang
dilakukan. Bila ditinjau dari observasi makroskopik, dapat diketahui bahwa pada Pin
tool 2,00 mm merupakan daerah dengan stir zone yang cukup besar namun celah
hook yang tebentuk lebih kecil dibandingkan variasi pengelasan yang lainnya.
Trend yang berbeda didapatkan pada pengujian tarik geser yaitu tensile shear
load dengan variasi tanpa filler Zn. Nilai rata-rata tertinggi ditepati pada variasi
panjang Pin tool 2,00 mm disusul oleh1,50 mm, dan 2,50 mm dengan nilai terendah
seperti yang terlihat pada gamabar 4.3. Sedangkan trend sama ditunjukan oleh variasi
dwelling time yang digunakan, dimana menempatkan dwelling time 7 detik sebagai
waktu terbaik untuk menghasilkan nilai kekuatan tarik tertinggi dibandingkan variasi
yang lainya. Hal ini disebabkan oleh karena pada variasi 7 detik adalah waktu yang
paling efektif
Nilai tegangan geser tertinggi dihasilkan pada variasi Pin tool 2,00 mm dengan
5.9 k Newton pada saat dwelling time 7 detik dengan ukuran nuget 9,17 mm oleh
spesimen dengan penambahan filler Zn. Akan tetapi pada variasi Pin tool 2,50 mm
masih menjadi variasi dengan nilai yang terendah pada setiap variasi dwell time.
Sedangkan nilai tegangan geser terendah diperoleh pada dwelling time 9 detik pada
variasi Pin tool 2,5 mm yaitu 3206 Newton dengan ukuran bounding las 8,28 mm.
Hasil ini sama seperti pada pembahasan sebelumnya.
Luasan sambungan juga mempengaruhi nilai hasil uji tarik yang didapat, hal ini
disebabkan karena semakin besar area sambungan maka kekuatan sambungan akan
meningkat, namun peningkatan waktu pengelasan dan panjang pin dapat menurunkan
kekuatan tarik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh [20].
library.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id
6,5
4,5
4 pin 1.5 mm
pin 2 mm
3,5
pin 2.5
3
5 DETIK 7 DETIK 9 DETIK
DWELLING TIME
Tabel 4. 5. Gambar mode patahan tampak atas hasil uji tarik geser dengan menggunakan Zn
1,5 mm
Panjang pin tool
2,0 mm
2,5 mm
Tabel 4. 6. Gambar mode patahan tampak samping hasil uji tarik geser dengan menggunakan Zn
Dwelling time
Variasi
5 detik 7 detik 9 detik
1,5 mm
Panjang pin tool
2,0 mm
2,5 mm
Patahan pullout mampu menahan gaya yang lebih baik pada pengujian tarik
geser dibandingkan dengan sambungan yang memiliki metode patahan interface.
Variasi dwelling time 7 dengan Pin tool 1,50 mm, 2,00 mm, dan 2,50 mm
menunjukan mode patahan pullout yang paling parah pembengkokannya dan pada
variasi ini didapatkan nilai tensile shear load terbaik diantara variasi pengelasan yang
dilakukan. Bila ditinjau dari observasi makroskopik, dapat diketahui bahwa pada pin
library.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id
tool 2,00 mm merupakan daerah dengan stir zone yang cukup besar yakni namun
celah hook yang tebentuk lebih kecil dibandingkan variasi pengelasan yang lainnya.
Partikel Zn menyebar ke dalam aluminium dengan jumlah yang signifikan
menyebabkan terbentuknya antar difusi plat almunium, menyebabkan meningkatnya
bonding antara aluminium. Luas area bonding meningkat ketika tool dengan pin yang
lebih pendek dan waktu pengelasan sedang. Meningkatnya zona stir antarmuka
menunjukan bertambahnya pengaruh termomekanikal dari tool las [20].
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan sifat fisik terhadap sambungan las FSSW terhadap variasi panjang
Pin tool sangat berpengaruh, penggunaan Pin tool yang terlalu pendek dan
panjang menghasilkan nilai yang kurang optimal sehingga berpengaruh
terhadap kualitas sambungan yang buruk. Selain itu pada variasi dwelling time
juga memiliki pengaruh karena dengan pengaplikasian dwelling time yang
terlalu pendek dan lama menghasilakan hasil yang kurang ideal. Selanjutnya
penggunaan interlayer Zn sangatlah efektif untuk meningkatkan kekuatan
sambungan antar dua speciemen serta meminimalisir tingkat kegagalan dalam
proses eksekusi pengelasan FSSW.
2. Berdasarkan sifat mekanis terhadap sambungan las FSSW, Pin tool 1,50 mm
dengan dwelling time 7 detik memperoleh nilai tegangan geser tertinggi pada
perlakuan tanpa interlayer Zn yaitu 3,6 kNewton. Namun dengan
menggunakan filler Zn, pada variasi Pin tool 2,00 mm dengan dwelling time 7
detik menghasilkan nilai tegangan geser tertinggi yaitu 5,9 k Newton.
Penambahan interlayer dapat meningkatkan reaksi difusi antara interlayer Zn
dan Al 5052.
5.2 Saran
Proses teknologi pengelasan FSSW aluminium dengan penambahan interlayer
Zn telah dilakukan dengan menggunakan variasi Pin tool dan dwelling time untuk
mengetahui performa yang terbaik. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1. Variasi diameter, bentuk, dan sudut dari pin tool yang digunakan.
2. Dilakukan penggunaan batas filler Zn lebih tepat untuk mendapatkan performa
yang lebih baik (filler Zn seluruh terpakai).
3. Memodifikasi JIG las agar proses pengelasan lebih mudah dan sederhana.
33
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
[1] Altinok, E., Kayserili, H., “Lightweight Door Ring Solution In Car Body
Development “International Journal of Advances on Automotive and
Technology, vol.1, No. 3, pp.131-136, July, 2017.
[5] Hancock, R. Friction welding of aluminum cuts energy cost by 99% [J].
Welding Journal, vol.83, pp.40−45, 2004.
[6] Lathabai, S., Painter, M., J., Cantin, G., M., D., Tyagi, V. K., Friction spot
joining of an extruded Al−Mg−Si alloy. Scripta Materilia, vol.55: pp.899-902,
2006.
[7] Awang .M, Mucino, V., H., Feng, Z., David, S., A., Thermo-mechanical
modeling of friction stir spot welding (FSSW) process: Use of an explicit
adaptive.
[10] C. B. Smith, J. F. Hinrichs, P. C. Ruehl. Friction Stir and Friction Stir Spot
Welding - Lean, Mean and Green. Vol.49, pp.814–823, 2004.
[11] Wenya Li, Jinfeng Li, Zhihan Zhang, Dalu Gao, Weibing Wang, dan, Chunlin
Dong. Improving mechanical properties of pinless friction stir spot welded
joints by eliminating hook defect. Materials and Design. Vol. 62, pp.247–254,
2014.
34
library.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id
[13] Huijie Zhang, Min Wang, Xiao Zhang, Zhi Zhu, Tao Yu and Guangxin Yang.
Effect of Welding Speed on Defect Features and Mechanical Performance of
Friction Stir Lap Welded 7B04 Aluminum Alloy. Metals, vol.6, pp.87, 2016.
[16] R.Z. Xu, D.R. Ni, Q. Yang, C.Z. Liu, Z.Y. Ma., Pinless Friction Stir Spot
Welding of Mg–3Al–1Zn Alloy with Zn Interlayer. Journal of Materials
Science & Technology. vol 31, pp.6.2015.
[18] Nguyen, N.T., et al. (2011). “Assessment of the failure load for an AA6061-
T6 friction stir spot welding joint.” Proceedings of the Institution of
Mechanical Engineers Part B Journal of Engineering Manufacture (Impact
Factor: 0.95). 11/2011; 225(10):1746-1756.
[19] Mathers, G. The welding of aluminium and its alloys., Woodhead publishing.
2002.
[20] Piccini, J.M., Svoboda, H.G. Effect of the tool penetration depth in Friction
Stir Spot Welding (FSSW) of dissimilar aluminum alloys. International
Congress of Science and Technology of Metallurgy and Materials, SAM –
CONAMET. 2013.
[21] Kulwant Singh, Gurbhinder Singh, Harmeet Singh. Review on friction stir
welding of magnesium alloys. Journal of Magnesium and Alloys. Available
online 18 July 2018.