Anda di halaman 1dari 104

SKRIPSI

ANALISA KEGAGALAN DI ELBOW PIPA


PULVERIZER PADA BOILER PLTU

OLEH:
RIZKI ZULKARNAIN
03121005033

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
SKRIPSI
ANALISA KEGAGALAN DI ELBOW PIPA
PULVERIZER PADA BOILER PLTU

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana


Teknik Mesin Pada Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

OLEH:
RIZKI ZULKARNAIN
03121005033

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan segala rahmat, karunia, dan anugrah-Nya sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, adapun pihak
tersebut :
1. Ibu Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi, M.T sebagai Dosen Pembimbing yang
dengan ikhlas dan tulus telah membimbing, mengarahkan, mendidik, dan
memotivasi penulis dari awal hingga selesainya skripsi ini.
2. Keluarga Penulis, Bapak M. Nazor dan Ibu Sugiro, M. Safren, Marina,
Ahmad Yani, Arianto dan Indra gunawan atas harapan, doa dan dukungannya
hingga memberikan dukungan materil, dan spiritual, serta doa dan kasih yang
berlimpah.
3. Pihak PT. PLTU yang telah memberikan segala data dan bantuan yang
diminta oleh penulis.
4. Bapak Ir. Zahri Kadir, MT sebagai Pembimbing Akademik yang selalu
memberi arahan hingga bisa menyelesaikan kegiatan akademik dan selalu
menjamu ketika berkunjung dirumah.
5. Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Sriwijaya Irsyadi Yani
ST,M.Eng.,Ph.D dan Sekretaris Jurusan Amir Arifin, S.T, M. Eng, Ph. D
semoga Teknik Mesin meraih akreditasi “A”.
6. Semua dosen Teknik Mesin Universitas Sriwijaya yang telah mendidik dan
memebagi ilmunya, semoga amal ibadah dan jasa bapak dan ibu berkah,
ilmunya ditambah oleh Allah SWT, dimurahkan riskinya, dimudahkan
urusannya.
7. Teman Teknik Mesin Universitas Sriwijaya Angkatan 2012.
8. Teman seperjuangan ketika di BEM KM UNSRI Kabinet Bersin 2015, BEM
KM Fakultas Teknik, HIMUKTA (Himpunan Mahasiswa Kecamatan

xiii
Tanjung Batu), UNSRI Mengajar, semoga kita senantiasa berproses untuk
lebih baik dan tetap berjuang untuk hidup yanglebih baik.
9. Teman senasib dalam proses Skripsi yang indah ini Andika Wijaya yang
selalu tetap searah dalam proses ini, pahit awal manis ujung, semoga semua
ini berkah.
10. Semoga kita menjadi makhluk yang sukses dunia dan akhirat.
11. Ya Allah akhirnya skripsi ini selesai. Lanjut S2, S3

Dalam penulisan skripsi ini, mungkin terdapat kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran serta masukan yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh
penulis untuk melengkapi segala kekurangan skripsi ini sehingga dapat berguna
dan memberikan manfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
menjadi referensi bagi yang akan mengkaji di masa yang akan datang.

Indralaya, 22 Juli 2017

Penulis

xiv
RINGKASAN

ANALISA KEGAGALAN DI ELBOW PIPA PULVERIZER PADA BOILER


PLTU
Karya tulis ilmiah berupa skripsi, 12 Juli 2017

Rizki Zulkarnain; Dibimbing oleh Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi, MT

Failure Of Analysis elbow pipe pulverizer on boiler PLTU

xxix + 64 halaman, 56 gambar, 9 tabel, 6 lampiran

RINGKASAN

Komponen pipa memegang peranan penting dalam sistem pembangkit tenaga uap,
yaitu sebagai media penyalur bubuk batu bara yang dihaluskan di pulverizer mill
kemudian disalurkan ke ruang bakar (furnace). Oleh karena itu, jika terdapat
kegagalan (failure) yang terjadi pada pipa dapat menyebabkan proses penyaluran
bubuk batu bara di dalam sistem tersebut tidak efektif. Erosi terjadi sebagai akibat
dari sejumlah mekanisme yang berbeda, tergantung pada komposisi, ukuran, bentuk
partikel yang mengikis mengikis, kecepatan, sudut dampak, dan komposisi
permukaan materil komponen yang terkikis. Elbow pipa pulverizer tersebut telah
mengalami kerusakan wear akibat abrasive aliran fluida bubuk batu bara yang
mengalir pada pipa dengan material pipa jenis AISI Grade 1026. Analisis yang
dilakukan ialah dengan melakukan pengamatan visual, pengujian kekerasan,
pengamatan metalografi, melakukan simulasi program CFD ANSYS dan perhitungan
secara analitis. Hasil dari simulasi ANSYS menunjukkan bahwa faktor utama
penyebab bocornya elbow pipa pulverizer adalah korosi erosi , pada daerah bocor
konsentrasi korosi lebih tinggi dari daerah lainnya, yang diindikasikan adanya warna
merah pada daerah tersebut. Dari hasil perhitungan ditarik kesimpulan bahwa laju
erosi terbesar terjadi pada sudut dengan nilai sebesar ,
semakian kecil sudut dampak partikel batubara yang menabrak material elbow pipa
pulverizer maka akan semakin besar laju erosi yang terjadi pada material elbow pipa
pulverizer.

Kata Kunci : Analisa Kegagalan, ANSYS, Wear, Korosi Erosi, Elbow, Pipa
Pulverizer, AISI Grade 1026
Kepustakaan : 21 (1960-2016)

xv
SUMMARY

FAILURE OF ANALYSIS ELBOW PIPE PULVERIZER ON BOILER PLTU


Scientific Papers in the form of Script, Juli 12th, 2017

Rizki Zulkarnain; Supervised by Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi, MT

Analisa kegagalan di elbow pipa pulverizer pada boiler PLTU

xxix + 64 pages, 56 pictures, 9 tables, 6 attachments

SUMMARY

The plumbing component plays an important role in the steam power plant as a
pulverized coal distribution medium from the pulverizer mill to the furnace.
Therefore, if a failure occurred in the pipe, the process of pulverized coal distribution
will be not effective. Erosion occurs as a result of a number of different mechanisms,
depending on the composition, size, shape of the eroding particles, speed, angle of
impact, and surface composition of the eroded components. The pulverizer pipe
elbow has become worn out due to the pulverized coal fluid abrasion flowing on the
pipe, which the type is AISI Grade 1026. The analysis was done by visual
observation, hardness testing, metallographic observation, simulation of ANSYS
CFD program, and analytically calculation. The result of ANSYS simulation showed
that the main factor causing the leakage was erosion corrosion. At the leaking area,
the corrosion concentration was higher than other areas, indicated by the red color in
that area. From the calculation results, it was concluded that the largest erosion rate
occurs at the angle of 200 with the value is 4.9548 x 10- 11 m3 / s, the more smaller the
pulverized coal’s angle of impact crashed the pulverizer pipe elbow, the more greater
the erosion.

Keywords : Failure Analysis, ANSYS, Wear, Corrosion Erosion, Elbow, Pulverizer


Pipes, AISI Grade 1026
Literature : 21 (1960 – 2016)

xvii
Daftar Isi

Halaman Judul ..................................................................................................... i


Halaman Pengesahan ......................................................................................... iii
Halaman Persetujuan Agenda ............................................................................ v
Halaman Persetujuan ........................................................................................ vii
Halaman Pernyataan Integritas .......................................................................... ix
Halaman Persetujuan Publikasi ......................................................................... xi
Kata Pengantar ................................................................................................ xiii
Ringkasan ......................................................................................................... xv
Summary ........................................................................................................ xvii
Daftar Isi .......................................................................................................... xix
Daftar Gambar ................................................................................................. xxi
Daftar tabel ................................................................................................... xxvv
Daftar Lampiran ........................................................................................... xxvii
Daftar Simbol ................................................................................................ xxix
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 1
1.3 Batasan Masalah............................................................................ 2
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................... 2
1.5 Manfaat ......................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5
2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ...................................... 5
2.2 Pulverizer Coal .............................................................................. 9
2.2.1 Prinsip Kerja Pulverizer .............................................................. 10
2.3 Pipa Pulverizer ............................................................................ 11
2.3.1 Dasar Perhitungan Kekuatan Pipa ............................................... 11
2.3.2 Elbow (pipe bend) ....................................................................... 11
2.3.3 Penyebab Kerusakan Pipa ........................................................... 11
2.3.3.1 Fracture ....................................................................................... 11
2.3.3.2 Material Selection ....................................................................... 11

xix
2.3.3.3 Kerusakan Akibat Pengaruh Lingkungan .................................... 15
2.3.3.4 Wear ............................................................................................. 17
2.3.3.5 Erosive Wear................................................................................ 20
2.3.3.6 Surface Damage ........................................................................... 24
BAB 3 METODE PENELITIAN...................................................................... 27
3.1 Diagram Alir Penelitian ............................................................... 27
3.2 Alat dan Bahan............................................................................. 28
3.3 Prosedur Penelitian ...................................................................... 28
3.3.1 Pengumpulan Data dan Informasi................................................ 89
3.3.2 Analisa Data dan Pengujian Awal ............................................... 29
3.3.3 Pengujian Tidak Merusak ............................................................ 30
3.3.4 Pengujian Merusak Bahan ........................................................... 33
3.3.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ....................................... 35
3.4 Sumber Data ................................................................................ 35
3.5 Asumsi Umum ............................................................................. 35
3.6 Analisis dan Pengolahan Data ..................................................... 36
BAB 4 ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN......................................... 37
4.1 Data Teknis .................................................................................. 37
4.2 Data Operasi ................................................................................ 38
4.3 Pengamatan Visual ...................................................................... 39
4.4 Pengukuran Ketebalan ................................................................. 41
4.5 Pengujian Kekerasan.................................................................... 44
4.6 Pengujian Metalografi.................................................................. 45
4.7 Pengamatan Serbuk Batubara ...................................................... 53
4.8 Analisa Menggunakan Program CFD ANSYS ........................... 54
4.9 Analisis Laju Korosi Erosi Pada Elbow Pipa Pulverizer ............. 62
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 65
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 65
5.2 Saran ............................................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 69

xx
Daftar Gambar

Gambar 2.1 Pulverized fuel coal pada boiler PLTU ....................................... 5


Gambar 2.2 Diagram Sederhana Sistem Pembakaran Batubara ..................... 6
Gambar 2.3 Boiler pada PLTU ........................................................................ 7
Gambar 2.4 Skema siklus batubara didalam pulverizer mill........................... 7
Gambar 2.5 Sempel elbow pulverizer ............................................................. 8
Gambar 2.6 Arah tegangan ring (hoop stress), longitudinal dan radial .......... 9
Gambar 2.7 Jenis elbow ; 900, 450, 1800........................................................ 10
Gambar 2.8 Elbow pada boiler yang mengalami kebocoran ......................... 23
Gambar 2.9 900 Short-radius elbow, long-radius, mitered bend ................... 13
Gambar 2.10 Tearing shear fracture. (a) material getas, (b) material ulet ...... 14
Gambar 2.11 Hydrogen-stress cracks pada pipa ............................................. 16
Gambar 2.12 Kandungan oksigen yang berlebihan didalam pipa ................... 16
Gambar 2.13 Hubungan antara kekakuan dan densitas dari partikel .............. 17
Gambar 2.14 Pola terjadinya wear akibat kecepatan partikel pada elbow ...... 18
Gambar 2.15 Efek dari dampak sudut erosi pada aluminium dan kaca ......... 20
Gambar 2.16 Kurva karakteristik volume-loss terhadap waktu ...................... 20
Gambar 2.17 Skema dari triboevent tunggal menghasilkan lapisan aktif ....... 25
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ............................................................. 27
Gambar 3.2 Unit Package Boiler PLTU ........................................................ 28
Gambar 3.3 Pipa elbow pada boiler PLTU ................................................... 29
Gambar 3.4 Alat Uji Ultrasonic ................................................................... 30
Gambar 3.5 Infrared Thermometer PLTU .................................................... 31
Gambar 3.6 Sketsa pengujian temperature permukaan luar elbow ............... 32
Gambar 3.7 Mikroskop Optik Digital ........................................................... 33
Gambar 3.8 Mesin Uji Kekerasan Vickers .................................................... 34
Gambar 4.1 Sketsa pipa pulverizer PLTU..................................................... 37
Gambar 4.2 Kondisi pipa pilverizer yang sedang beroperasi ........................ 39
Gambar 4.3 Kondisi pipa pulverizer mengalami kebocoran ........................ 39
Gambar 4.4 Pengamatan elbow pipa pulverizer pada bagian dalam ............. 40
Gambar 4.5 Pengamatan elbow pipa pulverizer pada bagian luar ................ 40
Gambar 4.6 Pengukuran ketebalan elbow pipa pulverizer tidak terpasang .. 41

xxi
Gambar 4.7 Pengukuran ketebalan elbow pipa pulverizer sudah dipotong ... 43
Gambar 4.8 Sketsa pengujian kekerasan sempel elbow................................. 44
Gambar 4.9 Struktur mikro sempel elbow dititik 1 sebelum dietsa dengan
pembesaran 100X ..................................................................... 46
Gambar 4.10 Struktur mikro sempel elbow dititik 2 sebelum dietsa dengan
pembesaran 100X ...................................................................... 46
Gambar 4.11 Struktur mikro sempel elbow dititik 3 sebelum dietsa dengan
pembesaran 100X ...................................................................... 47
Gambar 4.12 Struktur mikro sempel elbow dititik 1 sebelum dietsa dengan
pembesaran 100X ...................................................................... 47
Gambar 4.13 Struktur mikro sempel elbow dititik 2 sebelum dietsa dengan
pembesaran 100X ..................................................................... 48
Gambar 4.14 Struktur mikro sempel elbow dititik 3 sebelum dietsa dengan
pembesaran 100X ..................................................................... 48
Gambar 4.15 Struktur mikro sempel elbow dititik 1 sesudah dietsa dengan
pe mbesaran 500X .................................................................... 49
Gambar 4.16 Struktur mikro sempel elbow dititik 2 sesudah dietsa dengan
pembesaran 500X ..................................................................... 50
Gambar 4.17 Struktur mikro sempel elbow dititik 3 sesudah dietsa dengan
pembesaran 500X .................................................................... 50
Gambar 4.18 Struktur mikro sempel elbow dititik 1 sesudah dietsa dengan
pembesaran 500X ..................................................................... 51
Gambar 4.19 Struktur mikro sempel elbow dititik 2 sesudah dietsa dengan
pembesaran 500X ..................................................................... 51
Gambar 4.20 Struktur mikro sempel elbow dititik 3 sesudah dietsa dengan
pembesaran 500X ..................................................................... 52
Gambar 4.21 Sempel serbuk batubara sebelum melewati pipa pulverizer ..... 53
Gambar 4.22 Sempel serbuk batubara sesudah melewati pipa pulverizer ...... 54
Gambar 4.23 Desain geometri pipa pulverizer ............................................... 56
Gambar 4.24 Mesh pipa pulverizer ................................................................. 56
Gambar 4.25 Grafik hasil iterasi ..................................................................... 57
Gambar 2.26 Hasil permodelan ANSYS korosi erosi ..................................... 58
Gambar 2.27 Hasil permodelan ANSYS korosi erosi ..................................... 58
Gambar 2.28 Hasil permodelan ANSYS pressure countour ........................... 59
Gambar 2.29 Hasil permodelan ANSYS shear stress countour ..................... 59

xxii
Gambar 4.30 Hasil permodelan ANSYS vektor kecepatan ............................ 60
Gambar 4.31 Laju erosi pada sempel elbow ................................................... 63

xxiii
Daftar Tabel

Tabel 2.1 Komposisi Kimia elbow pulverizer AISI 1026............................ 10


Tabel 2.2 Klasifikasi kerusakan permukaan.. .............................................. 24
Tabel 3.1 Hasil pengujian temperature permukaan luar elbow.................... 32
Tabel 4.1 Data teknis elbow ......................................................................... 38
Tabel 4.2 Data Operasi.. ............................................................................... 38
Tabel 4.3 Ketebalan elbow pipa pulverizer yang tidak terpasang.. ............. 38
Tabel 4.4 Ketebalan elbow pipa pulverizer yang sudah dipotong.. ............. 43
Tabel 4.5 Hasil uji kekerasan sampel elbow (lama) .................................... 45
Tabel 4.6 Data hasil perhitungan sudut dampak dari partikel pada elbow .. 60
Tabel 4.7 Data hasil perhitungan laju erosi abrasif pada elbow.. ................ 61

xxv
Daftar Lampiran

Lampiran A.1 Gambar Desain coal mill pulverizer. ....................................... 73


Lampiran A.2 Data operasi pada coal mill dan furnace ................................... 75
Lampiran A.3 Data kondisi desain dan fineness test batubra PLTU............... 77
Lampiran A.4 Data desain pipa pulverizer ...................................................... 79
Lampiran A.5 Sertifikasi anlisa kualitas batubra PLTU ................................. 81
Lampiran A.6 Hasil uji komposisi kimia elbow.............................................. 83

xxvii
Daftar Simbol

Simbol Umum
Tegangan ring
Tegangan memanjang
Tekanan dalam pipa
Diamater pipa
Ketebalan pipa
Korosi
Ketebalan awal pipa
Ketebalan akhir pipa
Tingkat erosi
Konstanta semua efek
Kecepatan partikel
Fungsi dari sudut dampak partikel
Area terkorosi pada elbow
Sudut pengikisan
Konstanta efek ukuran partikel
Ukuran partikel sebelum pipa
Ukuran partikel sesudah pipa
Kecepatan partikel sebelum pipa
Kecepatan partikel sesudah pipa
Konstanta efek kekerasan
H Kekerasan permukaan pipa
Kekerasan partikel
Massa partikel

xxix
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Ketel uap atau generator uap air atau biasa juga dikenal dalam dunia
industri, populer dengan istilah boiler, merupakan suatu alat untuk memindahkan
kalor yang dihasilkan dari proses pemanasan air oleh bahan bakar, dapat dengan
menggunakan batubara, gas bumi ataupun energi listrik hingga menjadi uap atau
steam. Uap atau steam ini biasanya, dimanfaatkan untuk proses-proses industri,
penggerak, pemanas, pembangkit listrik dan lain-lain yang dialirkan melalui tubes
penghantar uap panas untuk menggerakan turbin atau sistem lainnya yang dapat
menunjang proses produksi. Ketel uap (boiler) sangat banyak dipakai dalam
industri seperti kilang minyak, industri gas alam, refrigerasi dan pembangkit
listrik ( Maha Putra, 2012).
Komponen pipa memegang peranan penting dalam sistem pembangkit
tenaga uap, yaitu sebagai media penyalur bubuk batu bara yang dihaluskan di
pulverizer mill kemudian disalurkan ke ruang bakar (furnace). Oleh karena itu, jika
terdapat kegagalan (failure) yang terjadi pada pipa dapat menyebabkan proses
penyaluran bubuk batu bara di dalam sistem tersebut tidak efektif.

Pada kenyataannya banyak komponen pipa beroperasi yang menyalurkan


bubuk batu bara mengalami kebocoran akibat abrasif batu bara yang mengalir
didalamnya, sehingga mengakibatkan kerugian dan kecelakaan yang cukup besar.
Untuk menghindari hal tersebut, maka sumber penyebab kerusakan harus
ditemukan sedini mungkin, dan bahkan dikatakan terlambat apabila telah
ditemukan salah satu dari komponen dalam kondisi cacat atau rusak (W. John BJ.
and Cane,1992).
Analisa kerusakan / kegagalan ( failure analysis) adalah kegiatan atau usaha
untuk menyelidiki sebab sebab kegagalan suatu komponen, semua indikasi
dipelajari dan diteliti untuk mendapatkan keputusan apakah komponen layak
repair atau tidak, kasus kerusakan sangat merugikan karena itu untuk menhindari

1
2

peristiwa serupa maka perlu dipelajari sebab-sebab terjadinya kerusakan.


Penyelidikan terhadap sebab-sebab terjadinya kerusakan akan bermanfaat
terutama untuk menghindari kerugian biaya yang berlebihan. Dengan
mengetahui sebab kerusakan maka berbagai tindakan pencegahan awal
(preventive) dapat dilakukan. Kesalahan tersebut biasa disebabkan oleh
kesalahan perancanaan dimensi, kesalahan material, kesalahan penenmpatan
pada kondisi lingkungan tertentu, kesalahan perhitungan tegangan dan lain-
lain.
Sehubungan dengan bocor/pecahnya belokan pipa (elbow) pada boiler di
PLTU, maka dilakukan penelitian penyebab pada kasus kerusakan tersebut.
Kerusakan elbow pada boiler perlu dilakukan analisa kegagalan pada elbow
tersebut agar diketahui penyebab kerusakan sehingga menjadi pelajaran agar
tidak lagi terjadi kerusakan yang sama.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang akan


dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apabila pipa pulverizer berhenti beroperasi, praktis seluruh kegiatan
operasi pabrik terhenti, karena tidak adanya bahan bakar dalam hal ini
yaitu batubara
2. Salah satu faktor dominan penyebab berhentinya pengoperasian pipa
pulverizer adalah kerusakan pada belokan pipa (elbow)
3. elbow pada pipa pulverizer boiler akan dianalisa penyebab kerusakan
pada elbow tersebut.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang diambil dalam Analisa kegagalan di


belokan pipa (elbow) pada boiler untuk tugas akhir ini, antara lain :

Universitas Sriwijaya
3

1. Analisis hanya dilakukan di belokan pipa (elbow) pulverizer pada boiler.


2. Analisi juga menggunakan program perangkat lunak Autodesk Simulation
Computational Fluid Dynamics pada belokan pipa (elbow) pulverizer
3. Data didapat dari di PLTU dan data sekunder yang berasal dari literatur
yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tugas akhir ini :


1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kerusakan di belokan pipa (elbow)
pulverizer pada boiler .
2. Mengetahui strategi maintenance yang tepat untuk meningkatkan
realiability pipa pulverizer pada boiler.
3. Melakukan simulasi erosion akibat partikel batu bara pada pipa pulverizer
meggunakan program perangkat lunak Autodesk Simulation Computational
Fluid Dynamics
4. Melakukan perhitungan secara analitik tingkat erosi yang terjadi di
belokan pipa (elbow) pulverizer pada boiler

1.5 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui kelayakan belokan pipa (elbow) pulverizer di boiler pada


saat proses operasi.
2. Dapat memberikan kontribusi kepada perusahaan pada umumnya.
3. Mampu menjadi salah satu acuan dan referensi untuk penelitian yang
relevan.
4. Memberikan manfaat ilmu pengetahuan di bidang industri Pembangkit
listrik tenaga uap khususnya pipa pulverizer.

Universitas Sriwijaya
4

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara adalah sebuah instalasi


pembangkit tenaga listrik menggunakan mesin turbin yang diputar oleh uap yang
dihasilkan melalui pembakaran batubara. Batu bara yang dibakar akan dihaluskan
terlebih dahulu pada Pulverized fuel coal kemudian disalurkan ke ruang bakar.

Gambar 2.1 Pulverized coal pada boiler PLTU


( Diambil pada tanggal 11 Mei 2016)

Cara kerja PLTU batubara, mula-mula batubara dari luar dialirkan ke


penampung batubara dengan conveyor, kemudian dihancurkan menggunakan
pulverized fuel coal, tepung batubara halus kemudian dicampur dengan udara
panas oleh forced draught, dengan tekanan yang tinggi, campuran tersebut
disemprotkan ke dalam boiler sehingga akan terbakar dengan cepat seperti
semburan api. Kemudian air dialirkan ke atas melalui pipa yang ada di dinding
boiler, air dimasak menjadi uap kemudian dialirkan ke tabung boiler untuk

5
6

memisahkan uap dari air yang terbawa. selanjutnya uap dialirkan ke superheater
untuk melipat gandakan suhu dan tekanan uap hingga mencapai suhu 570° C dan
tekanan sekitar 200 bar yang meyebabkan pipa akan ikut berpijar menjadi merah.
Untuk mengatur turbin agar mencapai set point, dilakukan dengan men-setting
steam governor valve secara manual maupun otomatis, uap keluaran dari turbin
mempunyai suhu sedikit di atas titik didih, sehingga perlu dialirkan ke condenser
agar menjadi air yang siap untuk dimasak ulang, sedangkan air pendingin dari
condenser akan di semprotkan kedalam cooling tower sehingga menimbulkan
asap air pada cooling tower. Air yang sudah agak dingin dipompa balik ke
condenser sebagai air pendingin ulang, gas buang dari boiler diisap oleh kipas
pengisap agar melewati electrostatic precipitator untuk mengurangi polusi dan
gas yang sudah disaring dibuang melalui cerobong (Fendy, 2012).

2.2 Pulverizer coal

Pulverizer merupakan metode penghalusan batu bara untuk pembakaran


diboiler. Mekanisme penghalusan batubara menjadi benda bubuk membuat
batubara dibakar seolah gas pada umumnya, sehingga memungkinkan
pembakaran yang lebih efisien. Batubara diangkut oleh udara atau campuran
udara / gas, bubuk batu bara ditujukan secara langsung ke dalam boiler untuk
pembakaran.
Ada beberapa buah peralatan yang terlibat dalam pengolahan batubara
untuk dibakar di mode ini. Gambar 2.2 adalah diagram yang disederhanakan
merinci peralatan ini secara langsung dipecat sistem pembakaran batu bara.

Universitas Sriwijaya
7

Gambar 2.2 Diagram sederhana sistem pembakaran batubara (Harbor , 2007)

Batu bara diangkut menggunakan coal conveyer menuju coal crusher,


didalam alat ini batu bara digiling supaya halus kemudian batubara diangkut ke
raw coal bunker yaitu tempat penyimpanan batu bara, dengan menggunakan
conveyer batu bara disalurkan ke coal feeder, coal feeder berfungsi untuk
mengatur volume coal yang masuk ke coal pulverizer , besar kecilnya output coal
diatur oleh besar kecilnya bukaan ( gerbang ) slot board atau damper, selain itu
coal feeder merupakan tempat penyaringan batubara supaya batubara halus.
Setelah melalui coal feeder batu bara disalurkan ke coal pulverizer kemudian batu
bara dihaluskan sehingga menjadi tepung batu bara halus, tepung batu bara halus
diangkat dengan udara panas oleh forced draught, dengan tekanan yang tinggi,
campuran tersebut disemprotkan ke dalam boiler sehingga akan terbakar dengan
cepat seperti semburan api.

Universitas Sriwijaya
8

Gambar 2.3 Boiler pada PLTU


( Diambil pada tanggal 11 Mei 2016)

2.2.1 Prinsip Kerja Pulverizer

Pulverizer merupakan salah satu komponen vital dari sistem bahan bakar
batubara yang berfungsi untuk menggiling, mengeringkan dan mengirim batubara
ke ruang pembakaran (burner). Batubara digiling/digerus sampai halus lolos
ayakan 70% dengan ukuran 200 mesh. Motor yang beroperasi pada kecepatan
tetap akan menggerakkan bull ring segments yang terpasang pada grinding table.
Bull ring segments merupakan penggabungan bentuk meja penggerus yang terdiri
dari 30 bagian yang dijadikan satu. Dalam sebuah pulverizer terdapat tiga buah
journal dengan kemiringan journal antara 350 - 400 kedalam, hal ini dilakukan
agar penggerusan lebih halus dapat lebih efektif. Journal dibebani dengan pegas
guna mendapatkan tekanan yang dibutuhkan untuk penggerusan (Bukhori, 2016).
Setiap grinding roll ditekan dengan 6 buah pegas yang telah diatur dengan
menggunakan loading cylinder dengan tekanan 170–200 bar. Batubara akan
tergerus antara bull ring segments dan journal sampai ukurannya 200 mesh.
Batubara yang telah halus akan terdorong oleh udara yang di hembuskan oleh
primary air fan melalui difusser plate, udara yang dihembuskan akan membentuk
turbulensi dalam pulverizer, gaya turbulensi ini akan membantu batubara yang

Universitas Sriwijaya
9

halus untuk masuk classifier. Campuran tersebut akan membentuk sudut dan
berputar, sehingga batubara yang belum halus (kurang dari 200 mesh) akan jatuh
dan tergerus oleh journal, standar jarak antara journal dengan bull ring segment
sebesar 5 mm (Bukhori, 2016).
Batubara bongkah yang masuk kedalam pulverizer melalui feeder
dihancurkan diantara grinding roll dan meja putar grinding table dan kemudian
dibawa ke alat pemisah (classifier) oleh udara primer (primary air). Batubara
yang telah dihancurkan, dibawa keluar pulverizer melalui coal pipe dan dibakar
kedalam ruang bakar. Udara primer masuk kedalam daerah grinding (grinding
zone) dengan kecepatan yang cukup untuk mencegah jatuhnya batubara melalui
leher pembuangan pyrites.
Serbuk batubara (pulverizer coal) yang lolos akan dialirkan ke burner.
Ukuran batubara dipertahankan sebesar 200 mesh dengan suhu sekitar 650C. Hal
ini ditetapkan agar pembakaran yang optimum dan mencegah terjadinya self
combustion batubara didalam pulverizer.

Batu bara sebelum digerus


Batu bara setelah digerus
Udara primer

Gambar 2.4 skema siklus dari batu bara didalam mill pulverizer
(Bukhori, 2016)

Universitas Sriwijaya
10

2.3 Pipa pulverizer

Setelah melewati mill pulverizer batu bara dialirkan melalui pipa menuju
ruang bakar ( furnace). Pipa adalah media tempat mengalirnya fluida proses dari
suatu unit yang satu ke unit lainnya, dalam hal ini pipa pulverizer mengalirkan
batu bara yang berbentuk halus seperti tepung . Secara umum karakteristiknya
pipa ditentukan berdasarkan material (bahan) penyusunnya. Ukuran diameter pipa
didasarkan pada diameter ”Nominal” antara diameter luar (OD) atau diameter
dalam (ID). Pipa merupakan alat yang banyak digunakan dalam dunia industri,
yang menghubungkan komponen ke komponen yang lain.
Pipa pada umumnya terbagi tiga jenis yaitu gathering, jalur transmisi, dan
jalur distribusi. Gas atau minyak mentah memiliki pipa penghubung yang berada
diantara sebuah pabrik pengolahan dan tempat pengumpulan. Ini biasanya relatif
berdiameter kecil (51-203 mm) dan beroperasi pada berbagai tekanan, biasanya
3490-8376 kPa (500-1200 psi). Pipa transmisi lintas negara lebih dari 1600 km
(1000 mil) mengalirkan gas alam, gas alam cair, produk petroleum cair, amoniak
anhidrat, atau minyak mentah. Pada umumnya pipa transmisi beroperasi pada
tekanan sampai 6895 kPa (1000 psi) dan terbuat dari pipa baja yang dilas (R.J.
Elber and J.f. Kiefner, 2002 ).

Tabel 2.1 Komposisi Kimia elbow pulverized AISI 1026

Chemical Composition
Fe % Si % Zn % S% Mn % P% Cu % Ti % Sb %
92.02 4.10 1.62 1.58 0.21 0.18 0.13 0.09 0.07
0.228 0.077 0.037 0.017 0.025 0.018 0.015 0.019 0.016

Universitas Sriwijaya
11

Gambar 2.5 Sampel elbow pulverized (diambil pada rabu, 22 Februari 2017)

2.3.1 Dasar Perhitungan Kekuatan Pipa

Didalam melakukan desain suatu peralatan atau produk konstruksi


dibutuhkan kriteria khusus dari peralatan atau produk yang akan di produksi
sehingga pemenuhan kriteria / standar harus dilakukan untuk menjamin kualitas
dan kelayakan/kehandalannya.
Pipa yang didalamya mengalir fluida cair atau gas bertekanan (internal
pressure) akan menghasilkan 3 (tiga) tegangan utama pada dinding pipa tersebut,
seperti terlihat pada gambar 2.3 yaitu tegangan ring (circumferential stress) yang
sering juga disebut sebagai hoop stress tegangan searah memanjang atau
tegangan aksial ( juga disebut sebagai longitudional stress ) dan tegangan
radial ( radial stress ) ( G. Antaki, 2003 ) Dalam kasus ini, tegangan ring (hoop
stress) mendaki konstan melalui ketebalan dinding dan sama dengan:

(2.1)

Tegangan memanjang (longitudional stress) didalam dinding pipa yang


juga konstan yaitu ⁄ dari tegngan ring (circumferential stress)

(2.2)

Universitas Sriwijaya
12

Variasi teganagan radial melalui dinding pipa sangat jaranng


diperhitungkan karena pengaruhnya terhadap kekuatan pipa sangat kecil sehingga
setiap perhitungan tegangan yang terjadi dalam pipa

Gambar 2.6 Arah tegangan ring (hoop stress), longitudinal dan radial
(G.Antaki, 2003)

Terdapat 4 (empat) golongan pipa yang digunakan dalam industry yaitu


pipa ketel uap(boiler) , pipa pengolahan minyak mentah (refinery), pipa
transportasi dan pipa distribusi. Dalam desain perhitungan pipa pulvirezer yang
digunakan untuk menyalurkan bubuk batu bara ke ruang bakar, perhitungan laju
korosi berdasarkan dengan menggunakan rumus berikut ini (M. Syahril , 2009)

(2.3)

2.3.2 Elbow (pipe bend)

Berdasarkan perubahan orientasi yang dihasilkan, elbow terdiri dari elbow


90°, elbow 45° dan elbow 180°. Berikut gambar ketiga elbow tersebut.

Universitas Sriwijaya
13

Gambar 2.7 Jenis elbow; 90°, 45°, 180° (Parisher, 2002)

Pipa adalah komponen yang digunakan untuk menyalurkan uap hasil dari
boiler ke turbin. Pada suatu pembangkit listrik pipa adalah suatu komponen yang
sangat riskan peranannya, ketika pipa penghubung mengalami kerusakan maka
harus segera mengambil tindakan penanganan supaya sistem bisa beroprasi lagi.
Pipa belokan (elbow) ini mengalami kebocoran, tidak menutup kemungkinan
terjadi degradasi bahan elbow yang beroprasi akibat wear, sehingga diperlukan
adanya pengujian untuk mengidentifikasi jenis cacat dan penyebab kerusakan
pada elbow.

Gamabar 2.8 Elbow pada boiler yang mengalami kebocoran


( Diambil pada tanggal 11 Mei 2016)

Universitas Sriwijaya
14

2.3.2.1 Elbow 90°

Elbow 90° merupakan jenis fitting yang sering digunakan. Fitting jenis ini
digunakan ketika pipa mengalami perubahan orientsi, baik ketika pipa harus naik,
turun, berbelok kekiri, ataupun kekanan. Elbow 90° biasanya diklasifikasikan
menjadi long-radius elbow, short-radius elbow, reducing elbow dan mitered
elbow. Dari keempat jenis elbow 90° tersebut, long-radius elbow merupakan jenis
yang banyak digunakan (Parisher, 2002).
Ketika menentukan panjang dari sebuah elbow, terlebih dahulu kita harus
menentukan panjang center-to-end merupakan panjang garis tengah(centerline)
fitting sampai bagian ujung fitting. Pada long-raditus 90° elbow, panjang elbow
adalah 1 ⁄ kali nominal pipe size (NPS) pipa. Sedangkan untuk short-radius
elbow, panjang elbow adalah 1 kali dari NPS. 90° short-radius elbow
menghasilkan perubahan aliran yang cukup tajam dibandingkan dengan long-
radius elbow. Selain itu, short-radius elbow menghasilkan pressure drop yang
cukup tinggi dan aliran yang tidak mulus. Hal ini membuat shoer-radius elbow
jarang digunakan. Sementara itu, mitered elbow merupakan fitting yang dibuat
dengan cara memotong pipa secara angular dan kemudian disambung dengan cara
dilas dengan sudut-sudut tertentu (Parisher, 2002).

Gambar 2.9 90° short-radius elbow, 90° long-radius, mitered bend


(Parisher, 2002)

Universitas Sriwijaya
15

2.3.2.2 Elbow 45°

Jenis fitting lain yang cukup sering digunakan adalah 45° elbow. Elbow
jenis ini biasanya digunakan untuk merubah aliran fluida didalam pipa. Perbedaan
antara 90° elbow dan 45° elbow adalah besarnya sudut yang bentuk. Karena 45°
elbow setengah dari 90° elbow, maka panjangnya juga lebih pendek. Penggunaan
45° elbow lebih menguntungkan dibandingkan dengan 45° elbow. Selain
keuntungan biaya, penggunaan dua buah 45° elbow akan menghemat area yang
dibutuhkan dibandingkan menggunakan dua buah 90 (Parisher, 2002).

2.3.3 Penyebab Kerusakan pada pipa

Kerusakan dapat terjadi pada permukaan pipa yang berhubungan langsung


dengan berbagai macam jenis kandungan organik dan inorganik, kontaminasi, air,
uap air maupun udara. Bentuk dari penyusutan sifat dapat dipercepat dengan
faktor temperatur, tekanan, tumbukan getaran ataupun akibat aliran kecepatan
tinggi. Namun secara khusus pipa dapat mengalami kerusakan karena disebabkan
oleh penyebab-penyebab berikut ini :

2.3.3.1 Fracture

Prosedur umum yang digunakan untuk menyelidiki kegagalan pipa tidak


berbeda kerusakan jenis struktur lainnya. Langkah pertama adalah untuk
menemukan asal fracture, hal ini mungkin sulit ketika fracture pipa tersebar di
sepanjang garis untuk beberapa ratus meter atau lebih, sebuah penelitian dari
permukaan fracture diperlukan untuk menemukan asal mula terjadinya fracture
(R.J. Elber and J.f. Kiefner, 2002 ).

Universitas Sriwijaya
16

Gambar 2.10 Tearing shear fracture. (a) material getas. (b) material ulet
(Sumber : Bayer, R. & Becker, W. T., 2002)

2.3.3.2 Material selection

Kesalahan dalam pemilihan material dan fabrikasi juga merupakan suatu


hal yang harus dihindari agar tidak terjadi kebocoran, retak dan tersumbatnya
material. Kesalahan fabrikasi yang baisanya terjadi akibat proses pengelasan yang
buruk, perlakuan panas yang kurang baik dan penggunaan tolerasi yang diizinkan
di luar standar material.
Pengelasan yang buruk akan mengahasilkan penetrasi yang kurang
sempurna pada logam, undercutting, inklusi slag pada daerah lasan dan adanya
porositasi serta kesalahn pemilihan elektroda sehingga dapat menyebabkan
kegagalan ataupun retak. Perlakuan panas yang kurang baik akan meninggalkan
residual stress yang tinggi didekat daerah lasan dan akan mempengaruhi sifat fisik
dan ketahanan korosi dari logam. Hal ini akan menghasilkan retak ketika adanya
beban tiba-tiba pada material yang keras. Pada lingkungan yang korosif, residual
stress yang tinggi akan menyebabkan terjadinya stress corrosion cracking (SCC).
Material yang dipanaskan diatas perlakuan panas yang seharusnya atau
dipanaskan terlalu lama pada temperatur tinggi biasanya juga akan merusak sifat
fisik dari material tersebut.

2.3.3.3 Kerusakan akibat pengaruh lingkungan

1. hydrogen-stress cracks
Kegagalan Pipa yang disebabkan oleh lingkungan, ada beberapa kegagalan
pipa yang diebabkan oleh pengaruh lingkungan. Salah satunya yaitu

Universitas Sriwijaya
17

hydrogen-stress cracks, kegagalan terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian


dalam permukaan pipa dan bagian permukaan luar pipa. Umumnya,
kegagalan terjadi pada pipa bagian dalam berhubungan dengan uap air,
hidrogen, karbon dioksida dan lainnya. Pada hidrogen stres cracking
permukaan patah dimulai dari celah hydrogen-stres dalam pipa, permukaan
fracture Sangat rapuh dengan butir sangat halus (R.J. Elber and J.f. Kiefner,
2002 ).

Gambar 2.11 hydrogen-stress cracks pada pipa


(Sumber : Bayer, R. & Becker, W. T., 2002)

2. Korosi
Korosi merupakan proses kerusakan ataupun penurunan sifat material (logam)
oleh reaksi elekrokimia karena berinteraksi dengan lingkungan. Pada
kebanyakan situasi praktis, serangan korosi ini tidak dapat dicegah, dan upaya
yang dapat dilakukan adalah pengendalian sehingga struktur ataupun
komponen mempunyai masa pakai lebih panjang. Pada Gambar 2.9 berikut
menunjukkan terjadinya korosi pada pipa yang disebabkan oleh adanya
kandungan oksigen yang berlebihan di dalam pipa.

Universitas Sriwijaya
18

Gambar 2.12 Kandungan oksigen yang berlebihan di dalam pipa


(Robert D., 1991)

2.3.3.4 Wear

Wear adalah kondisi penanganan perawatan dalam berbagai aplikasi


teknik yang berdampak terhadap kepentingan ekonomi dan konsekuensi teknis.
Dalam hal ekonomi, biaya perawatan abrasi telah diperkirakan berkisar antara
14% dari produk nasional bruto sebuah negara industri, efek dari abrasi sangat
jelas didaerah industri pertanian, pertambangan, pengolahan mineral, dan
pembangkit tenaga listrik, wear juga sangat diperhatikan dalam berbagai jenis
komponen mesin. Pada kenyataannya wear merupakan faktor utama dalam
kegagalan sehingga membatasi sisa umur hidup suatu komponen ( R.G. Bayer,
2002 ).

Gambar 2.13 Hubungan antara kekakuan dan ukuran densitas dari partikel
(J.D.A. Bitter, 1963)

Universitas Sriwijaya
19

Densitas partikel merupakan parameter penting yang mempengaruhi


keausan korosif pada suatu komponen. Semakin besar kekakuan padat partikel,
semakin besar kemungkinan terjadinya kerusakan baik deformasi atau terkena
dampak gesekan sehingga terjadinya bocor. Sebuah studi baru-baru (R.S. Lynn,
1991) menunjukkan bahwa partikel yang lebih besar memiliki efisiensi tabrakan
yang lebih tinggi dan kecepatan dampak yang lebih tinggi dari pada partikel yang
lebih kecil, peningkatan tingkat keausan berhubungan dengan besarnya ukuran
partikel . Memakai material yang telah terbukti meningkatkan ketahanan akan
abrasif, kenaikan nilai dalam kekerasan material membuat sedikit untuk
memperlambat laju keausan. Karakteristik fluida seperti kecepatan, sudut
serangan, konsentrasi padatan sangat berhubungan dengan laju keausan.

Gambar 2.14 Pola terjadinya wear akibat kecepan partikel pada elbow
(J.D.A. Bitter, 1963)

Universitas Sriwijaya
20

2.3.3.5 Erosive Wear

Erosive wear adalah hilangnya progresif bahan asli dari permukaan padat
karena interaksi mekanis antara yang permukaan dan partikel padat. Erosi adalah
masalah serius dalam berbagai sistem rekayasa , termasuk uap dan jet turbin, pipa
dan katup yang digunakan dalam transportasi material bubuk, dan sistem
pembakaran fluidized (S.B. Mishra, S. Prakash and K. Chandra, 2006). Erosi
partikel padat merupakan masalah serius bagi industri tenaga listrik, biaya sekitar
US $ 150million pertahun kehilangan efisiensi, pemadaman paksa, dan biaya
perbaikan (Kevin J. Stein, Brien S. Schorr and Arnold R. Marder, 1999). Erosif,
suhu tinggi keausan tabung penukar panas dan bahan struktural lainnya di boiler
berbahan bakar batubara diakui sebagai penyebab utama downtime pada
pembangkit listrik, yang dapat menjelaskan 50-75% dari mereka total waktu
penangkapan ( V. Higuera and J. Belzunce, 2001). Biaya pemeliharaan untuk
mengganti tabung yang rusak di instalasi yang sama juga sangat tinggi, dan dapat
diperkirakan sampai dengan 54% dari total biaya produksi.
Erosi terjadi sebagai akibat dari sejumlah mekanisme yang berbeda,
tergantung pada komposisi, ukuran, bentuk partikel yang mengikis mengikis,
kecepatan, sudut dampak, dan komposisi permukaan materil komponen yang
terkikis. Kecenderungan terjadi erosi untuk bahan ulet di sekitar 20° sampai 30°
tidak seluruhnya diamati, tergantung pada faktor-faktor seperti bentuk partikel dan
fragmentasi. Ketika bahan ulet dipengaruhi oleh partikel berbentuk bola yang
tidak fragmen, tingkat erosi maksimum dapat terjadi pada 90°. Erosi bahan
tertentu sebagai fungsi waktu sering mengikuti Pola yang terdiri dari masa
inkubasi dengan sedikit atau tanpa removal material, diikuti oleh tingkat
peningkatan, dan akhirnya steady state, kebanyakan model mekanistik prihatin
hanya dengan steady state (J.G.A. Bitter, 1963)..

Universitas Sriwijaya
21

Gambar 2.15 Efek dari dampak sudut erosi pada aluminium dan kaca
kondisi 300 µm iron spheres pada 10 m/s (34 ft/s)
(J.G.A. Bitter, 1963).

Gambar 2.16 Kurva karakteristik volume-loss terhadap waktu. (a) Tipe I. (b) Tipe
II. (c) Tipe III. (d) Tipe IV
(P.V. Rao and D.H. Buckley, 1983)

Universitas Sriwijaya
22

Erosi material telah dikaitkan dengan sejumlah mekanisme, proses


pemotongan (I. Finnie, 1960), fragmentation elastis dan elastis-plastik fracture,
extrusion, kelelahan, delaminasi, deformasi dan pencairan (I.M. Hutchings,
1981). Jumlah yang lebih besar dari model analitis telah diusulkan, tetapi tidak
ada yang pernah benar-benar memuaskan. Untuk menunjukkan kecenderungan
umum erosi modeling, dengan melihat rumus empiris untuk erosi (I.M. Hutchings
1979) dan kemudian melanjutkan ke model yang lebih spesifik:

(2.4)

di mana E adalah tingkat erosi, V adalah kecepatan partikel, p adalah


eksponen kecepatan, f adalah fungsi dari dampak sudut partikel (α), dan adalah
konstanta yang mencakup semua efek lainnya. Kecepatan eksponen (p) bervariasi
2-3 dengan rata-rata sekitar 2,4 untuk bahan ulet, sementara itu bervariasi dari 2
sampai 6 dengan nilai rata-rata sekitar 3 untuk bahan rapuh (I.M. Hutchings
1979). Hal ini mungkin yang paling mudah untuk mempertimbangkan erosi ulet
dan rapuh secara terpisah, tetapi harus dipahami bahwa ada sebuah kontinum
bahan. Selain itu beberapa bahan seperti komposit dan keramik memiliki
keduanya, rapuh dan ulet, komponen ini menunjukkan perilaku campuran.
Erosi bahan ulet oleh partikel padat dapat dipisahkan menjadi dua
komponen, komponen pengikis dan komponen deformasi, berdasarkan sudut
dampak dari partikel. Komponen partikel kecepatan sejajar dengan permukaan
menghasilkan komponen pemotongan erosi. Erosi oleh pemotongan dapat
dianggap mirip untuk chip formasi dalam mesin, dalam potongan bahan
dikeluarkan oleh dampak tajam bermata partikel. Komponen ini mendominasi laju
keausan pada sudut dampak rendah. Sebuah model untuk komponen pemotongan
itu diperkenalkan oleh Finnie, dikembangkan oleh Bitter dan Neilson dan
Gilchrist (J.H. Neilson and A. Gilchrist, 1968):

(2.5)

Universitas Sriwijaya
23

Di mana adalah sudut pengikisan, n adalah ⁄ untuk α < , n


adalah π / 2α untuk α > , A adalah area terkorosi pada elbow dengan persamaan
sebagai berikut.

(2.6)

Konstanta dalam Pers. 1 mencakup dampak dari sejumlah faktor lain,


seperti ukuran pada partikel, kekerasan relatif partikel terhadap kekerasan
permukaan terkikis, dan efek suhu. Yang pertama dari faktor-faktor ini adalah
ukuran partikel, untuk partikel yang sangat kecil (kurang dari sekitar 5 ), tidak
ada erosi terukur. Dengan meningkatnya ukuran partikel dari batas bawah ini,
tingkat erosi meningkat sampai batas atas tercapai. Di atas batas ukuran partikel,
laju erosi independen dari ukuran partikel. batas atas ini adalah sekitar 50 sampai
100 . Faktor ukuran partikel, dapat dimodelkan sebagai (G.P. Tilly, 1973):

[ ( ) ( )] (2.7)

Dimana d adalah ukuran partikel, V adalah kecepatan, dan dan


adalah konstanta. Faktor kedua adalah kekerasan partikel relatif terhadap
kekerasan permukaan. Ketika partikel lebih dari dua kali sekeras permukaan,
tingkat erosi independen dari kekerasan partikel. Ketika partikel kurang dari
setengah kekerasan permukaan, tidak ada erosi terukur. Antara batas-batas ini, ada
transisi yang berkesinambungan. Faktor ini, telah dimodelkan sebagai (A.
Magnée, 1995):

Universitas Sriwijaya
24

[ ( )] (2.8)

Dimana adalah kekerasan partikel, H adalah kekerasan permukaan dan


m adalah massa partikel.
Peningkatan suhu memiliki efek campuran pada tingkat erosi untuk bahan
ulet. Sejumlah besar suhu tinggi pengujian erosi telah dilakukan untuk
mendukung turbin gas dan batubara industri gasifikasi. pengujian ini telah
memberikan sejumlah besar hasil dari efek suhu. Korosi dapat meningkatkan atau
menurunkan tingkat erosi jelas, tergantung pada tingkat oksida atau korosi lainnya
pembentukan produk dan ketahanan produk erosi dibandingkan dengan bahan
permukaan normal (G. Sundararajan and M. Roy, 1997). Jika produk korosi
tumbuh lambat dan erosi lebih tahan dari logam yang mendasari, mungkin efektif
melindungi logam dari erosi. Demikian pula, deposisi dari beberapa materi proses
di permukaan mungkin juga melindunginya. Ukuran tiga faktor-partikel,
kekerasan partikel, dan suhu ( ) bisa dikombinasikan sebagai produk:

(2.9)

Faktor tambahan, seperti fragmentasi partikel, bisa juga dimasukkan dalam


Persamaan.

2.3.3.6 Surface damage

Kerusakan permukaan dalam konteks ini didefinisikan sebagai perubahan


topografi atau stuktur mikro, atau keduanya, pada bagian lapisan permukaan.
Mendiagnosis kerusakan permukaan sangat berhubungan dengan mekanisme dan
proses yang menyebabkan kerusakan, baik yang berhubungan dengan geometri,
sifat bahan, dan karakteristik lain dari tribosystem tersebut. Tujuan akhir dari
upaya tribographical adalah untuk mencapai tribosystems lebih baik. Kerusakan

Universitas Sriwijaya
25

diamati dengan melihat efek kumulatif pada macroscale sebuah dari


micromechanisms ini. Pendekatan tribographical ini didasarkan pada klasifikasi
langsung kerusakan permukaan, seperti ditampilkan pada permukaan yang
dihasilkan, bukan pada klasifikasi tradisional dengan mekanisme keausan yang
aktif dalam memproduksi itu (Arnold E, 1992).

1. Kelas Kerusakan Permukaan

Pada prinsipnya, tribosurface mungkin menunjukkan kerusakan dari jenis


tunggal, tetapi pada umumnya jenis kerusakan terjadi karena pola kombinasi
dari dua atau lebih jenis kerusakan. Pemeriksaan dan interpretasi mungkin
cukup rumit, tetapi klasifikasi ke dalam jenis ideal diilustrasikan pada tabel
klarifikasi kerusakan permukaan.

Universitas Sriwijaya
26

Tabel 2.2 klasifikasi kerusakan permukaan (Arnold E, 1992).

Jenis Kerusakan Gambar Kerusakan

Structural changes
Kerusakan oleh perubahan struktural,
seperti penuaan perubahan fasa
transformasi rekristalisasi dan sebagainy
Plastic deformation
kerusakan deformasi plastik ditandai
dengan deformasi residual dari lapisan
permukaan, baik secara lokal atau luas.
Surface cracking damage
disebabkan oleh tegangan kontak lokal
yang berlebihan atau variasi siklus termal
atau tegangan mekanis. Kasus terakhir
dapat menyebabkan pola padat retak
paralel sedangkan laju thermal
menyebabkan retak jaringan

Kerusakan permukaan yang


mengakibatkan kerugian material
kerugian material dari permukaan
mengakibatkan bekas kerusakan dalam
berbagai bentuk dan ukuran. Kerugian
material dapat diakibatkan oleh shear
fracture, extrusion, chip formation,
tearing, brittle fracture, fatigue fracture,
chemical dissolution and diffusion
kerusakan permukaan yang
diakibatkan penambahan material
biasanya terjadi akibat perpindahan
material

Corrosion
degradasi material akibat proses kimia
dengan unsur-unsur lingkungan atau
elemen dari countersurface

2. Diagnosis Kerusakan Permukaan

Sifat dari Kerusakan permukaan, meskipun studi permukaan membuat


banyak informasi, mereka harus dilengkapi dengan studi struktur mikro pada

Universitas Sriwijaya
27

penampang untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap, struktur dan


bahkan komposisi lapisan permukaan yang rusak seringkali sangat berbeda
dari bahan perawan. Oleh karena itu, tidak akan relevan untuk
mempertimbangkan sifat dari bahan perawan bahkan jika diukur dalam
keadaan sebenarnya dari stres lokal dan suhu.

Gambar 2.17 Skema dari triboevent tunggal menghasilkan lapisan aktif


mengakibatkan perubahan permukaan akibat pengaruh partikel, tegangan geser
dan gesekan panas (Arnold E, 1992)

3. Efek dari Kerusakan Permukaan

Ketika mendiagnosis permukaan yang rusak dengan pemeriksaan


tribographical, pemeriksaan tribographical sangat penting untuk menjadi
perhatian untuk mengetahui penyebab masalah kerusakan dengan cara
mengidentifikasi jenis kerusakan, menetapkan kriteria batasan umur. Efek
dari jenis kerusakan tertentu dan tindakan yang disarankan untuk mengurangi
masalah sangat bervariasi dari kasus ke kasus. Untuk kerusakan akibat
keausan pada material, satu-satunya tindakan yang dapat dilakukan dengan
mencoba untuk mengurangi mekanisme keausan yang dominan.

Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Berikut diagram alir penelitian seperti Gambar 3.1

Studi Literatur

Pengambilan data: Data teknis, Data operasi, History record,


Sempel pipa dan Sempel batu bara

Perhitungan secara Analitik

Simulasi Ansys

Persiapan
Spesimen

Pengukuran Uji Kekerasan Pemeriksaan


Ketebalan Metalografi

Analis dan
Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

29
30

3.2 Alat dan Bahan

Bahan dan peralatan yang digunakan pada pengujian ini adalah sebagai
berikut :

1. Material elbow
2. Peralatan Non-Destruktive Test (NDT)
- Alat uji ultrasonic
- Alat Uji temperatur
3. Couplant Gel Type
4. Kamera digital
5. Circumstance
6. Alat Uji Kekerasan
7. Mikroskop Optik
8. Alat uji temperatur
9. Alat keselamatan kerja

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengumpulan Data dan Informasi

Kegiatan ini diawali dengan studi literatur tentang pipa elbow yang
kemudian akan dilakukan assessment peralatan secara metalurgi dan juga akan
digunakan untuk menentukan langkah-langkah perbaikan serta pencegahan
yang harus dilakukan berdasarkan hasil pengkajian.

Universitas Sriwijaya
31

Gambar 3.2 Unit Package Boiler PLTU


(diambil pada tanggal 11 Mei 2016)

Gambar 3.3 Pipa elbow pada Boiler PLTU


(diambil pada tanggal 11 Mei 2016)

Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data dan informasi yang


berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan seperti spesifikasi material,
data teknis dan spesifikasi standar sampai informasi tentang fungsi dan
kegunaanya. Selanjutnya melakukan survey lapangan ke lokasi, hal ini
bertujuan untuk memperkuat data teknik dan pemahaman secara menyeluruh.

Universitas Sriwijaya
32

3.3.2 Analisis Data Pengujian Awal

Tahapan ini bertujuan untuk menganalisa data yang telah didapat


sebelumnya meliputi ketebalan (wall thickness), data operasi, data desain, foto
mikrostruktur, pengujian kekerasan dan gambar teknik. Data ini di dapat
langsung pada saat melakukan survey lapangan. Analisis dari masing-masing
komponen akan memberikan informasi untuk sistem keseluruhan.
Dengan memasukkan parameter-parameter operasi yang sesungguhnya,
menggunakan pogram simulation ANSYS dan perhitungan secara analitis
terhadap performansi sistem yang dilakukan sebagai acuan untuk mendeteksi
atau memprediksi aus pada elbow (wear) .

3.3.3 Pengujian Tak Merusak (Non Destructive Test)

1. Ultrasonic test
Dalam penelitian ini akan dilakukan pemeriksaan pada pipa elbow dengan
menggunakan metode pengujian non-destructive test (pengujian tanpa
merusak specimen uji) salah satunya yaitu dengan menggunakan pengujian
ultrasonik test. UT (ultrasonik test) merupakan metode untuk mendeteksi
kemungkinan adanya catat (failure) pada pipa elbow. Ultrasonic test
merupakan pengujian yang mengunakan frekuensi suara untuk mendeteksi
cacat pada benda padat. Hal ini didasari kenyataan bahwa benda padat
merupakan penghantar gelombang yang baik.

Universitas Sriwijaya
33

Gambar 3.4 Alat uji ultrasonic PLTU

Selain untuk mengetahui keberadaan cacat yang tidak terlihat dari


dalam dan permukaan. Ultrasonic testing ini juga dapat digunakan untuk
mengetahui ketebalan elbow pada pipa pulverizer.

2. Pengukuran Temperatur pada elbow


Adapun pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat pengukur
temperatur manual (infrared thermometer) yakni dengan cara mengarahkan
alat tersebut ke objek yang akan diukur temperaturnya sambil menekan
tombol pada infrared thermometer maka suhu akan langsung diperoleh
secara digital. Termometer non-kontak atau termometer inframerah dapat
mengukur suhu tanpa kontak fisik antara termometer dan obyek di mana
suhu diukur. Termometer ditujukan pada permukaan obyek dan secara
langsung memberikan pembacaan suhu. Alat ini sangat berguna untuk
pengukuran suhu permukaan di elbow pipa pulverizer dan lain sebagainya
seperti di tunjukkan pada Gambar 3.5.

Universitas Sriwijaya
34

Gambar 3.5. Infrared Thermometer PLTU

Pengujian ini dilakukan pada elbow level C pipa pulverizer yang


sedang beroperasi yaitu pada Boiler unit 3 . Maka diperoleh data hasil
pengujian temperatur permukaan luar elbow pipa pulverizer masing-masing
nilai hasil pengujian dapat dilihat pada table 3.1.

D
C

E
G F

Gambar 3.6 Sketsa pengujian temperatur permukaan luar elbow

Universitas Sriwijaya
35

Tabel 3.1 Hasil pengujian temperature permukaan luar elbow


No Titik pengujian Temperatur Permukaan (°C)
1 A 46,6
2 B 45,8
3 C 47,9
4 D 47,2
5 E 46,8
6 F 35,8
7 G 36,2

3.3.4 Pengujian Merusak Bahan (Destructive Test)

1. Pengujian Metalografi
Pengujian struktur mikro ini dilakukan untuk mengetahui perubahan-
perubahan yang terjadi akibat dari pemakaian elbow pipa pulverizer. Awal
dari pengujian ini adalah dengan pengahalusan permukaan specimen.

Gambar 3.7 Mikroskop Optik Digital (Lab. Metallurgi Teknik Mesin


Universitass Sriwijaya)

Universitas Sriwijaya
36

Specimen diamplas dengan kertas amplas dengan ukuraan tertentu


sambil sesekali dialirkan dengan menggunakan fluida berupa air. Jenis
pengamplasan kasar digunakan kertas amplas yang berukuran 80, 100, 220,
400, 600 dan 800. Untuk pengamplasan halus digunakan kertas amplas
yang berukuran 1000, 1200 dan 1500. Waktu pengamplasan hendaklah
dilakukan dengan penuh kecermatan agar pada saat pemolesan akan lebih
cepat. Setelah pengamplasan selesai dilakukan, kemudian dilakukan
pemolesan specimen dengan alumina atau pasta. Pemolesan ini dilakukan
dengan tujuan untuk menghilangkan goresan-goresan yang tidak bias
dibersihkan dengan amplas. Setelah itu dilakukan pengetsaan specimen
dengan menggunakan larutan etsa aqua regia yang terdiri dari larutan Nital
1 % dan larutan HCl, dengan perbandingan 1:3. 5-8 detik Sampai
permukaan specimen berubah warna. Setelah itu specimen dicuci sampai
bersih dan kemudian dikeringkan dengan alat pengering. Selanjutnya
specimen diamati dengan mikroskop optik, agar dapat diketahui struktur
mikro logam, setelah struktur mikro yang kita inginkan didapat kemudian
dilakukan pemotretan.

2. Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan Vickers menggunakan indentor piramid intan yang
dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antara piramid yang saling
berhadapan adalah 136 . Mesin uji kekerasan Vickers yang ada adalah
Vickers Hardness dengan tipe VKH-2E. Mesin mengacu pada JIS B7725
dan standart pengujian JIS Z 2244. Berikut rumus perhitungan kekerasan:

( )
(3.1)

Dimana:
P : Beban yang digunakan (kgf)
D : Panjang diagonal rata-rata (kgf)
: Sudut piramida intan (kgf)

Universitas Sriwijaya
37

Gambar 3.7 Mesin Uji Kekerasan Vickers (Lab. Teknik Material Jurusan
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya)

3.3.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Dalam proses penelitian ini material yang diteliti merupakan material


dari elbow pada pipa pulverizer di boiler dan hanya mengacu pada standar API
530 yang dimiliki oleh material yang akan diteliti.

3.4 Sumber Data

Data-data yang digunakan dalam analisis ini nantinya adalah data-data


meliputi :

1. Data operasi elbow pipa pulverizer di PLTU pada saat performance test.
Meliputi data komponen-komponen/sub sistem instalasi selama 24 jam.
2. Parameter data teknis PLTU meliputi : tekanan operasi, tekanan desain,
temperatur, dimensi, dan data teknis lainnya yang diperlukan dalam
penelitian ini.
3. Buku pedoman operasi dan maintenance pipa elbow PLTU (Manual
Design).

Universitas Sriwijaya
38

3.5 Asumsi Umum

Asumsi umum yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Setiap material mengarah pada manual standar material itu sendiri.


2. Kondisi referensi yang digunakan adalah pada temperatur operasi.
3. Semua komponen/sub sistem diasumsikan beroperasi tanpa
memperhitungkan kerugian kalor.
4. Sistem dan kontrol pada keadaan steady-state volume kontrol.

3.6 Analisis dan Pengelolahan Data

Hal yang harus pertama kali dilakukan dalam pengolahan data ialah :

1. Menganalisis penyebab terjadinya wear pada elbow ppipa pulverizer.

2. Menganalisis laju korosi erosi elbow ppipa pulverizer


3. Melakukan simulasi corotion erotion fluida didalam pipa pulverizer
menggunakan program perangkat lunak ANSYS Simulation
Computational Fluid Dynamics

Universitas Sriwijaya
BAB 4

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Teknis

Guna mengkaji kerusakan pada elbow pada pipa pulverizer, hasil


pengujian akan dibandingkan dengan literatur yang ada. Gambar 4.1
merupakan sketsa pipa puverizer yang dimiliki oleh PLTU.

Gambar 4.1 Sketsa pipa pulverizer PLTU

39
40

Adapun data teknis mengenai elbow pada pipa pulverizer dilihat pada
Tabel 4.1 sebagai berikut.

Tabel 4.1 Data teknis elbow

Data Teknis Elbow Pada Pipa Puverizer


Material elbow Cast iron
Tebal awal elbow 37,2 mm
Diameter luar 295 mm
Diameter dalam 257,8 mm
Tahun mulai 2016
Temperatur Desain 80 °C
Class Alloy_ LE_FP
Grades C-1026 (1.71)

4.2 Data Operasi

Data operasi pada pipa pulverizer PLTU dapat dilihat pada tabel berikut
ini.

Tabel 4.2 Data operasi pipa

Periode Tekanan Desain elbow Temperatur


Operasi (mmwg) Desain ( °C)
1 300 80
2 300 80

Berdasarkan data yang diperoleh, data-data operasi seperti temperatur


operasi serta tekanan operasi merupakan parameter yang sangat dijaga
kondisinya. Selama proses pengoperasian pipa pulverizer ini tekanan dan
temperatur operasi belum pernah melebihi tekanan dan temperatur desain dari
tiap komponennya.

Universitas Sriwijaya
41

4.3 Pengamatan visual

Hasil pengamatan secara visual pada pipa pulverized yang sedang


terpasang menunjukkan bahwa di permukaan pipa tersebut telah mengalami
loss metal yang ditandai dengan bocornya permukaan pipa sehingga dilakukan
penampalan pada pipa seperti yang terlihat pada gambar 4.2

Gambar 4.2 Kondisi pipa pulverized yang sedang beroperasi ( diambil pada
Kamis, 29 Desember 2016 )

Gambar 4.3 Kondisi pipa pulverized mengalami kebocoran yang tidak


terpasang (diambil pada Rabu, 22 Februari 2017 )

Universitas Sriwijaya
42

Daerah
bocor Daerah
Terkorosi

Gambar 4.4 Pengamatan elbow pipa pulverizer pada bagian dalam


(diambil pada Rabu, 22 Februari 2017 )

Daerah
bocor

Gambar 4.5 Pengamatan elbow pipa pulverizer pada bagian luar


(diambil pada Rabu, 22 Februari 2017 )

Dari hasil pengamatan yang terfokus pada pipa pulverized dilapangan


yang tidak dipakai lagi menunjukkan bahwa secara umum pipa tersebut telah
mengalami kerusakan wear akibat abrasive aliran fluida bubuk batu bara yang

Universitas Sriwijaya
43

mengalir pada pipa dan berdsarkan kronologi pipa pulverized telah mengalami
pergantian pipa (re-piping) dan perbaikan dengan cara dilakukan penampalan
menggunakan silicon sehingga pipa tetap bisa beroperasi. Kondisi-kondisi
tersebut jelas terlihat dari ringkasan kronologi seperti terlihat pada gambar.

4.4 Pengukuran Ketebalan

4.4.1. Ultrasonic Testing

Guna mendapatkan ketebalan dari pipa pulverized maka dilakukan


pengukuran ketebalan menggunakan alat Ultrasonic Thickness. Pengukuran
ketebalan pada pipa dilakukan dibeberapa titik dan masing-masing titik
dilakukan beberapa kali pengukuran, tujuannya agar mendapatkan data
ketebalan yang representative. Kondisi material yang dilakukan mempunyai
suhu yang sama dengan lingkungan dan couplant yang dipakai berupa
Aquasonic/grease.
Hasil pengukuran ketebalan didapatkan nilai ketebalan komponen
dengan nilai ketebalan yang bervariasi. Lebih jelasnya hasil dari ketebalan
dapat dilihat di table 4.3

Gambar 4.6 Pengukuran ketebalan elbow pipa pulverizer yang tidak terpasang
(diambil pada Rabu, 22 Februari 2017 )

Universitas Sriwijaya
44

Tabel 4.3 Ketebalan elbow pipa pulverizer yang tidak terpasang

No Titik Ketebalan elbow (mm)


1 1 >20
2 2 >20
3 3 >20
4 4 >20
5 5 >20
6 6 5,2
7 7 4,3
8 8 5,3
9 9 4,9
10 10 3,85
11 11 4,7
12 12 4,6
13 13 5,05

4.4.2 Jangka Sorong

Selain menggunakan ultrasonic testing, pengukuran ketebalan juga


menggunakan jangka sorong pada bagian yang telah dipotong, dengan
menggunakan jangka sorong maka kondisi permukaan sempel dapat diketahui
secara visual.
Pengukuran ketebalan menggunakan jangka sorong dilakukan
disepuluh titik pada sempel yang telah dipotong. Hasil pengukuran ketebalan
didapatkan nilai ketebalan komponen dengan nilai ketebalan yang bervariasi.
Lebih jelasnya hasil dari ketebalan dapat dilihat di table 4.4

Universitas Sriwijaya
45

Gambar 4.7 Pengukuran ketebalan elbow pipa pulverizer yang sudah dipotong
(diambil pada Rabu, 22 Februari 2017 )

Tabel 4.4 Ketebalan elbow pipa pulverizer yang sudah dipotong

No Titik Ketebalan elbow (mm)


1 1 2,70
2 2 3,50
3 3 6,50
4 4 7,90
5 5 5,30
6 6 5,00
7 7 4,00
8 8 8,70
9 9 4,80
10 10 10,10

Tabel diatas tabel hasil pengukuran ketebelan elbow menggunakan


ultrasonic test dan jangka sorong menunjukkan bahwa ketebalan elbow
minimum sebesar 2,70 mm. Jika dibandingkan dengan nilai ketebalan elbow
yang baru yaitu 37 mm. Jadi ketebalannya berkurang sebesar 34,3 mm. Dengan
demikian elbow mengalami perubahan ketebalan yang besar.

Universitas Sriwijaya
46

Setelah mengetahui hasil ketebalan minimum elbow maka dapat


memperhitungkan laju korosi pada elbow. Dengan menggunakan rumus
sederhana dan menganggap bentuk korosi merupakan korosi erosi yang terjadi
akibat fluida yang mengalir di dalam pipa yaitu serbuk batubara, maka dapat
diketahui laju korosi di dalam pipa adalah :

4.6 Pengujian Kekerasan

Uji kekeasan dilakukan terhadap potongan melintang (cross section)


dan memanjang (longitudinal section) atau pada permukaan elbow yang
terabrasif dan bahan sampel elbow diperoleh data untuk masing-masing bagian
dari sampel gambar 4.4 sketsa

Longitudinal
Cross Section Section

X1 x6
X2 x7
x x x x x x x x x x X3 x8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X4 x9
X5 x10

Cross section longitudinal section

Gambar 4.8 Sketsa pengujian kekerasan sempel elbow

Universitas Sriwijaya
47

Tabel 4.5 Hasil Uji kekerasan sampel elbow (lama)

No Sampel Kekerasan(VHN) No Sampel Kekerasan(VHN)

1 Cross 185.8901303 1 Longitudinal 208.49245


2 Section 155.0162904 2 section 196.5204364
3 185.8901303 3 200.2671669
4 181.8782312 4 193.9599369
5 173.9265034 5 195.7837157
6 187.9460424 6 219.834077
7 171.7933908 7 180.8955501
8 156.5807846 8 210.9357001
9 187.9460424 9 170.5920421
10 186.2304325 10 202.1808413

Dilihat dari table diatas nilai kekerasan pada sampel memiliki nilai
nominal kekerasan minimum 155,01 HV pada cross section dan 170,59 HV
pada longitudinal section. Jika nilai kekerasan Material elbow lebih keras dari
pada nilai kekerasan partikel batubara, maka material elbow akan lebih tahan
terhadap keabrasifan. Sedangkan nilai kekerasan batubara adalah 59 HGI, hal
ini menunjukkan material permukaan elbow lebih keras dari partikel batubara
yang mengalir didalam pipa pulverizer. Dalam pipa lurus di mana aliran partikel
batubara pada dasarnya sejajar dengan dinding pipa, sehingga partikel batubara tidak
berkontak langsung dengan permukaan, berbeda dengan elbow partikel batubara
terkena kontak langsung dengan batubara.

4.7 Pemerisaan Metalografi

Pemeriksaan struktur mikro pada material/bahan sampel elbow


dilakukan pengamatan struktur mikro sebelum dietsa dan seseudah dietsa yaitu
pada bagian Cross section dan Longitudinal sampel elbow yang mengalami
keruskan.

Universitas Sriwijaya
48

1. Sebelum Dietsa Cross Section

Gambar 4.9 Struktur mikro sempel elbow dititik 1 sebelum dietsa dengan
pembesaran 100X (diambil pada jum´at, 16 Juni 2017)

Gambar 4.10 Struktur mikro sempel elbow dititik 2 sebelum dietsa dengan
pembesaran 100X (diambil pada jum´at, 16 Juni 2017)

Universitas Sriwijaya
49

Gambar 4.11 Struktur mikro sempel elbow dititik 3 sebelum dietsa dengan
pembesaran 100X (diambil pada jum´at, 16 Juni 2017)

2. Sebelum Dietsa Longitudinal Section

Gambar 4.12 Struktur mikro sempel elbow dititik 1 sebelum dietsa dengan
pembesaran 100X (diambil pada jum´at, 16 Juni 2017)

Universitas Sriwijaya
50

Gambar 4.13 Struktur mikro sempel elbow dititik 2 sebelum dietsa dengan
pembesaran 100X (diambil pada jum´at, 16 Juni 2017)

Gambar 4.14 Struktur mikro sempel elbow dititik 3 sebelum dietsa dengan
pembesaran 100X (diambil pada jum´at, 16 Juni 2017)

Universitas Sriwijaya
51

Hasil pengamatan struktur mikro pada sempel elbow pada cross


section dan longitudinal section sebelum dilakukan pengetsaan menunjukkan
bahwa besi cor kelabu berjenis flake graphite type V (dengan grafit seperti
bintang) . Dari gambar diatas tampak kondisi sempel dalam kondisi tidak baik,
terlihat banyak nodule dan korosi yang menandakan bahwa elbow tersebut
mengalami banyaknya indikasi cacat yang diakibatkan oleh abrasif yang
disebabkan oleh partikel batubara yang mengalir di dalam pipa, terutama pada
bagian longitudinal banyak terdapat korosi dan nodule , sehingga gambar
mikrostruktur dari sempel agak berbeda dengan gambar mikrostruktur besi cor
kelabu pada umumnya. Mikrostruktur dilakukan pada tiga titik di tiap-tiap
cross section dan longitudinal section, dari gambar diatas menunjukkan bahwa
dari pengamatan mikrostruktur sebelum dietsa pada sempel elbow yang terkena
dampak langsung dari abrasif hasilnya menunjukkan cacat banyak terjadi pada
sempel.

3. Sesudah Dietsa Cross Section

Gambar 4.15 Struktur mikro sempel elbow dititik 1 sesudah dietsa dengan
pembesaran 500X (diambil pada Senin, 19 Juni 2017)

Universitas Sriwijaya
52

Gambar 4.16 Struktur mikro sempel elbow dititik 2 sesudah dietsa dengan
pembesaran 500X (diambil pada Senin, 19 Juni 2017)

Gambar 4.17 Struktur mikro sempel elbow dititik 3 sesudah dietsa dengan
pembesaran 500X (diambil pada Senin, 19 Juni 2017)

Universitas Sriwijaya
53

4. Sesudah Dietsa longitudinal Section

Gambar 4.18 Struktur mikro sempel elbow dititik 1 sesudah dietsa dengan
pembesaran 500X (diambil pada Senin, 19 Juni 2017)

Gambar 4.19 Struktur mikro sempel elbow dititik 2 sesudah dietsa dengan
pembesaran 500X (diambil pada Senin, 19 Juni 2017)

Universitas Sriwijaya
54

Gambar 4.20 Struktur mikro sempel elbow dititik 3 sesudah dietsa dengan
pembesaran 500X (diambil pada Senin, 19 Juni 2017)

Hasil pengamatan struktur mikro ssesudah dietsa terlihat bahwa


struktur mikro bahan elbow berupa ferit (putih), perlit (hitam), simentit dan
grafit. Ferlit memiliki sifat liat, perlit bersifat ulet dan baik sekali ketahanan
ausnya, sehingga untuk besi cor sangat cocok digunakan material pipa.
Simentit bersifat bersifat sangat keras sehingga pengendapan simentit
menyebabkan sifat tahan aus. Grafit adalah bentuk Kristal karbon yang lunak
dan rapuh, keadaan potongan-potongan grafit ini memberikan pengaruh yang
besar terhadap sifat-sifat mekanik cor, dengan grafit berbentuk serpih-serpih
menyebabkan konsentrasi tegangan pada ujung-ujungnya.

Universitas Sriwijaya
55

4.8 Pengamatan Serbuk Batubara

Tabel 4.6 Spesifikasi batubara pada PLTU

Ultimate Analysis
Carbon (%) Hydrogen (%) Nitrogen (%) Oxygen (%) HGI
63,56 4,86 0,87 13,01 59

Pemeriksaan serbuk batubara dilakukan menggunakan mikoskop


dengan semepel pengujian diambil pada serbuk batubara yang sudah melewati
pipa pulverizer dan serbuk batubara yang belum melewati pipa pulverizer.

Gambar 4.21 S Sempel serbuk batubara sebelum melewati pipa pulverizer


pembesaran 50X (diambil pada jum´at, 16 Juni 2017)

Universitas Sriwijaya
56

Gambar 4.22 Sempel serbuk batubara sesudah melewati pipa pulverizer


pembesaran 50X (diambil pada jum´at, 16 Juni 2017)

Hasil dari pengamatan diatas bahwa serbuk batubara pada pipa


pulverizer banyak mengandung korosi dari material. Pada sempel serbuk
batubara sebelum melewati pipa pulverizer sudah terdapat korosi dari material
artinya material korosi bersal dari coal mill yaitu pada saat penghalusan
batubara, jurnal yang berfungsi untuk menghaluskan batubara mengalami aus
sehingga menyebabkan material jurnal ikut masuk dalam serbuk batubara.
Sehingga pada sempel serbuk batubara sesudah melewati pipa pulverizer
banyak terdapat korosi dari material yang terkikis, artinya material korosi
bukan hanya bersal dari pipa pulverizer tetapi ujga berasal dari jurnal yang
terkikis.

4.9 Analisis Menggunakan Program CFD ANSYS

Penggunaan perangkat lunak ANSYS bertujuan untuk mengetahui


factor penyebab kerusakan pada elbow pipa pulverizer dan mengetahui area
yang terkena dampak yang disebabkan oleh partikel batubara yang mengalir
didalam pipa pulverizer. Simulasi dilakukan dengan fluida yang memiliki dua

Universitas Sriwijaya
57

fase yaitu dalam hal ini partikel batubara dan udara yang ditiup menggunakan
blower, Sehingga fluida memiki viskositas dan densitas yang berbeda antara
partikel batubara dan udara. Data komputerisasi simulasi fluida dapat di table
4.7

Tabel 4.7 Data input simulasi ANSYS

FLUID PROPERTIES
Temperatur (° C) 80
Tekanan (Pa) 300
Kecepatan ( m/s) 1,914
Densitas Batubara (kg/m3) 121,315
Viskositas Batubara (kg/m.s) 59,860
3)
Densitas Udara ( kg/m 1,225
Viskositas Udara (kg/m.s) 1,7894 x 10-5

Dalam melakukan simulasi ini dari permodelan terbagi menjadi


beberapa langkah, berikut ini urutan langkah dalam melakukan simulasi pada
ANSYS yaitu

4.9.1 Geometri

Dalam hal ini, input geometri dilakukan dengan pembuatan desain


pipa pulverizer menggunakan program Solid Works, kemudian hasil desain
diinput ke program ANSYS dengan modeling standard. Desain geometri dapat
dilihat pada gambar 4.23

Universitas Sriwijaya
58

Gambar 4.23 Desain geometri pipa pulverizer

4.9.2 Meshing

Pada langkah ini adalah melakukan meshing yaitu pembagian


elemen pada model sehingga dapat disimulasikan secara spesifik. Pada bagian
pembuatan mesh, terdapat 2 pilihan mesh, yaitu meshing tingkat coarse (
kasar) dan meshing tingkat fine ( halus ). Untuk simulasi pemodelan pipa
pulverizer ini dilakukan meshing tingkat standar. Adapun mesh details yang
telah dilakukan oleh peneliti seperti Gambar 4.24

OUTLET

INLET

Gambar 4.24 Mesh pipa pulverizer

Universitas Sriwijaya
59

4.9.3 Run Calculation

Setelah proses meshing kemudian memasukkan parameter fluid


properties pada bagian inlet dan outlet pipa pulverizer pada kondisi batas.
Setelah selesai memberikan kondisi batas, langkah berikutnya adalah
menjalankan analisis untuk membuat simulasi, dengan mengklik run
calculation pada program ANSYS program akan melakukan iterasi dari 0-300,
disana akan terlihat grafik hasil iterasi.

Gambar 4.25 Grafik Hasil Iterasi

4.9.4 Results Analysis pada ANSYS Simulation

Tahap ini adalah tahap terakhir pada analisa menggunakan perangkat


lunak ANSYS, hasil yang akan ditampilkan adalah gambar dari obyek yang
dianalisa. Terdapat perbedaan warna yang bertujuan membedakan nilai
maksimum dan minimum dari hasil analisa. Hasil permodelan ANSYS
menganalisa kerusakan elbow pipa pulverizer dapat dilihat pada gambar
berikut.

Universitas Sriwijaya
60

Gambar 4.26 Hasil permodelan ANSYS korosi erosi

Gambar 4.27 Hasil permodelan ANSYS korosi erosi

Universitas Sriwijaya
61

Gambar 4.28 Hasil permodelan ANSYS pressure countour

Gambar 4.29 Hasil permodelan ANSYS shear stress countour

Universitas Sriwijaya
62

Gambar 4.30 Hasil permodelan ANSYS vector kecepatan

Hasil dari simulasi ANSYS pada gambar diatas terlihat bahwa faktor
utama penyebab bocornya elbow pipa pulverizer adalah korosi erosi seperti
yang terlihat pada gambar 4.25 dan gambar 4.26 , pada daerah bocor
konsentrasi korosi lebih tinggi dari daerah lainnya, yang diindikasikan adanya
warna merah pada daerah tersebut. Area yang terkena dampak korosi erosi
ditandai dengan warna biru muda, hijau, kuning dan merah, besarnya nilai
korosi erosi maksimum yang terjadi pada elbow pipa pulverizer dengan laju
erosi sebesar .

Sedangkan faktor-faktor lain hasil dari simulasi ANSYS meliputi


Hasil permodelan ANSYS pressure countour dengan nilai maksimum sebesar
, Hasil permodelan ANSYS shear stress countour dengan
nilai maksimum sebesar dan vector kecepatan dengan nilai
maksimum sebesar semakin mempercepat terjadinya bocor pada
elbow pipa pulverizer

Universitas Sriwijaya
63

4.10 Analisis Laju Korosi Erosi Pada Elbow Pipa Pulverizer

Pada metoda ini dilakukan perhitungan terhadap akumulasi


kerusakan yang telah terjadi pada material elbow. Selama penggunaannya
tentunya material pada elbow tersebut akan mengalami wear yang disebabkan
partikel batubara yang mengalir didalam pipa tersebut. Perhitungan laju korosi
erosi menggunakan persamaan :

4.10.1 Konstanta efek dari tingkat ukuran partkel

[ ( ) ( )]

[ ( ) ( )]

[ ]

4.10.2 Konstanta efek dari nilai kekerasan

[ ( ) ]

[ ( ) ]

[ ]

Universitas Sriwijaya
64

4.10.3 Fungsi dari sudut dampak partikel

Sehingga,

Universitas Sriwijaya
65

Tabel 4.8 Data hasil perhitungan sudut dampak dari partikel pada elbow

No
1 20 0,04606
2 30 0,03912
3 45 0,02608
4 60 0,01304
5 80 0,00157

Tabel 4.9 Data hasil perhitungan laju erosi abrasif pada elbow

No
1 20
2 30
3 45
4 60
5 80

Gambar 4.31 Laju erosi pada sempel elbow

Universitas Sriwijaya
66

Dari hasil perhitungan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa laju


erosi terbesar terjadi pada sudut dengan nilai sebesar
, semakian kecil sudut dampak partikel batubara yang menabrak material
elbow pipa pulverizer maka akan semakin besar laju erosi yang terjadi pada
material elbow pipa pulverizer. Sudut damapak partikel batubara pada elbow
pipa pulverizer mempengaruhi laju erosi yang menyebabkan kerusakan pada
material.

Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisa kegagalan di


elbow pada pipa pulverizer boiler PLTU, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sesuai dengan tujuan penulisan penelitian ini.

1. Dari hasil pengamatan yang terfokus pada pipa pulverized dilapangan yang
tidak dipakai lagi menunjukkan bahwa secara umum pipa tersebut telah
mengalami kerusakan wear akibat abrasive aliran fluida bubuk batu bara
yang mengalir pada pipa dan berdsarkan kronologi pipa pulverized telah
mengalami pergantian pipa (re-piping) dan perbaikan dengan cara dilakukan
penampalan menggunakan silicon sehingga pipa tetap bisa beroperasi.

2. Pengukuran ketebelan elbow menggunakan ultrasonic test dan jangka sorong


menunjukkan bahwa ketebalan elbow minimum sebesar 2,70 mm. Jika
dibandingkan dengan nilai ketebalan elbow yang baru yaitu 37 mm. Jadi
ketebalannya berkurang sebesar 34,3 mm. Dengan demikian elbow
mengalami perubahan ketebalan yang besar.

3. nilai kekerasan pada sampel memiliki nilai nominal kekerasan minimum


155,01 HV pada cross section dan 170,59 HV pada longitudinal section. Jika
nilai kekerasan Material elbow lebih keras dari pada nilai kekerasan partikel
batubara, maka material elbow akan lebih tahan terhadap keabrasifan.
Sedangkan nilai kekerasan batubara adalah 59 HGI, hal ini menunjukkan
material permukaan elbow lebih keras dari partikel batubara yang mengalir
didalam pipa pulverizer.

67
68

4. Hasil pengamatan struktur mikro ssesudah dietsa terlihat bahwa struktur


mikro bahan elbow berupa ferit (putih), perlit (hitam), simentit dan grafit.
Ferlit memiliki sifat liat, perlit bersifat ulet dan baik sekali ketahanan
ausnya, sehingga untuk besi cor sangat cocok digunakan material pipa.
Simentit bersifat bersifat sangat keras sehingga pengendapan simentit
menyebabkan sifat tahan aus. Grafit adalah bentuk Kristal karbon yang
lunak dan rapuh, keadaan potongan-potongan grafit ini memberikan
pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat mekanik cor, dengan grafit
berbentuk serpih-serpih menyebabkan konsentrasi tegangan pada ujung-
ujungnya.

5. Hasil dari simulasi ANSYS menunjukkan bahwa faktor utama penyebab


bocornya elbow pipa pulverizer adalah korosi erosi , pada daerah bocor
konsentrasi korosi lebih tinggi dari daerah lainnya, yang diindikasikan
adanya warna merah pada daerah tersebut. Area yang terkena dampak
korosi erosi ditandai dengan warna biru muda, hijau, kuning dan merah,
besarnya nilai korosi erosi maksimum yang terjadi pada elbow pipa
pulverizer dengan laju erosi sebesar . Sedangkan
faktor-faktor lain hasil dari simulasi ANSYS meliputi Hasil permodelan
ANSYS pressure countour dengan nilai maksimum sebesar
, Hasil permodelan ANSYS shear stress countour dengan
nilai maksimum sebesar dan vector kecepatan dengan nilai
maksimum sebesar semakin mempercepat terjadinya bocor pada
elbow pipa pulverizer

6. Dari hasil perhitungan ditarik kesimpulan bahwa laju erosi terbesar terjadi
pada sudut dengan nilai sebesar , semakian
kecil sudut dampak partikel batubara yang menabrak material elbow pipa
pulverizer maka akan semakin besar laju erosi yang terjadi pada material
elbow pipa pulverizer. Sudut damapak partikel batubara pada elbow pipa
pulverizer mempengaruhi laju erosi yang menyebabkan kerusakan pada
material.

Universitas Sriwijaya
69

5.2. Saran

Untuk memberikan kontribusi terhadap PLTU dengan mengevaluasi


kerusakan di elbow pipa pulverizer boiler, maka penulis memberikan beberapa
masukan yang dapat diterapkan, yaitu

1. Sebaiknya, pergantian material elbow pipa pulverizer yang berhubungan


dengan wear, tekanan, dan tegangan tidak dilakukan dengan melihat
kondisi visualnya saja, tetapi kondisilain seperti data sifat-sifat mekanis,
metalurgi dan ketebalan juga dimasukkan dalam suatu pengambilan
keputusan.
2. Untuk melakukan pencegahan terjadinya kebocoran pada elbow pipa
pulverizer dapat dilakukan dengan mengganti dengan material yang getas
dan kuat atau coating menggunakan material yang keras dan getas.
3. Aliran serbuk batubara yang tidak isometrik menyebabkan sudut dampak
tumburan partikel ke pipa menjadi berubah, mengubah desain jaringan
pipa pulverizer akan membuat sudut dampak tumburan partikel ke elbow
pipa pulverizer menjadi isometric sehingga memperpanjang umur elbow.

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Baginda BukhoriI 2016. Kajian Kerusakan Mill Pulverizer. PLTU


Carl D., 1961. Boilers Shields, McGraw Hill Book Company, U.S,
Fendy Sutrisna. 2012. Pembangkit Listrik Tenaga Uap PLTU Batubara
https://indone5ia.wordpress.com/2012/06/02/pembangkit-listrik-tenaga-uap-
pltu-batubara-4-2/ : diakses pada 25 September 2016

Harbor Park 2007. Improving Coal Pulverizer Performance and Reliability Port .
Washington, NY 11050

In & Refineries. 2004. Calculation of heater tube thickness in petroleum


refineries, 5th ed., American Petroleum Institute, Washington, D.C.

I. Finnie, 1960. Erosion of Surfaces by Solid Particles, Wear, Vol 3, p 87–103


38-1 to 38-10

I.M. Hutchings, 1981. A Model for the Erosion of Metals by Spherical Particles at
Normal Incidence, Wear, Vol 70, p 269–281

J. A. Collins, Wiley, New York, 2006. Mechanical Engineers’ Handbook:


Materials and Mechanical Design, Volume 1, Third Edition. U.S.A: John
Wiley and Sons Inc.s

J.D.A. Bitter. 1963. A Study of Erosion Phenomena—Part II, Wear, Vol 6, p


169–190

J.H. Neilson and A. Gilchrist, 1968. Erosion by a Stream of Solid Particles,


Wear, Vol 11, p 111–122

Kevin J. Stein, Brien S. Schorr, Arnold R. Marder, 1999. Erosion of thermal spray
MCr- Cr3C2, Wear, Vol. 224, pp 153-159

Maha Putra Jf, Rendra. Aplikasi Metode Larson Miller Parameter Untuk Creep-
Rupture Superheater Tubes Package Boiler PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang. Jurnal Teknik Mesin. 2012. Universitas Sriwijaya.

71
72

MAT/PRO 2.0, 2007. Material Properties Software based on ASME 2007 Section
II, Part D Table 1A

Parisher, Roy A. 2002. Book: Pipe Drafting and Design. Waburn, MA. Gulf
Profesional Publishing

Port, Robert D. 1991 The Nalco guide to boiler failure analysis / the Nalco
Chemical. McGraww-Hill Book.

P.V. Rao and D.H. Buckley, 1983. Time Effects of Erosion by Solid Particle
Impingement on Ductile Materials, Proc. Sixth Int. Conf. Erosion by Liquid
and Solid Impact, University of Cambridge

R.G. Bayer. 2002. Wear Analysis for Engineers, HNB Publishing, New York.

R.J. Elber and J.f. Kiefner. 2002. Failure Analysis and Prevention. ASM Metal
Handbook Vol. 11. 2002. 9th Edition American Society for Metal.

R.S. Lynn, K.K. Wong, and H. McI. Clark, On the Particle Size Effect in Slurry
Erosion, Wear of Materials 1991, K.C. Ludema, Ed., American Society of
Mechanical Engineers, 1991, p 77–82

S.B. Mishra, S. Prakash, K. Chandra, 2006. Studies on erosion behavior of


plasma sprayed coatings on a Ni-based super alloy, Wear, Vol. 260, 422-432

V. Higuera Hidalgo, J. Belzunce Verela, A. Carriles Menendez, S. Poveda


Martinez, 2001 . High temperature erosion wear of flame and plasma
sprayed nickel-chromium coatings under similated coal-fired boiler
atmospheres, Wear, VOl.247, pp 214-222

Universitas Sriwijaya
Lampiran A.1 Gambar Desain coal mill pulverizer
Lampiran A.2 Data Operasi pada coal mill dan furnace
Lampiran A.3 . Data kondisi desain dan fineness test batubara PLTU
Lampiran A.4. Data desain pipa pulverizer
Lampiran A.5 Sertifikat Analisa kualitas batubara PLTU
Lampiran A.6 Hasil Uji komposisi kimia elbow

Anda mungkin juga menyukai