SKRIPSI
Laporan Ini Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Sarjana Strata-1 Jurusan Teknik
Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan Bandung
Oleh:
Idan Ramadhan
153030074
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing I
Pembimbing II
i
ABSTRAK
Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM) merupakan merupakan lembaga Penelitian dan
Pengembangan dibidang disain, proses, dan produk logam yang berada di bawah lingkungan
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Departemen Perindustrian. Pada setiap
tahunnya BBLM melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan logam dan/atau mesin, dimana
pada tahun ini salah satu penelitian yang sedang dilaksanakan adalah penelitian mengenai bogie
wheel tank AMX 13 yang dibuat dari paduan alumunium Al-Si-Cu. Pada suatu paduan terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat mekaniknya salah satunya adalah perlakuan
panas (heat treatment). Dalam penelitian perlakuan panas yang dilakukan meliputi solid solution
treatment dan artificial aging. Perlakuan panas terhadap spesimen uji menggunakan temperatur
solid solution treatment 500 °C dengan waktu tahan selama 5 jam, air sebagai media quenching
yang selanjutnya dilakukan 3 variasi aging yang meliputi single stage aging dilakukan dengan
temperatur 155 °C dan waktu tahun 5 jam, artificial aging with pre-aged dengan temperatur pre-
aged 100 °C dan waktu tahan 1 jam selanjutnya aging dengan temperatur 155 °C dan waktu tahan
3 jam, dan yang terakhir yaitu double stage aging pada tahap pertama temperatur 155 °C dan
waktu tahan 2 jam kemudian untuk tahap kedua temperatur 190 °C dan waktu tahan 2,5 jam.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan kekerasan, dan ketahanan impak secara
keseluruhan mengalami peningkatan seiring dengan diberikannya proses variasi aging. Diperoleh
sifat mekanik dengan nilai kekerasan yang paling optimal adalah pada proses double aging,
dimana kekerasannya sebesar 161,27 BHN, sedangkan untuk nilai ketahanan impak yang paling
optimal pada proses single aging, dimana nilai dari ketahanan impaknya sebesar 2,55 J.
Sedangkan hasil pengamatan struktur mikro terjadi adanya perubahan presipitat yang semakin
memanjang, bercabang serta berkelompok dengan dilakuakannya proses variasi aging dimana
perubahan ini mempengaruhi kekerasan dan juga ketahanan impak.
Kata Kunci: Paduan alumunium, solid solution treatment, variasi aging, dan sifat mekanik
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas nikmat dan atas berkah
rahmat-nya serta hidayah-nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Laporan Skripsi ini yang
berjudul “ANALISIS PENGARUH VARIASI PERLAKUAN AGING PADA MATERIAL Al-
Si-Cu TERHADAP MIKROSTRUKTUR, KEKERASAN, DAN KETAHANAN IMPAK
UNTUK APLIKASI BOGIE WHEEL”. Sholawat serta Salam selalu tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman
kegelapan hingga zaman yang terang ini.
Penulis menyadari bahwa Laporan Skripsi ini yang telah disusun masih belum sempurna, karena
keterbatasan dari penulis, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat
dibutuhkan agar kedepannya penulis dapat membuat karya yang lebih baik lagi.
Selesainya penulisan Laporan Skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada yang telah
membantu, mendukung, serta membimbing selama penulisan Laporan Skripsi kepada:
1. Bapak Endang Sunaryana dan mamah Siti Mas’amah tercinta yang selalu memberikan
dukungan moral maupun materi dan selalu mendo’akan penulis tiada henti.
2. Kakaku Dani Fadlullah, adikku Dian Ihsanudin dan keluarga besar tercinta yang selalu
memberikan do’a, serta dukungan.
3. Bapak Dr. Ir. H. Dedi Lazuardi, DEA. Selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin
Universitas Pasundan, Serta Selaku Pembimbing I yang selalu memberikan masukan, baik
pikiran, tenaga, serta fasilitasnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini
dengan baik.
4. Bapak Moch. Iqbal Zaelana Muttahar, ST. Selaku Pembimbing II yang selalu memberikan
masukan, baik pikiran, tenaga, serta fasilitasnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan skripsi ini dengan baik.
5. Bapak Ir. Syahbardia, MT. Selaku Koordinator Skripsi Program Studi Teknik Mesin
Universitas Pasundan Bandung.
iii
6. Bapak Ir. Bukti Tarigan, MT. Selaku Dosen Wali yang telah memberikan motivasi kepada
penulis selama perkuliahan.
7. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin angkatan 2015 yang saling memotivasi selama
pembuatan Laporan ini.
8. Ferina Farah Fatin, ST. yang sudah memberikan dukungan, semangat, dan membantu selama
dalam proses penyelesaian skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan di Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM) yang melakukan
skripsi Usep Fauzan, Iim Yumiyati dan Rohasian Sitanggang yang telah memberikan
support dan sharing selama pengerjaan skripsi.
10. Sahabat Fakhruzaman Sanusi yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.
11. Teman-teman Kabinet “Al-Fatih” HMM 2018–2019 yang telah mengajarkan rasa
kebersamaan dan keorganisasian.
12. Teman-teman Assisten Laboratorium Fenomena Dasar yang telah memberikan motivasi dan
juga pengalaman baru selama di laboratorium.
13. Kepada semua pihak-pihak yang terlibat dan tidak dapat disebutkan satu persatu peneliti
mengucapkan, Terimakasih yang tidak terhingga atas semua dukungan dan bantuannya
dalam menyelesaikan skripsi ini;
Penulis berharap semoga dengan selesainya penulisan Laporan Skripsi ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi para pembaca dan semua pihak yang telah
mendukung pembuatan laporan ini.
Idan Ramadhan
iv
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................................i
ABSTRAK.......................................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................v
DAFTAR TABEL.........................................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................................ix
1 BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
v
2.3 Uji Komposisi Kimia Emision Spektrometer...................................................................14
4.2 Analisis............................................................................................................................38
vi
4.2.3 Analisis Pengujian Impak Pada Paduan Aluminium................................................43
5.1 Kesimpulan......................................................................................................................45
5.2 Saran................................................................................................................................45
6 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................46
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Daftar Seri Paduan Aluminium Cor................................................................................6
Tabel 3.1 Kode Penomoran Sampel...............................................................................................23
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Komposisi Kimia.................................................................................32
Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Kekerasan....................................................................................36
Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Impak...........................................................................................37
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Grafik impor aluminium...............................................................................................1
Gambar 2.1 Diagram fasa Al-Si.......................................................................................................7
Gambar 2.2 Diagram fasa Al-Cu......................................................................................................8
Gambar 2.3 Diagram fasa Al-Mg.....................................................................................................9
Gambar 2.4 Struktur mikro paduan Al-Mg......................................................................................9
Gambar 2.5 Diagram fasa Al-Si-Mg..............................................................................................10
Gambar 2.6 Struktur mikro paduan Al-Si-Mg...............................................................................10
Gambar 2.7 Struktur mikro paduan Al-Si-Cu................................................................................11
Gambar 2.8 Tungku perlakuan panas pada temperatur..................................................................11
Gambar 2.9 Diagram fase pemanasan logam paduan....................................................................13
Gambar 2.10 Alat pengujian komposisi kimia...............................................................................15
Gambar 2.11 Pengujian kekerasan brinell......................................................................................17
Gambar 2.14 Pengambilan gambar makro dengan kamera digital.................................................18
Gambar 2.15 Mikroskop khusus metalografi.................................................................................19
Gambar 2.16 Pengujian impak metode izod dan charpy................................................................20
Gambar 3.1 Diagram alir metodologi penelitian............................................................................22
Gambar 3.2 Siklus heat treatment single stage aging....................................................................24
Gambar 3.3 Siklus heat treatment artificial aging with pre-aged..................................................24
Gambar 3.4 Siklus heat treatment double stage aging...................................................................25
Gambar 3.5 Proses heat treatment (a) tungku pemanasan, (b) media pendingin berupa air..........26
Gambar 3.6 Alat pengujian komposisi kimia.................................................................................28
Gambar 3.7 Alat pengujian metalografi.........................................................................................29
Gambar 3.8 Alat pengujian brinell.................................................................................................30
Gambar 3.9 Alat pengujian impak..................................................................................................31
Gambar 4.1 Hasil pengamatan mikrostruktur sampel B................................................................33
Gambar 4.2 Hasil pengamatan mikrostruktur sampel T.................................................................34
Gambar 4.3 Hasil pengamatan mikrostruktur sampel S.................................................................34
Gambar 4.4 Hasil pengamatan mikrostruktur sampel P.................................................................35
Gambar 4.5 Hasil pengamatan mikrostruktur sampel D................................................................35
ix
Gambar 4.7 Hasil pengamatan mikrostruktur sampel As-cast dengan pembesaran 500 ×............38
Gambar 4.8 Hasil pengamatan mikrostruktur sampel T dengan pembesaran 500 ×......................39
Gambar 4.9 Hasil pengamatan mikrostruktur sampel S dengan pembesaran 500 ×......................40
Gambar 4.10 Hasil pengamatan mikrostruktur sampel P dengan pembesara 500 ×......................40
Gambar 4.11 Hasil pengamatan mikrostruktur sampel D dengan pembesara 500 ×.....................41
Gambar 4.7 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Kekerasan......................................................41
Gambar 4.8 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Impak.............................................................43
x
xi
1 BAB I
PENDAHULUAN
Impor ALUMiNIUM
(kg)
2013 2014 2015 2016 2017
765,604
662,416 634,947
614,670 585,079
Aluminium adalah salah satu logam yang memiliki beberapa keunggulan dan juga banyak
digunakan di segala bidang. Ada beberapa keunggulan yang dimiliki oleh Aluminium
diantaranya adalah memiliki berat jenis yang ringan, ketahanan terhadap korosi, penghatar panas
dan arus listrik yang baik dan mudah dibentuk dengan proses permesinan. Aluminium murni juga
memiliki sifat cor yang baik dan sifat mekanis yang tidak terlalu mendukung dalam
pengaplikasiannya. Oleh karena itu, digunakan paduan aluminium karena sifat-sifat mekanisnya
1
dapat diperbaiki dengan menambahkan tembaga, silikon, silium, magnesium, mangan, nikel, dan
sebagainya [1].
Aluminium memiliki keunggulan sifat ringan, tahan korosi, kuat, dan tangguh yang cukup baik,
aluminium pada saat ini terus berkembang sebagai bahan utama dalam pembuatan alat
transportasi seperti: kapal induk, kereta api, kapal, perahu, bus, dan kendaraan bermotor lainnya
menggunakan aluminium karena kekuatan dan bobotnya. Kerangka, eksterior, kabel, dan sistem
listrik di pesawat menggunakan aluminium. Ketahanan terhadap korosi dan kemampuan untuk
membentuk paduan dengan logam lain membuatnya sangat efisien untuk secara luas digunakan
dalam industri transportasi dan otomotif. Paduan aluminium ini juga digunakan pada alat
transportasi pertahanan yaitu digunakan pada produk bogie wheel tank AMX 13, tank ini dibuat
di negara Perancis yang diproduksi tahun 1953 sampai tahun 1985.
Pada suatu paduan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat mekaniknya yaitu:
komposisi kimia, perlakuan panas (heat treatment), proses pengecoran dan proses pengerjaan.
Dengan mengubah komposisi kimia sampai batas tertentu, dan memberi perlakuan panas, maka
sifat mekanik paduan akan menjadi lebih baik sesuai dengan yang diinginkan. Perlakuan panas
(heat treatment) yang mencakup solid solution treatment dan artificial aging, pada paduan
aluminium Si dan Cu bertujuan untuk merubah sifat pada paduan dan juga dapat meningkatkan
kekerasan pada paduan tersebut
2
1.4 Batasan Masalah
Pada penulisan laporan penelitian tugas akhir, penulis membatasi masalah pengaruh heat
treatment dan aging terhadap paduan aluminium untuk produk bogie wheel yaitu sebagai berikut:
1. Material berupa paduan Al-Mg-Si-Cu
2. Heat treatment mencakup proses solid solution treatment dan artificial aging
3. Pengujian yang dilakukan yaitu uji kekerasan, uji impak dan uji metalografi.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan
sistematika penulisan.
DAFTAR PUSTAKA
Berisikan buku acuan atau jurnal yang digunakan penulis dalam pembuatan skripsi.
3
4
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Aluminium ditemukan pada tahun 1825 oleh Hans Christian Oersted. Baru diakui secara pasti
oleh F. Wohler pada tahun 1827. Sumber unsur ini tidak terdapat bebas, bijih utamanya adalah
Bauksit. Penggunaan Aluminium antara lain untuk pembuatan kabel, kerangka kapal terbang,
mobil dan berbagai produk peralatan rumah tangga. Senyawanya dapat digunakan sebagai obat,
penjernih air, fotografi serta sebagai ramuan cat, bahan pewarna, ampelas dan permata sintesis
[2].
Aluminium merupakan logam yang paling banyak ditemukan di kerak bumi (8,3%), dan banyak
ketiga setelah oksigen (45,5%) dan silicon (25,7%). Aluminium sangat reaktif khususnya dengan
oksigen, sehingga unsur aluminium tidak pernah dijumpai dalam keadaan bebas di alam,
melainkan sebagai senyawa yang merupakan penyusunan utama dari bahan tambang biji bauksit
yang berupa campuran oksidan dan hidroksida aluminium. Aluminium jiga ditemukan di granit
dan mineral-mineral lainnya. Aluminium ada di alam dalam bentuk silikat maupun oksida, yaitu
antara lain:
Sebagai silikat, contohnya feldspar, tanah liat, mika.
Sebagai oksida anhidrat contohnya kurondum (untuk amril)
Sebagai hidrat, contohnya bauksit.
Sebagai florida, contohnya kriolit.
Beberapa sifat dan karakteristik aluminium yang sangat menonjol antara lain adalah:
1. Ringan, dengan berat jenis sepertiga dari tembaga, sehingga banyak dipergunakan pada
konstruksi yang harus ringan, seperti pada mobil dan pesawat terbang
5
2. Kekuatannya akan meningkat jika ditambahkan unsur paduan seperti Cu, Si, Mg secara
bersama-sama atau satu persatu.
3. Aluminium merupakan penghantar panas maupun penghantar listrik yang baik, tidak
mengandung racun, tidak mengandung magnet serta mempunyai daya refleksi terhadap
sinar yang tinggi.
4. Aluminium juga mempunyai kemampuan untuk dicor, mudah dikerjakan dengan mesin,
kemampuan untuk diubah bentuk yang sangat serta memiliki ketahanan terhadap korosi
yang bagus.
Aluminium memiliki sifat-sifat dan karakteristik yang sangat baik, hal itu menjadikan logam
aluminium banyak dimanfaatkan oleh manusia diberbagai bidang untuk keperluan. Pemanfaatan
aluminium antara lain, ialah:
1. Digunakan sebagai bahan pembuatan kabel aluminium, karena kabel aluminium berat
yang lebih ringan dibandingkan kabel dari tembaga. Ini penting karena aluminium
merupakan penghantar listrik yang baik serta karena petimbangan penyaluran listrik
pada transmisi kabel yang panjang
2. Aluminium juga banyak digunakan dalam bidang arsitektur, yaitu untuk pembuatan
tangga, pintu, jendela, bingkai serta rangka.
3. Dalam bidang transportasi aluminium juga banyak digunakan pada pembuatan pesawat
terbang serta mobil dan motor.
4. Peralatan rumah tangga juga banyak yang dibuat dari bahan aluminium karena
aluminium mempunyai sifat mampu menghantarkan panas yang baik, mampu bentuk
serta ketahanan korosi yang tinggi.
5. Aluminium memiliki pemanfaatan sangat besar bagi industry makanan, yaitu sebagai
pembungkus makanan dan minuman karena aluminium memiliki sifat bebas racun,
mampu bentuk, tahan korosi, ringan dan kuat.
Penggunaan aluminium pada umumnya terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu mengutamakan
faktor kekuatan seperti: penghantar listrik dan panas, perlengkapan bidang kimia, dan lain
sebagainya. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan aluminium murni
adalah dengan melakukan pengerasan regang atau perlakuan panas (heat treatment). Perlakukan
ini tidak akan memuaskan bila tujuan utama yang ingin dicapai adalah untuk menaikkan kekuatan
bahan.
6
Dalam perkembangan selanjutnya, peningkatan kekuatan aluminium dapat dicapai dengan
menambah unsur paduan ke dalam aluminium. Unsur padauan tersebut antara lain Tembaga (Cu),
Silikon (Si), Magnesium (Mg), Seng (Zn), dan lain sebagainya. Sifat-sifat lain seperti mampu cor
dan mampu mesin menjadi lebih baik [2].
Penggunaan aluminium sering kita dapati dalam bentuk paduan. Hal ini dikarenakan memadukan
dengan unsur lain, akan diperoleh sifat-sifat mekanik yang lebih baik. Logam paduan aluminium
secara umum dapat diklasifikasikan dalam tiga cara. Cara pertama, berdasarkan diklasifikasikan
atas paduan aluminium cor dan tempa. Kedua, berdasarkan perlakuan panasnya diklasifikasikan
atas paduan yang dapat diperlakukan panas (heat tretable alloy) dan yang tidak dapat
diperlakukan panas (non heat treatable alloy). Dan yang ketiga berdasarkan unsur-unsur yang
dikandungnya diklasifikasikan atas beberapa nomor seri.
Penambahan satu atau beberapa unsur lain dapat mengubah dan memperbaiki sifat aluminium.
Besi membuat aluminium keras dan getas, timah hitam membuatnya bergelembung tetapi
memudahkan pengerjaan, tembaga meninggikan kekerasan, magnesium memperbaiki kekuatan
dan kemudahan pengerjaan, titanium mempengaruhi ketahanan terhadap air laut dan mangan
meningkatkan kekuatan dan anti karat. Elemen tersebut menunjukan kelarutan yang baik pada
temperatur tinggi, tapi kelarutan yang rendah pada temperatur kamar.
Klasifikasi paduan aluminium secara garis besar digolongkan seperti pada Tabel 2.1.
7
9XX.X Belum digunakan
2.1.1 Paduan Al-Si
Paduan eutektik dari Al dan Si sekitar 2% disebut silumin yang memiliki mampu cor yang baik
sehingga dapat dipakai untuk bagian-bagian mesin. Tetapi paduan yang biasa dicor mempunyai
sifat mekanik yang jelek karena butir-butir Si yang besar sehingga dicor perlu penambahan Na
dan agitasi logam cair untuk membuat kristal halus dan memperbaiki sifat-sifat mekanik, namun
cara ini tidak efektif untuk coran besar. Paduan Al-Si diperbaiki sifat mekaniknya dengan
menambahkan Mg, Cu atau Mn dan selanjutnya dengan perlakuan panas.
Paduan Al-Si sangat baik titik cairnya, yang mempunyai permukaan sangat bagus, dan sangat
baik untuk paduan coran. Sebagai tambahan mempunyai ketahanan korosi yang baik untuk listrik
dan panas. Karena mempunyai kelebihan yang menyolok, paduan ini sangat banyak digunakan.
Paduan Al-12 % - Si banyak digunakan untuk paduan cor cetak [3].
8
2.1.2 Paduan Al-Cu
Paduan Al-Cu adalah paduan Al yang mengandung tembaga 4 - 5%, memiliki sifat-sifat mekanik
dan mampu mesin yang baik sedangkan mampu cornya agak jelek. Kelarutan maksimum dari
tembaga pada alumunium adalah 5,65 % pada 548 oC, sedangkan pada suhu 300 oC kelarutannya
turun menjadi 0,45 %. Adapun paduan yang mengandung tembaga 2,5-5 % dapat mengalami
perlakuan panas dengan pengerasan penuaan, fase theta (θ ) adalah fase menengah paduan yang
komposisinya mendekati senyawa CuAl2, perlakuan kelarutan dilakukan dengan memenaskan
paduan pada daerah fase tunggal, alpha (α ) yang diikuti dengan pendinginan secara cepat.
Penuaan selanjutnya baik alami maupun buatan akan mengakibatkan presipitasi pada fase (θ )
sehingga memperkuat paduan tersebut. Paduan ini mungkin mengandung sejumlah kecil silicon,
besi, magnesium, mangan serta seng [3].
9
Gambar 2.4 Diagram fasa Al-Mg
Pada gambar 2.4 menunjukan struktur mikro dari paduan Al-3,86 % Mg, terlihat bahwa bagian
putih menunjukan Al, sedangkan titik hitam menunjukan Mg2Si. Paduan Al yang mengandung
Mg 4% atau 10% mempunyai ketahanan korosi dan sifat mekanik yang baik. Paduan ini
mempunyai kekuatan tarik diatas 30 kgf/mm2 dan perpanjangan diatas 12%, dipakai untuk alat-
alat industri kimia, kapal laut dan pesawat terbang [3].
10
panas setelah pengerjaan. Karena paduan ini mempunyai kekuatan yang cukup baik tanpa
mengurai hantaran listrik maka dipergunakan untuk kabel listrik [3].
11
Gambar 2.8 Struktur mikro paduan Al-Si-Cu
12
Secara definisi umum perlakuan panas diartikan sebagai suatu operasi atau kombinasi operasi
yang melibatkan pemanasan dan pendinginan terkontrol terhadap suatu logam atau paduan logam
dalam keadaan padatan untuk tujuan memodifikasi struktur mikro sehingga diperoleh perubahan
sifat sesuai dengan yang diinginkan. Perlakuan panas pada paduan logam memegang peranan
penting dalam rekayasa mengingat fakta bahwa hampir semua komponen teknik yang terbuat dari
logam memerlukan paling tidak satu tahap perlakuan panas yang biasanya diterapkan pada atau
dekat dengan tahap akhir dari siklus produksi dengan tujuan memenuhi prasyarat sifat-sifat yang
diinginkan. Tujuan utama dari suatu proses perlakuan panas antara lain adalah sebagai berikut:
a. Memperlunak
b. Menghilangkan tegangan sisa
c. Melakukan homogenisasi
d. Meningkatkan ketangguhan
e. Memperkeras
f. Menambah unsur kimia melalui permukaan
g. meningkatkan sifat fisik
Salah satu cara perlakuan panas pada logam paduan aluminium adalah dengan (age hardening).
Melalui penuaan keras, logam paduan aluminium akan memperoleh kekuatan dan kekerasan yang
lebih baik. Istilah (age hardening) telah dibakukan dari istilah istiah sebelumnya tang sering
digunakan misalnya pemuliaan atau penemperan keras. Pada paduan aluminium, age hardening
dibedakan atas age hardening dalam keadaan dingin dan age hardening dalam keadaan panas [4].
Penuaan keras (age hardening) berlangsung dalam tiga tahap yaitu:
13
dengan temperatur 550 oC-560 oC dan dilakukan penahanan atau holding sesuai dengan jenis dan
ukuran benda kerja [6]. Pada tahap solid solution treatment terjadi pelarutan fasa-fasa yang ada,
menjadi larutan padat. Tujuan dari solid solution treatment itu sendiri yaitu untuk mendapatkan
larutan padat yang mendekati homogen. Proses solid solution treatment dapat dijelaskan dalam
Gambar 2.9 dimana logam paduan aluminium pertama kali dipanaskan dalam dapur pemanas
hingga mencapai temperatur T1. Pada temperatur T1 fase logam paduan aluminium akan berupa
kristal campuran α dalam larutan padat. Pada temperatur T1 tersebut, pemanasan ditahan
beberapa saat agar didapat larutan padat yang mendekati homogen.
14
2.2.3 Penuaan (Aging).
Setelah solution solution treatment dan quenching tahap selanjutnya dalam proses age hardening
adalah aging atau penuaan. Perubahan sifat-sifat dengan proses pemanasan dan waktu penahanan
pada umumnya dinamakan aging atau penuaan. Aging atau penuaan pada paduan aluminium
dibedakan menjadi dua, yaitu penuaan alami (natural aging) dan penuaan buatan (artificial
aging).
Penuaan alami (natural aging) adalah penuaan untuk paduan aluminium yang dikenai age
hardening dalam keadaan dingin. Natural aging berlangsung pada temperatur ruang antara 15 oC-
25 oC dan dengan waktu penahanan 5 sampai 8 hari. Penuaan buatan (artifical aging) adalah
penuaan untuk paduan aluminium yang dikenai age hardening dalam keadaan panas. Artifical
aging berlangsung pada temperatur antara 100 oC -200 oC dan dengan lamanya waktu penahanan
antara 1 sampai 24 jam [6].
Pada tahap artificial aging dalam proses age hardening dapat dilakukan beberapa variasi
perlakuan yang dapat mempengaruhi hasil dari proses age hardening. Salah satu variasi tersebut
adalah variasi temperatur artificial aging. Temperatur artificial aging dapat ditetapkan pada
temperatur saat pengkristalan paduan aluminium (150 oC), di bawah temperatur pengkristalan
atau di atas temperatur pengkristalan logam paduan aluminium [6]. Penuaan buatan (artificial
aging) berlangsung pada suhu antara 100 oC-200 oC.
Pengambilan temperatur artificial aging pada temperatur antara 100 oC-200 oC akan berpengaruh
pada tingkat kekerasan sebab pada proses artificial aging akan terjadi perubahan-perubahan fasa
atau struktur. Perubahan fasa tersebut akan memberikan sumbangan terhadap pengerasan [5].
15
Gambar 2.11 Alat pengujian komposisi kimia
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam suatu material
dengan menggunakan alat Polyspek-M. Komposisi kimia Aluminium diperiksa dengan cara analisis
Spektrometri.Yaitu penentuan kandungan unsur kimia yang ada pada suatu material dengan prinsip
penyerapan sinar.
Prinsip kerja alat ini berdasarkan hukum Lambert Beer, bila cahaya monokromatik melalui suatu
media, maka sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian dipantulkan, dan sebagian lagi dipancarkan.
Transmitan adalah perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan ketika melewati sampel
dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum melewati sampel [8].
Uji kekerasan adalah pengujian yang paling efektif untuk menguji kekerasan dari suatu material,
karena dengan pengujian ini kita dapat dengan mudah mengetahui gambaaran sifat mekanis suatu
16
material. Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu titik, atau daerah tertentu saja, nilai
kekerasan cukup valid untuk menyatakan kekuatan suatu material. Dengan melakukan uji keras,
material dapat dengan mudah di golongkan sebagai material ulet atau getas.
Di dunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 3 macam metode pengujian
kekerasan, yaitu: Brinell, Rockwell, dan Vikers
Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu
material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut (spesimen). Idealnya, pengujian Brinell diperuntukan untuk
material yang memiliki permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf.
Identor (bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida
Tungsten [11].
Kekerasan ditentukan dengan mengambil rata-rata diameter lekukan (dua bacaan pada sudut
kanan satu sama lain) dan menghitung angka kekerasan Brinell (HB) dengan membagi beban
yang diterapkan dengan luas permukaan lekukan sesuai dengan rumus berikut:
2P
HB= ¿
πD ( D - √ D2 - d2¿
...............................................................(Pers.1)
Keterangan:
P = Beban (Kgf)
D = Diameter Bola (mm)
d = Diameter Lekukan (mm)
17
Gambar 2.12 Pengujian kekerasan brinell
Metalografi bertujuan untuk mendapatkan struktur makro dan mikro suatu logam sehingga dapat
dianalisa sifat mekanik dari logam tersebut. Pengamatan metalografi dibagi menjadi dua,yaitu:
1. Metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 10 ± 100 ×.
2. Metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 1000 ×.
18
2.5.1 Metalografi Makro
Pengujian makro (makroscope test) Adalah proses pengujian bahan yang menggunakan mata
terbuka dengan tujuan dapat memeriksa celah dan lubang dalam permukaan. Angka ketelitian
pengujian makro berkisar antara 0,5 sampai 50 ×. Pengujian cara demikian biasanya digunakan
untuk bahan-bahan yang memiliki struktur kristal yang tergolong besar atau kasar. Misalnya,
logam hasil coran (tuangan) dan bahan yang termasuk non-metal (bukan logam) [13].
19
proses metalografi. Proses metalografi bertujuan untuk melihat struktur mikro suatu bahan ada
beberapa tahap yang harus dilakukan [15].
Adapun beberapa tahap yang perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian struktur mikro
adalah:
a. Pemotongan (Sectioning).
b. Pengamplasan (Grinding).
c. Pemolesan (Polishing).
d. Etsa (Etching).
e. Pemotretan.
Dari kelima proses tersebut, proses grinding dan polishing merupakan proses yang penting. Sifat-
sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat teknologis sangat mempengaruhi oleh mikro struktur
logam dan paduannya, disamping komposisi kimianya. Struktur mikro dari logam dapat diubah
dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan bentuk (deformasi) dari logam
yang akan diuji. Proses grinding dan polishing merupakan proses yang sangat penting untuk
membuat permukaan sampel menjadi benar-benar halus agar dapat dilakukan pengujian. Pada
proses ini biasa digunakan sebuah mesin poles yang memiliki komponen utama berupa motor
penggerak, piringan logam, dan keran air. Pada pengujian kali ini digunakan sebuah motor
penggerak berupa motor listrik yang akan berfungsi sebagai penggerak dua piringan logam [16].
20
2.6 Pengujian Impak
Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading).
Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban
kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan, dimana
pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk
mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi
atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang
secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan
[17].
Ada dua macam metode uji impak, yakni metode Charpy dan Izod, perbedaan mendasar dari
metode itu adalah pada peletakan spesimen, Pengujian dengan menggunkan Charpy lebih akurat
karena pada Izod pemegang spesimen juga turut menyerap energi, sehingga energi yang terukur
bukanlah energi yang mampu di serap material seutuhnya.
21
2.6.1 Metode Charpy
Batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat, Benda uji Charpy memiliki luas
penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan
sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm [18].
Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban
impak dari ayunan bandul, Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada
berbagai temperature sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi [19].
Metode uji Izod lazim digunakan di Inggris dan Eropa, Benda uji Izod mempunyai penampang
lintang bujur sangkar atau lingkaran dengan takik V di dekat ujung yang dijepit, kemudian uji
impak dengan metode ini umumnya juga dilakukan hanya pada temperatur ruang dan ditujukan
untuk material-material yang didisain untuk berfungsi sebagai cantilever.
Perbedaan mendasar Charpy dengan Izod adalah peletakan spesimen. Pengujian dengan
menggunkan metode Izod tidak seakurat pada pengujian Charpy, karena pada Izod pemegang
spesimen juga turut menyerap energi, sehingga energi yang terukur bukanlah energi yang mampu
di serap material seutuhnya [20].
22
3 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
23
Pada Tabel 3.1 dapat dilihat nama sampel dan juga proses yang dilakukan pada setiap sampel
yang akan dilakukan penelitian.
24
Siklus heat treatment yang akan digunakan pada penelitian ini adalah seperti terlihat pada
Gambar 3.2, 3.3 dan 3.4.
25
Gambar 3.19 Siklus heat treatment double stage aging
26
Gambar 3.20 Proses heat treatment (a) tungku pemanasan, (b) media pendingin berupa air
27
D. Double Stage Aging
Adapun tahapan yang dilakukan pada proses Double Stage Aging yaitu:
1. Persiapkan sampel yang sudah dilakukan solid solution treatment.
2. Nyalakan tungku sampai tempratur 155 oC untuk aging pertama.
3. Ketika tempratur tungku sudah mencapai 100 oC masukan sampel, kemudian tahan selama 2
jam.
4. Setelah selesai 2 jam keluarkan sampel dan dinginkan dengan media udara, tunggu sampai
sampel dingin.
5. Naikan tempratur tungku pada tempratur 190 oC untuk Aging kedua.
6. Ketika tempratur tungku sudah mencapai 190 oC masukan sampel aging pertama yang. sudah
dingin, kemudian tahan selama 2,5 jam.
7. Setelah selesai 2,5 jam keluarkan sampel dan dinginkan dengan media udara, tunggu sampai
sampel dingin.
28
Gambar 3.21 Alat pengujian komposisi kimia
29
4. Pengetsaan (Etching)
Setelah sampel halus selanjutnya dilakukan pengetsaan pada sampel yang telah dilakukan
pemolesan dengan menggunakan zat kimia yang bersifat asam atau basa, sehingga dapat
memunculkan gambar struktur mikro dengan jelas.
5. Pengamatan
Selanjutnya pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik dan juga
pemotretan.
30
5. Ukur lekukan yang terjadi dibeberapa tempat dan posisi.
6. Kemudian masukan data-data tersebut ke dalam rumus untuk mendapatkan hasil kekerasan
material.
31
Gambar 3.24 Alat pengujian impak
32
4 BAB IV
DATA DAN ANALISIS
33
Lanjutan Tabel 4.1 Hasil pengujian komposisi kimia
Komposisi Unsur Paduan Spesimen (%)
Unsur
Spark 1 Spark 2 Spark 3 Avg
Sr <0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,0005
V 0,003 0,003 0,005 0,004
Zr 0,001 0,005 0,006 0,004
Bi 0,007 0,014 0,005 0,009
In <0,001 0,009 <0,001 0,003
Cd <0,002 <0,002 <0,002 <0,002
Sb <0,001 <0,001 <0,001 <0,001
Na <0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,0005
Li <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001
α-Al
Demdrit
Acicular
eutekti Si
34
Pada Gambar 4.2 merupakan hasil pembesaran dari sampel T
AlFeSi
Mg2Si
α-Al
α-Al
Mg2Si
AlFeSi
35
Pada Gambar 4.1 merupakan hasil pembesaran dari sampel P
Mg2Si
α-Al
AlFeSi
AlFeSi
α-Al
Mg2Si
36
4.1.3 Hasil Pegujian Kekerasan
Pada pengujian yang dilakukan, pengujian kekerasan menggunakan metode Brinell, hasil dari
proses pengujian kekerasan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
2P d1 + d2
BHN = ¿ d=
πD ( D - √D - 2 2
d ¿ 2
1. Sampel T
a. Titik 1
0,695 mm + 0,692 mm
d= = 0,694 mm
2
2 × 62,5 kgf
BH N = = 161,9 8
π ×2,5 mm ( 2,5mm - √ 2,5 mm 2 - 0,694mm 2 )
b. Titik 2
0,697 mm + 0,696 mm
d= = 0,697 mm
2
2 × 62,5 kgf
BH N = = 160,56
π ×2,5 mm ( 2,5 mm - √ 2,5 mm - 0,697 mm )
2 2
37
Pada pengujian impak yang dilakukan menggunakan metode Charpy, hasil dari proses pengujian
Charpy dapat dilihat pada Tabel 4.3.
E
HI =
A
1. Sampel B
2,551 J
HI = = 0,0 32 J/mm 2
80 mm 2
4.2 Analisis
Analisis yang dilakukan meliputi hasil-hasil dari proses yang telah dilakukan, diantaranya: hasil
proses pengujian komposisi kimia, pengujian metalografi, pengujian kekerasan dan pengujian
impak.
38
4.2.1 Analisis Pengujian Metalografi Pada Paduan Aluminium
Pengujian metalografi bertujuan untuk mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan
logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi dengan
bantuan alat seperti mikroskop optik.
Untuk hasil pengamatan struktur mikro paduan aluminium as-cast dengan perbesaran 500 × pada
Gambar 4.7, terdapat fasa α-Al berwarna abu-abu, semakin tinggi tempratur peleburan serta
semakin lama waktu peleburan akan meningkatkan struktur buir α-Al semakin halus [21],
kemudian acicular eutektik Si yang berwarna gelap, acicular eutektik Si terbentuk atau diperoleh
dengan cara penambahan natrium (Na), stonsium (Sr), kalsium (Ca) dan antimoni (Sb) pada
paduan, sehingga mendapatkan fasa dalam bentuk pelat kasar dan tidak beraturan [22], dan dendrit
berwarna abu-abu muda, dendrit terbentuk karena adanya perbedaan kecepatan pembekuan, pada
saat proses pembekuan bagian dalam coran mendingin lebih lambat dari pada bagian luarnya
sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah ke dalam bagian coran dan butir-butir kristal
tersebut berbentuk panjang-panjang.
α-Al
Dendrit
Acicular
eutektik Si
Gambar 4.30 Hasil pengamatan mikrostruktur sampel As-cast dengan pembesaran 500 ×
Untuk hasil pengamatan struktur mikro setelah dilakukan SST, masih terlihat adanya fasa α-Al
yang berwarna putih, kemudian fasa AlFeSi yang berwarna biru, fasa AlFeSi terbentuk karena Fe
cenderung untuk berkombinasi dengan unsur-unsur lain untuk membentuk fasa intermetalik,
dengan keberadaan Si pada paduan fasa dominan yang terbentuk adalah AlFeSi, semakin cepat
39
pendinginan menuju tempratur ruang dari tempratur solid solution maka akan menghasilkan
morfologi fasa yang halus, dan yang terakhir fasa Mg2Si berwarna gelap, fasa Mg2Si terbentuk
pada saat unsur Mg dan si mendapatkan proses pemanasan sehingga terbentuk Mg 2Si yang
membentuk bulat yang akan meningkatkan kekuatan, tempratur dan waktu heat treatment akan
berpengaruh terhadap jumlah atau volume timbulnya presipitat Mg2Si [23].
AlFeSi
Mg2Si
α-Al
Untuk hasil pengamatan struktur mikro setelah proses single aging dapat dilihat pada Gambar 4.9,
terdapat masih terlihat adanya fasa α-Al berwarna abu-abu, terlihat juga masih adanya fasa Mg2Si
berwarna hitam dan berbentuk bulat, dan yang terakhir fasa AlFeSi, fasa AlFeSi pada proses single
aging berubah menjadi bulat dikarenakan proses single aging dapat mempengaruhi terhadap
struktur mikro terjadi perubahan morfologi butiran dari memanjang (lonjong) menjadi bulat [23].
40
α-Al
Mg2Si
AlFeSi
Untuk hasil pengamatan struktur mikro setelah proses pre- aged dapat dilihat pada Gambar 4.10,
masih terlihat adanya fasa α-Al berwarna putih, terlihat juga masih adanya fasa Mg2Si berwarna
hitam dan berbentuk bulat, dan fasa AlFeSi berwarna biru dan memanjang, fasa AlFeSi pada proses
pre-aged sudah mulai membentuk clucter.
Mg2Si
α-Al
AlFeSi
41
Untuk hasil pengamatan struktur mikro dengan proses double aging dapat dilihat pada Gambar
4.11, masih terlihat adanya fasa α-Al berwarna abu-abu, terlihat juga masih adanya yang fasa
Mg2Si berwarna hitam dan berbentuk bulat dan fasa AlFeSi, fasa AlFeSi pada proses double aging
sedikit berubah menjadi sedikit melebar dan bercabang diakabat mengalami penuaan berulang [24].
AlFeSi
α-Al
Mg2Si
Pengujian Kekerasan
161.27
160 133.61
120
79.20 83.96
72.46
HBN
80
40
0
As-cast T S P D
Sampel Proses Heat Treatment
42
Dari hasil pengujian kekerasan pada material aluminium menunjukkan bahwa tempratur dan juga
waktu pada variasi aging sangat berpengaruh terhadap perubahan nilai kekerasan. Semakin tinggi
tempratur aging, kekerasan yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini disebabkan sampel
terlebih dahulu mengalami perlakuan panas yang bertujuan untuk keleluasaaan atom-atom dalam
berdifusi satu sama lain serta terjadinya transportasi massa yang menyebabkan antara penguat
dan matrik lebih menyatu, dan juga karena minimnya kekosongan atom pada matrik.
Dari grafik dapat dilihat bahwa harga kekerasan pada spesimen mengalami peningkatan
pengaruh proses heat treatment berupa solid solution treatment dan artificial aging, dimana
harga kekerasan As-cast sebesar 72,46 BHN, untuk nilai kekerasan paling rendah terdapat pada
proses awal perlakuan panas yaitu SST sebesar 79,20 BHN dikarenakan setelah dilakukan proses
SST kemudian diquench, atom-atom yang terlarut akan tetap terdistribusi merata dalam larutan
padat lewat jenuh (supersaturated solid solution) yang memiliki sifat lunak.
Setelah proses SST kemudian dilakukan variasi aging, baru terlihat ada perubahan kekerasan
yang signifikan dari material As-cast, dimana pada proses single aging mendapatkan harga
kekerasan sebesar 83,96 BHN, kemudian pada proses pre-aged mendapatkan harga kekerasan
sebesar 133,61 BHN, sementara untuk hasil pengujian kekerasan paling tinggi terdapat pada
proses double aging yaitu sebesar 161,27 BHN, dikarenakan semakin tinggi temperatur aging
spesimen akan menjadi semakin keras, disamping itu hal ini juga disebabkan larutan padat pada
spesimen menjadi homogen, kenaikan nilai kekerasan ini dapat dibuktikan dengan melihat hasil
pengamatan struktur mikro yang telah dibahas sebelumnya, dengan mulai terbentuknya presipitat
atau fasa kedua yang berupa senyawa Mg2Si dan AlFeSi maka akan menaikan kekerasan paduan,
presipitat atau fasa kedua berperan sebagai penghambat dislokasi sehingga dislokasi menjadi sulit
untuk bergerak, pergerakan dislokasi yang terhambat oleh senyawa fasa kedua akan
mengakibatkan kekerasan paduan meningkat. Dengan hasil pengujian kekerasan yang telah
didapat maka dapat diketahui bahwa proses double aging terhadap paduan dapat meningkatkan
kekerasan yang paling tingi [24].
43
4.2.3 Analisis Pengujian Impak Pada Paduan Aluminium
Pengujian ini menggunakan metode Charpy dengan beban 10 kg. Dapat dilihat pada Gambar 4.8,
ketahanan impak spsimen uji cenderung mengalami peningkatan dengan kenaikan tempratur heat
treatment peningkatan ketahanan impak ini dapat disebabkan oleh proses heat treatment berupa
solid solution treatment dan artificial aging.
Pengujian Impak
3 2.551
2.5
Energi Impak (J)
2
1.5
0.882 0.784 0.784
1 0.589
0.5
0
As-cast T S P D
Sampel Proses Heat Treatment
Dari grafik dapat dilihat bahwa energi yang dapat diserap oleh spesimen mengalami peningkatan
pengaruh proses heat treatment berupa solid solution treatment dan artificial aging, dimana
kekuatan impak As-cast sebesar 0,589 sedangkan untuk spesimen yang mengalami proses heat
treatment berupa solid solution treatment dan artificial aging mengalami peningkatan ketahanan
impak, dimana spesimen yang hanya dilakukan proses SST mampu menyerap energi sebesar
0,882 Joule, dan untuk specimen yang dilakukan proses single aging mengalami peningkatan
ketahanan impak yang meningkat secara signifikan yaitu sebesar 2,551 Joule.
Untuk proses pre-aged dan double aging mengalami peningkatan yang tidak signifikan
dibandingkan dengan proses single aging, dimana ketahanan impak pada proses pre-aged dan
double aging sebesar 0,784 Joule, itu berarti ketahan impaknya menurun dibandingkan dengan
proses single stage aging.
Hasil pengujian menunjukkan nilai ketahanan impak tertinggi terjadi pada proses single stage
aging sebesar 2,551 Joule, sedangkan untuk nilai ketahanan impak yang terendah pada proses
44
pre-aged dan double aging sebesar 0,784 Joule, hasil dari pengujian impak berbanding terbalik
dengan hasil pengujian kekerasan, dimana spesimen yang mempunyai kekerasan tinggi justru
mempunyai ketahanan impak yang rendah, dan sebaliknya untuk spesimen yang mepunyai
kekerasan rendah justru mempunyai ketahan impak tertinggi.
Hal ini dikarenakan peningkatan sifat getas pada spesimen akibat pengaruh temperatur proses
pre-aged dan double aging sehingga ketahanan impak menurun dibandingkan dengan spesimen
yang mengalami proses single aging, tempratur pada proses artificial aging mempengaruhi
ketahanan impak, dimana tempratur aging semakin tinggi maka spesimen memiliki sifat material
yang lebih getas dan pada fasa kedua AlFeSi memberikan pengaruh sifat mekanik, dimana fasa
tersebut mengakibatkan paduan menjadi lebih getas atau menurunkan keuletan [25].
45
5 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh variasi aging terhadap
mikrostruktur, kekerasan, dan ketahan impak dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai kekerasan secara keseluruhan mengalami peningkatan seiring dengan diberikannya
proses variasi aging. Hasil data pengujian sifat mekanik didapatkan nilai kekerasan yang
paling optimal pada proses double aging, dimana kekerasannya sebesar 161,27 HBN.
2. Nilai ketahanan impak yang paling optimal diperoleh pada proses single aging, dimana
ketahanan impaknya sebesar 2,55 J.
3. Pengamatan struktur mikro terjadi adanya perubahan presipitat yang semakin memanjang,
bercabang serta berkelompok dengan dilakuakannya proses double aging. Perubahan pada
presipitat mempengaruhi kekerasan dan juga ketahanan impak.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengujian tambahan seperti pengujian XRD untuk melihat fasa-fasa yang
terdapat pada setiap spesimen yang telah dilakukan proses aging.
46
6 DAFTAR PUSTAKA
[1] S. S. Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta: Pradnya Paramita, 2005.
[2] S. Surdia T., Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta: Pradnya Paramitha, 1992.
[3] W. P. Raharjo, “Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Struktur Mikro,” Mekanika, vol. 7, pp.
29-30, 2008.
[4] S. M. d. A. W. Suherman, “Pengaruh Heat Treatment Terhadap Struktur Mikro dan
Kekerasan Aluminium Paduan Al-Si-Cu Pada Cylinder Head Sepeda Motor,” Mekanik, vol.
3, p. 10, 2016.
[5] M. Furqon, “Pengaruh Waktu Solution Treatment Pada Penguatan Presifitasi,” Metal
Indonesia , vol. 35, p. 35, 2013.
[6] S. &. R. H. Schonmetz, Pengerjaan Logam dengan Mesin, Bandung : Angkasa, 1990.
[7] T. A. Kusuma, “Studi metalografi hasil pengelasan titik (spot welding) pada pengelasan di
lingkungan udara dan dilingkungan gas argon. welding,” 2012.
[8] F. S. Muttaqin, “Pengaruh Penambahan Unsur Nikel Terhadap Struktur Mikro dan Sifat
Mekanik Baja Chromoly Hasil Fan Normalizing untuk Aplikasi Induced Draft Fan pada
Boiler. Metallurgy,” 2018.
[9] A. Murtiono, “Pengaruh Quenching Dan Tempering Terhadap,” e-Dinamis, vol. 2, p. 61,
2012.
[10] G. Revankar, “Introduction to Hardness Testing,” dalam Mechanical Testing and
Evaluation, ASM Handbook Committee., 1998, pp. 416-613.
[11] A. B. R. E. N. N. F. R. N. K. O. R. N. Ika Wahyuni, “Uji Kekerasan Material dengan
Metode Rockwell,” pp. 2-4.
[12] V. Vlack, Ilmu dan Teknologi Bahan, terj. Sriati Djaprie, Cetakan keempat, Jakarta: PT.
Erlangga, 1994.
[13] Diktat Mata Kuliah Metalografi, Depok: Departemen Metalurgi dan Material FTUI, 2007.
[14] Modul Praktikum Metalografi, Depok: Laboratorium Metalografi dan Perlakuan Permukaan
& Panas Departemen Metalurgi dan Material FTUI, 2007.
[15] M. G. H. Inc, Introduction to Physical Metalurgi, Sydney: H.A, 1974.
[16] S. M. Dyah Sawitri, “PERANCANGAN MEKANIK MESIN POLES,” pp. 2-4.
[17] D. sriati.Ir.ME.M.met, Ilmu dan Teknologi Bahan, Jakarta : PT. Erlangga , 1992.
47
[18] Anonimous, Standard Test Methods for Notched Bar Impact Testing of Metallic Material,
USA, 2007.
[19] T. S. M. d. S. Saito, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta: PT. PradnyaParamita, 1985.
[20] M.Z.M, “PENGARUH TEMPERATUR DAN BENTUK TAKIKAN TERHADAP
KEKUATAN IMPAK LOGAM,” Mektek, vol. 1, pp. 17-21, 2012.
[21] R. Siswanto, “ANALISIS STRUKTUR MIKRO PADUAN Al-19,6Si-2,5Cu,2,3Zn
(SCRAP) HASIL PENGECORAN EVAPORATIVE,” Procceding Seminar Nasional
Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTMXIV), p. 02, 2015.
[22] R. Sinaga, “MENINGKATKAN KEULETAN PADA CORAN PADUAN
HYPOEUTEKTIK Al-Si,” Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Bahan '99, p. 02, 1999.
[23] A. d. I. P. WIDYATMOKO, “PENGARUH VARIASI SUHU ARTIFICIAL AGING 150,
175 DAN 200 °C PADA SIKLUS PERLAKUAN PANAS T6 VELG PADUAN
ALUMINIUM SEKRAP HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL TERHADAP
QUALITY INDEX, KEKUATAN IMPAK DAN PERUBAHAN MORFOLOGI
STRUKTUR MIKRO,” Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM
XI) & Thermofluid IV, pp. 1802-1803, 2012.
[24] D. E. A. A. A. d. M. F. S. Asfari Azka Fadhilah, “STUDI PENGARUH TEMPRATUR
DAN WAKTU AGING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR
KOMPOSIT Al/Al2o3 HASIL PROSES CANAI DINGIN,” p. 4.
[25] S. Gunawan, “EFEK PERLAKUAN PANAS AGING TERHADAP KEKERASAN DAN
KETANGGUHAN IMPAK PADUAN ALUMINIUM AA 514.0,” vol. 16, p. 46, 2016.
[26] M. J. DeHaemer, Mechanical Testing, Metals Handbook, 1990.
[27] D. Tabor, The Hardness of Metals, Oxford: Clarendon Press, 1951.
[28] J. R. Davis, “Aluminum and Alumunium Alloys,” dalam Alloying : Understanding The
Basics, ASM International, 2001, pp. pp. 351-416..
[29] M. H. Harion, “STUDI PENGARUH PENAMBAHAN 0,019 wt% TI DAN 0,29 wt% TI
TERHADAP KARAKTERISTIK MATERIAL PADUAN ALUMINIUM AC4B DENGAN
PROSES LOW PRESSURE DIE CASTING,” p. 13, 2008.
48
49