SKRIPSI
oleh:
Nama: Jecky Kurniawan Adros
NPM : 143030040
3. Naskah laporan skripsi yang ditulis bukan dilakukan secara copy paste dari
karya orang lain dan mengganti beberapa kata yang tidak perlu.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya
sanggup menerima hukuman/sanksi apapun sesuai peraturan yang berlaku.
Bandung, 13-12-2021
Penulis,
Materai 10.000
………………………
i
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
Yang bertanda tangan di bawah ini, sebagai sivitas akademik Universitas Pasundan,
saya:
Nama : Jecky Kurniawan.A
NPM : 143030040
Program Studi : Teknik Mesin FT UNPAS
Jenis Karya: Skripsi, makalah, laporan magang kerja, karya profesi
Menyatakan bahwa sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, saya
meneyetujui memberikan kepada Universitas Pasundan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif atas karya ilmiah saya yang berjudul:
ANALISA VARIASI TEMPERATUR DAN WAKTU TUNGGU
PROSES ARTIFICAL AGING PADA PADUAN AL-SI-CU
TERHADAP KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR.
Beserta perangkat yang ada (jika ada). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini
Universitas Pasundan berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola
dalam bentuk pakalan data (database), merawat, dan mempublikasikan skripsi saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta,
Bandung, 13-12-2021
Yang menyatakan,
Materai 10.000
……………………………………
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
iii
KATA PENGANTAR
iv
Ibu saya ibu Roslaini yang telah memberikan support secara moril maupun
materil dan Do’a juga semasa hidup nya.
6. Terima kasih juga kepada kaka saya. Teddy Sudrajat, Eleni Kenanga
Purbasari, Lucky Adros, Teliviani Adros dan kembaran saya Jeri yudistira
Adros yang selalu support saya baik, materil maupum moril.
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. x
ABSTRACT ............................................................................................................. xi
Batasan Masalah........................................................................................... 2
1. Aluminium ................................................................................................... 5
B. Quenching ........................................................................................... 12
vi
A. Brinell test ........................................................................................... 16
5. Kajian Pustaka............................................................................................ 17
1. Data ............................................................................................................ 25
2. Analisis....................................................................................................... 30
1. Kesimpulan ................................................................................................ 37
2. Saran ........................................................................................................... 37
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
ix
ABSTRAK
Penelitian yang sedang dilaksanakan adalah penelitian mengenai roda tank baja yang dibuat
dari paduan alumunium Al-Si. Selain untuk mendukung kemandirian industri di bidang
pertahanan dan keamanan, hal ini juga mendukung substitusi impor alumunium di
Indonesia. Sifat optimum aluminium dicapai dengan penambahan paduan dan perlakuan
panas. Ini mendorong pembentukan endapan keras kecil yang mengganggu gerakan
dislokasi dan meningkatkan sifat mekaniknya. Salah satu paduan aluminium yang paling
umum digunakan adalah paduan Al 7075 karena sifat komprehensif yang menarik seperti
kepadatan rendah, kekuatan tinggi, keuletan, ketangguhan dan ketahanan terhadap
kelelahan. Salah satu proses penguatan material pada paduan aluminium dilakukan melalui
perlakuan panas atau heat treatment. heat treatment adalah salah satu proses untuk
mengubah struktur logam dengan cara memanaskan specimen pada tungku pada temperatur
rekristalisasi selama periode waktu tertentu kemudian didinginkan pada media pendingin
air.
x
ABSTRACT
One of the researches being carried out is research on steel tank wheels made of Al-Si
aluminum alloy. In addition to supporting the independence of the industry in the field of
defense and security, this also supports the substitution of aluminum imports in Indonesia.
Optimum properties of aluminum achieved by the addition of alloys and heat treatment. It
encourages formation small hard deposits that interfere with dislocation motion and
improve their mechanical properties. One of the most commonly used aluminum alloys is
Al 7075 alloy because of its attractive comprehensiveness such as low density, high
strength, ductility, toughness and resistance to fatigue. One process of strengthening the
material in aluminum alloys is done through heat treatment. Heat treatment is a process to
change the metal structure by heating the specimen in a furnace at atemperature
recrystallization for a certain period of time and then cooling it in water cooling media.
xi
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aluminium merupakan salah satu logam non-ferro dengan konsumsi tertinggi didunia,
dengan konsumsi tahunan bisa mencapai angka mencapai 58,8 ton/tahun. Selama 50 tahun
terakhir, aluminium telah menjadi logam yang luas penggunaannya setelah baja.
Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan
ductility yang cukup baik (aluminium paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis,
komponen aluminium yang begitu komplek tersebut maka diperlukan penelitian lebih dari
60 tahun untuk menemukan cara yang ekonomis untuk membuat aluminium dari bijih
bauksit.
Balai Besar Logam dan Mesin pada saat ini sedang melakukan penilitian material jenis
non-ferro yaitu paduan aluminium. Penelitian tersebut bertujuan untuk membantu industri
aluminium dalam negeri khususnya industri pengecoran. Sehingga material aluminium
tidak harus diimpor, secara tidak langsung pada penelitian ini bisa membantu memajukan
industri aluminium dalam negeri, di masa yang akan datang aluminium bisa diaplikasikan
untuk berbagai komponen contohya seperti roda tank baja AMX 13 dan produk lainnya
yang membutuhkan sifat mekanik dan teknis tertentu dalam penggunaannya.
Kekurangan aluminium cor adalah sifat mekanik yang relative rendah dan belum bias
langsung diaplikasikan sebagai produk siap pakai, maka dari itu perlu dilakukan penguatan
terhadap produk sebelum produk tersebut bias diaplikasikan. Salah satu proses penguatan
material pada paduan aluminium dilakukan melalui perlakuan panas atau heat treatment.
heat treatment adalah salah satu proses untuk mengubah struktur logam dengan cara
memanaskan specimen pada tungku pada temperatur rekristalisasi selama periode waktu
tertentu kemudian didinginkan pada media pendingin seperti udara, air, air garam, dan oli
yang mempunyai kerapatan pendinginan yang berbeda-beda. Perlakuan panas merupakan
proses kombinasi antara proses pemanasan atau pendinginan dari suatu logam atau
paduannya dalam keadaan padat untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu. Sehingga
diperlukan suatu usaha untuk dapat meningkatkan atau memperbaiki sifat logam. Cara
memperbaiki sifat logam ialah dengan cara memanaskan produk coran sampai temperatur
yang telah ditentukan, kemudian dibiarkan beberapa waktu pada temperatur tersebut,
kemudian didinginkan ke temperatur yang lebih rendah dengan kecepatan yang sesuai atau
dikontrol. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan presipitat yang mampu merekayasa
sifat mekanik dari suatu material. Maka dari itu penelitian ini difokuskan pada kajian
mengenai pengaruh salah satu perlakuan panas, yaitu artificial aging.
Rumusan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Material yang digunakan adalah paduan Al-Si-Cu
b) Proses solid solution treatment dilakukan pada temperatur 500 ºC
c) Media quenching yang digunakan adalah media air
d) Proses heat treatment dengan artificial aging pada temperatur 160 dan 200 ºC
dengan waktu 3-6 jam
e) Pengujian yang dilkukan ialah pengujian kekerasan, pengamatan metalografi
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Menentukan korelasi mikrostruktur dengan kekerasan, sifat mekanik paduan Al-
Si-Cu
b) Menentukan korelasi antara proses artificial aging terhadap kekerasan paduan Al-
Si-Cu
2
Batasan Masalah
Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Bagaimana menentukan proses yang tepat untuk penguatan paduan Al-Si-Cu
melalui artificial aging
b) Bagaimana hubungan mikrostruktur dengan sifat mekanik berupa kekerasan
paduan Al-Si-Cu
Sistematika Penulisan
Penyusunan laporan ini didasarkan pada beberapa bagian. Setiap bagian mempunyai
kriteria tertentu secara sistematis dan bertahap dengan susunan sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah yang merupakan landasan
penelitian ini dilakukan, identifikasi masalah, tujuan penelitian, batasan masalah
dan sistematika alur penulisan.
Bab 2 Studi Literatur berisi tentang materi yang digunakan dalam penulisan
laporan, materi diambil dari buku dan kajian ilmiah serta penelitian terbaru
mengenai metode dan bahan sejenis. Materi yang disajikan dapat berupa tabel,
gambar ataupun teori yang berhubungan dengan tugas akhir ini.
Bab 3 Metode Penelitian berisi tentang diagram alir dan uraian tahap-tahap dalam
penelitian, yaitu: tahap studi literatur dan studi lapangan, tahap penyiapan bahan
dan alat kerja, tahap pembuatan spesimen, pelaksanaan pengujian, dan tahap
pengambilan data hasil pengujian.
Bab 4 Data dan Analisi ini berisi tentang data hasil pengujian serta pembahasan dari
data yang didapatkan dilapangan.
Bab 5 Kesimpulan dan Saran berisi tentang simpulan dari penelitian yang telah
dilakukan dan saran untuk pengembangan studi lanjutan mengenai penelitian
terkait.
3
Daftar Pustaka Berisi sumber-sumber yang menjadi referensi penulisan dalam
menyusun penelitaian ini.
4
BAB II STUDI LITERATUR
1. Aluminium
Aluminium merupakan salah satu logam non-ferro dengan konsumsi tertinggi didunia, dengan
konsumsi tahunan bisa mencapai angka mencapai 58,8 ton/tahun. Selama 50 tahun terakhir,
aluminium telah menjadi logam yang luas penggunaannya setelah baja. Perkembangan ini
didasarkan pada sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik,
mudah diproduksi dan cukup ekonomis. Aluminium yang relatif rumit menghabiskan waktu
penelitian lebih dari 60 tahun dalam menemukan cara terbaik untuk ekstraksi aluminium dari bijih
bauksit.
Aluminium banyak dipergunakan di dalam komponen otomotif, kemasan makanan dan minuman,
pesawat dan alutsista militer, peralatan rumah tangga, mobil, dan kapal laut. Sifat ketahanan
korosi dari aluminium diperoleh akibat terbentuknya lapisan aluminium oksida (Al2O3) di
permukaan aluminium. Lapisan inilah yang membuat aluminium tahan terhadap korosi tetapi
tidak mudah untuk dilas, karena perbedaan titik cair (melting point). Aluminium umumnya proses
dilebur pada temperatur 660,32 ºC dan aluminium oksida melebur pada temperatur 2519 ºC.
Untuk mendapatkan peningatan kekuatan mekanik, logam aluminium biasanya dipadukan dengan
unsur tembaga, silikon, mangan, titanium, magnesium, krom, nikel, dan seng. Aluminium sendiri
merupakan logam yang paling banyak ditemukan di kerak bumi (8,3%), dan banyak ketiga setelah
oksigen (45,5%) dan silicon (25,7%). Aluminium sangat reaktif khususnya dengan oksigen,
sehingga unsur aluminium tidak pernah dijumpai dalam keadaan bebas di alam, melainkan
sebagai senyawa yang merupakan penyusunan utama dari bahan tambang biji bauksit yang berupa
campuran oksidan dan hidroksida aluminium. Aluminium jiga ditemukan di granit dan mineral-
mineral lainnya. Aluminium ada di alam dalam bentuk silikat maupun oksida, yaitu antara lain:
• Sebagai silikat, contohnya feldspar, tanah liat, mika.
• Sebagai oksida anhidrat contohnya kurondum (untuk amril)
• Sebagai hidrat, contohnya bauksit.
• Sebagai florida, contohnya kriolit.
Sifat-sifat Alumunium yaitu memiliki warna putih keperak-perakan, berat jenis sebesar 2,7
gr/cm3, titik cair sebesar 660 °C, konduktifitas listrik sebesar 37,7 J/m.mm, konduktifitas panas
sebesar 2,3 J/m.mm, ketahanan korosi Al sangat baik pada kondisi atmosfer maupun kimia.
5
Pemaduan Al yang sangat lunak dapat mencapai kekuatan dua kali baja karbon menengah, Heat
Treatment dapat memperbaiki sifat mekanik alumunium., kekuatan tarik untuk pembentukan
produk dengan proses cor sebesar or 90 – 120 N/mm2 sedangkan melalui annealing sebesar 70
Sifat teknologi alumunium yaitu, formability, Al dapat dibentuk dengan semua teknik
pembentukan dibandingkan logam yang lainnya, Temperatur cair yang relatif rendah sehingga
mudah dicor, machibability yang baik, dan weldability yang baik
• Penghantar listrik dan panas yang baik walaupun tidak sebaik tembaga. Karena
memliki daya hantar listrik yang baik ini alumunium digunakan pada kabel listrik
menggantikan tembaga yang harganya lebih mahal.
• Mempunyai warna yang stabil seolah-olah tidak berkarat. Hal ini disebabkan
alumunium sangat cepat bereaksi dengan oksigen yang terdapat di udara
menghasilkan oksida. Oksida yang terbentuk tidak mudah terkelupas sehingga
dapat melindungi permukaan alumunium yang adal dibagian bawah agar tidak
terjadi oksida berkelanjutan. Selain berupa lapisan tipis, oksida yang terbentuk
merupakan lapisan tembus cahaya seingga alumunium seolah-olah tidak berubah
(tetap mengkilat).
• Serbuk alumunium yang sangat halus tampak mengkilat seperti logam aslinya
sehingga sering dicampur pada minyak cat (vernis) menghasilkan cat matalik yang
harganya relatif lebih mahal dibandingkan cat biasa. Cat-cat metalik kebanyakan
digunakan pada barang-barang mewah, karena dengan penambahan alumunium,
cat dapat memantulkan cahaya yang lebih banyak.
• Tidak bereaksi dengan asam atau bahan kimia lain yang terdapat dalam bahan
makanan. Oleh karena itu alumunium banyak digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan alat-alat rumh tangga misalnya panci. Dan alumunium dijadikan kertas
alumunium yang sangat tipis yang digunakan sebagai pembungkus rokok, bumbu
masak dan beberapa keperluan lain.
• Paduan 95% alumunium dengan 5% unsur lain seperti Cu, Mg, dan Mn dapat
digunakan menggantikan fungsi besi walaupun tidak sekuat besi. Misalnya dalam
pembuatan bingkai pintu dan jendela.
6
Selain kelebihan, alumunium memiliki keterbatasan diantaranya:
• Kekerasan yang rendah.
• Ketahanan aus yang tidak baik.
• Sifat mekanik yang buruk pada temperatur tinggi.
• Beberapa paduan dalam lingkungan tertentu memiliki ketahanan korosi yang
buruk.
Penambahan satu atau beberapa unsur lain dapat mengubah dan memperbaiki sifat aluminium.
Besi membuat aluminium keras dan getas, timah hitam membuatnya bergelembung tetapi
memudahkan pengerjaan, tembaga meninggikan kekerasan, magnesium memperbaiki kekuatan
dan kemudahan pengerjaan, titanium mempengaruhi ketahanan terhadap air laut dan mangan
meningkatkan kekuatan dan anti karat. Elemen tersebut menunjukan kelarutan yang baik pada
temperatur tinggi, tapi kelarutan yang rendah pada temperatur kamar. Klasifikasi paduan
aluminium secara garis besar digolongkan seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi paduan aluminium
Nomor Seri Komposisi Paduan
1XX.X Aluminium murni
2XX.X Paduan aluminium–tembaga
3XX.X Paduan aluminium–silikon–tembaga dan atau magnesium
4XX.X Paduan aluminium–silicon
5XX.X Paduan aluminium–magnesium
6XX.X Tidak digunakan
7XX.X Paduan aluminiu –seng
8XX.X Paduan aluminium–timah
9XX.X Belum digunakan
7
2. Heat Treatment
Perlakuan panas (heat treatment), secara umum bisa di artikan sebagai proses yang bertujuan
untuk mengubah sifat mekanik, strukturmikro dan tegangan sisa pada produk logam. Namun,
ketika istilah ini di terapkan pada paduan aluminium, penggunaannya sering terbatas pada proses
secara spesifik yang di gunakan untuk meningkatakan kekuatan dan kekerasan pada produk
paduan tempa dan cor yang di keraskan dengan fenomena presipitasi. Biasa disebut juga dengan
paduan “heat treatabel alloy”. Hal yang membedakan material lain dari paduan heat treatabel
adalah tidak ada peningkatan kekuatan secara signifikan yang dapat di capai dengan proses
pemasnasan dan pendinginan. Umumnya juga disebut “non heat treatabel” tergantung pada cold
working untuk meningkatan kekuatan. Perlakuan panas untuk mengurangi kekuatan dan
meningkatkan kekuatan (annealing) digunakan pada beberapa jenis paduan. Gambar 2.2
menujukan tungku yang digunakan untuk proses heat treatment.
Heat treatment adalah salah satu proses untuk mengubah struktur logam dengan cara
memanaskan spesimen pada tungku (elektrikterance) pada temperatur rekristalisasi selama
periode waktu tertentu kemudian di dinginkan pada media pendingin seperti udara, air, air garam,
dan oli yang masing-masing mempunyai kerapatan pendinginan yang berbeda-beda. Perlakuan
panas merupakan proses kombinasi antara proses pemanasan atau pendinginan dari suatu logam
atau paduannya dalam keadaan padat untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu. Sehingga diperlukan
suatu usaha untuk dapat meningkatkan atau memperbaiki sifatsifat logam. Cara memperbaiki
sifat-sifat logam ialah dengan cara memanaskan coran sampai temperatur yang telah ditentukan,
kemudian dibiarkan beberapa waktu pada temperatur tersebut, kemudian didinginkan ke
temperatur yang lebih rendah dengan kecepatan yang sesuai atau yang telah ditentukan. Perlakuan
8
panas pada logam memegang peranan yang sangat penting dalam rekayasa mengingat bahwa
fakta hampir semua komponen teknik yang terbuat dari logam memerlukan paling tidak satu tahap
perlakuan panas, dengan tujuan memenuhi prasyarat sifat-sifat yang diinginkan. Contohnya
antara lain adalah sebagai berikut: memperlunak, menghilangkan tegangan sisa, melakukan
homogenisasi, meningkatkan ketangguhan, memperkeras, menambah unsur kimia melalui
permukaan, meningktkan sifat fisik.
Beberapa proses heat treatment yang biasanya dilakukan terhadap paduan aluminium adalah
sebagai berikut:
9
lebih lama dan temperatur yang lebih tinggi. Partikel dengan ukuran besar harus jumlahnya
lebih sedikit dengan jarak yang lebih besar diantara partikel lainnya. Tujuannya adalah
untuk memilih siklus yang menghasilkan ukuran endapan optimal dan pola distribusi.
Akibatnya siklus yang diperlukan untuk memaksimalkan, sifat mekanik, seperti kekuatan
tarik, biasanya berbeda dari yang diperlukan untuk memaksimalkan yang lain, seperti
kekuatan luluh dan ketahanan korosi. Akibatnya siklus yang digunakan untuk memberikan
kombinasi sifat terbaik.
Produk dengan material dalam temper tipe T5- hingga T10 (lihat bagian tentang penunjukan
temper di dekat akhir artikel ini) mengharuskan perlakuan panas presipitasi pada
temperature tinggi (artificial aging). Meskipun endapan pengerasan yang diakibatkan oleh
proses ini bersifat submikroskopis, struktur sebelum dan sesudah perlakuan panas
presipitasi sering dapat dibedakan dengan etsa specimen metalografi. Dalam paduan
alumunium dalam larutan yang dipanaskan dan kondisi quenching, kontras perwarnaan
antara butir dengan orientasi yang berbeda relative tinggi, khususnya dalam paduan tempa
seri 2xxx dan paduan casting seri 2xx.0 penurunan tersebut diakibatkan dari proses
perlakuan panas presipitasi.
Perbedaan jenis, fraksi volume, ukuran, dan distribusi partikel endapan mengatur sifat serta
perubahan yang diamati dengan waktu dan temperatur, dan ini semua dipengaruhi oleh
keadaan awal struktur. Struktur awal dapat bervariasi dalam produk tempa dari yang tidak
direkristalisasi hingga yang rekristalisasi dan mungkin hanya memperlihatkan regangan
sederhana dari pendinginan atau regangan tambahan dari kerja dingin setelah perlakuan
panas larutan. Kondisi ini, serta waktu dan temperature perlakuan panas presipitasi,
mempengaruhi struktur akhir dan sifat mekanik yang dihasilkan. Karena sifat mekanik dan
karakteristik lainya berubah secara trus menerus seiring dengan waktu dan dengan
temperatur.
Perlakuan untuk menghasilkan kombinasi sifat yang sesuai dengan kombinasi paduan
temperatur tertentu memerlukan satu atau lebih kombinasi waktu dan temperature yang
lebih spesifikasi dan seimbang, dengan kedua parameter tersebut pada batasan praktis.
Perlakuan yang sering digunakan sering kali adalah hubungan antara faktor waktu dan biaya
dan kemungkinan memperoleh sifat yang di inginkan, dengan pertimbangan nilai untuk
variable seperti komposisi dalam kisaran yang ditentukan dan variasi temperature yang lebih
tinggi dapat mengurangi waktu proses perlakuan tersebut; tetapi jika temperature terlalu
tinggi, karakteristik dari proses pengerasan presipitasi mengurangi kemungkinan diperoleh
nya siifat yang dibutuhkan[3].
10
B. Quenching
Proses quenching atau pendinginan dengan media pendingin adalah suatu proses pemanasan
logam sehingga mencapai batas super saturated yang homogen, Untuk mendapatkan
kehomogenan ini maka perlu waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya secara cepat
paduan tersebut di celupkan ke dalam media pendingin, tergantung pada kecepatan
pendingin yang telah kita tentukan untuk mencapai kekerasan paduan. Tujuan dilakukan
quenching adalah agar larutan padat homogen yang terbentuk pada solution heat treatment
dan kekosongan atom dalam keseimbangan termal pada temperatur tinggi tetap pada
tempatnya. Pada proses quenching tidak hanya menyebabkan atom terlarut tetap ada dalam
larutan, namun juga menyebabkan jumlah kekosongan atom tetap besar. Adanya
kekosongan atom dalam jumlah besar dapat membantu proses difusi atom pada temperatur
ruang untuk membentuk zona Guinier - Preston (Zona GP), Zona Guinier - Preston (Zona
GP) adalah kondisi didalam paduan dimana terdapat agregasi atom padat atau
pengelompokan atom padat.
Tujuan quenching adalah untuk mengetahui larutan padat yang terbentuk pada temperatur
larutan panas, dengan laju pendinginan yang cepat untuk beberapa specimen agar kembali
ke temperatur paling rendah atau temperatur ruang. Dari pembahasan umum sebelumnya,
pernyataan ini tidak hanya berlaku untuk mempertahankan atom zat terlarut dalam larutan,
tetapi juga untuk mempertahankan jumlah minimum tertentu situs kisi kosong untuk
membantu dalam memunculkan difusi temperature rendah yang diperlukan untuk
pembentukan daerah Atom zat terlarut yang diendapkan baik pada batas batas, dispersoids,
atau partikel lain, serta daearah yang berpindah (dengan kecepatan ekstrem) untuk tidak
teratur[4].
11
C. Artificial Aging
Artificial aging adalah proses perlakuan panas yang dilakukan pada suatu bahan untuk
meningkatkan sifat kekerasannya dengan cara mengkombinasikan antara pemanasan di atas
temperatur ruang dengan waktu pemanasan. Penelitian ini akan dilakukan artificial aging
pada paduan aluminium timah (Al-Sn) dengan penambahan variasi logam Tembaga (Cu).
Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh waktu tahan pada proses artificial aging
terhadap kekerasan dan mikrostruktur Al-Sn. Ruang lingkup penelitian sebagai berikut,
material adalah Al-10Sn-0Cu; Al-10Sn- 10Cu dan Al-10Sn-20Cu Suhu solid solution adalah
500 oC. Suhu aging 200 oC. Waktu penuaan adalah 3 jam,6. Hasil penelitian menunjukkan
peningkatan waktu. Pengambilan temperature Artificial aging pada temperature antara 160
o
C – 200 oC akan berpengaruh pada tingkat kekerasan sebab pada proses Artificial aging
akan terjadi perubahan-perubahan fasa atau struktur. Perubahan fasa tersebut akan
memberikan sumbangan terhadap pengerasan[5].
3. Pengamatan metalografi
Metalografi merupakan suatu pengamatan atau pengujian dengan tujuan untuk menentukan
atau mempelajari struktur mikro dan fasa-fasa yang terkandung dalam suatu spesimen uji.
Sehingga dapat diketahui jenis material yang digunakan serta dapat diperkirakan proses
produksi pada spesimen uji. Dalam proses pengujian metalografi dan pengujian logam
dibagi menjadi dua jenis, yaitu ada pengujian makro dan pengujian mikro.
Adapun beberapa tahap yang perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian struktur
mikro adalah:
a) Pemotongan (Sectioning).
b) Pengamplasan (Grinding).
c) Pemolesan (Polishing).
d) Etsa (Etching).
e) Pemotretan.
12
Dari kelima proses tersebut, proses grinding dan polishing merupakan proses yang
penting. Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat teknologis sangat
mempengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya, disamping komposisi
kimianya. Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas
ataupun dengan proses perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji.
Proses grinding dan polishing merupakan proses yang sangat penting untuk membuat
permukaan sampel menjadi benar-benar halus agar dapat dilakukan pengujian. Pada
proses ini biasa digunakan sebuah mesin poles yang memiliki komponen utama berupa
motor penggerak, piringan logam, dan keran air. Pada pengujian kali ini digunakan
sebuah motor penggerak berupa motor listrik yang akan berfungsi sebagai penggerak
dua piringan logam[4].
4. Uji kekerasan
Uji kekerasan adalah pengujian yang paling efektif untuk menguji kekerasan dari suatu material,
karena dengan pengujian ini kita dapat dengan mudah mengetahui gambaaran sifat mekanis suatu
material. Kekerasan (hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari
suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam
penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis. Dengan
melakukan uji keras, material dapat dengan mudah di golongkan sebagai material ulet atau getas.
Kekerasan logam didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi, dan memberikan indikasi
cepat mengenai perilaku deformasi. Alat uji kekerasan menekankan bola kecil, piramida atau
13
kerucut ke permukaan logam dengan beban tertentu, dan bilangan kekerasan (Rockwell, Brinell
atau Vickers) diperoleh dari diameter jejak. Kekerasan dapat dihubungkan dengan kekuatan luluh
atau kekuatan tarik logam, Karena sewaktu indentasi, material di sekitar jejak mengalami
deformasi plastis mencapai beberapa persen regangan tertentu Uji kekerasan adalah pengujian
yang paling efektif untuk menguji kekerasan dari suatu material, karena dengan pengujian ini kita
dapat dengan mudah mengetahui gambaaran sifat mekanis suatu material. Meskipun pengukuran
hanya dilakukan pada suatu titik, atau daerah tertentu saja, nilai kekerasan cukup valid untuk
menyatakan kekuatan suatu material. Dengan melakukan uji keras, material dapat dengan mudah
di golongkan sebagai material ulet atau getas. Di dunia teknik, umumnya pengujian kekerasan
menggunakan 3 macam metode pengujian kekerasan, yaitu: Brinell, Rockwell, dan Vikers.
A. Brinell test
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan
suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang
ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen). Gambar 2.6 menujukan
proses pengujian kekerasan dengan metode Brinell.
Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan
lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang
diameter jejak[6]. BHN dapat ditentukan dari persamaan berikut:
2𝑃
BHN =
𝜋𝐷(𝐷−√𝐷 2 − 𝑑 2 )
Ket :
BHN : Brinell Hardness Number
14
P : Beban yang diberikan (kgf)
D : Diameter indentor (mm)
d : Diameter lekukan rata rata hasil indentasi (mm)
5. Kajian Pustaka
A. Proses, dengan uji, Artificial Aging, adalah Holding time during,
Artificial, proses Artificial.
Bogie sendiri adalah bagian lempeng roda yang mengalami kontak langsung dengan
rantai pada sistem penggerak tank baja, maka ini menyebabkan material yang akan
digunakan untuk bogie tank baja harus memiliki sifat mekanik yang cukup tinggi untuk
menahan segala beban yang terjadi pada bogie tersebut. Proses perlakuan yang tepat
untuk dilakukan pada paduan aluminium adalah proses precipitation hardening yang
melibatkan proses artificial aging karena kombinasi temperatur dan waktu tahan proses
artificial aging akan sangat menentukan sifat mekanik dari material yang dikenai
treatment. Pengujian yang dilakukan pada penelitian yang dilakukan oleh Muttahar
berupa uji metalografi, pengujian tarik, dan pengujian impak. Hasil dari pengujian,
didapatkan bahwa kekuatan tertinggi adalah sebesar 193,08 MPa yang dicapai oleh
spesimen aluminium dengan waktu tunggu proses artificial aging selama 5 jam, nilai
ketahanan impak sendiri yang tertinggi adalah sebesar 2,55 Joule yang dicapai oleh
spesimen aluminium dengan waktu tunggu proses artificial aging selama 5 jam,di sini
presipitat yang terbentuk pada hasil artificial aging berupa presipitat AlSi yang halus,
membulat dan membentuk kluster.
Artificial aging merupakan salah satu metode treatment pada aluminium yang bertujuan
untuk mempercepat laju pertumbuhan presipitat sehingga sifat mekanik dari aluminium
dapat disesuaikan dan dicapai akibat tumbuhnya presipitat pada proses ini. Maka dari
itu penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh temperatur dan waktu tahan
aging terhadap perubahan strukutur mikro dan perubahan sifat mekanis berupa kekuatan
tarik dan ketahanan impak paduan Al-Si hasil pengecoran untuk material bogie wheel.
Paduan Al-Si yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari proses pengecoran.
15
Preparasi sampel dilakukan melalui proses pemesinan dengan machining pada beberapa
bagian test piece agar didapatkan test piece yang sesuai standar uji, yang di tunjukan
pada tabel 2 komposisi paduan Al-Si.
Al 88,8
Si 6,38
Fe 1,54
Cu 1,21
Mn 0,11
Mg 0,06
Cu 0,04
Ni 0,11
Zn 1,47
Proses heat treatment diawali dengan proses solid solution treatment (SST). Pada langkah
ini spesimen uji dipanaskan di dalam tungku pemanas hingga temperatur 540 °C,
dilakukan penahanan temperatur SST selama 5 jam. (Afifi, Wang and Pereira 2018)
Proses pendinginan (quenching) dilakukan dengan menggunakan media air pada
temperatur 65‒80 °C selama 10 menit. Langkah terakhir yaitu artificial aging. Pada
langkah ini temperatur uji dipanaskan di dalam tungku pemanas hingga temperatur 155
°C dengan variasi holding time 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam. (Xu, Zheng and Li 2017)
Kemudian dikeluarkan dari tungku hingga temperatur material mendekati temperatur
kamar. Proses selanjutnya uji metalografi bertujuan untuk mengetahui struktur mikro dan
fasa-fasa yang terbentuk sebelum dan sesudah dilakukannya proses heat treatment pada
temperatur uji. Standar yang digunakan pada pengujian metalografi adalah ASTM 340.
Etsa yang digunakan berupa keller’s reagent dengan komposisi 95 % air, 2,5 % HNO3,
1,5 % HCl, dan 1 % HF. (Brandes and Brook 2001) sedangkan untuk SEM-EDS
menggunakan standar ASTM E986-04. Analisa pengaruh waktu holding artificial aging
terhadap mikrostruktu. Pengamatan mikrostruktur dilakukan menggunakan mikroskop
optik dengan perbesaran 500 ×. Pada hasil mikrostruktur tanpa treatment masih terlihat
adanya dendrit pertumbuhan butiran akibat hasil dari proses pengecoran. Dendrit ini
didominasi oleh temperatur yang dipicu oleh partikel pengotor, mekanisme ini terjadi
akibat adanya paduan yang tidak dimodifikasi sehingga menjadi interface pengintian
yang berulang yang menyebabkan adanya simpangan yang terbentuk akibat twinning
kristal kubik diantara permukaan pemadatan. (Shievkumer, Wang and Keller 1994) Pada
hasil mikrostruktur dapat dilihat bahwa terjadi perubahan struktur pada paduan AlSi hasil
16
aging. Sebelum dilakukan proses heat treatment belum terlihat adanya presipitat yang
muncul, namun pada saat artificial aging telah dilakukan terlihat munculnya presipitat
dengan senyawa AlFeSi dan AlSi pada mikrostruktur aluminium. Hal ini didukung
dengan hasil SEM. Pada waktu holding selama 2 jam, presipitat yang terbentuk masih
berukuran besar dan kasar. Semakin lama waktu holding presipitat yang terbentuk
cenderung lebih halus dan tersebar. (Djatmiko and Budiarto 2007) Hal ini terjadi karena
persipitat terus terbentuk pada temperatur aging. Presipitat tersebut terbentuk pada suhu
aging 155 °C, sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap kekuatan karena bersifat
koheren terhadap matriksnya. Semakin koheren suatu presipitat terhadap matriksnya
maka dislokasi akan menjadi lebih sulit merambat. (Djatmiko and Budiarto 2007) hal ini
menyebabkan dibutuhkannya energi yang lebih besar untuk menggerakan dislokasi,
sehingga material akan menjadi lebih kuat, Pada temperature waktu holding selama 4 dan
5 jam persipitat menjadi lebih halus, membulat serta cenderung membentuk kluster. Hal
ini membuat sifat mekanis aluminium mendekati nilai optimum. (Shievkumer, Wang and
Keller 1994) Presipitat AlFeSi terlihat dari bentuk yang menjarum, Sementara untuk
presipitat AlSi cenderung menjadi presipitat yang bulat. (Brandes and Brook 2001)[1].
17
BAB III METODE PENELITIAN
1. Metode penelitian
Adapun langkah yang dilakukan dalam penyelesaian penelitian ini yaitu, seperti yang terlihat
pada Gambar 3.1 diagram alir dibawah ini.
Pada tabel 3 dapat di lihat nama sampel dan juga proses yang dilakukan pada setiap sampel yang
akan dilakukan penelitian
18
Tabel 3. kode sampel heat treament
Siklus heat treatment yang akan digunakan pada penelitian ini adalah seperti terlihat
pada gambar dibawah ini.
T (°C)
500 °C
160 °
Artificial Aging
0 t (Jam)
3 Jam 6 Jam
2. Prosudur Percobaan
Prosedur percobaan merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan pada saat melakukan proses heat
treatment dan juga proses pengujian.
19
c) Ketika tempratur tungku sudah mencapai 500 oC masukan sampel, kemudian tahan
selama 3 jam.
d) Siapkan media pendingin berupa air yang mempunyai temperature 65 oC.
e) Setelah selesai selama 3 jam sampel di keluarkan sampel dari tungku dan masukan
sampel ke media pendingin berupa air.
f) Tunggu sampel yang didinginkan oleh air selama 10 menit
g) Setelah 10 menit sampel di angkat dan disimpan untuk proses selanjutnya.
2) Artificial Aging
Adapun tahapan yang dilakukan pada proses Artificial Aging yaitu:
a) Persiapkan sampel yang sudah dilakukan Solid Solution Treatment.
b) Nyalakan tungku sampai tempratur 160 oC untuk proses Artificial Aging pada waktu
holding 3 jam.
c) Ketika tempratur sudah mencapai 160 oC masukan sampel, kemudian tahan selama
3 jam
d) Setelah selesai 3 jam tempratur dinaikan menjadi 200 oC, kemudian ditahan dengan
waktuk holding 6 jam.
e) Setelah selesai 3 jam dan 6 jam sampel di keluarkan dan di dinginkan dengan media
udara pada tempratur kamar 27 oC, tunggu sampel sampai dingin.
20
B. Prosudur Uji Metalografi
Uji metalografi bertujuan untuk mengetahui struktur mikro dan fasa-fasa yang terbentuk
sebelum dan sesudah dilakukannya proses heat treatment. Adapun tahapan yang
dilakukan pada pengujian metalografi adalah sebagai berikut:
a) Pemotongan (Cutting)
Pemotongan yaitu proses pengambilan sampel yang akan dianalisis dengan
menggunakan gergaji besi.
b) Pengamplasan (Grinding)
Sampel yang sudah dipotong kemudian dilakukan pengamplasan, yang bertujuan
untuk meratakan permukaan sampel dengan kertas amplas kasar hingga halus,
proses pengamplasan dilakukan pada kondisi basah untuk menghindari terjadinya
gesekan yang mengakibatkan panas.
c) Pemolesan (Polishing)
Setelah dilakukan pengamplasan sampel dilanjutkan dengan pemolesan, dimana
pemolesan bertujuan untuk menghaluskan serta menghilangkan goresan-goresan
selama
proses grinding dengan menggunakan kain bludru (polishing cloth) dan pasta
diamond.
d) Pengetsaan (Etching)
Setelah sampel halus selanjutnya dilakukan pengetsaan pada sampel yang telah
dilakukan pemolesan dengan menggunakan zat kimia yang bersifat asam atau basa,
sehingga dapat memunculkan gambar struktur mikro dengan jelas.
e) Pengamatan
Selanjutnya pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik
dan juga pemotretan.
21
C. Prosudur Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan adalah pengujian yang paling efektif untuk mengetahui ketahanan
dari material terhadap deformasi plastis. Adapun tahapan yang dilakukan pada
pengujian kekerasan adalah sebagai berikut:
a) Persiapkan sampel yang telah dilakukan proses heat treatment
b) Persiapkan alat pengujian kekerasan setelah, mempersiapkan alat pengujian
kekerasan selanjutnya pilih metode pengujian kekerasanya, setelah memilih metode
pengujian kekerasan, pasang pengujian yang cocok dengan sampel yang akan di uji
(Brineel). Indentor yang di gunakan berdiameter 2,5 mm, setelah semua persiapkan
sudah siap baru nyalakan alat pengujian.
c) Pasang specimen di atas meja uji pada mesin. Kemudian putar roda tangan untuk
menaikkan meja uji sehingga spesimen mendekati indetor.
22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Data
A. Data Pengamatan Mikrostruktur
Data hasil pengamatan metalografi ditunjukkan pada Gambar 9-13, pengamatan
metalografi dilakukan dengan mikroskop optik Olympus, etsa kellers reagent, dengan
pembesaran gambar sebesar 750×.
23
Gambar 10. Hasil pengamatan metalografi sampel J1 perbesaran 750× dengan menggunakan etsa
kellers reagent
Gambar 11. Hasil pengamatan metalografi sampel J2 perbesaran 750× dengan menggunakan etsa
kellers reagent
24
Gambar 12. Hasil pengamatan metalografi sampel J3 perbesaran 750× dengan menggunakan
kellers reagent
Gambar 13. Hasil pengamatan metalografi sampel J4 perbesaran 750× dengan menggunakan
kellers reagent
25
B. Data pengujian kekerasan
Data hasil uji kekerasan ditunjukkan pada tabel 4 – 5 Pengujian kekerasan diuji
sebanyak 3 titik per sampel. Pada tabel 4 - 5 terlihat bahwa pengujian kekerasan diuji
sebanyak 6 titik indentor. Sampel as-cast memiliki nilai kekerasan rata-rata sebesar
73,18 BHN. Sampel dengan kode J1 memiliki nilai kekerasan rata-rata sebesar 85,06
BHN. Sampel dengan kode J2 memiliki nilai kekerasan rata-rata sebesar 77,51 BHN.
Sampel dengan kode J3 memiliki nilai kekerasan rata-rata sebesar 83,85 BHN. Sampel
dengan kode J4 memiliki nilai kekerasan rata-rata sebesar 79,58 BHN. Dimana di
sampel J4 ini, turun karna Al Si menjadi lebih banyak dengan ukuran yang lebih besar.
26
Tabel 6. Hasil pengujian kekerasan dengan kode sampel J2
J2 Pengujian 1 Pengujian 2
d rata
d1 d2 Kekerasan d1 d2 d rata rata Kekerasan
TITIK rata
(mm) (mm) (BHN) (mm) (mm) (mm) (BHN)
(mm)
TITIK 1 0,994 0,996 0,995 77,098091 0,989 0,998 0,9935 77,341563
TITIK 2 0,998 0,988 0,993 77,422965 0,993 0,976 0,9845 78,825782
TITIK 3 0,986 0,993 0,9895 77,99623 0,979 0,984 0,9815 79,329594
Rata-rata 77,50 Rata-rata 78,50
2P d1 + d2
BHN = d=
2
πD ( D - √D2 - d2 )
1) Sampel T
a) Titik 1
0,986 mm + 0,98 mm
d= = 0,983 mm
2
2 × 62,5 kgf
BHN = = 79,077 kgf/mm2
2 2 2
√
π×2,5 mm ( 2,5mm - 2,5 mm - 0,983 mm )
2
27
b) Titik 2
0,974 mm + 0,982 mm
d= = 0,978 mm
2
2 × 62,5 kgf
BHN = = 79,92 kgf/mm2
2 2 2
π×2,5 mm ( 2,5mm - √2,52 mm - 0,978 mm )
2. Analisis
A. Analisis Mikrostruktur
Pada Gambar 14 menunjukkan mikrostruktur spesimen sampel (As-cast) tanpa
perlakuan panas pada perbesaran 1000× dengan menggunakan etsa kellers reagent.
Terlihat terbentuknya eutektik Si yang berbentuk menjarum yang terlihat cenderung
rapat dengan warna abu abu tua yang terbentuk karena solidifikasi Si pada saat
pengecoran. Adanya matriks α berwarna lebih terang, fasa AlFeSi yang berbentuk
lamellar berwarna abu-abu muda, dan dendrit berwarna abu-abu terang pada tengah
matrik yang terbentuk karena arah pendinginan saat proses pengecoran.
Gambar 14. Hasil pengamatan mikrostruktur sampel As-cast perbesaran 1000× dengan
menggunakan kellers reagent
28
Pada Gambar 14 menunjukkan mikrostruktur spesimen pada perbesaran 1000× dengan
menggunakan kellers reagent perlakuan panas berupa SST pada temperatur 500°C dan
quenching dengan menggunakan media air pada temperatur (65 °C) selanjutnya
specimen dimasukkan kembali untuk aging pada temperature 160 °C selama 3 jam (J1).
Terlihat adanya presipitat AlSi yang berbentuk platelet yang terlihat cenderung rapat
dengan warna abu abu tua, kontras dengan matriks α berwarna lebih terang (putih), dan
juga fasa AlFeSi yang berbentuk lamellar berwarna abu-abu muda. Bentuk Si yang
awalnya menjarum, berubah menjadi platelet disebabkan karena separasi yang terjadi
saat pelarutan unsur pemadu pada proses SST.
Gambar 15. Hasil pengamatan metalografi sampel J1 perbesaran 1000× dengan menggunakan etsa
kellers reagent
29
Gambar 16. Hasil pengamatan metalografi sampel J2 perbesaran 1000× dengan menggunakan etsa
kellers reagent
30
Gambar 17. Hasil pengamatan metalografi sampel J3 perbesaran 1000× dengan menggunakan etsa
kellers reagent
31
Gambar 18. Hasil pengamatan metalografi sampel J4 perbesaran 1000× dengan menggunakan etsa
kellers reagent
B. Analisa kekerasan
Pengujian kekerasan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode
pengujian kekerasan Brinell, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan suatu bahan
terhadap penetrasi dan indentasi. Gambar 18 menunjukkan perbandingan nilai hasil uji
kekerasan, terlihat perbandingan pada sampel Ascast dengan perbandingan sampel yang
lainnya yang menunjukkan peningkatan nilai kekerasan. Kekerasan pada J1, J2, J3, dan
J4 meningkat karena terbentuknya presipitat presipitat tertentu salah satunya adalah
AlSi yang bebentuk bulat dan AlFeSi dengan bentuk menjarum yang menyebar cukup
merata. Selanjutnya perbandingan pada sempel J1 dan J2 serta J3 dan J4, perbandingan
sampel dengan perlakuan heat treatment selama 3 jam dan 6 jam berbeda, dimana
sampel dengan proses heat treatment selama 6 jam menghasilkan nilai kekerasan yang
lebih rendah. Terjadi penurunan kekerasan akibat pemanasan yang berlanjut sehingga
menyebabkan overaging, waktu pemanasan yang lebih lama menyebabkan tumbuhnya
presipitat menjadi lebih besar sehingga berpengaruh pada meningkatnya ketangguhan
yang berimplikasi pada penurunan kekerasan.
32
Perbandingan antara heat treatment dengan temperatur yang berbeda (160 dan 200 C)
pada waktu yang sama, menunjukkan kecenderungan penurunan kekerasan hal ini
terjadi karena temperature pemanasan yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan
pertumbuhan butir menjadi lebih cepat yang berimplikasi pada kekerasan sampel.
Pengujian Kekerasan
90,0
85,1 85,5
83,8 83,6
85,0
Kekerasan (HB)
79,6 79,9
80,0 77,5 78,5
70,0
65,0
Ascast J1 J2 J3 J4
Sampel
PENGUJIAN 1 PENGUJIAN 2
33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang analisa variasi temperature dan waktu
tunggu proses artificial aging pada paduan Al-Si-Cu terhadap kekerasan dan
mikrostruktur dapat di simpulkan sebagai berikut:
a) Seiring Meningkatnya temperature artificial aging terjadi fenomena penyebaran
presipitat α yang sangat luas dan meningkatnya kekerasan tejadi sangat signifikan,
sehingga menghasilkan matrik dasar dari material adalah presipitat AlSi
b) Pada proses artificial aging paduan Al-Si-Cu pada temperatur yang berbeda (160
dan 200 ℃) dan pada waktu yang sama, menunjukkan kecenderungan penurunan
kekerasan, hal ini terjadi karena temperature pemanasan yang berlanjut dan terlalu
tinggi sehingga menyebabkan pertumbuhan butir menjadi lebih cepat yang
berimplikasi pada kekerasan material.
2. Saran
a) Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian tambahan seperti
pengujian impak untuk melihat seberapa tangguh material tersebut, dan
b) Perlu dilakukan pengujian tambahan seperti pengujian XRD untuk melihat
susunan kristalnya.
34
DAFTAR PUSTAKA
[1] M. I. Zaelana Muthahar, “Pengecoran Paduan Al-Mg-Zn-Cu,” vol. 66, pp. 37–39,
2018,[Online].Available:https://www.fairportlibrary.org/images/files/Renovation
Project/Concept_cost_estimate_accepted_031914.pdf
[2] R.Cahya Pratama, “Heat Treatment,” Cahya Pratama, 2009.
http://rakacahya.blogspot.com/2009/06/heat-treatment.html (accessed Oct. 25,
2022).
[3] D. Ahmad, “Karakterisasi Aluminium 7255 Pada Boogie Trackink Tank,”
Universitas Pasundan, 2019.
[4] V. Fajar Utama, “Pengaruh Variasi Media Pendinginan Pada Quenching Material
Al-Si-Mg-Zn Terhadap Mikrostruktur dan Nilai Kekerasan Material,” Universitas
Pasundan, 2019.
[5] M. I. Zaelana Muthahar, “Proses Dengan uji Artificial Aging Adalah Holding Time
During Artificial,” vol. 16, p. 101, 2016.
[6] I. Ramadhan, “Analisis Pengaruh Variasi Perlakuan Aging Pada Material Al-Si-
CuTerhadap Microstruktur, Kekerasan dan Ketahanan Impack Untuk Aplikasi
Boogi Wheel,” Uiniversitas Pasundan, 2019.
35