Anda di halaman 1dari 71

PENERAPAN TERAPI MUROTTAL AL-QUR’AN TERHADAP

TINGKAT KECEMASAN PASIEN GAGAL GINJAL YANG


MENJALANI HEMODIALISA DI KOTA METRO

KARYA TULIS ILMIAH

DHARM A W AC ANA
M E T R O

Disusun Oleh:

TENDY ARMA YUDHA


NIM : 0241012217080

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA WACANA METRO
TAHUN 2020

i
PENERAPAN TERAPI MUROTTAL AL-QUR’AN TERHADAP
TINGKAT KECEMASAN PASIEN GAGAL GINJAL YANG
MENJALANI HEMODIALISA DI KOTA METRO

Disusun Dalam Rangka Seminar Hasil


D III Keperawatan Akademi Keperawatan Dharma Wacana Metro

Oleh

TENDY ARMA YUDHA


NIM : 0241012217080

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA WACANA METRO
TAHUN 2020

ii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah:

Nama : Tendy Arma Yudha


NIM : 0241012217080

Dengan ini saya menyatakan :

1. Bahwa tulisan dalam KTI ini adalah tulisan saya dan saya bertanggung jawab
penuh atas segala isi yang ada di dalamnya.
2. Bahwa dalam KTI ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Demikian pernyataan saya, jika suatu saat diketahui bahwa saya melanggar apa
yang telah tersebut di atas, maka saya siap untuk mendapat sanksi.

Metro, April 2020

Tendy Arma Yudha

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini telah dipertahankan dan diperbaiki sesuai dengan masukan
dewan penguji.

Pada tanggal, September 2020

Judul:
PENERAPAN TERAPI MUROTTAL AL-QUR’AN TERHADAP
TINGKAT KECEMASAN PASIEN GAGAL GINJAL YANG
MENJALANI HEMODIALISA DI KOTA METRO

Nama : Tendy Arma Yudha


NIM : 0241012217080

Metro, September 2020


Mengetahui

1. Ketua Penguji : Ludiana, SKM, S.Kep., M.Kes _________


(Pembimbing I) NIK. 006 005 025

2. Penguji I : Senja Atika Sari HS, Ns., M.Kep _________


(Pembimbing II) NIK. 006 060 091

3. Penguji II : Dionisia Dani P, S.Kep., Ns _________


NIP. 198210092003122001

Mengetahui
Akademi Keperawatan Dharma Wacana Metro
Direktur,

Ludiana, SKM., S.Kep., M.Kes


NIK. 006 005 025

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini. Pada

penulisan proposal karya tulis ilmiah ini, penulis mengambil judul “penerapan

terapi murottal Al-Qur’an terhadap tingkat kecemasan pasien gagal ginjal yang

menjalani hemodialisa di Kota Metro” dengan tujuan sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan pendidikan ke D III Keperawatan.

Dalam penulisan proposal karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan

terima kasih setulus-tulusnya kepada :

1. Ibu Ludiana, SKM., S.Kep., M.Kes, selaku Direktur Akper Dharma Wacana

Metro dan selaku pembimbing I yang selalu memberikan sarannya dan

bimbingannya.

2. Ibu Senja Atika Sari HS, Ns., M.Kep, selaku pembimbing II yang telah

banyak memberikan masukan dan bimbingannya.

3. Ibu Dionisia, S.Kep., Ns, penguji proposal karya tulis ilmiah ini yang telah

banyak memberikan masukan dan bimbingannya.

4. Keluargaku tercinta yang selalu berdoa untuk keberhasilan, kebahagiaan dan

kesuksesanku dan yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun

materiil serta telah banyak berkorban demi keberhasilan studiku.

5. Seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan dan semangat serta

do’anya.

v
Akhirnya penulis berharap semoga proposal karya tulis ilmiah ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca, Amin.

Metro, September 2020

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN DEPAN ..................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR SKEMA.......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL........................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xi
ABSTRAK....................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 4
C. Tujuan ........................................................................................ 5
D. Manfaat Karya Tulis Ilmiah....................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Gagal Ginjal........................................................ 7
B. Konsep Dasar Hemodialisa........................................................ 18
C. Konsep Dasar Kecemasan.......................................................... 21
D. Konsep Dasar Murrotal Al-Qur’an............................................. 30
E. Penelitian Terkait....................................................................... 32

BAB III METODE PENULISAN


A. Desain Penulisan ....................................................................... 34
B. Subyek Penulisan ...................................................................... 34
C. Batasan Istilah ........................................................................... 35
D. Lokasi dan Waktu ...................................................................... 35
E. Instrumen Pengumpulan Data.................................................... 36
F. Pengumpulan Data .................................................................... 36
G. Analisis Data ............................................................................. 37
H. Etika Penerapan ......................................................................... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil ........................................................................................... 39
B. Pembahasan ............................................................................... 40
C. Keterbatasan Study Kasus.......................................................... 46

vii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan................................................................................. 47
B. Saran........................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

viii
DAFTAR SKEMA

Halaman
Skema 2.1 Pathway Gagal Ginjal.................................................................. 10
Skema 2.2 Patofisiologi Kecemasan.............................................................. 24

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 Gambaran Subyek Penerapan........................................................ 39
Tabel 4.2 Hasil Pengkajian Tingkat Kecemasan Sebelum dan Setelah
Intervensi.......................................................................................
40

x
DAFTAR SINGKATAN

ADH : Antidiuretik hormone


BUN : Blood Urea Nitrogen
CKD : Chronic Kidney Disease
DM : Diabetes Melitus
EEG : Elektroensefalografi
ESRD : End Stage Renal Disease
GBD : Global Burden of Disease
GFR : Glomerular Filtration Rate
GGK : Gagal Ginjal Kronik
HARS : Hamilton Anxiety Rating Scale
Kemenkes RI : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
KTI : Karya Tulis Ilmiah
PKU : Pembina Kesehatan Umum
RPD : Ruang Penyakit Dalam
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
s.d : Sampai Dengan
SLE : Systemic Lupus Erythematosus
WHO : World Health Organization

xi
PENERAPAN TERAPI MUROTTAL AL-QUR’AN TERHADAP
TINGKAT KECEMASAN PASIEN GAGAL GINJAL YANG
MENJALANI HEMODIALISA DI KOTA METRO
TAHUN 2020

ABSTRAK

Tendy Arma Yudha

Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
irreversible, sehingga pada derajat tertentu akan memerlukan terapi pengganti fungsi ginjal yang
berupa hemodialisis. Pasien yang menjalani hemodialisis banyak mengalami kecemasan dengan
berbagai alasan. Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis secara psikososial mengalami
kecemasan yang berhubungan dengan komplikasi antara lain anemia, mual, lelah, malnutrisi,
gangguan kulit, dan lain sebagainya. Penatalaksanaan yang diterapkan penulis untuk menurunkan
tingkat kecemasan pada karya tulis ilmiah ini yaitu terapi murottal Al-Qur’an. Rancangan karya
tulis ilmiah ini menggunakan desain studi kasus (case study). Subyek yang digunakan yaitu pasien
gagal ginjal yang menjalani hemodialisa dan mengalami kecemasan. Analisa data dilakukan
menggunakan analisis deskriptif. Hasil penerapan menunjukkan bahwa setelah dilakukan
penerapan murottal Al-Qur’an selama 3 hari, terjadi penurunan tingkat kecemasan pada subyek
dengan gagal ginjal yang menjalani hemodialisa. Bagi keluarga pasien gagal ginjal dengan
kecemasan karena tindakan hemodialisa hendaknya dapat melakukan terapi murottal secara
mandiri untuk menurunkan tingkat kecemasan.

Kata Kunci : Gagal Ginjal, Hemodialisa, Kecemasan, Terapi Murottal Al-Qur’an.

Daftar Pustaka : 18 (2013 - 2018).

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Chronic kidney disease (CKD) atau gagal ginjal kronik merupakan

kondisi yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang metabolik yang

menumpuk dari darah, sehingga menyebabkan perubahan keseimbangan

cairan, elektrolit, dan asam basa (LeMone, Burke & Bauldoff, 2015). Gagal

ginjal kronik merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat besar,

menurut studi Global Burden of Disease (GBD) memperkirakan bahwa pada

tahun 2015 1,2 juta orang meninggal karena gagal ginjal yang meningkat

sebesar 32% sejak tahun 2005. Selain itu, setiap tahun, sekitar 1,7 juta orang

diperkirakan meninggal karena cedera ginjal akut. Secara keseluruhan,

diperkirakan 5-10 juta orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ginjal

(WHO, 2018).

Gagal ginjal kronik juga merupakan kondisi kritis dengan jumlah kasus

yang cukup tinggi di Indonesia. Menurut Kemenkes RI (2017) angka kejadian

gagal ginjal kronik di Indonesia berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2015

lebih banyak pada laki-laki (19.268 kasus) dibanding perempuan (16.054

kasus). Sedangkan di Provinsi Lampung angka kejadian gagal kronik yaitu

2.000 kasus (Kemenkes RI, 2017).

Berdasarkan data medical record di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Jend. Ahmad Yani Metro pada tahun 2019, kasus gagal ginjal

menempati urutan pertama dari 10 penyakit besar yang ada di Ruang Penyakit

1
2

Dalam A dengan 182 penderita atau 18.9% (Medical Record RSUD Jend.

Ahmad Yani, 2019).

Gagal ginjal disebabkan oleh gangguan ginjal primer atau gagal ginjal

dapat terjadi sekunder akibat penyakit sistemik atau kelainan urologi lain.

Gagal ginjal dapat akut atau kronik. Gagal ginjal akut mempunyai awitan

mendadak dan dengan intervensi dini sering kali reversible. Gagal ginjal

kronik yang dapat berakhir dengan gagal ginjal, terjadi dengan lambat dan

tanpa terlihat, seringkali menimbulkan beberapa gejala sampai ginjal sangat

rusak dan tidak dapat memenuhi kebutuhan elektrolit tubuh (LeMone, Burke

& Bauldoff, 2015).

Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan

penurunan fungsi ginjal yang irreversible, sehingga pada derajat tertentu akan

memerlukan terapi pengganti fungsi ginjal yang berupa hemodialisis atau

transplantasi ginjal. Pasien yang menjalani hemodialisis mengalami berbagai

masalah yang timbul akibat tidak berfungsinya ginjal. Pasien yang menjalani

hemodialisis banyak mengalami kecemasan dengan berbagai alasan. Pasien

gagal ginjal yang menjalani hemodialisis secara psikososial mengalami

kecemasan yang berhubungan dengan komplikasi antara lain anemia, mual,

lelah, malnutrisi, gangguan kulit, dan lain sebagainya (Alivian, Purnawan &

Setiyono, 2019).

Solehati & Kosasih (2015) mengungkapan bahwa kecemasan adalah

pengalaman manusia yang bersifat universal, suatu respons emosional yang

tidak menyenangkan, penuh kekhawatiran, suatu rasa takut yang tidak

terekspresikan dan tidak terarah karena suatu sumber ancaman atau pikiran
3

sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak teridentifikasi. Kecemasan

merupakan suatu ketakutan terhadap ketidakberdayaan dirinya dan respons

terhadap kehidupan yang hampa dan tidak berarti.

Tindakan keperawatan untuk penanganan masalah kecemasan pasien

yaitu dapat berupa tindakan mandiri oleh perawat, contoh seperti tehnik

relaksasi dan distraksi. Salah satu teknik distraksi yang digunakan untuk

mengatasi kecemasan pada pasien adalah dengan terapi murottal Al-Quran,

karena tehnik distraksi merupakan tindakan untuk mengalihkan perhatian

(Zahrofi, Maliya & Listyorini, 2014).

Al Qur’an mempunyai pengaruh yang besar terhadap kejiwaan

seseorang. Hal ini dibuktikan dengan berubahnya jiwa dan kepribadian

bangsa Arab setelah mereka mengenal Al Qur’an. Al Qur’an telah mengubah

kepribadian mereka searah total meliputi akhlak perilaku, cara hidup, prinsip

cita-cita dan nilai-nilai serta membentuk mereka menjadi masyarakat yang

bersatu, teratur, dan bekerjasama. Bahkan perubahan besar yang ditimbulkan

oleh Al Qur’an dalam jiwa bangsa Arab ini belum ada bandingnya dalam

sejarah seruan-seruan kepercayaan yang pernah muncul di sepanjang kurun

sejarah yang berbeda. Tidak dipungkiri lagi dalam Al Qur’an terdapat daya

spititual yang luar biasa terhadap jiwa manusia (Rahayu, Hidayati & Imam,

2018).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zahrofi, Maliya & Listyorini,

(2014) tentang pengaruh pemberian terapi murottal al quran terhadap tingkat

kecemasan pada pasien hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Surakarta,

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi murottal Al-Qur’an


4

terhadap tingkat kecemasan pasien hemodialisa di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Surakarta dengan nilai p-value sebesar 0.001.

Penelitian lain dilakukan oleh Rahayu, Hidayati & Imam (2018) tentang

pengaruh terapi murottal dalam mengurangi depresi pasien menjalani

hemodialisis, menunjukkan hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh terapi

murottal terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien dengan penyakit

ginjal kronik (PGK) yang menjalani hemodialisa dengan nilai p value sebesar

0,000.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Alivian, Purnawan & Setiyono

(2019) tentang efektifitas mendengarkan murottal dan doa terhadap

penurunan kecemasan pada pasien hemodialisis di RSUD Wates,

menunjukkan hasil penelitian bahwa terdapat perbedaan yang bermakna

antara skor cemas sebelum dan sesudah mendengarkan terapi murottal dan

doa dengan nilai p value sebesar < 0,001.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis perlu melakukan penerapan

terapi murottal Al-Qur’an untuk mengatasi kecemasan pasien dengan gagal

ginjal kronik yang akan menjalani hemodialisa di Kel. Mulyojati Kota Metro

tahun 2020.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka

perumusan masalah dalam KTI ini adalah “Bagaimanakah tingkat kecemasan

pasien dengan gagal ginjal yang menjalani hemodialisa setelah dilakukan

penerapan terapi murottal Al-Qur’an di Kel. Mulyojati Kota Metro tahun

2020?”.
5

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum karya tulis ilmiah ini yaitu diketahui efektivitas

penerapan terapi murottal Al-Qur’an terhadap kecemasan pasien dengan

gagal ginjal kronik yang akan menjalani hemodialisa sebelum dan setelah

dilakukan penerapan.

2. Tujuan Khusus

a. Teridentifikasi karakteristik klien yang mempengaruhi kecemasan.

b. Teridentifikasi tingkat kecemasan klien sebelum penerapan terapi

murottal Al-Qur’an.

c. Teridentifikasi tingkat kecemasan klien setelah penerapan terapi

murottal Al-Qur’an.

B. Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1. Manfaat Teoritis

Manfaat karya tulis ini untuk menambah pengalaman dalam melakukan

murottal Al-Qur’an untuk membantu menurunkan tingkat kecemasan pada

pasien dengan gagal ginjal kronik yang akan menjalani hemodialisa.

2. Manfaat Praktis

a. Pelayanan Keperawatan

Manfaat karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah satu

pilihan untuk perawat dalam melakukan intervensi mandiri dalam

mengatasi tingkat kecemasan.


6

b. Pasien

Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memotivasi pasien dan keluarga

dalam melakukan terapi murottal ketika terjadi kecemesan. Penerapan

ini aman dan dapat dilakukan secara mandiri di rumah.


7

BAB II
TINJAUAN KASUS

A. Konsep Dasar Gagal Ginjal

1. Pengertian

Gagal ginjal merupakan kondisi yang menyebabkan ginjal tidak dapat

membuang metabolik yang menumpuk dari darah, yang menyebabkan

perubahan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Penyebabnya

dapat gangguan ginjal primer atau sekunder akibat penyakit sistemik atau

kelainan urologi lainnya (LeMone, Burke & Bauldoff, 2015).

Gagal ginjal merupakan kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan

irreversible dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk

mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang

mengakibatkan uremia atau azotemia (Wijaya & Putri, 2013).

Penulis menyimpulkan bahwa penyakit gagal ginjal kronik terjadi

karena adanya kemunduran fungsi ginjal. Sehingga ginjal tidak dapat

mengekskresikan sisa metabolik dan mengatur keseimbangan cairan dan

elektrolit secara adekuat.

2. Etiologi

Etiologi dari gagal ginjal kronik yaitu :

a. Gangguan pembuluh darah ginjal

Berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik ginjal dan

kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah

7
8

arterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi

skleratik progresif pada pembuluh darah. Nefrosklerosis adalah suatu

kondisi yang disebabkan oleh hipertensi yang lama yang tidak

diobatai, di karakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastisitas

sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah

dan akhirnya gagal ginjal (Wijaya & Putri, 2013).

b. Gangguan imunologis

Seperti glomerolus dan SLE (Wijaya & Putri, 2013).

c. Infeksi

Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang

berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. bakteri lewat

ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversible

ginjal yang disebut plenlonefritis (Wijaya & Putri, 2013).

d. Gangguan metabolik

Seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat sehingga

terjadi penebalan membran kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan

disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidiosis yang

disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding

pembuluh darahsecara serius merusak membran glomerolus (Wijaya &

Putri, 2013).

e. Gangguan tubulus primer

Terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat (Wijaya &

Putri, 2013).
9

f. Obstruksi traktus urinarius

Hipertrofi prostat, dan konstriksi uretra (Wijaya & Putri, 2013).

g. Kelainan kongenital dan herediter

Kondisi kongenital yang dikarakteristikan oleh terjadinya kista/kantong

berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan

(Wijaya & Putri, 2013).

3. Patofisiologi

Gagal ginjal terjadi karena sebagian nefron (termasuk glomerolus dan

tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).

Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang

meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/ daya

saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfusngsi sampai ¾

dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang dilarutkan menjadi lebih besar

daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuria

dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak

oliguria timbul disertai retensia produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-

gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas

kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80 – 90%. Pada

tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin turun sampai 15

ml/menit atau lebih rendah.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang

normalnya disekresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia

dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk

sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik

setelah dialisis (Wijaya & Putri, 2013).


Skema 2.1 Pathway Gagal Ginjal

Ggn metabolik (DM) Infeksi (pielonefritis) Obstruksi urinarius Gangguan imonologis Hipertensi Gangguan tubulus Gangguan
(batu ginjal, (Glomerulonefritis) primer (nefrotoksin) konginental dan
konstriksi uretra) herediter (penyakit
polikistik-
Mobilisasi lemak Kerusakan progresif
Ggn pembuluh hipoplasia renalis
hampir semua struktur Akumulasi kompleks antigen, darah ginjal dan asidosis tubulus
ginjal antibodi mengendap di
Penembusan cairan ginjal)
Penebalan membran di pelvis ginjal membran glomerulus
dasar kapiler ureter

Sebagian besar
jaringan fungsional Atrofi parenkim Penebalan membran Gangguan fungsi
Disfungsi endotel ginjal yang progresif ginjal
ginjal hilang
mikrovaskuler
Iskemia ginjal
Hidronefrosis Invasi jar. fibrosa
Mikroangiopati pada glomerulus
Nefropati
Jumlah kapiler penyaring menurun
Kerusakan
struktur ginjal GFR menurun
Gagal ginjal

Sekresi entropoitin ginjal Sekresi air dan zat terlarut Retensi cairan dan elektrolit Konsentrasi vit. D aktif Konsentrasi PO4 serum Penimbunan asam dalam
dalam darah menurun
Peningkatan PO4 dan Ca cairan tubuh
Produksi sel darah merah menurun Cairan menumpuk Ca+ dalam tulang dalam plasma pH darah menurun (< 6,8)
Produksi renin menurun
Anemia zat terlarur/sisa metabolisme
Anemia Angiotensin I dalam jaringan Konsentrasi Ca terionisasi
serum plasma menurun Asidosis metabolik
Akumulasi toksin Edema
MK. Perubahan perfusi Anoreksia, nafas bau Osteomalasio Pernapasan kusmaul
jaringan perifer Angiotensi II Penurunan TD dan COP MK. Intoleransi
Konstruksi arteri aktifitas, resti cidera
MK. Perubahan nutrisi kurang
darikebutuhan tubuh Reabsorsi Na, Air MK. Pola napas
tidak efektif
(Sumber : Wijaya & Putri, 2013)

10
11

4. Manifestasi

Penyakit ginjal kronik sering kali tidak teridentifikasi hingga tahap

uremik akhir tercapai. Uremia yang secara harfiah berarti “urin dalam

darah” adalah sindrom atau kumpulan gejala yang terkait dengan ESRD.

Pada uremia, keseimbangan cairan dan elektrolit terganggu, pengaturan dan

fungsi endokrin ginjal rusak, dan akumulasi produk sisa secara esensial

mempengaruhi setiap sistem organ lain.

Manifestasi awal uremia mencakup mual, apatis, kelemahan, dan

keletihan, gejala yang kerap kali keliru dianggap sebagai infeksi virus atau

influenza. Ketika kondisi memburuk, muntah sering, peningkatan

kelemahan, letargi, dan kebingungan muncul.

(LeMone, Burke & Bauldoff, 2015)

5. Klasifikasi

Gagal ginjal kronik dibagi menjadi 5 stadium, menurut Tandra (2018)

antara lain :

a. Stadium I

Pada stadium I, hasil pemeriksaan darah akan menunjukkan bahwa fungsi

ginjal masih baik. Ginjal hanya mulai menunjukkan pembengkakan atau

pembesaran ringan karena banyaknya glukosa dalam peredaran darah

ginjal yang bertambah. Keadaan ini disebut dengan hiperfiltrasi. Ketika

diperiksa, GFR masih normal diatas 90 ml/menit.

b. Stadium II

Pada tahap ini, molekul kecil dari protein (albumin) dalam darah bocor dan

keluar ke urine. Mikroalbuminuria akan terlihat pada pemeriksaan urine.


12

Apabila terdapat mikroalbuminuria, 20-25% penderita akan berlanjut ke

stadium lebih parah dalam waktu 5-10 tahun. Pada tahap ini GFR turun

menjadi 60-89 ml/menit. Dokter akan memberikan pengobatan yang sama

seperti penderita kerusakan ginjal di stadium I.

c. Stadium III

Pada stadium ini, protein yang bermolekul lebih besar sudah tampak di

urine dan hal ini disebut proteinuria atau makroalbuminuria. Glomerulus

mengalami kerusakan sehingga tidak mampu membuang bahan-bahan

yang seharusnya dikeluarkan tubuh sehingga racun akan menumpuk dalam

darah. Kenaikan kreatinin dan ureum akan tampak pada pemeriksaan

darah.GFR sudah rendah sampai 30-59 ml/menit. Dalam darah akan

ditemukan kalium yang tinggi, fosfor tinggi, kalsium menjadi rendah dan

timbul anemia (Hb rendah). Penderita ditahap ini kemungkinan akan

menjalani cuci darah.

d. Stadium IV

Kerusakan ginjal di stadium 4 sudah amat berat. Kebocoran yang

berlebihan terjadi pada ginjal menyebabkan kreatinin dan ureum darah

meningkat lebih tinggi dan tekanan darah selalu tinggi. GFR rendah, hanya

15-29 ml/menit. Penderita menjadi pucat, bengkak dan sesak napas.

Penderita di tahap ini perlu menjalani cuci darah atau hemodialisis dan

perlu mempertimbangkan kemungkinan transplantasi ginjal.

e. Stadium V

Stadium inilah yang paling berat dan dinamakan penyakit ginjal tahap

akhir atau gagal ginjal. GFR berada di bawah 15 ml/menit dan kemampuan
13

ginjal sudah sangat parah. Penderita kerusakan ginjal tahap ini hanya bisa

ditolong dengan dialisis atau transplantasi ginjal.

6. Komplikasi

Komplikasi gagal ginjal kronik dapat meliputi beberapa fungsi tubuh

antara lain :

a. Perubahan pernapasan

Kelebihan cairan dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya di

perubahan sistem pernapasan, seperti edema pulmonar. Pleurutis adalah

temuan yang sering, khususnya ketika perikarditis berkembang.

Karakteristik kondisi yang disebut paru uremia adalah salah satu jenis

pneumonitis yang merespon penghilang cairan dengan baik. Asidosis

metabolik menyebabkan peningkatan kompensasi pada laju pernapasan

karena paru bekerja untuk membuang kelebihan ion hidrogen (Black &

Hawks, 2014).

b. Efek Cairan dan Elektrolit

Hilangnya jaringan ginjal fungsional merusak kemampuannya untuk

mengatur keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Pada tahap awal

CKD, kerusakan filtrasi dan reabsorpsi menyebabkan proteinurea,

hematuria, dan penurunan kemampuan memekatkan urine. Garam dan air

tidak dapat disimpan dengan baik dan resiko dehidrasi meningkat.

Poliuria, nokturia, dan berat jenis tetap 1,008 sampai 1,012 biasa terjadi.

Ketika GFR turun dan fungsi ginjal memburuk lebih lanjut, retensi natrium

dan air biasa terjadi, yang membutuhkan batasan garam dan air (LeMone,

Burke & Bauldoff, 2015)


14

Ketika gagal ginjal terus berlanjut, ekskresi ion hydrogen dan

produksi dapat rusak, menyebabkan asidosis metabolic. Frekuensi dan

kedalaman pernafasan meningkat (pernafasan kussmaul) untuk

mengkompensasi asidosis metabolik. Meskipun asidosis metabolic sering

kali asimtomatik, kemungkinan manifestasi lain mencakup malaise,

kelemahan, sakit kepala, mual dan muntah, serta nyeri abdomen. (LeMone,

Burke & Bauldoff, 2015)

c. Efek Kardiovaskuler

Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab umum kematian pada

ESRD dan terjadi akibat percepatan arterosklerosis. Hipertensi,

hiperlipidemia, dan intoleransi glukosa semuanya berperan pada proses

tersebut. Hipertensi sistemik adalah manifestasi umum CKD. Hipertensi

terjadi akibat kelebihan volume cairan, peningkatan aktivitas rennin

angiotensin, peningkatan resistrensi vaskuler, dan penurunan

prostaglandin. Peningkatan volume cairan ekstraselular juga dapat

menyebabkan edema dan gagal jantung. Edema paru dapat terjadi akibat

gagal jantung dan peningkatan permeabilitas membrane kapiler alveolus

(LeMone, Burke & Bauldoff, 2015).

d. Efek Hematologi

Anemia menyebabkan manifestasi seperti keletihan, kelemahan,

depresi, dan gangguan kognisi. Anemia juga mempengaruhi fungsi

kardiovaskuler dan dapat menjadi factor penyebab utama penyakit

jantung koroner dan gagal jantung yang dihubungkan dengan ESRD.

Gagal ginjal merusak fungsi trombosit, meningkatkan resiko gangguan


15

perdarahan seperti epitaksis dan perdarahan gaster (LeMone, Burke &

Bauldoff, 2015).

e. Efek Sistem Imun

Uremia meningkatkan resiko infeksi. Kadar tinggi urea dan sisa

metabolik tertahan merusak semua aspek inflamasi dan fungsi imun.

Penurunan SDP, imunitas lantaran sel dan humoral rusak, serta fungsi

fagosit rusak. Baik respon inflamasi akut maupun respon hipersensitivitas

lambat terganggu. Demam ditekan, seringkali memperlambat diagnosis

infeksi (LeMone, Burke & Bauldoff, 2015).

f. Efek Gastrointestinal

Anoreksia, mual, dan muntah adalah gejala paling awal uremia.

Cagukan biasa dialami. Gastroenteritis sering muncul. Ulserasi juga

mempengaruhi tiap level saluran gastrointestinal dan menyebabkan

peningkatan resiko perdarahan gastrointestinal. Penyakit ulkus peptikum

khususnya umum pada pasien uremik. Factor uremik, bau nafas seperti

urine sering kali dikaitkan dengan rasa logam dalam mulut dapat terjadi

(LeMone, Burke & Bauldoff, 2015).

g. Efek Neurologis

Uremia mengubah fungsi sitem saraf pusat dan perifer. Manifestasi

SSP terjadi lebih awal dan mencakup perubahan mental, kesulitan

berkonsentrasi, keletihan, dan insomnia. Gejala psikotik, kejang, dan koma

dikaitkan dengan ensefalopati uremik lanjut. Ketika uremia memburuk,

fungsi motorik juga rusak, menyebabkan kelemahan otot, kelemahan

reflek tendon dalam, dan gangguan berjalan (LeMone, Burke & Bauldoff,

2015).
16

h. Efek Muskuloskeletal

Hiperfosfatemia dan hipokalsemia yang terkait dengan uremia

menstimulasi sekresi hormon paratiroid. Hormon paratiroid menyebabkan

peningkatan resorpsi kalsium dari tulang. Selain itu, aktifitas sel osteoblas

(pembentuk tulang) dan osteoklas (penghancur tulang) terkena. Reabsorpsi

dan remodeling tulang ini, bersama dengan penurunan sintesis vitamin D

dan penurunan absorpsi kalsium dari saluran GI, menyebabkan

osteodistrofi ginjal, yang disebut juga riketsia ginjal (LeMone, Burke &

Bauldoff, 2015).

i. Efek Endokrin dan Metabolik

Akumulasi produk sisa metabolisme protein adalah faktor utama

yang terlibat pada efek dan manifestasi pada uremia. Kadar kreatinin

serum dan BUN naik secara signifikan. Kadar asam urat meningkat,

menyebabkan peningkatan resiko gout (LeMone, Burke & Bauldoff,

2015).

j. Efek Dermatologi

Anemia dan metabolit pigmentasi yang tertahan menyebabkan kulit

pucat dan berwarna kekuningan pada uremia. Kulit kering dengan turgor

buruk, akibat dehidrasi dan atrofi kelenjar keringat, umum terjadi. Memar

dan eksoriasi sering di jumpai. Sisa metabolik yang tidak dieliminasi oleh

ginjal dapat menumpuk di kulit, yang menyebabkan gagal atau pruritus.

Pada uremia lanjut, kadar urea tinggi di keringat dapat menyebabkan

bekuan uremik, deposit kristal urea di kulit (LeMone, Burke & Bauldoff,

2015).
17

7. Penatalaksanaan

Menurut LeMone, Burke & Bauldoff (2015) penatalaksanaan medis

gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:

a. Medikasi

Penyakit ginjal kronik mempengaruhi baik efek farmakokinetik maupun

farmakodinamik terapi obat. Sebagian besar medikasi dieksresikan

terutama oleh ginjal. Masa besar medikasi diekskresikan terutama oleh

ginjal. Masa paruh dan kadar plasma banyak obat meningkat pada

penyakit ginjal kronik. Absorpsi obat dapat berkurang saat agen yang

berikatan dengan fosfat diberikan bersamaan. Proteinuria dapat secara

signifikan mengurangi kadar protein plasma, yang menyebabkan

manifestasi toksisitas saat obat-obatan yang berikatan dengan protein

tinggi diberikan. Obat-obatan seperti meperidin, metformin (Glucophage),

dan agen hipoglikemik lain yang dieliminasi oleh ginjal dihindari

seluruhnya.

b. Penatalaksanaan nutrisi dan cairan

Mempertahankan nutrisi yang cukup dan mencegah kekurangan gizi kalori

protein adalah fokus penatalaksanaan nutrisi selama tahap awal gagal

ginjal kronik. Saat fungsi ginjal menurun, eliminasi air, zat terlarut, dan

sisa metabolik rusak. Akumulasi zat sisa ini dalam tubuh menyebabkan

gejala uremia. Modifikasi diet dapat memperlambat perkembangan

kerusakan nefron, menurunkan gejala uremia, dan membantu mencegah

komplikasi.
18

c. Terapi penggantian ginjal

Ketika strategi penatalaksanaan farmakologi dan diet tidak lagi efektif

untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta mencegah

uremia, dialis atau transplantasi ginjal dipertimbangkan. Jika transplantasi

dipertimbangkan, pencocokan jaringan dan identifikasi donor hidup

potensial yang masih saudara dapat dilakukan sebelum transpaltasi ginjal

dilakukan.

d. Dialisis

Hemodialisis untuk gagal ginjal kronik biasanya dilakukan tiga kali

seminggu untuk total 9 sampai 12 jam. Jumlah dialisis yang dibutuhkan

(atau dosis dialisis) secara individual ditentukan oleh faktor seperti ukuran

tubuh dan fungsi ginjal yang tersisa, asupan makanan, dan penyakit

penyerta. Hipotensi dan kram otot adalah komplikasi umum selama terapi

hemodialisis. Infeksi dan masalah akses vaskular adalah komplikasi jangka

panjang yang umum terjadi pada hemodialisis.

B. Konsep Dasar Hemodialisa

1. Pengertian

Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari

darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat.

Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar

volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana

tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan

perbandingan sedikit larutan) melalui membran (Nuari & Widayati, 2017).


19

2. Tujuan Hemodialisa

Tujuan dari pengobatan hemodialisa menurut Nuari & Widayati

(2017) antara lain:

a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu

membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin,

dan sisa metabolisme yang lain.

b. Menganggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh

yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.

c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan

fungsi ginjal.

d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan

yang lain.

3. Komplikasi

Hemodialisa

Nuari & Widayati (2017) menyatakan bahwa selama tindakan

hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain:

a. Kram otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya

hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram

otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat

dengan volume yang tinggi.

b. Hipotensi
20

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,

rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati

otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.

c. Aritmia

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,

penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang

cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.

d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa

Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat

diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang

kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien

osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini

menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebakan oedem

serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang

menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.

e. Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu

dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi

kardiopulmonar.

f. Perdarahan

Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat

dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama

hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.

g. Gangguan pencernaan
21

Gangguan urologi yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang

disebabkan karena hipoglimeia. Gangguan urologi sering disertai dengan

sakit kepala.

h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler

Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang

tidak adekuat ataupun kecepatan putaran yang lambat.

C. Konsep Dasar Kecemasan

1. Pengertian

Pengertian tentang kecemasan yang dikemukakan oleh Selye (1996)

dalam Solehati & Kosasih (2015) adalah gangguan alam perasaan yang

ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan

berkelanjutan, tidak mengalami ganggguan dalam menilai realitas,

kepribadian masih utuh, serta perilaku terganggu tetapi masih dalam batas

yang normal.

Menurut Post (1978) dalam Mubarak, Indrawati & Susanto (2015)

kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang

ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan,

kekhawatiran, dan juga ditandai dengan aktifnya sistem saraf pusat.

3. Penyebab

Kecemasan

Mubarak, Indrawati & Susanto (2015) menyatakan bahwa kecemasan

dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:


22

a. Faktor Predisposisi

1) Teori psikoanalitik

Menurut Freud, struktur kepribadian terdiri atas tiga elemen yaitu id,

ego, dan superego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls

primitf, superego mencerminkan hati nurani seseorang dan

dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang, sedangkan ego

digambarkan sebagai mediator antara tuntutan id dan superego.

Kecemasan merupakan konflik emosional antara id dan superego yang

berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang perlu

diatasi.

2) Teori Interpersonal

Kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal, hal

ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti

kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak

berbahaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya

sangat mudah untuk mengalami kecemasan.

3) Teori Perilaku

Kecemasan merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang

mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan

diinginkan para ahli perilaku menganggap kecemesan merupakan

suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan dorongan keinginan untuk

menghindarkan rasa sakit.

4) Teori Biologis

Menurut Selye, otak mengandung reseptor khusus untuk

benzodiazepina reseptor ini membantu mengatur kecemasan.


23

Penghambat asam amino butirikgamma neuro regulator juga mungkin

memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan

dengan kecemasan sebagai halnya dengan endokrin. Kecemasan

mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan

kapasitar seseorang untuk mengatasi reseptor.

b. Faktor Presipitasi

1) Ancaman Integritas Diri

Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap

kebutuhan dasar. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan

internal. Faktor eksternal meliputi infeksi virus dan bakteri, polusi

lingkungan, sampah, rumah, dan makanan juga pakaian serta trauma

fisik. Faktor internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologi seperti

sistem kekebalan, pengaturan suhu dan jantung, serta perubahan

biologis.

2) Ancaman Sistem Diri

Meliputi ancaman terhadap identitas diri, harga diri, dan hubungan

interpersonal, kehilangan serta perubahan status atau peran. Faktor

eksternal yang mempengaruhi harga diri adalah kehilangan, dilematik,

tekanan dalam kelompok sosial maupun budaya.

3) Faktor Lain menurut Model Integritas

a) Perbedaan dipengaruhi kecemasan sehingga untuk menyelamatkan

dari stimulus yang mengancam adalah dengan cara menghindar.

b) Individu lahir mempunyai sistem saraf otonom yang lebih peka

terhadap ancaman atau stresor.


24

c) Masa anak-anak dan dewasa dalam belajar mencari pengalaman

mungkin dengan menentukan tingkat kecemasan dan situasi yang

yang pada dasarnya akan menimbulkan kecemasan.

d) Ketidakmampuan mengatasi situasi berbahaya dengan adaptif bisa

menimbulkan kecenderungan untuk berespons terhadap kecemasan.

e) Fungsi kognitif dapat berkesinambungan yang berfokus pada

kecemasan sehingga fungsi tersebut mempunyai antisipasi untuk

menahan stimulus yang menimbulkan kecemasan.

f) Seseorang mungkin lebih mudah terancam rasa amannya terutama

trauma inteligensi dan mawas diri.

4. Patofisiologi

Kecemasan

Spielberger, 1972 (dalam Mayangsari & Ranakusuma, 2014)

menyebutkan terdapat lima proses terjadinya kecemasan pada individu,

antara lain:

a. Evaluated situation, yaitu adanya situasi yang mengancam secara

kognitif sehingga ancaman dapat menimbulkan kecemasan.

b. Perception of situation, dimana situasi yang mengancam diberi

penilaian oleh individu, dan biasanya penilaian tersebut dipengaruhi

oleh sikap, kemampuan, dan pengalaman individu. 

c. Anxiety state of reaction, ketika individu menganggap bahwa terdapat

situasi yang berbahaya, maka reaksi kecemasan akan timbul.

Kompleksitas respon dikenal sebagai reaksi kecemasan sesaat yang

melibatkan respon fisiologis seperti denyut jantung dan tekanan darah. 


25

d. Cognitive reappraisal follows, saat individu menilai kembali situasi

yang mengancam tersebut, untuk itu individu menggunakan pertahanan

diri (defense mechanism) atau dengan cara meningkatkan aktivitas

kognisi atau motoriknya.

e. Coping, individu menggunakan jalan keluar dengan menggunakan

defense mechanism (pertahanan diri) seperti proyeksi atau rasionalisasi.

Skema 2.2 Patofisiologi Kecemasan


Situasi yang mengancam
secara kognitif

Evaluated Situation
- Sikap individu
- Kemampuan individu Perception of Situation
- Pengalaman individu Anxiety State of Reaction
(Cemas)

Cognitive Reappraisal Follow


Coping

Sumber: Spielberger, 1972 (dalam Mayangsari & Ranakusuma, 2014)

5. Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kecemasan

Tidak semua kecemasan dapat dikatakan bersifat patologis ada juga

kecemasan yang bersifat normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kecemasan menurut Mubarak, Indrawati & Susanto (2015), yaitu sebagai

berikut :

a. Faktor Internal

1) Usia. Permintaan bantuan dari sekeliling menurun dengan

bertambahnya usia, pertolongan diminta bila ada kebutuhan akan

kenyamanan, reassurance, dan nasehat-nasehat.


26

2) Pengalaman. Individu yang mempunyai modal kemampuan

pengalaman menghadapi stres dan punya cara menghadapinya akan

cenderung lebih menganggap stres yang berapapun sebagai masalah

yang bisa diselesaikan. Tiap pengalaman merupakan suatu yang

berharga dan belajar dari pengalaman dapat meningkatkan

keterampilan menghadapi stres.

3) Aset fisik. Orang dengan aset fisik yang besar, kuat, dan garang akan

menggunakan aset ini untuk menghalau stres yang datang menggangu.

b. Faktor Eksternal

1) Pengetahuan. Seseorang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan

kemampuan intelektual akan dapat meningkatkan kemampuan dan

rasa percaya diri dalam menghadapi stres mengikuti berbagai kegiatan

untuk meningkatkan kemampuan diri akan banyak menolong individu

tersebut.

2) Pendidikan. Peningkatan pendidikan dapat pula mengurangi rasa tidak

mampu untuk menghadapi stres. Semakin tinggi pendidikan seseorang

akan mudah dan semakin mampu menghadapi stres yang ada.

3) Finansial/Material. Aset berupa harta yang melimpah tidak akan

menyebabkan individu tersebut mengalami stres berupa kekacauan

finansial, bila hal ini terjadi dibandingkan orang lain yang aset

finasialnya terbatas.

4) Keluarga. Lingkungan kecil dimulai dari lingkungan keluarga, peran

pasangan dalam hal ini sangat berarti dalam memberi dukungan. Istri

dan anak yang penuh pengertian serta dapat mengimbangi kesulitan


27

yang dihadapi suami akan dapat memberikan bumper kepada kondiri

stres suaminya.

5) Obat. Dalam bidang psikiatri dikenal obat-obatan yang tergolong

dalam kelompok antiansietas. Obat-obat ini mempunyai khasiat

mengatasi ansietas sehingga penderitanya cukup tenang.

6) Dukungan Sosial Budaya. Dukungan soial dan sumber-sumber

masyarakat serta lingkungan sekitar individu akan sangat membantu

seseorang dalam menghadapi stresor, pemecahan masalah bersama-

sama dan tukar pendapat dengan orang di sekitarnya akan membuat

situasi individu lebih siap menghadapi stres yang akan datang.

6. Tingkatan

Kecemasan

Tingkat kecemasan menurut Solehati & Kosasih (2015) digolongkan

dalam beberapa tingkat, yaitu sebagai berikut:

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan kehidupan sehari-

hari. Ketegangan dalam kehidupan sehari-hari akan menyebabkan

seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.

Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan

pertumbuhan dan kreativitas.

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkuangan

menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal-hal yang dianggapnya


28

penting saat itu dan mengesampingkan hal-hal lain sehingga

mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu

yang lebih terarah.

c. Kecemasan Berat

Kecemasan ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang

cenderung untuk memusatkan pada suatu yang terinci dan spesifik dan

tidak dapat berpikir tentang hal lain. Individu tak mampu berpikir lagi

dan membutuhkan banyak pengarahan atau tuntunan.

d. Panik

Tingkat panik ditandai dengan lahan persepsi yang sudah terganggu

sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak

dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberikan pengarahan atau

tuntunan, serta terjadinya peningkatan aktivitas motorik, menurunnya

kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang

menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkatan ini

tidak sejalan dengan kehidupan seseorang jika berlangsung terus-

menerus dalam waktu yang lama sehingga terjadi kelelahan yang

sangat, bahkan kematian.

7. Skala Kecemasan

Rentang respon kecemasan dapat ditentukan dengan gejala yang ada

dengan menggunakan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) menurut

Mubarak, Indrawati & Susanto (2015), skala HARS terdiri atas 14

komponen yaitu sebagai berikut:


29

a. Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung.

b. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan

lesu.

c. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal

sendiri dan takut pada binatang besar.

d. Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur

tidak pulas dan mimpi buruk.

e. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

f. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada

hobi, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

g. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara

tidak stabil dan kedutan otot.

h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka

merah dan pucat serta merasa lemah.

i. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras

dan detak jantung hilang sekejap.

j. Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering

menarik napas panjang dan merasa napas pendek.

k. Gejala gastrointestinal:sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun,

mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan

panas di perut.

l. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing,

aminorea.
30

m. Gejala otonom: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu

roma berdiri, pusing atau sakit kepala.

n. Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan

dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek

dan cepat.

Adapun cara penilaiannya adalah dengan sistem skoring yaitu

sebagai berikut:

Nilai 0 = tidak ada gejala.

Nilai 1 = gejala ringan (satu gejala dari pilihan yang ada).

Nilai 2 = gejala sedang (separuh dari gejala yang ada).

Nilai 3 = gejala berat (lebih dari separuh gejala yang ada).

Nilai 4 = gejala berat sekali (semua gejala ada).

Apabila:

Skor < 14 = tidak ada kecemasan.

Skor 14 – 20 = kecemasan ringan.

Skor 21 – 27 = kecemasan sedang.

Skor 28 – 41 = kecemasan berat.

Skor 42 – 56 = kecemasan berat sekali.

D. Konsep Dasar Murrotal Al-Qur’an

1. Pengertian

Terapi murottal Al-Qur’an adalah terapi bacaan Al-Qur’an yang

merupakan terapi religi dimana seseorang dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an


31

selama beberapa menit atau jam sehingga memberikan dampak positif bagi

tubuh seseorang (Zahrofi, Maliya & Listyorini, 2014).

2. Tujuan

Tujuan pemberian terapi murottal Al-Qur’an adalah meningkatkan

pelepasan endorfin dan ini menurunkan kebutuhan akan obat-obatan.

Pelepasan tersebut memberikan pula suatu pengalihan perhatian dari rasa

sakit dan dapat mengurangi kecemasan (Zahrofi, Maliya & Listyorini,

2014).

3. Mekanisme Terapi Murottal Al-Qur’an Terhadap Kecemasan

Mendengarkan Al-Qur’an akan memberikan efek ketenangan dalam

tubuh sebab adanya unsur meditasi, autosugesti dan relaksasi yang

terkandung didalamnya. Rasa tenang ini kemudian akan memberikan

respon emosi positif yang sangat berpengaruh dalam mendatangkan

persepsi positif (Rahayu, Hidayati & Imam, 2018).

Mekanisme cara kerja musik (lantunan Al-Qur’an) sebagai alat

terapi yakni mempengaruhi semua organ sistem tubuh. Menurut teori

Candace Pert bahwa neuropeptida dan reseptor-reseptor biokimia yang

dikeluarkanoleh hypothalamus berhubungan erat dengan kejadian emosi.

Sifat riang/rileks mampu mengurangi kadar kortisol, epenefrin,

norepinefrin, dopa dan hormon pertumbuhan di dalam serum (Nicholas &

Humenick, 2002 dalam Zahrofi, Maliya & Listyorini, 2014).

4. Prosedur Terapi Murottal Al-Qur’an


32

Prosedur terapi murrotal Al Qur’an menurut Nurjaimah (2015)

adalah sebagai berikut:

a. Persiapan

1) Persiapan Pasien

Pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan

dilakukan.

2) Persiapan Alat

a) Earphone

b) MP3/Tablet berisikan murottal (Ar-Rahman)

3) Persiapan Perawat

Menyiapkan alat dan mendekatkan ke arah pasien.

b. Prosedur Pelaksanaan

1) Fase Orientasi

a) Mengucapkan salam terapeutik.

b) Melakukan evaluasi atau validasi.

c) Melakukan kontrak (waktu, tempat, dan topik).

d) Menjelaskan langkah-langkah tindakan atau prosedur pada klien.

2) Fase Kerja

a) Menghubungkan earphone dengan MP3/Tablet berisikan murottal

(Ar-Rahman).

b) Pasien berbaring diatas tempat tidur.

c) Letakkan earphone di telinga kiri dan kanan.

d) Dengarkan murottal (Ar-Rahman) selama 15 menit

3) Fase Terminasi

a) Mencuci tangan.
33

b) Dokumentasi tindakan yang telah dilakukan dan respon klien.

E. Penelitian Terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Zahrofi, Maliya & Listyorini (2014)

tentang pengaruh pemberian terapi murottal al quran terhadap tingkat

kecemasan pada pasien hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Surakarta,

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi murottal Al-Qur’an

terhadap tingkat kecemasan pasien hemodialisa dengan nilai p-value sebesar

0.001.

Penelitian lain dilakukan oleh Rahayu, Hidayati & Imam (2018) tentang

pengaruh terapi murottal dalam mengurangi depresi pasien menjalani

hemodialisis, menunjukkan hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh terapi

murottal terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien dengan penyakit

ginjal kronik (PGK) yang menjalani hemodialisa dengan nilai p value sebesar

0,000.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Alivian, Purnawan & Setiyono

(2019) tentang efektifitas mendengarkan murottal dan doa terhadap penurunan

kecemasan pada pasien hemodialisis di RSUD Wates, menunjukkan hasil

penelitian bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara skor cemas

sebelum dan sesudah mendengarkan terapi murottal dan doa dengan nilai p

value sebesar < 0,001.


34

BAB III
METODE PENULISAN

A. Desain Penulisan

Karya tulis ilmiah ini menggunakan desain studi kasus (case study), yaitu

dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari

unit tunggal. Unit yang menjadi kasus tersebut secara mendalam dianalisis baik

dari segi yang berhubungan dengan keadaan kasus itu sendiri, faktor-faktor

yang mempengaruhi, kejadian-kejadian khusus yang muncul sehubungan

dengan kasus, maupun tindakan dan reaksi kasus terhadap suatu perlakuan atau

pemaparan tertentu (Notoatmodjo, 2010). Pada karya tulis ilmiah ini penulis

ingin melakukan penerapan terapi murottal Al-Qur’an untuk mengatasi

kecemasan pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis di Kelurahan Mulyojati Kota Metro tahun 2020.

B. Subyek Penulisan

Subyek study kasus yang diambil satu pasien dengan gagal ginjal yang

menjalani hemodialisa dan mengalami kecemasan dengan kriteria subyek

dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Beragama islam.

2. Bersedia menjadi responden.

3. Mampu berkomunikasi dengan baik.

4. Pendengaran pasien baik.

5. Bersedia melakukan tindakan intervensi.

6. Klien dengan tingkat kecemasan >14.

34
35

C. Batasan Istilah

Gagal ginjal merupakan kondisi yang menyebabkan ginjal tidak dapat

membuang metabolik yang menumpuk dari darah, yang menyebabkan

perubahan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Hemodialisa

didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati

membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Terapi murottal Al-

Qur’an adalah terapi bacaan Al-Qur’an yang merupakan terapi religi dimana

seseorang dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an selama beberapa menit atau jam

sehingga memberikan dampak positif bagi tubuh seseorang. Kecemasan adalah

suatu respons emosional yang tidak menyenangkan, penuh kekhawatiran, suatu

rasa takut yang tidak terekspresikan dan tidak terarah karena suatu sumber

ancaman. Pengukuran tingkat kecemasan dilakukan dengan melakukan

pengkajian kecemasan menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS).

Kriteria hasil ukur tingkat kecemasan pasien antara lain tidak ada kecemasan

skor <14, kecemasan ringan skor 14-20, kecemasan sedang skor 21-27,

kecemasan berat skor 28-41, dan kecemasan berat sekali 42-56.

D. Lokasi dan Waktu

Penerepan intervensi ini telah dilaksanakan pada tanggal 01 s.d 03 Juli

tahun 2020 di Kelurahan Mulyojati Kota Metro.

E. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data dalam penerapan ini yaitu SOP penerapan

terapi murottal Al-Qur’an dan lembar observasi pengukuran tingkat kecemasan

dilakukan dengan melakukan pengkajian kecemasan menurut HARS. Kriteria


36

hasil ukur tingkat kecemasan pasien antara lain tidak ada kecemasan skor <14,

kecemasan ringan skor 14-20, kecemasan sedang skor 21-27, kecemasan berat

skor 28-41, dan kecemasan berat sekali 42-56.

F. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dalam penerapan ini, melalui:

1. Melakukan Informed Consent pada subyek (terlampir).

2. Pengkajian

Sebelum penerapan penulis melakukan pengkajian dengan wawancara yang

berisi tentang (inisial subyek, usia, faktor resiko) dan tingkat kecamasan

yang dialami klien.

3. Pelaksanaan

a. Penulis mengkaji tingkat kecemasan klien dengan menggunakan

kuesioner kecemasan HARS sebelum penerapan terapi murottal Al-

Qur’an.

b. Penulis melakukan penerapan terapi murottal Al-Qur’an sesuai dengan

standar operasional prosedur (SOP terlampir).

c. Terapi murottal Al-Qur’an yang akan diberikan adalah surat Ar-Rahman

dengan waktu pemberian ±15 menit, sehari 2 kali (pagi dan sore),

selama 5 hari.

4. Penulis mengevaluasi tingkat kecemasan klien dengan menggunakan

kuesioner kecemasan HARS setelah penerapan terapi murottal Al-Qur’an.

5. Dokumentasi

Melakukan dokumentasi/foto di lapangan, dilakukan pada saat penerapan

terapi murottal Al-Qur’an berlangsung.


37

G. Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan mengubah hasil penerapan menjadi

informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan. Analisa data

dalam karya tulis ilmiah metode study kasus ini dilakukan dengan

menggunakan analisis deskriptif yaitu untuk membuat gambaran secara

sistematis data yang aktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan

antar fenomena yang diselidiki (Notoatmodjo, 2010). Analisa data karya tulis

ilmiah ini dilakukan dengan melihat perubahan tingkat kecemasan baik

sebelum dan setelah dilakukan intervensi dengan kriteria tingkat kecemasan

menurut HARS:

Total Skor :

Skor < 14 = tidak ada kecemasan.

Skor 14 – 20 = kecemasan ringan.

Skor 21 – 27 = kecemasan sedang.

Skor 28 – 41 = kecemasan berat.

Skor 42 – 56 = kecemasan berat sekali.

H. Etika Penerapan

Etika penerapan karya tulis ilmiah yang mendasari penyusunan studi kasus

menurut Notoatmodjo (2010), terdiri dari:

1. Informed Consent (persetujuan menjadi klien)

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian

dengan memberikan lembar persetujuan.


38

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penerapan dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penerapan yang

disajikan.

3. Confidentiality (kerahasian)

Memberikan jaminan kerahasian hasil intervensi, baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaan oleh perawat, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil penerapan.


39

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Karakteristik dan Gambaran Subyek Penerapan

Penerapan ini dilakukan pada pasien gagal ginjal yang menjalani

hemodialisa dan mengalami kecemasan yaitu Tn. B. Subyek tersebut telah

sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dan telah menyetujui untuk

berpartisipasi dalam penerapan terapi murottal Al-Qur’an. Adapun

gambaran karakteristik subyek serta data-data yang didapatkan pada saat

pengkajian sesuai dengan tahapan rencana penerapan adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.1 Gambaran Subyek Penerapan


Data Keterangan
Nama Tn. B
Usia 45 tahun
Pendidikan SMP
Pekerjaan Buruh
Agama Islam
Riwayat kesehatan sebelumnya Klien mengatakan saat masih remaja suka begadang
dan minum-minuman keras. Klien adalah seorang
perokok berat sejak usia 15 tahun.
Keluhan saat ini Klien di diagnosa menderita penyakit gagal ginjal
sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Sejak 2
minggu yang lalu klien dianjurkan untuk
melakukan hemodialisa, dan saat ini adalah jadwal
hemodialisa yang ke-2. Klien merasa takut dan
cemas dengan kondisinya saat ini. Cemas yang
dirasakan tidak hanya karena penyakitnya saja,
tetapi klien merasa tidak dapat memenuhi
tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga. Untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari klien dan
keluarga bergantung kepada anak pertamanya yang
juga bekerja sebagai buruh. Dari hasil pengkajian
tingkat kecemasan klien didapatkan skor
kecemasan 26.
39
40

TTV TD : 140/90 mmHg, RR: 24 x/menit, Nadi: 86


x/menit, dan Suhu 36.7 o C.

2. Pemaparan Fokus Penerapan

Penerapan terapi murottal Al-Qur’an ini dilakukan pada pasien

dengan diagnosa medis gagal ginjal, dan dilakukan pengukuran tingkat

kecemasan berdasarkan tingkat kecemasan HARS sebelum dan setelah

intervensi. Hasil pengkajian tingkat kecemasan pada klien dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.2 Hasil pengkajian tingkat kecemasan sebelum dan setelah


intervensi

Tingkat Kecemasan Tingkat Kecemasan Tingkat Kecemasan


Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3
Subye
Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah
k
Penerapan Penerapa Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan
n

Sedang Sedang Ringan Ringan Ringan Ringan


Tn. B
(Skor 26) (Skor 22) (Skor 20) (Skor 18) (Skor 18) (Skor 15)

Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan tingkat kecemasan pada

subyek (Tn. B) sebelum penerapan dalam kategori cemas sedang dengan

skor HARS 26, tingkat kecemasan setelah penerapan hari ke tiga dalam

kategori cemas ringan dengan skor HARS 15.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Subyek yang Mempengaruhi Kecemasan

a. Usia

Mubarak, Indrawati & Susanto (2015) mengungkapkan kecemasan

terjadi karena permintaan bantuan dari sekeliling menurun dengan

bertambahnya usia, pertolongan diminta bila ada kebutuhan akan


41

kenyamanan, reassurance, dan nasehat-nasehat. Usia subyek (Tn. B)

dalam penerapan ini yaitu 45 tahun. Menurut Kaplan dan Sadoc dalam

Fay & Istichomah (2017), gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua

umur dan sebagian besar kecemasan terjadi pada usia 41-60 tahun

(44,4%).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jangkup,

Elim & Kandou (2015), mengatakan bahwa sangat mungkin bisa terjadi

tingkat kecemasan yang tinggi pada pasien umur 40-60 tahun karena

penderita cenderung sudah tidak bekerja dan perasaan tidak berguna bagi

keluarga menjadi salah satu sumber kecemasan. Selain itu pada umur

tersebut sebagian besar penderita yang mempunyai anak-anak usia

sekolah yang membutuhkan kebutuhan finansial yang lebih cukup besar.

Berdasarkan uraian diatas menurut analisa penulis kecemasan

terjadi pada semua usia, namun sebagian besar kecemasan terjadinya

pada usia 41-60 tahun. Usia subyek dalam penerapan yaitu 45 tahun

sehingga dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan karena seharusnya

pada usia subyek yang sekarang subyek dapat melakukan pekerjaan dan

tidak merepotkan keluarga.

b. Pendidikan

Peningkatan pendidikan dapat pula mengurangi rasa tidak mampu

untuk menghadapi stres. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan

mudah dan semakin mampu menghadapi stres yang ada (Mubarak,

Indrawati & Susanto, 2015). Subyek dalam penerapan ini yaitu Tn. B

dengan pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP). Menurut


42

Jangkup, Elim & Kandou (2015) penderita yang mempunyai pendidikan

lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga

memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam masalah yang

dihadapi, mempunyai rasa percaya yang tinggi, berpengalaman dan

mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi kejadian serta

mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan, akan

dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut

dalam mengambil keputusan.

Berdasarkan urian diatas menurut analisa penulis tingkat

pendidikan yang rendah merupakan penyebab terjadinya kecemasan.

Tingkat pendidikan Tn. B yaitu SMP masih rendah sehingga kurang

mengetahui tentang penyakitnya dan menangkap informasi yang

disampaikan hal dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan.

c. Finansial

Aset berupa harta yang melimpah tidak akan menyebabkan

individu tersebut mengalami stres berupa kekacauan finansial, bila hal ini

terjadi dibandingkan orang lain yang aset finansialnya terbatas (Mubarak,

Indrawati & Susanto, 2015). Subyek (Tn. B) dalam penerapan ini merasa

tidak dapat memenuhi tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga. Untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari klien dan keluarga bergantung

kepada anak pertamanya yang juga bekerja sebagai buruh.

Hasil penelitian Fay & Istichomah (2017), menyatakan bahwa

terapi dialisis dalam waktu lama sering menimbulkan hilangnya

kebebebasan, ketergantungan pada pernikahan dan keluarga serta


43

kehidupan sosial, serta penurunan penghasilan finansial. Berdasarkan hal

tersebut aspek fisik, psikologis, sosial-ekonomi dan lingkungan secara

negatif terpengaruh dan mengarah pada perubahan kualitas hidup

sehingga mempengaruhi tingkat kcemasan pasien yang menjalani

hemodialisa.

Berdasarkan urian diatas menurut analisa penulis keadaan finansial

dapat menjadi pencetus terjadinya kecemasan. Subyek (Tn. B) merasa

tidak dapat memenuhi tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga

sehingga klien dan keluarga bergantung kepada anak pertamanya yang

juga bekerja sebagai buruh.

2. Hasil Penerapan

Chronic kidney disease (CKD) atau gagal ginjal kronik merupakan

kondisi yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang metabolik yang

menumpuk dari darah, sehingga menyebabkan perubahan keseimbangan

cairan, elektrolit, dan asam basa (LeMone, Burke & Bauldoff, 2015).

Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan

penurunan fungsi ginjal yang irreversible, sehingga pada derajat tertentu

akan memerlukan terapi pengganti fungsi ginjal yang berupa hemodialisis

atau transplantasi ginjal. Pasien yang menjalani hemodialisis mengalami

berbagai masalah yang timbul akibat tidak berfungsinya ginjal. Pasien yang

menjalani hemodialisis banyak mengalami kecemasan dengan berbagai

alasan. Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis secara psikososial

mengalami kecemasan yang berhubungan dengan komplikasi antara lain


44

anemia, mual, lelah, malnutrisi, gangguan kulit, dan lain sebagainya

(Alivian, Purnawan & Setiyono, 2019).

Tingkat kecemasan pada subyek (Tn. B) sebelum penerapan

menunjukkan kategori cemas sedang (skor HARS 26). Dalam upaya

membantu menurunkan tingkat kecemasan pada subyek (Tn. B) yaitu

dengan memberikan terapi murottal Al-Qur’an. Setelah dilakukan

penerapan terapi murottal Al-Qur’an selama 3 hari tingkat kecemasan pada

Tn. B mengalami penurunan yaitu dalam kategori cemas ringan (skor HARS

15).

Al Qur’an mempunyai pengaruh yang besar terhadap kejiwaan

seseorang. Hal ini dibuktikan dengan berubahnya jiwa dan kepribadian

bangsa Arab setelah mereka mengenal Al Qur’an. Al Qur’an telah

mengubah kepribadian mereka searah, meliputi akhlak perilaku, cara hidup,

prinsip cita-cita dan nilai-nilai serta membentuk mereka menjadi masyarakat

yang bersatu, teratur, dan bekerjasama. Bahkan perubahan besar yang

ditimbulkan oleh Al Qur’an dalam jiwa bangsa Arab ini belum ada

bandingnya dalam sejarah seruan-seruan kepercayaan yang pernah muncul

di sepanjang kurun sejarah yang berbeda. Tidak dipungkiri lagi dalam Al

Qur’an terdapat daya spititual yang luar biasa terhadap jiwa manusia

(Rahayu, Hidayati & Imam, 2018).

Terapi murottal Al-Qur’an adalah terapi bacaan Al-Qur’an yang

merupakan terapi religi dimana seseorang dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an

selama beberapa menit atau jam sehingga memberikan dampak positif bagi
45

tubuh seseorang. Tujuan pemberian terapi murottal Al-Qur’an adalah

meningkatkan pelepasan endorfin dan ini menurunkan kebutuhan akan obat-

obatan. Pelepasan tersebut memberikan suatu pengalihan perhatian dari rasa

sakit dan dapat mengurangi kecemasan (Zahrofi, Maliya & Listyorini,

2014).

Mendengarkan Al-Qur’an akan memberikan efek ketenangan dalam

tubuh sebab adanya unsur meditasi, autosugesti dan relaksasi yang

terkandung didalamnya. Rasa tenang ini kemudian akan memberikan respon

emosi positif yang sangat berpengaruh dalam mendatangkan persepsi positif

(Rahayu, Hidayati & Imam, 2018).

Mekanisme cara kerja musik (lantunan Al-Qur’an) sebagai alat terapi

yakni mempengaruhi semua organ sistem tubuh. Menurut teori Candace

Pert bahwa neuropeptida dan reseptor-reseptor biokimia yang dikeluarkan

oleh hypothalamus berhubungan erat dengan kejadian emosi. Sifat

riang/rileks mampu mengurangi kadar kortisol, epenefrin, norepinefrin,

dopa dan hormon pertumbuhan di dalam serum (Nicholas & Humenick,

2002 dalam Zahrofi, Maliya & Listyorini, 2014).

Hasil penerapan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rahayu, Hidayati & Imam (2018) tentang pengaruh terapi murottal dalam

mengurangi depresi pasien menjalani hemodialisis, menunjukkan hasil

penelitian bahwa terdapat pengaruh terapi murottal terhadap penurunan

tingkat depresi pada pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK) yang

menjalani hemodialisa.
46

Berdasarkan hasil penerapan diatas menurut analisa penulis terapi

murrotal Al-Qur’an dapat membantu menurunkan tingkat kecemasan pada

pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, dikarenakan manfaat dari

terapi murrotal Al-Qur’an yaitu ketika mendengarkan lantunan Al-Qur’an

dapat meningkatkan pelepasan endorfin sehingga menurunkan kebutuhan

akan obat-obatan. Pelepasan tersebut memberikan suatu pengalihan

perhatian dari rasa sakit dan dapat mengurangi kecemasan.

C. Keterbatasan Study Kasus

Penerapan karya tulis ilmiah ini sudah sesuai dengan prosedur, namun

masih memiliki keterbatasan yaitu penerapan ini hanya menggunakan satu

subyek sehingga fenomena yang terjadi pada subyek belum dapat mewakili

seluruh populasi (penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa dengan

masalah kecemasan) namun baru dapat memberikan sebuah deskripsi dari

proses keperawatan model penerapan.


47

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Karakteristik subyek dalam penerapan ini yang mempengaruhi

kecemasan yaitu usia 45 tahun, pendidikan SMP dan mengalami

masalah pada finansial.

2. Tingkat kecemasan pada subyek (Tn. B) sebelum penerapan terapi

murrotal Al-Qur’an dengan skor HARS 26 dalam kategori cemas sedang.

3. Tingkat kecemasan pada subyek (Tn. B) setelah penerapan terapi murrotal

Al-Qur’an selama 3 hari terjadi penurunan tingkat kecemasan dengan skor

HARS 15 dalam kategori cemas ringan.

B. Saran

1. Bagi Pasien Gagal Ginjal

Berdasarkan hasil penerapan, pasien gagal ginjal yang mengalami

kecemasan karena tindakan hemodialisa hendaknya dapat melakukan

terapi murrotal Al-Qur’an secara mandiri terutama ketika terjadi

kecemasan. Selain itu, hendaknya keluarga dapat memberikan dukungan

selama pasien mendengarkan terapi murrotal Al-Qur’an.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan disarankan memberikan atau menganjurkan pasien

dengan gagal ginjal yang menjalani hemodialisa untuk mendengarkan

terapi murrotal Al-Qur’an untuk menurunkan kecemasan. Murrotal Al-

47
48

Qur’an merupakan salah satu penatalaksanaan non farmakologi untuk

menurunkan kecemasan yang tidak menimbulkan efek samping.

3. Bagi Penulis Selanjutnya

Penerapan pemberian terapi murrotal Al-Qur’an dapat dijadikan dasar

untuk penelitian lebih lanjut tentang penatalaksanaan non farmakologi

pada pasien gagal ginjal yang mengalami kecemasan karena tindakan

hemodialisa berupa:

a. Pengaruh terapi murrotal Al-Qur’an terhadap penurunan tingkat

kecemasan.

b. Waktu penerapan terapi murrotal Al-Qur’an yang efektif.

c. Penerapan terapi murrotal Al-Qur’an dengan jumlah responden lebih

dari satu orang.


49

DAFTAR PUSTAKA

Alivian, G. N., Purnawan, I., & Setiyono, D. (2019). Efektifitas Mendengarkan


Murottal dan Doa Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien
Hemodialisis di RSUD Wates. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 6(2), 13-
17.

Black, J M & Hawks, J H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Buku 2.


Jakarta : Salemba Medika.

Fay, S. D., & Istichomah, I. (2017). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan


Mekanisme Koping Pada Pasien CKD (Chronic Kidney Disease) Yang
Menjalani Hemodialisa Di RS Condong Catur YOGYAKARTA. Jurnal
Kesehatan Samodra Ilmu, 8(1), 63-71.

Jangkup, J. Y., Elim, C., & Kandou, L. F. (2015). Tingkat kecemasan pada pasien
penyakit ginjal kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis di BLU RSUP
Prof. DR. RD Kandou Manado. e-CliniC, 3(1).

Kemenkes RI. (2017). Penyakit Tidak Menular. Kementrian Kesehatan RI Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

LeMone, P., Burke, KM & Bauldoff, G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Volume 3. Alih Bahasa: Subekti, B N. Jakarta: EGC.

Mayangsari, D. E & Ranakusuma, O. I. (2014). Hubungan Regulasi Emosi dan


Kecemasan pada Petugas Penyidik Polri dan Penyidik PNS. Jurnal
Psikogenesis, Vol. 3, No. 1, Desember 2014.

Medical Record RSUD Jend. Ahmad Yani Metro. (2019). 10 Penyakit Terbesar
Ruang Penyakit Dalam A.

Mubarak, W H., Indrawati, L & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Nuari, N. A & Widayati, D. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan &


Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepubish.

Nurjaimah (2015). Standar Operasional Terapi Morottal. Diunduh pada tanggal


23 Maret 2020 pukul 17.00 WIB dalam web site:repository.usu.ac.id/
bitstream/12 3456789/51030/1/Appendix.pdf.
50

Rahayu, D. A., Hidayati, T. N., & Imam, T. A. (2018). The effect of Murottal
therapy in decreasing depression of patients undergoing
hemodialysis. Media Keperawatan Indonesia, 1(2), 6-10.

Smeltzer, SC. (2018). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi


12. Alih Bahasa Indonesia Yulianti, D & Kimin, A. Jakarta: EGC.

Solehati, T & Kosasih, C E. (2015). Konsep & Aplikasi Relaksasi dalam


Keperawatan. Bandung: Refika Aditama.

Tandra, H. (2018). Dari Diabetes Menuju Ginjal Petunjuk Praktis Mencegah dan
Mengalahkan Sakit Ginjal dengan Diet Benar dan Hidup Sehat. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.

WHO. (2018). The Global Burden of Kidney Disease and the Sustainable
Development Goals. diunduh pada tanggal 20 Maret 2020, pukul 20.00
WIB dalam website: https://www.who.int/bulletin/volumes/96/6/17-
206441/en/.

Wijaya, S.A & Putri., M.Y (2013) KMB I: Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Zahrofi, D. N., Maliya, A., & Listyorini, D. (2014). Pengaruh pemberian terapi


murottal Al Quran terhadap tingkat kecemasan pada pasien hemodialisa di
RS PKU Muhammadiyah Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).
51

Lampiran
52

Lembar Penjelasan
Penerapan Terapi Murottal AL-Qur’an Terhadap Tingkat Kecemasan
Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani Hemodialisa di Kel. Mulyojati
Kota Metro Tahun 2020

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Tendy Arma Yudha


Nim : 0241012217080
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Akademi Kerawatan Dharma Wacana Metro

Bermaksud akan melakukan penerapan terapi murottal untuk


membantu menurunkan kecemasan. Penerapan terapi murottal sangat
berguna untuk membantu menurunkan tingkat kecemasan. Penerapan ini
tidak membahayakan atau merugikan anda maupun keluarga. Kerahasiaan
semua informasi akan dijaga dan dipergunakan untuk kepentingan
penerapan. Jika Anda tidak bersedia menjadi responden, tidak ada
ancaman bagi Anda maupun keluarga. Jika Anda bersedia menjadi
responden, saya mohon kesediaan untuk menandatangani lembar
persetujuan yang saya lampirkan. Atas perhatian dan kesediaannya
menjadi responden saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Penulis
53
54

Lembar Persetujuan Menjadi Responden


(Informed Consent)

Setelah saya membaca dan memahami isi dan penjelasan pada


lembar menjadi responden, maka saya bersedia turut berpartisipasi sebagai
responden dalam penerapan karya tulis ilmiah yang akan dilakukan oleh
mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Dharma Wacana Metro.

Nama :
Pekerjaan :
Alamat :

Saya memahami bahwa penerapan ini tidak membahayakan atau


merugikan saya maupun keluarga saya dan penerapan ini bermanfaat
untuk membantu dalam menurunkan tingkat kecemasan, sehingga saya
bersedia menjadi responden dalam penerapan ini.

Metro, Juli 2020

(……………......……………)
Inisial dan tanda tangan
55

PENERAPAN TERAPI MUROTTAL


DENGAN STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR (SOP)

Tanggal :
Inisial Pasien :
No. Rm :
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

A. Persiapan Pasien
1. Pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan
dilakukan.
B. Persiapan Alat
c) Earphone
PERSIAPAN
d) MP3/Tablet berisikan murottal (Ar-Rahman)
C. Persiapan Perawat
1. Menyiapkan alat dan mendekatkan ke arah pasien
2. Mencuci tangan
3. Persiapan Lingkungan
4. Memastikan privaci pasien terjaga

A. Fase Orientasi
e) Mengucapkan salam terapeutik.
f) Melakukan evaluasi atau validasi.
g) Melakukan kontrak (waktu, tempat, dan topik).
h) Menjelaskan langkah-langkah tindakan atau prosedur pada klien.

B. Fase Kerja
PROSEDUR
1. Menghubungkan earphone dengan MP3/Tablet berisikan murottal
PELAKSANAAN
(Ar-Rahman).
2. Pasien berbaring diatas tempat tidur.
3. Letakkan earphone di telinga kiri dan kanan.
4. Dengarkan murottal (Ar-Rahman) selama 15 menit

C. Fase Terminasi
c) Mencuci tangan.
d) Dokumentasi tindakan yang telah dilakukan dan respon klien.
Sumber: Nurjamiah (2015)
56

Kuisoner Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal


Yang Akan Menjalani Hemodialisa Sebelum dan Setelah Intervensi
Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS)

Inisial Responden :
Tanggal Pemeriksaan :
No Pertanyaan Ya Tdk Hasil
1 Perasaan ansietas
- Cemas
- Firasat buruk
- Takut akan pikiran sendiri
- Mudah tersinggung
2 Ketegangan
- Merasa tegang
- Lesu
- Tak bisa istirahat tenang
- Mudah terkejut
- Mudah menangis
- Gemetar
- Gelisah
3 Ketakutan
- Pada gelap
- Pada orang asing
- Ditinggal sendiri
- Pada binatang besar
- Pada keramaian lalu lintas
- Pada kerumunan orang banyak
4 Gangguan tidur
- Sukar masuk tidur
- Terbangun malam hari
- Tidak nyenyak
- Bangun dengan lesu
- Banyak mimpi-mimpi
- Mimpi buruk
- Mimpi menakutkan
5 Gangguan kecerdasan
- Sukar konsentrasi
- Daya ingat buruk

6 Perasaan depresi
57

- Hilangnya minat
- Berkurangnya kesenangan pada hobi
- Sedih
- Bangun dini hari
- Perasaan berubah-ubah sepanjang hari
7 Gejala somatis (otot)
- Sakit dan nyeri di otot-otot
- Kaku
- Kedutan otot
- Gigi gemerutuk
- Suara tidak stabil
8 Gejala somatik (sensorik)
- Tinitus
- Penglihatan kabur
- Muka merah atau pucat
- Merasa lemah
- Perasaan ditusuk-tusuk
9 Gejala kardiovaskuler
- Takhikardia
- Berdebar
- Nyeri di dada
- Denyut nadi mengeras
- Perasaan lesu/lemas seperti mau pingsan
- Detak jantung menghilang (berhenti sekejap)
10 Gejala respiratori
- Rasa tertekan atau sempit di dada
- Perasaan tercekik
- Sering menarik napas
- Napas pendek/sesak
11 Gejala gastrointestinal
- Sulit menelan
- Perut melilit
- Gangguan pencernaan
- Nyeri sebelum dan sesudah makan
- Perasaan terbakar di perut
- Rasa penuh atau kembung
- Mual
- Muntah
- Buang air besar lembek
- Kehilangan berat badan
- Sukar buang air besar (konstipasi)
58

12 Gejala urogenital
- Sering kencing
- Tidak dapat menahan kencing
13 Gejala otonom
- Mulut kering
- Muka merah
- Mudah berkeringat
- Pusing, sakit kepala
- Bulu-bulu berdiri
14 Tingkah laku pada wawancara
- Gelisah
- Tidak tenang
- Jari gemetar
- Kerut kening
- Muka tegang
- Tonus otot meningkat
- Napas pendek dan cepat
- Muka merah
Jumlah Skor Kecemasan

Cara menghitung tingkat kecemasan:


Jumlah yang timbul padatiap kelompok
x 100
Jumlah gejala pada kelompok gejala

Keterangan
Skor : Total Skor :
0 = 0% gejala yang timbul pada tiap kelompok < 14 = tidak ada kecemasan
1 = 1-25% gejala yang timbul pada tiap kelompok 14 – 20 = kecemasan ringan
2 = 26-50% gejala yang timbul pada tiap kelompok 21 – 27 = kecemasan sedang
3 = 51-75% gejala yang timbul pada tiap kelompok 28 – 41 = kecemasan berat
4 = 76-100% gejala yang timbul pada tiap kelompok 42 – 56 = kecemasan berat sekali

LEMBAR OBSERVASI

Petunjuk : Jawaban akan diisi oleh penulis berdasarkan hasil wawancara tingkat
kecemasan ditulis pada tempat yang disediakan
59

A. Identitas Responden
1. Inisial Responden : .................................
2. No. RM / Kelas : .................................
3. Tgl lahir / Umur : .................................
4. Pekerjaan : .................................
5. Tingkat Pendidikan : .................................
6. Tanggal masuk RS : .................................
7. Tanggal / jam observasi : .................................
8. Diagnosa pasien : .................................

B. Tingkat Kecemasan
Hari/tanggal pemeriksaan :
Pengukuran Tingkat Kecemasan

Hari Pagi Sore


Sebelum Setelah Sebelum Setelah
Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan
Hari Pertama
Hari Kedua
Hari Ketiga
Hari Keempat
Hari Kelima

Pengukuran tingkat kecemasan berdasarkan Hamilton Rating Scale For


Anxiety (HARS) dalam Mubarak (2015)
Keterangan :
< 14 = tidak ada kecemasan
14 – 20 = kecemasan ringan
21 – 27 = kecemasan sedang
28 – 41 = kecemasan berat
42 – 56 = kecemasan berat sekali

Anda mungkin juga menyukai