Anda di halaman 1dari 71

PEMBERIAN TEKNIK BEDONG UNTUK MEREDAKAN

NYERI SAAT HEELSTICK PADA BAYI Ny.A


DI RUANG HCU NEONATUS
RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

ARIF BUDIMAN
NIM. P13070

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN TEKNIK BEDONG UNTUK MEREDAKAN
NYERI SAAT HEELSTICK PADA BAYI Ny.A
DI RUANG HCU NEONATUS
RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH :

ARIF BUDIMAN
P13070

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Teknik Bedong untuk Meredakan Nyeri
saat Heelstick pada Bayi Ny.A di ruang HCU Neonatus RSUD Dr. Moewardi
Surakarta”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yag telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Happy Indry Hapsari, M.Kep , selaku dosen pembimbing sekaligus
sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta
memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Ns. Amalia Senja, M.Kep selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
6. Kedua orangtuaku, bapak Supardi dan Ibu Suminem yang selalu menjadi
inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

iv
7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
8. Teman-teman kos The Bandy’s yang telah memberikan semangat dan
pengertian kepada saya yang hampir putus asa mengerjakan Karya Tulis
Ilmiah ini.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu


keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, 14 Mei 2016

Arif Budiman

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME........................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................. iii

KATA PENGANTAR........................................................................................ iv

DAFTAR ISI..................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL.............................................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Tujuan Penulisan.......................................................................... 2

C. Manfaat Penulisan........................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5

A. Tinjauan teori .............................................................................. 5

1. Nyeri ..................................................................................... 5

2. Bayi Baru Lahir .................................................................... 11

3. Metode Bedong .................................................................... 22

B. Kerangka teori ............................................................................. 25

BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET ................. 26

A. Subjek aplikasi riset .................................................................... 26

B. Tempat dan waktu ....................................................................... 26

C. Media atau alat yang digunakan .................................................. 26

D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset .............................. 26

E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset .................................... 27

BAB IV LAPORAN KASUS ....................................................................... 29

A. Identitas klien .............................................................................. 29

B. Pengkajian ................................................................................... 29
C. Daftar Perumusan Masalah ......................................................... 30

D. Perencanaan ................................................................................. 31

E. Implementasi ................................................................................ 32

F. Evaluasi ........................................................................................ 34

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................. 37

A. Pengkajian ................................................................................... 37

B. Diagnosa Keperawatan ................................................................ 43

C. Intervensi ..................................................................................... 45

D. Implementasi ............................................................................... 48

E. Evaluasi ....................................................................................... 51

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 54

A. Kesimpulan ................................................................................. 54

B. Saran ............................................................................................ 58

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skala NIPS ....................................................................................... 9

Tabel 3.1 skala NIPS ....................................................................................... 26

Tabel 5.1 perhitungan Skor APGAR ...............................................................

37
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 USULAN JUDUL

LAMPIRAN 2 LEMBAR KONSULTASI

LAMPIRAN 3 SURAT PERNYATAAN

LAMPIRAN 4 JURNAL

LAMPIRAN 5 ASUHAN KEPERAWAWTAN

LAMPIRAN 6 LOG BOOK

LAMPIRAN 7 LEMBAR PENGESAHAN

LAMPIRAN 8 LEMBAR OBSERVASI

LAMPIRAN 9 DAFTAR RIWAYAT HIDUP


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Nyeri adalah suatu mekanisme produktif bagi tubuh, rasa nyeri tubuh bila

ada jaringan tubuh yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan seseorang bereaksi

dan mengatakan nyeri, pengungkapan rasa nyeri bermacam-macam, ada yang

menangis, berteriak dan ada juga yang diam sambil menggigit suatu benda.

Untuk membantu mengurangi rasa nyeri biasanya dengan mengalihkan

konsentrasi atau perhatian terhadap perasaan nyeri, ada yang tarik nafas, dan ada

yang diajak bicara, ada yang dielus atau dimasase. Seperti halnya yang sering

dialami oleh anak, bayi atau neonatus (bayi baru lahir). Dalam hal ini bayi baru

lahir belum bisa mengungkapkan rasa nyeri yang ia rasakan, hanya ibu dan

orang-orang terdekatnya yang dapat melihat dan mengerti sejauhmana rasa sakit

yang bayi rasakan, dari jenis tangisan dan gerakan si bayi (Woong, 2008, hal.

302).

Salah satu upaya untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh bayi baru

lahir adalah dengan memberikan tindakan keperawatan yaitu dengam metode

bedong, yang mampu memenuhi kebutuhan asasi bayi baru lahir, metode bedong

adalah metode yang di gunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada bayi yang

mengalami prosedur pengambilan darah melalui tumit (heelsick)(sinpru,2009,vol

27).

1
2

Bayi bisa lebih tenang ketika dibedong, bayi merasa lebih hangat dan

nyaman seperti ketika masih berada di dalam rahim. Untuk itu, bayi jadi lebih

mudah digendong dan mudah disusui karena tangan dan kakinya tidak bergerak-

gerak tak menentu (Dewi, 2010).

Dari hasil penelitian Nittaya Sinpru, Fongcum Tilokskulchai (2009)

dilakukan penelitian dengan pengambilan sampel secara acak, untuk kelompok

intervensi di lakukan pengukuran nadi, saturasi oksigen, dan skor nyeri selama 3

menit sebelum tindakan heelstick, saat dilakukan tindakan heelstick, 5 menit

setelah tindakan heelstick, di dapatkan hasil penelitian nadi dan skala nyeri lebih

rendah dari pada kelompok kontrol.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengaplikasikan metode bedong untuk meredakan nyeri pada bayi

yang dilakukan heelstick

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada bayi baru lahir

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pada bayi

baru lahir

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada bayi

baru lahir

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada bayi baru lahir

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada bayi baru lahir


3

f. Penulis mampu menganalisa hasil apikasi metode bedong terhadap

penurunan nyeri pada bayi baru lahir yang dilakukan heelstick.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Rumah Sakit

Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam

melakukan asuhan keperawatan khususnya bagi bayi yang mengalami

nyeri karena prosedur heelstick dengan metode bedong.

2. Bagi Istitusi akademi

Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam

pengembangan dan penungkatan mutu pendidikan di masa yang akan

datang.

3. Bagi Perawat

Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada

bayi yang mengalami nyeri karena prosedur heelstick dengan metode

bedong.

4. Bagi Penulis

Dapat melakukan asuhan keperawatan padabayi yang mengalami nyeri

karena prosedur heelstick dengan metode bedong. secara langsung dan

optimal pada praktik klinik keperawatan, dan diharapkan dapat digunakan

sebagai acuan dalam menambah pengetahuan dan memperoleh

pengalamanya khususnya dibidang keperawatan anak


4

5. Bagi Pembaca

Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentangmetode bedong dan cara

menangani nyeri pada bayi yang mengalami nyeri karena prosedur

heelstick dengan metode bedong.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori

1. Nyeri

a. Definisi

Menurut International Association for Study of Pain (IASP)

nyeri adalah sensor subyektif dan emosional yang tidak

menyenangkan yang dapat terkait dengan kerusakan jaringan

aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya

kerusakannya.( Woong 2008,hal 33)

Menurut smeltzer dan bare (2002) dalam Judha, dkk. (2012),

nhyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan

perawatan kesehatan.

b. Klasifikasi

Menurut prince dan wilson (2005) klasifikasi nyeri berdasarkan

lokasi dan sumber, antara lain :

1) Nyeri somatik superficial (kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur - struktur superficial kulit dan

jaringan subkutis

2) Nyeri somatik dalam

Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari

otot, tendon, ligamen, tulang, sendi, dan arteri

5
6

3) Nyeri visera

Nyeri visera mengacu kepada nyeri berasal dari organ - organ

tubuh. Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan denga

reseptor nyeri somatik dan terletak di dinidng otot polos organ

- organ berongga

4) Nyeri alih

Nyeri alih di definisikan sebagai nyeri berasal dari salah satu

daerah ditubuh tetapi dirasakan di daerah lain

5) Nyeri neuropati

Nyeri neuropatik memiliki kualitas seperti terbakar, peri atau

seperti tersengat listrik.

Menurut sulistyono (2013), nyeri dapat klasifikasi nyeri

berdasarkan durasinya yaitu

1) Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut,

penyakit, atau intevensi bedah dan memiliki awitan yang

cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat)

dan berlangsung dalam waktu singkat.

2) Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau interminen yang

menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik

berlangsung lama, intensitas yang bervariasi, dan biasanya

berlangsung lebih dari 6 bulan.


7

c. Faktor yang mempengaruhi nyeri.

Menurut perry dan potter (2005) faktor - faktor yang

mempengaaruhi nyeri antara lain:

1) Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,

khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan dan

perkembangan yang ditemukan diantaranya kelompok

usianini dapat mempengaruhi anak dan lansia beraksi terhadap

nyeri.

2) Jenis kelamin

Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subyek penelitian

yang melibatkan pria dan wanita, akan tetapi toleransi

terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor - faktor biokimia dan

merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa

memperhatikan jenis kelamin

3) Kebudayaan

Keyakinan dan nilai - nilai budaya mempengaruhi cara

individu mengatasi nyeri. Sosialisasi budaya menentukan

perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian, hal ini dapat

mempengaruhi pengeluaran fisiologis opikat endogen dn

sehingga terjadilah persepsi nyeri.


8

4) Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri

juga dapat menimbulkan suati persaan ansietas.

5) Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan

menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping.

d. Fisiologi nyeri

Perubahan pandangan tentang nyeri pada neonatus terus

berkembang selama lebih dari 20 tahun, penelitian yang dilakukan

pada neonatus termasuk bayi prematur memperlihatkan bahwa

sistem saraf pusat lebih matur dari pemikiran sebelumnya. Serabut

saraf nyeri pada fetus telah mengalami pembentukan myelin sejak

trimester kedua dan ketiga dan lengkap pada usia gestasi 30 sampai

37 minggu. Bahkan serabut saraf yang bermyelin tipis atau yang

tidak bermyelin dapat menghantarkan stimulus nyeri. Pembentukan

myelin yang tidak lengkap hanya berakibat pada transmisi impuls

yang lebih lambat, dimana ini tidak bermakna pada neonatus yang

memiliki jarak hantaran impuls yang lebih dekat(Dickey,2011:223-

61). Slater dkk pada studinya dengan menggunakan near-infrared


9

spectroscopy (NIRS) yang dapat mengukur oksigenasi darah dan

jaringan pada kortek somatosensory mendaptkan bahwa bayi

prematur sejak Premenstrual age (PMA) 25 minggu telah

menunjukkan peningkatan respon hemodinamik kortikal dari

stimulus nyeri tusukan hemolet di tumit(Armegaud, 2008;11:1617-

20).

e. Manajemen Nyeri

Tujuan tatalaksana nyeri pada bayi baru lahir yaitu untuk

mengurangi intensitas, durasi nyeri dan membantu bayi

mengendalikan rasa nyeri.

Berbagai intervensi farmakologi dan non-farmakologi yang

dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri. Intervensi

farmakologi yang diberikan meliputi pemberian opioid, sedatif,

anastesi regional, anastesi topikal, dan analgesik-non-steroid.

Semua intervensi yang digunakan untuk mengendalikan rasa

nyeri tanpa obat-obatan disebut intervensi non-farmakologi.

Intervensi non-farmakologi lebih disukai untuk prosedur invasif

ringan dengan efek samping yang minimal.


10

f. Alat ukur nyeri

Neonatal infant pain scale (NIPS) direkomendasikan untuk usia

pemberlakuan rata - ata gestasi 33,5 minggu dengan kisaran total

skor 0 (bebas nyeri), 1 - 2 (nyeri ringan), 3 - 4 (nyeri sedang), 5 - 7

(nyeri berat). Menurut Wong (2009), skala NIPS adalah sebagai

berikut :

Tabel 2.1 skala NIPS


No Parameter Kondisi SKOR

1 Rileks 0
Ekspresi wajah
Meringis 1

2 Tidak menangis 0

Menangis Meringis 1

Menangis keras 2

3 Rileks 0
Pola nafas
Perubahan pola nafas 1

4 tertahan 0

Lengan rileks 0

Fleksi / ekstensi 1

5 Tertahan 0

Tungkai Rileks 0

Fleksi / ekstensi 1

6 Tidur 0

Keadaan terangsang Bangun 0

Rewel 1
11

2. Bayi baru lahir

a. Definisi Bayi Baru lahir

Bayi baru lahir adalah bayi yang dilahirkan seorang ibu baik

melalui vagina maupun dengan jalan lain yang masa gestasinya 37 - 42

minggu. (BKKBN, 2004)

Periode baru lahir atau neonatal adalah bulan pertama kehidupan

(Maryunani & Nurhayati, 2008). Berat rata-rata bayi yang lahir cukup

bulan adalah 2,5 – 3,75 kg dan panjang 50 cm (Simkin, Penny., et al)

Bayi baru lahir memiliki kompetensi perilaku dan kesiapan interaksi

sosial. Periode neonatal yang berlangsung sejak bayi lahir sampai

usianya 28 hari, merupakan waktu berlangsungnya perubahan fisik yang

dramatis pada bayi baru lahir (Bobak dkk, 2005).

b. Klasifikasi bayi menurut umur kehamilan

1) Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan <37 minggu

(259 hari)

2) Bayi cukup bulan adalah bayi yang masa kehamilan dari 37 minggu

- 42 minggu (259 - 293 hari)

3) Bayi lebih bulan adalah bayi yang masa kehamilan >42 minggu

c. Masalah pada neonatus

Menurut Lissauder Fanaroff (2006), masalah yang terjadi pada neonatus

adalah :

1) Periksa adanya malformasi dan cidera lahir


12

2) Hipoglikemia umumnya ditemukan pada 48 jam pertama

kehidupan akibat hiperinsulinisme

3) Hiperbilirubinia

4) Sindrom gawat nafas - resiko meningkat akibat pematangan

surfaktan yang terlambat

d. Komplikasi Neonatus

Menurut Strigh (2005), komplikasi neonatus yaitu :

1) Asfiksia lahir

2) Komplikasi yang berhubungan dengan usia gestasi, meliputi

preterm, kecil untuk masa kehamilan (SGA), besar untuk masa

kehamilan (LGA) dan postterm

3) Komplikasi yang berhubungan dengan kondisi ibu misalnya

diabetes

4) Cedera lahir misalnya, fraktur tengkorak, klavikula humerus atau

femur

5) Infeksi bakteri, virus atau protozoa.

e. Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus

1. Sistim pernapasan

Proses perubahan pada bayi baru lahir adalah dalam hal bernafas

yang dapat dipengaruhi oleh keadaan hipoksia pada akhir persalinan

dan rangsangan fisik (lingkungan) yang merangsang pusat

pernafasan medulla oblongata di otak. Selain itu juga terjadi tekanan


13

rongga dada karena kompresi paru selama persalinan, sehingga

merangsang masuknya udara ke dalam paru.

2. Sistim peredaran darah

Setelah bayi itu lahir akan terjadi proses pengantaran oksigen ke

seluruh jaringan tubuh, terdapat perubahan yaitu penutupan foramen

ovale pada atrium jantung dan penutupan duktus arteriosus pada

arteri paru dan aorta. Perubahan tekanan pembuluh darah terjadi saat

tali pusat dipotong.

3. Sistim pengaturan tubuh

Ketika bayi lahir dan langsung berhubungan langsung dengan dunia

luar yang lebih dingin, maka dapat menyebabkan air ketuban

menguap melelui kulit yang dapat mendinginkan darah bayi. Pada

saat lingkungan dingin, terjadi pembentukan suhu tanpa melalui

mekanisme menggigil yang merupakan cara untuk mendapatkan

kembali panas tubuhnya serta hasil penggunaan lemak coklat untuk

produksi panas. (Hidayat,2008:64)

Hipotermia pada BBL adalah suhu di bawah 36,5 ° C. Hipertermi

adalah peningkatan suhu tubuh > 37,5°C. (IDAI,2008: 89)

4. Metabolisme glukosa

Setelah tali pusat diikat atau diklem, maka kadar glukosa akan

dipertahankan oleh si bayi itu sendiri serta mengalami penurunan

waktu yang cepat 1-2 jam. Seorang bayi yang sehat akan

menyimpan glukosa sebagai glikogen dalam hati.


14

5. Sistim gastrointestinal

Kemampuan menelan dan mencerna makanan masih terbatas,

mengingat hubungan esophagus bawah dan lambung masih belum

sempurna yang dapat menyebabkan gumoh dan kapasitasnya sangat

terbatas kurang lebih 30 cc.

6. Sistim kekebalan tubuh

Perkembangan kekebalan alami pada tingkat sel oleh sel darah akan

membuat terjadinya system kekebalan melalui pemberian kolostrum

dan lambat laun akan tejadi kekebalan sejalan dengan

perkembangan usia. (Hidayat,2008:64-65)

f. Penatalaksanaan medis

1) Tes diagnostik

a) Jumlah sel darah putih (SDP) : 18000/mm, neutrofil

meningkat sampai 23.000-24.000/mm, hari pertama setelah

lahir (menurun bila ada sepsis).

b) Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah

berhubungan dengan anemia atau hemolisis berlebihan).

c) Hematokrit (Ht) 43-61% (peningkatan sampai 65% atau lebih

menandakan polisitemia, penurunan kadar menunjukkan

anemia atau hemoragi prenatal/perinatal).

d) Bilirubin total : 6mg/dl pada hari pertama kehidupan, lebih

besar 8mg/dl 1-2 hari dan 12mg/dl pada 3-5 hari.


15

e) Golongan darah dan RH.(Marllyn. E, Doenges, 2001)

2) Terapi

a) Non Farmakologi

 Pengukuran nilai APGAR Score (pada menit pertama dan

menit kelima setelah dilahirkan)

 Kontrol suhu, suhu rektal sekali kemudian suhu aksila

 Penimbangan BB setiap hari

 Jadwal menyusui

 Higiene dan perawatan tali pusat

b) Farmakologi

 Suction dan oksigen

 Vitamin K

g. Diagnosa keperawatan yang sering muncul

1) Resiko tinggi perubahan suhu tubuh berhubungan dengan adaptasi

dengan lingkungan luar rahim, keterbatasan jumlah lemak.

2) Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan refleks hisap tidak adekuat.

3) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

hilangnya air (IWL), keterbatasan masukan cairan.


16

4) Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

(pemotongan tali pusat), tali pusat masih basah.

5) Kurangnya pengetahuan orangtua berhubungan dengan kurang

terpaparnya informasi.

h. Intervensi Keperawatan

1) Resiko tinggi perubahan suhu tubuh berhubungan dengan adaptasi

dengan lingkungan luar rahim, keterbatasan jumlah lemak.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

perubahan suhu tubuh tidak terjadi.

Kriteria hasil :

 Suhu tubuh normal 36-370 C.

 Bebas dari tanda-tanda strees, dingin, tidak ada tremor, sianosis dan

pucat.

Rencana tindakan :

a) Pertahankan suhu lingkungan dalam zona termoneural yang

ditetapkan dengan mempertimbangkan berat badan neonatus, usia

gestasi

b) Pantau aksila bayi kulit, suhu timpatik dan lingkungan sedikitnya

setiap 30-60 mnt

c) Kaji frekuensi pernapasan perhatikan takipnea (frekuensi > 60/mnt)


17

d) Tunda mandi pertama sampai suhu 36,50C

e) Mandikan bayi dengan cepat untuk menjaga agar bayi tidak

kedinginan

f) Perhatikan tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit buruk, pelambatan

berkemih

Rasional :

a) Dalam respon terhadap suhu lingkungan yag rendah, bayi cukup

bulan meningkatkan suhu tubuhnya dengan menangis atau

meningkatkan aktivitas motorik karena banyak mengkonsumsi

oksigen

b) Stabilisasi suhu mungkin tidak terjadi sampai 8-12 jam setelah lahir

kecepatan konsumsi oksigen dan metabolisme minimal bila suhu

kulit dipertahankan diatas 36,50C

c) Bayi menjadi takipnea dalam respon terhadap peningkatan

kebutuhan oksigen yang dihubungkan dengan stres dingin

d) Membantu mencegah kehilangan panas lanjut karena evaporasi 5.

e) Mengurangi kemingkinan kehilangan panas melalui evaporasi dan

konveksi dan membantu menghemat energi 6.

f) Hilangnya panas terjadi melalui vasodilatasi perifer dan melalui

augmentasi pendinginan dengan evaporasi dan penigkatan

kehilangan air kast mata 7.


18

g) Untuk peningkatan 10 C (1,8 F) suhu tubuh, metabolisme dan

kebutuhan cairan meningkat kira-kira 10%. Kegagalan

menggantikan kehilangan cairan selanjutnya memperberat status

dehidrasi

2) Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan refleks hisap tidak adekuat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

perubahan nutrisi tidak terjadi.

Kriteria hasil :

 Penurunan BB tidak lebih dari 10% BB lahir.

 Intake dan output makanan seimbang.

 Tidak ada tanda-tanda hipoglikemi.

Rencana tindakan :

a) Pantau intake dan out put cairan

b) Kaji payudara ibu tentang kondisi putting 3.

c) Lakukan breast care pada ibu secara teratur 4.


19

d) Lakukan pemberian makan oral awal dengan 5-15 ml air steril

kemudian dextrosa dan PASI

e) Intruksikan ibu cara dan posisi menyusui yang tepat secara mandiri

f) Instruksikan pada ibu agar mengkonsumsi susu ibu menyusui

g) Pantau warna, konsentrasi, dan frekuensi berkemih

Rasional :

a) Pada janin cukup bulan mengandung (80-100 ml). Masukan cairan

adekuat untuk metabolisme tubuh yang tinggi

b) Kondisi puting ibu sangat menentukan dalam proses menyusui,

kondisi puting inverted menggangu proses laktasi

c) Perawatan breast care untuk melancarkan dan merangsang produksi

air susu pada ibu menyusui.

d) Pemberian makan awal membantu memenuhi kebutuhan kalori dan

cairan, khususnya pada bayi yang menggunakan 100-120 kal/kg

dari BB setiap 24 jam

e) Cara dan posisi ibu dalam menyusui sangat mempengaruhi proses

laktasi, sehingga proses laktasi harus dilakukan dengan benar

f) Untuk meningkatkan produksi susu ibu sehingga proses laktasi

menjadi adekuat

g) Kehilangan cairan dan kurangnya masukan oral dengan cepat

menghabiskan cairan ekstraseluler dan mengakibatkan penurunan

haluaran urin
20

3) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya

air (IWL), keterbatasan cairan masuk

Tujuan : mencegah terjadinya dehidrasi pada bayi

Kriteria hasil :

 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine

normal, HT normal

 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik,

membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

Rencana tindakan:

a) Monitor vital sign

b) Timbang popok jika di perlukan

c) Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan

d) Monitor masukan minum dan hitung intake kalori harian

e) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

f) Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi

adekuat, tekanan darah orostatik)

Rasional

a) Memastikan vital sign (tekana darah, nadi, pernapasan) normal

b) Sebagai perhitungan untuk menentukan intake


21

c) Menjaga keseimbangan cairan antara intake dan output

d) Pada umumnya mukosa pada bayi lembab, dan nadi yang adekuat

menandakan status hidrasi dalam keadaaan baik.

4) Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

(pemotongan tali pusat) tali pusat masih basah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

infeksi pada tali pusat tidak terjadi.

Kriteria hasil :

 Bebas dari tanda-tanda infeksi.

 TTV normal : S : 36-370C, N :70-100x/menit, RR : 40-60x/menit

 Tali pusat mongering

Rencana tindakan :

a) Observasi tanda-tanda infeksi

b) Pertahankan teknik septic dan aseptic.

c) Lakukan perawatan tali pusat setiap hari setelah mandi satu kali

perhari.

d) Observasi tali pusat dan area sekitar kulit dari tanda-tanda infeksi.

Rasional :

a) Mengetahui adanya indikasi infeksi


22

b) Melindungi bayi dari resiko infeksi nosokomial

c) Potensial entri organisme kedalam tubuh

d) Deteksi dini terhadap penyebaran infeksi

3. Metode Bedong

Bedong adalah tradisi yang telah berusia berabadabad yang dipercaya dapat

membuat bayi merasa masih berada dilingkungan rahim yang hangat.

Membedong bayi juga dikenal dapat menenangkan bayi yang rewel karena

belum terbiasa terhadap suara dari dunia luar (Junaidi, 2006).

Cara membedong pun ervariasi. Ada yang membedong dengan ketat ataupun

longgar. Tapi umumnya yang dianut di Indonesia adalah membedong

dengan ketat untuk mencapai tujuan membedong.banyak masyarakat berfikir

bedong, Membuat tidur lebih nyenyak dan bayi lebih tenang karena bayi

merasa dipeluk. Menghangatkan tubuh bayi,Mencegah kaki bengkok pada

bayi, Mencegah kaki membuka, Memudahkan dalam memegang dan

menggendong bayi, pemberian bedong bayi dilakukan sampai usia bayi 3

bulan karna usia 3 bulan lebih bayi mulai banyak gerak dan rewel jika diberi

bedong(Junaidi, 2006).

Bedong adalah teknik untuk mengurangi sebuah pengeluaran energi melalui

pengurangan gerakan bayi. Sejumlah artikel diterbitkan penelitian

dilaporkan bedong sebagai cara untuk menenangkan bayi iritasi. Hal ini

dilakukan pada bayi untuk mengurangi rangsangan fisiologis mereka,

memperpanjang status tidur siang mereka, dan sebagai serta mengurangi

rasa sakit mereka. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa lampin


23

dilakukan pada neonatus untuk mengurangi rasa sakit selama prosedur

heelstick. Namun, studi tidak berkorelasi dengan temuan dengan usia

kehamilan dan durasi bedong. Selain itu, prosedur rinci untuk lampin masih

kurang dan diinginkan. Itu juga tidak jelas bagaimana efek lampin pada

nyeri adalah sistematis diukur. Hal ini diterima secara luas bahwa saat ini

hari prosedur perawatan harus didasarkan pada praktik keperawatan klinis

berbasis bukti pedoman. Namun, sudah ada sejauh ini ada penelitian

berkonsentrasi pada perawatan untuk mengurangi rasa sakit dari heelsticks

neonatal dan peristiwa menyakitkan lainnya. Selain itu, tidak ada protokol

yang didefinisikan menggambarkan lampin sebagai praktek klinis untuk

menghilangkan rasa sakit selama prosedur heelstick pada neonatus. Di sini,

kami mengusulkan studi sistematis tentang efek keperawatan klinis berbasis

pedoman praktek lampin pada nyeri selama neonatal heelsticks. Studi

dimanfaatkan fisiologis indikator, denyut jantung yaitu dan saturasi oksigen,

dan indikator perilaku seperti wajah ekspresi, yang telah ditemukan untuk

menjadi signifikan lebih besar dalam situasi sakit daripada disituasi nyeri

non pada neonatus, untuk mengevaluasi derajat nyeri selama neonatal

heelstick
24

B. . Kerangka Teori

Tes diagnosis :
− jumlah sel darah putih
Bayi Baru Lahir − Hemoglobin
− Hematokrit
− Bilirubin
− Golongan arah dan RH

Tehnik Heel tick

Nyeri, Tidak Nyaman, Kualitas tidur


terganggu, Menangis

Metode Bedong
BAB III

METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subyek Aplikasi Riset

Subyek yang digunakan adalah bayi baru lahir dengan usia gestasi 37 - 42

minggu, 48 jam setelah kelahiran dengan berat badan antara 2800 - 4000

gram.

B. Tempat dan Waktu

Tempat : Aplikasi pemberian tindaka bedong untuk meredakan nyeri saat

tindakan heelstick pada bayi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi

Surakarta.

Waktu : waktu dalam aplikasi pemberian tindakan Bedong selama 1 kali

pengambilan sampel

C. Media dan Alat yang Digunakan

1. Dua buah kain dengan ukuran 1 meter x 1 meter

2. Metode pegumpulan data menggunakan data demografi untuk

mengamati nyeri yang di hasilkan berdasarkan modifikasi

D. Prosedur tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset

Pertama, bayi dibungkus menggunakan kain pertama dengan lengan tidak

ikut terbungkus dengan satu kaki dikeluarkan untuk heelstick.selimut kedua

digunakan untuk membungkus tangan dan diselipkan erat dibawah bayi.

Prosedur heelstick dilakukan 10 menit setelah bayi dibungkus. Observasi di

lakukan 3 menit sebelum heelstick, selama heelstick, 5 menit setelah

heelstick

25
26

E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset

Denyut jantung dan saturasi oksigen yang diukur dengan menggunakan

Pulse oksimeter. Skor nyeri dievaluasi oleh Neonatal infant pain scale

(NIPS) direkomendasikan untuk usia pemberlakuan rata - ata gestasi

33,5 minggu dengan kisaran total skor 0 (bebas nyeri), 1 - 2 (nyeri

ringan), 3 - 4 (nyeri sedang), 5 - 7 (nyeri berat). Menurut Wong (2009),

skala NIPS adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 skala NIPS


No Parameter Kondisi SKOR
1 Rileks 0
Ekspresi wajah
Meringis 1
2 Tidak menangis 0
Menangis Meringis 1
Menangis keras 2
3 Rileks 0
Pola nafas
Perubahan pola nafas 1
4 tertahan 0
Lengan rileks 0
Fleksi / ekstensi 1
5 Tertahan 0
Tungkai Rileks 0
Fleksi / ekstensi 1
6 Tidur 0
Keadaan
Bangun 0
terangsang
Rewel 1
BAB IV

LAPORAN KASUS

A. Identitas Klien

Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016 13. 00 WIB

didapatkan hasil nama pasien By.Ny A beralamat di Karanganyar, pasien

berjenis kelamin laki - laki lahirpada tanggal 11 Januari 2016, mulai dirawat

di ruangan HCU Neonatus RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 11

Januari 2016 jam 11.30 WIB dengan diagnosa dari dokter By.Ny A adalah

BBL SC atas indikasi impending eklamsia, ketuban warna hijau keruh.

Penanggung jawab Tn. T usia 27 tahun pendidikan SLTP hubungan dengan

klien adalah ayah klien.

B. Pengkajian

1. Riwayat Bayi

Usaha napas tanpa bantuan , nilai APGAR skor pada menit pertama

6, menit ke 5 adalah 8 dan menit ke 10 adalah 9 , Berat badan lahir

3000gr dengan panjang badan 49 cm, usia gestasi 38 minggu.

2. Hasil Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan reflek dan tonus, pemeriksaan reflek moro bayi

terkejut ketika dikepala dijatuhkan kebelakang (ada respon), bayi

27
28

berkedip saat mata di sinari dengan tiba tiba, reflek rooting ketika

ditekan dipipi bayi menoleh kearah pipi yang diberi stimulus (ada

respon), reflek menghisap masih lemah,dan reflek menggenggam kuat,

tonus atau aktivitas aktif dan menangis keras.

Pada pemeriksaan fisik menggunakan tabel ballard

skor,pemeriksaan neurologis: postur skor 5, Square Window didapatkan

skor 3, arm Recoil didapatkan skor 4, popliteal Angle didapatkan skor

5, scraft sign diperoleh skor 2, heel to ear diperoleh skor 2, total skor

ballard yaitu 21. Pada penilaian maturitas kulit didapatkan hasil skin

kulit seperti pecah- pecah, keriput (skor ballard 5), lanugo terdapat di

sebagian besar permukaan tubuh (skor ballard 4), Plantar Surface garis

telapak kaki melintang hanya pada bagian anterior (skor Ballard 2),

Breast areola berbintik,penonjolan 2mm (skor ballard 2), eyes / ear

telinga tulang telinga sudah mengeras dan berbentuk, tulang telinga

segera kembali ketika ditekuk ke depan (skor ballard 3), Genetals testis

tergantung dan rugae dalam (skor ballard 4), total skor ballard 20.

3. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan penunjang meliputi hasil laboratorium yang

dilakukan pemeriksaan pada tanggal 11 Januari 2016 di dapatkan hasil

pemeriksaan HEMATOLOGI: hemoglobin= 14,2 g/dl (14 - 27 g/dl),

hematokrit= 39,6% (40 - 60 %), leukosit= 7,0 ribu/ul (5,0 - 14,5 ribu/ul),

trombosit= 64 ribu/ul (150 - 450 ribu/ul). INDEX ERITROSIT: MCV=

82,9 /um (80 - 100 / um), MCH= 26,6 pg ( 26 - 36pg), MCHC= 35,8g/dl
29

(32 - 35 mg/dl), MPV= 9,8um3 (7,0 - 11,0um3), PCT= 0,15% (0,2 -

0,5%). HITUNG JENIS: limfosit= 39% (20 - 40 %), monosit= 6,9% (2 -

8%), granulosit= 76,4% (50 - 80%), basofil= 0,1% (0 - 1 %), eosinofil=

0,8% (1 - 3 %). Gula Darah Sewaktu (GDS)= 80 mg/dl (50 - 115 mg/dl).

3. Terapi yang di peroleh

Terapi yang di dapatkan By.Ny.A adalah Injeksi ampicillin

C. Daftar Perumusan Masalah

Pada kasus By.Ny A hasil pengkajian didapatkan data subyektif dan

obyektif. Data subyektif tidak dapat dikaji. Data obyektif Kondisi umum

pasien baik, usia bayi 1 hari, terjadi kekurangan masukan lemak subkutan

dalam kulit,terjadinya radiasi dan evaporasi dari lingkungan, RR =

60x/menit, N= 156x/menit, S= 360C. Berdasarkan hasil perumusan masalah

tersebut, penulis menegakkan diagnosa keperawatan Risiko hipotermi

berhubungan dengan hipotermi tingkat 2 (suhu mendekati 360C).

Pada kasus By.Ny A didapatkan hasil pengkajian data subyektif dan

data obyektif. Data subyektif tidak dikaji. Data obyektif Bayi Sectio

Caesarae atas indikasi impending eklamsia,ketuban berwarna hijau, RR=

60x/menit, N= 156x/menit, S= 360C,nilai Leukosit 7,0 ribu/ul (5,0 - 14,5

ribu/ul). Berdasarkan hasil perumusan masalah diatas, penulis menegagkan

diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah lama.

Pada kasus By.Ny A didapatkan hasil pengkajian data subyektif dan

data obyektif. Data subyektif pasien bayi baru lahir pada 11 Januari 2016 jam
30

11.30 WIB, masa gestasi 38 minggu dengan status gestasi G4P3A0. Data

obyektif Bayi dilakukan penusukan jarum guna pengambilan sampel darah di

vena, bayi menangis keras. Berdasarkan hasil perumusan masalah diatas

penulis menegagkan diagnosa nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik.

D. Perancanaan

Perencanaan tindakan keperawatan yang dilakukan pada By.Ny. A

dengan tujuan dan kriteria hasil. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1x24 jam diharapkan pasien terhindar dari ketidakseimbangan suhu

tubuh dengan kriteria hasil yaitu bayi tidak mengalami letargi, warna kulit

merah muda,tidak menggigil, suhu 36,50C - 370C, respirasi 30 - 60 x/menit,

pernafasan 120 - 140 x/menit. Perencanaan yang dilakukan untuk mengatasi

masalah keperawatan Risiko hipotermi berhubungan dengan hipotermi

tingkat 2 (suhu mendekati 360C), mempertahankan panas suhu tubuh bayi

dengan cara di bedong dan diletakkan dibawah lampu penghangat, meonitor

tanda dan gejala hipotermi,hipertermi dan sianosis.

Perencanaan keperawatan yang dilakukanselama 2x 24 jam untuk

mengatasi masalah keperawatan Resiko infeksi berhubungan dengan ketuban

pecah lama dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu pasien terhindar dari tanda

dan gejala infeksi seperti rubor, dolor, kalor, dan tumor, jumlah leukosit 5,0

- 14,5 ribu/ul, pernapasan 30 - 60 x/menit, irama nafas teratur. Perencanaan

keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan resiko

infeksi berhubungan dengan ketuban pecah lama, bersihkan box bayi untuk
31

mencegah perkembangan bakteri di dalam box bayi, montior tanda dan

gejala infeksi untuk mencegah bila infeksi lebih dini, mencucitangan

sebelum kontak dengan pasien untuk mencegah penyebaran kuman melalui

kontak, berikan antibiotik sesuai program (ampicilin 150mg).

Perencanaan keperawatan yang dilakukan selama 1x15 menit untuk

mengatasi masalah keperawatan nyeri berhungngan dengan agen cidera fisik

dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu skala nyeri 0 - 1, pasien merasa

nyaman setelah nyeri berkurang. Perencanaan keperawatan yang dilakukan

untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri berhubungan denganagen cidera

fisik, lakukan pengkajian nyeri dengan skala NIPS , kurangi presipitas nyeri,

gunakan manajemen nyeri metode bedong untuk menghilangkan atau

mengurangi nyeri, evaluasi keefektifan kontrol nyeri untuk menentukan

manajemen nyeri yang tepat.

E. Implementasi

Tindakan keperawatan pada masalah keperawatan yang pertama

dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016 yaitu pukul 13.30 mengukut TTV,

didapatkan data subyektif bayi tenang dan teratur dan data obyektif

pernapasan: 60 x/menit, nadi: 156 x/menit, suhu: 360C. Pukul 13.45

meletakkan bayi diinfarm warmer didapatkan data obyektif bayi terlihat

tenang. Pukul 13.45 memonitor sianosis di dapatkan data obyektif tidak

muncul sianosis. Pukul 16.00 memonitor tanda dan gejala hipotermi dan

hipertermi didapatkan data obyektif tidak ada tanda tanda hipotermi atau
32

hupertermi, suhu tubuh 360C. Pukul 16.30 memberikan minum bayi dengan

susu formula didapatkan data obyektif reflek hisap bayi masih lemah, bayi

minum 30cc. Dan tindakan keperawatan pada 12 Januari 2016 yaitu pukul

07.00 mempertahankan kehangatan bayi di dapatkan data obyektif bayi

dibedong dan di tempatkan di box dengan lampu penghangat. Pukul 09.00

memonitor sianosis didapatkan data obyektif tidak muncul tanda tanda

adanya sianosis. Pukul 09.30 memonitor TTV di dapatkan data obyektif bayi

tertidur, nadi 126 x/menit, suhu 36,50C, pernapasan 52 x/menit, memberi

minum bayi dengan susu formula di dapatkan data obyektif bayi minum 30cc

dan relflek hisap kuat.

Tindakan keperawatan pada masalah keperawatan yang kedua

dilaksanakan pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 14.00 mencuci tangan

sebelum kontak dengan pasien data obyektif mahasiswa telah mencuci

tangan. Pukul 14.30 melakukan pengambilan sampel darah data obyektif

bayi menangis kuat, sampel darah berhasil diambil 3 ml dari pembuluh darah

vena. Dan tindakan keperawatan pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 06.45

memberikan vaksin hepatitis B didapatkan data obyektif vaksin hepatitis B

telah dilaksanakan, bayi menangis. Pukul 09.10 membersihkan box bayi data

obyektif box bayi telah di bersihkan. Pukul 09.15 memandikan bayi dan

melakukan perawatan perawatan tali pusat data obyektif bayi telah

dimandikan tali pusat masih basah dan telah dibersihkan. Pukul 09.30

memonitor tanda - tanda vital didapatkan data obyektif bayi tertidur nadi:

126 x/menit, pernapasan: 52 x/menit, suhu: 36,50C. Pukul 10.00 memberikan


33

minum bayi dengan susu formula didapatkan data obyektif bayi telah minum

30cc, relfek hisap kuat.

Tindakan keperawatan pada masalah keperawatan yang ketiga

dilaksanakan pada pada pukul 14.20 melakukan metode bedong dan

mengukur skala nyeri dengan NIPS didapatkan hasil skala NIPS 0. Pukul

14.30 dilakukan pengambilan sampel darah, mengkaji nyeri pada bayi

menggunakan pengkajian skala nyeri NIPS didapatkan data obyektif skala

nyeri NIPS 5 (nyeri berat) , bayi menangis kuat. Pukul 14.33 melakukan

pengukuran skala nyeri kembali dengan NIPS didapatkan hasil skala NIPS 0.

Dan tindakan keperawatan pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 06.45

melakukan metode bedong dan mengukur skala nyeri dengan NIPS

didapatkan hasil skala NIPS 0. Pukul 06.55 dilakukan vaksin hepatitis B,

mengkaji nyeri pada bayi menggunakan pengkajian skala nyeri NIPS

didapatkan data obyektif skala nyeri NIPS 5 (nyeri berat) , bayi menangis

kuat. Pukul 06.58 melakukan pengukuran skala nyeri kembali dengan NIPS

didapatkan hasil skala NIPS 0.

F. Evaluasi

Pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 17.00 didapatkan hasil evaluasi

pada masalah keperawatan risiko hipotermi sebagai berikut: subyektif tidak

terkaji, obyektif bayi di letakkkan di infarm warmer, tidak ada tanda - tanda

sianosis, nadi: 158 x/menit, pernapasan 60 x/ menit, suhu 360C. Analisa yang

dapat diambil dari masalah keperawatan Risiko hipotermi berhubungan

dengan hipotermi tingkat 2 (suhu mendekati 360C) belum teratasi. Intervensi


34

dilanjutkan monitor tanda dan gejala hipotermi atau hipertermi, tingkatkan

intake, monitor suhu tubuh, jaga suhu tubuh tetap hangat. Pada tanggal 12

Januari 2016 pukul 11.00 subyektif tidak terkaji, obyektif bayi di bedong,

tidak ada tanda - tanda sianosis, bayi di tempatkan di box bayi dengan lampu

penghangat, nadi: 126 x/menit, pernapasan 52 x/menit, suhu: 36,50C. Analisa

dari masalah keperawatan resiko hipotermi sudah teratasi, intervensi dapat

dihentikan.

Pada tanggal 11 Januari 2016 jam 17.00 di dapatkan hasil evaluasi

dari masalah keperawatan resiko infeksi sebagai berikut: subyektif tidak

terkaji, obyektif mahasiswa sudah mencuci tangan sebelum kontak dengan

bayi, tidak ada tanda tanda infeksi (rubor,kalor,dolor,tumor), nadi:

158x/menit, pernapasan: 60 x/menit, suhu: 360C. Analisa dari masalah

keperawatan resiko infeksi belum teratasi. Intervensi dilanjutkan, tingkatkan

intake, jaga kebersihan box bayi, lakukan tindakan aseptik sebelum kontak

dengan bayi. Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 11.00, subyektif tidak

terkaji, obyektif mahasiswa sudah mencuci tangan sebelum kontak dengan

bayi,suhu:36,50C , Nadi: 126 x/menit , Respirasi: 52 x/menit, bayi sudah

dimandikan, tali pusat masih basah dan telah dilakukan perawatan tali pusat.

Analisa dari masalah keperawatan resiko infeksi masalah teratasi. Intervensi

dapat dihentikan.

Pada tanggal 11 Januari 2016 jam 14.33 didapatkan hasil evaluasi

dari masalah keperawatan nyeri sebagai berikut: subyektif tidak

terkaji,obyektif skala nyeri 0, bayi dibedong, bayi tertidur. Analisa dari


35

masalah keperawatan nyeri teratasi. Intervensi dapat di hentikan. Pada

tanggal 12 Januari 2016 jam 06.58 subyektif tidak terkaji, obyektif skala

nyeri 0, bayi di bedong, vaksin hepatitis B telah dilaksanakan, bayi tenang.

Analisa dari masalah keperawatan nyeri teratasi. Intervensi dapat dihentikan.


BAB V

PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas tentang aplikasi tindakan metode

bedong untuk mengurangi nyeri pada bayi yang dilakukan pengambilan sampel

darah pada asuhan keperawatan By. Ny A dengan Bayi baru lahir sc atas indikasi

impending eklamsia ketuban hijau keruh di Ruang High Care Unit (HCU)

neonatus RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 11 - 12 Januari 2016.

A. Pengkajian

Penulis melakukan pengkajian pada By. Ny A dengan alloanamnesa

dan autoanamnesa. Bayi baru lahir adalah bayi yang dilahirkan seorang ibu

baik melalui vagina maupun dengan jalan lain yang masa gestasinya 37 - 42

minggu. (BKKBN, 2004). Periode baru lahir atau neonatal adalah bulan

pertama kehidupan (Maryunani & Nurhayati, 2008). Berat rata-rata bayi

yang lahir cukup bulan adalah 2,5 – 3,75 kg dan panjang 50 cm (Simkin,

Penny., et al) Bayi baru lahir memiliki kompetensi perilaku dan kesiapan

interaksi sosial. Periode neonatal yang berlangsung sejak bayi lahir sampai

usianya 28 hari, merupakan waktu berlangsungnya perubahan fisik yang

dramatis pada bayi baru lahir (Bobak dkk, 2005).

Hasil pengkajian dari riwayat pasien di dapatkan berat badan 3000

gram, panjang badan 49 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 31 cm. By.

Ny A lahir pada 11 Januari 2016 dengan kasus Bayi Baru Lahir SC atas

indikasi

36
37

impending eklamsia ketuban hijau keruh. Dari hasil pengkajian diatas

sesuai dengan teori.

Pada saat kelhiran bayi harus menjalani pengkkajian cepat namun

seksama untuk menentukan masalah yang muncul dan mengidentifikasi

masalah yang menuntut perhatian cepat. Pemeriksaan ini terutama ditujukan

untuk mengevaluasi fungsi kardiopulmonal dan neurologis. Pengkajian

meliputi penyusunan nilai Apgar score (Wong,2009). Nilai dari Apgar Score

ini digunakan untuk menentukan kesehatan seorang bayu pada saat

dilahirkan. Penilaian dilakukan pada satu menit pertama, lima menit

pertama, lima menit kedua. Ada lima komponen yang dinilai yaitu, warna

kulit (appearance),denyut nadi (pulse), refleks (grimace), tonus otot

(activity), dan usaha bernapas ( respiration effort) (Rahayu, 2009). Sesuai

dengan teori Ridwan (2002) dalam Dedeh (2009), klasifikasi dari asfiksia

ada 3 jenis, yaitu asfiksia berat jika skor (0 - 3), ringan atau sedang (4 - 6)

dan normal (7 - 10). Hasil pemeriksaan Apgar Score By.Ny A pada menit

pertama 6, 5 menit pertama 8, 5 menit kedua 9. Kesimpulan dari hasil

pemeriksaan Apgar Score By.Ny A mengalami normal pada menit pertama

kelahiran.

Tabel 5.1 penghitungan nilai APGAR

Penilaian Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2

Appearance Pucat Badan Merah Seluruh tubuh

(warna kulit) ekstremitas biru merah

Pulse (denyut Tidak ada Kurang dari 100 Lebih dari 100
38

nadi) x/menit x/menit

Grimace (Reflek) Tidak ada Sedikit gerakan Batuk bersih

mimik (grimace)

Activity (tonus Tidak ada Ekstremitas diam Gerakan aktif

otot) sedikit refleks

Respiration (usaha Tidak ada Lemah tidak teratur Baik, menangis

bernafas)

Pengkajian fisik adalah mengukur tanda - tanda vital dan pengukuran

lainnya serta pemeriksaan semua bagian tubuh dengan menggunakan teknik

inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan dalam

cara sistematis seperti halnya pada tinjauan sistem dalam riwayat kesehatan

(Potter dan Perry, 2005).

Pengkajian fisik pada By. Ny A keadaan umum baik dengan tingkat

kesadaran penuh (Composmentis). Pemeriksaan tanda - tanda vital meliputi

suhu 360C, nadi 156 kali permenit, respiratory rate 60 kali permenit. Pada

pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh penulis pada klien didapatkan hasil

yaitu berat badan 3000 gram, panjang badan 49 cm, lingkar kepala 33cm,

lingkar dada 31 cm, hal tersebut sesuai dengan teori Wong,(2009) yang

menyebutkan ukuran umum bayi lair normal yaitu berat badan lahir 2700 -

4000 gram, panjang kepala sampai tumit 48 - 53 cm, lingkar kepala 33 - 35

cm lebih besar 2 - 3 cm dari lingkar dada, lingkar dada 30 - 33 cm. Hasil

pemeriksaan TTV didapatkan tekanan darah (-) tidak ditemukan karena


39

tidak dilakukan dilahan , nadi 156 x/menit, pernafasan 60 x/menit, suhu

360C, menutur Wong,(2009) suhu aksila 36,50C - 370C, nadi 120 - 140

x.menit, respirasi 30 - 60 x/menit tekanan darah 65/42mmHg di lengan dan

betis, suhu aksilar bayi mengalami hipotermi karena perubahan suhu

lingkungan yang menyebabkan bayi kedinginan.

Kepala berbentuk simetris, fontanel anterior berlian, fontanel posterior

barbentuk segitiga, ubun-ubun datar, hal tersebut sesuai dengan teori Wong

(2009) yang menyebutkan ukuran umum pengkajian kepala bayi normal

yaitu simetrisfontanel anterior berbentuk berlian, fontanel posterior

berbentuk segitiga, ubun - ubun datar. Mata berbentuk kanan - kiri, kelopak

mata edema, air mata tidak ada, reflek kornea ada yang sebagai respon

terhadap cahaya, reflek mengedip ada sebagai respon cahaya atau sentuhan,

hal tersebut sesuai dengan teori Wong, (2009) yang menyebutkan ukuran

umum pengkajian mata bayi normal yaitu berbentuk simetris kanan - kiri,

kelopak mata edema, air mata tidak ada, reflek kornea ada sebagai respon

terhadap terhadap sentuhan, reflek pupil ada sebagai respon terhadap cahaya

atau sentuhan. Hidung normal simetris, lubang hidung ada, pernafasan

cuping hidung tidak ada, suara tambahan tidak ada, septum normal tidak ada

decisiasi, cairan hidung ada, hal tersebut sesuai dengan teori Wong (2009)

yang menyebutkan ukuran pegkajian umumbayi normal simetris ada lubang

hidung, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada suara tambahan,

septum normal tidak ada devisiasi, terdapat cairan dihidung. Mulut simetris

uvula digaris tengah, reflek hisap kuat dan terkoordinasi, reflek rooting baik,
40

hal tersebut sesuai dengan teori Wong (2009) yang menyebutkan ukuran

umum pengkajian mulut normal bayi yaitu uvula digaris tengah, frenullum

lidah, frenullum bibir atas, reflek menghusap kuat dan terkoordinasi, reflek

rooting, langit - langit melengkung tajam dan utuh. Telinga simetris kanan

dan kiri, reflek kejut ada, cairan telinga ada, hal tersebut sesuai dengan teori

Wong (2009 yang menyebutkan pengkajian umum telinga bayi normal yaitu

adanya cairan telinga, reflek kejut ketika dibangunkan dengan suara keras

dan mendadak. Leher bergerak kekanan dan kekiri, reflek leher tonik, hal

tersebut sesuai dangan teori Wong (2009) yang menyebutkan ukuran umum

pengkajian leher bayi normal yaitu adanya lipatan kulit, reflek leher tonik.

Pada pemeriksaan jantung yang dilakukan oleh penulis didapatkan hasil

yaitu gerakan dinding dada simetris, detak jantung teraba, suara jantung 140

x/menit dengan irama teratur,menurut teori Wong (2009) yang menyebutkan

ukuran umum pengkajian jantung bayi normal yaitu apeks ruang interkostal

empat sampai lima, sebelah laberal atas sternum kiri, S2 sedikit lebih tajam

dan tinggi nadanya dari S1. Paru - paru dengan tehnik inspeksi (melihat) di

dapatkan hasil respirasi spontan bentuk dada simetris, dengan teknik palpasi

(meraba) vocal premitus kanan kiri sama, ketika dilakukan perkusi

(mengetuk) didapatkan suara sonor di seluruh lapang paru, suara napas

bronkhial ketika dilakukan auskultasi (mendengarkan) hal tesebut sesuai

dengan teori Wong(2009) yang menyebutkan pengkajian paru-paru bayi

normal yairu respirasi terutama abdominal, reflek batuk tidak ada ketika

lahir muncul pada hari ke 1 - 2, suara napas bronkial sama dengan bilateral.
41

Pada pemeriksaan integumen, kulit teraba dingin, berwarna kemerahan,

vernik ada tipis seperti keju, lanugo ada, menurut teori Bobak(2005) ukuran

umum integumen bayi normal yaitu berkemih dalam 24jam setlah lahir,

adanya verniks seperti keju terdapat lanugo di darah bahu, pinna dan telinga,

dinginnya kulit bayi dipengaruhi oleh perubahan suhu ruangan yang

mengakibatkan kulit bayi dingin.

Pada pemeriksaan ekstremitaas yang dilakukan penulis didapatkan hasil

yaitu tangan simetris kanan dan kiri, pergerakan tangan aktif, jari kanan dan

kiri tidak ada kelainan, reflek berjalan ada bayi tampak berjalan jika

digerakkan untuk berjalan, reflek babinski ada jika telapak kaki digelitik

maka kaki bayi akan meregang, hal tersebut sesuai dengan teori Wong

(2009) yang menyebutkan ukuran umum ekstremitas bayi normal

mempunyai sepuluh jaru tangan dan kaki, kisaran gerak penuh , dasar kuku

merah jambu, dengan suanosis transien segera setelah lahir, garis - garis di

duapertiga anterior telapak kaki, telapak kaki biasanya datar, ekstreitas

simetris tonus otot sama bilateral.

Pada pemeriksaan genetalia yang dilakukan penulis didapatkan hasil

yaitu keadaan gentalia normal, alat kelamin laki - laki, testis sudah turun

kedalam scrotum

Pemeriksaan nutrisi yang dilakukan penulis di dapatkan hasil yaitu

minuman yang di berikan kepada bayi berupa susu formula, frekuensi

40cc/2 jam, bayi belum mendapatkan ASI karena masih terpisah dengan
42

ibunya, menrut teori Wong (2009) pemberian ASI sebagai cara untuk

memberi nutrisi bayi secara optimal.

Pada pemeriksaaan eliminasi yang dikalukan penulis di dapatkan hasil

BAB belum keluar, BAK bayi berwarna kuning jernih, konstensi cair

frekuensi 3 kali, menurut teori Bobak (2005) menyebutkan BAB bayi baru

normal terbentuk dari mekonium yang dibentuk selama janin dalam

kandungan berasal dari cairan amnion dan unsur - unsurnya, dari sekresi

usus dan dari sel - sel mukosa, jumlah feses pada bayi cukup bervariasi.

Pada pemeriksaan istirahat dan tidur yanng dilakukan penulis

didapatkan hasil yaitu frekuensi tidur bayi trkadang kecuali saat diberi

tindakan, lamanya kurang - lebih 30 menit, keadaan istirahat dan tidur

tenang dan menangis , napas tidak teratur, lengan dan kaki tegang kaku,

meronta - ronta saat diberi injeksi intramuskular, menurut Bobak (2005)

frekuensi tidur bayi normal memiliki jumlah waktu tidur yang cukup yaitu

16,5 jam, pada hasil penelitian di dapatkan frekuensu tidur bayi yaitu

kurang-lebih 30 menit didapatkan dari waktu selama pengkajian barlangsung

dan bayi sering menangis ketika mendapatkan tindakan oleh tim medis.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang pertamakali ditegakkan olehe penulis adalah Risiko

hipotermi berhubungan dengan hipotermi tingkat 2 (suhu mendekati 360C),

karena pada saat pengkajian didapatkan data subyektif bayi Ny. A lahir pada

11 Januari 2016 jam 11.30, masa gestasi 38 minggu dengan status gestasi
43

G4P3A0. Data obyektif bayi Ny. A kondisi umum baik, tangisan kuat, suhu

tubuh 360C. Masalah keperawatan Resiko hipotermi lebih diprioritaskan

penulis menjadi masalah utama dari beberapa masalah keperawatan yang

muncul pada pasien regulasi panas tubuh merupakan hal yang paling kritis

terhadap ketahanan hidup bayi (Wong,2009).

Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu resiko infeksi berhubungan

dengan pecah ketuban lama resiko infeki merupakan peningkatan resiko

terserang organisme patogenik. Diagnosa ini terangkat karena hasil

pengkajian tidak ditemukan tanda - tanda yang mengarah ke infeksi. Pada

hasil pengkajian yang dilakukan penulis tidak ditemukan adanya tanda

maupun gejala yang mengarah ke infeksi seperti kemerahan, suhu badan

tidak panas (360C), leukosit dalam batas normal (9,0 g/dL). Hal tersebut

tidak sesuai dengan teori Hedrman (2010)yang menyebutkan batasan

karakteristik infeksi yaitu terdapat tandda - tanda infeksi (rubor, kalor,dolor,

tumor, fungsiolesa), perubahan suhu tubuh, leukosit meningkat.

Diagnosa yang ketiga yaitu nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik

: prosedur pengambilan sampel darah. Data obyektif di yang diperoleh yaitu

bayi menangis keras, menurut skala NIPS klien tampak menangis keras,

ekspresi wajah tegang, terjadi perubahan pola nafas, rewel. Hal tersebut

sesuai dengan teori Mubarak, (2008) yang menyebutkan respon nonverbal

yang sering muncul adalah ekspresi wajah tegang, menutup atau membuka

mata, menggigit gigi bawah, mobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri,

gerakan tubuh tanpa tujuan, dan respon fisiologis nyeri meliputi peningkatan
44

tekanan darah, nadi, dan pernafasan. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan

emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan

aktual potensional atau gambaran dalam hal kerusakan yang sedemikian

rupa (international for the study of paint), awitan yang tiba - tibaatau

perlahan dati intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang daoat

diantisioasi atau dapat diramalkan durasi kurang dari enam bulan

(Andarmoyo,2013).

C. Intervensi

Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah pengembangan strategi

desain untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi masalah - masalah yang

telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan

menggambarkan sejauhmana perawat mampu menetapkan cara

menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (rohmah & Walid, 2012).

Rencana keperawatan ini disesuaikan engan kondisi klien dan fasilitas yang

ada sehingga rencana keperawatan ini disesuaikan dengan kondisi klien dan

fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan keperawatan dapat

dilaksanakan dengan prinsip ONEC, observasi (rencana tindakan ntuk

mengkaji atau melakukan observasi terhadap kemajuan klien untuk

memantau secara langsung yang dilakukan secara terus-menerus), nursing

treatment (rencana tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dan

mencegah perluasan masalah), education (rencana tindakan yang berbentuk

pendidikan kesehatan), colaboratif (tindakan medis yang dilmpahkan pada


45

perawat) (Sholeh, 2012). Dalam referensi intervensi dituliskan sesuai dengan

kriteria intervensi NIC (Nursing Intervension Clasification) dan NOC

(Nursing Outcome clasification), dan diselesaikan secara SMART yaitu

Spesifik (jelas dan khusus), Measurable (dapat diukur), Achiecable (dapat

diterima), rasional and time (ada kriteria waktu) (Sholeh, 2012).

Berdasarkan diagnosa pertama Resiko perubahan suhu tubuh

(hipotermi/hipertermi) berhubungan dengan BBL: perbedaan suhu dalam

rahim ibu dan suhu lingkungan, adanya faktor evaporasi dari lingkungan

penulis mencantumkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x

24 jam diharapkan pasien terhindar dari ketidakseimbangan suhu tubuh

dengan kriteria hasil suhu dalam rentang normal (36,50C - 37,50C), akral

hangat (Wong, 2009). Rencana tindakan dalam diagnosa ini meliputi

observasi suhuuntuk menentukan status suhu pasien (Wilkinson, 2009).

Selimuti atau bedong bayi untuk memberi kehangatan klien (Wong, 2009).

Letakkan bayi dalam lingkungan yang telah dipanaskan atau du bawah

lampu penghangatsesuai kebutuhan yaitu untuk memberikan kehangatan

pada klien (Wong,2009). Pantau suhu bayi hingga stabil yaitu untuk

mengetahui suhu bayi dalam rentang normal 36,50C - 37,50C (Wong, 2009).

Pada diagnosa kedua yaitu resiko infeksi berhubungan dengan ketuban

pecah lama, penulis mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien terhindar dari infeksi

dengan kriteria hasil : suhu normal 36,5oC - 37,50C, leukosit dalam batas

normal 5,0 - 19,5 ribu/ul, tidak ada tanda - tanda infeksi seperti
46

rubor,kalor,dolor, tumor (Wilkinson,2012). Rubor (merupakan kejadian

pertama yang ditemukan didaerah ang mengalami peradangan), kalor

(terjadi bersamaan dengan kemerahan ada reaksi peradangan, sekitar

peradangam menjadi lebih panas), tumor (pembengkakan lokal terjadi

karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi ke jaringan intersisil),

dolor (rasa nyeri peda daerah peradangan dapat disebabkan oleh perubahan

pH lokal maupun konsentrasi ion-ion tertentu merangsang ujung saraf

(Mustofa,2007)

Intervensi keperawatan yang ditegakkan penulis yaitu observasi tanda -

tanda vital, lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan untuk

mencegah terjadinya infeksi, lakukan tehnik aseptik dan antiseptik sebelum

melakukan tindakan, bersihkan tempat tidur bayi setiap hari,

kolaborasidengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik. Menurut

Wilkinson (2012), pengendalian terjadinya infeksi bisa melakukan

penyuluhan kepada keluarga yaitu mengajarkan keluarga teknik mencuci

tangan yang benar dan mengajarkan kepada pengunjung untuk mencuci

tangan seewaktu masuk dan meninggalkan ruangan pasien.

Pada diagnosa ketiga yaitu nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik :

pengambilan sampel darah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1

x 15 menit masalah nyeri bisa teratasi dengan kriteria hasil skala 0 - 1 dan

merasa nyaman setelah nyeri berkurang. Alasan penulis melakukan tindakan

keperawatan selama 1 x 15 menit karena nyeri merupakan pengalaman

sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan


47

jaringan apabila tidak ditangani akan merubah perilaku bayi (Wong, 2009).

Rencana tindakan dalam diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera fisik : pengambilan sampel darah meliputi kaji dengan skala NIPS,

dengan parameter ekspresi wajah menangis, pola pernafasan, lengan, kaki,

kesadaran yaitu untuk mengetahui skala nyeri pada bayi (Nursalam, 2014).

Berikan tindakan Bedong untuk mengurangi nyeri, Bedong dapat

memberikan sensasi seperti dipeluk oleh ibu sehingga bayi dapat lebih

tenang

D. Implementasi

Penulis melakukan tindakan berdasarkan diagnosa keperawatan yang

mincil pada klien dan sesuai rencana yang ditetapkan. Penulis melakukan

tindakan keperawatan selama 2 hari.

Berdasarkan pada prioritas diagnosa yang pertama yaitu Resiko

perubahan Suhu Tubuh Hipotermi / Hipertermi berhubungan dengan BBL :

perbedaan suhu tubuh dalam perut ibu dan lingkungan adanya faktor radiasi

dan evaporasi dari lingkungan, tindakan yang dilakukan penulis untuk

mengobservasi suhu yaitu tindakan ini dilakukan untuk mengetahui adanya

ketidak normalan suhu tubuh dalam rentang normal pada klien dan unruk

menentukan intervensi selanjutnya, karena pengukuran suhu sangatlah

penting terhadap menentukan intervensi yang akan dilakukan perawat, bila

tindakan ini tidak dilakukan akan berdampak pada penentuan diagnosa dan

intervensi keperawatan (Wilkinson, 2012).


48

Tindakan yang dilakukan penulis selanjutnya, meletakkan bayi dalam

lingkungan yang dipanaskan atau dibawah lampu penghangat, tindakan ini

untuk memberikan suhu hangat dilingkungan klien (Wong, 2009), karena

suhu lingkungan yang tidak baik menyebabkan bayi menderita hipotermi,

hipertermi, dan trauma dingin, hal ini terjadi pembentukan panas yang dapat

diproduksi hanya 1/10, dalam waktu yang bersamaan hal ini menyebabkan

penurunan suhu yang berbahaya bagi neonatus (Walyani E, 2015), bila

tindakan ini tidak dilakukan klien tidak akan mendapatkan suhu lingkungan

yang hangat dan akan berdampak pada klien. Tindakan yang selanjutnya

dilakukan oleh penulis memantau suhu bayi hingga stabil yaitu mengetahui

atau mengontrol suhu bayi dalam rentang normal 36,50C - 37,50C, karena

bayi baru lahir tidak dapat mempertahankan suhu tubuhnya dengan baik,

bila tindakan pemantauan suhu tubuh tidak dilakukan akan memengaruhi

intervensi keperawatan yang selanjutnya (Wong,2009).

Hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan penulis yaitu tidak ada

tanda - tanda sianosis, suhu dibawah batas normal 360C, hasil tersebut

membuktikan bahwa radiasi dan evaporasi dari lingkungan sangat

berpengaruh terhadap penurunan suhu klien.

Implementasi tindakan keperawatan kedua yaitu Resiko Infeksi

Berhubungan dengan ketuban pecah lama adalah mengobservasi tanda -

tanda vital dengan (suhu, nadi, respiratory rate, saturasi oksigen). dalam

teori Wong (2005), menjelaskan bahwa mencuci tangan yang seksama

merupakan fondasi program pencegahan terjadinya infeksi. Sumber infeksi


49

meningkat secara langsung berhubungan dengan jumlah personel dan

peralatan yang berkontak dengan bayi. Tindakan selanjutnya adalah

mengganti popok yang basah membersihkan tempat tidur. Tindakan tersebut

sesuai dengan teori Wilkinson (2012), bahwa dengan membersihkan

lingkungan dengan benar setelah dipergunakan dapat mencegah terjadinya

resiko infeksi. Tindakan selanjutnya mengobservasi ada tidaknya tanda -

tanda infeksi

Hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan penulis yaitu tanda-

tanda vital suhu: 36,50C, nadi: 126 x/menit, pernapasan: 52x/menit, tidak

muncul adanya tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor), dari hasil

tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa tidak terjadi infeksi pada bayi.

Implementasi pada diagnosa nyeri berhubungan dengan agen cidera

fisik: pengambilan sampel darah meliputui pengkajian skala NIPS yaitu

tindakan yang dilakukan untuk mengetahui derajat nyeri yang dirasakan

klien, bila tindakan unu tidak dilakukan akan berdampak pada penentuan

diagnosa dan intrvensi keperawatan (Wilkinson, 2012), karena pengukuran

nyeri dengann pendekatan objektif yang menggunakan respon fisiologik

tubuh terhadap nyeri itu sendiri akan membantu menentukan keparahan

nyeri yang dirasakan klien (Walyani E, 2015).

Tindakan yang dilakukan penulis selanjutnya dengan memberi tindakan

Bedong, karena Bedong dapat memberikan sensasi kehangatan dan seperti

dipeluk oleh ibu, Bedong adalah salah satu langkah untuk menenangkan

bayi yang menerima rangsangan nyeri dengan membedong bayi, bayi


50

merasa seperti dipeluk oleh orang tua. Dari jurnal penelitian the effects of

clinical nursing practice guideline for swaddling on pain relief from

heelstick in neonatus menyebutkan bahwa bedong adalah alat yang efektif

untuk mengurangi rasa sakit selama pengambilan sampel darah,

Hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk

pengkajian nyeri menggunakan skala NIPS selama dilakukan tindakan

pengambilan sampel darah didapatkan hasil penilaian ekspresi wajah skor 1,

menangis keras skor 2, perubahan pola nafas skor 1, lengan tertahan skor 0,

tungkai tertahan skor 0, keadaan terangsang rewel skor 0, jumlah skor

keseluruhan dari pengkajian NIPS ialah 5 (nyeri berat). Nilai pengkajian

nyeri 5 menit setelah dilakukan tindakan pengambilan sampel darah dan

dilakukan tindakan bedong, ekspresi wajah rileks skor 0, bayi sudah tidak

menangis lagi skor 0, pola nafas rileks skor 0, lengan tertahan skor 0,

tungkai tertahan skor 0, keadaan terangsang bangun skor 0, jumlah

keseluruhan dari pengkajian NIPS ialah 0 (tidak ada nyeri)

Hasil aplikasi tindakan Bedong untuk mengurangi nyeri yang dilakukan

penulis pada pengelolaan By Ny. A yang dilakukan pengambilan sampel

darah, mampu menurunkan rasa nyeri dan hasil yang dilakukan penulis

sesuai dengan Jurnal the effets of clinical nursing practice guideline for

swaddling on pain relief from heelstick in neonates, bahwa bedong efektif

dalam meredakan nyeri pada bayi.

E. Evaluasi
51

Evaluasi yang dilakukan oleh penulis didefinisikan sebagai suatu

catatan tentang indikasi kemajuan klien terhadap tujuan yang dicapai.

Pernyataan yang menyatakan status kesehatan sekarang dan menyatakan

efek dari tindakan yang diberikan pada pasien (Rohmah & Walid, 2012).

Penuis mengevaluasi respon klien mencerminkan suatu kemajuan atau

kemunduran dalam diagnosa keperawatan. Pada evaluasi penulis sudah

sesuai dengan teori yang ada yaitu sesuai SOAP (Subjektif, Objektif,

Asssment, dan Planing) (Darmawan,2012).

Evaluasi pada diagnosa pertama yang dilakukan pada tanggal 11 Januari

2016 jam 17.00 didapatkan hasil evaluasi pada masalah keperawatan resiko

perubahan suhu tubuh hipotermi / hipertermi sebagai berikut: subyektif tidak

terkaji, obyektif bayi di letakkkan di infarm warmer, tidak ada tanda - tanda

sianosis, nadi: 158 x/menit, pernapasan 60 x/ menit, suhu 360C. Analisa

yang dapat diambil dari masalah keperawatan resiko perubahan suhu tubuh

hipotermi / hipertermi belum teratasi. Intervensi dilanjutkan monitor tanda

dan gejala hipotermi atau hipertermi, tingkatkan intake, monitor suhu tubuh,

jaga suhu tubuh tetap hangat. Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 11.00

subyektif tidak terkaji, obyektif bayi di bedong, tidak ada tanda - tanda

sianosis, bayi di tempatkan di box bayi dengan lampu penghangat, nadi: 126

x/menit, pernapasan 52 x/menit, suhu: 36,50C. Analisa dari masalah

keperawatan resiko perubahan suhu tubuh hipotermi / hipertermi sudah

teratasi, intervensi dapat dihentikan. Masalah keperawatan pada klien sudah

terataasi karena setelah dikaluka tindakan keperawatan selama 2x 24 jam


52

tujuan sudah tercapai dan memenuhi kriteria hasil diantaranya suhu badan

meningkat, suhu sudah dalam rentang normal (36,50C - 37,50C), akral

hangat (Wilkinson, 2012).

Evaluasi dari masalah keperawatan resiko infeksi yang dilakukan pada

tanggal 11 Januari 2016 jam 17.00 sebagai berikut: subyektif tidak terkaji,

obyektif mahasiswa sudah mencuci tangan sebelum kontak dengan bayi,

infarm warmer sudah dibersihkan, bayi minum 30cc, pengambilan sampel

darah vena telah diambil sebanyak 3ml, nadi: 158x/menit, pernapasan: 60

x/menit, suhu: 360C. Analisa dari masalah keperawatan resiko infeksi belum

teratasi. Intervensi dilanjutkan, tingkatkan intake, jaga kebersihan box bayi,

lakukan tindakan aseptik sebelum kontak dengan bayi. Pada tanggal 12

Januari 2016 pukul 11.00, subyektif tidak terkaji, obyektif mahasiswa sudah

mencuci tangan sebelum kontak dengan bayi, box bayi telah dibersihkan,

bayi sudah simandikan, tali pusat masih basah dan telah dilakukan

perawatan tali pusat, bayi minum sebanyak 30cc. Analisa dari masalah

keperawatan resiko infeksi masalah teratasi. Intervensi dapat dihentikan.

Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016 jam 17.00

didapatkan hasil evaluasi dari masalah keperawatan nyeri sebagai berikut:

subyektif tidak terkaji,obyektif skala nyeri 0, bayi dibedong, bayi tertidur,

sampel darah vena berhasil diambil 3ml. Analisa dari masalah keperawatan

nyeri teratasi. Intervensi dapat di hentikan. Pada tanggal 12 Januari 2016

subyektif tidak terkaji, obyektif skala nyeri 0, bayi di bedong, vaksin

hepatitis B telah dilaksanakan, bayi tenang. Analisa dari masalah


53

keperawatan nyeri teratasi. Intervensi dapat dihentikan. Masalah

keperawatan pada klien sudah teratasi karena setelah dilakukan tindakan

selama 1x15 menit setelah tindakan tujuan sudah tercapai dan memenuhi

kriterian hasil diantaranya bayi tidak menangis, bayi tenang, nafas bayi

teratur (Wong, 2009).


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan,

implementasi, evaluasi serta mengaplikasikan pemberian tindakan bedong

untuk meredakan nyeri pada asuhan keperawatan By Ny. A di ruang HCU

neonatus RSUD Dr. Moewardi Surakarta, maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Pengkajian

Hasil pengkajian pada By Ny A dengan bayi lahir SC atas indikasi

ketuban pecah lama di dapatkan data subjektif bayi Ny A lahir pada 11

Januari 2016 jam 11.30 dengan mas agestasi 38 minggu dan status gestasi

G4P3A0, data objektif bayi Sectio Caesarae atas indikasi impending

eklamsia, ketuban warna hijau, terjadi penurunan subkutan dalam kulit,

suhu 360C, nadi 156 x/menit, respirasi 60 x/menit, bayi menangis keras,

nafas tidak teratur, lengan dan kaki tegang dan meronta-ronta.

2. Diagnosa keperawatan

Hasil analisa diatas, maka penulis membuat prioritas diagnosa

keperawatan yang pertama Resiko perubahan suhu tubuh berhubungan

dengan BBL: perbedaan suhu tubuh dalam perut ibu dan lingkungan,

adanya faktor radiasi dan evaporasi dari lingkungan. Kedua resiko infeksi

berhubungan dengan ketuban pecah lama. Ketiga nyeri berhubungan

dengan agen cidera fisik (pengambilan sampel darah)

54
55

3. Intervensi keperawatan

Pada diagnosa pertama, intervensi yang dibuat penulis meliputi

observasi suhu, bedong bayi,letakkan bayi dalam lingkungan yang telah

dipanaskan atau dibawah lampu penghangat sesuai kebutuhan, pantau

suhu bayi hingga stabil. Pada diagnosa kedua, intervensi yang dibuat

penulis meliputi bersihkan box bayi untuk mencegah perkembangan

bakteri di dalam box bayi, montior tanda dan gejala infeksi untuk

mencegah bila infeksi lebih dini, mencuci tangan sebelum kontak dengan

pasien untuk mencegah penyebaran kuman melalui kontak, kolaborasi

pemberian antibiotik. Pada diagnosa ketiga, intervensi yang di buat

penulis meliputi lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (PQRST)

untuk mengetahui nyeri pasien, kurangi presipitas nyeri, gunakan

manajemen nyeri metode bedong untuk menghilangkan atau mengurangi

nyeri, evaluasi keefektifan kontrol nyeri untuk menentukan intervensi

selanjutnya yang tepat.

4. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada By Ny A selama tanggal

11 - 12 Januari 2016 yaitu untuk diagnosa pertama mengobservasi suhu,

membedong bayi, meletakkan bayi diinfarm warmer, memantau suhu bayi

hingga stabil.

Pada diagnosa kedua yaitu mencuci tangan sebelum dan sesudah

kontak dengan bayi, membersihkan box bayi, memandikan dan merawat

tali pusar bayi, dan memonitor tanda-tanda vital. Pada diagnosa ketiga
56

yaitu mengkaji nyeri dengan skala NIPS, memberikan tindakan bedong

untuk meredakan nyeri, mengobservasi tindakan manajemen nyeri.

5. Evaluasi keperawatan

Hasil evaluasi dengan metode SOAP, pada diagnosa pertama yang

didapat pada tanggal 11 Januari 2016 dengan data subjektif tidak terkaji,

objektif bayi di letakkkan di infarm warmer, tidak ada tanda - tanda

sianosis, nadi: 158 x/menit, pernapasan 60 x/ menit, suhu 360C. Analisa

yang dapat diambil dari masalah keperawatan resiko perubahan suhu

tubuh hipotermi / hipertermi belum teratasi. Intervensi dilanjutkan

monitor tanda dan gejala hipotermi atau hipertermi, tingkatkan intake,

monitor suhu tubuh, jaga suhu tubuh tetap hangat.

Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 11.00 subyektif tidak terkaji,

obyektif bayi di bedong, tidak ada tanda - tanda sianosis, bayi di

tempatkan di box bayi dengan lampu penghangat, nadi: 126 x/menit,

pernapasan 52 x/menit, suhu: 36,50C. Analisa dari masalah keperawatan

resiko perubahan suhu tubuh hipotermi / hipertermi sudah teratasi,

intervensi dapat dihentikan.

Hasil evaluasi dengan metode SOAP, pada diagnosa kedua yang

didapat pada tanggal 11 Januari 2016 dengan data subyektif tidak terkaji,

obyektif mahasiswa sudah mencuci tangan sebelum kontak dengan bayi,

infarm warmer sudah dibersihkan, bayi minum 30cc, pengambilan sampel

darah vena telah diambil sebanyak 3ml, nadi: 158x/menit, pernapasan: 60

x/menit, suhu: 360C. Analisa dari masalah keperawatan resiko infeksi


57

belum teratasi. Intervensi dilanjutkan, tingkatkan intake, jaga kebersihan

box bayi, lakukan tindakan aseptik sebelum kontak dengan bayi.

Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 11.00, subyektif tidak terkaji,

obyektif mahasiswa sudah mencuci tangan sebelum kontak dengan bayi,

box bayi telah dibersihkan, bayi sudah simandikan, tali pusat masih basah

dan telah dilakukan perawatan tali pusat, bayi minum sebanyak 30cc.

Analisa dari masalah keperawatan resiko infeksi masalah teratasi.

Intervensi dapat dihentikan.

Hasil evaluasi dengan metode SOAP, pada diagnosa ketiga yang

didapatkan pada tanggal 11 Januari 2016 dengan data subyektif tidak

terkaji,obyektif skala nyeri 0, bayi dibedong, bayi tertidur, sampel

darahvena berhasil diambil 3ml. Analisa dari masalah keperawatan nyeri

teratasi. Intervensi dapat di hentikan. Pada tanggal 12 Januari 2016

subyektif tidak terkaji, obyektif skala nyeri 0, bayi di bedong, vaksin

hepatitis B telah dilaksanakan, bayi tenang. Analisa dari masalah

keperawatan nyeri teratasi. Intervensi dapat dihentikan.

6. Analisis aplikasi pemberian tindakan bedong

Penulis menyimpulkan aplikasi pemberian tindakan bedong untuk

meredakan nyeri pada By Ny A dengan bayi baru lahir SC atas indikasi

impending eklamsia, ketuban warna hijau cefektif untuk dilakukan.

Setelah 5 menit diberi tindakan bedong pada By Ny A dengan masalah


58

nyeri akut terjadi penurunan nyeri dari skala 5 menjadi 0. Menurut jurnal

The Effects of Clinical Nursing Practice Guideline for Swaddling on Pain

Relief from Heelstick in Neonates, metode bedong adalah metode yang

efektif untuk mengurangi nyeri pada bayi yang dilakukan pengambilan

sampel darah.

B. Saran

Setelah penulis melakukan aplikasi pemberian tindakan bedong untuk

meredakan nyeri pada By Ny A dengan yi baru lahir SC atas indikasi

impending eklamsia, ketuban warna hijau keruh, penulis akan memberikan

usulan dan masukan khususnya dibidang kesehatan antara lain :

1. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan Rumah Sakit Umum khususnya RSUD Dr. Moewardi

Surakarta dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan

hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga

dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal

pada umumnya dan dapat mengaplikasikan pemberian tindakan bedong

untuk mengurangi nyeri pada bayi yang dilakukan pengambilan sampel

darah.

2. Bagi tenaga kesehatan khususnya Perawat

Diharapkan selalu berkoordinasi dengan ti kesehatan lainnya dalam

memberikan asuhan keperawatan agar lebih maksimal, khususnya pada

klien gangguan pemenuhan rasa nyaman nyeri pada bayi baru lahir.
59

Perawat diharapkan mengaplikasikan tindakan bedong untuk

mengurangi nyeri pada bayi yang dilakukan pengambilan sampel darah.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih

berkualitas dan profesional agar tercipta perawat yang profesional,

terampilinovativ,aktif, dan bermutu yang mampu memberikan asuhan

keperawatan terhadap pasien dengan keluhan nyeri khususnya pada Bayi

baru lahir.
DAFTAR PUSTAKA

Suherman, (2000). Perkembangan anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Schechter, N.L, Zempsky, W.T., Cohen, L.L., McGrath, P.J., McMurtry, M., &
Bright, N.S. (2007). Pain reduction during pediatric immunizations:
Evidance based-review and recomendation. Pediatrics, 119, (5); e1184-
e1197

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk


Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.

Dwienda R, Octa, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi /
Balita dan Anak Prasekolah untuk Para Bidan. Edisi 1. Yogyakarta : CV
BUDI UTAMA

Mohammad, Judha, dkk. (2012).Teori Pengukuran Nyeri Dan Nyeri Persalinan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Taddio,Anna dkk.(2010).Reducing the pain of childhood vaccination: an


evidence-based clinical practice guidline.Pediatric.182 18:1989-1995

Sreptiani,Ayu Yuliani.(2013).Pengaruh pemberian madu terhadap penurunan


skor nyeri akibat tindakan invasive pengambilan darah intravena pada
anak di ruang UGD RSUD Kota Cirebon. Thesis dipublikasikan.Jakarta:
Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia

Andarmoyo, S. (2013). Konsep Dasar Proses keperawatan Nyeri. Yogyakarta :


Ar-ruzz Media

Herdman H (2010). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:


EGC.

Judha M, dkk. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri persalinan,


Yogyakarta: Nuha Medika.

Wong D (2009) Buku Ajar Keperawatan pediatrik, Jakarta : EGC.

Wong Healt Organization. (2008). Management Masalah Bayi Baru Lahir.


Jakarta : EGC.

Departemen Kesehatan Repblik Indonesia. (2009). Profil Kesehatan Indonesia


2008. Jakarta.
Notoatmojo,S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : rineka Cipta.

Suherman, (2000). Perkembangan anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. ..


Schechter, N.L, Zempsky, W.T., Cohen, L.L., McGrath, P.J., McMurtry,
M., & Bright, N.S. (2007). Pain reduction during pediatric
immunizations: Evidance based-review and recomendation. Pediatrics,
119, (5); e1184-e1197

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk


Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.

Dwienda R, Octa, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi /
Balita dan Anak Prasekolah untuk Para Bidan. Edisi 1. Yogyakarta : CV
BUDI UTAMA

Mohammad, Judha, dkk. (2012).Teori Pengukuran Nyeri Dan Nyeri Persalinan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Ditjen PP & PL Depkes RI. (2009). Petunjuk teknis pelaksanaan imunisasi di


daerah bencana.

Global routine vaccination coveragee,2014.


http://www.who.int/wer/2015/wer9046/en/ di akses tanggal 29 11 2015

Anda mungkin juga menyukai