“KEJANG DEMAM”
Disusun oleh:
Kelompok 15
Tingkat 2A
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya,
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
I yang berjudul “Asuhanan keperawatan dengan pasien kejang demam pada anak” tepat waktu.
Makalah ini dapat tersusun dengan baik, dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami
menyampaikan terima kasih kepada Ns. Pancaningsih. S,Kep. M,Kes selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Anak.
Makalah ini belum sempurna oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk kemajuan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca.
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Agar kami sebagai calon perawat dapat menerapkan asuahan keperawatan pada anak
yang mengalami kejang demam sehingga mendapatkan pertolongan yang tepat.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kejang
Kejang adalah suatu kejadian paroksimal yang disebabkan oleh lepas muatan
hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron SSP. Kejang demam (kejang tonik-
klonik demam) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
mencapai >38oC). Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakarnial maupun
ekstrakarnial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6bulan s/d 5
tahun. Paling sering terjadi pada anak usia 17-23 bulan. (Nurarif, 2015)
Istilah kejang perlu secara cermat dibedakan dari epilepsy. Epilepsy menerangkan suatu
penyakit pada seseorang yang mengalami kejang rekuren non metabolic yang
disebabkan oleh suatu proses kronik yang mendasarinya. (Nurarif, 2015)
Kejang merupakan hasil dari pelepasan aktivitas listrik paroksismal abnormal oleh
neuron otak. Istilah kejang, fit, dan konvulsi dapat dipertukarkan. Kejang sering terjadi
pada anak: 6% anak mengalami kejang pada usia 11 tahun.
2.1.1 Pola dan prognosis bervariasi berdasarkan usia.
a. Kejang neonatal
Kejang sering terjadi pada bulan pertama akibat cidera saat kelahiran,
kelainan metabolisme dan infeksi atau kelainan perkembangan
b. Kejang infertil
Kejang infertil jangang terjadi dan bentuk yang serius biasanya terjadi pada
usia 1-6 bulan. Bayi membungkuk, memfleksikan pinggang dan leher dan
menghempaskan kedua tangan kedepan- spasme salam; spasme ekstensor
lebih jarang terjadi. Cacat mental yang berhubungan dengan keadaan ini
sering terjadi. Pemeriksaan EEG seringkali menunjukan gambar yang secara
karakteristik tidak beraturan- hipsaritmia. Anti kolvusan atau kortikosteroid
dapat menekan terjadinya kejang. Hasil akhir tergantung pada penyebarannya
tidak diketahui.
2
c. Kejang demam
Kejang demam suatu kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga 5
tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi
intra kranial atau penyebab yang jelas. Empat persen anak-anak prasekolah
pernah mengalami kejang, selama ini yang paling sering ditemui adalah
kejang demam. Sering terdapat riwayat serangan kejang demam pada
anggota keluarga lain.
3
Saat pasien datang dengan kejang disertai demam, dipikirkan tiga kemungkinan, yaitu:
(1) kejang demam, (2) pasien epilepsi terkontrol dengan demam sebagai pemicu kejang
epilepsi, (3) kejang disebabkan infeksi sistem saraf pusat atau gangguan elektrolit akibat
dehidrasi.
Suhu tubuh diatur dengan mekanisme seperti thermostat dihipotalamus. Mekanisme ini
menerima masukan dari resptoryang berbeda di pusat ini menghantarkan informasi
tersebut ke thermostat, yang akan meningkatkan atau menurunkan produksi panas untuk
mempertahankan suhu set point yang kostan. Akan tetapi, selama infeksi, substansi
pirogenik menyebabkan peningkatan set point normal tubuh, suatu proses yang dimediasi
oleh prostaglandin. Akibat, hipotalamus meningkatkan produksi panas samapi suhu inti
(internal) mencapai set point yang baru .
Kebanyakan demam pada anak-anak disebabkan oleh virus, terjadi relative singkat dan
memiliki konsenkuensi yang terbatas. Selain itu, demam mungkin berperandalam
meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan nonspesifik dan dalam membantu
pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi. Berlawanan dengan keyakinan yang lebih
popular, baim peningkatan suhu maupun respon terhadap antipiretik tidak
mengidentifikasikan keparahan atau etiologic infeksi, yang menyingkirkan keraguan
penilaaian penggunaan demam sebagai indicator diagnostic atau prognostic. (Donna,
2008)
4
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang saat demam, tidak
memenuhi kriteria kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari
5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan,
misalnya infeksi SSP/Sistem Saraf Pusat, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
dengan demam.
2.2.1 Klasifikasi
Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks.
a. Kejang demam sederhana
Berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), tonik-klonik. dan terjadi kurang
dari 24 jam, tanpa gambaran fokal dan pulih dengan spontan. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
b. Kejang demam kompleks
Biasanya menunjukkan gambaran kejang fokal atau parsial satu sisi atau
kejang umum yang didahului kejang parsial. Durasinya lebih dari 15 menit dan
berulang atau lebih dari 1 kali kejang selama 24 jam. Kejang lama adalah
kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2
kali, dan di antara bangkitan kejang kondisi anak tidak sadar- kan diri. Kejang
lama terjadi pada sekitar 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang
parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang
berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan
anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% kejang demam.
2.2.2 Etiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu
populasi neuron yang sangat mudah terpicu sehingga mengganggu fungsi normal
otak dan juga dapat terjadi karena keseimbangan asam basa atau elektrolit yang
terganggu. Kejang itu sendiri dapat juga menjadi manifestasi dari suatu penyakit
mendasar yang membahayakan.
Kejang demam disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat yang
berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Umumnya berlangsung singkat, dan
mungkin terdapat predisposisis familial. Dan beberapa kejadian kejang dapat
5
berlanjut melewati masa anak-anak dan mungkin dapat mengalami kejang non
demam pada kehidupan selanjutnya.Beberapa risiko berulang kejang yaitu:
a. Riwayat kejang dalam keluarga.
b. Usia kurang dari 18 bulan.
c. Tingginya suhu badan sebelum kejang makin tinggi suhu sebelum kejang
demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang.
d. Lamanya demam sebelum kejang semakin pendek jarak antara mulainya
demam dengan kejang, maka semakin besar risiko kejang demam berulang.
6
Gejala sesuai klasifikasinya:
KEJANG KARAKTERISTIK
Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah; fokus disatu
bagian tetapi dapat menyebar kebagian lain.
1. Parsial sederhana a. Dapat bersifat motorik (gerakan ab normal unilateral),
sensorik (merasakan, membaui, mendengar sesuatu
yang abnormal),automik (takikardia, bardikardia,
takipneu, kemerahan, rasa tidak enak diepigastrium),
psikik (disfagia, gangguan daya ingat).
b. Biasanya berlangsung kkurang dari satu menit.
2. Parsial kompleks Dimulai sebagai kejang parsial sederhana, berkembang
menjadi perubahan kesadaran yang disertai oleh:
a. Gehala motorik, gejala sensorik, otomatisme
(mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, menarik-
narik baju).
b. Beberapa kejang persial kompleks mungkin
berkembang menjadi kejang generalisata.
c. Biasanya berlangsung 1-3 menit.
Generalisata Hilangnya kesadaran; tidak ada awitan lokal; bilateral dan
simetrik; tidak ada aura.
1. Tonik-klonik Spasme tonik-klonik otot, inkontinensia urin dan alvi;
menggigit lidah; fase pascaitus.
2. Absence Sering salah diagnosis sebagai melamun
a. Menatap kosong, ekpala sedikit lunglai, kelopak mata
bergetar, atau berkedip secara cepat; conus postural
tidak hilang.
b. Berlangsung beberapa detik.
3. Mioklonik Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas dibeberapa otot
atau tungkai; cenderung singkat.
4. Atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya
postur tubuh (drop attacks)
5. Klonik Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal atau
multiplle di lengan, tungkai atau torso.
7
6. Tonik Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontraksi)
wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi
tungkai
a. Mata kepala mungkin berputar kesatu sisi
b. Dapat menyebabkan henti nafas
(NANDA, 2015)
Awal (kurang dari 15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan (lebih dari
1 jam)
a) Meningkatnya kecepatan a) Menurunnya tekanan darah a) Hipotensi disertai
denyut jantung b) Menurunnya gula darah berkurangnya aliran
b) Meningkatnya tekanan darah c) Disritmia darah serebrum
c) Meningkatnya kadar glukosa d) Edema paru nonjantung sehingga terjadi
d) Meningkatnya suhu pusat hipotensi serebrum
tubuh b) Gangguan sawar darah
e) Meningkatnya sel darah putih otak yang
menyebabkan edema
serebrum
(NANDA, 2015)
8
2.2.4 Epidemiologi
Kejang demam merupakan jenis yang paling sering, biasanya merupakan kejadian
tunggal dan tidak berbahaya. Berdasarkan studi populasi, angka kejadian kejang
demam di amerika serikat dan eropa 2-7%, sedangkan di jepang 9-10%. Duapuluh
satu persen kejang demam durasinya kurang dari 1 jam, 57% terjadi antara 1-24
jam berlangsungnya demam, dan 22% lebih daro 24 jam. Sekitar 30% pasien akan
mengalami kejang demam berulang dan kemudian meningkatkan menjadi 50% jika
kejang pertama terjadi usia kurang dari 1 tahun. Sejumlah 9-35% kejang demam
pertama kali adalah kompleks, 25% kejang demam kompleks tersebut berkembang
kearah epilepsi. (IDI,2015)
2.2.5 Prognosis
Angka rekurensi untuk kejang demam dilaporkan sebesar 25-50%. Faktor tunggal
terpenting dalam memperkirakan rekurensi adalah usia anak saat kejang pertama.
Anak yang mengalami kejang pertama pada usia 1 tahun atau kurang memiliki
kemungkinan 65% menderita kejang demam rekuren. Hal ini berbeda dengan
kemungkinan 35% apabila awitan kejang adalah pada usia antara 1 dan 2,5 tahun
dan 20% setelah usia 2,5 tahun. Angka rekurensi juga meningkat pada anak yang
perkembangannya abnormal sebelum kejang pertama dan pada mereka yang
memiliki riwayat kejang febris pada keluarga. Anak yang mengalami demam
dengan durasi lebih singkat sebelum kejang demam dan yang mengalami
temperatur lebih rendah juga mempunyai risiko meningkat terkena kejang demam.
Sekitar dua-pertiga rekurensi berlangsung dalam 1 tahun setelah kejang pertama
dan lebih dari 85% berlangsung dalam 2,5 tahun setelah awitan.
9
Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan motorik,
status epileptikus, dan kematian pernah dilaporkan sebagai sekuele kejang demam.
lnsidensi pasti sekuele-sekuele tersebut tidak diketahui, dan kejadiannya akan
dipengaruhi oleh status pasien sebelum kejang demam dan tipe kejang itu sendiri.
lnsidensi penyulit-penyulit ini sangat rendah pada anak normal yang mengalami
kejang demam jinak. Tidak terjadi peningkatan insidensi retardasi mental pada
anak yang hanya mengalami kejang demam dan yang normal sebelum kejang
pertama. Kejang berkepanjangan atau fokal tampaknya merupakan faktor pemicu
yang menimbulkan sekuele. Kejang demam juga dapat menjadi proses pencetus
timbulnya status epileptikus (kejang yang lebih lama dari 30 menit atau kejang
berulang tanpa pemulihan kesadaran di antara kejang) dan mungkin merupakan
faktor kausatif pada sekitar 25% status epileptikus pada anak. Studi mutakhir pada
anak dengan status epileptikus demam memperlihatkan bahwa tidak ada defisit
baru yang terjadi setelah kejang, kebanyakan berlangsung kurang dari 1 jam. Pada
anak dengan abnormalitas neurologi sebelumnya, terdapat peningkatan risiko
kejang demam, status demam, dan kejang afebris.
Anak yang menderita kejang demam berisiko lebih besar mengalami epilepsi,
dibandingkan dengan yang tidak. Derajat risiko dipengaruhioleh banyak faktor,
tetapi yang terpenting adalah adanya kelainan status neurologic sebelum kejang,
timbulnya kejang demam kompleks, dan riwayat kejang afebris pada keluarga.
Seorang anak yang normal dan mengalami kejang demam jinak memiliki
peningkatan risiko dua kali lipat mengalami epilepsi, dibandingkan dengan
insidensi 0,5% pada populasi kontrol. Apabila kejang pertamanya kompleks, atau
apabila sang anak abnormal, risiko meningkat tiga sampai lima kali lipat. Apabila
kedua faktor ada, terjadi peningkatan risiko 18 kali lipat, dan insidensi epilepsy
mendekati 10% dalam kelompok ini. Anak yang mengalami serangan kejang
demam fokal, berkepanjangan, dan berulang dengan penyakit yang sama memiliki
50% kemungkinan menderita epilepsy pada usia 25 tahun. Hubungan antara kejang
demam dan epilepsi lobus temporalis masih belum diketahui pasti. Hipoksia dan
iskemia yang ditimbulkan oleh kejang demam berkepanjangan pada masa bayi
diperkirakan merupakan faktor penyebab timbulnya sklerosis lobus temporalis
mesial, yang kemudian berfungsi sebagai sumber patologis kejang parsial dengan
10
gejala kompleks (epilepsi psikomotor). Hubungan ini belum dibuktikan. (Rudolph,
2006)
2.2.6 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energy yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glaukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan peraataraan fungsi paru dan diteruskan ke otak melalui system
kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion natrium (NA+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan
diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan yang disebut
potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat
pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :
a. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
c. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
11
Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang
anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 380C sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (
lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab
hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang
spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak hingga terjadi epilepsi. (Ngastiyah, 2005)
12
2.2.7 pathway
Kesadaran menurun Kurang dari 15 menit (KDS) Lebih dari 15 menit (KDK)
(NANDA, 2015)
13
2.2.8 Pemeriksaan Diagnostic
a. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tetapi lengkap, elektrolit,
dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukan
kelainan yang berarti.
b. Indikasi lumbal fungsi pada demam kjang adalah untuk meneggakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal fungsi pada pasien
dengan kejang demam meliputi:
1) Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena gejala meningitis
sering tidak jelas.
2) Bayi antara 12 bulan sampai 1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal
fungsi kecuali pasti bukan meningitis.
c. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas.
d. Pemeriksaan foto kepala, CT scan dan’atau MRI tidak dianjurkan pada
anaktanpa kelainan neurologist karena hampir semuanya menunjukkan gambar
normal, CT scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk
mencari lesi organik diotak.
2.2.9 Pengobatan
Tujuan penanganan kejang adalah untuk menghentikan kejang sehingga defek
pernafasan dan hemodinamik dapat diminimalkan.
a. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan saat terjadi kejang
a) Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif untuk
menghentikan kejang. Dosis pemberian:
1) 5 mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3
tahun,
2) atau 5 mg untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB
>10 kg,
3) 0,5-0,7 mg/kgBB/kali
14
diberikan dua kali dengan jarak lima menit bila anak masih kejang.
Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena tidak diabsorbsi
dengan baik.
b) Antikonvulsan
1) Berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada
saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang, atau
2) Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari.
15
b. Kejang demam terjadi pada bayi <12 bulan.
b. Penatalaksanaan keperawatan
Ketahanan tubuh setiap anak balita dalam mengahadapi naiknya suhu badan
tidak sama dan sangat tergantung pada vitalitasnya. Ada yang tahan dan tidak
mengalami kejang-kejnag pada suhu lebih dari 39°C, tetapi ada juga yang
tidak tahan. Ada saat tubuh anak balita mampu menahan pengaruh demam,
ada pula saat anak balita tidak mampu menahan pengaruh demam, sehingga
mengalami kejang-kejang, biasanya pada saat vitalitsanya tidak baik.
Memang ada anak balita yang relative tahan terhadap pengaruh demam,
misalnya karean selalu diberi ASI atau karena faktor genetic atau keturunan.
Namun, hal ini tidak mnjamin bahwa setiap demam ia akan mampu bertahan.
Hal ini sangat erat kaitannya dengan kondisi tubuhnya ketika terkena demam.
Pada saat kondisi tubuhnya baik mungkin ia mampu bertahan, tetapi pada
saat kondisi tubuhnya kurang baik mungkin saja ia tidak mampu bertahan.
Apapun kemungkinan yang bakal terjadi, menjaga suhu badan anak balita
agar tidak melebihi 39°C harus selalu dilakukan. Bila suhu badan balita sudah
mencapai 38°C, dan tidak ada tanda-tanda akan turun meskipun sudah diberi
obat penurun panas atau malah cenderung meningkat, segeralah bawa ke
dokter untuk penanganan lebih lanjut. Mencegah kejang demam adalah
langkah terbaik untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Jika anak balita sudah terlanjur menderita kejang demam, hindarilah rasa
panic dan lakukanlah langkah-langkah pertolongan sebagai berikut. (Widjaja,
2008)
1. Bila anak balita yang mengalami kejang demam berusia dibawah enam
bulan, tindakan yang harus dilakukan sebagai berikut.
a) Telungkupkan dan pelingkan wajahnya ke samping
b) Ganjal perutnya dengan bantal agar ia tidak tersedak
c) Lepaskan seluruh pakaiannya dan basahi tubuhnya dengan air hangat.
Langkah ini diperlukan untuk membantu menurunkan suhu badannya
d) Bila anak balita muntah, bersihkanlah mulutnya dengan jari
e) Walaupun anak balita telah pulih kondisinya, sebaiknya tetap dibawa ke
dokter agar dapat ditangani lebih lanjut
16
f) Jangan mengabaikan gejala kejang demam dengan tidak membawanya
kedokter. Dengan mempertimbangkan akibat yang dapat terjadi, anak
balita yang menderita kejang demam harus memperoleh penanganan
dokter sehingga keselamatan dan kesehatannya senantiasa terjaga
dengan baik.
g) Bila anak balita yang mengalami kejang demam berusia lebih dari enam
bulan, tindakan dan prosedur yang harus dilakukan pada dasarnya sama
dengan anak balita yang berusia dibawah enam bulan. Perbedaannya
pada tindakan yang ditujukan pada mulut anak balita, yaitu harus
diganjal dengan sendok yang sudah dibungkus perban. Tujuannya agar
lidahnya tidak tergigit atau saluran pernapasannya tidak tersumbat.
2.2.10 Pencegahan
a. Harus selalu tersedia obat penurun panas yang di dapatklan atas resep dokter
yang telah mengandung antiokonvulsan. Jika obat hampir habis misalnya
masih sisa dua bungkus supaya datanmgh berobat untuk mendapatkan obat
persendian. Orang tua harus memahami hal ini untuk keperluan anaknya
b. Agar anaknya segera diberikan obat antipiretik, bila orang tua mengetahui
anak mulai demam (jangan menunggu suhu meningkat lagi) dan pemberian
obat diteruskan samapai suhu sudah turun selama 24 jam. Berikutnya jika
demam masih naik turun agar dibawa berobat ke dokter/puskesmas untuk
mendapatkan antibiotik.
c. Jika terjadi kejang, anak harus dibaringkan ditempat yang rata, kepalanya
dimiringkan. Buka bajunya dan pasangkan gagang sendok yang telah
dibungkus kain/saputangan yang bersih dalam mulutnya. Pada keluarga yang
mengerti dapat diberikan resep untuk membeli sudip lidah karena dapat
dipakai bila perlu setelah kejang berhenti dan pasien bangun dan sadar,
kembali suruh minum obatnya dan tunggui pasien sapai keadaanya betul-betul
tenang.
d. Jika suhu pada waktu kejang tersebut tinggi sekali upaya di kompres hangat
untuk menurunkan panas dari tubuh anak.
e. Apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama walaupun telah
diberikan obat, segera bawa pasien tersebut kerumah sakit hanya karena
rumah sakit yang dapat memberikan pertolongan pertama pada pasien yang
menderita status konvulvus.
17
f. Apabila orang tua telah diberi obat persendian obat diazepam rectal berikan
petunjuk memberikannya, yaitu ujung rectio yang akan dimasukan ke dalam
anus sambil dipencet samapi habis (tetapi dengan pelan-pelan memencetnya)
setelah kosong dan masih dipencet rectio diacabut sebagian isinya akan ikut
terhisap kembali). Bila mungkin sikap pasien dibaringkan miring.
g. Beritahu orang tua jika anak akan mendapatkan imunisasi agar
memberitahukan kepada dokter/ petugas imunisasi bahwa anaknya penderita
kejang demam (agar tidak diberikan pertusis)
h. Walaupun kejang sudah lama tidak menjadi orang tua supaya tidak
menghentikan terapi sendiri (pernah terjadi pada anak sudah lama tidak pernah
datang, meminta obat antikonvulsan tetapi 2 tahun kemudian anak kejang lagi
pada waktu demam ringan saja). Jelaskan bahwa pengobatan profilaksis ini
berlangsung sampai 3 tahun kemudian secara bertahap dosis dikurangi dalam
waktu 3 sampai 6 bulan. (Ngatiah, 2005)
18
2.3 Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Kejang Demam
Pengkajian
Data yang diperoleh dari pengkajian klien dengan kejang demam meliputi:
1. Data subyektif
a. Biodata / identitas
Biodata anak yang mencakup nama,jenis kelamin.Biodata orang tua perlu
ditanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi:nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,alamat.
b. Riwayat penyakit
Menurut Suharso (2000) antara lain sebagai berikut:
1) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan:
a) Jenis,lama,dan frekuensi kejang
b) Demam yang menyertai,dengan mengetahui ada tidaknya demam yang
menyertai kejang,maka diketahui apakah infeksi memegang peranan
dalam terjadinya bangkitan kejang.
c) Jarak antara timbulnya kejang dengan demam
d) Lama serangan
e) Pola serangan, apakah bersifat umum,fokal,tonik,klonik
f) Frekuensi serangan,apakah penderita mengalami kejang sebelumnya umur
berapa kejang terjadi untuk pertama kali,dan berapa frekuensi kejang
pertahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali
pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
g) Keadaan sebelum,selama dan sesudah serangan.
h) Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu
yang dapat menimbulkan kejang misalnya, lapar, mual, muntah, sakit
kepala dan lain-lain
i) Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya
j) Sesudah kejang perlu ditanyakan pakah penderita segera
sadar,tertidur,kesadran menurun,ada paralise,menangis.
2) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah,diare,trauma kepala,gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi),gagal jantung, kelainan jantung,DHF,ISPA,dan lain-lain.
19
3) Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya,umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali.Apakah ada riwayat trauma kepala,radang selaput
otak,dan lain-lain.
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Keadaan ibu sewaktu hamil per trimester,apakah ibu pernah mengalami infeksi
atau sakit panas sewaktu hamil.Riwayat trauma,perdarahan pervagina sewaktu
hamil,penggunaan obat - obatan maupun jamu selama hamil.Riwayat persalinan
ditanyakan apakah sukar,spontan atau dengan tindakan,perdarahan ante
partum,asfiksia dan lain lain.Keadaan selama neonatal apakah bayi panas,diare
muntah,tidak mau menetekdan kejang-kejang.
d. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi.
e. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi:
20
g. Riwayat Sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah
yang mengasuh anak.Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman
sebayanya.
h. Pola kesehatan dan fungsi kesehatan Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi:
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
a) Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatanpengetahuan tentang
kesehatan,pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis.
b) Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita,pelayanan kesehatan
yang diberikan,tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit,penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
2) Pola nutrisi
a) Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak,ditanyakan bagaiman
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak.
b) Makanan apa saja yang di sukai dan yang tidak disukai anak
c) Bagaimana selera makan anak sebelum dan setelah sakit
d) Berapa kali minum,jenis dan jumlahnya perhari?
3) Pola eliminasi
a) BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara
i. mikroskopis, ditanyakan bagaimana warna,bau,dan apakah
ii. terdapat darah?serta ditanyakan apakah disertai nyeri pada
iii. saat kencing
b) BAB:Ditanyakan kapan waktu BAB,teratur atau tidak?bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir?
4) Pola aktivitas dan latihan
a) Apakah anak senang main sendiri atau dengan teman sebayanya
b) Berkumpul dengan keluarga berapa jam
c) Aktivitas apa yang disukai anak
5) Pola tidur / istirahat
a) Berapa jam sehari tidur?
b) Berangkat tidur jam berapa?
c) Bangun tidur jam berapa?
21
d) Kebiasaan sebelum tidur
e) Bagaimana dengan tidur siang?
2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
a) Adakah tanda-tanda mikro atau mikrossepali
b) Adakah dispersi bentuk kepala
c) Adakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial yaitu ubun-ubun besar
cembung,bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum
2) Rambut
Dimulai warna,kelebatan, distribusi serat karakteristik rambut lain.Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien
3) Muka/Wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetris wajah:sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa,sehingga wajah tertarik ke sisi
4) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil,untuk periksa pupil dan ketajaman
peglihatan.Apakah keadaan sklera,konjungtiva?
5) Telinga
Periksa fungsi telinga,kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari
telinga,berkurangnya pendengaran
6) Hidung
a) Apakah adanya pernapasan cuping hidung
b) Polip yang menyumbat jalan napas
c) Apakah keluar sekret,bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
7) Mulut
a) Adakah sianosis
b) Bagaiman keadaan lidah
c) Adakah stomatitis
d) Berapa jumlah gigi yang tumbuh
e) Apakah ada karies gigi
22
8) Tenggorokan
a) Adakah peradangan tanda-tanda peradangan tosil
b) Adakah pembesaran vena jugularis
9) Leher
a) Adakah tanda-tanda kaku kuduk,pembesaran kelenjar tiroid
b) Adakah pembesaran vena jugularis
10) Thorax
a) Pada inspeksi:amati bentuk dada klien,bagaimana gerak pernapasan,
frekuensinya,irama,kedalaman,adakah retraksi intercostal.
b) Auskultasi:adakah suara napas tambahan
c) Jantung:bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya? adakah
bunyi tambahan?adakah bradicardi dan takikardi?
11) Abdomen
a) Adakah distensi abdomen serta kekuatan otot pada abdomen?bagaiman
turgor kulit dan peristaltik usus?
b) Adakah pembesaran lien dan hepar?
12) Kulit
a) Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
b) Adakah terdapat edemahemangioma?
c) Bagaimana keadaan turgor kulit?
13) Ekstremitas
a) Apakah terdapat oedema,atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
b) Bagaimana suhunya pada daerah akral?
14) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema,sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi
23
3. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, penurunan
reflek menelan
4. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan gangguan pertumbuhan
24
5) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
6) Menempatkan saklar lampu ditempat uang mudah dijangkau pasien
7) Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
8) Mengontrol lingkungan dari kebisingan
9) Memindahkan barang – barang yang dapat membahayakan
10) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit
25
4. Risiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan gangguan pertumbuhan.
Tujuan: mencegah terjadinya keterlambatan perkembangan anak akibat kerusakan sel
neuron pada otak
Intervensi:
a. Pendidikan orang tua: masa bayi
1) Ajarkan kepada orang tua tentang penanda perkembangan normal
2) Demonstrasikan aktivitas yang menunjang perkembangan
3) Tekankan pentingnya perawatan prenatal sejak dini
4) Ajarkan ibu mengenai pentingnya berhenti mengkonsumsi alcohol, merokok,
obat – obatan selama kehamilan
5) Ajarkan cara – cara memberikan rangsangan yang berarti untuk ibu dan bayi
6) Ajarkan tentang perilaku yang sesuai dengan usia anak
7) Ajarkan tentang mainan dan benda – benda uang sesuai dengan usia anak
8) Berikan model peran intervensi perawatan perkembangan untuk bayi kurang
bulan (premature)
9) Diskusikan hal – hal terkait kerjasama antara orang tua dan anak
26
BAB 3
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Kasus
Seorang anak perempuan berumur 2 tahun pada tanggal 20 Februari 2017 datang ke
IGD, sebelum masuk kerumah sakit klien mengalami kejang dan mata tebalik keatas,
kekakuan dan sentakan berulang pada kaki dan tangan (klonik), kejang sekali dan
lamanya kejang ±6 menit, pada saat kejang anak tidak sadar. Pada tanggal 21 Februari
saat dirumah sakit kejang kembali terulang satu kali dan lamanya kejang ±5 menit.
Klien demam suhu 40°C sejak kemarin sore. Klien berbaring lemah diatas tempat tidur
muntah (-). Diagnose medis: kejang demam
A. Pengkajian
Data focus
27
B. Analisa masalah
28
menit
C. Rumusan Diagnosa
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit yang ditandai dengan demam suhu
40°C
2. Risiko cedera ditandai dengan kekakuan dan sentakan berulang pada kaki dan tangan
(klonik)
3. Kesiapan meningkatkan pengetahuan yang ditandai dengan datang ke IGD setelah
anak mengalami kejang demam
29
D. Intervensi
30
batasan normal d. Berikan kompres d. Dilakukan untuk menurunkan suhu
h. Aktivitas kejang tidak ada hangat pada setiap tubuh
lipatan tubuh dan di
ubun-ubun
e. Berikan obat e. Untuk menurunkan suhu tubuh
paracetamol 4x1 hari
2 Risiko Cedera ditandai Menunjukan tidak terjadinya risiko 1. Manajemen kejang
dengan cedera dibuktikan dengan: a. Pertahankan jalan a. Untuk mempertahankan jalan
Data objektif: 1. Kontrol kejang sendiri: napas dengan napas agar tidak terjadi gangguan
1. kekakuan dan Tindakan seseorang untuk menggunakan spatel
sentakan berulang mengurangi atau meminimalkan unutk menekan lidah
pada kaki dan munculnya episode kejang, b. Balikan badan klien ke b. Untuk mencegah terjadinya cedera
tangan (klonik) dengan kriteria hasil: satu sisi yang akan terjadi pada fisik dan
Data subjektif: a. Dapat menggambarkan untuk mempertahankan jalan napas
1. Klien mengalami faktor-faktor yang memicu c. Monitor arah kepala c. Untuk menghindari gerakan dan
kejang dan mata kejang dan mata selama perubahan yang terjadi
tebalik keatas b. Mendapatkan perhatian medis kejang
kekakuan dan dengan cepat jika frekuensi d. Tetap disisi klien d. Untuk menghindari terjadinya hal
sentakan berulang kejang meningkat selama kejang yang tidak diinginkan
pada kaki dan c. Mendapatkan obat yang e. Berikan oksigen e. Untuk mempertahankan oksigen
tangan (klonik) dibutuhkan 2L/menit nasal canul tetap terpenuhi
31
2. Kejang sekali saat d. Mencegah faktor risiko atau f. Catat lama kejang f. Untuk memantau agar tidak terjadi
dirumah lamanya ±6 pemicu kejang g. Berikan obat anti kejang berlanjut
menit, pada saat kejang diazepam g. Agar tidak ada kesalahan pada saat
kejang anak tidak supositoria dengan memberikan obat
sadar dosis 5 mg
(kolaborasi)
2. Pencegahan Kejang
a. Instruksikan pasien a. Agar pasien dan keluarga mengerti
atau keluarga terhadap pengobatan dan efek
mengenai pengobatan samping tersebut
dan efek samping
b. Beritahu keluarga b. Mengajarkan keluarga jika suatu
mengenai pertolongan saat terjadi gejala tersebut sudah
pertama pada kejang dapat menangani atau dapat
(manajemen kejang) memberikan pertolongan pertama
c. Singkirkan objek
c. Untuk menghindari kejadian yang
potensial yang
tidak diinginkan yang dapat
membahayakan yang
menyebabkan cedera fisik
ada dilingkungan
32
d. Jaga alat suction d. Untuk pertolongan pertama jika
berada disisi tempat suatu saat terjadi gangguan
tidur dan digunakan bersihan jalan nafas pada pasien
ketika anak kejang e. Agar klien tidak terjatuh dan tidak
e. Gunakan penghalang membahayakan dirinya
tempat tidur yang
lunak dan restrain
tempat tidur dinaikan
3 Kesiapan Menunjukan kesiapan meningkatkan 1. Pengetahuan: proses
meningkatkan pengetahuan dengan baik, dibuktikan penyakit
pengetahuan ditandai dengan: a. Kaji tingkat a. Agar mengetahui seberapa banyak
dengan 1. Pengetahuan: proses penyakit pengetahuan pasien orang tua klien mengetahui tentang
Data Objektif: Tingkat pemahaman yang terkait dengan proses penyakit yang diderita anaknya
1. Pasien dibawa ke disampaikan tentang proses penyakit kejang
IGD setelah penyakit tertentu dan demam
mengalami kejang komplikasinya, dengan kriteria b. Jelaskan tanda dan b. Agar orang tua klien lebih waspada
dengan durasi ±6 hasil: gejala yang umum dari ketika ada tanda dan gejala yang
menit a. Mengetahui karakter spesifik penyakit kejang muncul berkaitan dengan kejang
penyakit demam demam
b. Faktor-faktor penyebab dan c. Jelaskan proses c. Agar orang tua pasien mengetahui
faktor penyebab penyakit penyakit kejang dan memahami mengapa demam
33
c. Tanda dan gejala penyakit demam dapat menyebabkan kejang
d. Tanda dan komplikasi d. Identifikasi d. Untuk mengetahui penyebab dari
penyakit kemungkinan suatu penyakit kejang demam dan
penyebab, sesuai dapat mencegah agar penyebab itu
kebutuhan tidak muncul lagi
e. Beri ketenangan e. Agar orang tua tidak panic ketika
terkait kondisi, sesuai tejadi kejang demam
kebutuhan
f. Beri informasi kepada f. Agar keluarga menjadi lebih
keluarga/orang yang tenang dan dapat memantau
penting bagi pasien keadaan klien yang mengalami
mengenai kejang demam
perkembangan pasien,
sesuai kebutuhan
g. Untuk menentukan terapi yang
g. Diskusikan pilihan
tepat untuk pasien apabila terjadi
terapi/penanganan
kejang demam
(manajemen kejang)
h. Jelaskan terapi/
h. Untuk memberikan terapi yang
penanganan yang
tepat agar pasien dapat ditangani
direkomendasikan
dengan tepat
34
E. Implementasi
2 3. Berikan obat anti kejang diazepam supositoria dengan dosis 5 mg (kolaborasi) ZR. Bella
06.40
Respon subjektif:-
Respon objektif: obat diazepam 5mg supositoria sudah diberikan
Memberikan obat pct 15mg/6 jam
35
06.40 2
4. Menyingkarkan objek potensial yang membahayakan yang ada dilingkungan
Respon subjektif: orang tua pasien telah menyingkirkan benda yang dapat ZR. Bella
membahayakan klien ketika terjadi kejang berulang
Respon objektif: tidak ada benda yang dapat membahayakan dilingkungan
pasien
6. Menganjurkan orang tua klien tetap disisi klien setelah klien mengalami kejang
06.40 2
Respon subjektif: orang tua pasien mengatakan selalu menjaga anaknya ZR. Bella
Respon objektif: orang tua pasien berada di disamping anaknya
36
2 8. Menempatkan alat suction berada disisi tempat tidur agar mudah digunakan
06.45
ketika anak mengalami kejang berulang agar tidak terjadi asfiksia
Respon subjektif: ZR. Bella
Respon objektif: alat suction berada di dekat pasien dan digunakan ketika anak
kejang
07.13
1 11. Kolaborasi Memberikan terapi IVFD D 5 + Fenitoin 15 mg
Respon subjektif: -
Zr. Bella
Respon objektif: pasien terpasang cairan infus D 5 20 tpm/ 8 jam, pada tangan
kiri dan terpasang spalk
37
dikenakan pakaian tipis
Respon objektif: pasien sudah mengenakan pakaian yang tipis Zr. Yolanda
38
10.45 16. Melakukan TTV
3
Respon subjektif: - Zr Yolanda
Respon objektif: suhu: 38,5°C N: 140x/menit RR: 35x/menit
17. Mengkaji tingkat pengetahuan orang tua pasien terkait dengan penyakit kejang
10.45 demam
3 Zr. Yolanda
Respon subjektif: orang tua pasien mengatakan kurang mengetahui tentang
proses penyakit yang diderita anaknya
Respon objektif: orang tua pasien bingung dan kurang memahami penyakit yang
diderita anaknya
18. Menjelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit kejang demam mulai dari
10.45 suhu tubuh yang sudah mencapai 38°C sudah harus menjadi pengawasan bagi
3 Zr. Yolanda
orang tua
Respon subjektif: orang tua pasien mengatakan akan mulai waspada apabila
suhu anak sudah mencapai 38°C
Respon objektif: orang tua pasien sudah lebih mengetahui tanda yang muncul
sebelum terjadi sakit kejang demam
39
10.45 3 19. Menjelaskan proses penyakit kejang demam: apabila suhu anak sudah mencapai Zr. Putri
40°C dan tidak ditangani anak bisa mengalami kejang yang disebabkan oleh
demam atau panas dari tubuh anak
Respon subjektif: ibu pasien mengatakan sudah mengerti penjelasan yang telah
diberikan oleh perawat
Respon objektif: orang tua pasien sudah memahami tentang proses penyakit
kejang demam
14.30 1 20. Memberikan obat paracetamol 1 sendok teh/ 6 jam per oral
Zr.putri
Respon subjektif:
Respon objektif: paracetamol 1 sendok teh/ 6 jam sudah diberikan
40
Respon objektif:
15.13
1 23. Mengganti cairan IVFD D 5 + Fenitoin 15 mg
Zr.putri
Respon subjektif:
Respon Objektif: cairan telah diganti
20.10 26. Memberikan obat paracetamol 1 sendok teh/ 6 jam per oral
1 Respon subjektif: Zr.bella
41
20.30 3 27. Memberikan ketenangan kepada orang tua terkait kondisi penyakit pasien:
Zr.bella
dengan menjelaskan bahwa pasien sedang dipantau terkait suhunya dan akan
dilakukan tindakan untuk menurunkan suhunya
Respon subjektif: keluarga mengatakan sudah lebih tenang
Respon objektif: orang tua pasien mengompres anaknya dengan kompres hangat
2
20.45 28. Menginstruksikan keluarga mengenai pengobatan dan efek samping Zr.bella
Respon subjektif: orang tua pasien mengatakan sudah paham dengan
pengobatan dan efek samping
Respon objektif:-
3 30. Memberikan informasi kepada keluarga tentang keadaan pasien sekarang Zr. Bella
21.00 Respon subjektif: orang trua pasien mengatakan sudah paham tentang keadaan
anaknya
42
Respon objektif: orang tua pasien mengetahui hasil perkembangannya
1
32. Mengganti cairan IFVD D5% 1 kolf
23.11 Zr.bella
Respon subjektif: -
Respon objektif: cairan infus D5% terpasang 20 tpm dan tangan pasien terpasang
spalk
22, February
2017 1 33. Memberikan obat paracetamol 1 sendok teh/ 6 jam per oral Zr. Bella
02.30 Respon subjektif:
Respon objektif: paracetamol 1 sendok teh/ 6 jam sudah diberikan
43
1
35. Mengganti cairan IFVD D5% 1 kolf
07.15 Respon subjektif: -
Zr. Bella
Respon objektif: cairan infus D5% terpasang 20 tpm dan terpasang spalk pada
tanggan kiri
1
07.30 36. Diskusikan pilihan terapi yang tepat untuk anaknya baik dengan fakrmakologik
maupun dengan terapi nonfarmakologik Zr. Bella
Respon subjektif: orang tua pasien akan melakukan terapi demam kejang
dengan kompres dan farmakologi
Respon objektif: pasien diberikan terapi farmakologi, dan kompres hangat
37. Menjelaskan terapi pemberian obat paracetamol maupun kompes hangat untuk
07.40 3
mencegah kejang
Respon subjektif: orang tua klien mengatakan sudah mengerti tentang terapi
penangan yang baik untuk anaknya
Respon objektif: orang tua pasien memahami alasan tersebut
44
F. Evaluasi
45
menurunkan risiko cidera disaat kejang terjadi
A: resiko cedera berhubungan dengan kejang demam teratasi
P: intervensi dihentikan
46
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kejang dapat disebabkan oleh infeksi, gangguan metabolik dan kelainan neuron
perinatal/prenatal. Kejang adalah suatu kejadian paroksimal yang disebabkan oleh
lepas muatan hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron SSP. Kejang demam
(kejang tonik-klonik demam) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >38oC). Kejang demam dapat terjadi karena proses
intrakarnial maupun ekstrakarnial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak
berumur 6 bulan s/d 5 tahun. Paling sering terjadi pada anak usia 17-23 bulan.
Saat pasien datang dengan kejang disertai demam, dipikirkan tiga kemungkinan,
yaitu: (1) kejang demam, (2) pasien epilepsi terkontrol dengan demam sebagai pemicu
kejang epilepsi, (3) kejang disebabkan infeksi sistem saraf pusat atau gangguan
elektrolit akibat dehidrasi.
4.2 Saran
Kita sebagai perawat harus mengetahui cara mencegah atau menangani kejang demam
agar tidak berlanjut, dan sebaiknya untuk orang tua dapat melakukan manajemen
demam pada anak untuk mencegah resiko kejang demam pada anak.
47
DAFTAR PUSTAKA
Nararif, Amin Huda. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan
Nanda NIC-NO. Yogyakarta: Mediaction
Newell, Simon. 2003. Lecture Notes Pediatrika Edisi Ketujuh. Jakarta : Erlangga
Ngatiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Ed. 2. Jakarta: EGC
Rudolph, Abraham M, dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Vol.3. Jakarta : EGC
Suharso. 2000. Pedoman diagnosis dan terapi. Surabaya: F.K Universitas Airlangga
Widjaja. 2008. Mencegah dan mengatasi demam pada balita. Jakarta: Kawan Pustaka
Wong donna l. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik wong ed 6. Jakarta: EGC
48