Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN KEJANG DEMAM


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Kritis

Disusun Oleh :
Kelompok 2

Lisna Aprilia 34403516057


Luthfi Nurhakim 34403516059
M. Yudha Yudistira 34403516083
M. Eda Suhendrawan 34403516064
Moch. Fadly Aditya. A. S. 34403516071
Muh. Ramdani Karim 34403516073

AKADEMI KEPERAWATANCIANJUR
Jl.Pasir Gede Raya No. 19 Telp. (0623) 267206 Fax. 270953
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
perlindungan-nya makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan. Makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Kritis dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Kejang Demam”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan disana-sini.


Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun guna memperbaiki
makalah ini sangat penulis nantikan. Semoga yang penulis kupas pada makalah ini
dapat bermanfaat.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih atas segala perhatian dan


bantuan dari berbagai pihak, khususnya dosen pembimbing, serta bantuan baik secara
langsung maupun tidak langsung yang turut berperan dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.

Cianjur, 16 September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................

DAFTAR ISI ......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................................


B. Rumusan Masalah .............................................................................................
C. Tujuan .................................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kejang Demam ..........................................................................


B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan klien dengan Kejang Demam...................
BAB III PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi
atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam
biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa
saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif
untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih
gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang
biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi
selama lebih dari 15 menit.Anak merupakan hal yang penting artinya bagi
sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga
sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang
menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang
demam.(Mansjoer,arif 2001. Kapira Selekta Kedokteran Edisi iii vol. 1 ).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME.
Sumijati, 2000;72-73)
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Dr. Hasan Sadikin data adanya peningkatan insiden kejang demam.
Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dari 193
orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000
ditemukan pasien kejang demam 132 orang dari 236 orang dan tidak
didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya
peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Anak merupakan makhluk yang unik, karena anak memilki karakteristik
tersendiri sesuai tahapan usia anak. Kejang demam pada anak diklasifikasikan
berdasarkan usia anak. Kejang demam yang biasa dialami anak ialah usia 6
bulan sampai 4 tahun. Jika kejang dialami oleh anak usia lebih dari 6 tahun
lebih dikategorikan sebagi kejang tanpa demam ( epilepsi ).
Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang
penyakit kejang demam dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan
asuhan keperawatan khususnya kepada anak.
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kejang demam?


2. Apa peyebab terjadinya kejang demam?
3. Bagaimana Patofisiologinya kejang demam?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis kejang demam?
5. Apa pemeriksaan penunjang untuk kejang demam?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada kejang demam?
C. Tujuan

1. Mengetahui Pengertian kejang demam.


2. Mengetahui peyebab kejang demam.
3. Mengetahui Patofisiologinya kejang demam.
4. Mengetahui Manifestasi Klinis kejang demam.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang kejang demam.
6. Mengetahui Asuhan Keperawatan kejang demam.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kejang Demam

1. Pengertian

Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih

dari 38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit

akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI,

2009).Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu

kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks (Schwartz, 2005).Di

Asia sekitar 70%-90% dari seluruh kejang demam merupakan kejang demam

sederhana dan sisanya merupakan kejang demam kompleks(Karemzadeh,

2008).

Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak

mengalami demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf

pusat. Kejang perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat

menyebabkan kerusakan sel-sel otak(Tikoalu J.R, 2009).

Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang demam

adalah kejadian pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh

diatas rentang normal yaitu ≥ 38,8°C dan disertai dengan kejang


2. Etiologi

Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada

sebagian besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan

peningkatan suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi

disaat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu

tubuh (Dona Wong L, 2008).

3. Patofisiologi

Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan menyebabkan

kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen

meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi

otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa

yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan

terjadinya perubahan keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu

yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui

membran tadi, akibatnya terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan

listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya

dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai

ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada tinggi atau rendahnya

ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya,

kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang

yang rendah, sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai

ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang

rendah (Latief et al., 2007).

Bagan 2.1

Proses Penyakit

Suhu Tubuh Meningkat

Gangguan Keseimbangan Membran Sel

Pelepasan Ion Na dan K

Pelepasan Muatan Listrik Oleh Seluruh Sel Sangat Besar

Gangguan Muatan Listrik

KEJANG

(Sumber: Nugroho, 2011)

4. Manifestasi Klinis

Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik

klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti

anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik
atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adapun

tanda- tanda kejang demam meliputi:

a. Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)

b. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)

c. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)

d. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang

b. Penurunan kesadaran

c. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus

d. Muntah

e. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam

waktu yang singkat (Lyons, 2012)

5. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam

mengevaluasi kejang demam, diantaranya sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi

disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan

misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al.,

2009). Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari
15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai

(Farrell dan Goldman, 2011).

b. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal

dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada

pasein kejang demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk

bayi kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk

dilakukan dan bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada

kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil (Pusponegoro

dkk, 2006).

c. Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam

sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang

yang kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada

kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah

belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral

(Jonston, 2007).

d. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed

tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI)

jarang sekali dikerjakan dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan
neurologis fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya

lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda peningkatan

tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB

membonjol, paresis nervus VI, edema papil) (Saharso et al., 2009).

6. Manajemen Medik

a. Terapi farmakologi

Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk

menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena.

Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan

kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis

maksimal sebanyak 20 mg.

Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah

diazepam rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak

dengan berat badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak yang

mempunyai berat badan lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam rektal

dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah usia 3 tahun

atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila kejangnya

belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi lagi dengan

cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Anak seharusnya

dibawa ke rumah sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang, setelah 2


kali pemberian diazepam rektal. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam

intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).

Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara

intravena dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/

kg/ menit atau kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah berhenti,

dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam setelah dosis

awal. Jika kejang belum berhenti dengan pemberian fenitoin maka pasien

harus dirawat di ruang intensif. Setelah kejang telah berhenti, pemberian

obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah kejang

demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya (UUK Neurologi

IDAI, 2006).

Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan.

Kedua parasetamol dan NSAID tidak mempunyai manfaatnya untuk

mengurangi kejadian kejang demam. Meskipun mereka tidak mengurangi

risiko kejang demam, antipiretik sering digunakan untuk mengurangi

demam dan memperbaiki kondisi umum pasien. Dalam prakteknya, kita

menggunakan metamizole (dipirone), 10 sampai 25 mg/ kg/ dosis sampai

empat dosis harian (100 mg/ kg/ hari), parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/

dosis, juga sampai empat dosis harian (sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-

anak di atas usia enam bulan, diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10

mg/ kg/ dosis dalam tiga atau empat dosis terbagi (sampai 40 mg/ kg/ hari
pada anak-anak dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200 mg) (Siqueira,

2010).

Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang

demam menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang berlangsung lebih dari

15 menit, kelainan neurologi yang nyata sebelum atau selapas kejadian

kejang misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebal, retardasi mental

dan hidrosefalus, dan kejadian kejang fokal. Pengobatan rumat

dipertimbangkan jika kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam,

kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan dan kejang demam

berlangsung lebih dari 4 kali per tahun.Obat untuk pengobatan jangka

panjang adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi 1-2 dosis)

atau asam valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis).Dengan

pemberian obat ini, risiko berulangnya kejang dapat diturunkan dan

pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara

bertahap selama 1-2 bulan (Saharso et al., 2009).

b. Terapi non-farmakologi

Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood et

al., 2011 dan Capovilla et al., 2009):

1) Baringkan pasein di tempat yang rata.

2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.

3) Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka

misalnya ikat pinggang.


4) Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.

5) Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.

6) Jangan memaksa pembukaan mulut anak.

7) Monitor suhu tubuh.

8) Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan suhu

tubuh yang tinggi.

9) Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.

10) Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.

11) Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian obat

antikonvulsan yaitu diazepam secara rektal.

Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit, (Capovilla et al., 2009):

1) Hilangkan obstruksi jalan napas.

2) Siapkan akses vena.

3) Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas, tekanan

darah, SaO2).

4) Berikan oksigen, jika perlu (SaO2 <90%)

5) Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5

mg/kg pada kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan

menangguhkan ketika kejang berhenti. Dosis ini dapat diulang jika

perlu, setelah 10 menit.

6) Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.


7) Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli

anestesi, ahli saraf) untuk pengobatan.

Pemeriksaan penunjang

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan klien dengan Kejang Demam

1. Pengkajian

Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan

keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan pemulang yaitu :

Riwayat Keperawatan

Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam

hari, terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.

a. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS,

diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien,

sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat

muncul.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.

d. Riwayat kesehatan keluarga


Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.

e. Riwayat psikososial

Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)

Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

f. Pola Fungsi kesehatan

1) Pola nutrisi dan metabolisme :

Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan terjadinya

gangguan nutrisi atau tidak pada klien

2) Pola istirahat dan tidur

Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena

pasien merasakan demam terutama pada malam hari

g. Pemeriksaan Fisik

1) Kesadaran dan keadaan umum pasien

Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar

(composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya

prognosis penyakit pasien.

2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki

TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur

dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk

pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan

prinsip-prinsip (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi),

disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui


adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi

yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang

dibutuhkan (Wijaya,2013).

2. Diagnosa keperawatan

a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis

b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh berhunbungan

dengan peningkatan suhu tubuh

c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan

sekresi mucus

d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat (Doengoes, 2007)

3. Perencanaan

Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang

demamsederhana adalah sebagai berikut :

Rencana Tindakan keperawatan

Diagnosa Perencanaan
NO
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Peningkatan suhu Tupan: 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,9-41,1 0C
tubuh Setelah pasien (derajat menunjukkan proses
berhubungan dilakukan dan pola): penyakit infeksius
dengan proses tindakan perhatikan akut.
patologis keperawatan menggigil?diafore
selama 3 x 24 si.
suhu tubuh 2. Pantau suhu 2. Suhu ruangan,
normal. lingkungan, jumlah selimut harus
Tupen: batasi/tambahkan dirubah untuk
Setelah linen tempat tidur mempertahankan
dilakukan sesuai indikasi. suhu mendekati
tindakan normal
perawatan
selama 1 x 24 3. Berikan kompres 3. Dapat membantu
jam proses hangat: hindari mengurangi demam,
patologis teratasi penggunaan penggunaan air
dengan kriteria: kompres alkohol. es/alkohol mungkin
TTV stabil menyebabkan
Suhu tubuh kedinginan
dalam batas 4. Berikan selimut 4. Digunakan untu
normal pendingin kengurangi demam
umumnya lebih besar
dari 39,5-40 0C pada
waktu terjadi
gangguan pada otak.
Kolaborasi:
5. Berikan antipiretik 5. Digunakan untuk
sesuai indikasi mengurangi demam
dengan aksi sentral

2 Resiko tinggi Tupan: setelah 1. Ukur/catat haluaran 1. Penurunan haluaran


kekurangan volume dilakukan urin. urin dan berat jenis
cairan berhubungan tindakan akan menyebabkan
dengan perawatan selama hipovolemia.
peningkatan suhu 3 x 24 jam 2. Pantau tekanan 2. Pengurangan dalam
tubuh kekurangan darah dan denyut sirkulasi volume
volume cairan jantung cairan dapat
tidak terjadi mengurangi tekanan
darah/CVP,
Tupen: setelah mekanisme
dilakukan kompensasi awal dari
tindakan takikardia untuk
perawatan selama meningkatkan curah
1 x 24 jam jantung dan
peningkatan suhu meningkatkan
tubuh teratasi, tekanan darah
dengan kriteria: sistemik.
Tidak ada tanda- 3. Palpasi denyut 3. Denyut yang lemah,
tanda dehidrasi perifer. mudah hilang dapat
Menunjukan menyebabkan
adanya 4. Kaji membran hipovolemia.
keseimbangan mukosa kering, 4. Hipovolemia/cairan
cairan seperti turgor kulit yang ruang ketiga akan
output urin tidak elastis memperkuat tanda-
adekuat tanda dehidrasi.
Turgor kulit baik
Membran mukosa
mulut lembab Kolaborasi:

5. Berikan cairan
intravena, misalnya 5. Sejumlah besar cairan
kristaloid dan mungkin dibutuhkan
koloid untuk mengatasi
hipovolemia relatif
(vasodilasi perifer),
menggantikan
kehilangan dengan
meningkatkan
6. Pantau nilai permeabilitas kapiler.
laboratorium 6. Mengevaluasi
perubahan didalam
hidrasi/viskositas
darah.
3. Tidak efektifnya Tupan: setelah 1. Anjurkan pasien 1. Menurunkan risiko
bersihan jalan nafas dilakukan untuk aspirasi atau
b.d peningkatan tindakan mengosongkan masuknya sesuatu
sekresi mucus perawatan selama mulut dari benda asing ke faring.
3 x 24 jam jalan benda/zat tertentu.
nafas kembali 2. Letakkan pasien 2. Meningkatkan aliran
efektif pada posisi miring, (drainase) sekret,
permukaan datar, mencegah lidah jatuh
Tupen: setelah miringkan kepala dan menyumbat jalan
dilakukan selama serangan nafas.
tindakan kejang.
perawatan selama 3. Tanggalkan pakaian 3. Untuk memfasilitasi
1 x 24 jam pada daerah usaha
peningkatan leher/dada dan bernafas/ekspansi
sekresi mukus abdomen. dada.
teratasi, dengan 4. Masukan spatel 4. Jika masuknya di
kriteria: lidah/jalan nafas awal untuk membuka
Suara nafas buatan atau rahang, alat ini dapat
vesikuler gulungan benda mencegah tergigitnya
lunak sesuai dengan lidah dan
Respirasi rate indikasi. memfasilitasi saat
dalam batas melakukan
normal penghisapan
lendiratau memberi
sokongan terhadap
pernafasan jika di
perlukan.

5. Lakukan 5. Menurunkan risiko


penghisapan sesuai aspirasi atau asfiksia.
indikasi

Kolaborasi :

6. Berikan tambahan 6. Dapat menurunkan


oksigen/ventilasi hipoksia serebral
manual sesuai sebagai akibat dari
kebutuhan pada sirkulasi yang
fase posiktal. menurunkan atau
oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.

4 Resiko perubahan Tupan: setelah 1. Buat tujuan berat 1. Malnutrisi adalah


nutrisi kurang dari dilakukan badan minimum dan kondisi gangguan
kebutuhan tubuh tindakan kebutuhan nutrisi minat yang
b.d intake yang perawatan selama harian. menyebabkan depresi,
tidak adekuat 3 x 24 jam agitasi dan
perubahan nutrisi mempengaruhi fungsi
kurang dari kognitif/pengambilan
kebutuhan tidak keputusan.
terjadi 2. Gunakan 2. Pasien mendeteksi
pendekatan pentingnya dan dapat
Tupen: setelah konsisten, duduk beraksi terhadap
dilakukan dengan pasien saat tekanan, komentar
tindakan makan, sediakan apapun yang dapat
perawatan selama dan buang makanan terlihat sebagai
1 x 24 jam intake tanpa persuasi paksaan memberikan
nutrisi adekuat, dan/komentar. fokus padad makanan.
dengan kriteria: 3. Berikan makan 3. Dilatasi gaster dapat
Makan klien habis sedikit dan makanan terjadi bila pemberian
BB klien normal kecil tambahan, makan terlalu cepat
yang tepat. setelah periode puasa.
4. Buat pilihan menu 4. Pasien yang
yang ada dan meningkat
izinkan pasien untuk kepercayaan dirinya
mengontrol pilihan dan merasa
sebanyak mungkin. mengontrol
lingkungan lebih suka
menyediakan
makanan untuk
makan.
5. Pertahankan jadwal 5. Memberikan catatan
bimbingan berat lanjut penurunan
badan teratur. dan/atau peningkatan
berat badan yang
akurat.

4. Pelaksanaan

Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam

(2008).Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk

mencapai tujuan spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah rencana

intervensi disusun dan ditujukkan pada nursing orders untuk membantu klien

mencapai tujuan yang diharapkan.

5. Evaluasi

Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan

keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien

sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi

hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan

dapat dilihat pada kriteria hasil intervensi keperawatan.


BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

asuhan keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan

masalah klien sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan

keberhasilan.

B. Saran

Jika ada penulisan yang tidak sesuai mohon maaf dan mohon untuk di

kritik karena kami sangat membutuhkan kritik untuk memperbaiki

kedepannya, terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI

Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media
Aesculapius.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI

Doenges, E, Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai