Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi Balita
DISUSUN OLEH :
Putri Amelia
Jl. Benteng No. 32, Benteng, Kec. Ciampea, Kab. Bogor, Jawa Barat 16620
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Asuhan kebidanan Neonatus, Bayi Balita.
Dalam penyusunan makalah ini kami memperoleh berbagai bantuan oleh karena itu,
kami sebagai penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Indah Soelistiawaty, S.ST, M.
Keb selaku dosen pengampu mata kuliah Asuhan kebidanan Neonatus, Bayi Balita .
Kami menyadari makalah ini masih terdapat berbagai kesalahan, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan pada kita semua.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38ºC,
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan – 5
tahun (Rasyid, Astuti and Purba, 2019).
Kejang demam merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur
dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam (Nova Ari Pangesti, Bayu Seto Rindi
Atmojo, Kiki A, 2020).
Kejang demam didefinisikan sebagai kejang pada anak usia lebih dari 1 bulan,
berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38oC yang tidak disebabkan oleh
infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa adanya riwayat kejang neonatal atau kejang tanpa
sebab sebelumnya, dan tidak memenuhi kriteria kejang simptomatik lainnya (Hardika and
Mahailni, 2019).
2
2.2 Etiologi
Penyebab dari kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016)yaitu :
a. Faktor genetika
Faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang demam 25-50 % anak yang
mengalami kejang memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam
sekurang-kurangnya sekali.
b. Infeksi
1) Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius (pernapasan), pharyngitis (radang
tenggorokan), tonsillitis (amandel), dan otitis media (infeksi telinga).
2) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dan dengue (virus penyebab demam
berdarah ).
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan
demam atau pada waktu demam tinggi.
d. Gangguan metabolisme Hipoglikemia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada
pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
e. Trauma
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera kepala
f. Neoplasma, toksin.
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun mereka merupakan
penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia pertengahan dan kemudian ketika
insiden penyakit neoplastik meningkat.
g. Gangguan sirkulasi.
h. Penyakit degeneratif susunan saraf
2.3 patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 0-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan
dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi disfusi dari ion kalium
maupun ion natrium melalui membrane tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membrane sel sekitarnya denganbantuan bahan yang disebut neurotransmitter
dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung
3
tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada
suhu 38ºC sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi bila suhu
mencapai 40ºC atau lebih. Maka disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien menderita
kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Akan tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkepnia asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh semakin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktivitas otot, dan selanjutnya menyababkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpentingkan adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga terjadinya kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada
daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
Karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis
di otak hingga terjadi epilepsi (Ngastiyah, 2014).
2.4 manisfestasi klinis
Tanda dan gejala dari kejang demam menurut Wulandari dan Erawati (2016) yaitu :
a. Kejang demam mempunyai insiden yang tinggi pada anak, yaitu 3- 4%
b. Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, terjadi lebih banyak laki-laki
c. Kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi di luar
susunan saraf misalnya otitis media akut, bronchitis, dan sebagainya
d. Bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau atonik
e. Takikardi pada bayi, frekuensi sering di atas 150-200 per menit
2.5 klasifikasi
Klasifikasi kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016)
dibagi menjadi 2 yaitu:
4
a. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik, tanpa Gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam.
b. Kejang demam kompleks
Kejang lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial, kejang berulang atau lebuh
dari 1 kali dalam waktu 24 jam.
2.6 pemeriksaan penunjang
IDAI (2016), dijelaskan bahwa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk anak yang
mengalami kejang demam, sebagai berikut :
1. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan walau tidak ada gejala yang berarti untuk
mengetahui sumber infeksi terjadinya kejang demam, gastroenteritis dehidrasi disertai
demam. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu, pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit
dan gula darah.
2. Lumbal fungsi untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Lebih dianjurkan pada pasien dengan kejang demam meliputi :
a. Umur bayi kurang dari 12 bulan
b. Bayi antara umur 12 sampai 18 bulan
c. Bayi dengan umur lebih dari 18 bulan, dianjurkan untuk mela kukan lumbal
fungsi kecuali pasti bukan meningitis.
3. Pemeriksaan EEG (elektroensefalografi), dilakukan pada kejadian kejang demam yang
tidak khas. Misalnya : kejang demam pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang
demam fokal.
4. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan atau MRI tidak dianjurkan untuk anak yang tidak
ada kelainan neurrologis karena hampir semua menunjukkan gambaran normal. CT-
scan atau MRI dilakukan untuk mencari lesi organil di otak.
2.7 penatalaksanaan
IDAI (2016), tatalaksana saat kejang demam yaitu, pada umumnya kejang
berlangsung singkat (4 menit) dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti.
Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat paling cepat menghentikan kejang
adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-
lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal
10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti alogaritma kejang pada
umumnya. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua dirumah (prehospital)
5
adalah diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg. Jika
setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulangi l lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian
diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat
diberikan diazepam intravena. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.
2.8 komplikasi
Kompikasi kejang demam menurut Waskitho (2013) adalah...
a. Kerusakan neorotransmiter Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan kerusakan pada
neuron.
b. Epilepsi
Kerukan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan
epilepsy yang sepontan.
c. Kelainan anatomi di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan diotak
yang lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 bulan sampai 5 tahun
d. Kecacatan atau kelainan neorologis karena disertai demam.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
3.2 saran
7
DAFTAR PUSTAKA
Affandi H, H Sujuti. 2018. Hubungan kadar IL-8 dan IL-4 pada anak dengan status
epileptikus. Maj Kesehat. 5:198—206.
Pada Anak Balita Diruang Perawatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah
72
Rumah Sakit Ibu dan Anak Budhi Mulia Pekanbaru. Jurnal Epidemiologi