Anda di halaman 1dari 79

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK SAKIT

KEJANG DEMAM DAN TETRALOGI OF FALLOT


MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

Oleh :
KELOMPOK 5
KELAS 2.1

1. NI MADE SRIASIH (P07120019011)


2. NI MADE AYU WIDHIASTUTI (P07120019012)
3. NI NYOMAN DITA TRYA HARDIANTHI (P07120019013)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konsep Asuhan
Keperawatan Anak Sakit Meliputi Kejang Demam & Tetralogi Of Fallot ”ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
darimata kuliah Keperawatan Anak.
Penyusunan makalah inidapat diselesaikan berkat bantuan dan motivasi berbagai
pihak. Untuk itu,dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Ida Erni Sipahutar, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Anak Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Keperawatan;
2. Orang tua penulis selaku fasilitator; dan
3. Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu.
Penulis menyadari, makalah ini memiliki banyak kekurangan karena terbatasnya
kemampuan penulis. Untuk itu,penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
konstruktif sehingga penulis dapat menyempurnakan makalah ini dan karya-karya
berikutnya. Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih.

Jembrana, 01 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Kejang Demam...............................3
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Tetralogi Of Fallot..........................41
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................71
3.2 Saran..................................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah yang
terjadi dalam tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam tinggi
dapat menyebabkan masalah serius pada anak. Masalah yang sering terjadi pada kenaikan
suhu tubuh diatas 38ºC yaitu kejang demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38℃
biasanya terjadi pada usia 3 bulan – 5 tahun. Sedangkan usia < 4 minggu dan pernah
kejang tanpa demam tidak termasuk dalam kategori ini. (Ridha,2017). Kejang demam
yang sering disebut step, merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi ataupun
anak mengalami demam tanpa infeksi sestem saraf pusat yang dapat timbul bila seorang
anak mengalami demam tinggi (Sudarmoko, 2013).
Tetralogi of fallot (kelainan jantung bawaan) adalah penyakit jantung kongentinal
yang merupakan suatu bentuk penyakit kardiovaskular yang ada sejak lahir dan terjadi
karena kelainan perkembangan dengan gejala sianosis karena terdapat kelainan VSD
(Defek Septum Ventrikel), stenosis pulmonal (penyempitan pada pulmonalis), hipertrofi
ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel kanan), dan overiding aorta (katup aorta
membesar) Nursalam dkk (2006).
Di Amerika Serikat, 10% kasus penyakit jantung kongenital adalah Tetralogy Of
Fallot (TOF), sedikit lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan. Seiring dengan
meningkatnya angka kelahiran di Indonesia, jumlah bayi yang lahir dengan penyakit
jantung juga meningkat. Dua per tiga kasus penyakit jantung bawaan di Indonesia
memperlihatkan gejala pada masa neonatus. Sebanyak 25-30% penderita penyakit
jantung bawaan yang memperlihatkan gejala pada masa neonatus meninggal pada bulan
pertama usianya jika tanpa penanganan yang baik. Sekitar 25% pasien TOF yang tidak
diterapi akan meninggal dalam 1 tahun pertama kehidupan, 40% meninggal sampai usia 4
tahun, 70% meninggal sampai usia 10 tahun, dan 95% meninggal sampai usia 40 tahun,
Anonim (2012).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anak Saat Mengalami Sakit Kejang
Demam?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anak Saat Mengalami Sakit Tetralogi
Of Fallot?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Anak Saat Mengalami Sakit
Kejang Demam?
2. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Anak Saat Mengalami Sakit
Tetralogi Of Fallot?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit Kejang Demam


A. Definisi
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 oC) yang disebabkan oleh proses
ekstakramium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari
4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.
Pada saat mengalami kejang, anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat,
kemudian kaku, dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu,
nafas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang,
anak akan segera normal kembali.. Serangan kejang pada penderita kejang demam dapat
terjadi satu, dua, tiga kali atau lebih selama satu episode demam. Jadi, satu episode
kejang demam dapat terdiri dari satu, dua, tiga atau lebih serangan kejang.
B. Etiologi
Etiologi Kejang Demam
Penyebab dari kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016) yaitu :
1. Faktor genetika
Faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang demam 25-50 % anak
yang mengalami kejang memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami kejang
demam sekurang-kurangnya sekali.
2. Infeksi
a. Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius (pernapasan), pharyngitis (radang
tenggorokan), tonsillitis (amandel), dan otitis media (infeksi telinga).
b. Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dan dengue (virus penyebab demam
berdarah ).
3. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan
demam atau pada waktu demam tinggi.
4. Gangguan metabolisme
Hipoglikemia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat
diare sebelumnya.
5. Trauma
C. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan
metabolism basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang
anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
disfusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membrane tersebut dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membrane sel dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda
dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang
pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah
terjadi pada suhu 38ºC sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru
terjadi bila suhu mencapai 40ºC atau lebih. Maka disimpulkan bahwa berulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga
dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien
menderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Akan tetapi kejang yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkepnia asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh semakin meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyababkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpentingkan adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga terjadinya kerusakan sel neuron
otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi (Ngastiyah, 2014).
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari kejang demam menurut Wulandari dan Erawati (2016) yaitu :
1. Kejang demam mempunyai insiden yang tinggi pada anak, yaitu 3-
4%
2. Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, terjadi lebih banyak laki-laki
3. Kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi di luar
susunan saraf misalnya otitis media akut, bronchitis, dan sebagainya
4. Bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau atonik
5. Takikardi pada bayi, frekuensi sering di atas 150-200 per menit
E. Klasifikasi
Menurut Teguh, 2009) Kejang Demam diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kejang Demam Sederhana
Yaitu kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman
untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria
Livingstone yaitu:
1). Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
2). Kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
3). Kejang bersifat umum
4). Kejang timbul setelah 16 jam pertama setelah timbul demam.
5) Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6). Pemeriksaan EGG yang di buat setidaknya 1 minggu sesudahsuhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7). Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

b. Kejang Demam Kompleks


Kejang Demam Kompleks tidak memenuhi salah satu dari 7 kriteria Livingstone.
Menurut Mansyur (2000) biasanya kejang kompleks di tandai dengan kejang yang
berlangsung lebih dari 15 menit, fokal / multiple (lebih dari 1 kali dalam 24 jam). Di sini
ana sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau
tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
F. Epidemologi
1. Distribusi Frekuensi Kejang Demam
a) Distribusi Frekuensi berdasarkan Orang
Penelitian Lumbantobing, S.M., (1995) pada 297 bayi dan anak yang menderita
kejang demam menunjukkan bahwa 83,6% kejang demam pertama terjadi pada usia 1
bulan sampai 2 tahun.5 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Parmar, R.C., dkk
(2001) di Department of Paediatrics of A Tertiarycare Centre di kota Metropolitan,
India menunjukkan bahwa penderita kejang demam lebih banyak
b) Distribusi Frekuensi berdasarkan Tempat dan Waktu
Berdasarkan studi kohort yang dilakukan oleh Huang, CC., dkk (1999) di kota
Tainan, Taiwan pada 11.714 neonatal dari oktober 1989 – september 1991, setelah 3
tahun diikuti, 10.460 anak bersedia untuk mengikuti survei mengenai kejang demam.
Dari 10.460 anak, didapatkan 256 anak yang pernah menderita kejang demam,
sehingga diperoleh insidens kejang demam pada anak di kota Tainan, Taiwan 2,4%.
Berdasarkan studi kohort yang dilakukan di Denmark selama 28 tahun (1
Januari 1977 - 31 Desember 2005) pada bayi baru lahir sampai usia tiga bulan
pertama diperoleh insidensi kejang demam 3,3%.
2. Determinan Kejang Demam
Determinan kejang demam dibedakan berdasarkan host, agent dan environment.
a. Host
Faktor host yang menjadi determinan terjadinya kejang demam antara lain :
1. Umur
Berdasarkan studi kasus kontrol yang dilakukan Fuadi, A., dkk (2010) di
RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak yang berusia <2 tahun
mempunyai risiko 3,4 kali lebih besar mengalami kejang demam dibandingkan
dengan anak yang berusia >2 tahun.26 Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di
Mofid Children’s Hospital Iran menunjukkan bahwa penderita kejang demam
paling banyak terjadi pada usia dua tahun pertama (13-24 bulan) yaitu 39,8%.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan penelitian Bessisso, M.S., dkk (2000) di Qatar menunjukkan
bahwa kejang demam lebih banyak diderita oleh anak laki-laki dibandingkan
dengan anak perempuan dengan rasio 1,2 : 1, dimana anak laki-laki 128 orang
(54,2%) dan anak perempuan 108 orang (45,8%).27 Hasil penelitian Siddiqui,
T.S., (2000) di Department of Paediatrics, Hayat Shaheed Teaching Hospital
Peshawar diperoleh anak laki-laki yang menderita kejang demam 55% dan anak
perempuan 45%.
3. Riwayat Keluarga
Berdasarkan studi kasus kontrol yang dilakukan Fuadi, A., dkk (2010) di
RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak yang memiliki keluarga
dengan riwayat kejang berisiko 4,5 kali untuk mengalami kejang demam
dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat kejang.
Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Children’s Hospital Iran
menunjukkan bahwa dari 302 anak yang menderita kejang demam, ada 28,8 %
anak yang memiliki keluarga dengan riwayat kejang demam. Berdasarkan studi
yang dilakukan Huang, CC., dkk (1999) di Taiwan menunjukkan bahwa anak
yang memiliki saudara kandung dengan riwayat kejang demam berisiko 3,1 kali
untuk menderita kejang demam
4. Berat Badan Lahir
Berdasarkan penelitian Vestergaard dkk (2002) di Denmark didapatkan
bahwa risiko kejang demam meningkat secara konsisten dengan penurunan berat
badan ketika lahir. Bayi yang lahir dengan berat badan <2500 gram 1,5 kali
berisiko untuk menderita kejang demam. Pada bayi yang lahir dengan berat
badan 2500-2999 gram risikonya 1,3 kali, bayi yang lahir dengan berat badan
3000-3499 gram risikonya 1,2 kali, sedangkan bayi yang lahir dengan berat
badan 3500-3999 gram dan >3999 gram risiko untuk menderita kejang demam
sebesar 1 kali
b. Agent
Kejadian kejang demam dicetuskan karena terjadinya kenaikan suhu tubuh di atas
normal (demam). Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan kejang disebut nilai
ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak. Adanya perbedaan
ambang kejang ini menunjukkan bahwa ada anak yang mengalami kejang setelah
suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain, kejang sudah
timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi.
Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Children’s Hospital, diperoleh
302 kasus penderita kejang demam dimana anak yang mengalami kejang pada suhu
≤38,5oC ada 60,9%, sedangkan anak yang mengalami kejang pada suhu >38,5 oC ada
39,1%.
Demam yang terjadi pada anak biasanya disebabkan oleh penyakit infeksi.
Penelitian Mahyar, A., dkk (2010) di Iran menunjukkan bahwa anak yang menderita
kejang demam, demamnya paling banyak disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) 53,8%, diikuti dengan gastroenteritis 24,4%, otitis media akut 9%,
infeksi saluran kemih 6,4%, pneumonia 3,8% dan lainnya 2,6%.
c. Environment
Faktor lain yang memengaruhi timbulnya kejang demam adalah faktor lingkungan
dengan sanitasi dan higiene yang buruk serta pemukiman yang terlalu padat. Kondisi
ini mengakibatkan mudahnya agent penyakit berkembang biak serta terjadi penularan
penyakit infeksi yang cepat. Pemaparan agent penyakit juga dapat terjadi pada saat
anak kontak secara langsung dengan anggota keluarganya yang sakit.
G. Komplikasi
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak antara lain :
1. Kejang Demam Berulang.
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu
episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang
demam yaitu :
a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama
b. Riwayat kejang demam dalam keluarga
c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam
d. Riwayat demam yang sering
e. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Berdasarkan penelitian kohort prospektif yang dilakukan Bahtera, T., dkk (2009)
di RSUP dr. Kariadi Semarang, dimana subjek penelitian adalah penderita kejang
demam pertama yang berusia 2 bulan - 6 tahun, kemudian selama 18 bulan diamati.
Subjek penelitian berjumlah 148 orang. Lima puluh enam (37,84%) anak mengalami
bangkitan kejang demam berulang.
2. Kerusakan Neuron Otak.
Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot yang akhirnya
menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur, serta suhu tubuh yang makin
meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas otot sehingga meningkatkan
metabolisme otak. Proses di atas merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsung kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan neuron otak.
1. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak mendapatkan
pengobatan yang adekuat.
2. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang
menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu :
1. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
2. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
3. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Menurut American National Collaborative Perinatal Project, 1,6% dari semua
anak yang menderita kejang demam akan berkembang menjadi epilepsi, 10% dari
semua anak yang menderita kejang demam yang mempunyai dua atau tiga faktor
risiko di atas akan berkembang menjadi epilepsi.
3. Hemiparesis, yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai serta wajah
pada salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang
lama (kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2
minggu timbul spasitas.
H. Pathway
Peningkatan suhu tubuh (demaam) 1°C
Peningkatan metaabolism basal 10 – 15%
Peningkatan kebutuhan oksigen 20%

Perubahan keseimbangan dari membraane sel neuron


Terjadi disfusi dari ion kalium dan natrium
Lepas muatan listrik yang terlepas sangat besar

(Neurotransmiter) bahan yang membantu meluasnya


sel ke seluruh sel ke membran sel

Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh 38°C

Kejang Demam

Gangguan Pertukaaran
Pola Napas Tidak Efektif
Gas
Penurunan kondisi tubuh
↓ Kebutuhan O2 otot skelet

Rawat inap RS
↓ Hipoksemia hiperkapnia
Hospitalisasi
↓ Terjadi metabolisme
Ansietas/Kecema san Terjadi metabolisme anaer
anaerabik

Asidosis
Lebih dari 15 menit

Ap
ne
u

Kebutuhan O2
otak

Hipo
ksia

Kerusakan sel
neuron

Resiko
Cedera
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektro encephalografit (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostic. EEG abnormal
tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang
demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi
dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium
rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal fungsi pada
bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang
dari 18 bulan.
3. Darah
b. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200 mq/dl)
c. BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat
d. Elektrolit : K, Ns
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl)
Natrium (N 135-144 meq/dl)
4. Cairan cerebo spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi
pendarahan penyebab kejang
5. Skull ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Transiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(dibawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala

J. Penatalaksanaan Medis
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang
mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut :
a. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping bukan
terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut anak seperti sendok atau penggaris
karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan
khusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas
kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. ada pula sumber yang
menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tentang
menyatakan batasan menit.
f. Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk
meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang
berat, atau anak tampak lemas.

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selama
poin-poin diatas adalah sebagai berikut :
1. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat
2. Pemberian oksigen melalui face mask
3. Pemberian diazepam 0,5 mg /kg berat badan per rectal (melalui) atau jika terpasang
selang infuse 0,2 mg / kg per infuse
4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan.

1. Pengobatan
a) Pengobatan fase akut
obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam
yang diberikan melalui intravena atau indra vectal. Dosis awal: 0,3 - 0,5
mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). Bila kejang belum berhenti dapat diulang
dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
b) Turunkan panas
Antipiretika : paracetamol / silisilat 10 kg/mg/dosis. Kompres air PAM/OS
c) Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,
walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis
atau bila kejang demam berlangsung lama.
d) Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara: profilaksis intermitten/saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 - 0,5 mg/hgBB/hari
e) Penanganan sportif
1. Bebaskan jalan nafas
2. berisi zat asam
3. Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Pertahankan tekanan darah

2. Pencegahan
a) Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
b) Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata. Dapat digunakan :
1. Fero barbital : 5-7 mg/kg/24
2. Jam dibagi 3 dosis
3. Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
4. Klonazepam : (indikasi khusus)

2.1.1 Konsep Asuhan Keperawatan Kejang Demam


A. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
Data subjektif
1) Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua perlu
dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2) Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
a. Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengatur dianjurkan menirukan gerakan
kejang si anak
b. Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketaui
apakah infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang
c. Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung
lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon
terhadap prognosa dan pengobatan.
d. Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan
apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti
epilepsy mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran
seperti epilepsi akinetik?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan
naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum
e. Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi
untuk pertama kalinya, dan berapa frekuensi kejang per-tahun. Prognosa makin
kurang baik apalagi kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan
kejang sering timbul
f. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura rangsangan tertentu yang dapat
menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala, dan lain – lain.
Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu
ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada
paralise, menangis dan sebagiannya?
g. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsy), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili, dan lain-
lain
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita
pernah mengalami kejang sebelumnya,umur berapa saat kejang terjadi pertama kali?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA, dan lain-lain.
4) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Keadaan ibu sewaktu hamil trisemester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau
sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per-vagina sewaktu hamil,
peggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante
partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare,
muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
5) Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah di dapatkan dan belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapatkan imunisasi DPT efek sampinya adalah panas yang menimbulkan
kejang.
6) Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian atau tingkah laku sosial): berhubungan dengan
kemampuan Mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus di. 2 berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat,
misalnya menggambar memegang sesuatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh
Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan
7) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (±25% penderita kejang
mempunyai faktor keturunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit
syaraf Atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti
ISPA , Diare atau penyakit infeksi menular yang dapat Mencetuskan terjadinya
kejang demam
8) Riwayat Sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji Siapakah
yang mengasuh anak?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya?
9) Pola Kebiasaan dan Fungsi Kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana?
1. Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi:
Pola persepsi dan tata laksana and hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,
pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan
yang diberikan, tindakan Apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan
obat-obatan pertolongan pertama
2. Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak titik ditanyakan Bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana Selera makan ? kali
minum, Jenis dan jumlahnya per hari?
3. Pola eliminasi
BAK :Ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan
Bagaimana warna, B, dan apakah terdapat darah? Serta ditanyakan apakah
disertai nyeri saat anak kencing
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? Bagaimana
konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir?
10) Pola Aktivitas dan Latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman Sebayanya? Berkumpul
dengan keluarga sehari berapa Jam? Aktivitas apa yang disukai?
11) Pola Tidur/Istirahat
Berapa Jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa tanda tanya bangun tidur jam
berapa? Kebiasaan sebelum tidur, Bagaimana dengan tidur siang?

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terhadap gangguan
kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan respon dari seorang individu, keluarga,
kelompok atau komunitas (Heardman & Shigemi Kamitsuru, 2015). Kemungkinan
diagnosa yang bisa muncul dari penyakit kejang demam :
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, gangguan pusat
pengatur suhu
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan jalan
napas terganggu
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi
4. Risiko cedera berhubungan dengan kurangnya kesadaran, gerakan
tonik atau klonik
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan

C. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
o Keperawatan Hasil
(SDKI)
1 Hipertermia Setelah diberikan INTERVENSI
berhubungan asuhan UTAMA
dengan…… keperawatan….X… (MANAJEMEN
dibuktikan jam maka HIPERTERMIA)
dengan…… temoregulasi dengan
kriteria hasil : a. Observasi a. Observasi

 Menggigil 1. Identifikasi 1. Untuk

menurun penyebab mengetahui

 Kejang hipertermia( m penyebab

menurun is. Dehidrasi, hipertermia


terpapar
 Akrosianosis
lingkungan
menurun
panas,
 Konsumsi
penggunaan
oksigen
inkubator)
menurun
 Piloereksi
2. Monitor suhu 2. Agar
menurun
tubuh mengetahui
 Vaskonstriksi
suhu tubuh
perifer
pasien
menurun
3. Monitor kadar
 Kutis
elektrolit 3. Untuk
memorata
mengetahui
menurun
kadar elektrolit
 Pucat menurun
4. Monitor
 Takikardi
haluaran urine 4. Untuk
menurun
mengetahui
 Takipnea haluaran urine
menurun 5. Monitor
 Bradikardi komplikasi 5. Untuk
menurun akibat mengetahui
 Dasar kuku hipertermia akibat
sianolik b. Terapeutik hipertermia
menurun 1. Sediakan b. Terapeutik
 Hipoksia lingkungan 1. Agar pasien
menurun yang dingin merasa nyaman
 Suhu tubuh 2. Longgarkan
membaik atau lepaskan 2. Agar pasien

 Suhu kulit pakaian merasa nyaman

membaik
 Kadar glukosa 3. Basahi dan 3. Agar

darah kipasi mengurangi

membaik permukaan rasa panas yang


tubuh dirasakan oleh
 Pengisiaan
4. Berikan cairan pasien
kapiler
oral 4. Agar
membaik
5. Ganti linen terpenuhinya
 Ventilasi
setiap hari cairan ditubuh
membaik
atau lebih pasien dengan
 Tekanan darah
sering jika bantuan cairan
membaik
mengalami oral
hyperhidrosis
(keringat 5. Untuk menjaga
berlebih) kebersihan dan
6. Lakukan sterilisasi
pendinginan
eksternal (mis. 6. Mengurangi
Selimut rasa demam
hipotermia atau panas pada
atau kompres pasien
dingin pada
dahi, leher, 7. Untuk
dada, mencegah
abdomen, terjadinya
aksila) komplikasi
7. Hindari
pemberian 8. Untuk
antipiretik atau memberikan
aspirin bantuan
8. Berikan pernapasan
oksigen, pasien jika
jika perlu diperlukan
c. Edukasi
9. Anjurkan tirah
baring
c. Edukasi
9. Untuk
d. Kolaborasi memberikan
10. Kolaborasi pasien istirahat
pemberian lebih lanjut
cairan dan
elektrolit d. Kolaborasi
intravena, jika 10. Untuk
perlu memberikan
cairan melalui
intravena
apabila
pemberian
melalui oral
tidap dapat
dipenuhi
2 Risiko cedera Setelah dilakukan INTERVENSI
berhubungan asuhan keperawatan UTAMA
dengan.... selama ... x... jam, (Manajemen
Dibuktikan maka tingkat cedera keselamatan
dengan... menurun dengan lingkungan)
kriteria hasil: a. Observasi a. Observasi
- Toleransi 1. Identifikasi 1. Untuk
aktivitas kebutuhan mengetahui
meningkat keselamatan kebutuhan
- Nafsu makan (mis. kondisi keselamatan
meningkat fisik untuk pasien
- Toleransi meningkatkan 2. Untuk
makanan keselamatan) mengetahui
meningkat 2. Monitor perubahan
- Kejadian cedera perubahan status
menurun status keselamatan
- Luka/lecet keselamatan lingkungan
menurun lingkungan pasien
- Ketegangan otot
menurun b. Terapeutik b.Terapeutik
- Fraktur 3. Hilangkan 3. Agar pasien
menurun bahaya terhindar
- Pendarahan keselamatan dari bahaya
menurun lingkungan yang ada
- Ekspresi wajah (mis. kondisi dilingkugan
kesakitan fisik untuk sekitarnya
menurun meningkatkan 4. Agar pasien
- Agitasi keselamatan) merasa
menurun 4. Modifikasi nyaman dan
- Iritabilitas lingkungan meminimali
menurun untu sir
- Gangguan meminimalkan terjadinya
mobilitas bahaya dan bahaya
menurun risiko 5. Untuk
- Gangguan 5. Sediakan alat membantu
kognitif bantu pasien agar
menurun keamanan merasa
- Tekanan darah lingkungan merasa
membaik 6. Gunakan nyaman
- Frekuensi nadi perangkat 6. Untuk
membaik pelindung (mis. meminimali
- Frekuensi nafas pengekangan sir agar
membaik fisik, rel pasien tidak
- Denyut jantung samping, pinttu jatuh dari
apikal membaik terkunci, pagar) tempat tidur
- Denyut jantung 7. Hubungi pihak 7. Untuk
radiatis berwenang membantu
membaik sesuai masalah pasien jika
- Pola komunitas pasien
istirahat/tidur (mis. mengalami
membaik puskesmas, masalah
polisi, damkar) 8. Agar pasien
8. Fasilitasi tetap
rekolasi ke merasa
lingkungan nyaman
yang aman 9. Untuk
9. Lakukan mengetahui
program program
skrining bahaya skrining
lingkungan bahaya
(mis. Timbal) lingkungan

c. Edukasi c.Edukasi
10.Ajarkan individu, 10. Untuk
keluarga dan mengetahui
kelompok risiko tinggi
risiko tinggi bahaya pada
bahaya lingkungan
lingkungan
Pola napas tidak Setelah dilakukan Pemantauan
efektif asuhan keperawatan Respirasi
berhubungan selama… x ... jam
dengan... diharapkan a. Obeservasi a. Obeservasi
Dibuktikan Pertukaran Gas 1. Monitor 1. Untuk
dengan... meningkat dengan frekuensi, mengetahui
kriteria hasil : irama, frekuensi,
- Tingkat kedalam dan irama,
kesadaran upaya napas kedalaman dan
meningkat (5) 2. Monitor pola upaya napas
- Dispnea menurun napas 2. Untuk
(5) (seperti mengetahui pola
- Bunyi nafas bradipnea, napas pasien
tambahan takipnea, 3. Untuk
menurun (5) hiperventilasi mengetahui
- Takikardia , Kussmaul, kesanggupan
menurun (5 Cheyne- batuk efektif
- Penglihatan Strokes, Biot, 4. Untuk
kabur menurun ataksik) mengetahui
(5) 3. Monitor adanya spuntum
- Diaforesis kemampuan 5. Untuk
menurun (5) batuk efektif mengetahui
- Gelisah menurun 4. Monitor adanya
(5) adanya hambatan jalan
- Napas cuping produksi napas
hidung menurun sputum 6. Untuk
(5) 5. Monitor mengetahui
- PCO2 membaik adanya kesimetrisan
(5) sumbatan ekspansi paru
- PO2 membaik jalan napas 7. Untuk
(5) 6. Palpasi mengetahui
- pH arteri kesimetrisan bunyi napas
membaik (5) ekspansi paru 8. Untuk melihat
- Sianosis 7. Auskultasi seberapa banyak
membaik (5) bunyi napas oksigen tubuh
- Pola napas 8. Monitor 9. Untuk
membaik (5) saturasi mengukur kadar
- Warna kulit oksigen oksigen, karbon
membaik (5) 9. Monitor dioksida, pH
AGD dalam darah
10. Monitor x- 10. Untuk
ray thoraks memeriksa
adanya penyakit
atau infeksi
paru-paru,
kanker
payudara,
pembesaran
jantung,
pembuluh darah
yang tersumbat,
ataupun benda
yang tidak
sengaja tertelan
ke dalam tubuh.
b. Terapeutik b. Terapeutik
11. Atur 11. Untuk
internal memantau
pemantau respirasi pasien
respirasi 12. Untuk melihat
sesuai hasil
kondisi pemantauan
pasien
12. Dokumenta
sikan
hasil
pemantauan
c. Edukasi c. Edukasi
13. Jelaskan 13. Untuk
tujuan dan memberikan
prosedur pemahaman
pemantauan agar pasien mau
14. Informasik bekerja sama
an hasil 14. Untuk
pemantauan, transparnsi hasil
jika perlu pemantauan
Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen
efektif asuhan keperawatan Jalan
berhubugan selama… x jam Napas
dengan..... diharapkan pola napas
dibuktikan membaik dengan a. Obeservasi a. Obeservasi
dengan..... kriteria hasil : 1. Monitor pola 1. Untuk
- Dipsnea napas mengontrol pola
menurun (frekuensi, napas
- Penggunaan kedalaman, 2. Untuk
otot bantu usaha napas) mengontrol
napas menurun 2. Monitor bunyi napas
- Pemanjangan bunyi napas tambahan
fase ekspirasi tambahan 3. Untuk
menurun (mis. mengetahui
- Ortopnea gurgling, spuntum yang
menurun mengi, ada
- Pemasangan wheezing,
cuping hidung ronchi b. Terapeutik
menurun kering) 4. Untuk
- Frekuensi 3. Monitor mempertahanka
napas sputum n kepatenan
membaik (jumlah, jalan napas
- Kedalaman warna, 5. Untuk
napas aroma) memberikan
membaik rasa nyaman
- Ekskursi dada b. Terapeutik 6. Untuk
membaik 4. Pertahankan melegakan
- Ventilasi kepatenan tenggorokan
semenit jalan napas 7. Agar pasien
membaik dengan head- merasa nyaman
- Kapasital vital tilt dan chin- 8. Untuk
membaik lift mempermudah
- Diameter (jaw- jalan napas
thoraks thrust jika 9. Untuk
anterior curiga menghindari
posterior trauma hipoksemi
membaik servical) 10.Agar tidak ada
- Tekanan 5. Posisikan yang
ekspirasi semi-fowler menyumbat
membaik atau fowler pernapasan
- Tekanan 6. Berikan 11.Untuk
inspirasi minum membantu
membaik hangat memberikan
7. Lakukan
fisioterapi napas kepada
dada, pasien
c. Edukasi
jika perlu
12.Untuk
8. Lakukan
memperlancar
penghisapan
jalan napas,
lendir kurang
agar tidak
dari 15 detik
dehidrasi
9. Lakukan hip
13.Untuk
eroksigenasi
membantu
sebelum pen
pasien
ghisapan
mengeluarkan
endotrakeal
dahak
10. Keluarkan
sumbatan
d. Kolaborasi
benda pada
14.Untuk
dengan
memberikan
forsep
tindakan lebih
McGill
lanjut kepada
11.Berikan
pasien
oksigen, jika
perlu

c. Edukasi
12. Anjurkan
asupan
cairan 2000
ml/hari,
jika
tidak
kontraindik
asi
13. Ajarkan
tehnik
batuk
efektif

d. Kolaborasi
14. Kolaborasi
pemberian
bronkodilato
r, ekspektora
n, mukolitik,
jika perlu
Ansietas Setelah diberikan Intervensi Utama
berhubungan asuhan keperawatan (Terapi
dengan.... selama …x… jam, Relaksasi)
Dibuktikan diharapkan tingkat a. Observasi a. Observasi
dengan..... ansietas menurun, 1. Identifikasi
1. Untuk
dengan kriteria hasil: penurunan
mengetahui
- Verbalisasi tingkat energy,
tingkat energy,
kebingungan ketidakmampua
ketidakmampua
menurun n
n
- Verbalisasi berkonsentrasi,
berkonsentrasi,
khawatir akibat atau gejala lain
atau gejala lain
kondisi yang yang
yang
dihadapi menurun mengganggu
mengganggu
- Perilaku gelisah kemampuan
kemampuan
menurun kognitif.
kognitif pasien.
- Perilaku tegang 2. Identifikasi
2. Untuk
menurun teknik relaksasi
mengetahui
- Keluhan pusing yang pernah
teknik relaksasi
menurun efektif
yang akan
- Anoreksi menurun digunakan
- Palpitasi menurun 3. Identifikasi diberikan.
- Frekuensi kemampuan, 3. Untuk
pernapasan dan penggunaan mengetahui
menurun teknik tingkat
- Frekuensi nadi sebelumnya keberhasilan
menurun 4. Periksa relaksasi yang
- Tekanan darah ketegangan pernah
menurun otot, frekuensi dilakukan.
- Diaphoresis nadi, tekanan 4. Untuk
menurun darah, dan suhu mengukur
- Tremor menurun sebelum dan ketegangan otot,
- Pucat menurun sesudah latihan. frekuensi nadi,
- Konsentrasi tekanan darah,
membaik dan suhu pasien
- Pola tidur membaik sebelum dan
- Perasaan sesudah latihan.
keberdayaan b. Terapeutik b. Terapeutik
membaik 5. Ciptakan 5. Agar pasien
- Kontak mata lingkungan merasa nyaman
membaik tenang dan dan rileks
- Pola berkemih tanpa gangguan 6. Agar pasien
membaik dengan mengetahui
- Orientasi membaik pencahayaan informasi
dan suhu ruang terhadap
nyaman,jika tindakan yang
memungkinkan akan diberikan
. oleh perawat.
6. Berikan 7. Untuk
informasi memberikan
tertulis rasa nyaman
persiapan dan 8. Untuk
prosedur teknik
relaksasi membangun
7. Gunakan BHSP yang baik
pakaian longgar antara pasien-
8. Gunakan nada perawat
suara yang 9. Untuk
lembut dengan menunjang
irama lambat proses
dan berirama pemulihan
9. Gunakan kondisi pasien
relaksasi
sebagai strategi c. Edukasi
penunjang 10. Agar pasien
dengan memahami
analgetik atau tujuan,manfaat,
tindakan medis batasan, dan
lain,jika sesuai.. jenis relaksasi
yang akan
c. Edukasi dilakukan
10. Jelaskan 11. Agar pasien
tujuan,manfaat, dapat mengikuti
batasan, dan prosedur dengan
jenis relaksasi baik.
yang tersedia 12. Untuk
(mis.musik,med memberikan
itasi,napas rasa nyaman
dalam,relaksasi pada pasien
otot progresif) 13. Untuk
11. Jelaskan secara memberikan
terperinci sensasi rileks
intervensi yang pada pasien
dipilih 14. Untuk
12. Anjurkan mengefektifkan
mengambil hasil dari
posisi yang relaksasi yang
nyaman dilakukan
13. Anjurkan 15. Agar pasien
rileks dan lebih mudah
merasakan memahami
sensasi langkah
relaksasi relaksasi yang
14. Anjurkan akan dilakukan.
sering
mengulangi
atau melatih
teknik yang
dipilih
15. Demonstrasika
n dan latih
teknik relaksasi
(mis.napas
dalam,
peregangan,
atau imajinasi
terbimbing)
2.1.2 Contoh Asuhan Keperawatan Pada Anak Kejang Demam

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.B DENGAN KEJANG DEMAM


DI RUANG ANGGREK RSUD WANGAYA
TANGGAL 28-31 JANUARI 2021

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
1. Anak

Nama : An. B
Umur : 4 th
Tgl Lahir : 28 Januari 2017
Jenis Kelamin : Perempuan
2. Orang Tua

Nama ibu : Ny R Nama ayah : Tn P


Umur : 25 th Umur : 30 th
Suku :WNI Suku : WNI
Agama :Islam Agama : Islam
Pendidikan :SD Pendidikan : SMA
Pekerjaan :IRT Pekerjaan : Wiraswasta

B. Keluhan Utama
Ny. R mengatakan bahwa anaknya panas, demam sudah 2 hari yang lalu,
kejang dan sesak .
C. Riwayat Kesehatan
a.Riwayat kesehatan sekarang
Ibu mengatakan anaknya panas, kejang dan sesak
b. Riwayat kesehatan lalu
Ibu mengatakan sebelumnya anaknya tidak pernah masuk rumah sakit
c.Imunisasi
Ibu mengatakan anaknya telah diimunisasi pada hari ke-2 setelah
persalinan
d. Aktivitas
Aktivitas melemah, terus menangis
e. Riwayat kesehatan keluarga
Ayah dan ibu mengaku tidak pernah menderita penyakit menular ataupun
penyakit keturunan.

D. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Anak tampak gelisah dan lemah


Tekanan darah : 120/70 mmHg
Suhu : 38.5ºC
Pernafasan : 29 x/menit
Nadi :124x/menit

E. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : Kepala normal, simetris, rambut tipis
2. Wajah : Simetris, bentuk oval,
3. Mata : Lengkap, simetris, tidak ada kelainan pada mata,
skelera tidak kuning, konjungtiva tida pucat, tidak ada perdarahan
pada mata, tidak ada tanda – tanda infeksi
4. Hidung : Simetris, hidung berlubang kanan dan kiri, tidak
ada pernafasan cuping hidung
5. Mulut : Bersih, bibir warna merah, reflek menelan dan
menghisap kuat,
6. Telinga : Simetris, tidak ada kelainan
7. Leher : Simetris, tidak ada bendungan vena jugularis
8. Ketiak : Tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar
limfe
9. Dada : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada,
pernafasan kombinasi dada dan perut
10. Abdomen : Simetris,
11. Genetalia : Tidak ada kelainan, labia mayora sudah menutupi
labia minora
12. Anus : Tidak ada kelainan, anus berlubang
13. Ekstremitas : Simetris
F. Pemeriksaan Penunjang
Periksa lab : Leukosit 5400 ul

II. ANALISIS DATA

Data focus Analisis Masalah


Data Subjektif : Proses Hipertermia
Ny. D mengatakan bahwa penyakit
anaknya demam sejak 2
hari yang lalu, suhu
tubuhnya panas, kejang
dan sering menangis.

Data Objektif :
Kulit pasien terasa hangat,
Pasien tampak pucat,
Takikardi diatas normal,
Takipnea meningkat.
TD :120/70 mmHg
Nadi : 124 x/menit
Suhu : 38,5°C
RR : 29 x/menit

Data Subjektif : Hambatan Pola nafas tidak


Ny. D mengatakan bahwa upaya nafas efektif
anaknya sesak, sering
menangis.

Data Objektif :
pasien tampak mengalami
pola napas abnormal
seperti takipnea, fase
ekspirasi pasien tampak
memanjang dan pasien
tampak gelisah dan lemah.
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 124 x/menit
Suhu : 38,5°C
RR : 29 x/menit

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan Ny.D
mengatakan anaknya panas, suhu tubuh diatas normal, kulit merah, kulit
terasa hangat,, takikardi, takipnea, kejang dan sering menangis.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
dibuktikan dengan Ny. D mengatakan bahwa anaknya dispnea, pola napas
abnormal (takipnea), ortopnea, pernapasan cuping hidung, tampak gelisah dan
lemah.

IV. PERENCANAAN KEPERAWATAN

No Tujuan Intervensi Rasional


Dx
1. Setelah dilakukan Intervensi utama
asuhan keperawatan (Manajemen
selama 1x24 jam hipertermia)
maka termoregulasi a. Observasi a. Observasi
membaik dengan 1. Monitor suhu 1. Agar mengetahui suhu
kriteria hasil : tubuh tubuh pasien
- Menggigil
menurun b. Terapeutik b. Terapeutik
- Kulit merah 2. Sediakan 2. Agar pasien merasa
menurun lingkungan yang nyaman
- Takikardi dingin
menurun 3. Basahi dan kipasi 3. Agar mengurangi rasa
- Takipnea permukaan tubuh. panas yang dirasakan
menurun 4. Berikan cairan oleh pasien
- Suhu tubuh oral. 4. Agar terpenuhinya
membaik 5. Lakukan cairan ditubuh pasien
- Suhu kulit pendinginan dengan bantuan cairan
membaik eksternal (mis. oral
Kompres dingin 5. Untuk mengurangi rasa
pada dahi) demam dan panas pada
tubuh pasien
c. Kolaborasi c. Kolaborasi
6. Kolaborasi 6. Untuk memberikan
pemberian cairan cairan melalui
dan elektrolit intravena apabila
intravena, jika pemberian melalui oral
perlu. tidak dapat dipenuhi
Setelah dilakukan Intervensi Utama
asuhan keperawatan (manajemen jalan
selama 1 x 24 jam napas)
diharapkan pola napas a. observasi a. observasi

membaik dengan 1. Monitor pola nafas 1. Untuk mengetahui

kriteria hasil : (frekuensi, pola napas pasien

- Dipsnea kedalaman, usaha


menurun napas) b. Terapeutik
- Pemanjangan 2. Agar pasien
fase ekspirasi b. Terapeutik merasa nyaman
menurun 2. Posisi semi fowler 3. Untuk
- Frekuensi napas atau fowler mengencerkan
membaik 3. Berikan minum apabila ada
- Kedalaman hangat sputum
napas membaik 4. Berikan oksigen, 4. Jika pasien merasa
jikaperlu sesak, untuk
memenuhi
c. Edukasi kebutuhan oksigen
5. Anjurkan asupan pasien
cairan 2000 ml
perhari, jika tidak c. Edukasi
kontraindikasi 5. Agar pasien tidak
kekurangan cairan
d. Kolaborasi
6. Pemberian d. Kolaborasi
bronkodilator, 6. Untuk mengurangi
ekspektoran, sesak pada pasien
mukolitik, jika
perlu

V. IMPLEMENTASI

NO Tgl/jam Implementasi Respon Paraf

28/01/2021 -Memonitor suhu tubuh S:- TT


08.00 wita O : suhu tubuh pasien 38,50C
-Menyediakan lingkungan
09.00 wita S : Pasien mengatakan suhu TT
yang dingin
ruangannya sudah dingin

O : Suhu ruangan sudah


dingin

S: - TT
-Membasahi dan kipasi
O : Suhu tubuh pasien sudah
10.30 wita permukaan tubuh
menurun menjadi 380C

12.00 wita -Memberikan cairan oral.


S : Pasien mengatakan sudah
TT
minum air dengan cukup
O : Kebutuhan cairan pasien
sudah terpenuhi

-Melakukan pendinginan
14.00 wita S: -
eksternal (mis. Kompres
O : Suhu tubuh
pasien TT
dingin pada dahi)
menurun setelah dilakukan
kompres hangat. Suhu tubuh
37,50C

15.30 wita -Mengkolaborasi pemberian


S : pasien mengatakan
cairan dan elektrolit
bersedia diberikan cairan TT
intravena, jika perlu.
elektrolit intravena
O : kebutuhan cairan pasien
sudah terpenuhi namun
pasien masih merasa mual
S : Pasien mengatakan
16.30 -Memonitor suhu tubuh TT
demamnya sudah menurun
O : suhu tubuh pasien 37,2°C

29/01/2021 - Memonitor suhu tubuh S:- TT

08.00 wita O : Suhu tubuh pasien 37°C

09.00 wita -Melakukan pendinginan S : pasien mengatakan TT


eksternal (mis. Kompres nyaman diberi kompres
dingin pada dahi) hangat

O : pasien tampak terbaring

10.00 wita
- Memonitor suhu tubuh S:-
TT
O : suhu tubuh pasien 37,2°C
11.00 wita
- Memposisikan semi S:
fowler atau fowler O: pasien tamapk belum TT
nyaman dengan posisi
setengah duduk

12.00 wita S:- TT


- Memberikan minum
O : pasien sudah minum air
hangat
hangat

S:-
12.30 wita - Memberikan oksigen TT
O : pasien menggunakan
oksigen 3Lpm

13.40 wita - Memberikan TT


S:-
bronkodilator,
O: pasien tampak terpasang
ekspektoran, mukolitik,
alat bronkodilator
- Menempatkan bel atau S : -
14.30 wita lampu panggilan dalam O: di tempat tidur pasien TT
jangkuan sudah terpasang bel

30/01/2021 - Memonitor suhu tubuh S:- TT

09.00 wita O : Suhu tubuh pasien 37°C

10.00 wita - Memposisikan semi S : pasein mengatakan TT


fowler atau fowler nyaman dengan posisi
setengah duduk
O: pasien tampak nyman
dengan posisi setengah duduk

11.20 wita - Memberikan minum S:-


hangat O : pasien meminum air TT
hangat
- Memberikan oksigen,
13.00 wita
S:-
TT
O : pasien masih terpasang
oksigen 3 Lpm
- Memberikan
14.00 wita bronkodilator,
S:-
ekspektoran, mukolitik,
O : pasien sudah tidak TT
- Melakukan pendinginan
menggunakan bronkodilator
eksternal (mis. Kompres

15.00 wita dingin pada dahi) S : pasien merasa nyaman TT


saat dikompres
- Memonitor suhu tubuh
O : didahi pasien terdapat
kompres
15.30 wita TT
S:-

O : suhu tubuh pasien 36,8°C


VI. EVALUASI

Tanggal / jam Diagnosa Catatan Perkembangan Paraf


31/01/2021 Hipertermia S : Ibu pasien mengatakan tubuh TT
anaknya sudah tidak panas lagi
16.00 wita
demam dan kejangnya sudah
menurun
O : Suhu tubuh pasien sudah menurun.
Suhu : 36,8°C
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 24 x/menit
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
31/01/2020 Pola nafas S : Ibu pasien mengatakan sesak TT
tidak efektif anaknya sudah berkurang
17.00 wita
O : Pasien sudah tidak terpasang
oksigen, respirasi pasien 24x permenit
A : Tujuan tercapai
P:-

2.2 KONSEP DASAR TETRALOGI OF FALLOT (TF)


A. DEFINISI
Tetralogi Of Fallot (TOF) adalah penyakit jantung bawaan sianotik (warna kulit)
yang terdiri dari 4 kelainan khas, yaitu Defek Septum Ventrikel (VSD), Stenosis
Infundibulum ventrikel kanan atau biasa disebut stenosis pulmonal, hipertrofi
ventrikel kanan, dan Overriding aorta, Ibrahim E, dkk (2008). Sebagai
konsekuensinya didapatkan adanya empat kelainan anatomi sebagai berikut:
a. Defek septum ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua
ronggaventrikel.
b. Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang
keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan
menimbulkanpenyempitan.
c. Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri
mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari
bilikkanan.
d. Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena
peningkatan tekanan di ventrikel akibat dari stenosispulmonal.
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit
adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal
bersifat progresif , makin lama makinberat.

B. ETIOLOGI
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui
secara pasti, diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor –faktor
tersebut antara lain adalah
1) Faktor endogen yaitu berbagai jenis penyakit genetik (kelainan kromosom);
anak yang lahir sebelumnya menderita penyakt jantung bawaan; adanya
penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit
jantung dan kelainan bawaan,
2) Faktor eksogen yaitu riwayat kehamilan ibu : sebelum ikut program KB oral
atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide,
dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu); ibu menderita penyakit
infeksi (rubella); pajanan terhadapsinar-X.
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus
penyebab adalah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab
harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke delapan
kehamilan pembentukan jantung janin sudahselesai.
C. TANDA & GEJALA
Menurut Wong, dkk (2009), tanda dan gejala TOF antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Murmur
Merupakan suara tambahan yang dapat didengar pada denyut jantung bayi.
Pada banyak kasus, suara murmur baru akan terdengar setelah bayi berumur
beberapahari.
2. Sianosis
Satu dari manifestasi-manifestasi tetralogi yang paling nyata, mungkin tidak
ditemukan pada waktu lahir. Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan mungkin tidak
berat dan bayi tersebut mungkin mempunyai pintasan darikiri ke kanan yang besar,
bahkan mungkin terdapat suatu gagal jantung kongesif.
3. Dispneu
Terjadi bila penderita melakukan aktifitas fisik. Bayi-bayi dan anak- anak
yang mulai belajar bejalan akan bermain aktif untuk waktu singkat kemudian
akan duduk atau berbaring. Anak- anak yang lebih besar mungkin mampu
berjalan sejauh kurang lebih satu blok, sebelum berhenti untuk beristirahat.
Derajat kerusakan yang dialami jantung penderita tercermin oleh intensitas
sianosis yang terjadi. Secara khas anak-anak akan mengambil sikap berjongkok
untuk meringankan dan menghilangkan dispneu yang terjadi akibat dari aktifitas
fisik, biasanya anak tersebut dapat melanjutkan aktifitasnya kembali dalam
beberapa menit.
4. Serangan-serangan dispneu paroksimal (serangan-serangan anoksia “biru”)
Terutama merupakan masalah selama 2 tahun pertama kehidupan penderita.
Bayi tersebut menjadi dispneis dan gelisah, sianosis yang terjadi bertambah hebat,
pendertita mulai sulit bernapas. Serangan- serangan demikian paling sering
terjadi pada pagihari.
5. Pertumbuhan danPerkembangan
Yang tidak tumbuh dan berkembang secara tidak normal dapat mengalami
keterlambatan pada tetralogi Fallot berat yang tidak diobati.
Tinggi badan dan keadaan gizi biasanya berada di bawah rata-rata serta otot-otot
dari jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak dan masa pubertas juga
terlambat.
6. Biasanya Denyut Pembuluh DarahNormal
Seperti halnya tekanan darah arteri dan vena. Hemitoraks kiri depan dapat
menonjol ke depan. Jantung biasanya mempunyai ukuran normal dan impuls
apeks tampak jelas. Suatu gerakan sistolis dapat dirasakan pada 50% kasus
sepanjang tepi kiri tulang dada, pada celah parasternal ke-3 dan ke-4.
7. BisingSistolik
Yang ditemukan seringkali terdengar keras dan kasar, bising tersebut dapat
menyebar luas, tetapi paling besar intensitasnya pada tepi kiri tulang dada.
Bising sistolik terjadi di atas lintasan aliran keluar ventrikel kanan serta
cenderung kurang menonjol pada obstruksi berat dan pintasan dari kanan ke kiri.
Bunyi jantung ke-2 terdengar tunggal dan ditimbulkan oleh penutupan katup
aorta. Bising sistolik tersebut jarang diikuti oleh bising diastolis, bising yang
terus menerus ini dapat terdengar pada setiap bagian dada, baik di anterior
maupun posterior, bising tersebut dihasilkan oleh pembuluh- pembuluh darah
koleteral bronkus yang melebar atau terkadang oleh suatu duktus
arteriosusmenetap.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Ilmu Kesehatan Anak (2015), patofisologi dari penderita TOF pada
anak adalah sebagai berikut, yaitu:
Sirkulasi darah penderita TOF berbeda dibanding anak normal. Kelainan yang
memegang peranan penting adalah stenesis pulmonal dan VSD. Tekanan antara
ventrikel kiri dan kanan pada pasien TOF adalah sama akibat adanya VSD. Hal ini
menyebabkan darah bebas mengalir bolak balik melalui celah ini. Tingkat keparahan
hambatan pada jalan keluar darah di ventrikel kanan akan menentukan arah aliran
darah pasienTOF.Aliran darah ke paru akan menurun akibat adanya hambatan pada
jalan aliran darah dari ventrikel kanan; hambatan yang tinggi di sini akan
menyebabkan makin banyak darah bergerak dari ventrikel kanan ke kiri. Hal ini
berarti makin banyak darah miskin oksigen yang akan ikut masuk ke dalam aorta
sehingga akan menurunkan saturasi oksigen darah yang beredar ke seluruh tubuh,
dapat menyebabkan sianosis. Jika terjadi hambatan parah, tubuh akan bergantung
pada duktus arteriosus dan cabang-cabang arteri pulmonalis untuk mendapatkan
suplai darah yang mengandung oksigen. Onset gejala, tingkat keparahan sianosis
yang terjadi sangat tergantung pada tingkat keparahan hambatan yang terjadi pada
jalan keluar aliran darah di ventrikel kanan, Redington AN, dkk(2009).

E. MANIFESTASI KLINIS
Anak dengan TOF umumnya akan mengalami keluhan :
1. Sesak yang biasanya terjadi ketika anak melakukan aktivitas (misalnya menangis atau
mengedan)
2. Berat badan bayi tidak bertambah
3. Pertumbuhan berlangsung lambat
4. Jari tangan seperti tabuh gendering/ gada (clubbing fingers)
5. Sianosis /kebiruan sianosis akan muncul saat anak beraktivitas, makan/menyusu, atau
menangis dimana vasodilatasi sistemik (pelebaran pembuluh darah di seluruh tubuh)
muncul dan menyebabkan peningkatan shunt dari kanan ke kiri (right to left shunt).
Darah yang miskin oksigen akan bercampur dengan darah yang kaya oksigen dimana
percampuran darah tersebut dialirkan ke seluruh tubuh. Akibatnya jaringan akan
kekurangan oksigen dan menimbulkan gejala kebiruan. Anak akan mencoba mengurangi
keluhan yang mereka alami dengan berjongkok yang justru dapat meningkatkan resistensi
pembuluh darah sistemik karena arteri femoralis yang terlipat. Hal ini akan meningkatkan
right to left shunt dan membawa lebih banyak darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-
paru. Semakin berat stenosis pulmonal yang terjadi maka akan semakin berat gejala yang
terjadi (Yayan A.I, 2010).

F. KOMPLIKASI
Menurut Wong (2009), komplikasi yang mungkin muncul pada anak dengan
TOF adalah sebagai berikut:
1. TrombosisSerebri
Biasanya terjadi dalam vene serebrum atau sinus duralis, dan terkadang dalam
arteri serebrum, lebih sering ditemukan pada polisitemia hebat. juga dapat
dibangkitkan oleh dehidrasi. trombosis lebih sering ditemukan pada usia di
bawah 2 tahun. pada penderita ini paling sering mengalami anemia defisiensi besi
dengan kadar hemoglobin dan hematokrit dalam batas-batasnormal.
2. AbsesOtak
Biasanya penderita penyakit ini telah mencapai usia di atas 2 tahun. Awitan
penyakit sering berlangsung tersembunyi disertai demam berderajat rendah.
mungkin ditemukan nyeri tekan setempat pada kranium, dan laju endap darah
merah serta hitung jenis leukosit dapat meningkat. dapat terjadi serangan-
serangan seperti epilepsi, tanda- tanda neurologis yang terlokalisasi tergantung
dari tempat dan ukuran absestersebut.
3. Endokarditis Bakterialis
Terjadi pada penderita yang tidak mengalami pembedahan, tetapi lebih
sering ditemukan pada anak dengan prosedur pembuatan pintasan selama
masabayi.
4. Gagal JantungKongestif
Dapat terjadi pada bayi dengan atresia paru dan aliran darah kolateral yang
besar. keadaan ini, hampir tanpa pengecualian, akan mengalami penurunan
selama bulan pertama kehidupan dan penderita menjadi sianotis akibat sirkulasi
paru yang menurun.
5. Hipoksia
Keadaan kekurangan oksigen dalam jaringan akibat dari stenosis pulmonal
sehingga menyebabkan aliran darah dalam paru menurun.

G. PATHWAY
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi
oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl
dan hematokrit antara 50-65%.
b. BGA
Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) danpenurunanPH.pasien dengan Hn
dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensibesi.
c. Analisa GasDarah
PCV meningkat lebih besar 65% dapat menimbulkan kelainan koagulasi ; waktu
perdarahan memanjang, fragilitas kapiler meningkat, umur trombosit yangabnormal.
d. Desaturasi daraharterial
e. Anemia hipokrom mikrositer (karena defisiensibesi)
2. X foto dada(radiologi)
a. Jantung tidakmembesar
b. Arkus aorta sebelah kanan(25%)
c. Aorta asendensmelebar
d. Konus pulmonaliscekung
e. Apeksterangkat
f. Vaskularitas paruberkurang
g. Jantung berbentuksepatu
3. EKG
Defisiasi sumbu QRS ke kanan (RAD) hipertrofi ventrikel kanan (RVH): gelombang
P diantara II sering tinggi.
4. Ekokardiogram
a. Overidingaorta
b. Defect septumventrikel
c. Jalan keluar ventrikel kananmenyempit
d. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum
ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis
pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan
tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal ataurendah.
I. PENATALAKSANAAN
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan
untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :
1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
2. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat pernafasan dan
mengatasi takipneu.
3. Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis
4. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan karena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru
menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurang
dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian
5.Propanolo l 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung
sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit,
dosis awal/ bolus diberikan separohnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan
perlahan dalam 5-10 menit berikutnya
6.Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja meningkatkan
resistensi vaskuler sistemik dan juga sedative
7.Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penganan
serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung,
sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen
ke seluruh tubuh juga meningkat.
Lakukan selanjutnya
1) Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan sianotik
2) Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
3) Hindari dehidrasi
2.2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Tetralogi Of Fallot (Tf)
Asuhan keperawatan pasien TOF pada anak menurut Wong, dkk (2009), adalah sebagai
berikut antara lan :
I. Pengkajian
-Riwayat kehamilan ibu
Ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi (faktor endogen dan eksogen yang
mempengaruhi).
-Riwayat pertumbuhan
Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq selama makan
dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit.
-Riwayat psikososial / perkembangan
a) Kemungkinan mengalami masalah
perkembangan b)Mekanisme koping anak /
keluarga
c)Pengalaman hospitalisasi sebelumnya
-Pemeriksaan fisik
a)Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru
setelah tumbuh.
b) Clubbing finger (jari tabuh) tampak setelah usia 6 bulan.
c)Serang sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal
hiperpnea,hypoxic spells) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam ,lemas,
kejang, sinkop (kehilangan kesadaran) bahkan sampai koma dan kematian.
d) Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah
berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia
berjalan kembali.
e)Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang semakin
melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi.
f) Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras.
g) Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak
menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan.
h) Ginggiva hipertrofi, gigi sianotik.
-Pengetahuan anak dan keluarga
a)Pemahaman tentang diagnosis
b)Pengetahuan dan penerimaan terhadap prognosis
c)Regimen pengobatan
d)Rencana perawatan ke depan
e)Kesiapan dan kemauan untuk belajar
II. Diagnosis Keperawatan
Setelah pengumpulan data, menganalisa data dan menentukan diagnosa keperawatan
yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas
diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan.
1.Gangguan pertukaran gas b.d penurunan alian darah ke pulmonal.
2.Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat
nutrisi ke jaringan.
3.Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

III. PERENCANAAN
Berdasarkan SDKI,SLKI DAN SIKI
Diagnosa Tujuan Rencana
Keperawatan Keperawatan Tindakan Rasional
(SDKI)
Setelah dilakukan Pemantauan
Asuhan keperawatan Respirasi(I.01014) 1. Untuk
selama ...x 24 jam 1.Monitor mengetahui
diharapkan klien frekuensi , irama, frekuensi
dapat gangguan kedalaman dan pernapasan sudah
pertukaran gas dapat upaya napas normal atau
teratasi dengan 2. Monitor pola tidak.
Gangguan
kriteria hasil: napas (seperti
pertukaran
-Dispnea bradipnea, 2.Untuk
gas
Menurun(5) takipnea mengetahui
-Bunyi napas hiperventilasi, sejauh mana
tambahanMenu Kussmaul, penurunan bunyi
run (5) Cheyne- napas indikasi
- Stokes,Biot, atlekasi, ronki
PusingMenuru ataksik) indikasi
n(5) 3. Monitor akumulasi sekret
- kemampuan atau ketidak
GelisahMenuru batuk efektif mampuan
n(5) 4.Monitor adanya membersihkan
- produksi sputum jalan napas
PCO2Membaik 5.Monitor adanya sehingga otot
(5) sumbatan jalan aksesori
- napas digunakan dan
PO2Membaik( 6.Palpasi kerja pernapasan
5) kesimetrisan meningkat.
- ekspansi paru 3.Untuk
TakikardiMem 7.Auskultasi bunyi mengetahui
baik(5) napas sejauh mana
-PH arteri 8.Monitor saturasi batuk efektif
Membaik(5) oksigen dapat membantu
-Pola napas 9.Monitor mengeluarkan
membaik(5) nilaiAGD dahak bila ada.
10. Monitor hasil x- 4.Untuk
ray toraks mengetahui
11. Atur interval sejauh mana
pemantauan klien
respirasi sesuai memahamiprodu
kondisi pasien ksi sputum.
12. Dokumentas 5.Untuk menunjang
ikan hasil proses sumbatan
pemantauan jalan napas.
13. Jelaskan 6.Untuk
tujuan dan mengetahui
prosedur kesimetrisan
pemantauan pergerakan dada
14. Informasikn danmengobserva
hasil pemantauan, si abnormalitas.
jika perlu 7.Untuk
mengetahui
Ronkhi dan
wheezing
menyertai
obstruksi jalan
napas atau
kegagalan
pernapasan.
8.Untuk
mengetahui
penurunanan
status oksigen
mengalami
kekurangan
oksigen yang
dapat
menyebabkan
terjadinya
hipoksia.
9.Untuk menunjang
penyembuhan.
10. Untuk
mempercepat
proses
penyembuhan
11. Untuk
memberikan
rasanyaman
kepadapasien
12. Untuk
memantau sejauh
mana
perkembangan
pasien
13. Untuk
mengatahui apa
tujuan dan
bagaimana
prosedur
pemantauan yang
akan diberikan.
14. Untuk
memberitahukan
pasien sejauh
manahasil
pemantauan.
Setelah dilakukan erawatan 1. Untuk
Asuhan keperawatan Perkembangan mengetahui
selama ...x 24 jam (I.10339) kebiasaan bayi
diharapkan status 1. Identifikasi sehingga
perkembangan klien isyarat perilaku kebutuhan bayi
dapat membaik yang dan fisiologis dapat
Gangguan dibuktikan oleh: yang ditunjukan terpenuhi(mis.m
tumbuh - bayi (mis. lapar, enangis ketika
kembang Keterampilan/p tidak nyaman) lapar)
erilaku seksual 2. Pertahankan 2. Untuk
usia meningkat sentuhan meminimalisir
(5) seminimal sentuhan pada
- Kemampuan mungkin pada kulit bayi
melakukan bayi prematur sehingga dapat
meningkat (5) 3.Berikan mencegah iritasi
- Respon sosiel sentuhan yang kulit bayi
Perawatan bersifat gentle 3. Agar bayi
dirimeningkat dan tidak ragu- merasa aman dan
(5) ragu nyaman saat
- Kontak mata 4.Minimalkan berdekatan
meningkat (5) kebisingan dengan orang tua
- Kemarahan ruangan atau orang lain.
menurun (5) 5.Pertahankan 4. Untuk
- Regresi lingkungan memberikan
menurun (5) yang suasana yang
- Afek mendukung nyaman untuk
membaik (5) perkembangan bayi beristirahat
- Pola tidur optimal 5. Pastikan
membaik (5) 6.Anjurkan orang lingkungan
tua menyentuh perkembangan
dan anak/bayi bebas
menggendong dari
bayinya kebisingan,polu
7.Anjurkan orang si dan segala hal
tua berinteraksi yang dapat
dengan anaknya menghambat
8.Rujuk untuk perkembangan
konseling, jika anak/bayi
perlu 6. Agar terjalin
ikatan batin dan
memberikan
kehangatan
pada bayinya
7. Untuk
mempererat
rasa kasih
sayang yang
diberikan
antara orang
tua dengan
bayinya
8. Untuk
menunjang
proses
perkembangan
dan
mengedukasi
orang tua
Setelah dilakukan Manajemen energi 1. Untuk
Asuhan (I.05178) mengetahui
keperawatan 1. Identifikasi penyebab
selama ...x 24 jam gangguan kelelahan
diharapkan klien fungsi tubuh 2. Untuk
dapat menoleransi yang mengetahui
aktivitas yang biasa mengakibatka penyebab
dilakukan, yang n kelelahan kelelahan fisik
dibuktikan oleh: 2. Monitor dan emosional
- Kemudahan kelelahan fisik 3. Untuk
Intoleransi
dalam dan emosioanl mengetahui
aktivitas
melakukan 3. Monitor pola pola istirahat
aktivitas sehari- dan jam tidur tidur pasien
sehari (skor 5) 4. Monitor lokasi 4. Agar dapat
- Kecepatan dan ketidak mengetahui
berjalan (skor nyamanan letak
5) selama ketidaknyama
- Kekuatan tubuh melakukan nan dalam
bagian atas dan aktivitas beraktivitas
bawah 5. Sediakan 5. Agar pasien
meningkat lingkungan merasa
(skor 5) nyaman dan nyaman
- Keluhan lemah rendah stimulus dengan
menurun (skor (mis . cahaya, lingkungannya
5) suara, 6. Agar pasien
- Perasaan lemah kunjungan) dapat kembali
menurun (skor 6. Lakukan bergerak
5) latihan rentang secara
gerak pasif perlahan
dan/atau aktif 7. Untuk
7.Berikan mengalihan
aktivitas perhatian
distraksi yang pasien yang
menenangkan mengalami
8. Fasilitasi duduk nyeri
di sisi tempat 8. Agar
tidur, jika tidak memudahkan
dapat berpindah pasien untuk
atau berjalan berpindah
9. Anjurkan tirah tempat
baring 9. Untuk
10. Anjurkan menghindari
melakukan kondisi yang
aktivitas secara lebih buruk
bertahap pada pasien
11. Anjurkan yang
menghubungi mengalami
perawat jika kelelahan
tanda dan gejala 10. Untuk
kelelahan tidak mengembalika
berkurang n kemampuan
12. Ajarkan aktivitas
strategi koping pasien
untuk 11. Agar perawat
mengurangi dapat
kelelahan memonitor
13. Kolaborasi kembali tanda
dengan ahli gizi dan gejala
tentang cara 12. Untuk
meningkatkan membantu
asupan makan pasien dalam
mengatasi dan
mengendalika
n situasi/suatu
masalah yang
menyebabkan
kelelahan
13. Agar dapat
mengembalika
n energi dan
pasien dapat
pulih kembali

2.2.2 Contoh Asuhan Keperawatan Anak Sakit Tetralogi Of Fallot (TF)

I.Pengkajian Keperawatan
Tgl. MRS : 25 Januari 2021
Ruangan/kelas : Ratna/I
No. kamar : 2B
Data Dasar :-
Tgl.Pengkajian : 30 Januari 2021
a. Identitas Pasien
Nama Pasien : Asti
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 18 Bulan
Status Perkawinan : Belum
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : Belum
Pekerjaan :-
Alamat : Jl. PB. Sudirman, no. 21 X
Diagnose medis : Tetralogi of Fallot

b.Riwayat Kesehatan
1.Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama : klien mengalami kesulitan dalam bernafas (sesak napas)
2.Riwayat kesehatan masa lalu
Ibu klien mengatakan, klien sebelumnya belum pernah mengalami penyakit seperti ini.
3. Riwayat keluarga
Adanya penyakit tertentu dalam keluarga, yaitu ibu klien menderita hipertensi dan saat
hamil sering mengkonsumsi obat – obatan tanpa resep dokter.

c.Data Bio Psiko Sosial Spiritual


1.Bernafas
Ibu klien mengatakan bahwa klien mengalami kesulitan bernafas dan sesak.
2.Makan dan Minum
- Makan
Sebelum masuk rumah sakit ibu klien mengatakan, klien mau makan,1 porsi anak – anak
penuh tiga kali sehari menjadi 1/2 porsi tiga kali sehari.
- Minum
Klien biasanya minum ± 5 – 6 gelas/hari masing – masing 100 cc. Sekarang klien
hanya bisa minum ± 5 gelas
3.Eleminasi BAB/BAK
Keluarga mengatakan, BAB klien di rumah maupun di Rumah Sakit satu kali,
sedangkan BAK klien normal, tidak ada gangguan.
4. Aktivitas
Ibu klien mengatakan, aktivitas klien berkurang, karena klien sering mengalami
kelelahan dan sering mengalami sesak dalam bernafas.
5. Rekreasi
Ibu klien juga mengatakan saat diajak jalan – jalan bersama keluarga klien mudah
keletihan
6. Istirahat tidur
Klien terbiasa tidur ± 2 – 3 jam pada siang hari dan di malam hari tidur jam 20.30 – 6.00.
ibu mengatakan pasien sering terbangun di malam hari karena mengalami kesulitan
dalam bernafas.
7. Kebersihan diri
Saat pengkajian kondisi klien bersih karena selalu dibantu ibunya untuk mandi dan
klien sudah bisa berpakaian dan gosok gigi sendiri.
8. Suhu tubuh
Menurut ibu klien suhu tubuh klien setelah sakit tidak menentu, sebelum dibawa ke
rumah sakit suhu tubuh normal, saat pengkajian ibu klien tidak mengeluh suhu tubuh
klien panas.
9. Rasa nyaman
Klien menangis ketika beraktivitas karena sesak napas
10. Rasa aman
Klien selalu merasa tenang saat bersama dan jika selalu dekat dengan kedua orang
tuanya.
11. Belajar
Keluarga klien mengatakan, belum bisa belajar secara efektif karena masih kecil.
12. Prestasi
Klien belum bersekolah, dan belum mempunyai prestasi dibidang akademik.
e. Pengkajian Fisik
1. Kesadaran Umum
Kesadaran : CM ( Compos Mentis )
Kebersihan : cukup bersih
2.Pergerakan : agak terbatas karena, terpasang infuse pada extrimitas kanan
atas Postur : tegak agak kurus
Status gizi : baik
3.Sistem penglihatan
Bentuk mata normal, pergerakan mata normal, pupil dilatasi, konjung tipa merah
muda, sclera putih, visus 6/6.
4.Sistem pendengaran
Bentuk normal, keadaan bersih, pendengaran normal, serumen tidak ada, kelainan
tidak ada.
5.Sistem wicara
Mulut bersih, mukosa bibir merah muda, stomatitis tidak ada, caries tidak ada.
6.Warna kulit : Sawo mateng
7.Suara waktu menangis : Cukup melengking dan agak keras
8.Tonus otot : Normal
9.Turgor kulit : Normal
10. Kepala : Bentuk normal, UUB tertutup, ketombe dan rambut rontok
tidak ada.
11. Hidung : Bentuk normal, secret tidak ada, gerakan cuping hidung tidak ada,
kelainan tidak ada
12. Leher : bentuk normal, kaku kuduk tidak ada, pembesaran
kelenjar limfa di leher positif.
13. Persyarafan : normal
14. Alat kelamin : kebersihan cukup, bentuk normal, kelainan tidk ada.
15. Anus : bentuk normal, kebersihan cukup, hemoroid tidak ada.
16. Gejala cardinal :
suhu = 36oC
nadi = 80 x / menit
respirasi = 29 x / menit
Tekanan darah = 100 x/80mmHg
17. Antropometri :
BB = 9 kg (sebelum sakit)
BB= 7 kg (saat dikaji)
TB = 75 cm

II. Analisa Data


No. Analisa Data Etiologi Masalah
Keperawatan

1. DS : Gangguan Gangguan
- Ibu kalien pertukaran gas pertukaran gas
mengatakan
pasien Sesak napas dan
mengalami kelemahan tubuh
kesulitan dalam
bernafas. Hipoksemia
DO :
- Pasien
Pencampuran darah
tampak Iemah
kaya O2 dengan
dan kebiruan
CO2
(sianosis),
- pasien terlihat
sesak napas Defek sektum
vertikel
o
- Suhu = 36 C
- Nadi = 80 x / menit
- Respirasi = 29 x /
menit
-Tekanan darah = 100
x/80mmHg.
2. DS: Intoleransi aktifitas Intoleransi
- Ibu klien aktifitas.
mengatakan, Aktivitas
aktivitas klien berkurang
berkurang,
karena klien
Sering mengalami
sering
kelelahan dan
mengalami
sesak
kelelahan dan
bernafas.
sering
mengalami sesak
Ketidakseimbangan
dalam bernafas.
antara suplai dan
- Ibu klien
kebutuhan oksigen
mengatakan
bahwa klien
mengalami
kesulitan dalam
bernafas.
DO:
- Pasientampak
Iemah dan
kebiruan
- Suhu = 36oC
- Nadi = 80 x / menit
- Respirasi = 29 x /
menit
-Tekanan darah = 100
x/80mmHg.
III. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksemia dibuktikan dengan Ibu
kalien mengatakan pasien mengalami kesulitan dalam bernafas, pasientampak Iemah
dan kebiruan (sianosis), pasien terlihat sesak napas, suhu 36oC, nadi 80 x / menit,
respirasi = 29 x / menit, tekanan darah = 100 x/80mmHg.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen dibuktikan denganIbu klien mengatakan aktivitas klien berkurang
karena klien sering mengalami kelelahan dan sering mengalami sesak dalam bernafas,
Ibu klien mengatakan bahwa klien mengalami kesulitan dalam bernafas. Pasientampak
Iemah dan kebiruan, suhu = 36oC, nadi = 80 x / menit, respirasi = 29 x / menit, tekanan
darah = 100 x/80mmHg.

IV.PERENCANAAN

Diagnosa Tujuan Rencana


No Keperawatan Keperawatan Tindakan Rasional
(SDKI)
Setelah dilakukan Pemantauan
Asuhan Respirasi(I.010
keperawatan selama 14)
2 x 24 jam 1.Monitor 1. Untuk
diharapkan frekuensi , mengetahui
pertukaran gas klien irama, frekuensi
Gangguan dapat teratasi kedalaman dan pernapasan sudah
1 pertukaran dengan kriteria upaya napas normal atau tidak.
gas hasil: 2. Monitor pola
-Dispnea napas (seperti 2.Untuk mengetahui
Menurun(5) bradipnea, sejauh mana
-PCO2 Membaik(5) takipnea penurunan bunyi
-PO2 Membaik(5) hiperventilasi, napas indikasi
-Takikardi Kussmaul, atlekasi, ronki
Membaik(5) Cheyne- indikasi
-Pola napas Stokes,Biot, akumulasi sekret
membaik(5 ataksik) atau ketidak
3.Monitor adanya mampuan
produksi sputum membersihkan
4.Monitor adanya jalan napas
sumbatan jalan sehingga otot
napas aksesori
digunakan
dankerjapernapasa
nmeningkat.
3.Untuk mengetahui
sejauh mana klien
memahamiproduks
i sputum.
4.Untuk menunjang
proses sumbatan
jalan napas.

2 Setelah dilakukan Manajemen 1. Untuk


Asuhan energi (I.05178) mengetahui
keperawatan selama 1. Identifikasi penyebab
2 x 24 jam gangguan kelelahan
diharapkan klien fungsi tubuh 2. Untuk
dapat menoleransi yang mengetahui
Intoleransi aktivitas yang biasa mengakibatka penyebab
aktivitas dilakukan, yang n kelelahan kelelahan fisik
dibuktikan oleh: 2. Monitor dan emosional
- Kemudahan dalam kelelahan fisik 3. Untuk
melakukan aktivitas dan emosioanl mengetahui
sehari-sehari (skor 3. Monitor pola pola istirahat
5) dan jam tidur tidur pasien
- Dispnea saat 4. Sediakan 4. Agar pasien
aktivitas menurun lingkungan merasa nyaman
(5) nyaman dan dengan
- Dispnea setelah rendah lingkungannya
aktivitas menurun stimulus (mis . 5. Agar pasien
(5) cahaya, suara, dapat kembali
- Keluhan lemah kunjungan) bergerak secara
menurun (skor 5) 5. Lakukan perlahan
latihan rentang 6. Untuk
gerak pasif mengalihan
dan/atau aktif perhatian
6. Berikan pasien yang
aktivitas mengalami
distraksi yang nyeri
menenangkan 7. Untuk
7. Anjurkan tirah mengembalikan
baring kemampuan
aktivitas pasien
V.IMPLEMENTASI

No. Tanggal, DK Tindakan Respon Paraf


Jam
30/01/2021 Memonitor frekuensi , irama, S : Ibu klien TT
13.00 wita kedalaman dan upaya napas mengatakan anaknya
kesulitan bernafas
O :RR : 29 x/menit
Napas dangkal dan
cepat

13.10 wita Memonitor pola napas (seperti S :Ibu klien mengatakan TT


bradipnea, takipnea anaknya kesulitan
hiperventilasi, Kussmaul, bernafas
Cheyne- Stokes,Biot, ataksik) O :RR : 29 x/menit
Napas dangkal dan
cepat,pola napas
takipnea.

14.00 wita Mengidentifikasi gangguan S: ibu klien mengatakan TT


fungsi tubuh yang aktivitas anaknya
mengakibatkan kelelahan berkurang karena
kesulitan bernafas
O: klien tampak lemah
dan sianosis

14.50 wita 2 Memonitor kelelahan fisik dan S :Ibu klien mengatakan TT


emosioanl klien sering
mengalami kelelahan
dan sulit bernafas
O:klien tampak lemah
dan hanya berbaring
pada tempat tidur

18.00 wita 2 Memonitor pola dan jam tidur S : ibu klien TT


mengatakan klien
tidur siang 2-3 jam
dan tidur malam
pukul 20.30-06.00
dan sering terbangun
karena sesak nafas
O:-

18.15 wita 2 Menganjurkan tirah baring S : Ibu klien memahami TT


tujuan dari anjuran
perawat
O: klien beristirahat
dengan posisi semi
fowler

31/01/2021 Memonitor adanya S : ibu klien


09.00 wita produksi sputum mengatakan anaknya
tidak mengalami TT
batuk.
O : tidak ada sputum

09.15 wita Memonitor adanya S :- TT


sumbatan jalan napas O: tidak ada sumbatan
jalan napas,badan
klien tampak sedikit
membiru/sianosis

11.00 wita Menyediakan lingkungan S : - TT


nyaman dan rendah stimulus O:klien hanya ditemani
(mis . cahaya, suara, ibunya diruang
kunjungan) rawat,dengan
pencahayaan cukup
dan kunjungan
dibatasi

14.00 wita Melakukan latihan rentang S :- TT


gerak pasif dan/atau aktif O :klien sudah mampu
duduk ditempat
tidur,dan
menggerakan
ektremitas atas
dengan normal

14.30 wita Memberikan aktivitas distraksi S: ibu klien mengatakan TT


yang menenangkan anaknya senang
menonton kartun
O: klien tampak
antusias menonton
kartun

VI. EVALUASI

No Tanggal, Diagnosa Catatan Perkembangan Paraf


Jam Keperawatan
1 01/02/2021 Gangguan S : Ibu klien mengatakan sesak nafas TT
08.30 wita pertukaran anaknya berkurang ,tidak ada
gas kebiruan,tampak lebih rilek
O : Klien tampak rilek
beristirahat,sesak nafasnya sudah
berkurang (RR : 23x/menit),sianosis
(-)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1-4
2 01/02/2021 Intoleransi S : Ibu klien mengatakan klien sudah TT
08.30 wita Aktivitas bisa beraktivitas diatas tempat tidur
(duduk,dan menonton kartun)
O : Klien tampak tidak mudah
kelelahan,dan beraktivitas diatas
tempat tidur.
A : Masalah teratasi sebagian
P : lanjutan intervensi 4 -7

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 oC) yang disebabkan oleh proses
ekstakramium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu.
Pada saat mengalami kejang, anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat,
kemudian kaku, dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu,
nafas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya.
Tetralogi Of Fallot (TOF) adalah penyakit jantung bawaan sianotik (warna kulit)
yang terdiri dari 4 kelainan khas, yaitu Defek Septum Ventrikel (VSD), Stenosis
Infundibulum ventrikel kanan atau biasa disebut stenosis pulmonal, hipertrofi ventrikel
kanan, dan Overriding aorta, Ibrahim E, dkk (2008). Seiring dengan meningkatnya
angka kelahiran di Indonesia, jumlah bayi yang lahir dengan penyakit jantung juga
meningkat. Dua per tiga kasus penyakit jantung bawaan di Indonesia memperlihatkan
gejala pada masa neonatus. Sebanyak 25-30% penderita penyakit jantung bawaan yang
memperlihatkan gejala pada masa neonatus meninggal pada bulan pertama usianya jika
tanpa penanganan yang baik. Sekitar 25% pasien TOF yang tidak diterapi akan
meninggal dalam 1 tahun pertama kehidupan, 40% meninggal sampai usia 4 tahun, 70%
meninggal sampai usia 10 tahun, dan 95% meninggal sampai usia 40 tahun, Anonim
(2012).
3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi para
pembaca mengenai konsep asuhan keperawatan kejang demam dan tetralogi of fallot
dimulai dari pengertian, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, manifestasi
klinis, komplikasi, penatalaksanaan medis, pathway, Diharapkan kritik dan saran dari
para pembaca agar penyusunan makalah berikutnya menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Amanda Putri,Della. 2016. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK S YANG


MENGALAMI TETRALOGY OF FALLOT. Diakses dari
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1117/DELLA%20AMANDA%20
PUTRI%20KTI.pdf?sequence=1&isAllowed=y. Pada tanggal 30 Januari 2021.

Amelia.2017. Lp Kejang Demam Pada Anak. Diakses dari


https://id.scribd.com/document/353924222/lp-Kejang-Demam-Pada-Anak. Pada tanggal
29 Januari 2021.

Diakses dari http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2352/3/BAB%20II.pdf.

Dirgantarasyah,D.2016. Digrantarasyah KTI. Diakes dari


https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1090/DIRGANTARASYAH%20K
TI.pdf?sequence=1&isAllowed=y. Pada tanggal 29 Januari 2021.

Seppthiana, Noviaa. 2013. LP Tetralogi Fallot Anak. Diakses dari


https://id.scribd.com/doc/140039921/LP-Tetralogi-Fallot-Anak. Pada tanggal 31 Januari
2021.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wati, Lidya. 2017. ASUHAN KEPERAWATAN TETRALOGY OF FALLOT.Diakses dari
https://www.academia.edu/34972021/ASUHAN_KEPERAWATAN_TETRALOGY_O
F_FALLOT. Pada tanggal 31 Januari 2021.

Anda mungkin juga menyukai