Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Oleh:
dr. Stephanus P.S.N.Ombo

Pendamping :
dr. Noftriana S. Lemauk

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WAMENA
JAYAWIJAYA-PAPUA
2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh; dengan mengucap


syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka atas rahmat-Nya akhirnya penulis
dapat menyusun Laporan Kasus ini dengan lancar. Laporan Kasus adalah salah
satu tugas yang harus dipenuhi peserta Program Internship Dokter Indonesia. Pada
kesempatan kali ini, Laporan Kasus yang penulis susun berjudul “Kejang Demam
Sederhana”
Tentunya dalam penyusunan Laporan Kasus ini, penulis banyak mendapat
rintangan dan hambatan, akan tetapi dengan bantuan beberapa pihak rintangan dan
hambatan itu bisa teratasi. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Kasus ini.

Tentunya penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari
kata sempurna, baik itu dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan
saran-saran yang membangun dari pembaca tentunya sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan penulisan selanjutnya.

Penulis berharap semoga Laporan Kasus ini dapat menjadi manfaat bagi
pembaca terkhusus rekan sesama peserta Program Internship Dokter Indonesia
lainnya.
Wamena, 22 Maret 2022

Dr. Stephanus Ombo

2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi …………………………………………. 5
2.2 Epidemiologi …………………………………………. 5
2.3 Etiologi …………………………………………. 6
2.4 Klasifikasi …………………………………………. 6
2.5 Faktor Resiko …………………………………………. 7
2.6 Diagnosis …………………………………………. 7
2.7 Tatalaksana …………………………………………. 9
2.8 Edukasi …………………………………………. 11
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Identitas …………………………………………. 13
3.2 Anamnesa …………………………………………. 13
3.3 Pemeriksaan Fisik …………………………………………. 14
3.4 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………. 16
3.5 Diagnosis …………………………………………. 17
3.6 Planning …………………………………………. 17
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan dan Saran …………………………………………. 19
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………. 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada anak


berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di
atas 38oC, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh
proses intrakranial.(1)
Dikategorikan sebagai kejang demam apabila kejang yang terjadi karena
kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik lainnya.
Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai
kejang demam. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang
demam, namun sangat jarang terjadi, bila anak berumur kurang dari 6 bulan
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi
susunan saraf pusat. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam melainkan termasuk dalam kejang neonatus.(1,2)
Menurut pendapat para ahli kejang demam yang terbanyak, terjadi pada
waktu anak berusia antara 3 bulan sampai 5 tahun. Berkisar 2% - 5% anak
dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90%
penderita kejang demam terjadi pada anak berusia dibawah 5 tahun. Terbanyak
bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai
dengan 22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18
bulan.(3)
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering terjadi, biasanya
merupakan kejadian tunggal dan tidak berbahaya. Berdasarkan studi populasi,
angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa 2–7%, sedangkan di
Jepang 9–10%. Dilaporkan 21% kejang demam durasinya kurang dari 1 jam, 57%
terjadi antara 1-24 jam berlangsungnya demam dan 22% lebih dari 24 jam. Sekitar
30% pasien akan mengalami kejang demam berulang dan kemudian meningkat
menjadi 50% jika kejang pertama terjadi usia kurang dari 1 tahun. Sejumlah 9–
35% kejang demam pertama kali adalah kompleks, 25% kejang demam kompleks
tersebut berkembang ke arah epilepsy.(2,4)

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada
anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh
(suhu di atas 38oC, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak
disebabkan oleh proses intrakranial.(1)
Dikategorikan sebagai kejang demam apabila kejang yang terjadi
karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau
metabolik lainnya. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka
tidak disebut sebagai kejang demam. Anak berumur antara 1-6 bulan
masih dapat mengalami kejang demam, namun sangat jarang terjadi, bila
anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat. Bayi
berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam melainkan
termasuk dalam kejang neonatus.(1,2)

2.2 Epidemiologi
Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP) usia termuda
bangkitan kejang demam pada usia 6 bulan. Kejang demam merupakan salah
satu kelainan saraf tersering pada anak, terjadi biasanya pada saat anak
berusia antara 3 bulan sampai 5 tahun. Berkisar 2% - 5% anak dibawah 5
tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90% penderita
kejang demam terjadi pada anak berusia dibawah 5 tahun. Terbanyak
bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai
dengan 22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia
18 bulan.(3)

2.3 Etiologi
Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui. Demamnya
sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,

5
gastroenteritis, pneumonia, bronkopneumonia, bronkhitis, tonsillitis, infeksi
saluran kemih, dan
lain – lain.(3)
Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh karena infeksi. Pada
anak-anak infeksi yang sering menyertai kejang demam adalah tonsilitis, infeksi
traktus respiratorius (38-40% kasus), otitis media (15-23%), dan gastroenteritis
(7-9%). Anak-anak yang terkena infeksi dan disertai demam, bila dikombinasikan
dengan ambang kejang yang rendah, maka anak tersebut akan lebih mudah
mendapatkan kejang. Berdasarkan data kepustakaan bahwa 11% anak dengan
kejang demam mengalami kejang pada suhu <37,9ºC, sedangkan 14-40% kejang
terjadi pada suhu antara 38°-38,9ºC, dan 40-56% pada suhu antara 39°C-39,9ºC.(3)

2.4 Klasifikasi
Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Sebagian besar 63% kejang demam
berupa kejang demam sederhana dan 35% berupa kejang demam kompleks.(5)

Tabel 2.1 Perbedaan kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks
Kejang Kejang Demam
No Klinis Demam Kompleks
Sederhana
1 Durasi <15 menit >15menit
2 Tipe kejang Umum Umum/fokal
3 Berulang dalam 1 episode 1 kali >1 kali
4 Defisit neurologis - +/-
5 Riwayat keluarga kejang demam +/- +/-
6 Riwayat keluarga tanpa kejang demam +/- +/-
Abnormalitas neurologis sebelumnya
7 +/- +/-

2.5 Faktor Risiko


Faktor resiko terjadinya kejang demam yaitu demam, usia, dan riwayat
keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil, riwayat pre-eklamsi, hamil
primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat

6
badan lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir) dan faktor pascanatal
(kejang akibat toksik, trauma kepala).(6)
2.6 Penegakan Diagnosis
Dari kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuk
membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu5)

a. Dari anamnesa yang didapatkan


- Umur pasien kurang dari 6 tahun (3 tahun 3 bulan)
- Kejang di dahului demam
- Kejang berlangsung hanya satu kali selama 24 jam dan kurang dari
5 menit
- Kejang umum dan tonik klonik
- Kejang berhenti sendiri
- Pasien tetap sadar setelah kejang

b. Dari pemeriksaan fisik yang didapatkan


- Suhu tubuh axilla 38,0OC
- Tidak ditemukan kelainan neurologis setelah kejang

Penggolongan kejang demam menurut kriteria National Collaborative


Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang lama
kejangnya kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang pada satu episode
demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama dari
15 menit baik bersifat fokal atau multipel. Kejang demam berulang adalah
kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam.(5)

a. Pemeriksaan penunjang yang di perlukan


- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas
indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah.

7
- Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru,
saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak
berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan
umum baik. Indikasi dilakukannya pungsi lumbal :
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut
dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
- Elektroensefalografi (EEG)
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya
fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Pemeriksaan
EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali apabila bangkitan
bersifat fokal.
- Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin
dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan ini
dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang
menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.

2.7 Tatalaksana(5)
a. Tatalaksana saat kejang
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rata- rata 4 menit) dan pada
waktu pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam
keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-

8
lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma
kejang pada umumnya.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital)adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila
setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih
berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus. Bila kejang telah
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan
profilaksis.
b. Tatalaksana saat demam
Pemberian antipiretik, tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan
antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Perkumpulan dokter
neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam.
Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali diberikan 3-4 kali sehari.
c. Antikonvulsan
- Pemberian obat antikonvulsan intermitten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermitten adalah
obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis
intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor
risiko di bawah ini:
1. Kelainan neurologis berat, misalnya cerebral palsy
2. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
3. Usia <6 bulan
4. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
5. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat.

9
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per
oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10
mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan
selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua
bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi.
- Pemberian obat antikonvulsan rumatan
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya
dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan, maka pengobatan rumatan hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek. Indikasi pengobatan rumatan :
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.

Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan


perkembangan, bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang
fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai
fokus organik yang bersifat fokal. Pada anak dengan kelainan
neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk pemberian terapi
profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak berhasil/orangtua
khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumatan.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatan adalah pemberian


obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital
setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat.
Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun,
asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam

10
valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan
selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk kejang demam
tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak
tidak sedang demam.

2.8 Edukasi
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada
saat kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan
meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:
1. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis
baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang
efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.(5)

2.9 Prognosis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang
berulang, baik umum maupun fokal. (5)
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka
kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam
sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsy sebanyak 2% - 7%.
Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan
intelegensi dan pencapaian tingkat akademik. Sebesar 4% penderita kejang
demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan
tingkat intelegensi.(5)

11
BAB III

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : By. Rien Wuka
Tanggal Lahir : 23-02-2021 2018 (11 Bulan)
Jenis Kelamin : Laki-laki

12
Suku : Papua
Agama : Kristen
Alamat : Sinakma
Tanggal Masuk : 3 Januari 2022
Tanggal Pemeriksaan : 3 januari 2022

2. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar orang tua dengan keluhan kejang yang terjadi sejak
±30 menit sebelum masuk rumah sakit. Terjadi sebanyak 1x, kejang seluruh
badan, kejang terjadi dengan durasi < 5 menit. Saat kejang terjadi seluruh
tubuh pasien awalnyan kaku lalu kelonjotan, mata melotot, keluar busa
melalui mulut tidak ada. Setelah pasien mengalami kejang, pasien langsung
menangis. Ibu pasien mengatakan pasien mengalami demam sejak pagi atau
sekitar 10 jam smrs dan disertai dengan batuk dan pilek yang sejak 1
minggu smrs. Mual dan muntah di sangkal. Batuk (+), pilek (+) sesak (-).
BAB dan BAK dalam batas normal. Makan/minum (+/+) ASI (+) Riwayat
kejang sebelum demam tidak ada.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma disangkal, kejang sebelumnya disangkal, asma disangkal,
alergi obat disangkal.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan dan riwayat penyakit
yang sama dengan pasien sebelumnya.
Riwayat kejang/epilepsi dalam keluarga disangkal.
6. Riwayat Pemakaian Obat
Riwayat konsumsi obat sebelumnya disangkal
7. Riwayat imunisasi

13
Tidak pernah imunisasi.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Vital Sign
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
GCS : E4M6V5 (15)
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 146x/menit, regular, t/v cukup, kuat angkat
Respiratory rate : 38x/menit, tipe pernafasan normal
Temperatur : 39,4°C (Axilla)
SpO2 : 92%

b. Data Antropometri
Berat badan sekarang : 7,3 kg
BB/U : -3SD s/d -2 SD
Status Gizi : Gizi kurang

c. Status Generalis

- Kepala
Bentuk : normocephali
Rambut : berwarna hitam, sukar dicabut, ditribusi merata
Wajah : simetris, edema (-), deformitas (-)
Mata : conj. anemia (-/-), RCL (+/+), RCTL (+/+)
sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor (3mm/3mm)
Telinga : normotia, sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : sekret (+/+), perdarahan (-/-), NCH tidak ada

- Mulut
Bibir : kering (-), pucat (-), sianosis (-)
Lidah : papil atrofi (-), lidah kotor (-), tremor (-)
Tenggorokan : T1/T1, hiperemis (+)

14
Faring : hiperemis (+)
Leher : trakea letak ditengah, pembesaran KGB (-), kaku kuduk
(-)

- Thoraks
Anterior/Posterior Kanan/Dextra Kiri/Sinistra
Inspeksi Simetris Simetris
Palpasi Fremitus normal Fremitas normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler Normal, Vesikuler Normal,
Rhonki (-), Wheezing Rhonki (-) , Wheezing
(-) (-)

- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus kordis teraba di ICS V linea aksilaris anterior sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-)

- Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi abdomen (-), pelebaran vena
collateral(-)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar, renal,
lien tidak teraba, turgor kembali cepat.
Auskultasi : Peristaltik 3-4x/ menit, kesan normal.

- Genitalia dan Anus


Genetalia : laki-laki. Pemeriksaan dalam tidak dilakukan.
Anus : ada. Pemeriksaan dalam tidak dilakukan.

- Ekstremitas
Superior Inferior

15
Ekstremitas Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Edema - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Pucat - - - -
CRT <2” <2” <2” <2”
Atrofi - - - -

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi 03/01/2022 Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 10,3 8.0,0-17 g/dL

Hematokrit 32,5 30-43 %

Eritrosit 5,12 3,8-5,5 106/mm3

Leukosit 25,19 6,0-17,5 103/mm3

Trombosit 358 150-450 103/mm3

MCV 63.5 80-100 fl

MCH 20.1 27-31 pg

MCHC 31.7 32-36 %

RDW 15.7 11,5-16,5 %

Eosinofil TAP 0-6 %

Basofil TAP 0-2 %

Neutrofil Segmen TAP 50-70 %

Limfosit TAP 20-40 %

Monosit TAP 2-8 %

Gula darah sewaktu <200 mg/dL

Na 132-146 mmol/L

16
K 3,7-5,4 mmol/L

Cl 98-106 mmol/L

DDR negatif

b. Pemeriksaan SARS-Cov-2 Antibodi (Rapid Test) di RSU Wamena

(3/1/2022)

IgM covid : nonreaktif

IgG covid : nonreaktif

5. Diagnosis
b. Kejang demam sederhana
c. Obs febris ec susp ISPA

6. Terapi
- O2 nasal kanul 1 lpm  SpO2 : 98%
- IVFD D5 ½ NS 400 cc/ 24 jam
- inj. Paracetamol 4x100mg
- inj. Diazepam 2mg jika kejang bolus pelan.

7. Planning
- Monitoring saturasi O2 (SpO2)
- Monitoring kejang
- Konsul spesialis Anak
Advice : Inj. Ceftriaxone 2x200mg
8. Follow Up Harian
23 Juni 2021 (08.00)
Dokter IGD

17
S/ Th/
Batuk (+), demam (-), kejang (-), - O2 simple mask 5 lpm  SpO2 :
KU pasien tampak baik dan sudah 98%
bisa duduk - IVFD Asering 45 tpm (mikro)
O/ - Stesolid supp 10 mg  bila kejang
Kes : Composmentis - Inj. Paracetamol 120mg/8jam (IV)
HR : 116x/menit, t/v cukup, kuat - Inj. Cefotaxime 200mg/24jam (IV)
angkat.
RR : 26x/menit, SpO2 : 96%, rhonki P/
(-/-), wheezing (-/-) - Monitoring saturasi O2 (SpO2)

T : 36,7oC - Monitoring kejang

A/
- Kejang demam sederhana
- Obs Febris
- Susp. Bronkopneumonia

9. Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Bonam

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Kejang demam merupakan jenis kejang yang sering terjadi, terbagi atas
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam
merupakan suatu kondisi yang wajib mendapatkan perhatian khusus dan
memerlukan tatalaksana yang tepat dapat mengatasi kondisi kejang dan mengatasi

18
kausanya. Sebagian besar kejang demam tidak menyebabkan penurunan IQ,
epilepsi, ataupun kematian.
Kejang demam dapat berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan
kecemasan pada keluarga, maka dari itu diperlukan pemeriksaan sesuai indikasi
dan tatalaksana menyeluruh terhadap anak yang mengalami kejang demam serta
pemberian edukasi tentang kejang demam dan tatalaksana awal kejang demam
kepada orang tua sangat penting karena merupakan pilar pertama penanganan
kejang demam sebelum dirujuk ke rumah sakit.
Saran, untuk dapat diaplikasikan di rumah sakit adalah perlu untuk
memberikan penyuluhan tentang kejang demam pada anak di bagian Poliklinik
Anak baik dalam bentuk presentasi di hadapan khalayak umum maupun berupa
leaflet yang dapat dibawa pulang oleh orang tua pasien agar dapat di aplikasikan
kepada anak yang mengalami kejang demam.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Capovilla, Giuseppe, et al. "Recommendations For The Management Of


“Febrile Seizures” Ad Hoc Task Force Of LICE Guidelines Commission.".
Epilepsia Ed. 50. 2009. p:2-6.

2. Cerisola, Alfredo. "Comentario Sobre: Febrile Seizures: Guideline For The


Neurodiagnostic Evaluation Of The Child With A Simple Febrile Seizure.
Subcommittee On Febrile Seizures”; American Academy of Pediatrics.
Pediatrics 2011; 127 (2). p:389-94." Archivos de Pediatría del Uruguay 84.1.
2013. p:55-56.

3. Pasaribu AS. Kejang Demam Sederhana Pada Anak yang Disebabkan karena
Infeksi Tonsil dan Faring. Medula. 2013;1(1). Hal:65-71

4. Arief, Rifqi Fadly. "Penatalaksanaan Kejang Demam." Cermin Dunia


Kedokteran Ed. 42.9. 2015. p:658-661..

5. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku


Rekomendasi Penatalaksaan Kejang Demam. Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI). Jakarta; 2017. Hal 1-16.

6. Fuadi, Tjipta Bahtera, and Noor Wijayahadi. "Faktor risiko bangkitan kejang
demam pada anak." Sari Pediatri Ed. 12.3. 2016. Hal:142-9..

20

Anda mungkin juga menyukai