Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

Kejang Demam Sederhana

Disusun oleh:

Pembimbing
dr. Debby Puspitasary, Sp.A

dr. Rizka Octavia


BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
diatas 38 oC). Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada
anak-anak, terutama pada golongan umur 3bulan sampai 5tahun. Sebanyak 2% sampai 5% anak
yang berumur kurang dari 5 tahun pernah mengalami kejang disertai demam dan kejadian terbanyak
adalah pada usia 17-23 bulan. Secara umum kejang demam memiliki prognosis yang baik, namun
sekitar 30 sampai 35% anak dengan kejang demam pertama akan mengalami kejang demam
berulang.1,2
Setiap tahunnya kejadian kejang demam di USA Hampir 1,5 juta, dan sebagian besar terjadi
dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak pada usia 18 bulan. Angka kejadian kejang
demam bervariasi di berbagai negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika tercatat 2-4% angka
kejadian Kejang demam per tahunnya. Sedangkan di India sebesar 5-10% dan di Jepang 8,8%.
Hampir 80% kasus adalah kejang demam sederhana (kejang 15 menit, fokal atau kejang umum
didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam). Penyebab kejang demam
hingga kini belum di ketahui dengan pasti. Kejang demam tidak selalu timbul pada suhu yang
tinggi, kadang kadang demam tidak terlalu tinggi dapat menyebabkan kejang. Adapun penyebab
terjadinya kejang demam, antara lain : obat-obatan, ketidakseimbangan kimiawi seperti
hiperkalemia, hipoglikemia dan asidosis, demam, patologis otak, eklampsia (ibu yang mengalami
hipertensi prenatal, toksimea gravidarum). Selain penyebab kejang demam diantara infeksi saluran
pernapasan atas adapun penyakit yang menyertainya kejang demam.2,3
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam
sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan kejang demam
kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali kejang
dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini
terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,
tingginya demam, usia pasien, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan lainnya.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi (suhu tubuh diatas 38 o
C) karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang deman atau febrile convulsion adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh proses ektrakranium. Kejang
demam adalah perubahan aktivitas motorik yang bersifat paroksimal dan dalamm waktu tertentu
akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal diotak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh. Jadi
dapat disimpulkan bahwa kejang demam adalah gangguan yang terjadi akibat peningkatan suhu
tubuh pada anak yang mengakibatkan kejang yang disebabkan oleh proses ektrakranial.
Kejang demam dibagi menjadi 2 tipe, yaitu: Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) dan
Kejang demam kompleks (complex febrile seizure).1

Kejang demam sederhana


Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk kejang umum (tonik dan
atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam, tanpa defisit neurologi.
Keterangan:
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Sebagian besar kejang
demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri. 1

Kejang demam kompleks


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
Kejang lama (>15 menit). Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam. Tanpa defisit neurologi.1
Keterangan:
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2
kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. 1
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2 bangkitan kejang anak
sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam.

Faktor resiko berulangnya kejang demam yaitu :


Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga. Usia kurang dari 12 bulan. Suhu tubuh kurang
dari 39oC saat kejang. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Semua faktor risiko ada, kemungkinan berulang 80% Tidak ada faktor risiko kemungkinan berulang
10-15%.5

Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun, kejadian terbanyak
adalah pada usia 17-23 bulan. Setiap tahunnya kejadian kejang demam di USA Hampir 1,5 juta, dan
sebagian besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak pada usia 18 bulan.
Angka kejadian kejang demam bervariasi di berbagai negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika
tercatat 2-4% angka kejadian Kejang demam per tahunnya. Sedangkan di India sebesar 5-10% dan
di Jepang 8,8%. Hampir 80% kasus adalah kejang demam sederhana (kejang 15 menit, fokal atau
kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam).1
Menurut data profil kesehatan indonesia tahun 2012 yaitu didapatkan 10 penyakit-penyakit
yang sering rawat inap di rumah sakit diantaranya diare dan penyakit gastroenteritis oleh penyebab
infeksi tertentu, demam berdarah dengue, demam tifoid dan paratifoid, penyulit kehamilan,
dispepsia, hipertensi esensial, cidera intrakranial, infeksi saluran pernafasan atas (ISPA),
pneumonia, dan biasanya penyakit yang menyertai kejang demam memiliki manifestasi klinis
demam, dengan peningkatan suhu yang akan dapat mengakibatkan bangkitan kejang.4
Angka kejadian kejang demam di Indonesia mencapai 2% sampai 4% dari tahun 2005
sampai 2006. Berdasarkan fenomena yang banyak terjadi di Indonesia sering terjadi saat demam
tidak di tangani dengan baik oleh orang tua, seperti tidak segera memberikan kompres pada anak
ketika terjadi kejang demam, tidak memberikan obat penurunan demam, dan sebagai orang tua
justru membawa anaknya kedukun sehingga sering terjadi keterlambatan bagi petugas dalam
menangani yang berlanjut pada kejang demam.4
Adapun prilaku-prilaku ibu pada saat kejang berupa : memasukkan sendok ke mulut anak,
memberikan kopi saat anak kejang, memasukkan gula ke dalam mulut anak, menyembur tubuh anak
yang kejang, mengoleskan terasi dan bawang ke tubuh anak, meletakkan jimat di dekat tubuh anak.
Prilaku demikian berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tercatat terjadi 35% dari
kasus kejang demam yang di tangani dan hal itu dapat lebih besar pada kasus kasus yag tidak
tercatat. Kejang demam yang di perkirakan setiap tahun nya terjadi diantara nya mengalami
komplikasi epilepsi. Di indonesia sendiri komplikasi yang terjadi kejadian kejang demam berupa
kejang berulang, epilepsi, hemiparese dan gangguan mental.4
Etiologi
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam diantaranya adalah infeksi yang mengenai
jaringan ekstrakranial seperti otitis media akut, bronkitis dan tonsilitis (Riyadi, 2013). Sedangkan
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) (2013), menjelaskan bahwa penyebab terjadinya kejang
demam antara lain obat-obatan, ketidak seimbangan kimiawi seperti hiperkalemia, hipoglikemia,
asidosis, demam, patologis otak dan eklamsia (ibu yang mengalami hipertensi prenatal, toksimea
gravidarum).
Kejang pada neonatus dan anak bukanlah suatu penyakit, namun merupakan suatu gejala
penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang atau adanya kelainan susunan saraf
pusat. Penyebab utama kejang adalah kelainan bawaan di otak (Hidrosefalus, HIE(Hipoksik Iskemik
Enselopati), kongenital anomali) sedangkan penyebab sekundernya adalah gangguan metabolik atau
penyakit lain seperti penyakit infeksi virus dan bakteri. Negara berkembang, kejang pada neonatus
dan anak sering disebabkan oleh tetanus neonatus, sepsis, meningitis, ensefalitis, perdarahan otak
dan cacat bawaan. Penyebab kejang pada neontaus, baik primer maupun sekunder umumnya
berkaitan erat dengan kondisi bayi didalam kandungan dan saat proses persalinan serta masa- masa
bayi baru lahir. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumbantobing pada 297
anak penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan demam yang akhirnya
memicu serangan kejang demam salah satunya adalah gastroenteritis 27%.1-3

Patogenesis
Ngastiyah (2014), menjelaskan bahwa untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau
organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
terpenting adalah glukosa. Sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantara fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui kardiovaskular. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipercah menjadi CO2 dan air. Sel
dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neoron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi
kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedangkan di luar sel terdapat
keadaan sebaliknya. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 derajat Celcius akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basar 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang
anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadi kejang. 2-4
Faktor genetik merupakan peran utama dalam ketentanan kejang dan dipengaruhi oleh usia
dan metoritas otak. Kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan akhirnya terjadi hipoksemia., hiperkapnia, asidodosis laktat
disebabkan oleh matabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur
dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat. Hal ini mengakibatkan terjadinya kerusakan
pada neuron dan terdapat gangguan perederan darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggalkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapatkan serangan kejang sedang berlangsung lama di kemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlansung lama
dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi (Nurindah , 2014). 2-4

Manifestasi Klinis
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat agar didapatkan riwayat penyakit yang akurat
mengenai kejang demam, beberapa pertanyaan berikut ini sangat berguna dalam pertimbangan
diagnosis kejang demam yaitu jenis kejang, lama kejang, frekuensi kejang, kesadaran sebelum saat
dan sesudah kejang, suhu tubuh sebelum dan sesudah kejang, penyebab demam, Riwayat kejang
demam dahulu dan pada keluarga, dan pentingnya untuk menyingkirkan penyebab kejang yang lain
seperti gangguan elektrolit,dan hipohlikemia .
Pada Pemeriksaan fisik, dapat ditemukan suhu tubuh tinggi >38oC, kesadaran CM, tidak
didapatkan peningkatan tekanan intracranial(Ubun-ubun besar cembung, edema papil), dapat
ditemukan infeksi diluar SSP seperti ISPA, GEA, ISK, dan OMA, dan pada pemerikaan motorik,
sensorik, fisiologis normal dan tidak ada reflek patologis.1,5

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang
dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah (level of evidence 2,
derajat rekomendasi B).

Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak
dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana
dengan keadaan umum baik.
Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2, derajat rekomendasi B):
Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai
demam yang sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat
mengaburkan tanda dan gejala meningitis.

Elektroensefalografi (EEG) Indikasi pemeriksaan EEG:


Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali apabila bangkitan bersifat
fokal. EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang
membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada anak
dengan kejang demam sederhana (level of evidence 2, derajat rekomendasi B). Pemeriksaan
tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya
hemiparesis, makro/mikrosefali,atau paresis nervus kranialis. 1,5,6

Diagnosis Banding
Diagnosa banding ialah meningitis dan epilepsy. Pada epilepsi dapat ditemukan kejang tanpa
secara spontan tanpa provokasi, dengan frekuensi 2x/lebih interval kurang
24 jam. Pada meningitis ditemukan infeksi cairan serebrospinal disertai radang arachnoid dan
piamater dengan ditemukan tanda meningeal sign.4

Tatalaksana
Saat kejang :
Pertahankan fungsi vital (airway, breathing, circulation). Identifikasi dan terapi factor
penyebab dan faktor presipitasi. Menghentikan aktivitas kejang. Evaluasi tanda vital serta penilaian
airway, breathing, circulation (ABC) harus dilakukan seiring dengan pemberian obat anti-
konvulsan.
Pemilihan jenis obat serta dosis anti-konvulsan pada tata laksana SE sangat sesuai algoritme
tatalaksana kejang akut Antipiretik dapat diberikan dengan Dosis parasetamol yang digunakan
adalah10-15mg/kg/kalidiberikan tiap 4-6 jam, Dosis ibuprofen 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.7
Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam spuit, kecepatan 2 mg/menit.
Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan. Fenobarbital: pemberian boleh
diencerkan dengan NaCl 0,9% 1:1 dengan kecepatan yang sama. Midazolam buccal: dapat
menggunakan midazolam sediaan IV/IM, ambil sesuai dosis yang diperlukan dengan menggunakan
spuit 1 cc yang telah dibuang jarumnya, dan teteskan pada buccal kanan, selama 1 menit. Dosis
midazolam buccal berdasarkan kelompok usia;
2,5 mg (usia 6 – 12 bulan)
5 mg (usia 1 – 5 tahun)
7,5 mg (usia 5 – 9 tahun)
10 mg (usia ≥ 10 tahun)
Tapering midazolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24 jam setelah pemberian
midazolam, maka pemberian midazolam dapat diturunkan secara bertahap dengan kecepatan 0,1
mg/jam dan dapat dihentikan setelah 48 jam bebas kejang. Midazolam: Pemberian midazolam infus
kontinyu seharusnya di ICU, namun disesuaikan dengan kondisi rumah sakit. Bila pasien terdapat
riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam keadaan tidak kejang, maka dapat diberikan
fenitoin atau fenobarbital 10 mg/kg IV dilanjutkan dengan pemberian rumatan bila diperlukan. 1
Pemberian obat data demam:
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang
demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A). Meskipun demikian, dokter neurologi anak di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan
adalah 10- 15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. 1

Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang
diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan
salah satu faktor risiko di bawah ini:
Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun. Usia
<6 bulan. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius. Apabila pada episode
kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat. Obat yang digunakan adalah
diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg
dan 10 mg untuk berat badan>12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam
7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan
pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta
sedasi.1,5

Pemberian obat antikonvulsan rumat


Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat
menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan rumat hanya diberikan
terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (level of evidence 3, derajat rekomendasi D).

Indikasi pengobatan rumat:


Kejang fokal. Kejang lama >15 menit. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Keterangan:
Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan, bukan merupakan indikasi
pengobatan rumat.
Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik yang
bersifat fokal.
Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk pemberian terapi
profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan terapi
antikonvulsan rumat.
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang (level of evidence 1, derajat rekomendasi B). Pemakaian fenobarbital setiap
hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan
saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2
tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan
diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan
tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam. 1,5

Prognosis
Secara umum kejang demam memiliki prognosis yang baik, namun sekitar 30 sampai 35%
anak dengan kejang demam pertama akan mengalami kejang. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi
pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan
terdapat gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut
menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama Sehingga
diperlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi berulangnya kejang demam yang
bisa diberikan kepada orangtua untuk meredakan ketakutan yang berlebihan dan kepentingan
tatalaksana.1,4,5

Edukasi
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat kejang,
sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus
dikurangi dengan cara diantaranya:
Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik.
Memberitahukan cara penanganan kejang.
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.

Edukasi beberapa hal yang harus dikerjakan saat anak kejang


Tetap tenang dan tidak panik. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher. Bila
anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan muntahan atau lendir di
mulut atau hidung. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan
lama kejang. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang. Berikan diazepam rektal bila kejang
masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal
hanya boleh diberikan satu kali oleh orangtua. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang
berlangsung 5 menit atau lebih, suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti
dengan diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.

Imunisasi
Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan
kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi
belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah suatu upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga
apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit
ringan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Imunisasi merupakan salah satu cara
yang efektif untuk mencegah penularan penyakit dan upaya menurunkan angka kesakitan dan
kematian pada bayi dan balita.
Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam
mencegah beberapa penyakit berbahaya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).
Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang efektif untuk mencegah terjadinya penyakit
infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Jadi Imunisasi ialah tindakan yang dengan sengaja
memberikan antigen atau bakteri dari suatu patogen yang akan menstimulasi sistem imun dan
menimbulkan kekebalan, sehingga hanya mengalami gejala ringan apabila terpapar dengan penyakit
tersebut.
Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit menular khususnya Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) yang diberikan kepada anak sejak masih bayi, remaja,
hingga dewasa. Cara kerja imunisasi yaitu dengan memberikan antigen bakteri atau virus tertentu
yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan merangsang sistem imun tubuh untuk
membentuk antibodi. Antibodi yang terbentuk setelah imunisasi berguna untuk menimbulkan/
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif sehingga dapat mencegah atau mengurangi akibat
penularan PD3I tersebut.
Penentuan jenis imunisasi didasarkan atas kajian ahli dan analisa epidemiologi atas
penyakit- penyakit yang timbul. Di Indonesia, program imunisasi mewajibkan setiap bayi (usia 0-11
bulan) mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri 1 dosis hepatitis B, 1 dosis BCG, 3 dosis
DPT-HB-Hib, 4 dosis polio tetes, dan 1 dosis campak. 8.9
Apa saja perbedaan dari masing-masing imunisasi tersebut.
1. Imunisasi Hepatitis B (HB)
Manfaat: Melindungi tubuh dari virus Hepatitis B, yang bisa menyebabkan kerusakan pada hati.
Waktu pemberian: Dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 bulan, lalu saat 3 - 6
bulan. Catatan khusus: Jarak antara pemberian pertama dan kedua minimal 4 minggu.

2. Imunisasi BCG
Manfaat: Mencegah penyakit tuberkulosis atau TB (bukan lagi disingkat TBC), yaitu infeksi yang
disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru,
walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh lain dan ditularkan orang ke orang.
Waktu pemberian: Sejak bayi lahir.
Catatan khusus: Bila ibu ketinggalan dan umur si kecil sudah lebih dari 3 bulan, harus dilakukan uji
tuberkulin terlebih dulu. Uji ini untuk mengetahui apakah di dalam tubuh anak sudah terdapat
bakteri penyebab TB atau tidak. BCG baru bisa diberikan, bila uji tuberkulin negatif.

3. Imunisasi DPT
Manfaat: Mencegah tiga jenis penyakit, yaitu Difteri (infeksi saluran pernapasan yang disebabkan
bakteri), Tetanus (infeksi bakteri pada bagian tubuh yang terluka), dan Pertusis (batuk rejan,
biasanya berlangsung dalam waktu yang lama).
Waktu pemberian: Pertama kali diberikan saat bayi berumur lebih dari enam minggu. Pemberian
selanjutnya pada usia 4 dan 6 bulan.
Catatan khusus:
- Ulangan DTP diberikan umur 18 bulan dan 5 tahun. Pada usia 12 tahun, vaksin ini diberikan lagi,
biasanya di sekolah.
- Kebanyakan bayi akan mengalami demam pada sore hari setelah imunisasi DPT, tetapi demam
akan turun dan hilang dalam 2 hari. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan
pengobatan khusus, dan akan sembuh dengan sendirinya. Bila gejala tersebut tidak muncul, tidak
perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan, dan imunisasi tidak perlu
diulang.

4. Imunisasi Haemophilus Influenzae tipe B HiB


Manfaat: melindungi tubuh dari penyakit meningitis, pneumonia dan epligotitis.
Waktu pemberian : anak-anak usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan 12-15 bulan.

5. Imunisasi Polio
Manfaat: Melindungi tubuh terhadap virus polio, yang menyebabkan kelumpuhan.
Waktu pemberian: Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama setelah lahir. Selanjutnya, vaksin ini
diberikan tiga kali, yakni saat bayi berumur 2, 4, dan 6 bulan.
Catatan khusus: Pemberian vaksin ini harus diulang (boost) pada usia 18 bulan dan 5 tahun

6. Imunisasi Campak
Manfaat: Melindungi anak dari penyakit campak yang disebabkan virus.
Waktu pemberian: Pertama kali diberikan saat anak umur 9 bulan. Campak kedua diberikan pada
saat anak SD kelas 1 (6 tahun).
Catatan khusus: Jika belum mendapat vaksin campak pada umur 9 bulan, anak bisa diberikan vaksin
kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (MMR atau Measles, Mumps, Rubella) di usia
15 bulan.

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi


Berdasarkan Info Datin Kementerian Kesehatan (2016), penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi yaitu :
a. Pada imunisasi wajib antara lain: polio, tuberculosis, hepatitis B, difteri, campak rubella dan
sindrom kecacatan bawaan akibat rubella (congenital rubella syndrome/CRS)
b. Pada imunisasi yang dianjurkan antara lain: tetanus, pneumonia (radang paru), meningitis (radang
selaput otak), cacar air. Alasan pemberian imunisasi pada penyakit tersebut karena kejadian di
Indonesia masih cukup tinggi dapat dilihat dari banyaknya balita yang meninggal akibat penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
c. Pada imunisasi lain disesuaikan terhadap kondisi suatu negara tertentu.8.9
Jadwal Imunisasi
Jadwal imunisasi IDAI tahun 2020 (IDAI, 2020)

Indeks Massa Tubuh


Indeks massa tubuh (IMT) adalah metode yang murah, mudah dan sederhana untuk menilai
status gizi pada seorang individu, namun tidak dapat mengukur lemak tubuh secara langsung.
Pengukuran dan penilaian menggunakan IMT berhubungan dengan kekurangan dan kelebihan status
gizi. Gizi kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi dan gizi lebih dengan
akumulasi lemak tubuh berlebihan meningkatkan risiko menderita penyakit degeneratif. IMT
merupakan rumus matematis yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan
kuadrat tinggi badan (dalam meter). Penggunaan rumus ini hanya dapat diterapkan pada seseorang
berusia antara 19 hingga 70 tahun, berstruktur tulang belakang normal, bukan atlet atau
binaragawan, dan bukan ibu hamil atau menyusui. Pengukuran IMT ini dapat digunakan terutama
jika pengukuran tebal lipatan kulit tidak dapat dilakukan atau nilai bakunya tidak tersedia.
Interpretasi IMT pada anak tidak sama dengan IMT pada orang dewasa. IMT pada anak disesuaikan
dengan umur dan jenis kelamin anak 10 11 karena anak lelaki dan perempuan memiliki kadar lemak
tubuh yang berbeda.10
Rumus untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan rumus metrik berikut:

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh


Orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, indeks massa tubuh (IMT) diinterpretasi
menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua umur bagi laki-laki dan
perempuan. Interpretasi IMT pada anak-anak dan remaja adalah spesifik mengikut usia dan jenis
kelamin.
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT berdasarkan usia dan jenis kelamin untuk anak-anak dan remaja
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Tanggal 23 Oktober 2022
Nama : An.AP
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 11 Bulan 6 Hari
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Alamat : Kp Barat Kebun RT 02 RW 02

ANAMNESIS
Diambil dari :Alloanamnesis pada Ibu pasien, Tanggal masuk RS: 23 Oktober 2022 Jam 04.45
WIB Tanggal Pemeriksaan : 23 Oktober 2022 Jam 04.50 WIB.

Keluhan Utama:
Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang:


Seorang perempuan usia 11 bulan datang dengan keluhan kejang sekitar 30 menit yang lalu. Kejang
sebanyak 1x selama ± 1 menit, dikatakan kejang kelojotan terjadi pada seluruh bagian tubuh baik
tangan dan kaki, dan dari mulut tidak mengeluarkan lendir atau busa. Sebelum dan sesudah kejang
pasien tampak sadar secara penuh. Nafsu makan pasien menurun, pasien hanya mau makan 1-2
sendok makan, namun masih mau minum susu dan air putih kurang lebih sekitar 4-5 gelas dalam
sehari. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien ada demam 3 hari sebelum masuk rumah sakit dan ada
batuk, pilek, mual, dan muntah 1x di IGD. Buang air besar normal 1 x/hari berwarna kuning
kecoklatan, konsistensi padat, tidak ada lendir maupun darah. Buang air kecil 4-7x/hari berwarna
kuning jernih, tidak ada nyeri, dan tidak ada darah.
Riwayat Penyakit Dahulu :
(-) Sepsis (-) Meningoencephalitis (+) Kejang Demam
(-) Tuberkulosis (-) Pneumonia
(-) Asma (-) Alergic Rhinitis (-) Alergi lainnya
(-) Diare akut (-) Diare Kronis (-) Gastritis
(-) Disentri (-) Kolera (-) Amoebiasis
(-) Tifus abdominalis (-) DHF
(-) Cacar air (-) Campak (-) Difteri
(-) Batuk rejan (-) Tetanus (-) Polio
(-) Demam Rematik Akut (-) Penyakit Jantung Rematik (-) Penyakit Jantung Bawaan
(-) Glomerulonefritis (-) Sindroma Nefrotik (-) ISK
Lain-lain: (-) Operasi (-)Kecelakaan

Riwayat Penyakit Keluarga :

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi +
Asma +
Tuberkulosis +
Hipertensi +
Diabetes +
Kejang Demam +
Epilepsi +
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

Kehamilan
Perawatan antenatal :Setiap bulan ibu pasien kontrol ke rumah sakit
Penyakit kehamilan :Tidak ada.

Kelahiran
Tempat kelahiran :Rumah sakit.
Penolong persalinan :Dokter
Cara persalinan : Spontan pervaginam
Masa gestasi :38 Minggu
Keadaan bayi
Berat badan lahir :3100 gram
Panjang badan lahir :51 cm
Lingkar kepala : Tidak diketahui
Langsung menangis : Langsung menangis
Pucat/Biru/Kuning/Kejang :Tidak ada
Kelainan bawaan : Tidak ada

Kesan: Neonatus cukup bulan, Sesuai masa kehamilan

RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


Pertumbuhan gigi pertama : ± 8 bulan (normal 5-9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap : ± 5 bulan (normal 4-6 bulan)
Duduk : ± 6 bulan (normal 6 bulan)
Berdiri : ± 10bulan (normal 9-12 bulan)
Menyebut ”mama” : ± 11 bulan (normal 10-12 bulan)
Berjalan : ± 13 bulan (normal 13-18 bulan)

Kesan: tidak ada gangguan pada tumbuh kembang anak

RIWAYAT IMUNISASI
Ibu pasien mengaku lengkap melakukan imunisasi wajib di posyandu.
Hepatitis B 4x
Polio 4x
BCG 1x
DPT 3x
Campak 1x

RIWAYAT NUTRISI
0-80 hari : ASI
80 hari – 6 bulan : Susu formula
6-9 bulan : Susu formula dan bubur saring
9-12 bulan : Susu formula dan bubur tim
> 12 bulan : Susu formula dan makanan keluarga

PEMERIKSAAN FISIK
(dilakukan pada tanggal 23 Oktober 2022)
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital
Frekuensi Nadi : 115 x/menit
Tekanan Darah : - mmhg
Frekuensi Napas : 22 x/menit
Suhu tubuh : 38,6oC
SpO2 : 99 %

Status gizi
Plot Berat Badan Menurut Umur menurut WHO
BB: 9,2 KG
PB :84 cm
Head circumference 46,5 cm
Kesan : Status gizi dalam batas normal

5
Gambar 1. Weight for Age Girls WHO

Gambar 2. Length for Age Girls WHO

6
Gambar 3. Head circumference for Girls WHO

PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kepala
Bentuk dan ukuran : Normocephali (LK 45cm), ubun ubun besar tertutup
Mata : Bentuk normal, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- , kedua pupil
bulat
isokor diameter 3 mm.
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret -/-
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret -/-, perdarahan -/-, nafas cuping
hidung (-)
Mulut : mukosa bibir lembab, sianonis (-),stomatitis (-), T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher : Trakea lurus ditengah, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,
Retraksi
Suprasternal (-).
Thoraks
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi sela
iga (-), pernafasan abdominotorakal

7
Palpasi : Vokal fremitus simetris
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba di ICS IV linea midclavicula kiri
Perkusi : Batas atas jantung di ICS II linea parasternal kiri. Batas kiri jantung di ICS V, linea
midclavicula kiri. Batas kanan jantung di ICS IV, linea sternal kanan.
Auskultasi : BJ I/II reguler murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), organomegali (-), turgor kembali cepat
Perkusi : Timpani di seluruh lapang perut
Genital : Tidak ada keluhan

Extremitas
Atas : akral hangat, capilarry refill time <2”, tonus baik
Bawah : akral hangat, capilarry refill time <2”, tonus baik

Pemeriksaan kaku kuduk : negatif

8
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

JENIS PEMERIKSAAN HASIL UNIT NILAI RUJUKAN


HEMATOLOGI 23 Oktober 2022
Hemoglobin 12,1 g/dl 0.7-13.1
Eritrosit 5,35 10/ ul 3.60-5.20
Hematokrit 37,6 % 35-43
Laju Endap Darah 15/30 mm/jam <25
MCV 70.2 fl 74.0-102.0
MCH 22.6 pg 23.0-31.0
MCHC 32.2 g/L 28.0-32.0
RDW-SD 42.0 fL 37-54
RDW-CV 13.5 % 11.5-14.5
Leukosit 17.4 10 /ul 6.00-17.50
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.1 % 1.0-5.0
Basofil 1.4 % 0-1
Neutrofil 53.2 % 17.0-60.0
Limfosit 37.5 % 20.0-70.0
Monosit 7.8 % 1.0-11.0
Trombosit 266 10 /ul 229-553
PDW 13.8 fl 9.0-17.0
MPW 8.4 fl 6.8-10.0
P-LCR 24.3 % 13.0-43.0
PCT 0.22 % 0.17-0.35
ACL 6.47 10 /ul <1.5
NLR 1.4 >3.13
KIMIA DARAH
Glukosa Sewaktu 160 mg/dL <200

JENIS PEMERIKSAAN HASIL UNIT NILAI RUJUKAN


9
HEMATOLOGI 25 Oktober 2022
Hemoglobin 10,1 g/dl 0.7-13.1
Eritrosit 4.84 10/ ul 3.60-5.20
Hematokrit 33.5 % 35-43
Laju Endap Darah 15/30 mm/jam <25
MCV 67.1 fl 74.0-102.0
MCH 20.9 pg 23.0-31.0
MCHC 31.1 g/L 28.0-32.0
RDW-SD 38.4 fL 37-54
RDW-CV 16.1 % 11.5-14.5
Leukosit 11.8 10 /ul 6.00-17.50
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.2 % 1.0-5.0
Basofil 0.1 % 0-1
Neutrofil 62.1 % 17.0-60.0
Limfosit 28.5 % 20.0-70.0
Monosit 9.1 % 1.0-11.0
Trombosit 279 10 /ul 229-553
PDW 11.1 fl 9.0-17.0
MPW 9.6 fl 6.8-10.0
P-LCR 22.9 % 13.0-43.0
PCT 0.27 % 0.17-0.35
ACL 3.37 10 /ul <1.5
NLR 2.2 >3.13
KIMIA DARAH
Glukosa Sewaktu 160 mg/dL <200

10
RINGKASAN

Seorang anak perempuan usia 11 bulan datang dengan keluhan kejang sekitar 30 menit yang lalu.
Kejang sebanyak 1x selama ± 1 menit, kejang kelojotan terjadi pada seluruh bagian tubuh baik
tangan dan kaki, dan dari mulut tidak mengeluarkan lendir atau busa. Sebelum dan sesudah kejang
pasien tampak sadar secara penuh. Nafsu makan pasien menurun , pasien hanya mau makan 1-2
sendok makan, namun masih mau minum susu dan air putih kurang lebih sekitar 5-6 gelas dalam
sehari. Ibu pasien mengaku pasien demam 3 hari sebelum masuk rumah sakit dan adanya batuk,
pilek, mual, dan muntah 1x di IGD. Buang air besar normal 1 x/hari berwarna kuning kecoklatan,
konsistensi padat, tidak ada lendir maupun darah. Buang air kecil 4-7x/hari berwarna kuning jernih,
tidak ada nyeri,dan darah.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, frekuensi Nadi 161
x/menit, frekuensi Napas 22 x/menit , suhu tubuh 38,6oC dan SpO2 98%. Pada pemeriksaan darah
rutin didapatkan Hb 12.1 g/dl, Ht 24%, Leukosit 17.4, Trombosit 266.000

DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam sederhana

TATALAKSANA
-IVFD D5 ¼ NS 1000 cc/24 jam
-Inj Santagesik 3x100mg
-inj Ondansetron 3x1mg
-inj ranitidin 2x10mg

PROGNOSIS
ad. Vitam : Dubia ad. Bonam
ad. Fungsionam : Dubia ad.Bonam
ad. Sanatiomsm : Dubia ad. Bonam

11
Follow Up

23/10/2022 Jam : 09.00 WIB


S : Ibu pasien mengeluh demam tinggi, anaknya rewel
O : CM, GCS 456
Tanda Vital
Frekuensi Nadi : 110 x/menit
Tekanan Darah : - mmhg
Frekuensi Napas : 22 x/menit
Suhu tubuh : 36.7oC
SpO2 : 99 %
A : KDS
P: -IVFD D5 ¼ NS 1000 cc/24 jam
-Inj Santagesik 3x100mg
-inj Ondansetron 3x1mg
-inj ranitidin 2x10mg

24/10/2022 Jam : 09.00 WIB


S : Pasien mengeluh demam menurun
O : CM, GCS 456
Tanda Vital
Frekuensi Nadi : 110 x/menit
Tekanan Darah : - mmhg
Frekuensi Napas : 22 x/menit
Suhu tubuh : 36.7oC
SpO2 : 99 %
A : KDS
P: -IVFD D5 ¼ NS 1000 cc/24 jam
-Inj Santagesik 3x100mg
-inj Ondansetron 3x1mg
-inj ranitidin 2x10mg

12
25/10/2022 Jam : 09.00 WIB
S : Pasien mengeluh sudah tidak demam
O : CM, GCS 456
Tanda Vital
Frekuensi Nadi : 110 x/menit
Tekanan Darah : - mmhg
Frekuensi Napas : 22 x/menit
Suhu tubuh : 36,5oC
SpO2 : 99 %
A: KDS
P: -IVFD D5 ¼ NS 1000 cc/24 jam
-Inj Santagesik 3x100mg
-inj Ondansetron 3x1mg
-inj ranitidin 2x10mg

26/10/2022 Jam : 09.00 WIB


S : Pasien mengeluh sudah tidak demam
O : CM, GCS 456
Tanda Vital
Frekuensi Nadi : 110 x/menit
Tekanan Darah : - mmhg
Frekuensi Napas : 22 x/menit
Suhu tubuh : 36,5oC
SpO2 : 99 %
A: KDS
P: -IVFD D5 ¼ NS 1000 cc/24 jam
-Inj Santagesik 3x100mg
-inj Ondansetron 3x1mg
-inj ranitidin 2x10mg

13
BAB IV
KESIMPULAN

Seorang anak perempuan usia 11 bulan datang dengan keluhan kejang sekitar 30 menit yang
lalu. Kejang sebanyak 1x selama ± 1 menit, kejang kelojotan terjadi pada seluruh bagian tubuh baik
tangan dan kaki, dan dari mulut tidak mengeluarkan lendir atau busa. Sebelum dan sesudah kejang
pasien tampak sadar secara penuh. Nafsu makan pasien menurun , pasien hanya mau makan 1-2
sendok makan, namun masih mau minum susu dan air putih kurang lebih sekitar 5-6 gelas dalam
sehari. Ibu pasien mengaku pasien demam 3 hari sebelum masuk rumah sakit dan adanya batuk,
pilek, mual, dan muntah 1x di IGD. Buang air besar normal 1 x/hari berwarna kuning kecoklatan,
konsistensi padat, tidak ada lendir maupun darah. Buang air kecil 4-7x/hari berwarna kuning jernih,
tidak ada nyeri,dan darah.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, frekuensi
Nadi 161 x/menit, frekuensi Napas 22 x/menit , suhu tubuh 38,6oC dan SpO2 98%. Pada
pemeriksaan darah rutin didapatkan Hb 12.1 g/dl, Ht 24%, Leukosit 17.4, Trombosit 266.000
Sesuai dengan pathogenesis jika anak demam terjadi perubahan metabolit basal sehingga
dengan muatan listrik lepas dapat terjadi kejang tergantung tinggi dan rendahnya ambang kejang
anak. Prognosis baik, namun perlu diingat anak yang mengalami kejang demam pertama
kemungkinan 30-35% akan mengalami kejang kembali, sehingga penting untuk memberi edukasi ke
orangtua cara penanganan kejang dan tindakan yang dilakukan saat anak kejang.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Unit kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. Rekomendasi
Penatalaksanaan Kejang Demam. 2016. Ikatan Dokter Anak Indonesia. h 1-16. Diakses
tanggal 23 Mei 2022. https://pediatricfkuns.ac.id/data/ebook/rekomendasi-kejang-
demam.pdf
2. Vivit, Afdal, Iskandal. 2016. Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Timbulnya
Kejang Demam Berulang pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Anak RS. DR. M. Djamil
Padang Periode Januari 2010 – Desember 2012. Jurnal Kesehatan Andalas; 5(3). Universitas
Andalas. Diakses tanggal 23 Mei 2022.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/viewFile/605/491
3. Wardani AK. 2013. Kejang Demam Sederhana Pada Anak Usia 1 tahun. Jurnal Medula
Unila;1(1). h 57-64. Diakses tanggal 23 Mei 2022
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/73
4. Rasyid, Astuti. 2019, Determinan Kejadian Kejang Demam pada Balita di Rumah Sakit Ibu
dan Anak Budhi Mulia Pekanbaru. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia;3(1). h 1-6.
Diakses tanggal 23 Mei 2022. https://journal.fkm.ui.ac.id/epid/article/view/2108
5. Shodikin M, 2017. Kejang Demam . Karya Ilmiah. Fakulas Kedokteran Universitas Jember.
Diakses tanggal 23 Mei 2022.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/448/449
6. American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Febrile Seizure. Pediatr. 2011;127:389-
94. Kesepakatan UKK Neurologi IDAI. 2016.
7. Asticaliana Erwika . 2014. Therapy Management of Simple Febrile Seizure With
Hyperpirexia in Three Years Old Child. Journal Medula Unila;3(2). University of Lampung.
2014. P1-6. Diakses tanggal 23 Mei 2022.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/448/449
8. Kementrian Kesehatan RI. Imunisasi Pada Anak. 2015
9. Kementrian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Mitos dan

Fakta Imunisasi. 2022. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1664


10. Adhitya Pradana. Indeks Masa Tubuh. Universitas Diponogoro. Semarang. 2014
https:ADHITYA_PRADANA_22010110120064_BAB_2_KTI.pdf

15
16

Anda mungkin juga menyukai