Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM

PRAKTIK PROFESI NERS KEPERAWATAN ANAK

Disusun oleh:
KURNIA SARI
01202308172

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
ITS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2023

1
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38° C) akibat suatu proses ekstra kranial, biasanya
terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun. Setiap kejang kemungkinan dapat
menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak, sehingga mencemaskan orang tua.
Pengobatan dengan antikonvulsan setiap hari yaitu dengan fenobarbital atau
asam valproat mengurangi kejadian kejang demam berulang. Obat pencegahan
kejang tanpa demam (epilepsi) tidak pernah dilaporkan. Pengobatan
intermittent dengan diazepam pada permulaan pada kejang demam pertama
memberikan hasil yang lebih baik. Antipiretik bermanfaat, tetapi tidak dapat
mencegah kejang demam namun tidak dapat mencegah berulangnya kejang
demam (Vebriasa et al., 2016).
Kejang demam merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada
anak. Kejang demam umumnya terjadi pada anak yang berusia 6 bulan sampai
5 tahun. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada anak-anak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5
tahun. Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Setelah kejang demam pertama, 33%
anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan 9% anak
mengalami rekurensi 3 kali atau lebih. Beberapa penelitian mengatakan
rekurensi dari kejang demam akan meningkat jika terdapat faktor risiko seperti
kejang demam pertama pada usia kurang dari 12 bulan, terdapat riwayat
keluarga dengan kejang demam, dan jika kejang pertama pada suhu <40°C,
atau terdapat kejang demam kompleks (Deliana, 2016).
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi
(kenaikkan suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan ektrakranial.
Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikkan suhu tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Lestari, 2016).
Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi
akibat dari peningkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang yang
diakibatkan karena proses ekstrakranium.

1
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat
pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang
mencapai ≥ 39⁰C.
Pada akhir kejang kemudian diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti
mengantuk (drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya sekali dalam
24 jam, anak tidak mempunyai kelainan neurologik pada pemeriksaan fisik
dan riwayat perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena
meningitis atau penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks
Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion)
biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24
jam dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca
bangkitan. Umur pasien, status neurologik dan sifat demam adalah sama
dengan kejang demam sederhana. (Dervis, 2017).
2. Etiologi
Penyebab kejang demam menurut Maiti & Bidinger (2018) yaitu:
a. Faktor Genetika
Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang demam, 25-
50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang
pernah mengalami kejang demam.
b. Penyakit infeksi
1) Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius, pharyngitis, tonsillitis, otitis
media.
2) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus penyebab
demam berdarah)
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit
dengan demam tinggi, demam pada anak paling sering disebabkan oleh :
1) ISPA
2) Otitis media
3) Pneumonia
4) Gastroenteritis

2
5) ISK
d. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula darah
kurang dari 30 mg% pada neonates cukup bulan dan kurang dari 20 mg%
pada bayi dengan berat badan lahir rendah atau hiperglikemia
e. Trauma
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera kepala
f. Neoplasma, toksin
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun mereka
merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia pertengahan
dan kemudian ketika insiden penyakit neoplastik meningkat
g. Gangguan sirkulasi
h. Penyakit degeneratif susunan saraf.
3. Manifestasi Klinik
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik
atau tonik klonik bilateral, setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun
dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh
hemiparesis sementara (hemiperasis touch) atau kelumpuhan sementara yang
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari (Ridha, 2014).
4. Komplikasi
Komplikasi kejang demam meliputi (Ismet, 2017):
a. Kejang Demam Berulang
Faktor risiko terjadinya kejang demam berulang adalah:
1) Riwayat keluarga dengan kejang demam (derajat pertama)
2) Durasi yang terjadi antara demam dan kejang kurang dari 1 jam
3) Usia < 18 bulan
4) Temperatur yang rendah yang membangkitkan bangkitan kejang
b. Epilepsi
Faktor risiko kejang demam yang berkembang menjadi epilepsi adalah:
1) Kejang demam kompleks
2) Riwayat keluarga dengan epilepsi
3) Durasi demam kurang dari 1 jam sebelum terjadinya bangkitan kejang
4) Gangguan pertumbuhan neurologis (contoh: cerebral palsy, hidrosefalus)
c. Paralisis Todd
Paralisis Todd adalah hemiparesis sementara setelah terjadinya kejang
demam. Jarang terjadi dan perlu dikonsultasikan ke bagian neurologi.

3
Epilepsi Parsial Kompleks Dan Mesial Temporal Sclerosis (MTS). Pada
pasien epilepsi parsial kompleks yang berhubungan dengan MTS ditemukan
adanya riwayat kejang demam berkepanjangan.
d. Gangguan Tingkah Laku Dan Kognitif
Meskipun gangguan kognitif, motorik dan adaptif pada bulan pertama dan
tahun pertama setelah kejang demam ditemukan tidak bermakna, tetapi
banyak faktor independen yang berpengaruh seperti status sosial-ekonomi
yang buruk, kebiasaan menonton televisi, kurangnya asupan ASI dan kejang
demam kompleks (Alomedika, 2018).
5. Patofisiologi dan Pathway
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+ ) dan
sangat sulit dilalui dengan mudah oleh ion natrium (Na+ ) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl- ). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel, maka terdapat
perbedaan 5 potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruan ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, Kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya
dengan bantuan “neutransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meninngkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi

4
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tak teratur dan suhu tubuh
meningkat yang disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat (Lestari, 2016).

5
Sumber : Nurarif, Amin Huda (2017)

6
6. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)
a. Menurut Maiti & Bidinger (2018), penatalaksanaan medis saat terjadi
kejang adalah:
1) Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang, dengan dosis pemberian:
a) 5 mg untuk anak < 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak > 3 tahun
b) 4 mg untuk BB < 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB > 10 kg 0,5
– 0,7 mg/kgBB/kali
2) Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2 – 0,5
mg/kgBB. Pemberian secara perlahan – lahan dengan kecepatan 0,5 – 1
mg/menit untuk menghindari depresi pernafasan, bila kejang berhenti
sebelum obat habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2
kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang, Diazepam tidak
dianjurkan diberikan per IM karena tidak diabsorbsi dengan baik.
3) Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB
perlahan – lahan, kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50
mg IM dan pasang ventilator bila perlu.
Setelah kejang berhenti Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan
cukup dilanjutkan dengan pengobatan intermetten yang diberikan pada anak
demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan
berupa:
1) Antipirentik
Parasetamol atau asetaminofen 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali
atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangan efek samping
berupa hiperhidrosis.
2) Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali
3) Antikonvulsan
4) Berikan diazepam oral dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulang
5) Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari Bila
kejang berulang Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau
asamn valproat dengan dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dibagi
2 – 3 dosis, sedangkan fenobarbital 3 – 5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis.
b. Penatalaksanaan keperawatan saat terjadi kejang demam adalah (Alfiyanti &
Windawati, 2020):

7
1) Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali
adalah ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2) Setelah ABC aman, baringkan pasien ditempat yang rata untuk mencegah
terjadinya perpindahan posisi tubuh kearah danger
3) Kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang sudah di bungkus kasa
4) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien yang bisa
menyebabkan bahaya
5) Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
6) Bila suhu tinggi berikan kompres hangat
7) Setelah pasien sadar dan terbangun berikan minum air hangat
8) Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit dilepaskan
(Nayiro, 2017).

8
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian menurut Siregar (2021) adalah pendekatan sistemik untuk
mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan
perawatan pasien tersebut. Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi
pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa
keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah
kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan
lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team
kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode
pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi,
auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh
data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru
maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah
dan surat kabar). Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
a. Riwayat
1) Data subyektif
a) Biodata/ Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua
perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
alamat.
b) Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang seperti :
(1)Gerakan kejang anak
(2)Terdapat demam sebelum kejang
(3)Lama bangkitan kejang
(4)Pola serangan
(5)Frekuensi serangan
(6)Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
(7)Riwayat penyakit sekarang
Demam, suhu > 38oC, muntah, kaku, kejang-kejang, sesak nafas,
kesadaran menurun, ubun-ubun cekung, bibir kering, BAB mencret.
(8)Riwayat Penyakit Dahulu
Umumnya penyakit ini terjadi sebagai akibat komplikasi perluasan
penyakit lain. Yang sering ditemukan adalah ISPA, tonsilitis, otitis
media, gastroenteritis, meningitis.

9
c) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma,
perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan
maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah
sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep atau vakum), perdarahan
ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah
bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
d) Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan
serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada
umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah
panas yang dapat menimbulkan kejang.
e) Riwayat Perkembangan
(1)Personal sosial (kepribadian atau tingkah laku sosial), kemampuan
mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
(2)Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan
memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain.
(3)Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
(4)Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan.
f) Riwayat kesehatan keluarga.
(1)Anggota keluarga menderita kejang
(2)Anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf
(3)Anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau
penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya
kejang demam.
g) Riwayat sosial
(1)Perilaku anak dan keadaan emosional
(2)Hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebaya
2) Data Obyektif
Pemeriksaan tanda-tanda vital.

10
a) Suhu Tubuh.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui rektal, axila, dan oral yang
digunakan untuk menilai keseimbangan suhu tubuh yang dapat
digunakan untuk membantu menentukan diagnosis dini suatu penyakit.
b) Denyut Nadi
Dalam melakukan pemeriksaan nadi sebaiknya dilakukan dalam posisi
tidur atau istirahat, pemeriksaan nadi dapat disertai dengan
pemeriksaan denyut jantung
c) Tekanan Darah
Dalam melakukan pengukuran tekanan darah, hasilnya sebaiknya
dicantumkan dalam posisi atau keadaan seperti tidur, duduk, dan
berbaring. Sebab posisi akan mempengaruhi hasil penilaian tekanan
darah.
b. Pola Gordon
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan serta kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis.
2) Pola nutrisi
Asupan kebutuhan gizi anak, kualitas dan kuantitas makanan, makanan
yang disukai, selera makan, dan pemasukan cairan.
3) Pola Eliminasi
BAK : frekuensi, jumlah, warna, bau, dan nyeri
BAB : frekuensi, konsistensi, dan keteraturan
4) Pola aktivitas dan latihan
Kesenangan anak dalam bermain, aktivitas yang disukai, dan lama
berkumpul dengan keluarga.
5) Pola tidur atau istirahat
Lama jam tidur, kebiasaan tidur, dan kebiasaan tidur siang.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien antara lain:
1) Pemeriksaan kepala
Keadaan ubun-ubun dan tanda kenaikan intrakranial.
2) Pemeriksaan rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta katakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,

11
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan
rasa sakit pada pasien.
3) Pemeriksaan wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetris wajah, sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa sehingga wajah tertarik ke sisi
sehat, tanda rhesus sardonicus, opistotonus, dan trimus, serta gangguan
nervus cranial.
4) Pemeriksaan mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan.
5) Pemeriksaan telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
6) Pemeriksaan hidung
Pernapasan cuping hidung, polip yang menyumbat jalan nafas, serta
secret yang keluar dan konsistensinya.
7) Pemeriksaan mulut
Tanda-tanda sianosis, keadaan lidah, stomatitis, gigi yang tumbuh, dan
karies gigi.
8) Pemeriksaan tenggorokan
Tanda peradangan tonsil, tanda infeksi faring, cairan eksudat.
9) Pemeriksaan leher
Tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran vena
jugularis.
10) Pemeriksaan Thorax
Amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekuensinya,
irama, kedalaman, adakah retraksi, adakah intercostale pada auskultasi,
adakah suara tambahan.
11) Pemeriksaan Jantung
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung, serta irama jantung, adakah
bunyi tambahan, adakah bradicardi atau takikardi.
12) Pemeriksaan Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen,
bagaimana turgor kulit, peristaltik usus, adakah tanda meteorismus,
adakah pembesaran lien dan hepar.
13) Pemeriksaan Kulit

12
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya, apakah
terdapat oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.
14) Pemeriksaan Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise, terutama setelah terjadi kejang.
Bagaimana suhu pada daerah akral.
15) Pemeriksaan Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, adakah
tanda-tanda infeksi pada daerah genetalia.
d. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik/Laboratorium)
Pemeriksaan penunjang untuk penyakit kejang demam adalah :
1) Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk penyebab
demam atau kejang, pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap,
gula darah, elektrolit, urinalisi, dan biakan darah, urin atau feses.
2) Pemeriksaan cairan serebrosphinal dilakukan untuk menegakkan atau
kemungkinan terjadinya meningitis. Pada bayi kecil sering kali sulit
untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukam meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan fungsi lumbal, fungsi lumbal dilakukan pada :
a) Bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
b) Bayi berusia 12-18 bulan dianjurkan
c) Bayi lebih usia dari 18 bulan tidak perlu dilakukan
3) Pemeriksaan elektroenselografi (EEG) tidak direkomendasikan,
pemeriksaan ini dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas,
misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun,
kejang demam fokal.
4) Pemeriksaan CT Scan dilakukan jika ada indikasi :
a) Kelainan neurologis fokal yang menetap atau kemungkinan adanya
lesi structural di otak
b) Terdapat tanda tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, ubun-ubun menonjol, edema pupil) (Widagdo, 2012).
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada pasien kejang demam
adalah (SDKI, 2017):
a. Risiko aspirasi (D.0006) dibuktikan dengan penurunan tingkat kesadaran.
b. Hipertermi (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan
dengan:
1) Suhu tubuh diatas nilai normal

13
2) Kulit merah
3) Kejang
4) Takikardi
5) Takipnea
6) Kulit terasa hangat
c. Risiko cedera (D.0136) dibuktikan dengan perubahan fungsi psikomotor
d. Risiko jatuh (D.0143) dibuktikan dengan usia < 2 tahun

14
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan tahapan ketiga dalam proses
keperawatan, dimana perencanaan adalah fase dalam proses keperawatan yang
melibatkan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang mengacu
dari hasil pengkajian dan diagnosis keperawatan (Siregar, 2021).

No Diagnosis Tujuan & Kriteria Hasil Perencanaan


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1 Risiko aspirasi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Aspirasi (I.01018)
(D.0006) dibuktikan keperawatan selama …, Observasi :
dengan penurunan maka tingkat aspirasi a. Monitor tingkat kesadaran,
tingkat kesadaran. menurun (L.01006) dengan batuk, muntah dan kemampuan
kriteria hasil: menelan
a. Tingkat kesadaran b. Monitor status pernapasan
meningkat c. Monitor bunyi napas, terutama
b. Kemampuan menelan setelah makan/minum
meningkat Terapeutik :
c. Dispnea menurun a. Pertahankan kepatenan jalan
d. Kelemahan otot menurun napas
e. Sianosis menurun b. Berikan makanan dengan ukuran
kecil atau lunak
c. Berikan obat oral dalam bentuk
cair
Edukasi :
a. Anjurkan makan/minum secara
perlahan
b. Ajarkan strategi mencegah
aspirasi
2 Hipertermi (D.0130) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia
berhubungan dengan keperawatan selama ......., (I.15506)
proses penyakit maka termoregulasi Observasi :
dibuktikan dengan membaik (L.14134) dengan a. Identifikasi penyebab hipertermi
suhu tubuh diatas kriteria hasil: b. Monitor suhu tubuh
nilai normal; kulit a. Menggigil menurun c. Monitor haluaran urine
merah; kejang; b. Kulit merah menurun d. Monitor komplikasi akibat
takikardi; takipnea; c. Kejang menurun hipertermia

15
kulit terasa hangat d. Takikardi menurun Terapeutik :
e. Takipnea menurun a. Sediakan lingkungan yang
f. Suhu tubuh membaik dingin
b. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
c. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
d. Berikan cairan oral
Edukasi :
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
3 Risiko cedera Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Cedera (I.14537)
(D.0136) dibuktikan keperawatan selama ...., Observasi :
dengan perubahan maka tingkat cedera a. Identifikasi area lingkungan
fungsi psikomotor menurun (L.14136) dengan yang berpotensi menyebabkan
kriteria hasil: cedera
a. Kejadian cedera b. Identifikasi obat yang berpotensi
menurun menyebabkan cedera
b. Luka/lecet menurun Terapeutik :
a. Sediakan pencahayaan yang
memadai
b. Gunakan lampu tidur selama jam
tidur
c. Pastikan posisi tempat tidur di
posisi terendah saat digunakan
d. Gunakan pengaman tempat tidur
Edukasi :
Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
4 Risiko jatuh Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Jatuh (I.14540)
(D.0143) dibuktikan keperawatan selama ......., Observasi :
dengan usia < 2 maka tingkat jatuh menurun a. Identifikasi faktor risiko jatuh
tahun (L.14138) dengan kriteria b. Identifikasi resiko jatuh tiap shift

16
hasil: c. Identifikasi faktor lingkungan
a. Jatuh dari tempat tidur yang meningkatkan risiko jatuh
menurun d. Hitung risiko jatuh dengan
b. Jatuh saat dipindahkan menggunakan skala Humpty
menurun Dumpty Scale
Terapeutik :
a. Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
b. Pastikan roda tempat tidur selalu
dalam kondisi terkunci
c. Pasang handrail tempat tidur
Edukasi :
a. Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
b. Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat

17
4. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Mubarak, 2012) evaluasi proses keperawatan ada dua yaitu evaluasi
kuantitatif dan evaluasi kualitatif.
c. Evaluasi Kuantitatif dilaksanakan dalam kuantitas, jumlah pelayanan, atau
kegiatan yang telah dikerjakan.
d. Evaluasi Kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat difokuskan pada
salah satu dari tiga dimensi yang saling terkait.
Tahapan evaluasi dapat dilakukan pula secara formatif dan sumatif. Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan
sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir asuhan
keperawatan. Evaluasi dilaksanakan dengan pendekatan SOAP (Subyektif,
Obyektif, Analisa, dan Planning)
S : adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah
dilakukan intervensi keperawatan.
O : adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan.
A : adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan
yang terkait dengan diagnosis.
P : adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga
pada tahapan evaluasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Alfiyanti, Dera & Windawati. (2020). Penurunan Hipertermia Pada Pasien Kejang
Demam Menggunakan Kompres Hangat. https://jurnal.unimus.ac.id

Deliana, M. (2016). Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri.
https://doi.org/10.14238/sp4.2.2002.59-62

Dervis, B. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Penatalaksanaan Kejang


Demam Anak terhadap Pengetahuan Ibu di RS Roemani &RSI Sultan Agung
Semarang. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Ismet, I. (2017). Kejang Demam. Jurnal Kesehatan Melayu.


https://doi.org/10.26891/jkm.v1i1.2017.41-44

Lestari, Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.

Maiti, & Bidinger. (2018). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699.

Mubarak, Wahid Iqbal, dkk. (2012). Ilmu Keperawatan Komunitas 2 : Konsep


Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, H. (2017). Asuhan Keperawatan Praktis


Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus
(jilid 3). Jogjakarta: Mediaction Publishing.

Ridha, N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Siregar, Debora dan Pakhpahan, dkk. (2021). Pengantar Proses Keperawatan


Konsep, Teori, dan Aplikasi. Jakarta: Yayasan Kita Menulis

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik, edisi I, cetakan III. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tiindakan Keperawatan, edisi I, cetakan II. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, edisi I, cetakan II. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI

Vebriasa, A., Herini, E. S., & Triasih, R. (2016). Hubungan antara Riwayat Kejang
pada Keluarga dengan Tipe Kejang Demam dan Usia Saat Kejang Demam
Pertama. Sari Pediatri. https://doi.org/10.14238/sp15.3.2013.137-40

Widagdo. (2012). Tata Laksana Masalah Penyakit Anak dengan Kejang Demam.
Jakarta: CV Agung Seto.

19

Anda mungkin juga menyukai