Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM SEDERHANA (KDS)

A. KONSEP TEORI
a. DEFINISI KEJANG DEMAM
Kejang (Konvulsi) di definisikan sebagai gangguan fungsi otak tanpa sengaja
paroksimal yang nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktivitas
motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom
(Beherman dkk edisisi 15, )
Kejang demam adalah kebangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal diatas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak,
terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% daripada anak yang
berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya (Millichap, 1968) (Staf pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 2002).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak
usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia
yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M.
Wikson, 1995).
http://askep.blogspot.com/2008/01/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan_2591.html
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang
disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk
diagnosa kejang demam adalah 380C atau lebih (Soetomenggolo, 1989; Lumbantobing,
1995). Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak
yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari
substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak
(Freeman, 1980). http://doctorology.net/?p=9
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi
pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku,
kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas
akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak
akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi
walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.
http://kedokteran.ums.ac.id/kejang-demam.html

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak
dibawah lima tahun.

1) KLASIFIKASI KEJANG DEMAM


Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua :

1. Kejang demam sederhana


Diagnosisnya :
1
2
3
4
5
6

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun


Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 th tidak > 4 kali
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan

2. Epilepsi yang diprovokasi demam


Diagnosisnya :
1
2
3
4

Kejang lama dan bersifat lokal


Umur lebih dari 6 tahun
Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun
EEG setelah tidak demam abnormal

Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam kompleks
Diagnosisnya :
1
2

Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun


Kejang berlangsung lebih dari 15 menit

3
4
5
6
7

Kejang bersifat fokal/multipel


Didapatkan kelainan neurologis
EEG abnormal
Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun
Temperatur kurang dari 39 derajat celcius

2. Kejang demam sederhana


Diagnosisnya :
1
2
3
4
5
6

Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun


Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat
Kejang bersifat umum (tonik/klonik)
Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
Temperatur lebih dari 39 derajat celcius

3. Kejang demam berulang


Diagnosisnya :
1

Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam


(Soetomenggolo, 1995) http://doctorology.net/?p=9

B. ETIOLOGI
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan
kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut (cairan telinga
yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam), pneumonia (Setengah dari kejadian pneumonia
diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil
diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian
atas-terutama pada anak-anak- gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian
besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila
infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat dan kadang
menyebabkan kematian, Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak
terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan. Gejala Pneumonia oleh virus sama saja dengan
influensa, yaitu demam, batuk kering sakit kepala, ngilu diseluruh tubuh. Dan letih lesu,
selama 12 / 136 jam, napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah
lendir. Demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru), gastroenteritis akut, exantema
subitum (Penyakit eksantema virus yang sering menyerang bayi (infants) dan anak-anak
(young children). Ditandai dengan demam tinggi yang mendadak dan sakit tenggorokan
ringan. Beberapa hari kemudian terdapat suatu faint pinkish rash yng berlangsung selama
beberapa jam hingga beberapa hari. salah satu komplikasinya adalah kejang demam,
bronchitis, dan infeksi saluran kemih (Goodridge, 1987; Soetomenggolo, 1989).

Selain itu juga infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti tonsillitis, faringitis,
forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) dapat
menyebabkan kejang demam.
Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang demam adalah :
1

Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis, salmonellosis)

Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi.

Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.

Gabungan dari faktor-faktor diatas.


http://doctorology.net/?p=9

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara
lain:
1
2
3
4
5

Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama


Riwayat kejang demam dalam keluarga
Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif
normal
Riwayat demam yang sering
Kejang pertama adalah complex febrile seizure

Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam.
Epilepsi merupakan faktor bawaan yang disebabkan karena gangguan keseimbangan
kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba.
Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah
terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka
ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan,
sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.

C. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan menyebabkan kenaikan metabolisme
basal (jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital
tubuh) sebanyak 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada anak balita aliran
darah ke otak mencapai 65% dari aliran darah ke seluruh tubuh, sedangkan pada orang
dewasa aliran darah ke otak hanya 15%. Jadi, pada balita dengan kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran sel
neuron tadi, sehingga mengakibatkan terjadinya pelepasan muatan listrik. Besarnya
muatan listrik yang terlepas sehingga dapat meluas/menyebar ke seluruh sel maupun ke
membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter. Akibatnya
terjadi kekakuan otot sehingga terjadi kejang.

Neurotransmitter

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan
air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui oleh
ion K, ion Na, dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Perbedaan potensial
membran sel neuron disebabkan oleh :
1

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, aliran


listrik dari sekitarnya.

Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 380C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi,
kejang baru terjadi pada suhu 400C.

d. Pathway

Infeksi ekstrakranial : suhu tubuh


Gangguan keseimbangan membran sel neuron
Difusi Na dan Ca berlebih
Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih
kejang

parsial

sederhana

Resiko
injury

umum

kompleks

absens

mioklonik

Kesadaran

Gg peredaran
darah

Reflek
menelan

hipoksi

aspirasi

Tonik
klonik

atonik

Aktivitas otot

Metabolisme

Permeabilitas
kapiler

Keb. O2

Sel neuron
otak rusak

asfiksia

Suhu tubuh
makin
meningkat

h. MANIFESTASI KLINIK
Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :

Tanda tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh;
umumnya gerakan setipa kejang sama.

Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.

Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa


seakan ajtuh dari udara, parestesia.

Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.

b. Kejang parsial kompleks

Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial


simpleks

Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap ngecapkan


bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang ulang pada tangan dan
gerakan tangan lainnya.

Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )


a. Kejang absens

Gangguan kewaspadaan dan responsivitas

Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15


detik

Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh

b. Kejang mioklonik

Kedutan kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi
secara mendadak.

Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.

Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok

Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

c. Kejang tonik klonik

Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit

Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih

Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.

Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

d. Kejang atonik

Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata


turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.

Singkat dan terjadi tanpa peringatan

Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1

Kejang demam sederhana (simple febrile confulsion)

Epilepsi yang di provokasi oleh demam (epilepsy triggered of by fever)

Kriteria livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai sebuah pedoman untuk
membuat diagnosa kejang demam sederhana yaitu:
1

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun

Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

Kejang bersifat umum

Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang demam normal

Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukan kelainan

Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam,

kejang ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang,
sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.
d. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1). Pemeriksaan laboratorium
Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus
dari kejang.
Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak
Uji laboratorium
Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
Panel elektrolit
Skrining toksik dari serum dan urin
GDA
Kadar kalsium darah
Kadar natrium darah
Kadar magnesium darah
2). Pemeriksaan penunjang (fisik)
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik,
pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
1

Bisa dilihat dari manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal
yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya
kelainan struktur otak.

Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi,


henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif,
dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan
intraventikular.

Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol
menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh
pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran
menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior
yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.

Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau


subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural.
Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang
berkelok kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.

Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan


subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan


bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.

f. DIAGNOSA BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat (otak). Kelainan di
dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lainlain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan
organis di otak.
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam
sederhan atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.
Tabel Diagnosa Banding
No

Kriteri Banding

1.

Demam

2.

Kelainan Otak

3.

Kejang berulang

Kejang
Demam
Pencetusnya
demam
(-)
(-)

Epilepsi

Tidak berkaitan
dengan demam
(+)
(+)

Meningitis
Ensefalitis
Salah satu
gejalanya demam
(+)
(+)

4.

Penurunan kesadaran

(-)

(-)

(+)

Ket (-): tidak ada


g. PROGNOSIS
1

Kematian
Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak
sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 %
s/d 0,74 %.

Terulangnya Kejang
Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan
pertama dari serangan pertama.

Epilepsi
Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari Epilepsi yang
diprovokasi oleh demam. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang
anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :
a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami
serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau
tidak sama sekali faktor di atas.

Hemiparesis
Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari
setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal
yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid,
sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami
hemiparese sesudah kejang lama.

Retardasi Mental
Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang
kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau
kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti
dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental
adalah 5x lebih besar.

i. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
1

Mengatasi kejang secepat mungkin

Pengobatan penunjang

Memberikan pengobatan rumat

Mencari dan mengobati penyebab

Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas

Mengatasi kejang Secepat mungkin


Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang,
ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan
dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang
diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan
fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :
Terapi awal dengan diazepam
Usia

Dosis IV (infus)
(0.2mg/kg)

Dosis per rektal


(0.5mg/kg)

< 1 tahun

12 mg

2.55 mg

15 tahun

3 mg

7.5 mg

510 tahun

5 mg

10 mg

> 10 years

510 mg

1015 mg

Jika kejang masih berlanjut :


1

Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus,
0,5 mg/kg per rektal

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :


1

Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin 15-20
mg/kg per infus dalam 30 menit.

Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam jantung).

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan
intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.
Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam, tindakan yang perlu kita
lakukan secepat mungkin adalah semua pakaian yang ketat dibuka. Kepala sebaiknya
miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas
yang bebas agar oksigenasi terjamin. Dan bisa juga diberikan sesuatu benda yang bisa
digigit seperti kain, sendok balut kain yang berguna mencegah tergigitnya lidah atau
tertutupnya jalan nafas. Bila suhu penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan
es/alkohol atau dapat juga diberi obat penurun panas/antipiretik
Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital seperti suhu, tekanan
darah, pernafasan dan denyut jantung diawasi secara ketat. Bila suhu penderita tinggi
dilakukan dengan kompres es atau alkohol. Bila penderita dalam keadaan kejang obat
pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per rectal, disamping cara pemberian
yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya (Lumbantobing, SM,
1995). Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya.
Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan
berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri
atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat
diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis
20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason
diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.

Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim
penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi
atas dua bagian, yaitu:
1

Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang
demam sederhana diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang
harus diberikan kepada anak yang bila menderita demam lagi. Anti konvulsan
yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang
mempunyai efek samping paling sedikit dibandingkan dengan obat anti
konvulsan lainnya.

Obat yang kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah


terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun
oral pada waktu anak mulai terasa panas.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak
untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur
4tahun.
2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis
teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah
terulangnya kejang di kemudian hari.
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
1).

Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka
panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur
dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.

2).

Sodium valproat / asam valproat


Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini
harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala
toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pancreatitis.

3).

Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat
berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang
memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini
dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi.
Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan
jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.

Mencari dan mengobati penyebab


Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya
infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian
antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut.
Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk
pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu
untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang
intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap,
misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal
hati.

Mencegah Terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas


Dalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang demam
tersebut. Misalnya pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi. Untuk
mencegah agar kejang tidak berulang kembali dapat menimbulkan panas pada
anak sebaiknya diberi antikonvulsan atau menjaga anak agar tidak sampai
kelelahan, karena hal tersebut dapat terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut.
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang merupakan
pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang
berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat).

Pengobatan Akut

Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :


1

Segera menghilangkan kejang

Turunkan panas

Pengobatan terhadap panas

Suportif

Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-lahan


selama 5 menit.
Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:
1

Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu dilepaskan

Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma. Cegah trauma
pada bibir dan lidah dengan pemberian spatel lidah atau sapu tangan diantara gigi

Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena hipoksia

Segera
turunkan
suhu
badan
dengan
pemberian
(asetaminofen/parasetamol) atau dapat diberikan kompres es

Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan antibiotic yang sesuai

Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan kortikosteroid


untuk mencegah oedem otak dengan menggunakan cortisone 20-30 mg/kgBB
atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB

B KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

antipiretika

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM


1. Pengkajian
Pengkajian neurologik :
1. Tanda tanda vital

Suhu

Pernapasan

Denyut jantung

Tekanan darah

Tekanan nadi

2. Hasil pemeriksaan kepala

Fontanel : menonjol, rata, cekung

Lingkar kepala : dibawah 2 tahun

Bentuk Umum

3. Reaksi pupil

Ukuran

Reaksi terhadap cahaya

Kesamaan respon

4. Tingkat kesadaran

Kewaspadaan : respon terhadap panggilan

Iritabilitas

Letargi dan rasa mengantuk

Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain

5. Afek

Alam perasaan

Labilitas

6. Aktivitas kejang

Jenis

Lamanya

7. Fungsi sensoris

Reaksi terhadap nyeri

Reaksi terhadap suhu

8. Refleks

Refleks tendo superfisial

Reflek patologi

9. Kemampuan intelektual

Kemampuan menulis dan menggambar

Kemampuan membaca

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1)

Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran,


kehilangan koordinasi otot.

2)

Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan


neoromuskular

3)

Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh

4)

Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan

5)

Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi

3. Intervensi
Diagnosa 1
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot
Tujuan
Cidera/trauma tidak terjadi
Kriteria hasil
Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan
keamanan lingkungan

INTERVENSI
Mandiri
1. Kaji dengan keluarga berbagai stimulus
pencetus kejang.

RASIONAL
1. Demam, berbagai obat dan stimulasi lain
(spt kurang tidur, lampu yang terlalu
terang) dapat meningkatkan aktivitas otak,

2. Observasi keadaan umum, sebelum,


selama, dan sesudah kejang.
3. Catat tipe dari aktivitas kejang dan
beberapa kali terjadi.

yang selanjutnya meningkatkan risiko


terjadinya kejang.
2. membedakan tanda dan gejala kejang
sebelum, selama, dan sesudah kejang
untuk mengetahui seberapa besar tingkat
kerusakan pada klien

4. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda


3. membantu untuk melokalisasi daerah otak
vital setelah kejang.
yang terkena
5. Lindungi klien dari trauma atau kejang.
4. mencatat keadaan posiktal dan waktu
penyembuhan pada keadaan normal
6. Berikan kenyamanan bagi klien.
Kolaborasi

5. mencegah terjadinya cedera pasca kejang

7. Kolaborasi dengan dokter dalam


pemberian therapi anti compulsan

6. dengan adanya rasa nyaman klien akan


merasa lebih tenang dan dengan adanya
rasa nyaman ini akan membantu dalam
proses penyembuhan.
7. untuk mencegah terjadinya kejang
berulang

Evaluasi :Trauma tidak terjadi

Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Tujuan
Inefektifitasnya bersihan jalan napas
Kriteria hasil
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR
dalam batas normal
INTERVENSI
Mandiri
1

Observasi tanda-tanda vital, atur


posisi tidur klien fowler atau semi
fowler.

2. Lakukan penghisapan lendir,

RASIONAL
1.. tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien, posisi
fowler/semifowler dapat meningkatkan
ekspansi dada maksimal, membuat
mudah bernapas sehingga meningkatkan
kenyamanan.
2. mencegah terjadinya penumpukan lendir,

3. hindari hiperekstensi leher


Kolaborasi

dan mempermudah jalan napas.


3. dapat menghambat jalan napas

4. kolaborasi dengan dokter dalam


pemberian therapi O2

4. pemberian terapi bertujuan untuk


mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.

Evaluasi
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan
Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil
Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
INTERVENSI
1. Kaji factor pencetus kejang.
2. Libatkan keluarga dalam pemberian
tindakan pada klien.
3. Observasi tanda-tanda vital.
4. Lindungi anak dari trauma.

RASIONAL
1. mencegah terjadinya peningkatan aktifitas
otak
yang
selanjutnya
dapat
meningkatkan risiko terjadinya kejang
2. keterlibatan keluarga sangat berarti dalam
proses penyembuhan pasien anak dan
mempererat hubungan psikologis anak
dengan orang tua .

5. Berikan kompres dingin pada daerah dahi 3. tanda-tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
dan ketiak.
4. mencegah terjadinya cedera pasca kejang
5. kompres dingin dapat atau akan
menurunkan suhu tubuh
Evaluasi
Aktivitas kejang tidak berulang
Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan

Tujuan
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
INTERVENSI

RASIONAL

1. Kaji tingkat mobilisasi klien.


2. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien.

1. untuk mengetahui seberapa besar tingkat


kerusakan.
2. untuk mengetahui seberapa jauh kita
3. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. melakukan intervensi
4. Latih klien dalam mobilisasi sesuai
kemampuan klien.

3. untuk memfasilitasi perkembangan


optimum

5. Libatkan keluarga dalam pemenuhan


kebutuhan klien.

4. untuk mencegah terjadinya penurunan


fungsi tubuh
5. keterlibatan keluarga dapat mempercepat
proses penyembuhan penyakit dan dapat
mempererat hubungan psikologis keluarga
dan anak

Evaluasi
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak
bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
INTERVENSI

RASIONAL

1. Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.


1. memberikan
kemudahan
dalam
2. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.
menjelaskan tentang proses penyakit
2. untuk mengetahui sampai mana keluarga

3. Jelaskan pada keluarga klien tentang


penyakit kejang demam melalui penkes.

mengetahui penyebab dan tentang penyakit


yang dialami oleh kllien

4. Beri kesempatan pada keluarga untuk


3. untuk menurunkan tingkat kecemasan
menanyakan hal yang belum dimengerti.
keluarga
5. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan
pada klien.

4. memberikan kemudahan dan menambah


pengetahuan keluarga tentang proses
penyakit
5. keterlibatan keluarga dapat mempercepat
proses penyembuhan penyakit dan dapat
mempercepat hubungan psikologis
keluarga dengan anak(klien)

Evaluasi
Pengetahuan keluarga meningkat

REPERENSI
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002, Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak,
jakarta; Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
Behrman, Kliegman, arvin, Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol.3 ed.15, jakarta; EGC

NAMA

: PATIMAH

Anda mungkin juga menyukai