2. Etiologi
Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia,
keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu
sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan
diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat
penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan
evaluasi pemeriksaan laboratorium.serta penunjang lain secara tepat dan holistik.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam,
lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala lian yang menyertai demam.
Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang pasien
mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dan suhu badan diatas 38,3 derajat
celcius dan tetap belum didapat penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu
secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.
3. Patofisiologi
Nukleus pre-optik pada hipotalamus anterior berfungsi sebagai pusat pengatur
suhu dan bekerja mempertahankan suhu tubuh pada suatu nilai yang sudah ditentukan,
yang disebut hypothalamus thermal set point. Pada demam hypothalamic thermal set
point meningkat dan mekanisme pengaturan suhu yang utuh bekerja meningkatkan suhu
tubuh ke suhu tertentu yang baru.
Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat pirogen dari dalam lekosit yang
sebelumnya telah terangsang baik oleh zat pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan
suatu infeksi Pirogen eksogen ini juga dapat karena obat-obatan dan hormonal, misalnya
progesterone.
Secara skematis mekanisme terjadinya febris atau demam dapat digambarkan
sebagai berikut :
Stimulus eksogen (endotoksin, staphylococcal erythoxin dan
virus) menginduksi sel darah putih untuk produksi pirogen endogen yang paling
banyak keluar IL-1 dan TNF-, selain itu ada IL-6 dan IFN bekerja pada sistem saraf
pusat di level organosum vasculosum pada lamina terminalis (OVLT) OVLT
dikelilingi oleh porsio medial dam lateral pada pre-optic nucleus, hipotalamus anterior
dan septum pallusolum
Mekanisme sirkulasi sitokin di sirkulasi sistemik berdampak pada jaringan neural
masih belum jelas. hipotesanya adanya kebocoran di sawar darah otak di level OVLT
menyediakan sistem saraf pusat untuk merasakan adanya pirogen endogen. Mekanisme
pencetus tambahan termasuk transport aktif sitokin ke dalam OVLT atau aktivasi
reseptor sitokin di sel endotel di neural vasculature, yang mentranduksi sinyal ke otak.
OVLT mensintesa prostaglandin, khususnya prostaglandin E2, yang merespons
pirogen endogen. PG E2 bekerja secara langsung ke sel pre-optic nucleus untuk
menurunkan rata pemanasan pada neuron yang sensitif pada hangat dan ini salah satu
cara menurunkan produksi pada arachidonic acid pathway. Kejadian yang lebih luas pada
cyclooxygenase-2 (COX-2) di neural vasculature yang penting pada formasi febris.
Induksi pada respons febris oleh lipopolisakarida, TNF- dan IL-1 yang menghasilkan
kenaikan COX-2 mRNA pada cerebral vasculature pada beberapa model eksperimental
febris.
Peningkatan suhu dikenal untuk menginduksi perubahan pada banyak sel efektor
pada respons imun. Demam menginduksi terjadinya respons syok panas. Pada respons
syok panas terjadi reaksi kompleks pada demam, untuk sitokin atau beberapa stimulus
lain. Hasil akhir dari reaski ini adalah produksi heat shock protein (HSPs), sebuah kelas
protein krusial untuk penyelamatan seluler.
Sitokin proinflamotori masuk ke sirkulasi hipotalamik stimulasi
pengeluaran PG lokal, resetting set point termal hipotalamik sitokin proinflamatori vs
kontrainflamatori (misalya seperti IL-10 dan substansi lain seperti arginin vasopresin,
MSH, glukokortikoid) membatasi besar dan lamanya demam.
PATHWAY FEBRIS
Agen infeksius
Mediator inflamasi
Monosit/makrofag
Sitokin pirogen
Mempengaruhi hipothalamus
Anterior
Peningkatan evaporasi
Ph berkurang
Intake
makanan/minum
berkurang
rewel
cemas
Kurang Pengetahuan
4. Klasifikasi
a. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun
kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan
juga demam hektik.
b. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal.
Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
c. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila
demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua
hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
d. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam
yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
e. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode
bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti
semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe
demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat
dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi
saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera
dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang
baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti
influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus
tetap waspada terhadap infeksi bakterial.
5. Gejala Klinis
a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 C – 40 C)
b. Kulit kemerahan
c. Hangat pada sentuhan
d. Peningkatan frekuensi pernapasan
e. Menggigil
f. Dehidrasi
g. Kehilangan nafsu makan
Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri
punggung, anoreksia dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu
tubuh lebih tinggi dari 37,5 ºC-40ºC, kulit hangat, takichardi,
sedangkan batasan karakteristik minor yang muncul yaitu kulit
kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan, menggigil/merinding
perasaan hangat dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik atau umum
(misal: sakit kepala verigo), keletihan, kelemahan, dan berkeringat
(Isselbacher. 1999, Carpenito. 2000).
6. Pemeriksaan fisik
1) Kesan umum (kebersihan, pergerakan, penampilan/postur/bentuk tubuh, termasuk
status gizi)
2) Warna kulit (pucat, normal, cyanosis, ikterus, kelainan)
3) Suara waktu menangis
4) Tonus otot
5) Turgor kulit
6) Udema : ada/tidak
7) Kepala
Bentuk, keaadaan rambut dan kulit kepala, UUB, adanya kelainan umumnya tidak
ada kelainan
8) Mata
Bentuk bola mata, pergerakannya, keadaan pupil, konjungtiva, keadaan kornea mata,
sclera, bulu mata serta ketajaman penglihatan umumnya tidak ada kelainan
9) Hidung :
Adanya secret, pergerakkan cuping hidung, adanya suara saat bernafas, umumnya
tidak ada kelainan
10) Telinga
Kebersihan, keadaan alat pendengaran, ada tidaknya kelainan. Umumnya tidak ada
kelainan
11) Mulut:
Kebersihan daerah sekitar mulut, keadaan selaput lendir, keadaan tenggorokan,
kelainan. Keadaan gigi (berlubang, karang gigi, kebersihan gigi, gusi, kerusakan
lain) keadaan lidah. Mungkin ditemukan tenggorokan hiperemi, lidah kotor
12) Leher:
Pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk, pergerakkan leher. Umumnya
tidak ada kelainan
13) Thoraks:
Bentuk dada, irama pernafasan, tarikan otot bantu pernafasan, adanya suara nafas.
Biasanya pola nafas cepat
14) Jantung : (bunyi, pembesaran)
15) Persarafan : (seflek fisiologis, reflek patologis)
16) Abdomen :
Bentuk, pembesaran organ, keadaan pusat, teraba skibala, massa, nyeri pada
perabaan, distensia, hernia, peristaltic
17) Ekstremitas :
Kelainan bentuk, pergerakan, reflek lutut, adanya udem, keadaan unjung
ekstremitas. Umumnya tidak ada kelainan
18) Alat kelamin: umumnya tidak ada kelainan
19) Anus: umumnya tidak ada kelainan
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Uji coba darah,
Contoh pada Demam Dengue terdapat leucopenia pada hari ke-2 atau hari ke-3. Pada
DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Masa pembekuan masih
normal, masa perdarahan biasanya memanjang, dapat ditemukan penurunan factor
II,V,VII,IX, dan XII. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia,
hiponatremia, hipokloremia. SGOT, serum glutamit piruvat(SGPT), ureum, dan pH
darah mungkin meningkat, reverse alkali menurun.
b. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin.
Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
c. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan
pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi.
d. Ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa
8. Terapi/tindakan penanganan
a. Secara Fisik
Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam.
Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula
apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-
kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi
perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai
oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian, cacat
seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu.
1) Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
2) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
3) Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak
yang akan berakibat rusaknya sel – sel otak.
4) Berikan cairan melalui mulut, minum sesuai kebutuhan tubuh. Minuman yang
diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau
air teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu
tubuh memperoleh gantinya.
5) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
6) Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh
dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh digunakan untuk
menguapkan air pada kain kompres. Jangan menggunakan air es karena justru
akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar.
Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
7) Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam kuku.
Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan
tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan
demikian tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak
meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang
hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami
vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan
mempermudah pengeluaran panas dari tubuh.
b. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di
hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin
dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus
direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas
diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi. Petunjuk pemberian
antipiretik:
1) Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok teh sirup parasetamol
2) Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½ sendok teh sirup
parasetamol
3) Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 500 mg atau 2 sendok the sirup
parasetamol.
Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan dengan air atau teh
manis. Obat penurun panas in diberikan 3 kali sehari. Gunakan sendok takaran obat
dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya. Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan
pertama dalam menurunkan demam dan sangat berguna khususnya pada pasien
berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis kelainan metabolik,
penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang demam. Obat-obat anti
inflamasi, analgetik dan antipiretik terdiri dari golongan yang bermacam-macam dan
sering berbeda dalam susunan kimianya tetapi mempunyai kesamaan dalam efek
pengobatannya. Tujuannya menurunkan set point hipotalamus melalui pencegahan
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase.
Asetaminofen merupakan derivat para -aminofenol yang bekerja menekan
pembentukan prostaglandin yang disintesis dalam susunan saraf pusat. Dosis
terapeutik antara 10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis
maksimal 90 mgr/kbBB/hari. Pada umumnya dosis ini dapat d itoleransi dengan baik.
Dosis besar jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar.
Pemberiannya dapat secara per oral maupun rektal.Turunan asam propionat seperti
ibuprofen juga bekerja menekan pembentukanprostaglandin. Obat ini bersifat
antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Efek samping yang timbul berupa mual, perut
kembung dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping
hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik.Efek terhadap
ginjal berupa gagal ginjal akut (terutama bila dikombinasikan dengan asetaminopen).
Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam.Metamizole (antalgin)
bekerja menekan pembentukkan prostaglandin.Mempunyai efek antipiretik, analgetik
da n antiinflamasi. Efek samping pemberiannya berupa agranulositosis, anemia aplast
ik dan perdara han saluran cerna. Dosis terap eutik 10 mgr/kgBB/kali tiap 6 -8 jam
dan tidak dianjurkan unt uk anak kurang dari 6 bulan. Pemberiannya secara per oral,
intramuskular atau intravena. Asam mefenamat suatu obat gol ongan fenamat. Khasiat
analgetiknya lebih kuat dibandingkan sebagai antipiretik. Efek sampingnya berupa
dispepsia dan nemiahemolitik. Dosis pemberiannya 20 mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis.
Pemberiannya secara per oral dan tidak boleh diberikan anak usia kurang dari 6 bulan.
9. Komplikasi
a. Dehidrasi : pada demam terjadi penguapan cairan tubuh
b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada
anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan
umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayan otak
k. Pemeriksaan Fisik
1) Kesan umum (kebersihan, pergerakan, penampilan/postur/bentuk tubuh, termasuk
status gizi)
2) Warna kulit (pucat, normal, cyanosis, ikterus, kelainan)
3) Suara waktu menangis
4) Tonus otot
5) Turgor kulit
6) Udema : ada/tidak
7) Kepala
Bentuk, keaadaan rambut dan kulit kepala, UUB, adanya kelainan
8) Mata
Bentuk bola mata, pergerakannya, keadaan pupil, konjungtiva, keadaan kornea
mata, sclera, bulu mata serta ketajaman penglihatan
9) Hidung :
Adanya secret, pergerakkan cuping hidung, adanya suara saat bernafas, gangguan
lain
10) Telinga
Kebersihan, keadaan alat pendengaran, ada tidaknya kelainan
11) Mulut:
Kebersihan daerah sekitar mulut, keadaan selaput lendir, keadaan tenggorokan,
kelainan. Keadaan gigi (berlubang, karang gigi, kebersihan gigi, gusi, kerusakan
lain) keadaan lidah
12) Leher:
Pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk, pergerakkan leher
13) Thoraks:
Bentuk dada, irama pernafasan, tarikan otot bantu pernafasan, adanya suara nafas
14) Jantung : (bunyi, pembesaran)
15) Persarafan : (seflek fisiologis, reflek patologis)
16) Abdomen :
Bentuk, pembesaran organ, keadaan pusat, teraba skibala, massa, nyeri pada
perabaan, distensia, hernia, peristaltic
17) Ekstremitas :
Kelainan bentuk, pergerakan, reflek lutut, adanya udem, keadaan unjung
ekstremitas, hal-hal lain
18) Alat kelamin
19) Anus
20) Antropometri (ukuran pertumbuhan)
1. BB
2. TB
3. Lingkar kepala
4. Lingkar dada
5. Lingkar lengan
21) Gejala kardinal :
1. Suhu
2. Nadi
3. Pernafasan
4. Tekanan darah
2. Diagnose Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
b. Resiko defisit volume cairan yang berhubungan dengan intake tidak
adekuat
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan
(anoreksia).
d. Kurang pengetahuan tentang penyakit yang berhubungan dengan
kurang informasi.
Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit. Ed. 3. Jakarta: EGC.
Lynda juall, Carpenito. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan / Lynda juall Carpenito,
Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester (Edisi 8), Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Medika Aesculapius.
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Edisi 10. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC NOC. Yogyakarta: MediAction Publishing.
Suriadi dan Yuliani, R.(2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Tarwoto, Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis: Mosby Inc.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN FEBRIS
NIM : P1337420117057
DIII KEPERAWATAN SEMARANG