(FEBRIS KONVULSI)
NIM ; C1015036
2018
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38°C). Kondisi yang menyebabkan kejang demam antara lain : infeksi
yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis
(Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstracranial. Kejang demam terjadi pada 2-4 % populasi anak berumur 6 bulan -5 tahun
(Nanda, Diagnosa Keperawatan, 2015-2017, edisi 10)
Kejang demam merupakkan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologic yang paling
sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan
kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan
frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam
jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong,2008)
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai
pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
diatas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak
adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden
terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.
Hampir 8 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki dari pada perempuaan. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat
dibandingkan laki-laki (Judha & Rahil, 2011).
Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa kejang demam adalah
kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan
potensial listrik serebral yang berlebihan sehinga mengakibatkan renjatan berupa kejang.
B. PENYEBAB
Menurut Lumbantobing,2010 Faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang demam:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak).
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau
ensekalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA), bronkhitis, dan lain – lain.
E. PATHWAYS
Sel host inflamasi
Pusat thermoregulator
Meningkatkan thermostas
Cemas
Kurang pengetahuan
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal
tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang
demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi
dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium
rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada
bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang
dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
G. PENATALAKSANAAN
Menurut, Judha & Rahil (2011)
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,
walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau
bila kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam
dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
– Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
– Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
– Klonazepam : (indikasi khusus)
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), menyatakan bahwa
penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain:
1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan
dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya 0,5-
0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis ratarata yang diberikan adalah
0,3 mg/kg BB/ kali pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak
kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5
tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian
pertama diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan injeksi
diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila masih kejang maka
ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi diazepam ketiga dengan dosis
yang sama secara intramuskuler.
2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring,
pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan
intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam
pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake
dan output cairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang
beresiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat
memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan
peningkatan intraklanial juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu
dihindari.
5. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode konduksi
yaitu perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke benda yang
mempunyai derajat yang lebih rendah (kain kompres). Kompres diletakkan pada
jaringan penghantar panas yang banyak seperti kelenjar limfe di ketiak, leher,
lipatan paha, serta area pembuluh darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini
dapat dikombinasikan dengan pemberian antipiretik seperti prometazon 4- 6
mg/kg BB/hari (terbagi dalam 3 kali pemberian).
6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-
obatan untuk mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1 ampul setiap 6
jam sampai keadaan membaik.Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari
anggota tubuh yang lain dengan craa menaikan tempat tidur bagian kepala lebih
tinggi kurang kebih 15° (posisi tubuh pada garis lurus)
7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca pemberian
diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada
neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan1tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun
keatas dengan tehnik pemberian intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan
fenobarbital dengan dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali
pemberian) hari berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali
pemberian.
8. Pengobatan penyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah
kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil
maka pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rongent, pemeriksaan penunjang
lain untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi
sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotik
yang cocok diberikan pada pasien anak dengan kejang demam.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2005)
1. Epilepsi
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya
serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang terjadi pada
epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf
pusat.
2. Kerusakan jaringan otak Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang
aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D
Asparate (MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.
3. Retardasi mental Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.
4. Aspirasi Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas. 5.
Asfiksia Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau
teratur.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg (1980 :
122 – 128), Paula Krisanty (2008 : 223) :
1. Riwayat Kesehatan :
a. Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah atau
diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit makan, tidak tidur
nyenyak. Tanyakan intake atau output cairan, suhu tubuh meningkat, obat
yang dikonsumsi
b. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
c. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia,
gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
d. Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian fisik
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls radang
dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu
tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam yang
terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga
jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada
anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak
terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik,
tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan anak balita.
Akibat langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut
dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu
menyumbat saluran pernapasan.
Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Evaluasi :
- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
- Jalan nafas bersih dari sumbatan
- RR dalam batas normal
- Suara nafas vesikuler
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 – 630), carpenito
(2000 : 132) dan Krisanty P., dkk (2008 : 224) diagnosa yang mungkin muncul pada
pasien dengan kejang demam :
1. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Defisit volume cairan bd kondisi demam
3. Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak
5. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan
kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. DX 1 : Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses keperawatan
diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil :
NOC : Pengendalian Resiko
a. Pengetahuan tentang resiko
b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
c. Monitor kemasan personal
d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko
Indkator skala :
1 = tidak adekuat
2 = sedikit adekuat
3 = kadang-kadang adekuat
4 = adekuat
5 = sangat adekuat
NIC : mencegah jatuh
a. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn
potensial jatuh dalam setiap keadaan
b. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan potensial
jatuh
c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi
d. instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau bergerak
2. DX 2 : defisit volume cairan bd kondisi demam
Tujuan : devisit volume cairan teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Turgor kulit membaik
b. Membran mukosa lembab
c. Fontanel rata
d. Nadi normal sesuai usia
e. Intake dan output seimbang
Indicator skala :
1 = Ekstrem
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = tidak terganggu
NIC : monitor TTV:
a. monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
b. catat adanya fluktuasi TD
c. monitor jumlah dan irama jantung
d. monitor bunyi jantung
e. monitor TD pada saat klien berbarning, duduk, berdiri
NIC II : status neurologia
a. monitor tingkat kesadran
b. monitor tingkat orientasi
c. monitor status TTV
d. monitor GCS
5. DX 5 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan
dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang kondisi
pasien
NOC : knowledge ; diease proses
a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis dan
program pengobatan
b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim
kesehatan lainya
Indicator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
Krisanty P,. Dkk (2008), Asuhan Keperawatan Gawat darurat, Trans info Media, Jakarta
Betz Cecily L, Sowden Linda A. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Sacharin Rosa M. ( 2002 ). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanya R.F. Jakarta
: EGC
Arjatmo ( 2004 ). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : Gaya barub