Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

OBSERVASI FEBRIS CAONVULSI (OFC)

Di Ruang Empu Tantular

RSUD Kanjuruhan Kepanjen

DIANA SAFITRI

NIM. 18.30.013

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

MALANG

2018/2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Observasi Febris Convulsi (OFC) di Ruang Empu Tantular RSUD
Kanjuruhan Kepanjen yang dilakukan oleh :

Nama : Diana Safitri

NIM : 18.30.013

Prodi : Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik profesi Ners Departemen Anak,
yang dilaksanakan pada tanggal 14 Januari 2019-19 Januari 2019, yang telah disetujui dan
disahkan pada :

Hari :……………………

Tanggal :……………………

Malang, Januari 2019

Mengetahui :

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(…………………………..) (…………………………..)

Kepala Ruang

(…………………………..)
LAPORAN PENDAHULUAN

OBERVASI FEBRIS CONVULSI (KEJANG DEMAM)

A. Definisi
Obsevasi Febris Convulsi atau Kejang demam merupakan kelainan
neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi
karena adanyakenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh
prosesekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasanbagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya
kejangdemam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai tahun. Hampir3%
dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejangdemam. Kejang
demam lebih sering didapatkan pada laki-laki dari padaperempuaan. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat
dibandingkan laki-laki (Judha & Rahil, 2011).
Kejang demam adalah suatu kondisi saat tubuh anak sudah tidak dapat
menahan serangan demam pada suhu tertentu (Widjaja, 200 1). Kejang demam adalah
kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan ini disebabkan oleh
kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 2008).
Kejang demam terjadi jarang sebelum umur 9 bulan dan sesudah umur5
tahun. Kejang demam sering terjadi sekitar usia 14 sampai 18 bulan.Kejadian kejang
demam menunjkan fenomena kecenderungan faktor genetik.Resiko kejang demam
meningkat jika ada riwayat kejang demam padakeluarga (orang tua & saudara
kandung) (Behrman, Robert , Kliegman,Arvin, 2000).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan
suhu tubuh yang sering dijumpai pada anak usia di bawah umur 5 tahun.Dari
pengertiandiatas maka penulis menyimpulkan bahwa yang di maksud kejang demam
adalah perubahan potensial listrik cerebral yang berlebihan akibat kenaikansuhu
dimana suhu rectal diatas 38°C sehingga mengakibatkan renjatan kejangyang
biasanya terjadi pada anak dengan usia 3 bulan sampai 5 tahun.

B. Etiologi
Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan
timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya yang
terjadi(Lumbantobing, 2004).Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis(Judha & Rahil,
2011).Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi,
Sujono & Sukarmin, 2009)
Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan
menyeluruh. Tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan
penyebab demam dan mengesampingkan meningitis. Infeksi saluran pernapasan atas
dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang paling sering (Behrman,
Robert , Kliegman, Arvin, 2000).

C. Tanda dan Gejala


Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang muncul
pada penderita kejang demam :
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal ataukinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi
beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran)

Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone juga


dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam. Ada 7
kriteria antara lain:

1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.


2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot
4. rahang saja ).
5. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
6. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada
7. kelainan.
8. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu
9. atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan
10. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat
dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik.
Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi
apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada
kelainan saraf.(Judha & Rahil, 2011)

D. Klasifikasi
1. Kejang parsial (kejang yang dimulai setempat)
a. Kejang parsial sederhana (gejala-gejala dasar, umumnya tanpa gangguan
kesadaran)
b. Kejang parsial kompleks (dengan gejala kompleks, umumnya dengan gangguan
kesadaran)
c. Kejang parsial sekunder menyeluruh
2. Kejang umum / generalisata (simetrik bilateral , tanpa awitan local)
a. Kejang tonik-klonik
b. Absence
c. Kejang mioklonok (epilepsy bilateral yang luas)
d. Kejang atonik
e. Kejang klonik
f. Kejang tonik

Klasifikasi lain

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)


a. Kejang berlangsung singkay
b. Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 10 menit
c. Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
a. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam

Kejang demam menurut proses terjadinya

1. Intracranial
a. Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler
b. Infeksi: bakteri, virus, parasite misalnya meningitis
c. Kongenital: disgenesis, kelainan serebri
2. Ekstrakranial
a. Gangguan metebolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan
elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya
b. Toksik : intoksikasi, anaskteris local, sindroma putus obat
c. Kongenital : gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin

E. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium dan elektrolit lainya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran di perlukan
energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak misalnya
mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari
membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam kenaikan suhu
1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan
oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh
sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi
kejang. Kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat
yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat (Judha & Rahil, 2011).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media
akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang
dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen
maupun limfogen.
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan
menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya
secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan
suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan
kontraksi otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan disertai
pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran
mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron .
Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium
dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat
menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan
cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan kesadaran, otot
ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko
terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma
bronkus (Price, 2005).
F. Pathway

Infeksi ekstrakranial

Reaksi inflamasi

Peningkatan metabolisme basal Suhu hipotalamus meningkat

HIPERTERMI

Pengeluaran mediator kimia (epinefrin dan prostaglandin

Peningkatan potensial aksi

RESIKO CEDERA
Difusi ion kalium maupun natrium

Lepas muatan listrik Lidah tergigit

Kejang Pengeluaran sekret di jalan napas

Peningkatan fase dipolarisasi dan otot dengan cepat

Ekspansi paru KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN


JALAN NAPAS
Input O2 menurun

Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2

Peningkatan kerja pernapasan

KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS


G. Komplikasi
Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2005)
1. Epilepsi
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya
serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang terjadi pada
epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf
pusat.
2. Kerusakan jaringan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D Asparate (MMDA) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran
secarairreversible.
3. Retardasi mental
Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.
4. Aspirasi
Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas
5. Asfiksia
Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau teratur.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
a. Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200mq/dl)
b. BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit merupakan predisposisi
kejang
d. Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)
e. Natrium (N 135-144 meq/dl)
2. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi,pendarahan penyebab kejang
3. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
4. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbaik
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi
kepala
5. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya normal
6. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,cerebral
oedema,trauma,abses,tumor dengan atau tanpa kontras.

I. Penatalaksanaan
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), menyatakan bahwa penatalaksanaan
yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain:
1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan
dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya 0,5-0,75
mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata yang diberikan adalah 0,3
mg/kg BB/ kali pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak
kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5
tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian
pertama diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan injeksi
diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila masih kejang maka
ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi diazepam ketiga dengan dosis
yang sama secara intramuskuler.
2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring,
pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan
intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam
pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake
danoutputcairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang
beresiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat
memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan
peningkatan intraklanial juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu
dihindari.
5. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode konduksi
yaitu perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke benda yang mempunyai
derajat yang lebih rendah (kain kompres). Kompres diletakkan pada jaringan
penghantar panas yang banyak seperti kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha,
serta area pembuluh darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat
dikombinasikan dengan pemberian antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/kg
BB/hari (terbagi dalam 3 kali pemberian).
6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-obatan
untuk mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari
anggota tubuh yang lain dengan craa menaikan tempat tidur bagian kepala lebih
tinggi kurang kebih 15° (posisi tubuh pada garis lurus)
7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca pemberian
diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada
neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan-1tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun
keatas dengan tehnik pemberian intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan
fenobarbital dengan dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali
pemberian) hari berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali
pemberian.
8. Pengobatanpenyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah
kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil
maka pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rongent, pemeriksaan penunjang
lain untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat
perlu dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotic yang
cocok diberikan pada pasien anak dengan kejang demam.
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data subyektif
a. Biodata / identitas
Biodata anak yang mencakup nama,jenis kelamin.Biodata orang tua
meliputi:nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan,penghasilan,alamat
b. Riwayat penyakit
Menurut Suharso (2000) antara lain sebagai berikut:
1. Riwayat penyakit sekarang
 Jenis,lama,dan frekuensi kejang
 Demam yang menyertai,dengan mengetahui ada tidaknya demam yang
menyertai kejang,maka diketahui apakahinfeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitankejang.
 Jarak antara timbulnya kejang dengan demam
 Lama serangan
 Pola serangan, apakah bersifat umum,fokal,tonik,klonik
 Frekuensi serangan,apakah penderita mengalami kejang sebelumnya umur
berapa kejang terjadi untuk pertama kali,dan berapa frekuensi kejang
pertahun.Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali
pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
 Keadaan sebelum,selama dan sesudah serangan.
 Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang misalnya,lapar,mual,muntah,sakit kepala dan
lain-lain
 Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya
 Sesudah kejang perlu ditanyakan pakah penderita segera
sadar,tertidur,kesadran menurun,ada paralise,menangis.
2. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah,diare,trauma kepala,gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi),gagal jantung, kelainan jantung,DHF,ISPA,dan lain-lain.
3. Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya,umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali.Apakah ada riwayat trauma kepala,radang selaput
otak,dan lain-lain.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
5. Riwayat Imunisasi
6. Riwayat Perkembangan#
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
8. Riwayat Sosial
9. Pola kesehatan dan fungsi kesehatan
Data Obyektif
1. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
 Adakah tanda-tanda mikro atau mikrossepali
 Adakah dispersi bentuk kepala
 Adakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial yaitu ubun-ubun besar
cembung,bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum
b. Rambut
Dimulai warna,kelebatan, distribusi serat karakteristik rambut lain.Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien
c. Muka/Wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetris wajah:sisi yang paresis tertinggal
bila anak menangis atau tertawa,sehingga wajah tertarik ke sisi
d. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil,untuk periksa pupil dan ketajaman
peglihatan.Apakah keadaan sklera,konjungtiva?
e. Telinga
Periksa fungsi telinga,kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
dari telinga,berkurangnya pendengaran
f. Hidung
 Apakah adanya pernapasan cuping hidung
 Polip yang menyumbat jalan napas
 Apakah keluar sekret,bagaimana konsistensinya jumlahnya?
g. Mulut
 Adakah sianosis
 Bagaiman keadaan lidah
 Adakah stomatitis
 Berapa jumlah gigi yang tumbuh
 Apakah ada karies gigi
h. Tenggorokan
 Adakah peradangan tanda-tanda peradangan tosil
 Adakah pembesaran vena jugularis
i. Leher
 Adakah tanda-tanda kaku kuduk,pembesaran kelenjar tiroid
 Adakah pembesaran vena jugularis
j. Thorax
 Pada inspeksi:amati bentuk dada klien,bagaimana gerak pernapasan,
frekuensinya,irama,kedalaman,adakah retraksi intercostal.
 Auskultasi:adakah suara napas tambahan
 Jantung:bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya? adakah
bunyi tambahan?adakah bradicardi dan takikardi?
k. Abdomen
 Adakah distensi abdomen serta kekuatan otot pada abdomen?bagaiman
turgor kulit dan peristaltik usus?
 Adakah pembesaran lien dan hepar?
l. Kulit
 Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
 Adakah terdapat edema hemangioma?
 Bagaimana keadaan turgor kulit?
m. Ekstremitas
 Apakah terdapat oedema,atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
 Bagaimana suhunya pada daerah akral?
n. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema,sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal
b. Resiko injuri berhubungan dengan terjadinya kejang
c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pengeluaran
secret di jalan nafas

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal
NOC
Thermoregulation
NIC
Fever Treatment
1) Monitor suhu sesering mungkin
2) Monitor IWL
3) Monitor warna dan suhu kulit
4) Monitor tekanan darah, nadi dan RR
5) Monitur penurunan tingkat kesadaran
6) Monitor intake dan output
7) Berikan antipiretik
8) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
9) Kolaborasikan pemberian cairan intravena
10) Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila
11) Tingkatkan sirkulasi udara
Diagnosa 2: Resiko injuri berhubungan dengan terjadinya kejang
NOC
Risk Control
NIC
Environtment managemen
1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
3) Memasang side rail tempat tidur
4) Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien

Diagnosa 3: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan


pengeluaran secret di jalan nafas
NOC
Respiratory Status : Ventilation
Restiratory status : Airway Patency
NIC
Airway suction
1) Buka jalan napas, gunakan teknik jaw thurst atau chin lift bila perlu
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction
4) Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan
5) Monitor respirasi dan status O2
DAFTAR PUSTAKA

Judha M dan Rahil H. N. 2011. Sistem Persarafan dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing
Lumbantobing, SM. 2003. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang pada Anak. Jakarta: FKUI
Behrman, Robert M, Kliegman, Ann M, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 1 E/
15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Ana. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsel KlinisProses-Proses Penyakit. Ed. 6.
Jakarta: EGC
Garna dan Nataprawira. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran RS
Hasan Sadikin

Anda mungkin juga menyukai