Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

Oleh:
GUNAWARTI
14420202072

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM I NDONESIA MAKASSAR
2020
BAB I
KONSEP LANSIA
A. Proses Penuaan Secara Umum
1. Definisi
Lansia atau menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemamuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti
dengan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut secara
alamiah). Dimulai sejak lahir dan umumnya pada semua makluk hidup. Sampai
saat ini banyak sekali teori yang menerangkan proses menua. Mulai dari teori
degeneratif yang didasari oleh habisnya daya cadangan vital, teori terjadinya
atropi yaitu teori yang mengatakan bahwa proses menua adalah proses evolusi dan
teori imunologik yaitu teori adanya produk sampah dari tubuh yang makin
bertumpuk. Tetapi seperti diketahui lanjut usia akan selalu bergandengan dengan
perubahan fisiologis maupun psikologis, yang penting untuk diketahui bahwa
aktivitas fisik dapat menghambat / memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh
yang disebabkan bertambahnya umur.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan meliputi : hereditas,
nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stress. Menurut UU
No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi “Lanjut usia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.  Sebenarnya lansia
merupakan suatu proses alami yang tidak dapat ditentukan oleh Tuhan Yang Maha
Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan
masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sampai tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi sehingga bagi kebanyakan orang, masa yang
merupakan masa yang kurang menyenangkan.
2. Pembagian Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia lanjut usia meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-54 tahun
2. Lanjut suia (elderly) : antara 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) : antara 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun
Di zaman sekarang lansia terbagi dalam beberapa tipe yaitu :
1. Tipe arif bijaksana
2. Tipe mandiri
3. Tipe tidak puas
4. Tipe pasrah
5. Tipe bingung
Lansia dapat dibedakan ke dalam beberapa tipe yang tergantung pada karakter,
pengalaman hidupnya, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya.
Tipe ini antara lain :
1. Tipe optimis
2. Tipe konstruktif
3. Tipe putus asa
4. Tipe defensive
5. Tipe militan / serius
6. Tipe ketergantungan
7. Tipe marah / frustasi
Menurut kemampuan dalam berdiri sendiri para lansia dapat digolongkan dalam
kelompok antara lain :
1. Lansia mandiri sepenuhnya
2. Lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya
3. Lansia mandiri dengan bantuan tidak langsung
4. Lansia dibantu oleh badan social
5. Lansia panti sosal tresna werdha
6. Lansia yang dirawat di RS
7. Lansia yang menderita gangguan mental
3. Klasifikasi Lanjut Usia
Ciri-ciri Lansia
Menurut Depkes RI (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
1) Lansia merupakan periode kemunduran Kemunduran pada lansia sebagian
datang dari faktor fisik dan faktor psikologis sehingga motivasi memiliki peran
yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansiayang memiliki
motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akanmempercepat
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memilikimotivasi
yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
2) Lansia memiliki status kelompok minoritas. Kondisi ini sebagai akibat dari
sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansiadan diperkuat oleh
pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih
senangmempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat
menjadi negatif, tetapiada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa
kepada orang lain sehingga sikap sosialmasyarakat menjadi positif.
3) Menua membutuhkan perubahan peran perubahan peran pada lansia
sebaiknya dilakukan atas dasarkeinginan sendiri bukan atas dasar tekanan
dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia
sebagai ketua RW karena usianya.
4) Penyesuaian yang buruk pada lansia perlakuan yang buruk terhadap lansia
membuat mereka cenderung mengembangkankonsep diri yang buruk
sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk
pula. Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untukpengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi
inilah yangmenyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
tersinggung dan bahkanmemiliki harga diri yang rendah.
4. Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia menurut Depkes RI (2016) terdiri
dari:
1. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang setinggi-
tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan mental.
3. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita suatu
penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kemandirian yang
optimal.
4. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada lansia
yang berada dalam fase terminal sehingga lansia dapat mengadapi
kematian dengan tenang dan bermartabat. Fungsi pelayanan dapat
dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial lansia, pusat informasi pelayanan
sosial lansia, dan pusat pengembangan pelayanan sosial lansia dan pusat
pemberdayaan lansia.
B. KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Kemenkes.RI,
2014). Hipertensi adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik
muda maupun tua. Hipertensi juga sering disebut sebagai silent killer karena
termasuk penyakit yang mematikan. Bahkan, Hipertensi tidak dapat secara
langsung membunuh penderitanya, melainkan hipertensi memicu terjadinya
penyakit lain yang tergolong kelas berat dan mematikan serta dapat
meningkatkan resiko serangan jantung, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal
(Pudiastuti, 2013). Hipertensi juga merupakan salah satu penyakit
degeneratif, umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan
seiring bertambahnya umur. (Triyanto, 2014).
B. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan curah jantung atau peningkatan
tekanan perifer. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang memengaruhi
terjadinya hipertensi :
1. Genetik: faktor genetik sudah pasti menyebabkan pengaruh potassium
terhadap sodium individu dengan orang tua dan hipertensi mempunyai
risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang
yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi karena
pengaruh pada potassium dan sodium individu tersebut. Faktor genetik
pada dasarnya sudah mengalami gejala pada usia 20-30 tahun tetapi
muncul pada usai 50 tahun. Contohnya adalah salah satu dari orang tua
mengalami hipertensi sebelum umur 70 tahun maka kemungkinan
kejadian hipertensi
pada anak 1:3 dan jika kedua orang tua mengalami hipertensi maka risiko
pada anak meningkat 3:5.
2. Obesitas: prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32%
untuk wanita. Berat badan yang berlebih mengakibatkan jaringan lemak
berada dalam arteri menumpuk sehingga ketika darah melewati arteri
maka semakin bertambah pula tekanan darah pada tubuh (Korneliani dan
Meida, 2012). Jenis Kelamin: Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria
sama dengan wanita. Wanita terlindung dari penyakit kardiovaskular
sebelum menopous salah satunya adalah penyakit jantung koroner.
Wanita yang belum mengalami menopous dilindungi oleh hormone
estrogen yang meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
3. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.
4. Stres: stres dapat meningkatkan tekanan darah pada seseorang karena
ketika stres hormon adrenalin akan meningkat ketika kita stres sehingga
membuat jantung memompa dengan cepat sehingga tekanan darah pun
meningkat. Hipertensi dengan stres mempunyai hubungan, ketika stres
terjadi peningkatan saraf simpatis dan mempengaruhi naiknya tekanan
darah yang tidak menentu. Orang yang biasanya mengalami masalah sulit
untuk tidur, ketika stres mengalami dampak depresi, demesia, insomnia,
peningkatan darah tinggi, alergi, mengurangi kesuburan dan strok.
(Aspiani, 2016).
5. Kurang olahraga: ketika melakukan olahraga teratur terjadi penurunan
tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi)
dan melatih otot jantung terbiasa apabila jantung melakukan pekerjaan
yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Latihan fisik adalah
termasuk olahraga yang dilakukan secara teratur dan berulang ulang
untuk meningkatkan kesehatan tubuh dan menghindari berbagai macam
penyakit. Tidak melakukan aktivitas fisik menaikan risiko terjadinya
hipertensi karena bertambahnya risiko menjadi gemuk, dan mengalami
penyakit kardiovaskular latihan fisik sangat mempengaruhi keadaan
lansia pada orang yang tidak melakukan latihan fisik maka frekuensi
pada denyut jantung akan menjadi lebih tinggi otot jantung akan bekerja
lebih keras mengakibatkan makin besar otot jantung memompa dan
terjadi peningkatan tekanan pada arteri. (Simanjuntak, Engka &
Marunduh, 2016).
6. Pola asupan garam dalam diet: WHO merekomendasikan pola konsumsi
garam yang dapat mengurangi hipertensi. Orang yang mengonsumsi
natrium terlalu banyak akan meningkatkan tekanan darah karena natrium
menyebabkan penumpukan cairan pada tubuh sehingga meningkatkan
volume darah, volume darah akan melewati pembuluh darah yang
semakin sempit tekanan darah akan semakin meningkat dan
menyebabkan hipertensi.
7. Kebiasaan Merokok: Merokok mempengaruhi peningkatan tekanan darah
kerena kandungan dari rokok tersebut adalah karbonmonoksida dan
mengakibatkan kurangnya pasokan O2 di dalam jaringan tubuh.
Karbonmonoksida mengikat hemoglobin yang seharusnya diikat oleh
oksigen sehingga sel sel dalam tubuh akan kekurangan oksigen dan tubuh
melakukan kompensasi tubuh dengan terjadinya spasme pembuluh darah.
Spasme yang berlangsung terus menerus maka pembuluh darah akan
mengalami penyempitan dan mengakibatkan hipertensi pada tubuh.
Merokok juga mengandung nikotin yang akan merangsang hormon
endorphin dan merangsang otot jantung untuk lebih cepat berkontraksi
sehingga akan merusak lapisan dinding pembuluh darah. Pembuluh darah
akan menyempit mengakibatkan kurangnya pasokan oksigen ke otak
sehingga akan terjadi kompensasi tubuh untuk meningkatkan pasokan
darah ke seluruh tubuh terutama otak sehingga terjadi hipertensi. (Rahail,
2016).
C. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus
yang bergerak kebawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai factor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Klien dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepineprin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan ketika system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal
menyekresi epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin yang
dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II , vasokontriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
instravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung menyebabkan hipertensi
.(Aspiani, 2016).
Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik juga sejalan dengan
peningkatan usia terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan meregang
pada arteri besar. Tekanan aorta meningkat sangat tinggi dengan penambahan
volume intravaskuler yang sedikit menunjukan kekakuan pembuluh darah
pada lanjut usia. Secara hemodinamik hipertensi sistolik ditandai penurunan
kelenturan pembuluh arteri besar resistensi perifer yang tinggi pengisian
diastolik abnormal dan bertambah masa ventrikel kiri. Penurunan volume
darah dan output jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan
penurunan tekanan diastolik. Lanjut usia dengan hipertensi sistolik dan
diastolik output jantung, volume intravaskuler, aliran darah keginjal, aktivitas
plasma renin yang lebih rendah dan resistensi perifer. Perubahan aktivitas
sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya norepinephrin menyebabkan
penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta adrenergik sehingga
berakibat penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah. (Temu Ilmiah
Geriatri , 2008).
D. Klasifikasi Hipertensi
Secara klinis hipertensi dapat di klasifikasikan menjadi beberapa
kelompok yaitu:

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah


Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal <120 <80


Normal 120-129 80-84
Highnormal 130-139 85-89
Hipertensi grade 1 140-159 90-99
Hipertensi grade 2 160-179 100-109
Hipertensi grade 3 180- 209 100-119
Hipertensi grade 4 >210 >120
Sumber : (Nurarif, 2015)
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan ;
1. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui
penyebabnya. Diderita oleh seitar 95% orang. Oleh karena itu,penelitian
dan pengobatan lebih ditunukan bagi penderita esensial. Hipertensi
primer disebabkan oleh faktor berikut ini.
a. Faktor keturunan Dari data statistic terbukti bahwa seseorang akan
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi
jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
b. Ciri perseorangan ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya
hipertensi adalah umur (jika umur bertambah maka tekanan darah
meningkat), jenis kelamn (pria lebih tinggi dari perempuan), dan ras
(ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih).
c. Kebiasaan hidup Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan
timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi (lebih dari
30g), kegemukan atau makan berlebih,stress, merokok, minum
alcohol,minum obat-obatan (efedrin, prednisone, epinefrin).
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas salah satu
contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vascular renal, yang terjadi
akibat stenosis arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital atau
akibat aterosklerosis stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke
ginjal sehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan
pelepasan renin, dan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II secara
langsung meningkatkan tekanan darah tekanan darah, dan secara tidak
langsung meningkatkan sintesis andosteron dan reabsorpsi natrium.
Apabila dapat dilakukan perbaikan pada stenosis, atau apabila ginjal
yang terkena di angkat,tekanan darah akan kembali ke normal. Penyebab
lain dari hipertensi sekunder, antara lain ferokromositoma, yaitu tumor
penghasil epinefrin di kelenjar adrenal, yang menyebabkan peningkatan
kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, dan penyakit cushing,
yang menyebabkan peningkatan volume sekuncup akibat retensi garam
dan peningkatan CTR karena hipersensitivitas system saraf simpatis
aldosteronisme primer (peningkatan aldosteron tanpa diketahui
penyebab- nya) dan hipertensi yang berkaitan dengan kontrasepsi oral
juga dianggap sebagai kontrasepsi sekunder. (Aspiani, 2016).
E. Manifestasi klinis
Pada umumnya, penderita hipertensi esensial tidak memiliki keluhan.
Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi,
pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, lemas dan
impotensi. Nyeri kepala umumnya pada hipertensi berat, dengan ciri khas
nyeri regio oksipital terutama pada pagi hari. Anamnesis identifikasi faktor
risiko penyakit jantung, penyebab sekunder hipertensi, komplikasi
kardiovaskuler, dan gaya hidup pasien.
Perbedaan Hipertensi Esensial dan sekunder Evaluasi jenis hipertensi
dibutuhkan untuk mengetahui penyebab. Peningkatan tekanan darah yang
berasosiasi dengan peningkatan berat badan, faktor gaya hidup (perubahan
pekerjaan menyebabkan penderita bepergian dan makan di luar rumah),
penurunan frekuensi atau intensitas aktivitas fisik, atau usia tua pada pasien
dengan riwayat keluarga dengan hipertensi kemungkinan besar mengarah ke
hipertensi esensial. Labilitas tekanan darah, mendengkur, prostatisme, kram
otot, kelemahan, penurunan berat badan, palpitasi, intoleransi panas, edema,
gangguan berkemih, riwayat perbaikan koarktasio, obesitas sentral, wajah
membulat, mudah memar, penggunaan obat-obatan atau zat terlarang, dan
tidak adanya riwayat hipertensi pada keluarga mengarah pada hipertensi
sekunder (Adrian, 2019).
F. Pemeriksaan Diagnostik (Penunjang)
1. Laboratorium
a. Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal
b. Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena parenkim
ginjal dengan gagal ginjal akut.
c. Darah perifer lengkap
d. Kimia darah (kalium, natrium, keratin, gula darah puasa)
2. EKG
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Iskemia atau infark miocard
c. Peninggian gelombang P
d. Gangguan konduksi
3. Foto Rontgen
a. Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta.
b. Pembendungan, lebar paru
c. Hipertrofi parenkim ginjal
d. Hipertrofi vascular ginjal. (Aspiani, 2016).
G. Komplikasi
Kompikasi hipertensi menurut (Trianto, 2014):
1. Penyakit jantung
Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal jantung.
2. Ginjal
Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus, darah
akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal dan nefron akan terganggu
sehingga menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya membrane glomerulus
, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotic koloid plasma
berkurang dan menyebabkan edema.
3. Otak
Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerahdaerah yang
diperdarahi berkurang.
4. Mata
Komplikasi berupa perdarahan retina , gangguan penglihatan,hingga
kebutaan.
5. Kerusakan pada pembuluh darah arteri
Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan penyempitan
arteri atau yang sering disebut dengan aterosklerosis dan arterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah). Komplikasi berupa kasus perdarahan
meluas sampai ke intraventrikuler (Intra Ventriculer Haemorrhage) atau
IVH yang menimbulkan hidrosefalus obstruktif sehingga memperburuk
luaran. 1-4 Lebih dari 85% ICH timbul primer dari pecahnya pembuluh
darah otak yang
sebagian besar akibat hipertensi kronik (65-70%) dan angiopathy amyloid.
Sedangkan penyebab sekunder timbulnya ICH dan IVH biasa karena
berbagai hal yaitu gangguan pembekuan darah, trauma, malformasi
arteriovenous, neoplasma intrakranial, thrombosis atau angioma vena.
Morbiditas dan mortalitas ditentukan oleh berbagai faktor, sebagian besar
berupa hipertensi, kenaikan tekanan intrakranial, luas dan lokasi
perdarahan, usia, serta gangguan metabolism serta pembekuan darah.
H. Penatalaksanaan
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko
penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan.
Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah
140 mmHg dan tekanan distolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor
risiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan
obat antihipertensi (Aspiani, 2016).
Golongan pengobatan untuk hipertensi yaitu obat-obatan Diuretik,
Penghambat Simpatis, Betablocker, Vasodilator. Pengaruh pengobatan
deuretik untuk pengobatan hipertensi adalah mengeluarkan natrium pada
tubuh dan mengurangi volume darah sehingga menurunkan tekanan darah
(Erlyna, 2011).
Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara pengobatan setara
non-farmakologis, antara lain:
1. Pengaturan diet
Berbagai studi menunjukan bahwa diet dan pola hidup sehat atau dengan
obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan dapat memperbaiki
keadaan hipertrofi ventrikel kiri. Beberapa diet yang dianjurkan:
a. Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah
pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat
mengurangi stimulasi system renin-angiotensin sehingga sangat
berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan natrium yang
dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.
b. Diet tinggi kalium , dapat menurunkan tekanan darah tetapi
mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat
menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh oksidanitrat
pada dinding vascular.
c. Diet kaya buah dan sayur
d. Diet rendah kolestrol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.
2. Penurunan berat badan
Mengatasi obesitas pada sebagian orang, dengan cara menurunkan
berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan mengurangi
beban kerja jantung dan volume sekuncup. Pada beberapa studi
menunjukan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan
hipertrofi ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan adalah hal yang
sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah.
3. Olahraga
Olahraga teratur seperti berjalan, lari,berenang, bersepeda
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan
jantung.
4. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat
Berhenti merokok dan tidak mengonsumsi alcohol, penting untuk
mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui
menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja
jantung. (Aspiani, 2016)
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN HIPERTENSI

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu tahap awal dari asuhan keperawatan yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data, baik dari data
primer maupun data sekunder. Macam-macam data yang diperoleh berupa
data dasar, data fokus, data subjektif dan data objektif.
a. Identitas klien
1) Identitas klien Meliputi : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan,
tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
2) Identitas Penanggung Jawab Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien
b. Keluhan utama

Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah,


palpitasi, pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah,
dan impotensi.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Keluhan lain yang menyerta
biasanya : sakit kepala , pusing, penglihatan buram, mual ,detak jantung
tak teratur, nyeri dada.
d. Riwayat kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit jantung,
penyakit ginjal, stroke. Penting untuk mengkaji mengenai riwayat
pemakaian obat- obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit hipertensi ,
penyakit metabolik, penyakit menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran
kemih, dan penyakit menurun seperti diabetes militus, asma, dan lain-lain
f. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
g. Sirkulasi
Gejala : giwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner
/ katup, penyakit serebrovaskuler.
Tanda : kenaikan TD, nadi (denyutan jelas), frekuensi / irama (takikardia,
berbagai disritmia), bunyi jantung (murmur, distensi vena jugularis,
ekstermitas, perubahan warna kulit), suhu dingin (vasokontriksi
perifer), pengisian kapiler mungkin lambat.
h. Integritas Ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah,
faktor stress multiple (hubungsn, keuangan, pekerjaan).
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar mata),
peningkatan pola bicara.
i. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi, obstruksi, riwayat
penyakit ginjal).
j. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol, mual, muntah, riwayat penggunaan diuretik.
Tanda : BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena, peningkatan JVP,
glikosuria.
k. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas, kelemahan
padab satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (penglihatan kabur, diplopia),
episode epistaksis.
Tanda : perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau
memori (ingatan), respon motorik (penurunan kekuatan genggaman),
perubahan retinal optik.
l. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat,
nyeri abdomen.
m. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok.
Tanda : distress respirasi / penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi
napas tambahan (krekles, mengi), sianosis.
n. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral
transien.
o. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala : faktor resiko keluarga (hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal), faktor resiko etnik,
penggunaan pil KB atau hormon lain, penggunaan obat / alkohol.
2. Diagnosa Keperawatan
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
dengan hipertensi (SDKI PPNI, 2017) :
a. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler selebral dan
iskemia
c. Kelebihan volume cairan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
e. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
f. Resiko jatuh d.d gangguan penglihatan
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosis SLKI SIKI
Keperawatan (Kriteria Hasil) (Intervensi)
Rasional
Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri Manajemen nyeri
intervensi keperawatan Observasi Observasi
selama 3x24 jam maka 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui lokasi,
diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,
menurun dengan frekuensi, kualitas, intensitas frekuensi, kualitas,
kriteria hasil: nyeri intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui skala
menurun 3. Identifikasi respon nyeri non nyeri
2. Gelisah menurun verbal 3. Untuk mengetahui respon
3. Kesulitan tidur 4. Identifikasi factor yang nyeri non verbal
menurun memperberat ataupun 4. Untuk mengetahui factor
4. Frekuensi nadi memperingan nyeri yang memperberat
membaik Teraupetik ataupun memperingan
5. Berikan teknik non nyeri
farmakologis untuk Teraupetik
mengurangi rasa nyeri (mis. 5. Agar pasien memahami
Terapi music, terapi pijat, teknik non farmakologis
aromaterapi kompres hangat/ untuk mengurangi rasa
dingin) nyeri (mis. Terapi music,
6. Kontrol lingkungan yang terapi pijat, aromaterapi
memperberat rasa nyeri kompres hangat/ dingin)
7. Fasilitas istirahat dan tidur 6. Untuk mengontrol
Edukasi lingkungan yang
8. Jelaskan penyebab, periode, memperberat rasa nyeri
dan pemicu nyeri 7. Untuk memenuhi
9. Jelaskan strategi meredakan kebutuhan istirahat dan
nyeri tidur
10. Anjurkan menggunakan Edukasi
analgetic secara tepat 8. Agar pasien memahami
11. Anjurkan Teknik penyebab, periode, dan
nofarmakologis untuk pemicu nyeri
mengurangi rasa nyeri 9. Agar pasien memahami
Kalaborasi strategi meredakan nyeri
12. Kalaborasi pemberian 10. Agar pasien memahami
analgetic, jika perlu cara menggunakan
analgetic secara tepat
11. Agar pasien memahami
Teknik nofarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri
Kalaborasi
12. Untuk menurunkan
intensitas nyeri dengan
analgetic, jika diperlukan
Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan Jantung
jantung tindakan keperawatan Observasi :
selama …x24 jam 1. Identifikasi tanda/gejala
diharapkan primer penurunan curah
ketidakadekuatan jantung
jantung memompa darah 2. Identifikasi tanda/gejala
meningkat. Kriteria hasil sekunder penurunan curah
: jantung
1. Tekanan darah 3. Monitor tekanan darah
menurun 4. Monitor intake dan output
2. CRT menurun cairan
3. Palpitasi menurun 5. Monitor keluhan nyeri dada
4. Distensi vena Terapeutik :
jugularis menurun 1. Posisikan pasien semi fowler
5. Gambaran EKG atau fowler
aritmia menurun 2. Berikan diet jantung yang
6. Lelah menurun sesuai
3. Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk memotivasi gaya hidup
sehat
4. Berikan dukungan emosional
dan spiritual
5. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi :
1. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi/bertahap
2. Anjurkan berhenti merokok
3. Anjurkan mengukur berat
badan
4. Anjurkan mengukur intake
dan output harian
b.
Resiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan
Keseimbangan intervensi keperawatan Observasi
Cairan selama ....x24 jam maka 1. Monitor status hidrasi
diharapkan 2. Monitor berat badan harian
keseimbangan cairan 3. Monitor berat badan sebelum
meningkat dengan dan sesudah dialisis
kriteria hasil: 4. Monitor hasil perkembangan
1. Asupan cairan laboratorium
meningkat Teraupetik
2. Haluaran urine 5. Catat intake dan output
meningkat 6. Berikan asupan cairan sesuai
3. Edema menurun kebutuhan
4. Asites menurun 7. Berikan cairan intravena jika
perlu
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
diuretic, jika perlu
Risiko Cedera Setelah dilakukan Manajemen Keselamatan Manajemen Keselamatan
intervensi keperawatan Lingkungan Lingkungan
selama ...x24 jam maka Observasi Observasi
diharapkan tingkat 1. Identifikasi kebutuhan 1. Untuk mengetahui
cedera menurun dengan keselamatan kebutuhan keselamatan
kriteria hasil: 2. Monitor perubahan status 2. Untuk memonitor
1. Kejadian cedera keselamatan lingkungan perubahan status
menurun Teraupetik keselamatan lingkungan
2. Luka/ lecet menurun 3. Hilangkan bahaya Teraupetik
keselamatan lingkungan 3. Untuk menghilangkan
4. Modifikasi lingkungan untuk bahaya keselamatan
meminimalkan bahaya dan lingkungan
risiko 4. Untuk termodifikasinya
5. Sediakan alat bantu lingkungan untuk
keamanan lingkungan meminimalkan bahaya
6. Gunakan perangkat dan risiko
pelindung 5. Untuk membantu
7. Hubungi pihak berwenang keamanan lingkungan
sesuai masalah komunitas pasien
8. Fasilitasi relokasi ke 6. Agar adanya penggunaan
lingkungan yang aman perangkat pelindung
9. Lakukan program skrining 7. Untuk melakukan
bahaya lingkungan komunikasi pada pihak
Edukasi berwenang sesuai
10. Ajarkan individu, keluarga, masalah komunitas
dan kelompok risiko tinggi 8. Untuk terfasilitasinya
bahaya lingkungan relokasi ke lingkungan
yang aman
9. Agar pasien memahami
terkait bahaya lingkungan
Edukasi
10. Agar individu, keluarga,
dan kelompok memahami
terkait risiko tinggi
bahaya lingkungan
Risiko gangguan Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi Perawatan Sirkulasi
perfusi jaringan intervensi keperawatan Observasi Observasi
serebral selama ....x24 jam maka 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. 1. Untuk diketahuinya
diharapkan perfusi Nadi perifer, edema, sirkulasi perifer (mis.
serebral meningkat pengisian kapiler, warna, Nadi perifer, edema,
dengan kriteria hasil: suhu, ankle brachial index). pengisian kapiler, warna,
1. Tingkat kesadaran 2. Identifikasi factor risiko suhu, ankle brachial
meningkat gangguan sirkulasi (mis. index).
2. Nilai rata-rata Diabetes, perokok, orang tua, 2. Untuk mengetahui factor
tekanan darah hipertensi, dan kadar risiko gangguan sirkulasi
membaik kolestrol tinggi) (mis. Diabetes, perokok,
3. TIK menurun 3. Monitor panas, kemerahan, orang tua, hipertensi, dan
4. Sakit kepala nyeri atau bengkak pada kadar kolestrol tinggi)
menurun ekstremitas 3. Untuk memonitor panas,
5. Gelisah menurun Teraupetik kemerahan, nyeri atau
4. Hindari pemasangan infus bengkak pada ekstremitas
atau pengambilan darah di Teraupetik
area keterbatasan perfusi 4. Untuk menjaga kestabilan
5. Hindari pengukuran tekanan di area keterbatasan
darah pada ekstremitas perfusi
dengan keterbatasan perfusi 5. Untuk menjaga kestabilan
6. Hindari penekanan dan di area keterbatasan
pemasangan torniquet pada perfusi
area yang cedera 6. Untuk mencegah
7. Lakukan pencegahan infeksi keparahan pada area
8. Lakukan perawatan kaki dan cedera
kuku 7. Agar tidak terjadinya
9. Lakukan hidrasi infeksi
Edukasi 8. Agar kaki dan kuku
10. Anjurkan berhenti merokok terawat
11. Anjurkan berolahraga rutin 9. Untuk mencegah
12. Anjurkan menggunakan obat terjadinya dehidrasi
penurun tekanan darah, Edukasi
antikoagulan, dan penurun 10. Agar pasien berhenti
kolestro;, jika perlu merokok
13. Anjurkan minum obat 11. Agar pasien berolahraga
pengontrol tekanan darah rutin
secara teratur 12. Agar pasien menggunakan
14. Anjurkan melakukan obat penurun tekanan
perawatan kulit yang tepat darah, antikoagulan, dan
(mis. Melembabkan kulit penurun kolestro;, jika
kering pada kaki) perlu
15. Anjurkan program 13. Agar pasien minum obat
rehabilitasi vascular pengontrol tekanan darah
16. Anjurkan program diet untuk secara teratur
memperbaiki sirkulasi (mis. 14. Agar pasien melakukan
Rendah lemak jenuh, minyak perawatan kulit yang tepat
ikan omega 3) (mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
15. Agar pasien melakukan
program rehabilitasi
vascular
16. Agar pasien melakukan
program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
(mis. Rendah lemak
jenuh, minyak ikan omega
3)
Penyimpangan KDM

Faktor yang tidak dapat dikontrol Faktor yang dapat dikontrol

Umur >50 tahun Genetik


Gaya hidup Rokok Alcohol Psikologis Dislipidemia

Konsumsi makanan Komponen Bersifat Stress/emos Penumpukan


perubahan
tinggi kolestrol toksik dingin i lemak pada
struktut dan
fungsional pada dalam (vasokon pembuluh
sistem pembuluh rokok triksi) darah
Merangsang
darah
Hiperlipidemia saraf
simpatis
Masuk ke Gangguan
pembuluh aliran Penebalan
Hilangnya elastis darah darah ke dinding
jantung Melepaskan pembuluh
jaringan ikat hormon darah

Penumpukan plak pada


dinding pembuluh darah Penurunan
Penurunan endotel curah
elastis otot jantung
pembuluh darah

Penebalan dinding
pembuluh darah akibat Peningkatan
plak tekanan
Menurunnya
perifer
kemampuan
dehidrasi dan
gaya regang
Penyempitan dinding
pembuluh darah pembuluh darah endotel

Aorta dan arteri


besar berkurang
kemampuannya
Penurunan curah Peningkatan Vasokntriksi
untuk Jantung tekanan perifer pembuluh darah
mengakomodasi
volume darah
yang dipompa
oleh jantung
Curah jantung menurun Aterosklerosis

Tekanan pvaskuler serebral Tekanan pvaskuler serebral Tekanan perifer


meningkat meningkat meningkat

Suplai oksigen dan


Resiko tinggi stroke Iskemik ginjal Perfusi jaringan renal nutrient tidak
maksimal

Nyeri Akut Aktivitas renin


Intoleransi aktivitas

Angiotensin I

Angiotensin II
(Vasokontriktor)

Sekresi aldosteron Sekresi aldostion exchange tubulus


ginjaleron

Retensi urine Sekresi Na dan air

Peningkatan volume Tekanan darah Sakit kepala dan rasa


cairan ekstrasel meningkat bert ditengkuk

Tekanan intravaskuler
Gangguan pola tidur
meningkat

Tekanan pembuluh
Nyeri Akut
darah otak meningkat

Gangguan penglihatan Defisit lapang pandang


TIO meningkat Risiko Cedera
DAFTAR PUSTAKA
Adrian, S. J. (2019). Hipertensi Esensial : Diagnosa Dan Tatalaksana Terbaru
Pada Dewasa, 46(3), 172–178.
Aspiani, R. yuli. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular.
Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik &
Riwayat Kesehatan (p. 49).
Christy, D. (2010). Gambaran Pengobatan Hipertensi pada Pasien Rawat Inap
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Periode Juni-Juli. Surakarta:
Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Dinarti, & Muryanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi
Keperawatan. 1–172.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/11/Pra
ktika-Dokumen-Keperawatan-Dafis.P
Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia Health Profile
2018].
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profilkesehatan-
indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia2018
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan.
Pudiastuti, Dewi Ratna. (2013). Penyakit-Penyakit Mematikan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Situmorang. (2015). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi
pada Penderita Rawat Inap di RSU Sari Mutiara Medan 2014. Jurnal
Ilmiah Keperawatan. Vol. 1. No.2
Tjandrawinata, Raymond. (2012). Hypertension. Medicinus. Volume 25. No. 1
Triyanto E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Yogyakarta: Kemenkes RI

Anda mungkin juga menyukai