Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR COLLUMNA FEMUR DEXTRA

MARIATUL QIFTIYAH
P1221171011

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
JL. A YANI NO 1 LAWANG TLP 0341 427391 FAX 0341 426952
KAMPUS II LAWANG
LAPORAN PENDAHULUAN

FRACTUR COLLUM FEMUR DEXTRA

I. DEFINISI

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang,


kebanyakan fraktur terjadi akibat trauma, beberapa fraktur terjadi secara
sekunder akibat proses penyakit seperti osteoporosis yang menyebabkan
fraktur-fraktur yang patologis. Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman
langsung, kekuatan yang meremukkan, gerakkan memuntir yang mendadak
atau bahkan karena kontraksi otot yang ekstrim. Adapun fraktur femur adalah
terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung
(kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak
dialami oleh laki-laki dewasa [ CITATION Rin14 \l 1033 ] . Sedangkan fraktur
kolum femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian
proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal
permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter
[ CITATION Sub13 \l 1033 ].
Adapun klasifikasi fraktur collum femur OTA (Orthopaedic Trauma
Association) dibagi menjadi 2 bagian:
1. Fraktur Intrakapsuler (Fraktur Collum femur) Fraktur Collum femur dapat
disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan
posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan
benda keras ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena
gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Fraktur
intrakapsular diklasifikasikan lagi berdasarkan daerah collum femur yang
dilalui oleh garis fraktur , antara lain:
a. Fraktur Subcapital
Garis frakturnya melintasi collum femur tepat dibawah caput femur.
b. Fraktur Transservikal
Garis fraktur biasanya melewati setengah panjang collum femur.
c. Fraktur basilar atau basisservikal
Garis frakturnya melintasi bagian basis collum femur.

2. Fraktur Ekstrakapsuler (Fraktur Intertrochanter Femur, Fraktur


Subtrochanter Femur). Fraktur ekstrakapsular yang termasuk dalam
fraktur collum femur merupakan fraktur-fraktur yang terjadi pada daerah
intertrochanter dan daerah subtrochanter.
a. Fraktur Intertrochanter Femur Pada fraktur ini, grais fraktur
melintang dari trochanter mayor ke trochanter minor. Tidak seperti
fraktur intrakapsular, salah satu tipe fraktur ekstrakapsular ini dapat
menyatu dengan lebih baik. Resiko untuk terjadinya komplikasi non-
union dan nekrosis avaskular sangat kecil jika dibandingkan dengan
resiko pada fraktur intrakapsular. Berdasarkan klasifikasi [ CITATION
Kyl94 \l 1033 ], fraktur intertrochanter dapat dibagi menjadi 3 tipe
menurut kestabilan fragmen-fragmen tulangnya. Fraktur dikatakan
tidak stabil jika:
1. Hubungan antar fragmen tulang kurang baik
2. Terjadi force yang berlangsung terus-menerus yang
menyebabkan displaced tulang menjadi semakin parah.
3. Fraktur disertai atau disebabkan oleh adanya osteoporosis.
b. Fraktur Subtrochanter Femur Adalah fraktur dimana garis patahnya
berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa
klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah
klasifikasi Fielding dan Magliato, yaitu:
 Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
 Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas atas
trochanter minor
 Tipe 3 : garis patah berada 2-3 inch di distal dari batas atas
trochanter.
II. PATOFISIOLOGI
A. Etiologi
Menurut [ CITATION Luk12 \l 1033 ] , Fraktur Collum femur dapat
disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh
dengan posisi miring dimana daerah trochanter major langsung
terbentur dengan benda keras ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai
bawah .
Penyebab fraktur collum femur secara umum dapat dibagi menjadi tiga
yaitu:
a. Cedera traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba
dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan,
penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring,
pemuntiran, atau penarikan.
Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut, yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh
dari lokasi benturan.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit
akibat berbagai keadaan berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan
jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai
akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses
yang progresif,
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan
oleh defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan
skelet, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin
D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
Secara spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan
atau tekanan pada tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas di bidang kemiliteran.

Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami


kecelakaan berat namun pada penderita usia tua biasanya hanya
dengan trauma ringan sudah dapat menyebabkan fraktur collum
femur. [ CITATION Bla05 \l 1033 ].

B. Tanda dan Gejala


Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur femur
[ CITATION Bla05 \l 1033 ], yakni:
1) Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah
dari tempatnya. Perubahan keseimbangan dan kontur terjadi, seperti:
a. rotasi pemendekan tulang;
b. penekanan tulang.
2) Edema
Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3) Ekimosis dari perdarahan subculaneous
4) Spasme involunters dekat fraktur (Spasme otot)
5) Tenderness
6) Nyeri : Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot, perpindahan
tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang
berdekatan.
7) Pergerakan abnormal
8) Syok hipovolemik
9) Krepitasi
III. PATHWAY

Trauma Langsung Trauma tidak Langsung Kondisi Patologis

Fraktur

Diskontinuitas Tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri

Perb. Jaringan
sekitar
Laserasi kulit Spasme otot Kerusakan frag
Pergeseran frag tlg tulang
Peningkatan tek
Putus vena/arteri
Kapiler Tek Ssm tlg >
Deformitas
tinggi dr
Kerusakan
Perdarahan Kapiler
integritas Pelepasan histamin
Gg. Fungsi Kulit
Protein plasma Reaksi stress
Gg. Mobilitas Kehilangan hilang klien
Fisik Volume
cairan
Edema Melepaskan
katekolamin

Shok Hipovolemik Pen. Pem


Darah Memobilisasi
asam lemak

Penurunan
Perfusi Jar. Bergabung
dengan
trombosit

Gg. Perfusi Jar Emboli

Menyumbat
Sumber : [CITATION Ari12 \l 1033 ]
pem darah
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Diagnostik menurut [ CITATION Tuc98 \l 1033 ]
a. Pemeriksaan Lab (DL, KGD, Pembekuan darah, Golongan darah,
Renal Function)
b. X-Ray
Tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.
c. Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI)
Memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
d. Arteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

V. PENATALAKSANAAN

Penanganan fraktur collum femur yang bergeser dan tidak stabil


adalah reposisi tertutup dan fiksasi interna secepatnya dengan pin yang
dimasukkan dari lateral melalui kolum femur. Bila tak dapat dilakukan
operasi ini, cara konservatif terbaik adalah langsung mobilisasi dengan
pemberian anestesi dalam sendi dan bantuan tongkat. Mobilisasi dilakukan
agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak nyeri sehingga penderita
diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan, serta
sedikit pemendekan. Terapi operatif dianjurkan pada orang tua berupa
penggantian kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur
dengan prosthesis atau eksisi kaput femur diikuti dengan mobilisasi dini
pasca bedah [ CITATION Hel12 \l 1033 ]

1. Terapi Konservatif

Dilakukan apabila fraktur memiliki kemungkinan sebagai berikut :

a. Gangguan peredaran darah pada fragmen proksimal


b. Kesulitan mengamati fragmen proksimal
c. Kurangnya penanganan hematom fraktur karena adanya cairan
synovial.
d. Penanganan konservatif dapat dilakukan dengan skin traction dan
buck extension.
2. Terapi Operatif

Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah terapi operasi, fraktur


yang bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi internal, dan
bagaimanapun juga manula harus bangun dan aktif tanpa ditunda lagi
kalau ingin mencegah komplikasi paru dan ulkus dekubitus. Fraktur
terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu ada resiko terjadinya
pergeseran pada fraktur-fraktur itu, sekalipun ditempat tidur, jadi
fiksasi internal lebih aman. Dua prinsip yang harus diikuti dalam
melakukan terapi operasi yaitu reduksi anatomi yang sempurna dan
fiksasi internal yang kaku.

Metode awal yang menstabilkan fraktur adalah fiksasi internal


dengan Smith Petersen Tripin Nail. Fraktur dimanipulasi dengan meja
khusus orthopedi. Kemudian fraktur difiksasi internal dengan S.P. Nail
dibawah pengawasan Radiologi. Metode terbaru fiksasi internal adalah
dengan menggunakan multiple compression screws. Pada penderita
dengan usia lanjut (60 tahun ke atas) fraktur ditangani dengan cara
memindahkan caput femur dan menempatkannya dengan metal
prosthesis, seperti prosthesis Austin Moore.
VI. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Menurut hidayat (2004:98), pengkajian merupakan langkah pertama dari
proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari
klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Adapun
pengkajian pada pasien post operasi menurut Suratun (2008:66) adalah :
a. Lanjutkan perawatan pra operatif
b. Kaji ulang kebutuhan pasien berkaitan dengan kebutuhan rasa nyeri,
perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas dan konsep diri
c. Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan pembedahan:
tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas,
bising usus, keseimbangan cairan, dan nyeri.
d. Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah akibat
pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun,
konfusi dan gelisah).
e. Kaji peningkatan komplikasi paru dan jantung: observasi perubahan
frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit
paru, dan jantung sebelumnya.
f. Sistem perkemihan: pantau pengeluaran urin, apakah terjadi retensi
urin. Retensi dapat disebabkan oleh posisi berkemih tidak alamiah,
pembesaran prostat, dan adanya infeksi saluran kemih.
g. Observasi tanda infeksi ( infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya
timbul selama minggu kedua), dan tanda vital.
h. Kaji komplikasi tromboembolik: kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan,
panas, kemerahan, dan edema pada betis.
i. Kaji komplikasi embolik lemak: perubahan pola panas, tingkah laku
dan perubahan kesadaran.
Sedangkan menurut Doenges (2000:761), data dasar pengkajian
pada pasien dengan post op fraktur femur berhubungan dengan intervensi
bedah umum yang mengacu pada pengkajian fraktur, yaitu:

a. Aktivitas/istirahat: keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang


terkena.
b. Sirkulasi: hipertensi, hipotensi, takikardia, pengisian kapiler lambat,
pucat pada bagian yang tekena, pembengkakan jaringan.
c. Neurosensori: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas, deformitas
local.
d. Nyeri/kenyamanan: nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera,
spasme/keram otot.
e. Keamanan: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan
warna, pembengkakan local.
2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Sumijantun (2010:189), diagnosa keperawatan merupakan


langkah kedua dari proses keperawatan yang menggambarkan penilaian
klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat
terhadap permasalahan kesehatan baik aktual maupun potensial. Adapun
diagnosa keperawatan pada kasus post op fraktur menurut Suratun
(2008:67) adalah :

a. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan dan


imobilisasi.
b. Potensi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
pembengkakan, alat yang mengikat, dan ganguan peredaran darah.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kehilangan kemandirian.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan,
prosedur pembedahan, serta adanya imobilisasi, bidai, traksi, gips.
e. Perubahan citra diri dan harga diri berhubungan dengan dampak
muskuloskeletal.
f. Resiko tinggi syok hipovolemik.
g. Resiko tinggi infeksi
Sedangkan menurut Wilkinson dalam jitowiyono (2010:24),
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur
meliputi:

a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan


fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,
ketidak adekuatan oksigenisasi.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan sirkulasi,
dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat
badan, turgor kulit buruk, tyerdapat jaringan nekrotik.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh, respon
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
3. Intervensi Keperawatan

Menurut Sumijantun (2010:203), perencanaan adalah fase proses


keperawatan yang sistematik mencakup pembuatan keputusan dan pemecahan
masalah. Adapun perencanaan keperawatan pada klien dengan post op fraktur
femur menurut Suratun dkk, (2008:66) adalah :

1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan dan


imobilisasi.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang

Kriteria Hasil :

-       Nyeri berkurang/hilang

-       Klien tampak tenang

Intervensi :

a. Kaji tingkat nyeri pasien.


b. Tinggikan ekstremitas yang dioperasi.
c. Kompres dingin bila perlu.
d. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
e. Kolaborasi dalam pemberian obat analgesic.
Rasional :

a. Mengetahui skala nyeri pada pasien.


b. Membantu mengontrol edema agar nyeri berkurang.
c. Untuk mengontrol nyeri dan edema.
d. Hal ini dapat mengurangi dan mengontrol nyeri.
e. Untuk mengontrol nyeri.
2.  Perubahan perfusi jaringan  perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat
yang mengikat, gangguan peredaran darah.

Tujuan : Memelihara perfusi jaringan adekuat

Kriteria Hasil :Tidak ada sianosis

Intervensi :

a. Rencana pra operatif dilanjutkan.


b. Pantau status neurovaskular, warna kulit, suhu, pengisian kapiler, denyut
nadi, nyeri, edema.
c. Anjurkan latihan otot.
d. Anjurkan latihan pergelangan kaki dan otot betis setiap jam.
Rasional :

a. Meneruskan tindakan keperawatan.


b. parastesi pada bagian yang dioperasi, dan laporkan segera pada dokter bila
ada temuan yang mengarah pada gangguan.
c. untuk mencegah atrofi otot.
d. untuk memperbaiki peredaran darah.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kehilangan kemandirian.

Tujuan : Memelihara kesehatan

Kriteria Hasil: Klien mampu merawat diri sendiri


Intervensi :

a.    Rencana pra operatif dilanjutkan.

b.    Anjurkan pasien berpartisipasi dalam program penanganan pasca operatif.

c.    Diet seimbang dengan protein dan vitamin adekuat sangat diperlukan.

d.   Anjurkan banyak minum minimal 2 sampai 3 liter perhari.

e.    Observasi adanya  gangguan integritas kulit pada daerah yang tertekan.

f.     Ubah posisi tidur dalam setiap 2-3 jam sekali.

g.    Bantu klien dalam pelaksanaan hyegien personal.

h.    Libatkan keluarga dalam pemeliharaan kesehatan.

Rasional :

a. Melanjutkan tindakan keperawatan.


b. Membantu dalam proses keperawatan.
c. Untuk keshatan jaringan dan penyembuhan luka.
d. Memenuhi kebutuhan cairan.
e. Untuk mengetahui sedini mungkin adanya gangguan.
f. Untuk mencegah adanya penekanan pada kulit.
g. Untuk menghindari adanya kerusakan pada kulit.
h. Membantu dalam pemeliharaan kesehatan pasien.
4.  Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, pembengkakan,
prosedur pembedahan, adanya imobilisasi, (bidai, gips, traksi).

Tujuan : Memperbaiki mobilitas fisik normal

Kriteria Hasil: Melakukan pergerakan dan pemindahan

Intervensi :

a. Kaji tingkat kemampuan mobilitas fisik.


b. Bantu pasien melakukan aktivitas selama pasien mengalami
ketidaknyamanan.
c. Tinggikan ektremitas yang bengkakanjurka latihan ROM sesuai kemampuan.
d. Anjurkan pasien berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
e. Pantau daerah yang terpasang pen, skrup batang dan logam yang digunakan
sebagai fiksasi interna.
f. Anjurkan menggunakan alat bantu saat sedang pasca operasi, sebagai tongkat.
g. Pantau cara berjalan pasien. Perhatikan apakah benar-benar aman.
Rasional :

a. Mengetahui tingkat kemampuan mobilitas klien.


b. Menambah kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
c. Untuk memperlancar peredaran darah sehingga mengurangi pembengkakan.
d. Untuk mencegah kekakuan sendi.
e. Untuk memperbaiki tingkat mobilitas fisik.
f. Ini dilakukan untuk mempertahankan posisi tulang sampai terjadi penulangan,
tetapi tidak dirancang untuk mempertahankan berat badan.
g. Untuk mengurangi stres yang berlebihan pada tulang.
Perubahan citra diri dan harga diri berhubungan dengan dampak masalah
musculoskeletal.

Tujuan : Terjadi peningkatan konsep diri

Kriteria Hasil: Klien dapat bersosialisasi

Intervensi :

a. Rencana perawatan pra operatif dilanjutkan.


b. Libatkan pasien dalam menyusun rencana kegiatan yang dilakukan.
c. Bantu pasien menerima citra dirinya serta beri dukungan, baik dari perawat,
keluarga maupun teman dekat.
Rasional :

a.    Melanjutkan rencana tindakan keperawatan.

b.    Mempercepat rencana tindakan keperawatan.

c.    Stres,dan menarik diri akan mengurangi motivasi untuk proses


penyembuhan.

6. Resiko tinggi komplikasi (syok hipovolemik)


Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik

Kriteria Hasil : Klien tampak tenang

Intervensi :

a. Pantau dan catat kehilangan darah pada pasien ( jumlah,warna).


b. Pantau adanya peningkatan denyut nadi dan penurunan tekanan darah.
c. Pantau jumlah urin.
d. Pantau terjadinya gelisah, penurunan kesadaran dan haus.
e.   Pantau pemeriksaan laboratorium, terutama penutunan HB dan HT. Segera
lapor ke ahli bedah ortopedi untuk penanganan selanjutnya.
Rasional :

a. Memantau jumlah kehilangan cairan.


b. Ini merupakan tanda awal syok.
c. Jika urin kurang dari 30 cc/ jam, itu merupakan tanda syok.
d. Rasa haus merupakan tanda awal syok.
e. Mengetahui terjadinya hemokosentrasi dan terjadinya syok hipovolemik.
7. Resiko tinggi infeksi

Tujuan : Tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus

Intervensi :

a. Pemberian antibiotik intra vena jangka panjang.


b. Kaji respon pasien terhadap pemberian antibiotic.
c. Ganti balutan luka dengan teknik aseptik, sesuai dengan program.
d. Pantau tanda vital.
e. Pantau luka operasi dan catat cairan yang keluar.
f. Pantau adanya infeksi saluran kemih.
Rasional :

a. Untuk mencegah osteomielitis.


b. Menilai adanya alegi dengan pemberian antibiotic.
c. Mencegah kontaminasi dan infeksi nasokomial.
d. Peningkatan suhu tubuh diatas normal menunjukan adanya tanda infeksi.
e. Adanya cairan yang keluar dari luka menunjukan adanya infeksi pada luka.
f. Laporkan ke dokter bila ada infeksi yang ditemukan, hal ini sering terjadi
setelah pembedahan ortopedik.
Perencanaan keperawatan menurut wilkinson dalam jitowiyono (2010:25)
pada klien dengan post op fraktur femur meliputi :

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen


tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,
ansietas.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang

Kriteria Hasil:

1.   Nyeri berkurang atau hilang

2.   Klien tampak tenang

Intervensi :

a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.


b. Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.
c. Jelaskan pada klien penyebab nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital.
e. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalm pemberian analgesic.
Rasional :

a. Hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.


b. Tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukan nyeri.
c. Memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d. Untuk mengetahui perkembangan klien.
e. Merupakan tindakan dependent perawat. Dimana analgesik berfungsi untuk
memblok stimulasi nyeri.
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,
ketidak adekuatan oksigenisasi.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas
Kriteria Hasil :

a. Prilaku merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri


b. Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa
dibantu
c. Koordinasi otot,tulang dan anggota gerak lainya baik
Intervensi:

a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.


b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respon pasien.
Rasional :

a. Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat


digunakan untuk aktivitas seperlunya secara optimal.
b. Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secar perlahan
dapat menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mbilisasi dini.
c. Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Menjaga kemungkinan adanya respon abnormal dari tubuh sebagai akibat dari
latihan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan sirkulasi, dibuktikan oleh
terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotik.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai

Kriteria Hasil :

1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus


2. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
Intervensi :

a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.


b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kassa
kering dan steril, gunakan plester kertas.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
f. Setelah debridement, ganti baluta sesuai kebutuhan.
g. Kolaborasi pemberian antibiotic.
Rasional :

a. Mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam


meltindakan yang tepat.
b. Mengidentifikasi tingkat keparahan akan mempermudah intervensi
c. Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai adanya proses
peradangan.
d. Tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah
terjadinya infeksi.
e. Agar benda asing atau jaringan yang teriinfeksi tidak menyebar luas pada
area kulit normal lainya.
f. Balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung pada kondisi
parah/tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Antibiotik berguna untuk memetikan mikroorganisme pathogen pada daerah
yang terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
Tujuan : Pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal

Kriteria Hasil :

1. Penampilan yang seimbang


2. Melakukan pergerakan dan pemindahan
3. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat bantu
2 = memerlukan bantuan darinorang lain untuk bantuan, pengawasan,
dan pengajaran
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
4 = ketergantungan tidak berpartisipasi dalam aktivitas

Intervensi :

a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.


b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
c. Ajarkan dan pantau dalam hal pengguanaan alat bantu.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
e. Kolaborasi dalam hal ahli terapi fisik.
Rasional :

a. Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.


b. Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c. Menilai batasan kemempuan aktivitas optimal.
d. Mempertahankan/keningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e. Sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/ meningkatkan mobilitas pasien.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.

Tujuan : Infeksi tidak terjaadi/ terkontrol

Kriteria Hasil :

1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.


2. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :

a. Pantau tanda-tanda vital.


b. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptic.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase
luka, dll.
d. Jika ditemukan tanda-tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotic.
Rasional :

a.    Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh


meningkat.

b.    Mengendalikan penyebaran mikroorganisme pathogen.

c.    Untuk mengurangi resiko infeksi nasokomial.

d.   Panurunan Hb dan peningkatan leukosit dari normal bisa terjadi akibat


terjadinya proses infeksi.

e.    Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme pathogen.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi.

Tujuan : Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan


proses pengobatan.

Kriteria Hasil :

1. Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu


tindakan.
2. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan kut serta dalam regimen
perawatan.
Intervensi :

a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.


b. Berika penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makananya
d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang dilakukan.
Rasional :

a. Mengetahui seberapa jauh penglaman dan pengetahuan klien dan keluarga


tentang penyakitnya.
b. Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya
akan merasa tenang dan mengurangi cemas.
c. Diet dan pola  makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d. Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai


tujuan spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun
dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan (Nursalam, 2001:63).

Pelaksanaan tindakan kepewaratan pada klien fraktur femur dilakukan


sesuai dengan perencanaan keperawatan yang letah ditentukan, dengan tujuan
unutk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah intelektual untuk melengkapi proses asuhan


keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaanya yang berhasil dicapai. Meskipun evaluasi
diletakkan pada akhir asuhan keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral
pada setiap tahap asuhan keperawatan (Nursalam, 2001:71).

Setelah data dikumpulkan tentang status keadaan klien maka perawat


memebandingkan data dengan outcomes. Tahap selanjutnya adalah membuat
keputusan tentang pencapaian klien outcomes, ada 3 kemungkinan keputusan
tahap ini :

1)        Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan.

2)        Klien masih dalam catatan hasil yang ditentukan.

3)        Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan (Nursalam, 2001:73).


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8


volume 2, EGC, Jakarta.

Budiyanto, Aris. 2009. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pasca Operasi


Pemasangan Orif Pada Fraktur. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Retrived
from :http://www.scribd.com/doc/20058202/fraktur. Diakses pada 06
Februari 2012.

Johnson, M. Maas, M and Moorhead, S. 2007. Nursing Outcomes Classifications


(NOC).Second Edition. IOWA Outcomes Project. Mosby-Year Book,
Inc. St.Louis, Missouri.

North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnosis :


Definition and Classification 2012-2014. NANDA International.
Philadelphia.

McCloskey, J.C and Bulechek, G.M. 2007. Nursing Intervention Classifications


(NIC). Second Edition. IOWA Interventions Project. Mosby-Year Book,
Inc. St.Louis, Missouri.
Tanggal Pengkajian : 10 Maret 2021
Pukul : 09.00
Pukul pelayanan : 09.10

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny.A
Umur : 55 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Malang
No. Telpon :-
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam

2. Keluhan utama : Kaki kanan sakit dan susah digerakkan ± 4 hari


3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke
IGD RS Malang pada jam 09.00 dengan keluhan kaki kanan sakit dan susah
digerakkan sejak ± 4 hari yang lalu. Keluhan ini terjadi setelah pasien jatuh
terduduk ke arah kanan dihalaman rumah yang dialami pasien 4 hari yang
lalu.
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi
√ Hipertensi
Diabetes Melitus
CVA
IMA

5. Usaha Pengobatan yang Telah Dilakukan (pre Hospital) : Pasien


mengatakan tidak ada usaha pengobatan, px langsung dibawa ke IGD RS
Malang oleh keluarga
6. Alergi Obat : Tidak ada alergi obat
7. Pengkajian ABCD :
A (Airway)
Sekret/Muntahan
Darah
Gurgling
Snoring B (Breathing)
Stridor Sianosis Penggunaan otot bantu pernafas
√ Tidak ada Penetatring injury Pergeseran trakea
sumbatan Flail chest Suara Abnormal dada
Sucking chest wounds √ Tidak ada suara nafas tambahan
C (Circulation)
Hipotensi D (Disability) : GCS
Takikardia E 4
Takipnea V 5
Hipotermia M 6
Pucat
Ekstremitas dingin
Penurunan Capilary Refill
Penurunan Produksi urin
√ Tidak ada perdarahan, nadi
teraba normal

AVPU :
Alert : klien terjaga, responsive, berorientasi, dan berbicara
dengan baik.
Vocalises :-
Responds to Pain only : -
Unresposive to pain : -

Data Fokus (pemeriksaan fisik)


Kepala : Bentuk kepala simetris, tidak ada nyeri tekan

Leher : simetris, tidak ada pembesaran KGB

Thorak : bentuk dada simetris, sonor, SP : vesikuler ST : -,


pergerakan dinding dada sama

Abdomen : Simetris, tidak ada nyeri tekan, thympani, bising usus


16x/menit
Pelvis : Simetris, ada nyeri tekan pada bagian pelvis kanan

Ekstremitas : Superior : akral hangat +/+, Nyeri -/-, edema -/-


Inferior : akral hangat +/+, nyeri +/-, edema +/-

B. ASSESMENT (Masalah)
1. Nyeri akut
2. Gangguan perfusi jaringan perifer
3. Gangguan mobilitas fisik

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


1. Priotitas
P1 : Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
P2 : Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan edema
P3 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan fraktur

2. Implementasi Keperawatan
- Mengobservasi bagian yang cedera
- Mengkaji kapilary refiil tiap 2 jam
- Mengkaji tanda-tanda gangguan perfusi jaringan : keringat dingin pada
ektremitas bawah, kulit sianosis, baal
- Mengkaji rasa dan skala nyeri disekitar fraktur
- Mengatur posisi klien sesuai kondisi, posisi kaki lebih tinggi dari badan
- Memonitor TTV : TD : 160/80 mmHg, RR : 22x/menit, N : 92x/menit, S
: 37,0 ᵒC, saturasi O2 : 98%
- Mengkaji tingkat kemampuan mobilitas fisik
- Melakukan imobilisasi sendi dibawah pada area fraktur

3. Tindakan dan Terapi Medis


a. Pemberian cairan IVFD RL 20 tpm
b. Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam IV
c. Inj. Ranitidine 1namp/12 jam IV
d. Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV
4. Pemeriksaan Penunjang
Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Nilai rujukan

Hemoglobin 10,6 12,5 – 14,5


Leukosit 9270 5.000 – 11.000
Laju endap darah - 0 – 20
Trombosit 148000 150000 – 450000
Hematokrit 28,9 30,5 – 45,0
Eritrosit 3,65 3,50 – 5,50
MCV 79,2 75,0 – 95,0
MCH 29 27,0 – 31,0
MCHC 36,7 33,0 – 37,0
RDW 14,1 11,50 – 14,50
PDW 54,9 12,0 – 53,0
MPV 9 6,50 – 9,50
PCT 0,13 0,100 – 0,500
Hitung jenis 0,2 1–3
Eosinofil 0.1 0–1
Monosit 6,6 2–8
Neutrofil 80,3 50 – 70
Limfosit 9,7 20 – 40
LUC 3,2 0–4

URINALIS
Ureum darah 73 15 – 38
Kreatinin 1,84 0,55 – 1,30

D. EVALUASI
Airway : Airway clear, fungsi pernafasan normal, tidak ada sumbatan
jalan nafas
Breathing : RR : 20x/menit, irama teratur, saturasi oksigen 98%, nafas
adekuat
Circulation : takipnea (-), pucat (-), TD : 140/90 mmHg, Nadi : 94x/menit,
irama teratur
Disability : GCS : 15 (E: 4, V: 5, M: 6), composmentis

Tanda Tangan

(MARIATUL QIFTIYAH)

Anda mungkin juga menyukai