Anda di halaman 1dari 10

BAB I

KONSEP DASAR TEORI

a. Pengertian
Hipertensi emergency adalah keadaan gawat medis ditandai dengan tekanan
darah sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan organ
target akut. ( Aronow, 2017 ).
Hipertensi emergency ditandai oleh peningkatan tekanan darah sistolik atau
diastolik atau keduanya, yang terkait dengan tanda atau gejala kerusakan organ akut .
Kondisi ini memerlukan pengurangan tekanan darah segera, untuk melindung fungsi
organ vital dengan pemberian obat anti hipertensi secara intravena. ( Cuspidi and
Pessina, 2014 ).
Hipertensi emergency merupakan kenaikan tekanan darah mendadak yang
disertai kerusakan organ target akut yang progresif. Pada keadaan ini diperlukan
tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu mneit – jam.
( Turana et al, 2017 ).

b. Etiologi
Berikut Ini penyebab dari hipertensi :
1. Kondisi serebrovaskular : ensefalopati emergency, infark otak aterotrombolik,
dengan hipertensi berat, pendarahan intaserebral, pendarahan subaranoid, dan
trauma kepala.
2. Kondisi jantung : diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut infark miokard akut,
pasca operasi bypass koroner.
3. Eklampsia.
4. Luka bakar berat
5. Epistaksis berat
6. Trombotic thrombocytopenic purpura.
7. Kondisi ginjal : hipertensi renovaskuler, glomerulonefritis, krisis renal hipertensi
berat pasca transplantasi ginjal.
8. Kondisi bedah : hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera,
hipertensi pasca operasi, pendarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskuler.
( alwi et al, 2016 )

c. Manifestasi Kinis
1. Keadaan gawat medis
2. Tekanan darah sangat tinggi
3. Peningkatan tekanan darah yang berat
4. Peningkatan tekanan darah terjadi secara mendadak
5. Terjadi kerusakan organ target ( baru, progresif, memburuk, akut )
6. Kejadian serebrovaskular akut, sindroma koroner akut, edema paru akut, disfungsi
ginjal akut, hipertensi ensefalopati, infark serebri, pendarahan intrakranial, iskemi
miokard atau infark, disfungsi ventrikel kiri akut, diseksi aorta atau eklamsia.
7. Memerlukan penurunan tekanan darah secara segera.
( Elliott et al, 2013 )

d. Patofisiologi

Kecepatan onset menunjukkan faktor pemicunya adalah hipertensi yang sudah


ada sebelumnya (Singh, 2011). Dua mekanisme yang berbeda namun saling terkait
mungkin memainkan peran sentral dalam patofisiologi krisis hipertensi. Mekanisme
pertama adalah gangguan mekanisme autoregulasi di vascular bed. Sistem
autoregulasi merupakan faktor kunci dalam patofisiologi hipertensi dan krisis
hipertensi. Autoregulasi didefinisikan sebagai kemampuan organ (otak, jantung, dan
ginjal) untuk menjaga aliran darah yang stabil terlepas dari perubahan tekanan perfusi
(Taylor, 2015). Jika tekanan perfusi turun, aliran darah yang sesuai akan menurun
sementara, namun kembali ke nilai normal setelah beberapa menit berikutnya. Bahwa
jika terjadi kerusakan fungsi autoregulasi, jika tekanan perfusi turun, hal ini
menyebabkan penurunan aliran darah dan peningkatan resistensi vaskular. Dalam
krisis hipertensi, ada kekurangan autoregulasi di vascular bed dan aliran darah
sehingga tekanan darah meningkat secara mendadak dan resistensi vaskular sistemik
dapat terjadi, yang sering menyebabkan stres mekanis dan cedera endotelial.
Mekanisme kedua adalah aktivasi sistem renin-angiotensin , yang menyebabkan
vasokonstriksi lebih lanjut dan dengan demikian menghasilkan lingkaran setan dari
cedera terus-menerus dan kemudian iskemia . Dalam keadaan normal, sistem renin-
angiotensin aldosteron berperan sentral dalam regulasi homeostasis tekanan darah.
Overproduksi renin oleh ginjal merangsang pembentukan angiotensin II,
vasokonstriktor yang kuat. Akibatnya, terjadi peningkatan resistansi pembuluh darah
perifer dan tekanan darah. Krisis hipertensi diprakarsai oleh peningkatan resistensi
vaskular sistemik yang tiba-tiba yang mungkin terkait dengan vasokonstriktor
humoral. Dalam keadaan krisis hipertensi, penguatan aktivitas sistem renin terjadi,
menyebabkan cedera vaskular, iskemia jaringan, dan overproduksi reninangiotensin
lebih lanjut. Siklus berulang ini berkontribusi pada patogenesis krisis hipertensi
(Singh, 2011).
e. Pathways

( Turana et al, 2017 ).

f. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesis
Anamnesis pasien harus dilakukan secara cermat mengenai : riwayat hipertensi,
gangguan organ.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan sesuai kecurigaan organ target yang terkena
berdasarkan anamnesis yang di dapat. Pengukuran tekanan darah di kedua lengan,
palpas denyut nadi.
3. Pemeriksaan laboratorium :Hb, Ht, Ureum, Kreatinin, Gula darah dan elektrolit.
4. Pemeriksaan penunjang lain : EKG, foto polos thoraks, CT Scan kepala, ECG,
USG.
g. Penatalaksanaan

Pengobatan hipertensi emergensi tergantung pada jenis kerusakan organ. Pada


stroke iskemik akut tekanan darah diturunkan secara perlahan, namun pada kasus
edema paru akut atau diseksi aorta dan sindroma koroner akut maka penurunan
tekanan darah dilakukan dengan agresif. Penurunan tekanan darah bertujuan
menurunkan hingga < 25% MAP pada jam pertama, dan menurun perlahan setelah
itu. Obat yang akan digunakan awalnya intravena dan selanjutnya secara oral,
merupakan pengobatan yang direkomendasikan (Turana et al., 2017). Secara umum,
penggunaan terapi oral tidak disarankan untuk hipertensi emergensi , sebaiknya
menggunakan parenteral. Pada orang dewasa dengan hipertensi emergensi, disarankan
masuk ke unit perawatan intensif (ICU), dilakukan pemantauan secara terus-menerus
terhadap tekanan darah dan kerusakan organ target dengan pemberian obat parenteral
yang tepat. Tekanan darah sistolik harus dikurangi menjadi < 140 mmHg selama satu
jam pertama dan < 120 mmHg pada diseksi aorta.
Manajemen untuk krisis hipertensi ACC/AHA 2017 Apabila kita menghadapi
pasien dengan tekanan darah yang sangat tinggi tekanan darah sistolik > 180 dan atau
tekanan darah diastolik > 120 mmHg maka perhatikanlah apakah ada kerusakan organ
target yang baru / progresif / perburukan. a) Apabila iya, maka diagnosisnya adalah
hipertensi emergensi dan rawat di ICU. b) Apabila tidak, mungkin ada peningkatan
tekanan darah saja dan lakukan evaluasi / berikan obat antihipertensi oral dan follow
up selanjutnya. 2) Pasien hipertensi emergensi yang dirawat di ICU, apakah terjadi
diseksi aorta, preeklampsia/eklampsia berat, krisis preokromositoma. a) Apabila iya,
turunkan TDS < 140 mmHg pada 1 jam pertama dan < 120 mmHg pada diseksi aorta.
b) Apabila tidak, turunkan tekanan darah maksimal 25% pada 1 jam pertama,
selanjutnya turunkan sampai 160/110 mmHg pada jam kedua sampai jam keenam,
dan selanjutnya dapat diturunkan sampai tekanan darah normal pada 24-48 jam.
BAB II
KONSEP PROSES KEPERAWATAN

a. Pengkajian Primer
1. Airway
Kaji :
Bersihan jalan nafas
Adanya/ tidaknya jalan nafas
Distres pernafasan
Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring.
2. Breathing
Kaji :
Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
Suara nafas melalui hidung atau mulut
Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3. Circulation
Kaji :
Denyut nadi karotis
Tekanan darah
Warna kulit, kelembapan kulit
Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4. Disability
Kaji :
Tingkat kesadaran
Gerakan ekstremitas
GCS ( Glasgow Coma Scale )
Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya

b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, Takipnea
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna
kulit, suhu dingin.
3. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan
retinal optic.
4. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital
berat.
5. Pemeriksaan Tekanan darah yang tinggi
6. Pemeriksaan ekeltrokardiogram mengetahui kelainan penyerta dari
hipertensi.

c. Diagnosa Keperawatan Utama


1. Nyeri akut b/d agen cidera biologis ( 00132 ).
2. Intoleransi aktivitas b/d fisik tidak bugar atau ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen ( 00092 ).
3. Resiko penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload, vasodilatas,
hipertrofi / regiditas ventrikel, iskemia miokard. ( 00240 ).
d. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Dx : 01
Intervensi :
1. O : Monitor perubahan TTV.
Rasional : mengetahui tanda tanda vital pasien dan perubahan kondisi
pasien.
2. N : Beri tindakan non farmakologi untuk mengurangi nyeri.
Rasional : mengurangi rasa nyeri yang di alami pasien dengan posisi
nyaman.
3. E : Jelaskan pada klien dan keluarga tentang prognosis penyakit dan
penyembuhannya.
Rasional : agar pasien dan keluarga tahu bagaimana mencegah
berulangnya penyakit.
4. C : Kolaborasi pemberian obat sesuai advice dokter.
Rasional : mengurangi nyeri pasien dan mempercepat penyembuhan.

Dx : 02
Intervensi
1. O : Observasi TTV pasien ketika beraktivitas dan istirahat.
Rasional : mengetahui perubahan ttv pasien ketika beraktivitas.
2. N : Bantu pasien dalam beraktivitas.
Rasional : mencegah pasien jatuh atau cedera.
3. E : Jelaskan pada keluarga pasien tetang resiko jatuh.
Rasional : Dukungan keluarga membantu penyembuhan pasien.
4. C : Kolaborasi dengan tim rehabilitasi medik untuk program terapi yang
tepat.
Rasional : mengetahui program terapi yang sesuai dengan kondisi pasien.

Dx : 03
Intervensi
1. O : Monitor adanya dyspneu, fatigue, takipneu, dan ortopneu.
Rasional : mengetahui keadaan pasien.
2. N : Anjurkan pasien dalam menurunkan stress.
Rasional : membantu mengurangi beban jantung akibat stress.
3. E : Sediakan informasi tentang mengurangi stress.
Rasional : menurunkan faktor resiko dari penyakit.
4. C : kolaborasi dalam pemberian obat.
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., et al., 2016. Krisis Hipertensi, dalam
Penatalaksanaan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Panduan praktis klinis cetakan
ketiga. Interna Publishing. Jakarta. Hal 426-432.

Aronow, W.S., 2017. Treatment of hypertensive emergencies. Annals of Translational


Medicine. Vol 5.

Cuspidi, C. and Pessina, A.C., 2014. Hypertensive Emergencies and Urgencies. In: Mancia,
G., Grassi, G., and Redon, J., Manual of Hypertension of the European Society of
Hypertension 2nd Edition Ch 38 ,Pp 367-72. CRC Press. London.

Elliott, W.J., Rehman, S.U., Vidt, D.G., et al., 2013. Hypertensive Emergencies and
Urgencies. In: Black, H.R. and Elliott, W.J., Hypertension: A Companion to
Braunwald’s Heart Disease 2nd Edition Ch 46 ,Pp 390-6. Elsevier Saunders.
Philadelphia.

Herdman, T. Heather. 2018 – 2020. Nanda – I Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi. Jakarta : EGC.

Singh, M., 2011. Hypertensive crisis-pathophysiology, initial evaluation, and management.


Journal of Indian College of Cardiology. Vol 1 (1): 36-9.

Taylor, D.A., 2015. Hypertensive Crisis: A Review of Pathophysiology and Treatment.


Critical Care Nursing Clinics of North America. Vol 27 (4): 439-47.

Turana, Y., Widyantoro, B., and Juanda, G.N., 2017. Hipertensi krisis (emergensi dan
urgensi). In: Turana, Y., and Widyantoro, B., Buku Ajar Hipertensi. Perhimpunan
Dokter Hipertensi Indonesia. Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN HIPERTENSI EMERGENCY

DI RUANG IGD RSUD KABUPATEN DEMAK

DISUSUN OLEH :

LUTHFIA INDAH ASTUTI

1607025

PROGRAM STUDI NERS

STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG

TAHUN AJARAN 2018 / 2019

Anda mungkin juga menyukai