Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CEREBROVASCULER ACCIDENT BLEEDING

(CVA BLEEDING)

Disusun oleh

Ayu Lu’lu’ul Jannah


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

PEMKAB JOMBANG

2017-2018
A. DEFINISI CVA BLEEDING
Cerebrovaskuler Accident (CVA) bleeding atau stroke hemoragik
adalah rupturnya pembuluh otak yang mengakibatkan akumulasi darah
dan penekanan di sekitar jaringan otak. Ada dua tipe stroke hemoragik
yaitu intracerebral hemoragik atau subarachnoid hemoragik. Pecahnya
pembuluh darah di otak disebabkan oleh aneurisme (menurunnya
elastisitas pembuluh darah) dan arteriovenous malformations (AVMs)
(terbentuknya sekelompok pembuluh darah abnormal terbentuk yang
mengakibatkan salah satu dari pembuluh darah tersebut mudah ruptur)
(American Heart Association, 2015).
Stroke hemoragik adalah perdarahan spontan di dalam otak.
Penyebab utamanya adalah hipertensi kronik dan adanya degenerasi
pembuluh darah cerebral. Perdarahan dapat terjadi di dalam otak dan
ruang subaraknoid karena ruptur dari arteri atau ruptur dari aneurisma
(Tubagus Vonny, Ali Haji R., Parinding Novita, 2015)
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak. (Smeltzer dan Bare 2002 dalam
Arif Mutaqin) Stroke Hemoragik merupakan perdarahan intrakranial atau
intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subarakhnoid atau di
dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak
yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak
tertekan sehingga terjadi infark otak, edema dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi yaitu aneurisma
berry (biasanya defek kongenital), aneurisme fusiformis dari
aterosklerosis, aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli
sepsis, malformasi arteriovena (terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena),
ruptur arteriol serebri (akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah) (Mutaqin Arrif, 2008)
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
stroke hemoragik (CVA bleeding) merupakan pecahnya pembuluh darah
otak yang mengakibatkan peningkatan volume cairan/darah dalam ruang
yang terbatas (intrakranial) yang mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial, sehingga berdampak pada rusaknya neuron bagian otak
yang cedera tersebut dapat menurunkan kemampuan motorik sensorik.
B. KLASIFIKASI CVA BLEEDING
Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebral dan mungkin
perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak pada area otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat, Kesadaran
klien umunya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :
a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama
karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, talamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau
AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
Wilisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak.
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia dan lain-lain)
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan
kesadaran. Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lain-lain) (Mutaqin Arrif, 2008)

Gambar 2.1 (Mutaqin Arrif, 2008)


C. EPIDEMIOLOGI CVA BLEEDING
Stroke merupakan masalah medis yang menjadi penyebab
kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika
Serikat. Sebanyak 10 % penderita stroke mengalami kelemahan yang
memerlukan perawatan.Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 795.000
orang mengalami stroke yang baru atau berulang. Dari jumlah tersebut,
sekitar 610.000 merupakan serangan awal, dan 185.000 merupakan
stroke berulang. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar 87% dari
stroke di Amerika Serikat ialah iskemik, 10% sekunder untuk perdarahan
intraserebral, dan lainnya 3% mungkin menjadi sekunder untuk
perdarahan subaraknoid.
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis
tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi stroke
berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti
DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing
9,7%. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala
tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%),
Sulawesi Tengah (16,6%, diikuti Jawa Timur sebesar 16%). Prevalensi
penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis nakes berdasarkan
gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur
≥ 75 tahun (43,1%) dan (67%).
Di provinsi Sulawesi Utara sendiri, prevalensi stroke sebesar
10,4%. Pada tahun 2010 stroke menempati posisi kedua penyakit
terbanyak (kasus baru). Pada tahun 2011 stroke kembali menempati
posisi pertama penyakit terbanyak (kasus baru) dengan jumlah kasus
sebanyak 228 kasus. Peningkatan angka stroke di Indonesia diperkirakan
berhubungan dengan peningkatan angka kejadian faktor risiko stroke.
Faktor risiko stroke adalah diabetes mellitus, gangguan kesehatan
mental, merokok, obesitas dan hipertensi. Hipertensi adalah masalah
yang sering dijumpai pada pasien stroke, dan menetap setelah serangan
stroke ((Tubagus Vonny, Ali Haji R., Parinding Novita, 2015)

D. PATOFISIOLOGI (terlampir)
E. MANIFESTASI KLINIS CVA BLEEDING

Manifestasi stroke sangat beragam, tergantung dari arteri serebral


yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan serebral. Manifestasi klinik
yang sering terjadi diantaranya adanya kelemahan pada alat gerak,
penurunan kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan komunikasi,
sakit kepala dan gangguan keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya
terjadi secara mendadak , fokal dan mengenai satu sisi (Kariasa, 2009)
Geoffrey et al (2008) dalam Kariasa (2009) bahwa sebagian besar
pasien paska serangan stroke memiliki keterbatasan gerak, gangguan
penhlihatan, gangguan bicara dan gangguan kognitif. Selain aspek fisik
ditemukan pula bahwa pasien paska serangan stroke mengalami
gangguan psikologis seperti depresi, cemas, ketakutan danmenarik diri
dari kehidupan sosial.

Gejala perdarahan subaraknoid antara lain :


1. Nyeri kepala mendadak-intensitas maksimal dalam waktu segera atau
menit dan berlangsung selama beberapa jam sampai hari.
2. Tanda rangsang meningeal- mual muntah, fotofobia, kaku kuduk.
3. Penurunan kesadaran sementara (50 % kasus SAH) atau menetap.
4. Serangan epileptik pada 6 % kasus SAH.
5. Defisit neurologis fokal berupa disfasia, hemiparesis, hemihipestesia
6. Kematian mendadak terjadi pada 10 % kasus SAH.

Tabel 5.1 Derajat SAH

Derajat SAH menurut Hunt Hess

Derajat Manifestasi Klinis

1 Asimtomatik atau nyeri kepala dan kaku kuduk yang ringan.

2 Nyeri kepala yang sedang sampai berat, kaku kuduk dan


tidak ada defisit neurologis kecuali pada saraf kranial

3 Bingung, penurunan kesadaran, defisit fokal ringan

4 Stupor, hemiparesis ringan sampai dengan berat,


deserebrasi,
5
Gangguan fungsi vegetatif
Koma dalam, deserebrasi, moribund appearance

(Dewanto George dkk, 2007)

(Dewanto George dkk, 2007)

Gejala Klinis Intraserebral Subaraknoid Stroke


(PIS) Nonhemoragik
(SNH)
1. Gejala defisit berat ringan berat/ringan
fokal
2. Awitan (onset) menit/jam 1-2 menit pelan (jam/hari)
3. Nyeri kepala hebat sangat hebat ringan/tidak ada
4. Muntah pada sering sering Tidak, kecuali
awalnya lesi di batang
otak
5. hipertensi hampir selalu Biasanya sering
tidak
6. kaku kuduk jarang Biasa ada tidak ada
7. kesadaran biasa hilang Bisa hilang dapat hilang
sebentar
8. hemiparesis sering sejak awal tidak sering sejak
awal ada awal
9. deviasi mata bisa ada jarang mungkin ada
10. likuor sering berdarah jernih
berdarah
(Dewanto George dkk, 2007)

F. KOMPLIKASI CVA BLEEDING


- Ruptur berulang
- Hidrosefalus
- Vasospasme
- Hiponatremia (cerebral salt-wasting syndrome)
- Bangkitan (seizure)
- Perluasan perdarahan ke intraparenkim
(Dewanto George dkk, 2007)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK CVA BLEEDING

a. Pemeriksaan Awal
- Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya anemia
(penyakit sickle cell) atau leukositosis (setelah terjadinya bangkitan
atau infeksi sistemik)
- Pemeriksaan koagulasi untuk menentukan riwayat koagulopati
sebelumnya
- Ureum dan elektrolit untuk menentukan hiponatremi akibat salt
wasting (bukan karena SIADH)
- Glukosa serum untuk menentukan hipoglikemi
- Rontgen toraks untuk melihat edema pulmonal atau aspirasi
- EKG 12 sadapan untuk melihat aritmia jantung atau perubahan
segmen ST.
- CT scan kepala tanpa kontras dilakukan < 24 jam sejak awitan.
- Pungsi lumbal bila CT scan kepala tampak normal.
- CTA (Computed Tomography Angiography) dilakukan jika diagnosis
SAH telah dikonfirmasi dengan CT Scan atau LP

b. Identifikasi Sumber Perdarahan


Ada 3 metode yang dapat dipilih untuk mengidentifikasi atau
menyingkirkan aneurisma intrakranial dan untuk menggambarkan ukuran
dan morfologi aneurisma yaitu 1. CTA (CT Angiography) stelah injeksi
kontras 2 MRA (Magnetic Resonance Angiography), dan 3 Catheter
Angiography.

H. PROGNOSA PENYAKIT CVA BLEEDING


Prognosis bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke.
Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi,
ukuran, patologi lesi, serta usia pasien dan penyakit yang menyertai
sebelum stroke. sTRoke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30
hari pertama risiko meninggal 50 %, sedangkan pada stroke iskemik
hanya 10 %.
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra
serebri (PIS) adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita
(menggunakan skor Glasgow Coma Scale (GCS)), dan adanya darah
intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat digunakan untuk
memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas sebesar
96% dan spesifitas 98%.
Suatu PIS dengan volume >60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki
tingkat mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat
kematian 19% pada PIS dengan volume <30 mL dan GCS skor ≥ 9.
Perluasan PIS ke intraventrikel meningkatkan mortalitas secara umum
menjadi 45% hingga 75%, tanpa memperhatikan lokasi PIS, sebagai
bagian dari adanya hidrosefalus obstruktif akibat gangguan sirkulasi liquor
cerebrospinal (LCS).
Pengukuran volume hematom dapat dilakukan secara akurat
dengan CT scan Secara klinis, edema berperan dalam efek massa dari
hematom, meningkatkan tekanan intrakranial dan pergeseran otak
intrakranial. Secara paradoks, volume relatif edema yang tinggi
berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih baik, yang
menimbulkan Suatu kerancuan apakah edema harus dijadikan target
terapi atau hanya merupakan variabel prognostik (Anggiamurni Lulu.
2010)
I. PENATALAKSANAAN CVA BLEEDING
Manajemen stroke hemoragik pertama-tama ditujukan langsung
pada penanganan A (airway), B (breathing), C (Circulation), D (Detection
of focal neurological deficit)
Terapi perdarahan Intraserebral adalah sebagai berikut :
a. Terapi Medik
- Jalan nafas dan oksigenasi dengan target pCO2 30-35 mmHg
- Kontrol tekanan darah. Penatalaksanaan tekanan darah tinggi sama
seperti stroke iskemik dengan syarat :
 Tekanan darah diturunkan bila tekanan sistolik > 180 mmHg atau
tekanan diastolik > 105 mmHG
 Pada fase akut tekanan darah tinggi, tekanan darah tidak boleh
diturunkan lebih dari 20 %
- Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial
 Tindakan pengobatan pertama adalah osmoterapi, tapi tidak boleh
digunakan sebagai profilaksis. Manitol 20 % 1 g/kg dalam 20
menit, dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg/ 4 jam dalam 20 menit.
Untuk mempertahankan gradien osmotik, furosemid ( 10 mg
dalam 2-8 jam) dapat diberikan secara terus menerus bersama
dengan osmoterapi
 Hiperventilasi dengan sasapan pCO2 35 mmHg
 Pengaturan cairan
b. Terapi Pembedahan
Indikasi tindakan pembedahan
- Pasien dengan perdarahan serebelar > 3 cm yang secara neurologis
memburuk atau yang mengalami kompresi batang otak dan
hidrosefalus akibat obstruksi ventrikuler.
- Perdarahan intraserebral dengan lesi struktural seperti aneurisma,
malformasi arteriovena, atau angioma kavernosa dapat diangkat jika
keadaan pasien stabil.
- Pasien usia muda dengan perdarahan lobus yang sedang atau besar
yang secara klinis memburuk
Indikasi terapi konservatif medikamentosa :
- Pasien dengan perdarahan kecil (< 10 cm3) atau defisit neurologi
yang minimal
- Pasien dengan GCS kurang dari sama dengan 4, kecuali dengan
perdarahan serebelar disertai kompresi batang otak, dapat menjadi
kandidat untuk pembedahan darurat dalam situasi klinis tertentu.
(Dewanto George dkk. 2007)
J. ASUHAN KEPERAWATAN CVA BLEEDING
a. Pengkajian
Pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesis riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian
psikososial.
a) Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada
usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk
meminta bantuan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan
penurunan kesadaran.

b) Riwayat Penyakit Sekarang


Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
dalam hal perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif dan koma.

c) Riwayat Penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obatan adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengakian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih lanjut dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
e) Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga maupun masyarakat.
Adakah dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri yang didapatkan, klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. Pola
penanggungan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan
kesulitan berkomunikasi. Pola tata nilai dan kepercayaan, klien
biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan
dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke
memang suatu penyakit yang sangat mahal.
f) Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk
mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan
fisik pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
- Keadaan umum

Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara


kadang mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara, dan tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut
nadi bervariasi

B1 (Breathing)

Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi


sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan
frekuensi nafas. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti rokhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat
kesadaran composmentis pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak
ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan-kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

B2(Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan


(syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. TD biasanya
terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD >
200 mmHg
B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung


pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan terfokus dan
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urin


sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan postural . Kadang-kadang kontrol
sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urin yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu


makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai
muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalag pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.

B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan


kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron
motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada
sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang
lain. Pada kulit jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus, terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensorik atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

Pemeriksaan Diagnostik

Angiografi Serebri

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti


perdarahan arterovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisme atau malformasi vaskular

Lumbal Pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan


lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan
adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari
pertama.

CT SCAN

Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,


adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-
kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.

(Mutaqin Arrif. 2008)


b. Analisa Data
Masalah keperawatan yang sering muncul pada klien dengan stroke
hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan
dengan faktor resiko hipertensi
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular akibat hemiparese dextra
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
sistem saraf pusat.

N Data Etiologi Masalah


o Keperawatan
1 DO : Riwayat hipertensi Resiko
- penurunan ketidakefektif
GCS/kesadaran Penurunan curah an perfusi
- ketidakstabilan jantunh, peningkatan jaringan otak
Tekanan Darah kerja jantung
- Peningkatan
tekanan Penurunan aliran
intrakranial darah ke sistem organ
- Pemeriksaan CT (otak, ginjal dll)
Scan, Lumbal
Pungsi : ICH, Peningkatan tekanan
IVH,ISH darah sebagai
kompensasi suplai
darah tidak terpenuhi

Penurunan elastisitas
pembuluh darah

Pecahnya pembuluh
darah/malformasi
pembuluh darah

Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
2 DS : Riwayat hipertensi Hambatan
- Ekstremitas atas mobilitas fisik
dan bawah tidak Penurunan aliran
dapat digerakkan darah jantung
DO : Penurunan aliran
- Tidak memiliki darah ke otak
kemampuan
berpindah Kompensasi
- Hemiparese/hemipl peningkatan kerja
egi jantung
- Kekuatan tonus otot
(-) Peningkatan
tekanan darah

Penurunan
elastisitas pembuluh
darah/ adanya
malformasi

Pecahnya pembuluh
darah

Edema jaringan

Gangguan aliran
darah

Nekrosis jaringan
otak

Kerusakan neuron
Penurunan fungsi
motorik dan
sensorik

Penurunan
kemampuan
bergerak, berpindah

Hambatan
mobilitas fisik

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
3 DO : Riwayat Hambatan
- Bicara pelo hipertensi komunikasi
- Menggunakan bahasa verbal
isyarat nonverbal Penurunan
aliran darah
DS : jantung
- Keluarga mengatakan Penurunan
klien tidak dapat aliran darah ke
berbicara jelas, bicara otak
pelo
Kompensasi
peningkatan
kerja jantung

Peningkatan
tekanan darah

Penurunan
elastisitas
pembuluh
darah/ adanya
malformasi

Pecahnya
pembuluh
darah

Edema
jaringan

Gangguan
aliran darah

Nekrosis
jaringan otak
Kerusakan
neuron

Penurunan
fungsi motorik
dan sensorik
Area yang
mempersarafi
kemampuan
berbicara

Bicara pelo

Hambatan
komunikasi
verbal

c. Rencana Perawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Resiko - Systolic blood Cerebral Perfusion
ketidakefektifan pressure Promotion
perfusi jaringan - Diastolic blood - Monitor status
otak pressure neurologi
- Decreased - Monitor tanda-tanda
level of vital (tekanan darah,
conciousness nadai, suhu, RR)
- Monitor tanda-tanda
perdarahan (urin,
feses, NGT)
- Hindari posisi leher
fleksi
- Monitor intake dan
output cairan
- Stabilkan tekanan
darah
tinggi(hipertensi)
dengan agen
inotropik
- Monitor status
respirasi (kedalaman
nafas, frekuensi,
irama nafas)
- Kolaborasi pemberian
diuretik untuk
menurunkan tekanan
darah
2 Hambatan - Joint Exercise Therapy :
mobilitas fisik movement Joint Mobility
- Muscle - Kaji kemampuan
movement pergerakan sendi
- Body klien
positioning - Jelaskan kepada
performance pasien / keluarga
tentang tujuan dan
rencana latihan sendi
- Identifikasi adanya
nyeri
/ketidaknyamanan
pada bagian sendi
klien
- Ajarkan teknik ROM
pasif pada keluarga
dan klien
- Buatkan jadwal
secara rutin
tindakan ROM pasif
setiap hari
- Berikan
reinforcement positif
apabila klien dan
keluarga mampu
melaksanakan ROM
pasif
3 Hambatan - Use of spoken Communication
komunikasi language Enhacement : Speech
verbal - Use of non Deficit
verbal - Berdiri menghadap
language pasien
acknowledgm - Gunakan bahasa
ent of tubuh
messages - Instruksikan pada
received keluarga dan
pasien untuk
membimbing klien
dalam memberikan
stimulus dalam
berbicara
- Dengarkan klien
secara hati-hati
- Berikan pertanyaan
yang sederhana
untuk menstimulus
kemampuan
berbicara klien
- Berikan
reinforcement positif
pada klien jika
melaksanakan
dalam membimbing
klien belajar
berbicara

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2015. Hemorrhagic Strokes (Bleeds) Update 22 Juni


2015 (Online :
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/TypesofStroke
/HemorrhagicBleeds/Hemorrhagic-Strokes-
Bleeds_UCM_310940_Article.jsp Diakses pada tanggal 24 Agustus 2015
pukul 23.05 WIB )

Tubagus Vonny, Ali Haji R., Parinding Novita. 2015. Gambaran Hasil
Pemeriksaan CT Scan Kepala Pada Penderita Stroke Hemoragik Di Bagian
Radiologi FK UNSRAT/SMF Radiologi Blu RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou
Manado. Jurnal e-Clinic Volume 3 Nomor 1 Januari- April 2015.

Mutaqin Arrif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Salemba Medika. Jakarta. Online :
https://books.google.co.id/books?
id=8UIIJRjz95AC&pg=PA237&lpg=PA237&dq=stroke+hemoragik+adalah&
source=bl&ots=_luggnGo4U&sig=RCZkfhxS99KEAnnjABuLRNTfrt4&hl=en
&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=stroke%20hemoragik
%20adalah&f=false. Diakses tanggal 24 Agustus 2015 pukul 23.30 WIB.

Anggiamurni Lulu. 2010. Hubungan Volume dan Letak Lesi Hematom Dengan
Kecepatan Pemulihan Fungsi Motorik Penderita Stroke Hemoragik
Berdasarkan Kategori Skala Orgogozo. Program Pasca Sarjana Magister
Ilmu Biomedik dan Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Dewanto George dkk. 2007. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana
Penyakit Saraf. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kariasa. 2009. Persepsi Pasien Paska Serangan Stroke Terhadap Kualitas


Hidupnya Dalam Perspektif Asuhan Keperawatan. Tesis Magister Ilmu
Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah. Program Pasca
Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok.

Anda mungkin juga menyukai