Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


CEREBROVASCULAR ACCIDENT INTRACEREBRAL HEMMORHAGE DI
RUANG GARDENA RUMAH SAKIT DAERAH
dr. SOEBANDI JEMBER

oleh:
Bayu Kurniawan, S.Kep
NIM 192311101055

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Cerebrovascular Accident Intracerebral Hemmorhage di Ruang Gardena RSD dr.
Soebandi Jember telah disetujui dan disahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat:

Jember, …. Oktober 2019

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Bedah Ruang Gardena
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Baskoro Setioputro, M.Kep. Ns. Ari Wahyuana, S. Kep.


NIP 19830505 200812 1 004 NIK 203200412 219820226
Mengetahui,
Kepala Ruang Gardena
RSD dr. Soebandi Jember

LAPORAN PENDAHULUAN
Suparman, Amd.Kep.
NIP 19760412 2006041014
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Anatomi Fisiologi
Otak berbentuk seperti sebuah ‘’kembang kol’’ yang beratnya rata-rata
1,2 kg pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan (2% dari berat badan
pemiliknya), mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung
(Sloane, 2003). Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (bahasa Latin:
ensephalon) dan sumsum tulang belakang (bahasa Latin: medulla spinalis).
Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat
penting maka perlu perlindungan. Otak dilindungi dari cedera oleh rambut,
kulit dan tulang yang membungkusnya (Price & Wilson, 2005). Otak dan
sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2. Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di
dalam sistem saraf pusat.
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama
tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar
atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum
tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu,
sedangkan bagian korteks berupa materi putih.
Gambar 1. (a) Subtansi kelabu dan putih pada sumsum tulang belakang, (b)
substansi kelabu dan putih pada otak
Otak memiliki lapisan yang terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga
lapisan jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari
piameter, lapisan arakhnoid, dan durameter (Sloane, 2003).
1. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang
belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan
dengan banyak pembuluh darah dan terdii dari jaringan penyambung yang
halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membaran yang impermeable halus, yang
menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Membran ini
dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale, dan
dari piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid.
Cavum subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu rongga/ ruangan
yang dibatasi oleh arachnoid di bagian luar dan piameter pada bagian dalam.
Pada daerah tertentu arachnoid menonjol kedalam sinus venosus membentuk
villi arachnoidales. Villi arachnoidales ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah. Struktur yang berjalan
dari dan ke otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum
subarachnoid.
3. Durameter
Lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan.
Lapisan ini biasanya terus bersambungan, tapi terputus pada beberapa sisi
spesifik. Terdiri dari:
a. Lapisan periosteal luar
b. Lapisan meningeal dalam
c. Ruang subdural, memisahkan durameter dai arachnoid pada regia kranial
dan medulla spinalis
d. Ruang epidural adalah ruangan potensial antara periosteal luar dan lapisan
meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.
Gambar 2. Lapisan Pelindung Otak

Bagian-bagian otak
Gambar 3. Anatomi Otak manusia
Otak terletak di dalam rongga kranium otak. Seperti terlihat pada gambar di atas,
otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Serebrum (Otak Besar)
2. Serebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)

Serebrum (Otak Besar)


Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:
1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus
sentralis.
2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh
korako-oksipitalis.
3. Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di depan
lobus oksipitalis.
4. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Fungsi serebrum antara lain:
1. Mengingat pengalaman yang lalu.
2. Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi,
keinginan, dan memori.
3. Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.

Batang otak
Batang otak terdiri dari:
1. Diensefalon, ialah bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di antara
ke-dua belahan otak besar (haemispherium cerebri). Diantara diensefalon
dan mesencephalon, batang otak membengkok hampir sembilan puluh
derajat kearah ventral. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian
depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap
kesamping. Fungsi dari diensefalon:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.
2. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang
menonjol ke atas. Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus
superior dan dua di sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior.
Serat saraf okulomotorius berjalan ke ventral di bagian medial. Serat
nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi
lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan
pons varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak
tengah dan medula oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur
gerakan pernapasan dan refleks. Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula
oblongata dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah
medula oblongata merupakan persambungan medula spinalis ke atas,
bagian atas medula oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di
daerah tengah bagian ventral medula oblongata. Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks

Serebelum

Serebelum (otak
kecil) terletak pada
bagian bawah dan
belakang tengkorak
dipisahkan dengan
serebrum oleh fisura
transversalis
dibelakangi oleh pons
varoli dan di atas
medula oblongata.
Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris, merupakan pusat
koordinasi dan integrasi.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis
dan bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum
berhubungan dengan batang otak melalui pendunkulus serebri inferior
(korpus retiformi) permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai
serebelum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan
serebelum ini mengandung zat kelabu.
Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga
lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam.
Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati
serebelum. Fungsi serebelum, yaitu:
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga
dalam yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan
dan rangsangan pendengaran ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari
reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus)
kelopak mata, rahang atas, dan bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi
tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan
mengaturgerakan sisi badan.

2. Pengertian
Cerebrovascular accident (CVA) intracereral hemmorhage (ICH)
merupakan kondisi adanya bocor atau pecahnya arteri intraserebral yang
kebanyakan disebabkan oleh hipertensi kronis (Liebeskind, 2017).
3. Epidemiologi
World Health Organization (2018) menjelaskan bahwa insiden
cerebrovascular accident di seluruh dunia mencapai angka 15 juta per
tahun. Dari jumlah tersebut, 5 juta diantaranya berakhir dengan mortalitas
dan 5 juta diantaranya mengalami cacat permanen. Kejadian stroke
memiliki variasi dari satu negara dengan negara lainnya. Insiden CVA
tertinggi terjadi di negara Rusia, Ukraina, dan Jepang.
4. Klasifikasi
Han (2017) menjelaskan bahwa terdapat empat tipe ICH, meliputi:
a. Epidural hematoma
Epidural hematoma merupakan adanya kumpulan atau gumpalan darah
di luar pembuluh darah. Kondisi ini terjadi di antara tengkorak dan lapisan
terluar otak. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya cedera kepala dan fraktur
tengkorak. Perdarahan pada epidural bisanya bertekanan tinggi dan mampu
menyebabkan pasien hilang kesadaran.
b. Subdural hematoma
Kondisi ini merupakan adanya kumpulan darah di permukaan otak.
Kondisi ini dapat terjadi karena adanya benturan seperti halnya saat terjadi
kecelakaan mobil.
c. Subarachnoid hematoma
Subarachnoid hemmorhage merupakan perdarahan antara otak dan
jaringan tipis yang merutupi otak atau meningen. Penyebab paling umum
adalah adanya trauma, atau pecahnya pembuluh darah utama di otak. Gejala
utama dari kondisi ini adalah hilangnya kesadaran dan muntah.
d. Intraserebral hematoma
Kondisi ini merupakan jenis CVA ICH yang yang paling umum.
Kondisi ini biasanya terjadi bukan karena cidera. Gejala pada kondisi ini bisa
muncul dalam hitungan menit atau jam, meliputi:
1) Sakit kepala
2) Kesulitan berbicara
3) Mual
4) Muntah
5) Kesadaran menurun
6) Kelemahan di satu bagian tubuh
7) Tekanan darah tinggi

5. Etiologi
Liebeskind (2017) menjelaskan bahwa eiologi CVA ICH meliputi:
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan etiologi paling umum dari CVA ICH. Terdapat 2 per
tiga persen kasus CVA ICH terjadi akibat hipertensi. Penyakit hipertensi
kemudian menyebabkan kondisi pecahnya pembuluh darah dan
menghasilkan perdarahan di lokasi yang khas seperti halnya ganglia
basalis, thalamus, serebelum dan pons.
b. Amiloidosis
Amiloidosis serebral mempengaruhi orang yang sudah lanjut usia, dan
menyebabkan 10% perdarahan intracerebral. Pada sedikit kasus, angiopati
amiloid serebral dapat disebabkan oleh mutasi protein prekusor amiloid
dan diturunkan secara autosomal dominan.
c. Koagulopati
Koagulopati didapat secara kongenital maupun aquired. Penyakit ini dapat
menyebabkan perdarahan diatesis. Gangguan koagulasi yang terjadi secara
diturunkan seperti halnya defisiensi faktor VII, VIII, IX, X, dan XII dapat
menjadi predisposisi perdarahan yang berlebihan dan perdarahan
intrakranial.
d. Terapi Koagulan
Penggunaan terapi koagulan beresiko meningkatkan terjadinya perdarahan
pada pasien yang memetabolisme wafarin secara tidak efisien.
6. Manifestasi klinis
Menurut Hudak dan Gallo (2010) dalam bukunya Keperawatan Kritis:
Pendekatan Holistik, terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
a) Defisit Motorik
- Hemiparese, hemiplegia
- Distria (kerusakan otot-otot bicara)
- Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
b) Defisit Sensori
- Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada
hemisfer serebri)
 Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang
pandang pada sisi yang sama)
 Diplopia (penglihatan ganda)
 Penurunan ketajaman penglihatan
- Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin)
- Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh)
c) Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri dan/atau lingkungan)
- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise; kelainan unilateral)
- Disorientasi (waktu, tempat, orang)
- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan
tepat)
- Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indera)
- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan
ukurannya dan menilai jauhnya
- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
- Disorientasi kanan kiri
d) Defisit Bahasa/Komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara
yang dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu
kata
- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk
berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar
tentang kesalahan ini)
- Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) – tidak mampu
berkomunikasi pada setiap tingkat
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
e) Defisit Intelektual
- Kehilangan memori
- Rentang perhatian singkat
- Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
- Penilaian buruk
- Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi
yang lain
- Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara
abstrak
f) Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
- Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
- Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
- Penurunan toleransi terhadap stres
- Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
- Kekacauan mental dan keputusasaan
- Menarik diri, isolasi
- Depresi
g) Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)
- Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial
kandung kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan
inkontinensia urine.
- Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral
yang mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan
kehilangan semua kontrol miksi
- Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik
- Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi dan
imobilitas
- Konstipasi dann pengerasan feses
h) Gangguan Kesadaran
- Koma

7. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif
total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri
karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera
pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan
sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat,
selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
kejaringan (hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada
aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis
terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang
masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui
jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat
oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan
aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi
edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah
tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan
tekanan darah arteri. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu
akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan
secara permanen (Corwin, 2009)

8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare
(2002) adalah:
1) Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima
akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2) Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki
aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari
untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
3) Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran
darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak
konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

9. Pemeriksaan penunjang
a) CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma.
b) Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
c) MRI (Magnetic Resonance Imaging) : menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
d) EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
e) Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.
f) Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
g) Angiografi
Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk
deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan
karena non-invasif serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi
teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan, karena sekitar 15%
pasien memiliki aneurisma multiple. Foto radiologic yang negative harus
diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak
memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk melihat
kemungkinan adanya malformasi vascular di otak maupun batang otak.
Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk intervensi dan
prognosis pada PSA seperti skala Hunt dan Hess yang bisa digunakan.
Tabel Skala Hunt dan Hess
Grade Gambaran Klinis

I Asimtomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningea

II Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat


seumur hidupnya), meningismus, deficit saraf kranial
(paresis nervus abdusen sering ditemukan)
III Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan

IV Stupor, deficit neurologis berat (misalnya, hemiparesis),


manifestasi otonom

V Koma, desebrasi

Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk
mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya darah di
kepala pada pemeriksaan CT scan

Tabel Skor Fisher


Skor Diskripsi adanya darah berdasarkan CT Scan Kepala
1 Tidak terdeteksi adanya darah
2 Deposit darah difus atau lapisan vertical terdapat darah
ukuran < 1 mm, tidak ada jendalan
3 Terdapat jendalan atau lapisan vertical terdapat darah
tebal dengan ukuran > 1 mm
4 Terdapat jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler
secara difus atau tidak ada darah
Perbedaan Stroke hemorargik dengan iskemik dapat dilakukan dengan
pemeriksaan diagnostik stroke iskemik menurut Dewanto et al (2009) dapat
menggunakan skor stroke Siriraj atau skor stroke Gajah Mada sebagai berikut:
10. Penatalaksanaan
a) Penanganan emergency
1) Kontrol tekanan darah
Rekomendasi dari American Heart Organization/ American Strouke
Association guideline 2009 merekomendasikan terapi tekanan darah bila
> 180 mmHg. Tujuan yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik
≥140 mmHg, dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan perfusi bagi
jaringan otak. Pendapat ini masih kontroversial karena mempertahankan
tekanan darah yang tinggi dapat juga mencetuskan kembali perdarahan.
Nilai pencapaian CPP 60 mmHg dapat dijadikan acuan untuk mencukupi
perfusi otak yang cukup.

2) Terapi anti koagulan


Dalam 24 jam pertama diagnosa perdarahan serebral ditegakkan dapat
diberikan antikoagulan. Pemberian yang dianjurkan adalah fres frozen
plasma diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan waktu pemberian
antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam. Dimasudkan untuk
menghindari tejadinya komplikasi.
b) Penanganan peningkatan TIK
1) Elevasi kepala 300C
Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari vena-vena besar di leher
seperti vena jugularis.
2) Trombolitik
Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting yang dapat menyumbat
aliran CSS di sistem ventrikel sehingga menimbulkan hidrosefalus.
Trombolitik yang digunakan sebagai obat pilihan untuk intraventrikular
adalah golongan rt-PA ( recombinant tissue plasminogen activator ). Obat
golongan ini bekerja dengan mengubah plaminogen menjadi plasmin ,
plasmin akan melisis fibrin clot atau bekuan yang ada menjadi fibrin
degradation product. Contoh obat yang beredar adalah alteplase yang
diberikan bolus bersama infus.
3) Pemasangan EVD ( Eksternal Ventrikular Drainage) untuk IVH
External Ventriculo Drainage (EVD) adalah pemasangan kateter kedalam
ventrikel lateral melalui lubang yang dibuat pada tengkorak untuk drainase
cairan serebrospinal yang disebut juga ventrikulostomi. Drainase CSS dari
ventrikulostomi adalah metode sementara untuk mengurangi tekanan
intrakranial secara cepat dan yang stabil atau selama hidrosefalus akut
yang berkaitan dengan perdarahan sub arakhnoid (sub arachnoid
hemorrhage). Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya
obstruksi akut hidrosefalus. Dapat diketahui dengan melakukan penilaian
graeb score.
Setelah pemasangan EVD dilakukan dilakukan tindakan pemantauan.
Dilakukan tindakan imaging kepala secara berkala serta pengukuran
tekanan intrakranial. Bila didapatkan adanya pertambahan volume dari
perdarahan serta adanya peningkatan tekanan intrakranial, maka
dilakukan tindakan pemasangan VP shunt.
c) Rekomendasi AHA Guideline 2009:
(1) Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi
transtentorial, atau dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus
dipertimbangkan untuk monitor dan tatalaksana TIK. Cerebral perfusion
pressure (CPP) 50-70 mmHg beralasan untuk dipertahankan tergantung
dari autoregulasi serebri.
(2) Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada
pasien dengan penurunan tingkat kesadaran.
(3) Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian
bedah saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal
(VP) Shunt merupakan tehnik operasi yang paling popular untuk
tatalaksana hidrosefalus, yaitu CSS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga
peritoneum. Adapun tujuan tindakan VP shunt adalah untuk membuat
saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase dan untuk
mengalirkan cairan yang diproduksi di dalam otak ke dalam rongga perut
untuk kemudian diserap ke dalam pembuluh darah.
(4) Pemberian obat anti kejang
(5) Pasien yang mempunyai perdarahan pada kepala tidak terkecuali
perdarahan intraventrikel mempunyai risiko tinggi akan terjadinya kejang.
Menurut rekomendasi American Heart Association tahun 2007 pemberian
obat anti kejang seperti Obat Anti Epilepsi pada pasien-pasien dengan
perdarahan di otak , dapat mencegah terjadinya kejang awal (Dey Mahua,
2013).
1. Manifestasi Klinik ICH
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas.
Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada
Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana
peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan
tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu
atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil
bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan
kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai
menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral
Hemoragic yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya Hemoragic.
b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan
tekanan intra cranium.

2. Patofisiologi ICH
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-
aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-
kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang
dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak.
Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan
menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik,
sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak
sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2
dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat.
Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih
lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan
kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan
menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat
berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa
menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009).

3) Komplikasi
ICH dapat menyebabkan komplikasi serius. Ada risiko kejang yang dapat
terjadi kapan saja, meskipun itu bahkan bisa menjadi salah satu gejala
pertama. Peningkatan tekanan intrakranial akibat pembengkakan otak atau
pendarahan di dalam tengkorak juga bisa terjadi. Tekanan intrakranial yang
meningkat, pada gilirannya, dapat menyebabkan beberapa komplikasi serius. Ini
dapat menghilangkan oksigen di otak, yang menyebabkan kerusakan otak
permanen atau kematian. Hal ini juga dapat menyebabkan herniasi otak ke kanal
tulang belakang, dan mengarah ke kematian.
Komplikasi akut tambahan termasuk:
1. Rebleeding dari perdarahan
2. Perdarahan kedua di lokasi lain

3. Infeksi

4. Kerusakan saraf kranial

5. Koma
4) Pemeriksaan khusus dan penunjang
Menurut American Heart Association (2014); Zuccarello (2013) dan
Chakrabarty & Shivane (2008) pemeriksaan penunjang untuk ICH adalah:
a. Angiografi
Angiografi berfungsi untuk menyelidiki keadaan normal dan patologis dari
sistem kapal penyempitan dan obstruksi lumen terutama atau pelebaran
aneurismal. Selain kondisi tumor, malformasi arteriovenosa (AVM) dan
fistula arteriovenosa (aVF) atau sumber perdarahan diselidiki dengan
angiografi.
b. Lumbal pungsi
Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli
serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak
sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial.
Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan
adanya proses inflamasi.
c. MRI
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi
arteriovena
d. Sinar X
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis
serebral.
e. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
f. CT Scan
Pemindai CT-scan atau CT-scanner (computerized tomography scanner)
adalah mesin sinar-x khusus yang mengirimkan berbagai berkas pencintraan
secara bersamaan dari sudut yang berbeda. Berkas-berkas sinar-X melewati
tubuh dan kekuatannya diukur dengan algoritma khusus untuk pencitraan.
Berkas yang telah melewati jaringan kurang padat seperti paru-paru akan
menjadi lebih kuat, sedangkan berkas yang telah melewati jaringan padat
seperti tulang akan lemah.
Perbedaan antara perdarahan dan infark serebral tidak dapat dibuat
berdasarkan pemeriksaan klinis atau pemeriksaan cairan serebrospinal (LCS),
melainkan memerlukan CT scan/MRI. Pada CT scan adanya daerah hipodens
tampak beberapa jam setelah infark serebri, sedangkan setelah perdarahan
langsung timbul daerah hipodens (Rubenstein, 2007).
Contoh CT scan pada ICH

Gambar 4. Pasien dengan tanda titik menunjukkan ekstravasasi dan perluasan


hematoma. (A). tidak meningkatkan CT menunjukkan putaminal posterior kiri dan
hematoma kapsul internal edema sekitarnya ringan. (B). Fokus kecil tambahan
adalah dilihat perifer, ditunjukkan dengan tanda titik (panah hitam). (C). Pasca
kontras CT menunjukkan pembesaran tanda tempat, ditunjukkan dengan
ekstravasasi (panah putih). (D). penurunan CT image 1 hari setelah presentasi
mengungkapkan pembesaran hematoma dan perdarahan intraventrikular.

5) Terapi yang dilakukan menurut (Corwin, 2009)


Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada
orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah
orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka
yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan
dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi
otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-
obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
a. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
b. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan
pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
c. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah
yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di
dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan
karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan penumpukan
darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak menimbulkan
kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk
pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada beberapa kasus,
kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra
Cerebral Hemoragic adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi Hemoragic
secara bedah.
c. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium seperti: CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.
A. PATHWAY
Hipertensi, Kebiasaan Anomali atau Alkoholisme Trauma
aneurisme merokok malformasi PD atau tumor

Pecahnya pembuluh darah otak

Perdarahan intrakranial Perdarahan Sub-arakhnoid

Intracerebral hemorragic Subarakhnoid Hemorragic

Penurunan Peningkatan
kesadaran TIK

Kerusakan Penurunan Risiko Mual dan Penekanan PD


neuromotorik refleks batuk cidera muntah otak

Bed rest yang


Penumpukan Ketidakseimbangan Penurunan suplai
Kelemahan cukup lama
sekret nutrisi kurang dari darah ke otak
otot kebutuhan tubuh
Risiko
Ketidakefektifan Ketidakefektifan
kerusakan bersihan jalan perfusi jaringan
integritas nafas
Defisit otak
kulit
perawatan
diri
Hambatan
mobilitas
fisik
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas Klien
Identitas klien yang perlu dikaji adalah:
1) Umur, biasanya pada usia produktif yaitu 19 tahun sampai 45 tahun
2) Jenis kelamin, laki-laki di semua kelompok umur paling mungkin
mendapatkan stroke perdarahan intraserebal (CVA ICH)
3) Pekerjaan, resiko terjadinya CVA ICH sangat sering terjadi
b) Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa medik, CVA ICH dan bisa disertai diagnosa medis lainya
2) Keluhan utama, penurunan kesadaran
3) Riwayat penyakit sekarang, rincian penyakit mulai dari awal sampai
saat pertama kali berhubungan dengan petugas kesehatan. Waktu
kejadian, cara (proses), tempat, suasana, manifestasi masalah,
perjalanan penyakit/masalah (riwayat pengobatan, persepsi tentang
penyebab & penyakit).
4) Riwayat penyakit dahulu, terdiri dari penyakit yang pernah dialami
(pasien pernah mengalami penyakit sistem persyarafan, riwayat
trauma masa lalu, riwayat penyakit darah, riwayat penyakit
sistemik/pernafasan, kardiovaskuler dan metabolik), tindakan
pengobatan, alergi yang dialami dan pola hidup
5) Riwayat penyakit keluarga, yang berhubungan dengan CVA ICH
c) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum, penampilan fisik atau kondisi pasien secara umum
akibat penyakit atau keadaan yang dialami pasien (baik, lemah, sakit
akut, sakit kronis, merintih, berkeringat, gemetar), ekspresi wajah,
postur dan posisi tubuh, kebersihan diri, gaya bicara, derajat
kesadaran, GCS, warna kulit, status nutrisi, mood/afek.
2) Tanda- tanda vital, meliputi tekanan darah, nadi, respiratory rate,
suhu, SpO2
3) Pengkajian fisik head to toe, meliputi kepala, wajah, mata, hidung,
mulut, telinga, leher, dada (jantung dan paru), abdomen, ekstemitas
(atas dan bawah), kulit, dan kuku.
4) Pengkajian berdasarkan B1-B6,
- B1 (Breathing), kompresi pada batang otak akan mengakibatkan
gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas,
kedalaman, frekuensi maupun iramanya, napas berbunyi, stridor,
ronkhi, wheezing dan cenderung terjadi peningkatan produksi sputum
pada jalan napas.
- B2 (Blood), efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan
darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
- B3 (Brain), gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk
manifestasi adanya gangguan otak akibat CVA ICH. Kehilangan
kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope dan
kehilangan pendengaran. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai
batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat
terjadi, perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori). Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia. Perubahan
pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata. Terjadi
penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh. Sering timbul
hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma. Gangguan nervus
hipoglosus.merupakan gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
- B4 (Bladder), pada cedera kepala sering terjadi gangguan berupa
retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
- B5 (Bowel), terjadi penurunan fungsi pencernaan meliputi bising
usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan
mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan
terganggunya proses eliminasi alvi.
- B6 (Bone), pasien cedera kepala sering datang dalam keadaan
parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur
karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena
rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan
refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
d) Terapi obat yang digunakan
e) Pemeriksaan penunjang dan laboratorium
Meliputi pemeriksaan semua laboratorium, pemeriksaan radiologi (CT-
Scan, MRI, foto polos kepala dll), dan pemeriksaan penunjang lainnya
(EKG dll)
2) Diagnosa Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201)
Definisi: Rentan mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat
mengganggu kesehatan
2. Kerusakan integritas kulit
Definisi : Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (00031)
Definisi: Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas
4. Hambatan mobilitas fisik (00085)
Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik atau lebih ekstremitas secara
mandiri dan terarah
5. Mual (00134)
Definisi: Suatu fenomena subjektif tentang rasa tidak nyaman pada bagian
belakang tenggorokan atau lambung, yang dapat atau tidak mengakibatkan
muntah
3) Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC) PARAF DAN
Keperawatan NAMA
TERANG
1. Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien NIC: Manajemen edema serebral (2540)
ketidakefektifan menunjukkan hasil: 1. Monitor adanya kebingungan,
perfusi jaringan NOC: Perfusi jaringan : Serebral (0406) perubahan pikiran, keluhan pusing,
otak (00201) No. Indikator Awal Tujuan pingsan
1 2 3 4 5 2. Monitor status neurologi dengan
1. (040602) Tekanan √ ketat dan bandingkan dengan nilai
intrakranial normal
2. (040613) Tekanan √ 3. Monitor tancla-tanda vital Monitor
darah sistolik
karakteristik cairan serebrospinal:
3. (040614) Tekanan √ warna, kejernihan, konsistensi Catat
darah diastolik
cairan serebrospinal Monitor CVP,
4. (040603) Sakit kepala √
PAWP, clan PAP, sesuai kebutuhan
5. (040605) Kegelisahan √ Monitor TIK clan CPP Analisa pola
TIK
6. (040606) Kelesuan √
4. Monitor status pernapasan:
7. (040608) Agitasi √ frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan, PaO,. PCO,. pH,
8. (040609) Muntah √
bikarbonat
9. (040611) Keadaan √ 5. Berikan pelunak feses
pingsan 6. Posisikan tinggi kepala tempat tidur
10. (040619) Penurunan √ 30 derajat atau lebih
tingkat kesadaran 7. Lakukan latihan ROM pasif Monitor
11. (040620) Refleks saraf √ intake dan output
terganggu 8. Pertahankan suhu normal

Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien Manajemen jalan napas (3140)
bersihan jalan menunjukkan hasil: 1. Posisikan pasien semi fowler untuk
napas (00031) Status pernapasan: Kepatenan jalan napas (0410) memaksimal ventilasi
No. Indikator Awal Tujuan 2. Ajarkan pasien untuk batuk efektif
1 2 3 4 5 3. Lakukan fisioterapi dada
1. (041004) Frekuensi √ 4. Kolaborasi pemberian bronkodilator
Pernapasan 5. Lakukan suction sebagaimana
2. (041005) Irama √ mestinya
pernapasan
6. Lakukan nebulizer sebagaimana
3. (041503) Kedalaman √ mestinya
inspirasi
NIC: Monitor Pernafasan (3350)
4. (041012) Kemampuan √ 1. Monitor kecepatan, irama,
mengelurakan sekret
kedalaman dan kesulitan bernafas
5. (041007)Suara nafas √ 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan,
tambahan
6. (041013)Pernafasan penggunaan otot bantu pernafasan
√ 3. Monitor suara nafas tambahan
cuping hidung
4. Monitor pola nafas
7. (041015) Dyspnea saat 7. Auskultasi suara napas, catat area

istirahat yang ventilasinya menurun atau tidak
8. (041016) Dyspnea ada dan adanya tambahan suara
dengan aktivitas √ tambahan
ringan 8. Monitor kemampuan batuk efektif;
9. Monitor sekresi pernafasan
9. (041018) Penggunaan √
otot bantu pernafasan

10. (041019)Batuk √

11. (041020)Akumulasi √
sputum

Keterangan:
1. Keluhan ekstrime
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
3. Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien NIC: Terapi latihan: Ambulasi (0221)
mobilitas fisik menunjukkan hasil: 1. Beri pasien
(00085) NOC: Ambulasi (0200) pakaian yang tidak mengekang
No. Indikator Awal Tujuan 2. Bantu pasien
1 2 3 4 5 untuk menggunakan alas kaki yang
1. (020002) Berjalan memfasilitasi pasien untuk berjalan dan
dengan langkah yang √
mencegah cedera
efektif 3. Sediakan
2. (020003) Berjalan tempat tidur berketinggian rendah, yang

dengan pelan sesuai
3. (020004) Berjalan 4. Tempatkan
dengan kecepatan √ saklar posisi tempat tidur di tempat
sedang yang mudah dijangkau
5. Dukung
4. (020005) Berjalan pasien untuk duduk di tempat tidur, di

dengan cepat samping tempat tidur atau di kursi,
5. (020006) Berjalan sebagaimana yang dapat ditoleransi
√ pasien
menaiki tangga
6. Bantu pasien
6. (020007) Berjalan untuk perpindahan, sesuai kebutuhan

menuruni tangga 7. Sediakan alat
bantu (tongkat, walker, atau kursi roda)
7. (020014) Berjalan
√ untuk ambulasi, jika pasien tidak stabil
mengelilingi kamar

8. ( 020015 Berjalan

mengelilingi rumah
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien NIC: Perawatan luka (3660)
integritas kulit menunjukkan hasil: 1. Angkat
(00046) NOC: Integritas jaringan: Kulit dan membran mukosa (1101) balutan dan plester perekat
Tujuan 2. Cukur
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 rambut di sekitar daerah yang terkena,
1. (110101) Suhu, √ sesuai kebutuhan
2. (110103) Elastisitas √
3. Monito
3. (110104) Hidrasi √
r karakteristik Iuka, termasuk drainase,
(110113) Integritas
4. √ warna, ukuran, dan bau
kulit
(110115) Lesi pada 4. Bersih
5. √ kan dengan normal saline atau
kulit
6. (110121) Eritema √ pembersih yang tidak beracun, dengan
7. (110124) Nekrosis √ tepat
5. Berika
Keterangan: n rawatan insisi pada Iuka, yang
1. Sangat terganggu diperlukan
2. Banyak terganggu 6. Berika
3. Cukup terganggu n perawatan ulkus pada kulit, yang
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu diperlukan
7. Oleska
n salep yang sesuai dengan kulit/lesi
8. Berika
n balutan yang sesuai dengan jenis Iuka
9. Pertaha
nkan teknik balutan steril ketika
melakukan pewatan Iuka, dengan tepat
10. Ganti
balutan sesuai dengan jumlah eksudat
dan drainase
11. Periksa
Iuka setiap kali perubahan balutan
12. Reposi
si pasien setidaknya setiap 2 jam,
dengan tepat
5. Mual (00134) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien NIC: Manajemen mual (1450)
menunjukkan hasil: 1.
NOC: Mual dan muntah: Efek yang mengganggu (2106) Dorong pasien untuk memantau
Tujuan pengalaman diri terhadap mual
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 2.
(210601Asupan Dorong pasien untuk belajar strategi
1. √
cairan menurun mengatasi mual sendiri
(2106028) Asupan 3.
2. √
makanan menurun Observasi tanda-tanda nonverbal dari
(210604) Perubahan ketidaknyamanan
3. √
keseimbangan cairan 4.
(210608) Penurunan Dapatkan riwayat diet pasien seperti
4. √
berat badan makanan yang disukai dan yang tidak
5. (210609) Malaise √ disukai
(210612) Gangguan 5.
6. √
aktivitas fisik
Evaluasi dampak dari pengalaman mual
(210613) Tidur
7. √ pada kualitas hidup (misalnya, nafsu
terganggu
(210622) makan, aktivitas, prestasi kerja,
8. √ tanggung jawab peran, dan tidur)
Ketidakberdayaan
Identifikasi faktor-faktor yang dapat
Keterangan: menyebabkan atau berkontribusi
1. Parah terhadap mual (misalnya, obat-obatan
2. Banyak dan prosedur)
3. Cukup 6.
4. Sedikit
Pastikan bahwa obat antiemetik yang efektif
5. Tidak ada
diberikan untuk mencegah mual
7.
Kendalikan faktor-faktor lingkungan yang
mungkin membangkitkan mual
(misalnya, bau yang tidak
menyenangkan, suara, dan stimulasi
visual yang tidak menyenangkan
8.
Kurangi atau hilangkan faktor-faktor yang
bersifat personal yang memicu atau
meningkatkan mual (kecemasan, takut,
kelelahan, dan kurangnya pengetahuan)
9.
Ajari penggunaan teknik nonfarmakologi
(misalnya, biofeedback, hipnosis,
relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi
musik, distraksi, akupresur) untuk
mengatasi mual
10.
Tingkatkan istirahat dan tidur yang cukup
untuk memfasilitasi pengurangan mual
11.
Lakukan kebersihan mulut sesering
mungkin untuk meningkatkan
kenyamanan
12.
Monitor asupan makanan terhadap
kandungan gizi dan kalori
13.
Timbang berat badan secara teratur
A. Discharge Planning
Beberapa anjuran yang diberikan pada pasien CVA ICH adalah:
1. Istirahat
dan tirah baring yang cukup dengan posisi semifowlar atau bisa
dengan diganjal dengan bantal
2. Ciptakan
suasana lingkungan yang aman, nyaman, tidak bising, tidak
panas dan bersih
3. Makan
dan minum sesuai diet yang dilakukan
4. Hindari
terjadi CVA ICH yang kedua kalinya
5. Keluarga
selalu melakukan perawatan diri untuk menjaga kebersihan
badan, gigi dan mulut
6. Segera
bawa ke rumah sakit jika terjadi tanda dan gejala yang tidak
tertahankan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Jakarta :


EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa oleh Nike
Budhi. Jakarta: EGC
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta:EGC
Hudak & Gallo. 2010, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI
Vol.1. Jakarta: EGC
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia A & Wilson, Lorrain M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal-
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC
Liebeskind, David. 2017. Hemmmorhage Stroke.
https://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview#a6 diakses
pada 10 Oktober 2019.
World Health Organization. 2018. Cerebrovascular Accident.
http://www.who.int/topics/cerebrovascular_accident/en/ diakses pada
10 Oktober 2019
Han, Seunggu. 2017. Intracerebral Hemmorhage.
https://www.healthline.com/health/extradural-hemorrhage diakses 10
Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai