oleh:
Bayu Kurniawan, S.Kep
NIM 192311101055
LAPORAN PENDAHULUAN
Suparman, Amd.Kep.
NIP 19760412 2006041014
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Teori
1. Anatomi Fisiologi
Otak berbentuk seperti sebuah ‘’kembang kol’’ yang beratnya rata-rata
1,2 kg pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan (2% dari berat badan
pemiliknya), mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung
(Sloane, 2003). Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (bahasa Latin:
ensephalon) dan sumsum tulang belakang (bahasa Latin: medulla spinalis).
Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat
penting maka perlu perlindungan. Otak dilindungi dari cedera oleh rambut,
kulit dan tulang yang membungkusnya (Price & Wilson, 2005). Otak dan
sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2. Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di
dalam sistem saraf pusat.
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama
tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar
atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum
tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu,
sedangkan bagian korteks berupa materi putih.
Gambar 1. (a) Subtansi kelabu dan putih pada sumsum tulang belakang, (b)
substansi kelabu dan putih pada otak
Otak memiliki lapisan yang terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga
lapisan jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari
piameter, lapisan arakhnoid, dan durameter (Sloane, 2003).
1. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang
belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan
dengan banyak pembuluh darah dan terdii dari jaringan penyambung yang
halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membaran yang impermeable halus, yang
menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Membran ini
dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale, dan
dari piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid.
Cavum subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu rongga/ ruangan
yang dibatasi oleh arachnoid di bagian luar dan piameter pada bagian dalam.
Pada daerah tertentu arachnoid menonjol kedalam sinus venosus membentuk
villi arachnoidales. Villi arachnoidales ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah. Struktur yang berjalan
dari dan ke otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum
subarachnoid.
3. Durameter
Lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan.
Lapisan ini biasanya terus bersambungan, tapi terputus pada beberapa sisi
spesifik. Terdiri dari:
a. Lapisan periosteal luar
b. Lapisan meningeal dalam
c. Ruang subdural, memisahkan durameter dai arachnoid pada regia kranial
dan medulla spinalis
d. Ruang epidural adalah ruangan potensial antara periosteal luar dan lapisan
meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.
Gambar 2. Lapisan Pelindung Otak
Bagian-bagian otak
Gambar 3. Anatomi Otak manusia
Otak terletak di dalam rongga kranium otak. Seperti terlihat pada gambar di atas,
otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Serebrum (Otak Besar)
2. Serebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Batang otak
Batang otak terdiri dari:
1. Diensefalon, ialah bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di antara
ke-dua belahan otak besar (haemispherium cerebri). Diantara diensefalon
dan mesencephalon, batang otak membengkok hampir sembilan puluh
derajat kearah ventral. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian
depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap
kesamping. Fungsi dari diensefalon:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.
2. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang
menonjol ke atas. Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus
superior dan dua di sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior.
Serat saraf okulomotorius berjalan ke ventral di bagian medial. Serat
nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi
lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan
pons varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak
tengah dan medula oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur
gerakan pernapasan dan refleks. Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula
oblongata dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah
medula oblongata merupakan persambungan medula spinalis ke atas,
bagian atas medula oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di
daerah tengah bagian ventral medula oblongata. Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks
Serebelum
Serebelum (otak
kecil) terletak pada
bagian bawah dan
belakang tengkorak
dipisahkan dengan
serebrum oleh fisura
transversalis
dibelakangi oleh pons
varoli dan di atas
medula oblongata.
Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris, merupakan pusat
koordinasi dan integrasi.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis
dan bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum
berhubungan dengan batang otak melalui pendunkulus serebri inferior
(korpus retiformi) permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai
serebelum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan
serebelum ini mengandung zat kelabu.
Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga
lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam.
Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati
serebelum. Fungsi serebelum, yaitu:
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga
dalam yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan
dan rangsangan pendengaran ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari
reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus)
kelopak mata, rahang atas, dan bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi
tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan
mengaturgerakan sisi badan.
2. Pengertian
Cerebrovascular accident (CVA) intracereral hemmorhage (ICH)
merupakan kondisi adanya bocor atau pecahnya arteri intraserebral yang
kebanyakan disebabkan oleh hipertensi kronis (Liebeskind, 2017).
3. Epidemiologi
World Health Organization (2018) menjelaskan bahwa insiden
cerebrovascular accident di seluruh dunia mencapai angka 15 juta per
tahun. Dari jumlah tersebut, 5 juta diantaranya berakhir dengan mortalitas
dan 5 juta diantaranya mengalami cacat permanen. Kejadian stroke
memiliki variasi dari satu negara dengan negara lainnya. Insiden CVA
tertinggi terjadi di negara Rusia, Ukraina, dan Jepang.
4. Klasifikasi
Han (2017) menjelaskan bahwa terdapat empat tipe ICH, meliputi:
a. Epidural hematoma
Epidural hematoma merupakan adanya kumpulan atau gumpalan darah
di luar pembuluh darah. Kondisi ini terjadi di antara tengkorak dan lapisan
terluar otak. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya cedera kepala dan fraktur
tengkorak. Perdarahan pada epidural bisanya bertekanan tinggi dan mampu
menyebabkan pasien hilang kesadaran.
b. Subdural hematoma
Kondisi ini merupakan adanya kumpulan darah di permukaan otak.
Kondisi ini dapat terjadi karena adanya benturan seperti halnya saat terjadi
kecelakaan mobil.
c. Subarachnoid hematoma
Subarachnoid hemmorhage merupakan perdarahan antara otak dan
jaringan tipis yang merutupi otak atau meningen. Penyebab paling umum
adalah adanya trauma, atau pecahnya pembuluh darah utama di otak. Gejala
utama dari kondisi ini adalah hilangnya kesadaran dan muntah.
d. Intraserebral hematoma
Kondisi ini merupakan jenis CVA ICH yang yang paling umum.
Kondisi ini biasanya terjadi bukan karena cidera. Gejala pada kondisi ini bisa
muncul dalam hitungan menit atau jam, meliputi:
1) Sakit kepala
2) Kesulitan berbicara
3) Mual
4) Muntah
5) Kesadaran menurun
6) Kelemahan di satu bagian tubuh
7) Tekanan darah tinggi
5. Etiologi
Liebeskind (2017) menjelaskan bahwa eiologi CVA ICH meliputi:
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan etiologi paling umum dari CVA ICH. Terdapat 2 per
tiga persen kasus CVA ICH terjadi akibat hipertensi. Penyakit hipertensi
kemudian menyebabkan kondisi pecahnya pembuluh darah dan
menghasilkan perdarahan di lokasi yang khas seperti halnya ganglia
basalis, thalamus, serebelum dan pons.
b. Amiloidosis
Amiloidosis serebral mempengaruhi orang yang sudah lanjut usia, dan
menyebabkan 10% perdarahan intracerebral. Pada sedikit kasus, angiopati
amiloid serebral dapat disebabkan oleh mutasi protein prekusor amiloid
dan diturunkan secara autosomal dominan.
c. Koagulopati
Koagulopati didapat secara kongenital maupun aquired. Penyakit ini dapat
menyebabkan perdarahan diatesis. Gangguan koagulasi yang terjadi secara
diturunkan seperti halnya defisiensi faktor VII, VIII, IX, X, dan XII dapat
menjadi predisposisi perdarahan yang berlebihan dan perdarahan
intrakranial.
d. Terapi Koagulan
Penggunaan terapi koagulan beresiko meningkatkan terjadinya perdarahan
pada pasien yang memetabolisme wafarin secara tidak efisien.
6. Manifestasi klinis
Menurut Hudak dan Gallo (2010) dalam bukunya Keperawatan Kritis:
Pendekatan Holistik, terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
a) Defisit Motorik
- Hemiparese, hemiplegia
- Distria (kerusakan otot-otot bicara)
- Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
b) Defisit Sensori
- Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada
hemisfer serebri)
Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang
pandang pada sisi yang sama)
Diplopia (penglihatan ganda)
Penurunan ketajaman penglihatan
- Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin)
- Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh)
c) Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri dan/atau lingkungan)
- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise; kelainan unilateral)
- Disorientasi (waktu, tempat, orang)
- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan
tepat)
- Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indera)
- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan
ukurannya dan menilai jauhnya
- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
- Disorientasi kanan kiri
d) Defisit Bahasa/Komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara
yang dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu
kata
- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk
berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar
tentang kesalahan ini)
- Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) – tidak mampu
berkomunikasi pada setiap tingkat
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
e) Defisit Intelektual
- Kehilangan memori
- Rentang perhatian singkat
- Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
- Penilaian buruk
- Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi
yang lain
- Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara
abstrak
f) Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
- Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
- Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
- Penurunan toleransi terhadap stres
- Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
- Kekacauan mental dan keputusasaan
- Menarik diri, isolasi
- Depresi
g) Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)
- Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial
kandung kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan
inkontinensia urine.
- Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral
yang mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan
kehilangan semua kontrol miksi
- Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik
- Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi dan
imobilitas
- Konstipasi dann pengerasan feses
h) Gangguan Kesadaran
- Koma
7. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif
total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri
karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera
pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan
sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat,
selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
kejaringan (hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada
aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis
terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang
masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui
jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat
oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan
aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi
edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah
tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan
tekanan darah arteri. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu
akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan
secara permanen (Corwin, 2009)
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare
(2002) adalah:
1) Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima
akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2) Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki
aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari
untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
3) Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran
darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak
konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
9. Pemeriksaan penunjang
a) CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma.
b) Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
c) MRI (Magnetic Resonance Imaging) : menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
d) EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
e) Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.
f) Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
g) Angiografi
Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk
deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan
karena non-invasif serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi
teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan, karena sekitar 15%
pasien memiliki aneurisma multiple. Foto radiologic yang negative harus
diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak
memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk melihat
kemungkinan adanya malformasi vascular di otak maupun batang otak.
Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk intervensi dan
prognosis pada PSA seperti skala Hunt dan Hess yang bisa digunakan.
Tabel Skala Hunt dan Hess
Grade Gambaran Klinis
V Koma, desebrasi
Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk
mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya darah di
kepala pada pemeriksaan CT scan
2. Patofisiologi ICH
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-
aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-
kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang
dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak.
Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan
menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik,
sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak
sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2
dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat.
Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih
lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan
kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan
menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat
berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa
menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009).
3) Komplikasi
ICH dapat menyebabkan komplikasi serius. Ada risiko kejang yang dapat
terjadi kapan saja, meskipun itu bahkan bisa menjadi salah satu gejala
pertama. Peningkatan tekanan intrakranial akibat pembengkakan otak atau
pendarahan di dalam tengkorak juga bisa terjadi. Tekanan intrakranial yang
meningkat, pada gilirannya, dapat menyebabkan beberapa komplikasi serius. Ini
dapat menghilangkan oksigen di otak, yang menyebabkan kerusakan otak
permanen atau kematian. Hal ini juga dapat menyebabkan herniasi otak ke kanal
tulang belakang, dan mengarah ke kematian.
Komplikasi akut tambahan termasuk:
1. Rebleeding dari perdarahan
2. Perdarahan kedua di lokasi lain
3. Infeksi
5. Koma
4) Pemeriksaan khusus dan penunjang
Menurut American Heart Association (2014); Zuccarello (2013) dan
Chakrabarty & Shivane (2008) pemeriksaan penunjang untuk ICH adalah:
a. Angiografi
Angiografi berfungsi untuk menyelidiki keadaan normal dan patologis dari
sistem kapal penyempitan dan obstruksi lumen terutama atau pelebaran
aneurismal. Selain kondisi tumor, malformasi arteriovenosa (AVM) dan
fistula arteriovenosa (aVF) atau sumber perdarahan diselidiki dengan
angiografi.
b. Lumbal pungsi
Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli
serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak
sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial.
Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan
adanya proses inflamasi.
c. MRI
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi
arteriovena
d. Sinar X
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis
serebral.
e. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
f. CT Scan
Pemindai CT-scan atau CT-scanner (computerized tomography scanner)
adalah mesin sinar-x khusus yang mengirimkan berbagai berkas pencintraan
secara bersamaan dari sudut yang berbeda. Berkas-berkas sinar-X melewati
tubuh dan kekuatannya diukur dengan algoritma khusus untuk pencitraan.
Berkas yang telah melewati jaringan kurang padat seperti paru-paru akan
menjadi lebih kuat, sedangkan berkas yang telah melewati jaringan padat
seperti tulang akan lemah.
Perbedaan antara perdarahan dan infark serebral tidak dapat dibuat
berdasarkan pemeriksaan klinis atau pemeriksaan cairan serebrospinal (LCS),
melainkan memerlukan CT scan/MRI. Pada CT scan adanya daerah hipodens
tampak beberapa jam setelah infark serebri, sedangkan setelah perdarahan
langsung timbul daerah hipodens (Rubenstein, 2007).
Contoh CT scan pada ICH
Penurunan Peningkatan
kesadaran TIK
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien Manajemen jalan napas (3140)
bersihan jalan menunjukkan hasil: 1. Posisikan pasien semi fowler untuk
napas (00031) Status pernapasan: Kepatenan jalan napas (0410) memaksimal ventilasi
No. Indikator Awal Tujuan 2. Ajarkan pasien untuk batuk efektif
1 2 3 4 5 3. Lakukan fisioterapi dada
1. (041004) Frekuensi √ 4. Kolaborasi pemberian bronkodilator
Pernapasan 5. Lakukan suction sebagaimana
2. (041005) Irama √ mestinya
pernapasan
6. Lakukan nebulizer sebagaimana
3. (041503) Kedalaman √ mestinya
inspirasi
NIC: Monitor Pernafasan (3350)
4. (041012) Kemampuan √ 1. Monitor kecepatan, irama,
mengelurakan sekret
kedalaman dan kesulitan bernafas
5. (041007)Suara nafas √ 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan,
tambahan
6. (041013)Pernafasan penggunaan otot bantu pernafasan
√ 3. Monitor suara nafas tambahan
cuping hidung
4. Monitor pola nafas
7. (041015) Dyspnea saat 7. Auskultasi suara napas, catat area
√
istirahat yang ventilasinya menurun atau tidak
8. (041016) Dyspnea ada dan adanya tambahan suara
dengan aktivitas √ tambahan
ringan 8. Monitor kemampuan batuk efektif;
9. Monitor sekresi pernafasan
9. (041018) Penggunaan √
otot bantu pernafasan
10. (041019)Batuk √
11. (041020)Akumulasi √
sputum
Keterangan:
1. Keluhan ekstrime
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
3. Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien NIC: Terapi latihan: Ambulasi (0221)
mobilitas fisik menunjukkan hasil: 1. Beri pasien
(00085) NOC: Ambulasi (0200) pakaian yang tidak mengekang
No. Indikator Awal Tujuan 2. Bantu pasien
1 2 3 4 5 untuk menggunakan alas kaki yang
1. (020002) Berjalan memfasilitasi pasien untuk berjalan dan
dengan langkah yang √
mencegah cedera
efektif 3. Sediakan
2. (020003) Berjalan tempat tidur berketinggian rendah, yang
√
dengan pelan sesuai
3. (020004) Berjalan 4. Tempatkan
dengan kecepatan √ saklar posisi tempat tidur di tempat
sedang yang mudah dijangkau
5. Dukung
4. (020005) Berjalan pasien untuk duduk di tempat tidur, di
√
dengan cepat samping tempat tidur atau di kursi,
5. (020006) Berjalan sebagaimana yang dapat ditoleransi
√ pasien
menaiki tangga
6. Bantu pasien
6. (020007) Berjalan untuk perpindahan, sesuai kebutuhan
√
menuruni tangga 7. Sediakan alat
bantu (tongkat, walker, atau kursi roda)
7. (020014) Berjalan
√ untuk ambulasi, jika pasien tidak stabil
mengelilingi kamar
8. ( 020015 Berjalan
√
mengelilingi rumah
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien NIC: Perawatan luka (3660)
integritas kulit menunjukkan hasil: 1. Angkat
(00046) NOC: Integritas jaringan: Kulit dan membran mukosa (1101) balutan dan plester perekat
Tujuan 2. Cukur
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 rambut di sekitar daerah yang terkena,
1. (110101) Suhu, √ sesuai kebutuhan
2. (110103) Elastisitas √
3. Monito
3. (110104) Hidrasi √
r karakteristik Iuka, termasuk drainase,
(110113) Integritas
4. √ warna, ukuran, dan bau
kulit
(110115) Lesi pada 4. Bersih
5. √ kan dengan normal saline atau
kulit
6. (110121) Eritema √ pembersih yang tidak beracun, dengan
7. (110124) Nekrosis √ tepat
5. Berika
Keterangan: n rawatan insisi pada Iuka, yang
1. Sangat terganggu diperlukan
2. Banyak terganggu 6. Berika
3. Cukup terganggu n perawatan ulkus pada kulit, yang
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu diperlukan
7. Oleska
n salep yang sesuai dengan kulit/lesi
8. Berika
n balutan yang sesuai dengan jenis Iuka
9. Pertaha
nkan teknik balutan steril ketika
melakukan pewatan Iuka, dengan tepat
10. Ganti
balutan sesuai dengan jumlah eksudat
dan drainase
11. Periksa
Iuka setiap kali perubahan balutan
12. Reposi
si pasien setidaknya setiap 2 jam,
dengan tepat
5. Mual (00134) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien NIC: Manajemen mual (1450)
menunjukkan hasil: 1.
NOC: Mual dan muntah: Efek yang mengganggu (2106) Dorong pasien untuk memantau
Tujuan pengalaman diri terhadap mual
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 2.
(210601Asupan Dorong pasien untuk belajar strategi
1. √
cairan menurun mengatasi mual sendiri
(2106028) Asupan 3.
2. √
makanan menurun Observasi tanda-tanda nonverbal dari
(210604) Perubahan ketidaknyamanan
3. √
keseimbangan cairan 4.
(210608) Penurunan Dapatkan riwayat diet pasien seperti
4. √
berat badan makanan yang disukai dan yang tidak
5. (210609) Malaise √ disukai
(210612) Gangguan 5.
6. √
aktivitas fisik
Evaluasi dampak dari pengalaman mual
(210613) Tidur
7. √ pada kualitas hidup (misalnya, nafsu
terganggu
(210622) makan, aktivitas, prestasi kerja,
8. √ tanggung jawab peran, dan tidur)
Ketidakberdayaan
Identifikasi faktor-faktor yang dapat
Keterangan: menyebabkan atau berkontribusi
1. Parah terhadap mual (misalnya, obat-obatan
2. Banyak dan prosedur)
3. Cukup 6.
4. Sedikit
Pastikan bahwa obat antiemetik yang efektif
5. Tidak ada
diberikan untuk mencegah mual
7.
Kendalikan faktor-faktor lingkungan yang
mungkin membangkitkan mual
(misalnya, bau yang tidak
menyenangkan, suara, dan stimulasi
visual yang tidak menyenangkan
8.
Kurangi atau hilangkan faktor-faktor yang
bersifat personal yang memicu atau
meningkatkan mual (kecemasan, takut,
kelelahan, dan kurangnya pengetahuan)
9.
Ajari penggunaan teknik nonfarmakologi
(misalnya, biofeedback, hipnosis,
relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi
musik, distraksi, akupresur) untuk
mengatasi mual
10.
Tingkatkan istirahat dan tidur yang cukup
untuk memfasilitasi pengurangan mual
11.
Lakukan kebersihan mulut sesering
mungkin untuk meningkatkan
kenyamanan
12.
Monitor asupan makanan terhadap
kandungan gizi dan kalori
13.
Timbang berat badan secara teratur
A. Discharge Planning
Beberapa anjuran yang diberikan pada pasien CVA ICH adalah:
1. Istirahat
dan tirah baring yang cukup dengan posisi semifowlar atau bisa
dengan diganjal dengan bantal
2. Ciptakan
suasana lingkungan yang aman, nyaman, tidak bising, tidak
panas dan bersih
3. Makan
dan minum sesuai diet yang dilakukan
4. Hindari
terjadi CVA ICH yang kedua kalinya
5. Keluarga
selalu melakukan perawatan diri untuk menjaga kebersihan
badan, gigi dan mulut
6. Segera
bawa ke rumah sakit jika terjadi tanda dan gejala yang tidak
tertahankan
DAFTAR PUSTAKA