Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE


HEMORAGIK INTRACEREBRAL HAEMORRHAGE (ICH)
DI RUANG MELATI RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Sari Mulianingrum, S.Kep
NIM 192311101081

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan


Stroke Hemoragik Intra Cerebralhaemorrhage (ICH) di Ruang Melati RSD dr.
Soebandi Jember telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Melati

Jember, Januari 2020

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Melati
Universitas Jember RSD dr. Soebandi

Akhmad Zainur Ridla., S.Kep., MAdVN Ns. Umayanah, S.Kep.


NRP. 7600 19007 NIP. 19770611 200604 2 020
BAB 1. KONSEP TEORI

1.1 Anatomi
A. Otak
Otak merupakan pusat kendali seluruh fungsi organ tubuh manusia, atau dapat
dikatakan sebagai organ yang bekerja mengkoordinasikan seluruh hal yang
terjadi pada tubuh manusia, seperti kepribadian,, metabolisme, tekanan darah,
emosi, hormon, ingatan (Wibowo, 2015) . Apabila otak mengalami kelainan
maka akan mempengaruhi aktifitas tubuh. Berikut merupakan anatomi dan
fungsi otak :

Gambar 1.1 Anatomi otak manusia


Secara garis besar anatomi otak manusia dibagi menjadi empat bagian utama
yang sangat mempengaruhi konerja otak, yaitu:

1. Otak besar (Cerebrum)


2. Otak kecil (Cerebellum)
3. Batang otak (Brainstem)
4. Sistem Limbik (Lim)

a. Otak Besar (Cerebrum)


Otak besar terletak pada bagian depan dan yang paling menonjol dari otak
depan yang memiliki fungsi untuk mengatur semua aktivitas mental yang
berkaitan dengan kepandaian (intelegensia), ingatan (memori), kesadaran dan
pertimbangan. Otak besar (Cerebrum) terbagi menjadi empat bagian utama
yang sering disebut lobus, yaitu lobus pariental, lobus frontal, lobus Occipital,
dan lobus temporal (Pearce, 2016).

Gambar 1.2 Bagian-bagian dalam otak besar

1) Lobus Pariental merupakan bagian dari cerebrum yang terletak ditengah,


memiliki fungsi yang berhubungan dengan sensor perasaan. Memberikan
respon jika terdapat sentuhan, tekanan, rasa sakit, dan bahagia.
2) Lobus Frontal merupakan bagian cerebrum yang terletak didepan
cerebrum. Lobus frontal tersebut berkaitan dengan perilaku, kemampuan
motorik, kognitif, kreatifitas, dan kemampuan dalam menyelesaikan
masalah
3) Lobus occipital merupakan bagian cerebrum yang terletak dibelakang.
Lobus tersebut berkaitan dengan rangsangan visual yang memungkinkan
manusia untuk melakukan penafsiran terhadap objek yang diterima oleh
retina mata
4) Lobus temporal merupakan bagian cerebrum yang terletak dibagian
bawah. Lobus tersebut berhubungan dengan kemampuan pendengaran
dan juga berkaitan dengan kemampuan memaknai bahasa dan suara.
b. Otak kecil (Cerebellum)
Cerebellum memiliki fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang
terjadi secara sadar, kesinambungan dan posisi tubuh. Permukaan luas
cerebellum berlipat-lipat menyerupai cerebrum tapi lipatan lebih kecil dan
lebih teratur, permukaan cerebellum ini mengandung zat kelabu. Apabila
terjadi benturan maka akan mengganggu kemampuan untuk menggerakkan
otot dan tulang, kesukaran untuk menelan karena tidak dapat respon dari otot
yang menggerakkan lidah dan rahang (Lemana, 2017).

Gambar 1.3 Otak kecil (Cerebellum)


Adapun fungsi dari cerebellum yaitu:
1) Archicerebellum (vestibulocerebellum) serabut aferen berasal dari telinga
dalam diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan
rangsangan pendengaran ke otak.
2) Paleocerebellum (spinocerebellum) sebagai pusat penerima implus dari
reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (nervus
trigeminus) kelopak mata, rahang atas dan bawah serta otot pengunyah
3) Neocerebellum (pontocerebellum) korteks cerebellum menerima
informasi tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan
mengatur gerakan sisi badan

c. Batang otak (Brainstem)


Brainstem berada di dalam tengkorak atau kepala rongga dasar dan
memanjang sampa ke tulang belakang atau sumsum tulang belakang. Bagian
yang mengatur fungsi dasar manusia, sepert pernafasan, denyut jantung, suhu
tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar
manusia yang flight or flight (melawan atau lari) saat kedatangan bahaya
(Lemana, 2017). Batang otak terdiri dari tiga bagian:

Gambar 1.4 Batang otak (Brainstem )

1) Mesencephalon atau otak tengah (Mid Brain) yang berfungsi


mengendalikan respon visi, gerakan mata, pembesaran pupil, mengatur
gerakan tubuh dan pendengaran. Struktut otak tengah meliputi
cerebellum, pons, dan saraf otak ke 5.
2) Medulla oblongata merupakan titik awal dari sumsum tulang belakang
yang berfungsi mengontrol fungsi otomatis, seperti detak jantung,
sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan
3) Pons merupakan pusat pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak
bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita
terjaga atau tertidur.
B. Lapisan otak manusia
a. Meningens
Merupakan jaringan pelindung otak yang memisahkan otak dengan tulang
tengkorak. Meningens tersusun atas unsur kolagen dan jaringan fibril yang
elastis serta terdapat cairan bening yang disebut cairan serebrospinal.
Meningens melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah
dan sekresi sejenis cairan, yaitu: cairan serebrospinal yang memperkecil
benturan atau goncangan. Selaput meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan
yaitu (Pearce, 2016):

Gambar 1.4 Lapisan yang melindungi otak


1. Duramater
Durameter atau pacymeninx dibentuk dari jaringan ikat fibrosus. Secara
konvensional durameter ini terdiri dari dua lapis, yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat dengan rapat, kecuali
sepanjang tempat-tempat tertentu terpisah dan membentuk sinus-sinus
venosus (Pearce, 2016).
2. Selaput Arakhnoid
Lapisan ini merupakan suatu membrane yang impermeable halus yang
menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Membrane ini
dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaituspatium subdurale,
dan dari piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal
fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu rongga
atau ruangan yang dibatasi oleh arachnoid di bagian luar dan piameter
pada bagian dalam (Pearce, 2016).
3. Pia mater
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang
belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan
dengan banyak pembuluh darah dan terdiri dari jaringan penyambung yang
halus serta dilalui pembuluh darah yang member nutrisi pada jaringan
saraf. Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir
sebagai end feet dalam piameter untuk membentuk selaput piaglia (Pearce,
2016).

C. Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal. Saraf
kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan tengkorak melalui
lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen). Terdapat 12
pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi.
Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius (III),
troklearis (IV), trigeminus (V), abducens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis
(VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), dan hipoglosus (XII).

Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial


SARAF KRANIAL KOMPONEN FUNGSI
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas, konstriksi
pupil, sebagian besar gerakan
ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter (menutup
rahang dan mengunyah) gerakan rahang
ke lateral
Sensorik 1. Kulit wajah, 2/3 depan kulit kepala,
mukosa mata, mukosa hidung dan
rongga mulut, lidah dan gigi
2. Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen sensorik
dibawa oleh saraf kranial V, respons
motorik melalui saraf kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot
dahi, sekeliling mata serta mulut,
lakrimasi dan salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa, manis,
asam, dan asin)
VIII Cabang Sensorik Keseimbangan
Vestibularis
Cabang koklearis Sensorik Pendengaran
IX Glossofaringeus Motorik Faring: menelan, refleks muntah
Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk rasa
pahit
X Vagus Motorik Faring: menelan, refleks muntah, fonasi;
visera abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah, visera
leher, thoraks dan abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan bagian
atas dari otot trapezius: pergerakan kepala
dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
Sumber: Muttaqin, 2008:17

Gambar 1.5 Saraf Kranial


1.2 Definisi Penyakit
Stroke hemoragik merupakan kondisi pecahnya pembuluh darah di dalam
otak. Stroke hemoragik sering dikaitkan dengan tekanan darah tinggi yang
berlangsung secara terus menerus, atau dapat juga disebabkan pembuluh darah
pada permukaan jaringan otak yang pecah. Darah akan keluar di bawah ruang
arachnoid (ruang antara jaringan otak dan tengkorak) dan menekan jaringan otak.
Selain itu pembuluh darah akan menyempit setelah terjadinya pendarahan,
sehingga dapat mengurangi laju aliran darah (Sutrisno, 2010). Pendarahan di otak
lebih sering terjadi di basal ganglia, serebelum, brainstem (batang otak) dan
korteks (selaput otak). Stroke yang terjadi pada seseorang dapat menyebabkan
kelumpuhan anggota gerak sesisi atau kedua sisi, hal tersebut tergantung pada
lokasi stroke (Sutrisno, 2010).
Intracerebral Hemoragic adalah perdarahan kedalam substansi otak.
Perdarahan ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah
kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto, 2009).
Intracerebral Hemoragic merupakan kondisi adanya bocor atau pecahnya arteri
intraserebral diotak yang kebanyakan disebabkan oleh hipertensi kronis
(Liebeskind, 2017).

1.3 Etiologi
Liebeskind (2017) menjelaskan bahwa eiologi Stroke Intracerebral Hemoragic
meliputi:
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan etiologi paling umum, yang menyebabkan kondisi
pecahnya pembuluh darah dan menghasilkan perdarahan di lokasi yang khas
seperti halnya ganglia basalis, thalamus, serebelum dan pons.
b. Amiloidosis
Amiloidosis serebral mempengaruhi orang yang sudah lanjut usia, dan
menyebabkan 10% perdarahan intracerebral. Pada sedikit kasus, angiopati amiloid
serebral dapat disebabkan oleh mutasi protein prekusor amiloid dan diturunkan
secara autosomal dominan.
c. Koagulopati
Koagulopati didapat secara kongenital maupun aquired. Penyakit ini dapat
menyebabkan perdarahan diatesis. Gangguan koagulasi yang terjadi secara
diturunkan seperti halnya defisiensi faktor VII, VIII, IX, X, dan XII dapat menjadi
predisposisi perdarahan yang berlebihan dan perdarahan intrakranial.
d. Terapi Koagulan
Penggunaan terapi koagulan beresiko meningkatkan terjadinya perdarahan
pada pasien yang memetabolisme wafarin secara tidak efisien. Obat seperti
coumadin, heparin, dan warafin yang digunakan untuk pengobatan jantung dan
kondisi stroke
e. Serangan jantung karena perdarahan
f. Trauma kepala : fraktur tengkorak dan luka penetrasi (luka tembak) dapat
merusak arteri dan menyebabkan perdarahan.
g. Merokok
h. Kehamilan eklampsia

1.4 Manifestasi Klinik


Intracerebral hemorrhage diawali dengan sakit kepala berat, seringkali
selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan
ringan atau tidak ada dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi
memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan
tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu
atau hilang. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil dan kehilangan
kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.
Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intracerebral Hemoragic
yaitu :
a. Bila perdarahan ke kapsula interna dapat ditemukan hemiparese
kontralateral, hemiplegia, koma
b. Perdarahan luas di serebelum akan ditemukan ataksia serebelum
(gangguan koordinasi), nyeri kepala di oksipital, vertigo, nistagmus dan
disartri.
c. Perdarahan terjadi di pons, maka akan ditemukan kuadriplegik dan
flaksid, pupil kecil, depresi pernafasan, hipertensi, febris, penurunan
kesadaran dengan cepat tanpa didahului sakit kepala, vertigo,
mual/muntah.
d. Perdarahan di talamus, defisit hemisensorik, hemiparasis, afasia.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.

1.5 Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-
aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-
kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang
dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak.
Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan
menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik,
sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak
sedangkan O2 diperoleh dari darah, apabila suplay O2 terputus 8-10 detik akan
terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi
yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat
meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain yang
tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak
baik secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan
konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin,
2009).

1.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi menurut (Sutrisno, 2010) adalah:
a) Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima
akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b) Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki
aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari
untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
c) Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran
darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak
konsisten dan penghentian trombus lokal.

1.7 Pemeriksaan khusus dan penunjang


Menurut American Heart Association (2014); Zuccarello (2013) pemeriksaan
penunjang untuk ICH adalah:
a. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak, menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
b. Laboratorium
c. EKG
Pemeriksaan EKG dapat membantu menentukan apakah terdapat disritmia,
yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang dapat ditemukan
adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta perpanjangan QT.
d. CT Scan
Perdarahan dan infark serebral tidak dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan
klinis atau pemeriksaan cairan serebrospinal (LCS), melainkan memerlukan CT
scan/MRI. Pada CT scan memperhatikan adanya edema, hematoma.

e. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada


thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan
iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial.
Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya
proses inflamasi.
f. Angiografi
Angiografi berfungsi untuk menyelidiki keadaan normal dan patologis dari
sistem penyempitan dan obstruksi lumen terutama atau pelebaran aneurismal.
Selain kondisi tumor, malformasi arteriovenosa (AVM) dan fistula arteriovenosa
(aVF) atau sumber perdarahan diselidiki dengan angiografi.
1.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non farmakologis
Penatalaksanaan non farmakologis yaitu berupa tindakan darurat sambil
berusaha mencari penyebab dan penatalaksanaan yang sesuai dengan penyebab.
Penatalaksanaan umum ini meliputi, memperbaiki jalan napas dan
mempertahankan ventilasi, menenangkan pasien, menaikkan atau elevasi kepala
pasien 30º yang bermanfaat untuk memperbaiki drainase vena, perfusi serebral
dan menurunkan tekanan intrakranial, atasi syok, mengontrol tekanan rerata
arterial, pengaturan cairan dan elektroklit, monitor tanda-tanda vital, monitor
tekanan tinggi intrakranial, dan melakukan pemeriksaan pencitraan menggunakan
Computerized Tomography untuk mendapatkan gambaran lesi dan pilihan
pengobatan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu berupa pemeriksaan tekanan
darah, pemeriksaan jantung, dan neurologi (Affandi & Reggy, 2016).

b. Terapi farmakologi
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari Stroke Ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-
obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
1. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
2. Pengendalian kejang pada pasien stroke dilakukan dengan memberikan
diazepam dan antikonvulsan profilaksi pada stroke perdarahan
intraserebral, dan untuk pengendalian suhu dilakukan pada pasien stroke
yang disertai dengan demam.
3. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok (Affandi & Reggy, 2016).
Clinical Pathway

Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, hipertensi, malformasi arteri venosa, aneurisma, distrasia darah, obat,
merokok, makanan berlemak

Pecahnya pembuluh darah otak (perdarahan intracerebral)

Darah masuk ke dalam jaringan otak

Penatalaksanaan:
Kraniotomi Darah membentuk massa atau Hemoragic

Ketidakefektifan
Luka insisi Masuknya Peningkatan
perfusi jaringan otak
pembedahan mikroorganisme tekanan intrakranial

Sel melepaskan Gangguan aliran


mediator nyeri: darah dan
prostaglandin, Resiko Infeksi oksigen ke otak
sitokinin Kelemahan Hambatan Defisit
Fungsi otak otot mobilitas perawatan
penurunan menurun progresif fisik diri
Impuls ke pusat
kesadaran
nyeri di otak
Hambatan Hambatan
Gangguan nervus Afasia dan
disfagia komunikasi interaksi sosial
Somasensori Resiko jatuh glosofaring, vagus,
korteks otak: nyeri hipoglosus (IX,X,XII) verbal
dipersepsikan Refleks Ketidakseimbangan
Bed rest yang Risiko kerusakan integritas menelan Gangguan nutrisi kuraang dari
cukup lama kulit menurun menelan kebutuhan tubuh
Nyeri
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian Umum
a. Identitas klien
1) Nama: mengetahui identitas klien
2) Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia meningkat pada
usia lanjut
3) Jenis kelamin:
4) Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
5) Pekerjaan: pekerjaan yang meningkatkan TIK dapat memicu lebih
banyak terjadinya misalnya pekerjaan mengangkat beban berat setiap
harinya
6) Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami
proses penyakit
7) Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri
8) Alamat: mengetahui identitas klien
9) Tanggal MRS: mengetahui identitas klien
10) Diagnosa medis: IntraCerebral Hemorraghae (ICH)
b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan
seperti nyeri kepala, pernah pingsan sebelumnya, separuh badan, sulit bicara,
mulut mencong atau tidak simetris, penurunan kesadaran.
d. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan setengah badan atau gangguan fungsi
otak yang lain (Siti Rochani, 2000).
e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan sehari-
hari klien mengkonsumsi rokok ataupun obat-obatan antikoagulan.
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat
perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
2) Pola nutrisi dan metabolisme, adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
3) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
5) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk
istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
6) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara.
7) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
8) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada
muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan proses berpikir.
9) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
10) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
2. Pengkajian Fisik
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas
tambahan yang apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya
gangguan airway.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
c) Feel (raba)
2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan
dinding dada yang adekuat.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada.
Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau
hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi
tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak
memastikan adanya ventilasi yang adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik-tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan
balut tekan pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal
MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa,
biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu
mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak.
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang
menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan
selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan
secara log-rolling dengan harus menghindari terjadinya hipotermi
(America College of Surgeons ; ATLS)
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut,
tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan,
fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid,
trakea), mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasidilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit
pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan,
kesimetrisan.
Perkusi perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak)
yang terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran
udara.
3) Kardiovaskuler
Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi
jantung mulai area aorta, area pulmonal, area trikuspidalis, area
apikal dan area epigastrik
Perkusi dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung.
Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area
jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat
pada hasil foto torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai Hemoragic, ”bruit dan thrill”.
5) Pemeriksaan sistem neurologis
a) Tingkat Kesadaran
(1) Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat
kewasapadaan.
- CM → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
- APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
- LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
- DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
- SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mau tidur →
dirangsang bangun lalu tidur kembali
- KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
(2) Kuantitatif yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS)
- Respon membuka mata ( E = Eye )
a) Spontan (4)
b) Dengan perintah (3)
c) Dengan nyeri (2)
d) Tidak berespon (1)
- Respon Verbal ( V= Verbal )
a) Berorientasi (5)
b) Bicara membingungkan (4)
c) Kata-kata tidak tepat (3)
d) Suara tidak dapat dimengerti (2)
e) Tidak ada respons (1)
- Respon Motorik (M= Motorik )
a) Dengan perintah (6)
b) Melokalisasi nyeri (5)
c) Menarik area yang nyeri (4)
d) Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
e) Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
f) Tidak berespon (1)
6) Pemeriksaan 12 saraf kranial (Muttaqin, 2008)
Saraf I (N.Olfaktorius)
Biasanya pada klien ICH tidak dapat menginterpretasi bau
dengan baik.
Saraf II (N.Optikus)
Ketajaman penglihatan tidak normal terjadi ketidakmampuan
melihat karena penurunan kesadaran.
Saraf III, IV & VI (N.Okulomotor, N.Troklearis, N.Abdusen)
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien ICH yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasnya tanpa kelainan. Pada
pasien dengan penurunan tingkat kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan biasanya
pupil akan lenyap.
Saraf V (N.Trigeminus)
Umumnya ditemukan paralisis pada otot wajah dan refleks
kornea biasanya tejadi kelainan.
Saraf VII (N.Fasialis)
Bisa terjadi ketidaksimetrisan atau lumpuh pada salah satu sisi
wajah. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada
berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara
lambat.
Saraf VIII (N.Vestibulo-Koklearis)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X (N.Glosofaringeus dan N.Vagus)
Terjadi reflek mual dan muntah.
Saraf XI (N.Aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk (rigiditas nukal).
Saraf XII (N.Hipoglosus)
Lidah simetris terjadi deviasi pada satu sisi dan terdapat
fasikulasi (kedutan) dan indra pengecapan dan tidak dapat
berbicara.
7) Macam Reflek Patologis
No. Nama Reflek Gambar Penilaian

1. Babinski Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

2. Hoffman Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

3. Tromner Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

4. Wartenberg Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
5. Chaddoks Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

6. Oppenheim Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

7. Gordon Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

8. Schaeffer Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
8) Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal
a) Kaku kuduk:
Cara: Pasien tidur telentang tanpa
bantal.Tangan pemeriksa ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang
berbaring, kemudian kepala ditekukan (
fleksi) dan diusahakan agar dagu
mencapai dada. Selama penekukan
diperhatikan adanya tahanan. Bila
terdapat kaku kuduk kita dapatkan
tahanan dan dagu tidak dapat mencapai
dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
Hasil pemerikasaan: Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat
menyentuh sternum, atau fleksi leher  normal. Adanya rigiditas leher
dan keterbatasan gerakan fleksi leher  kaku kuduk
b) Brudzinski I
Cara: Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan
pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan
sehingga dagu menyentuh dada.

Hasil Pemeriksaan:Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul
dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.
c) Kernig :
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai
membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila terdapat
tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka
dikatakan kernig sign positif.

d) Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang
difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada
sendi panggul.
Hasil Pemeriksaan: Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi
tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini
postif.

c. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai
darah ke otak menurun
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan sensasi rasa, ketidakmampuan memakan makanan,
tonus otot menurun
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketrampilan
motorik, penurunan rentang gerak, kesulitan membolak balik posisi,
gerakan tidak terkoordinasi, intoleran aktivitas, penurunan kekuatan
otot, penurunan ketahanan tubuh
6. Gangguan menelan berhubungan dengan ganggaun saraf kranial
7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
9. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ketidakmampuan
menjangkau kamar mandi, ketidakmampuan mengenakan dan
melepaskan atribut pakaian, ketidakmampuan memasukkan makan
kemulut, ketidakmampuan eliminasi
10. Resiko jatuh berhubungan dengan hanbatan mobilitas
11. .Stress berlebihan yang berhubungan dengan gangguan fungsi tubuh
yang ditandai dengan stressor, sumber daya tidak cukup.
12. Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan ketidakpuasan
dengan hubungan sosial yang ditandai dengan hambatan mobilitas fisik.
13. Risiko hambatan religiusitas yang berhubungan dengan strategi koping
tidak efektif yang ditandai dengan hospitalisasi
d. Rencana tindakan keperawatan
No. Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

1. Risiko ketidakefektifan NOC : NIC


Perfusi Jaringan otak Status Neurologi (0909) Monitor Neurologi (2620)
(00201) 1. Monitor tingkat kesadaran
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
2. Monitor tanda-tanda vital : suhu, tekanan darah,
selama 3 x 24 jam perfusi jaringan otak
denyut nadi, dan respirasi
membaik dengan kriteria hasil:
3. Monitor kesimetrisan wajah
1. Kesadaran membaik
4. Monitor karakteristik berbicara : kelancaran,
2. Mampu mengontrol motorik sentral
adaya aphasia, atau kesulitan menemukan kata
3. mampu melakukan fungsi sensorik
5. Monitor respon terhadap stimulasi : verbal, taktil,
dan motorik kranial
dan (respon) bahaya
4. Komunkasi yang tepat dengan
6. Monitor paresthesia : mati rasa dan kesemutan
situasi
2. Ketidakefektifan pola NOC NIC
nafas (00032) Manajemen jalan nafas (3140)
Status pernafasan (0415)
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Status pernafasan: ventilasi (0403) 2. Monitor status pernafasan dan oksigensi
3. Motivasi pasien untuk bernafas pelan
Status pernafasan (kepatenan jalan
Monitor pernafasan (3350)
nafas) (0410)
4. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kesulitan bernafas
selama 3x24 jam, pola nafas pasien 5. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, dan
kembali efektif dengan kriteria hasil: penggunaan otot bantu nafas
1. Frekuensi nafas normal (16-20 6. Monitor suara nafas
x/menit) 7. Monitor pola nafas (bradipneu, takipneu,
2. Irama pernafasan reguler hiperventilasi, kusmaul)
3. Tidak menggunakan otot bantu 8. Monitor saturasi oksigen
pernafasan Monitor tanda-tanda vital (6680)
4. Retraksi dinding dada 9. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
5. Tidak terdapat pernafasan bibir pernafasan dengan tepat
6. Tidak terdapat sianosis
7. Tidak terdapat suara nafas tambahan
3. Nyeri akut (00132) NOC NIC
Kontrol nyeri (1605)
Manajemen nyeri (1400)
Tingkat nyeri (2102)
Kepuasan klien: manajemen nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
(3016) (lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
selama 3x24 jam, nyeri akut pasien 3. Pastikan analgesik dipantau dengan ketat
kembali normal dengan kriteria hasil: 4. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan
1. Pasien dapat mengenali kapan nyeri Terapi relaksasi (6040)
terjadi
5. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti
2. Pasien mampu menyampaikan faktor
nafas dalam dan musik
penyebab nyeri
6. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
3. Mampu menyampaikan tanda dan
Pemberian analgesik (2210)
gejala nyeri
4. Penurunan skala nyeri 7. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
5. Ekspresi wajah tidak mengerang dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
meringis kesakitan 8. Cek adanya riwayat alergi obat
6. Nyeri terkontrol 9. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesik yang diresepkan
4. Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC
kurang dari kebutuhan
Status nutrisi (1004) Manajemen nutrisi (1100)
tubuh (00002)
Status nutrisi: asupan nutrisi (1009) 1. Monitor intake makanan dan cairan pasien
2. Ciptakan lingkungan yang optimal saat
Nafsu makan (1014)
mengonsumsi makanan (bersih dan bebas dari bau
Setelah dilakukan tindakan keperawatan yang menyengat)
selama 3x24 jam, intake nutrisi pasien 3. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan
adekuat dengan kriteria hasil: favorit pasien (yang tidak berbahaya bagi
kesehatan pasien)
1. Asupan makanan secara oral
4. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
meningkat (porsi makan habis)
5. Beri dukungan (kesempatan untuk membicarakan
2. Asupan cairan secara oral meningkat
perasaan) untuk meningkatkan peningkatan
3. Nafsu makan meningkat
makan
4. Ekspresi wajah tidak meringis
6. Anjurkan pasien menjaga kebersihan mulut
7. Kolaborasi pemberian obat
Monitor nutrisi (1160)

8. Timbang berat badan pasien


9. Monitor turgor kulit dan mobilitas
10. Monitor adanya mual dan muntah
5. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
(00085) Koordinasi pergerakan(0212)
Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
setelah dilakukan perwatan selama 3 x
1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi
24 jam mobilitas fisik pasien membanik
mobilisasi sesuai indikasi
dengan kriteria hasil:
2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
1. Dapat mengontrol kontraksi penyebab nyeri otot atau sendi
pergerakkan 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
2. Dapat melakukan kemantapan mengembangkan peningkatan mekanika tubuh
pergerakkan sesuai indiksi
3. Dapat menahan keseimbangan Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
pergerakkan
4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
fisiologis, dan konsekuensi dari
penyalahgunaannya
5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk terlibat dalam latihan otot progresif
6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
latihan menurut lefel kebugaran dan ada atau
tidaknya faktor resiko
7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
8. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)

9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya


terhadap fungsi sendi
10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
6. Gangguan menelan NOC NIC
(00103) Status menelan (1010) Pencegahan aspirasi (3200)
Pencegahan aspirasi (1918)
1. Monitor kesadaran, reflek batuk, dan kemampuan
Setelah dilakukan perawatan selama
menelan
3x24 jam fungsi menelan pasien
2. Skrining adanya disfagia
membaik dengan kriteria hasil:
3. Monitor status pernafasan
1. Tidak terdapat sisa makanan di
4. Potong makanan menjadi potogan-potongan kecil
mulut
Terapi menelan (1860)
2. Kemampuan mengunyah
3. Reflek menelan sesuai dengan 5. Ajari pasien mengucapkan kata “ash” untuk
waktunya meningkatkan elevasi langit-langit halus
4. Penerimaan makanan 6. Instruksikan pasien tidak bicara saat makan
5. Mempertahankan kebersihan mulut 7. Sediakan permen tusuk atau loli untuk dihisap
6. Memilih makanan sesuai dengan pasien dengan tujuan meningkatkan kekuatan
kemampuan menelan lidah
7. Memilih makanan dan cairan dengan 8. Monitor tanda dan gejala aspirasi
konsistensi yang tepat
7. Hambatan Komunikasi NOC NIC
Verbal (00051)
Status Neurologi : Peningkatan Komunikasi: kurang bicara (4976)
Sensorikranial/Fungsi Motoric (0913)
1. Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologi
Setelah dilakukan perawatan selama terkait dengan kemampuan berbicara (misalnya
3x24 jam, klien menunjukkan memori, pendengaran, dan bahasa)
melakukan komunikasi dengan baik 2. Monitor pasien terkait dengan perasaan frustasi,
dengan kriteria hasil: kemarahan, depresi, atau respon-rspon lain
disebabkan karena adanya gangguan kemampuan
1. Dapat berbicara
berbicara
2. Dapat menggerakkan otot wajah
3. Kenali emosi dan perilaku fisik (pasien) sebagai
3. Terlihat wajaah simetris
bentuk komunikasi
4. Sediakan metode alternatif untuk berkomunikasi
dengan berbicara (misalnya menulis di meja,
menggunakan kartu, kedipan mata, papan
komunikasi dengan gambar dan huruf, tanda
dengan tangan atau postur, dan menggunakan
computer)
5. Ulangi apa yang disampaikan pasien untuk
menjamin akulturasi
8. Kerusakan integritas kulit NOC NIC
(00046) Intregitas jaringan: kulit dan membran
Perawatan Luka Tekan (3520)
mukosa (1101)
Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan pasien dan keluarga akan adanya tanda
keperawatan selama 2 x 24 jam kulit pecah-pecah
diharapkan integritas kulit tetap 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
terjaga dengan kriteria hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
1. Integritas kulit yang baik bisa kering
dipertahankan (sensasi, elastisitas, 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
temperatur, hidrasi, pigmentasi) jam sekali
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
3. Perfusi jaringan baik 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
4. Menunjukkan pemahaman dalam yang tertekan
proses perbaikan kulit dan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
mencegah terjadinya cedera 8. Monitor status nutrisi pasien
berulang 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Pengecekan kulit (3590)

10. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan


adanya kemerahan
11. Amati warna, bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
dan ulserasi pada ekstremitas
12. Monitor warna dan suhu kulit
13. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
14. Monitor infeksi terutama daerah edema
15. Ajrkan anggota keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan
tepat
9. Defisit perawatan diri NOC NIC
(00108) Bantuan perawatan diri: mandi/kebersihan (1801)
Perawatan diri: mandi (0305)
1. Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan
Perawatan diri: kebersihan (0301)
tepat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Fasilitasi pasien untuk seka dengan tepat
selama 2x24 jam diharapkan perawatan 3. Monitor kebersihan kuku
diri pasien: mandi tidak mengalami 4. Monitor integritas kulit
gangguan dengan kriteria hasil: 5. Jaga kebersihan secara berkala
6. Dukung keluarga berpartisipasi dalam
1. Keluarga mampu melakukan
mempertahankan kebersihan dengan tepat
2. Mencuci tangan pasien
3. Membersihkan telinga
4. Menjaga kebersihan untuk
kemudahan bernafas
5. Mempertahankan kebersihan mulut
6. Memperhatikan kuku jari tangan
7. Memperhatikan kuku jari kaki
Mempertahankan kebersihan tubuh
10. Resiko Jatuh (00155) NOC NIC
Resiko Trauma Pencegahan Jatuh (6490)
1. Mengidentifikasi deficit kognitif atau fisik pasien
Resiko Terluka
yang dapat meningkatkan potensi jatuh dalam
Setelah dilakukan tindakan keperawatan lingkungan tertentu
selama 2x 24 jam tidak terjadi jatuh 2. Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang
pada pasien dengan kriteria hasil : mempengaruhi risiko jatuh
1. Kemampuan untuk mempertahankan 3. Sarankan perubahan dalam gaya berjalan kepada
ekuilibrium pasien
2. Otot mampu melakukan gerakan 4. Mendorong pasien untuk menggunkan tongkat
yang bertujuan atau alat pembantu berjalan
3. Tidak ada kejadian jatuh 5. Ajarkan pasien bagaimana jatuh untuk
meminimalkan cedera
6. Kunci roda dari kursi roda,tempat tidur, atau
brankar selama transfer pasien
7. Menandai ambang pintu dan tepi langkah sesuai
kebutuhan
8. Membantu ke toilet seringkali, interval
dijadwalkan
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan.
Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:

1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.


2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi

f. Discharge Planning (NIC: 150)


a. Kaji kemampuan klien untuk meninggalkan RS
b. Kolaborasikan dengan terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan
lain tentang kebelanjutan perawatan klien di rumah
c. Identifikasi bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau
petugas kesehatan di rumah klien) mengetahui keadaan klien
d. Identifikasi pendidikan kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien yaitu
hindari penyebab peningkatan TIK, kontrol tekanan darah dengan diet
hipertensi dan gaya hidup sehat, hindari benturan pada kepala, dan
mengenali tanda dan gejala timbulnya perdarahan serebral.
e. Komunikasikan dengan klien tentang perencanaan pulang
f. Dokumentasikan perencanaan pulang
g. Anjurkan klien untuk melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2014. Recent Developments in the Acute Treatment


of Intracerebal Hemorrhage.[serial online].
https://www.heart.org/idc/groups/heart-public/@wcm/@fda/documents/d-
ownloadable/ucm_464340.pdf .
Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M., Wagner,
Cheryl M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi Keenam
Edisi Bahasa Indonesia. Editor Nurjannah, Intansari dan Tumanggor, Roxsana
Devi. Indonesia: CV. Mocomedia..
Chakrabarty, A. & Shivane A. 2008. “Pathology of Intracerebral Hemorrhage”.
ACNR. Vol. 8 (1): 20-21.
Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dastur, C. K. dan W. Yu. 2017. Current management of spontaneous intracerebral
haemorrhage. 21–29.
Lemana, R., G. Hanna., A. Rizky. 2017. Fisiologi Dasar Untuk Mahasiswa
Farmasi, Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta: Budi Utama
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth.
2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes
Kesehatan. Edisi Kelima Edisi Bahasa Indonesia. Editor Nurjannah, Intansari
dan Tumanggor, Roxsana Devi. Indonesia: CV. Mocomedia.
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA International. 2018. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC
Pearce, C. Evelyn. 2016. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Indonesia
Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Sutrisno, Alfred. 2010. Stroke (You Must Know Before You Get It!). Jakarta:
Gramedia.
Wibowo, S. Daniel. 2015. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Gramedia
Widiasarana.
Zuccarello, M. 2013. “Intracerebral Hemorrhage (ICH)” University of Cincinnati
Department of Neurosurgery. Ohio: Mayfield Clini

Anda mungkin juga menyukai