Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIDROSEFALUS


DI RUANG GARDENA RUMAH SAKIT DAERAH dr. SOEBANDI

oleh
Ifka Wardaniyah, S. Kep
NIM 192311101084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hidrosefalus di


Ruang Gardena Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi telah disetujui dan disahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Gardena RSD dr. Soebandi

Jember, 2019

Mahasiswa

Ifka Wardaniyah, S.Kep.


NIM 192311101084

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Gardena
Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Mengetahui,
Kepala Ruang Gardena
RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Suparman, S.Kep


NIP. 19760412 2006041014

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan disusun oleh:

Nama : Ifka Wardaniyah, S. Kep


NIM : 192311101084

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari, tanggal :
Tempat : Ruang Gardena RSD dr. Soebandi

Jember, 2019

FAKULTAS KEPERAWATAN

Mengetahui, PJMK,
Koordinator Profesi Ners,

Ns. Erti Ikhtiarini D. S.Kep., M.Kep. Sp.Kep.J Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB
NIP. 19811028 200604 2 002 NIP. 19810319 201404 1 001

Menyetujui,
Wakil Dekan I

Ns.Wantiyah, M. Kep
NIP. 19810712 200604 2 001

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................ Error! Bookmark not defined.


LEMBAR PENGESAHAN ..................................................... iError! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iv
LAPORAN PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Konsep Teori ......................................................................................................................... 1
1. Anatomi Fisiologi ........................................................................................................... 1
2. Definisi ........................................................................................................................... 5
3. Epidemiologi ................................................................................................................... 5
4. Etiologi ........................................................................................................................... 5
6. Patofisiologi/Patologi ...................................................................................................... 6
7. Manifestasi Klinis ........................................................................................................... 7
8. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................... 8
9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi ....................................................... 9
B. Clinical Pathway.................................................................................................................. 10
C. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................................................ 11
D. Discharge Planning ............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 177

iv
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Anatomi Fisiologi Tengkorak Kepala

Gambar 1.Anatomi Tengkorak Kepala


a. Tengkorak
Tulang tengkorak merupakan struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak,
terdiri dari tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan:
lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang
kuat sedangkan etmoid merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam
membentuk rongga/fosa; fosa anterior di dalamnya terdapat lobus frontalis, fosa tengah
berisi lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fosa posterior berisi otak tengah dan
sereblum (Pearce, 2008)

Gambar 2. Lapisan mecranium

1
1) Meningen
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningia yang melindungi struktur saraf
yang halus itu, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu: cairan
serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan. Selaput meningen menutupi
terdiri dari 3 lapisan yaitu (Pearce, 2008):
a) Durameter
Durameter secara konvensional terdiri dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan
ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak
melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial
ruang subdural yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang
berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan
subdural.
b) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang
meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh
ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari piamater oleh spatium
subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan subarakhnoid
umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
c) Piameter
Piameter melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piameter adalah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam
sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu
dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga
diliputi oleh pia mater.

b. Otak
Menurut Price (2005), otak terdiri dari 3 bagian, antara lain yaitu:
1) Cerebrum
Cerebrum atau otak besar terdiri dari dari 2 bagian, hemispherium serebri kanan dan
kiri. Setiap henispher dibagi dalam 4 lobus yang terdiri dari lobus frontal, oksipital, temporal
dan pariental. Yang masing-masing lobus memiliki fungsi yang berbeda, yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik
misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu. Lobus frontalis
juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. daerah tertentu pada lobus
frontalis bertanggung jawab terhadap aktivitas motoric tertentu pada sisi tubuh yang
berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung
kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika
hanya mengenai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku
yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah
ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan
2
kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau
samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan,
kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam.
b) Lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur
dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan
dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan
posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya.
Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi
tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya
kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan keadaan ini disebut ataksia
dan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi
kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya
atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal
dengan baik misalnya, bentuk kubus atau jam dinding. Penderita bisa menjadi
linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan
sehari- hari lainnya.
c) Lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan
mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami
suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta
menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan
menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus
temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal
dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan
bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan,
akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat
kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.
d) Lobus oksipital
Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini otomatis akan
kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan.

2) Cerebellum
Terdapat dibagian belakang sophag menepati fosa serebri posterior dibawah
lapisan durameter. Cerebellum mempunyai aksi yaitu merangsang dan menghambat
serta mempunyai tanggunag jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus.
Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan posisi dan
mengintegrasikan input sensori.

3) Brainstem
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan sophag oblongata. Otak tengah
midbrain/ensefalon menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer sereblum.
Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik, sebagai pusat reflek pendengaran dan
penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan sophag, serta
merupakan jembatan antara 2 bagian sereblum dan juga antara medulla dengan

3
serebrum. Pons berisi jarak sensorik dan motorik. Medula oblongata membentuk
bagian inferior dari batang otak, terdapat pusat-pusat otonom yang mengatur fungsi-
fungsi vital seperti pernafasan, frekuensi jantung, pusat muntah, tonus vasomotor,
reflek batuk dan bersin.

Gambar 3. Anatomi ventrikel otak


Ruangan cairan serebrospinal mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri
dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruangan subaraknoid yang
meliputi seluruh susunan saraf. Cairan serebrospinal yang dibentuk di dalam sistem ventrikel
oleh pleksus koroidalis kembali ke peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan
arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan
ruang subarachnoid adalah melalui foramen Magendie di median dan foramen Luschka di
sebelah lateral ventrikel IV.
Cairan serebrospinalis yang dihasilkan oleh pleksus koroidalis di dalam ventrikel otak
akan mengalir ke foramen Monro ke ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus Sylvius ke
ventrikel IV. Likuor mengalir melalui foramen Magendi dan Luschka ke sisterna magna
dan rongga subarachnoid di bagian cranial maupun spinal. Penyerapan terjadi melalui vilus
arakhnoid yang berhubungan dengan sistem vena seperti sinus venosus serebral.
Mekanisme absorbsi cairan liquor terganggu, tingkat penyerapan tidak akan
mengalami peningkatan, ini merupakan mekanisme hidrosefalus progresif. Papilloma
pleksus khoroideus yang merupakan kondisi patologis dimana terjadi gangguan pada proses
absorbsi sehingga terjadi akumulasi cairan liqour. Ketika penyerapan terganggu, upaya
untuk mengurangi pembentukan cairan serebrospinal tidak cenderung memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap volume.
Menurut Japardi (2002), cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid
merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap
trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700
ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml)
dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun
intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari,
sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Untuk
mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan
serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.

4
Gambar 4. Perbedaan orang normal dengan hidrosefalus

2. Definisi Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah pembesaran ventrikulus otak sebagai akibat peningkatan jumlah
cairan serebrospinal (CSS) yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi,
sirkulasi dan absorbsinya. Kondisi ini juga bisa disebut sebagai gangguan hidrodinamik CSS
(Mandell dkk., 2010). Istilah hidrosefalus adalah gangguan hidrodinamik cairan serebro spinal
sehingga menimbulkan peningkatan volume intraventrikel (ventrikulomegali) (Satyanegara,
2014). Hidrosefalus dapat terjadi akibat pembentukan CSS yang berlebihan, adanya obstruksi
aliran CSS di dalam sistem ventrikel, atau penurunan absorpsi CSS keluar ventrikel (Corwin,
2009).

3. Epidemiologi
Hidrosefalus merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling sering terjadi pada
anak. Hidrosefalus terjadi pada 3 dari 1000 kelahiran di Amerika Serikat dan banyak
ditemukan di negara berkembang seperti Brazil sebanyak 3,16 dari 1000 kelahiran.
Sedangkan di Indonesia ditemukan sebanyak 40% - 50% dari kunjungan beribat atau
tindakan operasi bedah saraf (Apriyanto dkk, 2013). Berdasarkan hasil penelitian di Surabaya
didapatkan jumlah kasus hidrosefalus sebanyak 80 pasien dengan penderita terbanyak berjenis
kelamin laki-laki sejumlah 54 orang dan perempuan 26 orang (Rahmayani dkk., 2017).

4. Etiologi
Hidrosefalus dapat terjadi pada masa prenatal dan perinatal. Beberapa penyebab terjadinya
hidrosefalus menurut Ropper (2005):
a. Kelainan bawaan
1) Stenosis Aquaductus sylvii, penyebab paling sering pada bayi/anak. Aquaductus
5
dapat mengalami stenosis yang akan membuat saluran ini menjadi sempit.Umunya
gejala hidrosefalus dapat dilihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan
pertama setelah lahir.
2) Spina bifida dan cranium bifida, biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari
akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya
lebih rentah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan
sebagian/total.
3) Sindrom Dandy-Walker, merupakan atresia congenital foramen luscha dan
magendie yang mengakibatkan hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem
ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa
posterior.
4) Kista arachnoid, bisa terjadi secara kongenital dan membagi etiologi menurut usia.
5) Anomali pembuluh darah, hidrosefalus yang mengenai arteria serebralis posterior
dengan vena galeni atau sinus transversus yang mengakibatkan obstruksi akuaduktus.
b. Infeksi
Infeksi dapat menimbulkan perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi
ruangan subarachnoid.
c. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak bisa menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak.
d. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik dapat terjadi pada setiap aliran CSS. Pada anak
paling banyak menyebabkan penyubatan pada venntrikel IV atau aquaductus Sylvii
bagian terakhir yang biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kranioaringioma.

5. Klasifikasi
Hidrosefalus dapat dikelompokkan berdasarkan dua kriteria besar yaitu secara patologi
dan secara etiologi. Hidrosefalus patologi dapat dikelompokkan menjadi (Sivagnanam dan
Jha, 2012) :
a. Obstruktif (non-communicating): terjadi akibat penyumbatan sirkulasi CSS yang
disebabkan oleh kista, tumor, pendarahan, infeksi, cacat bawaan dan paling umum,
stenosis aqueductal atau penyumbatan saluran otak.
b. Non–obstruktif (communicating): dapat disebabkan oleh gangguan keseimbangan
CSS, dan juga oleh komplikasi setelah infeksi atau komplikasi hemoragik.
Hidrosefalus secara etiologi dapat dikelompokkan menjadi:
a. Bawaan (congenital): sering terjadi pada neonatus atau berkembang selama intra-
uterin.
b. Diperoleh (acquired): disebabkan oleh pendarahan subarachnoid, pendarahan
intraventrikular, trauma, infeksi (meningitis), tumor, komplikasi operasi atau trauma
hebat di kepala.

6. Patofisiologi/Patologi
Hidrosefalus dapat terjadi karena kongenital (sejak lahir), infeksi (meningitis, pneumonia,
TBC), perdarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis aquaductus sylvii) sehingga
menyebabkan adanya obstruksi pada sistem ventrikuler atau ruangan subarachnoid, ventrikel
serebral melebar sehingga menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis
ependymal. Substansia alba dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita

6
yang tipis. Pada substansia grisea terdapat pemeliharaan yang berisfat selektif sehingga
meskipun ventirkel sudah mengalami pembesaran substansia grisea tidak mengalami
gangguan. Proses dilatasi tersebut merupakan proses yang tiba-tiba atau akut dan tergantung
pada kedudukan penyumbatan. Proses akut merupakan kasus kegawatan. Pada bayi dan
anak kecil, sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan
massa kranial. Apabila fontanela anterior tidak tertutup, maka fontanel tidak akan
berkembang dan terasa tegang pada perabaan. Stenosis aquaduktus menyebabkan titik
pelebaran pada ventrikel lateral dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk
khas yaitu dahi tampak menonjol secara dominan (dominan frontal blow). Sindrom Dany-
Walker terjadi karena adanya obstruksi pada foraminal diluar pada ventrikel IV. Ventrikel IV
melebar dan fosa posterioe menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentonium.
Klien dengan tipe hidrosefalus akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris
dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional. Pada orang yang lebih tua, sutura
cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, akibatnya gejala
peningkatan tekanan intrakranial terjadi sebelum terjadi ventrikel serebro menjadi sangat
membesar. Kerusakan dalam absorpsi dan sirkulasi CSS adalah hidrosefalus tidak komplit.
CSS melebihi kapasitas normal sistem ventrikel setiap 6 – 8 jam dan tidak adanya absropsi
total akan menyebabkan kematian. Ventrikular yang melebar akan menyebabkan sobeknya
garis ependimal normal, khususnya pada dinding rongga sehingga mengakibatkan
peningkatan absorpsi. Apabila rute kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih
lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi (Dian dkk, 2012).

7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis (Dian dkk, 2012)
a. Pada bayi terdapat tanda dan gejala sebagai berikut:
1) Pembesaran kepala yang tidak proporsional dengan pertumbuhan bayi akibat
peningkatan volume cairan sereprospinalis.
2) Distansi vena-vena kuliat kepala akibat peningkatan tekanan cairan
serebrospinalis.
3) Kulit kepala yang tampak tipis, mengkilat dan rapuh akibat peningkatan tekanan
cairan serebrospinalis.
4) Otot-otot leher yang tidak berkembang akibat peningkatan berat bedan.
5) Depresi atap orbita disertai pergeseran bola mata ke bawah dan sklera yang
menonjol akibat peningkatan tekanan.
6) Tangisan yang melengking dan bernada tinggi, iritabilitas, serta tous otot yang
abnormal sebagai akibat kompresi saraf.
7) Muntah proyektil akibat peningkatan tekanan intracranial

b. Pada dewasa dan anak memiliki tanda meliputi:


1) Penurunan tingkat kesadaran akibat peningkatan tekanan intrakranial.
2) Ataksia akibat kompresi pada daerah-daerah motorik.
3) Inkontinensia.
4) Gangguan intelektual.

7
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan funduskopi: Evaluasi funduskopi dapat mengungkapkan papilledema
bilateral ketika tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan mungkin normal, namun,
dengan hidrosefalus akut dapat memberikan penilaian palsu.
b. Foto polos kepala lateral–tampak kepala membesar dengan disproporsi kraniofasial,
tulang menipis dan sutura melebar.
c. Pemeriksaan cairan serebrospinal–dilakukan pungsi ventrikel melalui foramen
frontanel mayor. Dapat menunjukkan tanda peradangan dan perdarahan baru atau
lama. Juga dapat menentukan tekanan ventrikel.
d. CT scan kepala: Meskipun tidak selalu mudah untuk mendeteksi penyebab dengan
modalitas ini,ukuran ventrikel ditentukan dengan mudah. CT scan kepala dapat
memberi gambaran hidrosefalus, edema serebral, atau lesi massa seperti kista koloid
dari ventrikel ketiga atau thalamic atau pontine tumor. CT scan wajib bila ada
kecurigaan proses neurologis akut.

Gambar 5. Hasil CT Scan penderita hidrosefalus


e. MRI-dapat memberi gambaran dilatasi ventrikel atau adanya lesi

Gambar 6. Hasil MRI penderita hidrosefalus

8
9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
a. Terapi konservatif medikamentosa
Untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dan
pleksuschoroid (asetazolamit 100 mg/kgBB/hari; furosemid 1,2mg/kgBB/hari) atau
upaya meningkatkan resorpsinya (isorbid). Terapi diatas hanya bersifat sementara
sebelum dilakukan terapi defenitif diterapkan atau bila ada harapan kemungkinan
pulihnya gangguan hemodinamik tersebut, sebaliknya terapi ini tidak efektif untuk
pengobatan jangka panjang mengingat adanya resiko terjadinya gangguan metabolik.
b. Operasi
Operasi berupa upaya menghubungkan ventrikulus otak dengan rongga peritoneal
yang disebut ventriculo-peritoneal shunt. Tindakan operasi ini pada umumnya
ditujukan untuk jenis hydrocephalus non-komunikans dan hydrocephalus
yang progresif. Setiap tindakan pemirauan (shunting) memerlukan
pemantauan yang berkesinambungan oleh dokter spesialis bedah saraf. Pada
Hydrocephalus Obstruktif, tempat obstruksi terkadang dapat dipintas (bypass).
Pada operasi Torkildsen dibuat pintas stenosis akuaduktus menggunakan tabung
plastik yang menghubungkan tabung plastik yang menghubungkan 1 ventrikel
lateralis dengan sistem magna dan ruang subaraknoid medula spinalis; operasi tidak
berhasil pada bayi karena ruangan- ruangan ini belum berkembang dengan baik.

9
B. Clinical Pathway

10
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien:
1) Nama
2) Jenis kelamin: Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis
kelamin, juga dalam hal perbedaan ras
3) Umur: Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur.
4) Status perkawinan, agama, suku bangsa, bahasa yang digunakan, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi.

b. Keluhan Utama: Pasien dengan hydrocephalus biasanya terjadi pembesaran kepala


abnormal dan keterlambatan penutupan sutura, gambaran tetap hidrosefalus kongenital
dan pada masa bayi. Namun, biasanya pada anak mengalami muntah, gelisah, nyeri
kepala, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
c. Riwayat Penyakit Sekarang: Anak dengan hidrosefalus mengalami muntah,
gelisah, menangis dengan suara ringgi, peningkatan sistole pada tekanan darah,
penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi
stupor.
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Adanya suatu infeksi, trauma, konginental.
Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil terdesak oleh banyaknya cairan didalam
kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
e. Riwayat Penyakit Keluarga: Anak dengan hidrosefalus biasanya dalam keluarganya,
khususnya pada ibu menderita beberapa infeksi, infeksi ini dapat berpengaruh pada
perkembangan normal otak. Infeksinya antara lain Cytomegalovirus, Rubella, Mumps,
Sifilis, dan Toksoplasmosis.
f. Riwayat perinatal :
1) Antenatal
Masalah selama kehamilan infeksi pada rahim selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko hydrocephalus pada bayi. Akibat infeksi dapat timbul
perlekatan meningen. secara patologis terlihat penebalan jaringan piameter dan
arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Kehamilan yang si ibu masih muda
usianya, dan disebabkan oleh kekurangan oksigen (hipoksia), radiasi, kekurangan
nutrisi, radang atau infeksi, cedera atau trauma, obat-obatan hormonal.
2) Intra natal
Lahir prematur, bayi yang lahir prematur memiliki risiko yang lebih tinggi
perdarahan intraventricular (perdarahan dalam ventrikel otak. Kelahiran yang
prematur dengan neonatal meningitis, perdarahan subaracnoid, infeksi intra uterin,
perdarahan perinatal, dan trauma/cidera persalinan.
3) Post natal
Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal lebih
sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif
dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.

11
g. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas: Keadaan lingkungan yang
mempengaruhi timbulnya hidrosefalus pada bayi yaitu selama fase prenatal ibu kurang
memeprhatikan kondisi kesehatannya termasuk kondisi lingkungan yang tidak bersih
akan menyebabkan adanya kemungkinan infeksi.
h. Riwayat nutrisi : Ibu pada saat hamil kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung makanan bervitamin, berprotein tinggi, asam folat, kalsium, zat besi dan
makanan berserat.
i. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan: Pemeriksaan tingkat perkembangan
terdiri dari adaptasi sosial, motorik kasar, motorik halus, dan bahasa. Tingkat
perkembangan pada pasien hidroseflus dapat dikaji melalui tingkah laku pasien maupun
informasi dari keluarga. Selain itu, pada anak dengan hidrosefalus, kebutuhan akan
asupan nutrisinya kurang sehingga akan berpengaruh terhadap proses tumbuh
kembangnya.
j. Pengkajian 11 Pola Gordon
1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Ibu saat kehamilan tidak mengetahui kondisi apa saja yang dapat menyebabkan
hidrosefalus. Contohnya mengenai penanganan infeksi yang tidak tepat hingga
menyebabkan bayi lahir prematur, dan sebagainya.
2) Pola Nutrisi/Metabolisme
Ibu pada saat hamil kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung makanan
bervitamin, berprotein tinggi, asam folat, kalsium, zat besi dan makanan berserat.
3) Pola Eliminasi
Pola BAB dan BAK pada anak dengan hidrosefalus akan mengalami gangguan
apabila asupan nutrisi juga berkurang.
4) Pola Aktivitas
Anak biasanya mengalami keterbatasan aktivitas, anak akan sering rewel dan
menangis.
5) Pola Istirahat Tidur
Tidur tidak cukup karena nyeri akibat hydrocephalus yang diderita pasien
mengganggu pola tidurnya.
6) Pola Kognitif-Persepsi
Pola ini mengenai pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang diderita klien
biasanya orang tua akan mulai kawatir ketika melihat tengkongrak anaknya
semakin membesar.
7) Pola Peran Hubungan
Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat dan mengobati anak
dengan hidrosefalus
8) Pola Seksualitas/Reproduksi
Pada anak yang menderita hidrosefalus biasanya tidak ada gangguan dalam
reproduksi.
9) Pola Koping Toleransi Stress
Keluarga perlu memeberikan dukungan dan semangat sembuh bagi anak. Respon
keluarga (orang tua) terhadap penyakit yang diderita dampak yang timbul pada
klien dan orang tua, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa
ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
12
10) Pola Keyakinan Nilai
Pasien dan keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien.
11) Pola Konsep diri
Berkaitan mengenai body image di mana kondisi kepanya yang membesar
menyebakan penurunan kepercayaan diri.

k. Pemeriksaan Fisik Fokus


1) Keadaan umum: pada umumnya lemah, penurunan kesadaran.
a) Tidak tampak sakit : mandiri, tidak terpasang alat medis
b) Tampak sakit ringan : bed rest ,terpasang infus
c) Tampak sakit sedang : bed rest, lemah, terpasang infus, alat medis
d) Tampak sakit berat : menggunakan oksigen, coma
2) TTV :
a) Tekanan Darah : dalam batas abnormal
b) Suhu : suhu tubuh tinggi, lebih dari 37oC (normal 36oC-37oC)
c) Nadi : takikardi
d) RR : dalam batas abnormal (normal 20-50 x/mnt)
3) Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1. Kepala dan leher
a) Inspeksi :
Wajah: asimetris, dahi menonjol, kepala membesar, sutura yang masih terbuka
terlihat lingkar kepala fronto oksipital yang makin membesar, sutura yang makin
meregang dengan fontanel cembung dan tegang, dan vena kulit kepala sering
terlihat menonjol.
Rambut : lurus/keriting, distribusi merata/tidak
Mata : sunset phenomena, pupil miosis, konjungtiva
anemis, pergerakan bola mata tidak teratur.
Hidung : terdapat pernafasan cuping hidung
Telinga : bersih/tidak
Mulut : mukosa bibir agak kering

Lidah : terdapat bercak – bercak putih pada lidah b)


Palpasi : ada nyeri tekan (respon nyeri)
c) Perkusi : pada kepala, terdengar bunyi seperti pot kembang yang
retak (cracked pot sign)

2. Dada
a) Inspeksi : asimetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan.
b) Palpasi : denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas nyeri tekan (-)
c) Perkusi
d) Jantung : dullness
e) Paru : sonor
f) Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi, tidak terdengar bunyi wheezing

3. Abdomen

13
a) Inspeksi : datar
b) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan c)
Perkusi : timpani
d) Auskultasi : ada bising usus, peningkatan tekanan intrakranial

4. Kulit : Turgor kurang, pucat, kebiruan.


5. Ekstremitas : Gangguan perkembangan motorik.

l. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada anak dengan moniliasis/trush
adalah sebagai berikut:
1) CT scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak. Skan
temograsfi komputer (CT-Scan) mempertegas adanya dilatasi ventrikel dan
membantui dalam memgidentifikasi kemungkinan penyebabnya (Neoplasma,
kista, malformasi konginetal atau perdarahan intra kranial).
2) MRI (Magnetik resonance imaging) : memberi informasi mengenai stuktur
otak tanpa kena radiasi digunakan sama dengan CT scan dengan atau tanpa
kontras radioaktif.
3) Rongen kepala: mendeteksi perubahan struktur garis sutura.
4) Pemeriksaan CSS dan Lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachoid. CSS dengan atau tanpa kuman dengan kultur yaitu
protein LCS normal atau menurun, leukosit meningkat/ tetap, dan glukosa
menurun atau tetap.
m. Pengkajian persistem
1) B1 (Breath): Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
2) B2 (Blood): Pucat, peningkatan sistole tekanan darah, penurunan nadi
3) B3 (Brain): Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan mengkilat,
pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan
perifer, strabismus (juling), tidak dapat melihat keatas “sunset eyes”, kejang
4) B4 (Bladder): Oliguria
5) B5 (Bowel): Mual, muntah, malas makan
6) B6 (Bone): Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstremitas

1) Diagnosa keperawatan
a. Kelebihan volume cairan
b. Nyeri akut
c. Hipertermi
d. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

14
2) Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Kelebihan volume Keseimbangan cairan (0601) Manajemen cairan (4120)
cairan Kriteria hasil: 1. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien
(00026) 1. Keseimbangan intake dan 2. Jaga intake dan output cairan
output dalam 24 jam (060107) 3. Monitor status hidrasi
2. Turgor kulit baik (060116) 4. Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan retensi cairan
3. Kelembaban membran mukosa 5. Monitor status hemodinamik
(060117) 6. Monitor tanda-tanda vital
7. Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi dan hitung
asupan kalori harian
2 Nyeri akut (00132) Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
Kriteria hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
1. Mengenali kapan nyeri terjadi 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal
(160502) 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui
2. Menggunakan tindakan pengalaman nyeri
pengurangan (nyeri) tanpa analgesik 4. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
(160504) 5. Kolaborasi untuk memilih dan mengimplementasikan
3. Melaporkan nyeri yang tindakan penurun nyeri
terkontrol (160511) Monitor tanda-tanda vital (6680)

15
3 Hipertermi (00007) Termoregulasi (0800) Perawatan demam (3740)
Kriteria hasil: 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
1. Melaporkan kenyamanan suhu 2. Monitor warna kulit dan suhu
(080001) 3. Beri obat atau cairan IV
2. Penurunan suhu kulit 36,5 – 4. Berikan oksigen
o
37,5 C (080018) 5. Tingkatkan sirkulasi udara
6. Lembabkan bibir dan mukosa hdung yang kering
Pengaturan suhu (3900)
1. Monitor suhu setiap 2 jam
2. Monitor suhu dan warna kulit
3. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
Sumber: (Bulechek, 2013), (Moorhead, 2013)

D. Discharge Planning
1. Ajarkan teknik perawatan dan balutan pemasangan shunt
2. Jelaskan tanda- tanda infeksi dan malfungsi dari shunt
3. Anjurkan untuk melaporkan ke perawat atau dokter bila ada sumbatan
4. Jelaskan tentang obat-obatan yang diberikan; efek kebutuhan mempertahankan tekanan darah (seperti anti aging)
5. Jelaskan pentingnya kontrol ulang

16
DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto dkk, 2013. Hidrosefalus pada anak. [serial online]. https://online-


journal.unja.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/2690 [diakses pada
tanggal 13 Oktober 2019]
Bulechek, G & Butcher, H. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi
6. Elsevier.
Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dian dkk,.2012. Hidrosefalus. [serial online].
https://pdfdokumen.com/download/makalah-hidrosefalus-kelompok-
1_59d9d0bc1723dde65a71ae70_pdf [diakses pada tannggal 7 Oktober
2018]
Mandell, J. G., T. NeuberGer, C. s. DraPaCa, A. G. Webb, dan S. J. SChiff. 2010.
Journal of neurosurgery: pediatrics. Journal Neurol Neurosurg Psychiatry.
6(1)
Moorhead, S. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi 5. United
Kingdom: Elsevier.
Pearce. 2008. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT Gramedia
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Jakarta: EGC.
Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams and Victor’s Principles Of
Neurology. USA: Eight Edition
Rahmayani, D. D., P. I. Gunawan, dan B. Utomo. 2017. Profil klinis dan faktor
risiko hidrosefalus komunikans dan non komunikans pada anak di rsud dr.
soetomo. 19(1):25–31.
Satyanegara. 2014. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Sivagnanam, M. dan N. K. Jha. 2012. Hydrocephalus : An Overview. Wayne State
University: USA: Intech.

17

Anda mungkin juga menyukai