DISUSUN OLEH :
INTANIA AYUNINGTIAS
17111024110201
2020
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal (tumbuh sangat cepat dan tidak
Jenis kanker yang sering diderita di indonesia berbeda antara pria dan
wanita di mana pada pria kanker yang sering diderita adalah kanker paru,
lambung, hepar, kolorektal, esofagus, dan prostat dan pada wanita adalah kanker
nasofaring banyak juga yang menderita penyakit tersebut akan tetapi karena di
daera ang sulit untuk di deteksi dini maka dari itu kanker nasofaring banyak yang
ditemukan di rumah sakit ialah penderta yang mengidap sudah stadium lanjut atau
stadium akhir.
manusia ini jika tidak ditangani dengan cepat akan berujung kepada kematian.
Nasofaring ini karena semakin dini diketahui maka akan semakin mudah untuk
Karsinoma nasofaring ini dapat ditemukan diseluruh negara dari lima benua
2
Guangdong dan jarang ditemukan pada daerah Eropa dan Amerika Utara. Insiden
nasofaring dihubungkan dengan faktor geografi dan latar belakang etnik (Sukri R,
dkk 2015).
sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian Selatan, Hongkong.
nasofaring pada laki-laki sekiar 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.
insiden kanker nasofaring mulai meningkat setelah usia 30 tahun, 93% terjadi
setelah melewati usia 30 tahun dengan puncak tertinggi saat usia 45-55 tahun
RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus
setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus,
Surabaya dan lain-lain menunjukkan bahwa tumor ganas ini terdapat merata di
kanker yang aktif. Jumlah penderita kanker di Kalimantan Timur 61.230 orang
12 kasus kanker nasofaring di ruang dahlia pada 3 bulan terakhir, dan dapat
3
disimpulkan bahwa angka kejadian kanker nasofaring sendiri relatif banyak di
Samarinda.
daerah kepala dan leher. Respon radioterapi akan berkurang dengan meningkatnya
kemampuan hidup jangka panjang hanya dicapai untuk pasien yang memiliki
tumor primer dengan kelangsungan hidup 10 tahun 67-71% bebas penyakit namun
untuk stadium ahir terjadi tingkat kekambuhan yang tinggi (63,8%) (Wildeman et
al., 2009).
Pengobatan kanker dapat dilakukan dengan terapi, yaitu terapi medis dan
kemoterapi, imunoterapi, terapi gen dan terapi non medis bisa berupa kegamaan
B. Rumusan Masalah
pelaksanaan asuhan keperawatan paa pasien Tn.Y dengan diagnosa medis Kanker
4
5
2. Tujuan Khusus
nasofaring.
nasofaring.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
kanker nasofaring.
6
3. Bagi istitusi penndidikan
Hasil tugas berupa karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
institusi yang mana berperan dalam saranan atau media pembelajaran dan
keperawatan.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis/Penyakit
1. Definisi
juga pada nasofaring banyak terdapat limfatik dan suplai darah. Struktur
tersebut (
a. Kerentanan Genetik
8
Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen)
c. Faktor Lingkungan
9
Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat
2. Patofisiologi
ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang
virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda
Selain itu, dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2010) dalam
Rusdiana (2016) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam
juga dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia
10
dalam sel penderita karsinoma nasofaring. Terdapat 5 stadium pada
bening
wajah.
3. Manifestasi Klinik
11
dengan kuat sekret dari rongga hidung atau nasofaring, bagian dorsal
posterior.
oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf
kranial, juga mungkin karena infeksi lokal atau iritasi pembuluh darah
saluran atau celah alami kranial masuk ke area petrosfenoid dari fosa
12
kranial III, IV, V dn VI rudapaksa, manifestasinya berupa ptosis
wajah bagian atas, paralisis otot mata ( temasuk paralisis saraf abduksi
posterior.
nyeri tekan setempat, lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara
4. Pemeriksaan penunjang
13
secara tepat menetapkan zona target terapi, merancang medan
sagital, koronal, sehingga lebih baik dari pada CT. MRI selai
14
gambar PET-CT . itu memberikan informasi gambaran biologis
normal berkurang.
5. Penatalaksanaan
a. Radioterapi
b. Kemoterapi
dll.
15
5FU : 800-1000 mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan
16
ringan terutama yang statis, agar tubuh dan ketahanan meningkat
secara bertahap.
d. Pembedahan
terlokalisasi.
nasofaring
c. Komplikasi radiasi.
6. Komplikasi
17
radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Demografi
b. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
1) Alasan kunjungan
kesehatan
2) Faktor pencetus
3) Lama keluhan
4) Timbul keluhan
waktu tertentu
18
5) Faktor yang memperberat
sakitnya
2) Riwayat alergi
3) Riwayat imunisasi
4) Kebiasaan
rumah sakit.
19
d) Riwayat kesehatan/ penyakit keluarga (genogram)
Ukur dan hitung tanda – tanda vital seperti suhu, nadi, frekuensi napas,
c. Pola eliminasi
2. Diagnosa Keperawatan
20
3. Intervensi
a. Meringis nonfarmakologis
(5) untuk
d. Keluhan pemberian
Keterangan: perlu
1=
2 Defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan Manajemne nutrisi
21
observasi membaik menentukan
mukosa (5)
Keterangan:
1=
Keterangan:
1=
22
BAB 3
A. Pengkajian Kasus
1. Identitas Klien
Nama : Tn. Y
Umur : 37 tahun
Pendidikan : SLTP
Alamat : Kab.Berau
B. Penanggung Jawab
Nama : Suriyani
Umur : 59 tahun
23
Alamat : Kab.Berau
Status : Menikah
Hubungan : Ibu
C. Identitas Medis
2. Riwayat Penyakit
Pasien mengatakan baru kali ini sakit yang parah, biasanya sakit
cv
24
keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Garis keturunan
orang tua atau keluarga Tn. Y yang lainnya tidak pernah punya
Pasien mengatakan dulu perokok aktif akan tetapi setelah sakit sudah
yang terkadang keluar akan tetapi jarang. Status mental pasien dapat
normal tidak memakai alat bantu kaca mata, ukuran pupil diameter 3
mm kanan kiri sama reflek terhadap cahaya (+), keadaan lidah pasien
25
area belakang telinga kanan dan tidak terdapat lesi, terdapat nyeri
tekan.
- sebelum masuk RS :
BB : 55 kg TB : 155 cm
sebanyak 12 kg.
c. Pola Eliminasi
- Sebelum masuk RS :
Pasien mengatakan BAB normal 1 kali sehari dan buang air kecil tidak
ada gangguan.
- Sesudah masuk RS :
Pasien mengatakan BAB 3 kali sehari dan buang air kecil hanya
sedikit-sedikit.
Kemampuan 0 1 2 3 4
perawatan diri
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi ditempat tidur √
Berpindah √
26
Ambulasi/ROM √
Keterangan :
0 = mandiri
1 = alat bantu
4 =tergantung total
1. Pola Perseptual
menggunakan kacamata.
terlihat
27
Sesudah klien sakit : pasien mengatakan sulit untuk tidur karena sebentar-
kunjungan.
Nyeri (PQRST)
dibenci
c. Harga diri : pasien mengatakan sedih sudah lama tidak bisa apa-
apa
membantu lagi
28
Pasien mengatakan tinggal masih bersama orang tua dan keluarganya, pasien
Pasien belum menikah, pasien tidak mempunyai riwayat prostat dan penyakit
menular seksual.
D Pemeriksaan fisik
2. Ttv :
TD : 80/50 MmHg
N : 110x / menit
S : 35,6 0 c
RR : 19 x /menit
29
3. Kesadaran : compos mentis
4. Kepala : bentuk oval, distribusi rambut hitam, agak botak atau tipis
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterit dan tidak memakai alat bantu
penglihatan .
10. Dada :
Paru - paru :
Jantung :
30
Perkusi = bunyi redup, tidak pelebaran dinding jantung
Abdomen :
Palpasi = tidak ada nyeri tekan, benjolan dan tidak teraba massa
12. Ekstremitas : tidak ada deformitas, kuku kutor, nadi 110 kali/menit
Keterangan :
1) Pada tangan kanan dan kiri, kekuatan otot pasien berada di skala 4,
sedang
2) Pada kaki kanan dan kiri skala 0, tidak mampu menggerakan sedikitpun
31
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Pasien terpasang infus Ringer Lactat 20tpm, ceftriaxone 3x1 ampul via intra
vena, antrain 3x1 ampul via intra vena, cefrtiaxone 2x1 gr intravena
E. Analisa Data
Dx
1. 17/12/2019 DS : Pasien mengatakan nyeri Agen Nyeri akut
mengeluh nyeri 5
32
DO : -pasien tampak meringis
TD : 110x/menit
DO : Pasien mengalami
terkadang
D. Diagnosa Keperawatan
33
2. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan
E. Intervensi Keperawatan
(SDKI) (SLKI)
1 Nyeri akut b.d Agen Tujuan :setelah dilakukan Manajemen nyeri
(1 :meningkat - 5 :
1.2 Berikan teknik
meningkat)
non Farmakologis
1. Keluhan nyeri
untuk mengurangi
nafas dalam)
1.4 Kolaborasi
pemberian analgetik
34
2. Defisit nutrisi b/d Tujuan :setelah dilakukan Pencegahan jatuh
duduk
1 2 3 4 5
2.4 koaborasi dengan
2. Frekuensi makan
ahi gizi untuk
1 2 3 4 5
menentukan kalori
3. Nafsu makan
1 2 3 4 5
hasil :
1.2 fasilitasi
(1 : menurun - 5:
kemandirian antu jika
meningkat )
35
1. Verbalisasi keinginan tidak mampu
1 2 3 4 5
2. Minat melakukan
perawatan diri
1 2 3 4 5
3. Kemampuan makan
1 2 3 4 5
jika membutuhkan
1 2 3 4 5
bantuan untuk
2. jatuh saa duduk
berpindah
1 2 3 4 5
F. Implementasi
36
Nama : Tn. Y No. Rm : 01.07.60.72
jam Dx
16/12/19 1. 1.1 mengidentifikasi skala DS : pasien
nyeri berkurang
1.2 Mengidentifikasi lokasi,
dengan skala 4,
karakteristik,durasi, intensitas
serta susah tidur
nyeri
DO : meringis
1.3 Mengidentifikasi respon
TD :
nyeri non verbal
37
resiko jatuh (lantai licin berhati-hati saat
DO : pasien
menggunakan
isterinya untuk
berjalan , skala
moorse : 65 (resiko
jatuh tinggi )
3. 4.4 Mengidentifikasi adanya DS : pasien
38
bantu (mis :pagar tempat tidur) DO : -kekuatan otot
menurun 5 5
4.7 Jelaskan tujuan dan
2 5
prosedur mobilisasi
-gerakan terbatas
4.8 Menganjurkan mobilisasi
dan sulit untuk
dini
berpindah
jam Dx
17/12/19 1. 1.1 Mengidentifikasi skala DS : pasien
mefenamat) berkurang
TD : 120/70
RR : 18
N:
S:
39
2. 2.2 menghitung resiko jatuh DS : pasien
terbiasa pakai
tongkat
DO : -morse scale :
Resiko tinggi
3. 3.5 menganjurkan mobilisasi DS : pasien
ke kursi) tumpuan
DO : kekuatan otot
5 5
3 5
18/12/19 1. 1.1 mengidentifikasi skala DS : nyeri pasien
40
nyeri non verbal DO : tidak meringis
TD : 120/60
N : 78
RR : 20 /menit
T:
DO : morse scale :
45 (resiko sedang)
dini melakukan
5 5
3 5
41
G. Evaluasi
Dx
16/12/201 1. S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian pinggul
9 kaki kiri
pinggang.
O : meringis
S:
N:
RR :
42
A : nyeri akut teratasi sebagian
BAB IV
PEMBAHASAN
43
A. Profil Lahan Praktik
pelayanan rawat jalan. Pada 12 Juli 1984, seluruh pelayanan rawat inap
dan rawat jalan dipindahkan dari rumah sakit lama (Selili) ke lokasi rumah
sakit baru yang terletak di Jalan Palang Merah Indonesia. Pada tahun 1987
24 jam, Instalasi Rawat Jalan (42 poli klinik spesialis), Instalasi Rawat
Inap (terdiri dari perawatan kelas I,II,III sampai kelas Eksekutif dengan
tidur, ICCU 11 tempat tidur, PICU 8, NICU 8), Instalasi Bedah Sentral (27
44
Jantung Terbuka, Radioterapi, Kedokteran Nuklir, Public Safety Center
ruang perawatan kelas III dengan nomor kamar 4000-4004 yang masing-
masing ruangan terdiri dari 5 tempat tidur, dan Tim 2 yang mengelola
B. Pengkajian
pertama nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera fisik. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Santoso, (2018) bahwa pasien
yang didalam buku SDKI dengan kriteria mayor dan minor adalah pasien
dan penggunaan alat bantu berjalan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
45
Pada diagnose ketiga yaitu resiko infeksi dibuktikan dengan efek
prosedur invasive sesuai dengan SDKI bahwa pasien dengan kondisi pasca
ditubuh.
C. Diagnosa Keperawatan
rupture ACL ada 4 diagnosa, namun pada saat praktik dirumah sakit, di
adalah Nyeri akut, Gangguan Mobilitas Fisik, Ansietas, dan Resiko Infeksi
sedangkan, diagnose yang diangkat pada kasus adalah Nyeri Akut, Resiko
karena efek prosuder invasive tindakan operasi rekrontuksi acl. Nyeri tidak
mengalami cedera sudah sekitar setahun yang lalu dan asuhan keperawatan
mobilitas fisik.
46
Diagnosa Ansietas tidak diangkat pada kasus kelolaan karena tidak
terjadinya infeksi.
D. Intervensi Keperawatan
skala nyeri 0-2 dan tanda-tanda vital yang lain dalam batas normal.
respon nyeri non verbal, berikan dan ajarkan teknik non farmakologis
47
untuk mengurangi rasa nyeri, kontrol lingkungan yang memperberat rasa
terhindar dari jatuh dengan kriteria hasil: pasien dapat berjalan dengan
langkah efektif, pasien tidak merasakan nyeri ketika berjalan: nyeri hilang
yang meningkatkan resiko jatuh seperti lantai yang licin, penerangan yang
kurang, hitung resiko jatuh dengan skala morse, atur tempat tidur mekanis
nafsu makan pasien bertambah, dan nyeri yang dirasakan berkurang serta
48
resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive: monitor tanda
dan gejala infeksi, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien, jelaskantanda dan gejala infeksi pada keluarga dan
E. Implementasi
intervensi yang sudah dibuat, namun ada beberapa intervensi yang hanya
F. Evaluasi
keperawatan selama 3x24 jam, maka masalah nyeri akut teratasi sebagian
yang ditandai dengan: keluhan nyeri berkurang, pasien merasa tenang dan
yang dirasakan pasien masih skala 3 dan pasien masih menggunakan alat
bantu tongkat untuk berjalan sehingga masih beresiko untuk jatuh dengan
49
Masalah risiko infeksi teratasi ditandai dengan pasien dan keluarga
pasien dapat melakukan teknik cuci tangan yang baik dan benar serta
mengerti tentang penjelasan tanda dan gejala infeksi, serta tidak ada tanda-
tanda infeksi seperti abses, kemerahan dan luka atau lesi tambahan
disekitar luka, dengan kriteria hasil: pasien dapat terhindar dari risiko
infeksi, pasien mengetahui cara mencuci tangan dengan benar, pasien dan
50
51
BAB V
A. Kesimpulan
1. Pengkajian
berjalan (tongkat).
2. Diagnose Keperawatan
teori yaitu Nyeri akut dan resiko infeksi, sedangkan diagnose yang
tidak diambil dari teori yaitu resiko jatuh karena pasien menggunakan
3. Intervensi
4. Implementasi
52
Tindakan keperawatan pada pasien dilakukan sesuai rencana
alami pasien.
5. Evaluasi
B. Saran
2. Bagi perawat
53
Bagi perawat diharapkan untuk lebih rinci dan mudah di mengerti
5. Bagi penulis
Iskandar, N., Bashiruddin, J., &Restuti, R.D., editor. Buku Ajar Ilmu
Ar-Ruzz Media