Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN PREKLINIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA NASOFARING DI


RUANGAN POLIKLINIK THT RS UNIVERSITAS ANDALAS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu Preklinik Mata Kuliah Keperawatan Dewasa
System Muskuloskeletal, Integument, Persepsi Sensori, Dan Persyarafan

Oleh :

Nabilah Yulviana Richarson

2111312035

KELOMPOK C KELAS A2

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns. Elvi Oktarina, M.Kep, Sp.Kep.MB) (Ns. Hilma Adha, S.Kep)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2023
A. Landasan Teoritis Penyakit
1. Defenisi
Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang dapat menginvansi
dan menyebar pada tubuh penderita. Kanker memiliki konsekuensi kesehatan yang
berat dan dapat menyebabkan kematian. Kanker nasofaring adalah kanker dengan
jenis sel skuamus yang berkembang disekitar ostium dari tuba eustachius pada
dinding lateral dari nasofaring. (Kemenkes, 2019).
Kanker nasofaring merupakan karsinoma sel skamosa yang mula-mula terlihat
sebagai massa yang berulserasi dan emgerosi kanker nasofaring, menginvasi ke
daerah tengkorak dan bermetastase ke nodus limfatikus dalam stadium dini.
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel
mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.

2. Etiologi
Kanker nasofaring disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Epstein-Barr Virus (EBV)
Epstein-Barr Virus (EBV) adalah virus herpes yang dapat menyerang semua
organ tubuh manusia, virus ini menginfeksi 90% populasi orang dewasa di dunia.
Sebagian besar sampel pada penderita kanker nasofaring terdeteksi adanya EBV
terutama pada tipe undifferential. International Agency for Research on
Kankerncer (IARC) mengkategorikan EBV sebagai kelompok karsinogenik
karena keterkaitannya dengan kanker nasofaring. pada penelitian in vitro
didapatkan bahwa infeksi EBV yang menetap pada sel epitel yang mengakibatkan
sel epitel menjadi rentan terhadap paparan zat karsinogenik (Sudiono, Hassan.,
2013).
2. Gaya hidup yang tidak sehat
Gaya hidup yang tidak sehat juga menjadi salah satu faktor pencetus kejadian
kanker nasofaring. Sebagai contoh merokok atau mengonsumsi tembakau.
Tembakau atau rokok memiliki lebih dari 4000 zat karsinogenik, salah satunya
adalah nitrosamin yang meningkatkan faktor risiko terjadinya kanker nasofaring
(Xue, dkk., 2013)
3. Pajanan pekerjaan
Pajanan pekerjaan seperti debu, asap, atau bahan kimia lain dapat
meningkatkan risiko kanker nasofaring 2 sampai 6 kali lipat. Formaldehide
menyebabkan inflamasi pada jalan nafas, berkurangnya kemampuan pembersihan
mukosiliar, dan perubahan pada sel epitel karena tertumpuknya debu, asap, dan
pelarut serta pengawet kayu (Ariwibowo, 2013).
4. Makanan
Konsumsi ikan asin merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker
nasofaring karena kandungan nitrosiamin. Nitrosiamin merupakan suatu molekul
yang terdiri dari nitrogen dan oksigen. Nitrosiamin dibagi menjadi 2, yaitu
nitrosiamin endogen dan eksogen. Nitrosiamin endogen berasal dari berbagai
makanan yang di cerna, sedangkan nitrosiamin eksogen berasal dari bahan
makanan, kosmetik, limbah industri, rokok (tembakau) yang mengandung bahan
nitrosiamin.
Ikan asin juga mengandung bakteri mutagen dan komponen yang dapat
mengaktifkan Epstein-Barr virus. Apabila dikonsumsi dalam jangka waktu lama
dan terus-menerus akan meningkatkan risiko kanker nasofaring
5. Genetik
Genetik juga tidak kalah berpengaruh terhadap risiko terjadinya kanker
nasofaring. Human Leucocyt Antigen (HLA) menjadi salah satu faktor yang
membuat genetik berisiko terhadap kanker nasofaring. Riwayat keluarga dengan
kanker nasofaring membuat peningkatan risiko 2 sampai 4 kali. Selain itu,
kelainan genetik juga dapat menjadi risiko terjadinya kanker nasofaring. reseptor
immunoglobulin PIGR (Polymeric Immunoglobulin Receptor) pada sel epitel
dapat menjadi penghantar masuknya Epstein-Barr virus ke nasofaring (Rahman,
Budiman, dan Subroto., 2015).
6. Riwayat infeksi di area nasofaring
Riwayat infeksi di area nasofaring memperlihatkan adanya proses menahun
yang berpotensi berubah menjadi kanker sel epitel nasofaring. Infeksi kronis
nasofaringitis dapat menyebabkan kanker nasofaring, namun sekankerra patologis
umum jelas dapat diketahui bahwa infeksi yang kronis memainkan peranan yang
penting pada karsinogenis (Prasetyo et al., 2013).
7. Jenis kelamin
Angka Insiden kanker nasofaring pada populasi pria dua sampai tiga kali lipat
dibandingkan dengan wanita. Beberapa sumber menyebutkan bahwa jenis kelamin
dapat mempengaruhi kanker nasofaring karena wanita memiliki angka kesintasan
yang lebih baik. Namun, terdapat sebuah penelitian yang menghubungkan efek
proteksi dari esterogen sebagai penyebab angka insiden kanker nasofaring lebih
rendah pada wanita (Faisal, 2016).

3. Manifestasi Klinis
Penelitian yang dilakukan Wijaya dan Soeseno (2017) tanda dan gejala yang sering
muncul pada penderita kanker nasofaring dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu:
1. Leher
Gejala yang dapat muncul pada leher yaitu terdapat benjolan. Benjolan ini
tidak menimbulkan nyeri, dan terjadi akibat pembesaran kelenjar getah bening
yang terletak di bagian atas leher.
2. Hidung
Gejala yang dapat muncul pada telinga, antara lain hidung tersumbat,
epistaksis (dalam bahasa awam sering disebut dengan mimisan), dan post nasal
drip bercampur dengan darah.
3. Telinga
Gejala yang muncul pada telinga, antara lain gangguan pendengaran, otalgia
(nyeri pada telinga dengan sensasi terbakar), otore (kanker yang keluar dari
telinga dapat berupa nanah atau darah bercampur dengan nanah), tinnitus (telinga
berdenging namun dengan intensitas yang sering dan sudah berlangsung lama).
4. Saraf Kranial
Kanker nasofaring melibatkan kelainan pada saraf-saraf kranial. Apabila
tumor melebar ke arah superior akan melibatkan saraf kranial III sampai VI, dan
bila tumor melebar kearah lateral akan melibatkan saraf kranial IX sampai XII.
Jadi, saraf kranial yang sering terlibat dalam penyakit kanker nasofaring adalah
III, VI, IX, dan XII. Salah satu tanda dan gejala neurologi yaitu penglihatan
ganda dan sakit kepala.
5. Gejala lain dari kanker nasofaring dapat berupa gejala umum pada penderita
kanker, antara lain anoreksia dan penurunan berat badan yang tidak normal.
Namun, gejala awal pada kanker nasofaring sering tidak spesifik. Hal tersebut
yang menyebabkan penderita kanker nasofaring terlambat dalam mengobati
penyakitnya karena datang ke tenaga medis sudah pada stadium lanjut dengan
benjolan di leher (Rahman, 2014).
4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
a) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan endoskopi akan memberikan gambaran terkait metastasis
tumor dan keterlibatan mukosa. Pemriksaan ini juga akan sangat membantu
pada saat dilakukan biopsi. Pemeriksaan endoskopi dapat dilakukan dengan
anastesi lokal. Namun, pemeriksaan endoskopi tidak dapat melihat metastasis
tumor ke arah dalam dan penyebaran tumor pada dasar kranial (Wijaya,
Soeseno., 2017).
2. Pemeriksaan radiologi konvisional foto tengkorak potongan antero-postofor
lateral, dan posisi waters tampak jaringan lunak di daerah nasofaring. Pada
foto dasar tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang daerah fosa serebia
media.
3. Pemeriksaan tomografi, CT Scaning nasofaring. Merupakan pemeriksaan yang
paling dipercaya untuk menetapkan stadium tumor dan perluasan tumor. CT-
Scan juga sangat penting digunakan untuk melihat adanya erosi tulang akibat
kanker nasofaring dan juga dapat digunakan untuk melihat perluasan
(metastasis) tumor ke parafaring. Pada stadium dini terlihat asimetri dari
saresus lateralis, torus tubarius dan dinding posterior nasofaring.
4. Scan tulang dan foto torak untuk mengetahui ada tidaknya metastasis jauh.
5. Pemeriksaan serologi, beruoa pemeriksaan titer antibodi terhadap virus
Epsten-Barr ( EBV) yaitu lg A anti VCA dan lg A anti EA.
6. Pemeriksaan aspirasi jarum halus, bila tumor primer di nasofaring belum jelas
dengan pembesaran kelenar leher yang diduga akibat metatasisi karsinoma
nasifaring. pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi
adanya metatasis.
7. Pemeriksaan dengan MRI dapat memperlihatkan bagian lunak superfisial dan
regional dari kanker nasofaring, selain itu juga dapat membedakan antara
tumor dengan jaringan normal pada nasofaring
b) Pemeriksaan Diagnostik
Persoalan diagnostik sudah dapat dipecah- kan dengan pemeriksaan CT-Scan
daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak
akan terlalu sulit di- temukan. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti
VCA untuk infeksi virus E-B telah menun- jukkan kemajuan dalam mendeteksi
karsinoma nasofaring. Tjokro Setiyo dari Fakultas Kedok- teran Universitas
Indonesia Jakarta mendapat- kan dari 41 pasien karsinoma nasofaring stadium
lanjut (stadium III dan IV) sensitivitas IgA VCA adalah 97,5% dan spesifisitas
91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak titer 160.
IgA anti EA sen- sitivitasnya 100% tetapi spesifisitasnya hanya 30,0 %, sehingga
pemeriksaan ini hanya di- gunakan untuk menentukan prognosis pengo- batan.
Titer yang didapat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak pada titer 160.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat
dilaku- kan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi melalui
hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi di-
masukkan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke nasofaring
kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.
Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang
dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik
keluar dan diklem bersama- sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga
dengan kateter dari hidung di sebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas.
Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan
melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang
dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor
nasofaring umumnya dilakukan dengan analgesia topikal dengan Xylocain 10%.
Bila dengan cara ini masih belum didapat- kan hasil yang memuaskan maka
dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral naso- faring dalam narkosis.

5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


a) Terapi
1. Radioterapi
Radioterapi merupakan modalitas utama pada penatalaksanaan untuk
karsinoma nasofaring karena KNF memiliki sifat radiosensitif. Modalitas
radiasi diberikan ke daerah leher karena tingginya kejadian keterlibatan
limfonodi tersembunyi dan dengan melakukan pengendalian lokoregional
untuk mencegah terjadinya metastasis jauh. Namun, radioterapi dapat
menyebabkan komplikasi yang tidak diinginkan karena letak tumor berada di
dasar kepala yang dikelilingi oleh organ-organ penting seperti batang otak,
tulang belakang, lobus temporal, mata, telinga tengah dan dalam, dan kelenjar
parotid, sehingga organ-organ penting tersebut secara tidak langsung akan
terinduksi radiasi dan dapat berubah menjadi keganasan.
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada
penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan
tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetra- siklin,
faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua
pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi
masih tetap terbaik sebagai terapi ajuvan (tambahan). Berbagai macam
kombinasi dikem- bangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi
dengan Cis-platinum sebagai inti.
Perkembangan terakhir dalam penatalaksanaan KNF yaitu pemberian
radioterapi yang disebut sebagai Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT).
IMRT (Intensity-Modulated Radiation Therapy) ini dapat meningkatkan dosis
pada tumor primer dan menurunkan dosis radioterapi yang mengenai jaringan
dan organ sekitar. Ini sangat bermanfaat pada tumor yang berada disekitar
struktur vital seperti batang otak dan medula spinalis. Teknik ini sudah
dilaporkan dapat meningkatkan kontrol tumor dan juga menurunkan risiko
komplikasi.
Salah satu modalitas radioterapi yang paling umum untuk KNF adalah
memulai penyinaran pada bidang lateral yang luas berlawanan faciocervical
yang mencakup tumor primer dan limfatik leher bagian atas di satu volume
yang kemudian disesuaikan dengan bidang servikal anterior letak rendah
untuk limfonodi leher bagian bawah. Kemudian pengobatan bisa diubah
menjadi lateral bidang wajah yang berlawanan dengan bidang wajah anterior
untuk tumor primer, dengan menyesuaikan servikal anterior untuk limfatik
leher.
2. Kemoterapi
Kemoterapi adalah suatu obat-obatan yang bekerja menghambat
pertumbuhan sel-sel kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat anti
kanker dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single agents), tetapi
lebih banyak digunakan dalam bentuk kombinasi karena dapat lebih
meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker serta apabila terdapat sel
– sel kanker yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap
obat lainnya.8 Obat-obatan sitostatika yang dapat digunakan untuk kemoterapi
yaitu cisplatin, carboplatin, methotrexate, 5-flourouracil, dan paclitaxel.
Modalitas kemoterapi bertujuan untuk mengurangi keganasan tumor serta
untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga untuk mengatasi sel tumor
apabila ada metastasis jauh.
Siklus sel (cell cycle) adalah perbedaan kecepatan pertumbuhan
(growth) dan pembelahan (division) antara sel kanker dan sel normal yang
menjadi titik tolak dari cara kerja sitostatika. Sebagian besar obat-obat
sitostatika lebih sensitif dengan sel aktif seperti mitosis dan duplikasi DNA
daripada dengan sel yang dalam keadaan istirahat.
Beberapa obat kemoterapi bekerja dengan mempengaruhi semua siklus
(Cell Cycle non Spesific) yang artinya dapat mempengaruhi sel dalam siklus
pertumbuhan dan dalam keadaan istirahat. Obat tersebut disebut sebagai cell
cycle nonspecific, misalnya cisplatin (cisplatin dapat mencegah replikasi sel
kanker dengan mekanisme cross-linking terhadap DNA, bekerja pada fase G1
dan G2), doxorubicin (fase S1, G2 dan M), bleomycin (fase G2 dan M),
vincristine (fase S dan M). Ada juga obat kemoterapi yang hanya bisa bekerja
pada siklus pertumbuhan tertentu (Cell Cycle phase spesific) yang disebut cell
cycle specific. Obat-obat yang tergolong cell cycle specific antara lain
metotrexate dan 5-FU
Pemberian ajuvan kemoterapi Cisplatinum, bleomycin dan 5-
fluorouracil sedang di- kembangkan di Departemen THT FKUI dengan hasil
sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian
pem- berian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-patinum,
meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan
kesembuhan lebih baik.
Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil
oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat "radio- sensitizer"
memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien
karsi- noma nasofaring. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mito- mycin C
dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat
"radiosensitizer" memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan
kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.
3. Pembedahan diseksi leher radikal
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap
benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul
kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah
hilang yang dibuktikan dengan peme- riksaan radiologik dan serologi, serta
tidak ditemukan adanya metastasis jauh. Operasi tumor induk sisa (residu)
atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang
berat akibat operasi.
b) Perawatan paliatif
Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi.
Mulut rasa kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor
sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dapat dilakukan selain menasihatkan
pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemana pun pergi
dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga
merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah muko- sitis rongga mulut
karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran,
sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual.
Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap
dimana tumor tetap ada (residu) atau kambuh kem- bali (residif). Dapat pula
timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada
kedua keadaan tersebut di atas tidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan
selain pengobatan simtomatis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pera-
watan paliatif di indikasikan langsung terhadap pengurangan rasa nyeri,
mengontrol gejala dan memperpanjang usia. Radiasi sangat efektif untuk
mengurangi nyeri akibat metastasis tulang. Pasien akhirnya meninggal akibat ke-
adaan umum yang buruk, perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat
di- hentikan dan terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis tumor.

6. Komplikasi
a. Komplikasi neurologis yang paling banyak ditemukan pada KNF adalah
keterlibatan saraf intrakranial. Lesi saraf intrakranial merupakan penanda ukuran
tumor besar pada KNF. Lesi pada saraf kranial III, IV, dan VI menandakan
inflitrasi di area os sphenoid dimana saraf-saraf kranial tersebut keluar.
Keterlibatan saraf IX, X, XI menandakan infiltrasi ke area dinding lateral
nasofaring dimana terdapat basis cranii. Komplikasi neurologis ditetapkan
berdasarkan defisit neurologis atau nyeri radikular akibat massa KNF atau
pembesaran KGB.
b. Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak
c. Tumor tumbuh ke depan ke arah orongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi
ke sekitarnya
d. kanker nasofaring juga dapat menyebabkan kerusakan dari struktur tulang dimana
kerusakan tersebut dapat menembus hingga rongga intrakranial atau rongga orbita.
Pada kanker nasofraing sering terlihat adanya erosi dari tulang dan neural
foramina.

7. WOC

B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Identitas pasien
- Nama
Terdapat nama lengkap dari pasien penderita penyakit tumor nasofaring.
- Jenis Kelamin
Penyakit tumor nasofaring ini lebih banyak di derita oleh laki-laki daripada
perempuan.
- Usia
Tumor nasofaring dapat terjadi pada semua usia dan usia terbanyak antara 45-
54 tahun.
- Alamat
Lingkungan tempat tinggal dengan udara yang penuh asap dengan ventilasi
rumah yang kurang baik akan meningkatkan resiko terjadinya tumor
nasofaring serta lingkungan yang sering terpajan oleh gas kimia, asap industry,
asap kayu, dan beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan.
- Agama
Agama tidak mempengaruhi seseorang terkena penyakit tumor nasofaring.
- Suku Bangsa
Karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika,
ataupun Oseania. Namun relatif sering ditemukan di berbagai Asia Tenggara
dan China.
- Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di pabrik industry akan beresiko terkena tumor
nasofaring,karena akan sering terpajan gas kimia, asap industry, dan asap
kayu.
b) Status kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan
menelan terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa
terbakar dalam tenggorokan. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa
berdengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Terjadi
perdarahan di hidung yang terjadi berulang-ulang, berjumlah sedikit dan
bercampur dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai pasien dirawat
di RS. Menggambarkan keluhan utama pasien, kaji tentang proses perjalanan
penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan
meringankan keluhan dan bagaimana cara pasien menggambarkan apa yang
dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST.
Penderita nasofaring ini menunjukkan tanda dan gejala telinga kiri terasa
buntu hingga peradangan dan nyeri, timbul benjolan di daerah samping leher
di bawah daun telinga, gangguan pendengaran, perdarahan hidung, dan bisa
juga menimbulkan komplikasi apabila terjadi dalam tahap yang lebih lanjut.
3. Riwayat kesehatan Dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami pasien sebelumnya yang
ada hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit tumor
nasofaring maka akan meningkatkan resiko seseorang untuk terjangkit tumor
nasofaring pula.
c) Pola Fungsional Gordon
- Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang
dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien? Biasanya klien yang datang
ke rumah sakit sudah mengalami gejala pada stadium lanjut, klien biasanya
kurang mengetahui penyebab terjadinya serta penanganannya dengan cepat.
- Pola nutrisi metabolic
Kaji kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahan pengawet),
anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan, perubahan
berat badan, perubahan kelembaban/turgor kulit. Biasanya klien akan
mengalami penurunan berat badan akibatinflamasi penyakit dan proses
pengobatan kanker.
- Pola Eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan
eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen. Biasanya klien tidak
mengalami gangguan eliminasi.
- Pola aktivas latihan
Kaji bagaimana klien menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya klien
mengalami kelemahan atau keletihan akibat inflamasi penyakit.
- Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama
klien tidur dalam sehari? Biasanya klien mengalami perubahan pada pola
istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri,
ansietas.
- Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan
penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, perabaan dan kaji bagaimana
klien dalam berkomunikasi? Biasanya klien mengalami gangguan pada indra
penciuman.
- Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang
dideritanya? Apakah klien merasa rendah diri? Biasanya klien akan merasa
sedih dan rendah diri karena penyakit yang dideritanya.
- Pola peran hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama
dirawat di Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan
masyarakat sekitarnya? Biasanya klien lebih sering tidak mau berinteraksi
dengan orang lain.
- Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada
perubahan kepuasan pada klien?. Biasanya klien akan mengalami gangguan
pada hubungan dengan pasangan karena sakit yang diderita.
- Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien
menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?. Biasanya klien akan
sering bertanya tentang pengobatan.
- Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi
penyakitnya? Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien?
Biasanya klien lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
- Pola kebersihan diri
Kaji bagaimana klien tentang tindakan dalam menjaga kebersihan diri.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem penglihatan
Pada penderita karsinoma nasofaring terdapat posisi bola mata pasien simetris,
kelopak mata pasien normal, pergerakan bola mata pasien normal namun
konjungtiva pasien anemis, kornea normal, sklera ikterik, pupil mata pasien
isokor, otot mata pasien tidak ada kelainan, namun fungsi penglihatan kabur,
tanda-tanda radang tidak ada, reaksi terhadap cahaya baik (+/+). Hal ini terjadi
karena pada karsinoma nasofaring, hanya bagian tertentu yang mengalami
beberapa gejala yang tidak normal dan fungsi penglihatan kabur.
b. Sistem pendengaran
Pada penderita karsinoma nasofaring, daun telinga kiri dan kanan pasien
normal dan simetris, terdapat cairan pada rongga telinga, ada nyeri tekan pada
telinga. Hal ini terjadi akibat adanya nyeri saat menelan makanan oleh pasien
dengan tumor nasofaring sehingga terdengar suara berdengung pada telinga.
c. Sistem pernafasan
Jalan nafas bersi tidak ada sumbatan, pasien tampak sesak, tidak menggunakan
otot bantu nafas dengan frekuensi pernafasan 26x/menit, irama nafas pasien
teratur, jenis pernafasan spontan, nafas dalam, pasien mengalami batuk produktif
dengan sputum kental berwarna kuning, tidak terdapat darah, palpasi dada pasien
simetris, perkusi dada bunyi sonor, suara nafas pasien ronkhi, namun tidak
mengalami nyeri dada dan menggunakan alat bantu nafas. Pada sistem ini akan
sangat terganggu karena akan mempengaruhi pernafasan, jika dalam jalan nafas
terdapat sputum makan pasien akan kesulitan dalam bernafas yang bisa
mengakibatkan pasien mengalami sesak nafas. Gangguan lain muncul seperti
ronkhi karena suara nafas ini menandakan adanya gangguan pada saat ekspirasi.
d. Sistem kardiovaskular
Pada sirkulasi perifer kecepatan nadi perifer pasien 82x/menit dengan irama
teratur, tidak mengalami distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat suhu
tubuh pasien 36 ℃ , warna kulit tidak pucat, pengisian kapiler 2 detik, dan tidak
ada edema. Sedangkan pada sirkulasi jantung, kecepatan denyut apical 82x/menit
dengan irama teratur tidak ada kelainan bunyi jantung dan tidak ada nyeri dada.
Tumor nasofaring tidak menyerang peredaran darah pasien sehingga tidak akan
mengganggu peredaran darah tersebut.
e. Sistem saraf pusat
Tidak ada keluhan sakit kepala, migran atau pertigo, tingkat kesadaran pasien
komposmentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS) E: 4, M: 6, V: 5. Tidak ada
tanda-tanda peningkatan TIK, tidak ada gangguan sitem persyarafan dan pada
pemeriksaan refleks fisiologis klien normal. Tumor nasofaring juga bisa
menyerang saraf otak karena ada lubang penghubung di rongga tengkorak yang
bisa menyebabkan beberapa gangguan pada beberapa saraf otak. Jika terdapat
gangguan pada otak tersebut maka pasien akan memiliki prognosis yang buruk.
f. Sistem percernaan
Keadaan mulut klien saat ini gigi caries, tidak ada stomatitis lidah klien tidak
kotor, saliva normal, tidak muntah, tidak ada nyeri perut, tidak ada diare,
konsistensi feses lunak, bising usus klien 8 x/menit, tidak terjadi konstipasi, hepar
tidak teraba, abdomen lembek. Tumor tidak menyerang di saluran pencernaan
sehingga tidak ada gangguan dalam sistem percernaan pasien.
g. Sistem endoktrin
Pada klien tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, nafas klien tidak berbau
keton, dan tidak ada luka ganggren. Hal ini terjadi karena tumor nasofaring tidak
menyerang kalenjar tiroid pasien sehingga tidak menganggu kerja sistem
endoktrin.
h. Sistem urogenital
Balance cairan klien dengan intake 1300 ml, output 500 ml, tidak ada
perubahan pola kemih (retensi urgency, disuria, tidak lampias, nokturia,
inkontinensia, anunia), warna BAK klien kuning jernih, tidak ada distensi
kandung kemih, tidak ada keluhan sakit pinggang. Tumor nasofaring tidak sampai
melebar sampai daerah urogenital sehinggatidak mengganggu sistem tersebut.
i. Sistem integumen
Turgor kulit klien elastic, temperature kulit klien hangat, warna kulit pucat,
keadaan kulit baik, tidak ada luka, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah
pemasangan infuse baik, tekstur kulit baik, kebersihan rambut bersih. Warna pucat
yang terlihat pada pasien menunjukkan adanya sumbatan yang ada di dalam
tenggorokan sehingga pasien terlihat pucat.
j. Sistem musculoskeletal
Saat ini klien tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit pada
tulang, sendi dan kulit serta tidak ada fraktur. Tidak ada kelainan pada bentuk
tulang sendi dan tidak ada kelainan struktur tulang belakang, dan keadaan otot
baik. Pada tumor ini tidak menyerang otot rangka sehingga tidak ada kelainan
yang mengganggu sistem musculoskeletal.
3. Diagnosa
a. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).
b. Defisit nutrisi b.d ketidak mampuan menelan
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan
d. Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun
e. Harga diri Rendah b/d perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit

4. Kriteria Hasil
No Diagnosa Kriteria hasil
1 Nyeri akut b/d agen injuri Tingkat Nyeri (L.08066)
fisik (pembedahan). Setelah dilakukan kunjungan sebanyak 3x24
jam diharapkan nyeri dapat membaik
Tujuan : nyeri pasien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Keluhan nyeri berkurang (4)
- Meringis membaik (4)
- Tanda –tanda vital membaik (5)

2 Defisit nutrisi (D.0019) b.d Status Nutrisi (L.03030)


ketidak mampuan menelan Setelah dilakukan kunjungan sebanyak 3x24
jam diharapkan status nutrisi dapat membaik
Luaran Utama :
- Status Nutrisi membaik (5)
- Porsi makanan dari yang tidak habis menjadi
habis (5)
- Kekuatan otot mengunyah meningkat (5)
- Nafsu makan meningkat (5)

3 Bersihan jalan nafas tidak Bersihan jalan napas (L.01001)


efektif b.d sekresi berlebihan Setelah dilakukan kunjungan sebanyak 3x24
jam diharapkan jalan napas dapat membaik
Tujuan : mempertahankan jalan nafas paten
dengan bunyi nafas bersih/jelas.
Kriteria hasil :
- Produksi sputum menurun (5)
- Wheezing membaik (5)
- Tidak ada penumpukan sekret
- Frekuensi napas membaik (5)
- Pola napas membaik (5)

5. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen ijuri fisik ( pembedahan )
Tujuan : Rasa nyeri teratasi
Kriteria hasil :
- Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi nyeri
- Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/ control dengan pengaruh minimal
pada AKS

Intervensi

Intervensi Rasional

Mandiri 1. Informasi memberikan data dasar


untuk mengevaluasi kebutuhan/
1. Tentukan riwayat nyeri misalnya
keefektivan intervensi
lokasi, frekuensi, durasi
2. Meningkatkan relaksasi dan
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar
membantu memfokuskan kembali
(reposisi, gosok punggung) dan
perhatian
aktivitas hiburan.
3. Memungkinkan pasien untuk
3. Dorong penggunaan ketrampilan
berpartisipasi secara aktif dan
manajemen nyeri (teknik relaksasi,
meningkatkan rasa kontrol
visualisasi, bimbingan imajinasi)
music, sentuhan terapeutik
4. evaluasi penghilangan nyeri atau
control

Kolaborasi 1. Kontrol nyeri maksimum dengan


pengaruh minimum pada AKS
2. Nyeri adalah komplikasi sering dari
1. Berikan analgesik sesuai indikasi
kanker, meskipun respon individual
misalnya Morfin, metadon atau
berbeda. Saat perubahan penyakit
campuran narkotik
atau pengobatan terjadi, penilaian
dosis dan pemberian akan dipe

b. Defisit nutrisi b.d ketidak mampuan menelan


Tujuan : Kebutuhan Nutrisi Terpenuhi
Kriteria Hasil :
- berat badan meningkat
- pasien mematuhi dietnya
- kadar albumin dalam batas normal
- tidak ada tanda tanda hiperglikemia

Intervensi

Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan 1. Untuk mengetahui tentang keadaan
makan. dan kebutuhan nutrisi pasien
2. Anjurkan pasien untuk sehingga dapat diberikan tindakan
mematuhi diet yang telah dan pengaturan diet yang adekuat.
diprogramkan. 2. Kepatuhan terhadap diet dapat
3. Timbang berat badan setiap mencegah komplikasi terjadinya
seminggu sekali. hipoglikemia/hiperglikemia.
4. Identifikasi perubahan pola 3. Mengetahui perkembangan berat
maka badan pasien (berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk
menentukan diet).
4. Mengetahui apakah pasien telah
melaksanakan program diet yang
ditetapkan
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan
Tujuan : bersihan jalan nafas meningkat
Kriteria hasil :
- Batuk efektif meningkat
- Prduksi sputum menurun
- Frekuensi nafas membaik
- Pola nafas membaik

Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Monitor pola nafas (frekuensi, 1. Mengetahui pola nafas (frekuensi.
kedalaman usaha nafas) Kedalaman nafas)
2. Monitor bunyi nafas tambahan 2. Mengetahui bunyi nafas tambahan
3. Monitor sputum (jumlah, warna, 3. Mengetahui sputum (jumlah,
aroma) warna, aroma)
4. Anjurkan asupan cairan 4. Menganjurkan asupan cairam
2000ml/hari 2000ml/hari
5. Anjurkan teknik batuk efektif 5. Menganjurkan teknik batuk efektif

6. Implementasi Keperawatan
Implementasi digunakan untuk membantu klien dalam mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan melalui penerapan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi. Pada
tahap ini perawat harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang efektif, mampu
menciptakan hubungan saling percaya serta saling bantu, observasi sistematis, mampu
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan dalam advokasi serta evaluasi.
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan.
Tindakan ini mecangkup tindakan mandiri dan kolaborasi(Parwati, 2019).

7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang bertujuan untuk mencapai tujuan sudah disesuaikan dengan kriteria
hasil selama tahap perencanaan dapat dilihat melalui kemampuan klien untuk mencapai
tujuan tersebut(Parwati, 2019). Tahap penilaian atau evaluasi merupakan perbandingan
yang sistematis serta terencana tentang kesehatan keluarga dengan tujuan/kriteria hasil
yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan
keluarga agar mencapai tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan. (Sherly. I, 2019)
DAFTAR PUSTAKA

Aninditha. T, Soebroto. A. E, Nurhayati. E. 2018.Komplikasi Neurologis pada Karsinoma


Nasofaring. eJKI. Vol. 6 No. 2, hal 123-127.

Brunner & Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan


pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3.
Jakarta :EGC;1999

Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001

Farhat., Adham, Marlinda., dkk. (2021). Karsinoma Nasofaring. Jakarta: ECG

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan


Kedokteran Kanker Nasofaring

Kuswandi, A., Kuswandi, N. H., Kasim, M., & Wulandari, M. (2020). Karakteristik
Histopatologi dan Stadium Klinis Kanker Nasofaring. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 9(1), 243-251.

Moorhead, Sue, et.al. Nursing Outcomes Classification (NOC).Fourth Edition. St.


LouisMissouri : Mosby Elsevier.

R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ;1997

Soeprardi. E. A, et. al. 2007. buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung tenggorok, kepala &
leher. Jakarta: Badan Penerbit FKU

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai