Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU BIOMEDIK DASAR

“Pemeriksaan Fisik 1”
(Fungsi Penglihatan dan Pendengaran)

Oleh:

Nama : Nabilah Yulviana Richarson

NIM : 2111312035

Kelas : A2 2021

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
1) Anatomi dan Fisiologi Telinga

Organ pendengaran terdiri dari telinga eksternal, tengah, dan dalam. Gelombang
suara ditransmisikan melalui liang telinga luar yang menyebabkan membran timpani
yang sensitif bergetar dan mengkonduksi gelombang suara melalui tulang-tulang osikel
telinga tengah ke organ sensori telinga dalam. Kanalis semisirkularis, vestibula, dan
koklea dalam telinga tengah adalah struktur sensori untuk pendengaran dan
keseimbangan. Gelombang suara merambat ke dalam impuls-impuls saraf, yang
bergerak dari telinga dalam sepanjang saraf kranial kedelapan ke otak.
Mukosa telinga tengah memproduksi sejumlah kecil getah, yang dibersihkan
dengan cepat oleh gerak silia dari tuba eustakia, suatu lorong kartilago dan tulang antara
nasofaring dan telinga tengah.

2) Gangguan Pada Telinga


Ada beberapa jenis penyakit atau gangguan pada telinga, di antaranya:
1. Otitis eksterna
Otitis eksterna atau swimmer’s ear merupakan peradangan pada telinga
luar. Gangguan ini bisa terjadi jika telinga Anda sering kemasukan air, misalnya
karena berenang. Telinga yang sering kemasukan air akan menjadi basah dan
lembap, sehingga memudahkan bakteri atau jamur untuk lebih mudah
berkembang biak di liang telinga.
Selain karena liang telinga yang sering basah, otitis eksterna juga bisa
disebabkan oleh hal lain, seperti terlalu sering atau terlalu kuat membersihkan
telinga, luka atau cedera, kemasukan benda asing, atau masalah pada kulit
telinga, misalnya kulit kering atau eksim.
Otitis eksterna dapat menimbulkan beberapa gejala berikut ini:
 Gatal pada telinga
 Sakit, terutama saat telinga disentuh atau ditarik
 Telinga tampak kemerahan dan bengkak
 Keluar cairan dari telinga
 Gangguan pendengaran
 Telinga terasa penuh atau tersumbat
 Demam
 Muncul benjolan di leher atau sekitar telinga karena pembengkakan
kelenjar getah bening

2. Otitis media
Otitis media merupakan gangguan pada telinga bagian tengah yang
disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Otitis media lebih sering dialami oleh
anak-anak dibandingkan orang dewasa.
Gejala yang ditimbulkan oleh otitis media antara lain sakit telinga,
gangguan pendengaran, demam, serta keluarnya cairan dari telinga yang
berwarna kekuningan, kehijauan, atau kecokelatan, dan berbau busuk.

3. Otitis interna
Otitis interna adalah infeksi pada telinga dalam yang mengendalikan
fungsi pendengaran dan menjaga keseimbangan tubuh. Gangguan pada telinga
ini dapat terjadi akibat otitis media yang tidak diobati dan infeksi virus atau
bakteri di telinga.
Gejala infeksi telinga bagian dalam meliputi vertigo, pusing, sulit berdiri
atau duduk, mual, muntah, telinga berdenging, sakit telinga, dan kehilangan
pendengaran.
4. Gendang telinga pecah
Gendang telinga atau membran timpani merupakan selaput tipis yang
memisahkan saluran telinga dan telinga bagian tengah. Jika terjadi gangguan
pada telinga, gendang telinga bisa saja pecah.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan gendang telinga pecah, di
antaranya:
 Infeksi telinga tengah atau otitis media parah yang tidak diobati
 Telinga kemasukan benda asing
 Kebiasaan mengorek telinga terlalu dalam menggunakan benda tertentu,
seperti cotton bud atau tusuk gigi
 Suara yang sangat keras, seperti ledakan
 Benturan atau cedera di bagian kepala atau telinga
 Barotrauma atau perubahan tekanan udara secara mendadak, misalnya
saat di dalam pesawat atau menyelam
Gendang telinga pecah dapat menimbulkan gejala berupa sakit telinga, keluar
cairan dari telinga, gangguan pendengaran, telinga berdenging, dan vertigo atau
pusing berputar.

5. Telinga berdenging
Telinga berdenging atau tinnitus ditandai dengan sensasi berdenging
pada telinga yang dapat berlangsung dalam waktu singkat atau lama. Gangguan
telinga ini bisa disebabkan oleh banyak hal, antara lain:
 Gangguan pada sel saraf di dalam telinga
 Penuaan
 Kebiasaan mendengar suara dengan volume kencang, baik dalam jangka
waktu sebentar atau lama
 Penyumbatan kotoran telinga
 Tulang telinga mengeras

6. Kolesteatoma
Gangguan pada telinga ini disebabkan oleh pertumbuhan jaringan kulit
yang tidak normal di dekat gendang telinga atau ruang telinga bagian tengah.
Pertumbuhan jaringan kulit ini dapat mengakibatkan jaringan dan tulang di
sekitar telinga tengah mengalami kerusakan, sehingga fungsi telinga terganggu.
Kolesteatoma dapat menimbulkan berbagai gejala, seperti nyeri, telinga
berbau busuk, keluar cairan dari telinga, telinga terasa penuh atau tersumbat,
gangguan pendengaran, serta melemahnya otot wajah di bagian sisi telinga yang
terkena kolesteatoma.

7. Otosklerosis
Ketika telinga menangkap suara, gendang telinga dan tulang
pendengaran di dalam telinga bagian tengah akan bergetar untuk menciptakan
impuls atau rangsang pendengaran agar dapat dikirim ke otak. Ketika
rangsangan tersebut sampai ke otak, terjadilah proses pendengaran. Namun,
pada kondisi otosklerosis, tulang-tulang pendengaran di dalam telinga tengah
kaku dan tidak dapat bergerak dengan baik. Gangguan pada telinga ini dapat
membuat penderitanya sulit mendengar dan sering mengalami telinga
berdenging.
Selain beberapa kondisi di atas, masih ada beberapa macam gangguan
pada telinga lainnya, misalnya neuroma akustik atau tumor pada saraf telinga
dan prebiakusis, yaitu kondisi menurunnya fungsi pendengaran akibat penuaan.

3) Prosedur Pemeriksaan Pada Telinga


Tujuan dilakukannya pemeriksaan pada telinga adalah melaksanakan tindakan
pengobatan telinga sesuai dengan program pengobatan.
Alat dan Bahan :
 Lampu kepala
 Spekulum telinga atau otoskop dengan beberapa ukuran (kecil, sedang dan
besar)
 Handscoon
 Bengkok
 Masker
Prosedur :
a. Fase Pra Interaksi
Persiapan Alat

b. Fase Interaksi
 Mengucapkan salam, menyebutkan nama dan departemen/unit kerja
serta menyebutkan maksud dan tujuan kedatangan
 Meminta pasien untuk menyebutkan nama dan tanggal lahir sambil
perawat mencocokkan nama dan tanggal lahir pada gelang identitas
pasien
 Bagi pasien yang tidak sadar dan pasien anak – anak perawat
mencocokkan identitas dengan melihat gelang pasien
 Perawat mencuci tangan dengan handrub
 Menyiapkan posisi pasien, posisi perawar menghadap ke telinga yang
akan diperiksa
 Memakai masker, handscoon dan menghidupkan lampu kepala
 Atur pencahayaan lampu kepala atau sumber cahaya lain sehingga
tangan perawat bebas bekerja
 Lakukan inspeksi telinga luar terhadap posisi, warna, ukuran, bentuk,
hygiene, adanya lesi, massa dan kesimetrisan
 Untuk inspeksi telinga bagian dalam menggunakan spekulum telinga,
dengan cara :
a) Pegang pinggir daun telinga dan secara perlahan tarik daun
telinga ke atas dan ke belakang sehingga lubang telinga mudah
diamati. Pada anak – anak tarik daun telinga ke bawah
b) Dengan hati – hati masukkan otoskop yang menyala ke dalam
lubang telinga. Amati adanya kotoran, serumen, peradangan atau
adanya benda asing
 Lakukan palpasi pada telinga dengan menggunakan jari telunjuk dan jari
jempol. Palpasi kartilago telinga luar secara simetris, yaitu jaringan
lunak ke jaringan keras dan catat jika ada rasa nyeri saat menekan
 Lakukan penekanan pada area tragus ke dalam dan tulang telinga
dibawah daun telinga
 Bandingkan antara telinga kiri dan kanan
 Atur posisi pasien dengan membelakangi pemeriksa pada jarak 4 – 6 m
 Instruksikan pasien untuk menutup salah satu telinga yang tidak
diperiksa
 Bisikan suatu bilangan
 Minta pasien untuk mengulangi bilangan yang didengar
 Periksa telinga lainnya dengan cara yang sama
 Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri
 Lakukan pemeriksaan tes Rinne, pemeriksaan ini bertujuan untuk
membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang, sehingga
membantu menegakkan diagnosis tuli hantar (conductive hearing loss)
a) Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak
tangan atau buku jari tangan yang berlawanan
b) Untuk menilai hantaran udara, ujung lengan panjang garpu tala
yang sudah digetarkan sepasang 1 inch di depan meatus
auditorius ekstermus
c) Tanyakan pada pasien apabila sudah tidak mendengar garpu tala
dipindahkan ke prosesus mastodea
d) Setelah itu prosedur diatas dibalik. Pemeriksaan dimulai dari
prosesus mastoedea ke depan meatus auditorius eksternus
 Lakukan pemeriksaan tes Weber yang bertujuan untuk membedakan tuli
hantar dan tuli sensorineural
a) Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak
tangan atau buku jari tangan yang berlawanan
b) Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan di verteks atau di
tengah dahi
c) Tanyakan pada pasien apakah pasien mendengar suara tersebut
dengan keras atau lebih keras disatu sisi (kanan dan kiri)
d) Catat hasil pemeriksaan pendengaran dengan cara auskultasi
tersebut
 Buka handscoon, masker dan lampu kepala
 Jelaskan pada pasien bahwa tindakan sudah selesai
 Catat hasil pemeriksaan
c. Fase Terminasi
 Bersihkan peralatan
 Ucapkan terima kasih
 Cuci tangan dengan handrub
 Dokumentasikan tindakan

4) Anatomi dan Fisiologi Mata

Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang
memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang
dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak,
yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk
mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis
sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan,
memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak (Junqueira, 2007).
Mata terdiri dari bagian-bagian, yaitu :
1. Kornea adalah jaringan berbentuk kubah transparan yang membentuk bagian
paling depan mata. Kornea berfungsi sebagai jendela dan sebagai jalan masuk
cahaya ke mata.
2. Bilik Mata Depan (Anterior Chamber) adalah sebuah kantung mirip jelly yang
berada di belakang kornea mata, di depan lensa. Kantung yang juga dikenal
dengan istilah anterior chamber ini berisi cairan aqueous humor yang
membantu membawa nutrisi ke jaringan mata. Cairan aqueous humor ini
berfungsi sebagai penyeimbang tekanan di dalam mata
3. Sklera adalah selaput putih keras dengan jaringan fibrosa yang menutupi
seluruh bola mata (sepanjang jalan di sekitar), kecuali bagian kornea. Di
dalamnya terdapat otot yang menempel guna menggerakkan mata yang
menempel pada sklera.
4. Iris dan Pupil adalah bagian dari anatomi mata yang saling berhubungan satu
sama lain. Iris adalah membran berbentuk cincin di dalam mata yang
mengelilingi lubang di tengahnya. Lubang ditengahnya itulah yang disebut
dengan pupil. Pupil merupakan otot yang bisa tertutup dan terbuka atau
mengecil dan membesar. Iris berfungsi mengatur sejumlah cahaya yang masuk
ke mata dan menyesuaikan dengan bukaan pupil. Ketika diterpa cahaya terang,
iris akan menutup (atau menyempit) dan membuat pupil terbuka lebih kecil
untuk membatasi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Selain itu, irislah yang
menentukan warna mata. Orang dengan mata coklat memiliki iris berpigmen
tinggi, sementara orang dengan mata biru atau ringan memiliki iris dengan
pigmen yang sedikit
5. Lensa adalah sebuah jaringan transparan dan lentur yang terletak tepat di
belakang iris dan pupil. Ini adalah salah satu bagian kedua dari mata, setelah
kornea. Fungsi lensa adalah membantu memusatkan cahaya dan gambar pada
retina.
6. Choroid dan Konjungtiva adalah membran cokelat gelap yang terdapat banyak
pembuluh darah didalamnya. Posisinya terletak di antara sklera dan retina.
Choroid ini berfungsi untuk memasok darah dan nutrisi ke retina dan ke semua
struktur lainnya. Konjungtiva adalah lapisan tipis jaringan yang menutupi
seluruh bagian depan mata, kecuali untuk kornea
7. Vitreous berbeda dengan cairan aqueous humor yang adanya di depan lensa
mata, vitreous humor terletak di belakang lensa mata. Vitreous adalah zat seperti
jelly yang mengisi bagian dalam bagian belakang mata.
8. Retina dan Optik adalah sebuah jaringan yang peka terhadap cahaya. Retina ini
melapisi permukaan bagian dalam mata. Sel di retina bisa mengubah cahaya
masuk menjadi impuls listrik. Impuls listrik ini dibawa oleh saraf optik (yang
menyerupai kabel televisi) ke otak
5) Gangguan Pada Mata
Dibawah ini merupakan beberapa macam penyakit atau gangguan pada mata
manusia :
1. Myopia (Rabun Jauh)
Myopia atau miopi adalah sebuah kerusakan refraktif mata di mana citra
yang dihasilkan berada di depan retina ketika akomodasi dalam keadaan santai.
Miopi dapat terjadi karena bola mata yang terlalu panjang atau karena
kelengkungan kornea yang terlalu besar sehingga cahaya yang masuk tidak
difokuskan secara baik dan objek jauh tampak buram.
2. Hipermetropi (Rabun Dekat)
Hipermetropi atau Hiperopia atau rabun dekat adalah kelainan refraksi
mata dimana bayangan dari sinar yang masuk ke mata jatuh di belakang retina.
Hal ini dapat disebabkan karena bola mata yang terlalu pendek atau
kelengkungan kornea yang kurang.
Penderita kelainan mata ini tidak dapat membaca pada jarak yang
normal (30 cm) dan harus menjauhkan bahan bacaannya untuk dapat membaca
secara jelas. Penderita juga akan sulit untuk melakukan kegiatan yang
membutuhkan ketelitian tinggi. Perbaikan penglihatan dapat dilakukan dengan
memakai kacamata dengan lensa sferis positif (cembung)
3. Astigmatisma
Astigmatisma merupakan gangguan penglihatan akibat kelainan pada
kelengkungan kornea atau lensa mata. Kondisi ini menyebabkan pandangan
kabur atau menyimpang, baik dalam jarak dekat maupun jauh.
4. Presbiopi (Mata Tua)
Presbiopi atau mata tua disebabkan karena daya akomodasi lensa mata
tak bekerja dengan baik akibatnya lensa mata tidak dapat menfokuskan cahaya
ke titik kuning dengan tepat, sehingga mata tidak bisa melihat yang jauh
maupun dekat
5. Buta Warna
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan
sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu yang
disebabkan oleh faktor genetis.
6. Katarak
Katarak adalah lensa mata yang menjadi keruh, sehingga cahaya tidak
dapat menembusnya, bervariasi sesuai tingkatannya dari sedikit sampai
keburaman total

6) Prosedur Pemeriksaan Pada Mata


Tujuan pemeriksaan pada mata adalah sebagai pedoman dalam melakukan
pemeriksaan mata. Pemeriksaan mata dilakukan dalam kondisi duduk atau berdiri

Alat dan Bahan


 Kartu Snellen
 Buku catatan
 Buku penunjuk
 Penlight (bila perlu)

Prosedur

 Letakkan kartu snellen dengan jarak 6 meter dan baris tengah terletak setinggi
garis mata pasien yang akan diperiksa
 Pemeriksaan dimulai dari mata bagian kanan, sedangkan mata kiri ditutup
dengan penutup mata (okduler) atau dengan telapak tangan tanpa penekanan
 Pasien diminta untuk membaca tiap huruf pada kartu snellen mulai dari atas
hingga bawah
 Penulisan hasil pemeriksaan tajam penglihatan mata kanan sesuai dengan angka
yang tertulis di sebelah kiri dan baris terbawah huruf snellen yang dapat dibaca
oleh pasien. Misal pasien dapat membaca huruf sampai baris ke 5, di sebelah
kiri baris ke 5 terdapat angka 6/18, berarti visus yang diperiksa adalah 6/18
 Apabila tajam penglihatan kurang dari 6/6 maka dilanjutkan dengan pinhole
(cakram berlubang) yang diletakkan di depan mata, sehingga pasien dapat
mengintip dari lubang tersebut. Pinhole di pegang dengan tangan kiri
 Apabila tajam penglihatan menjadi lebih jelas berarti ada kelainan refraksi
(gangguan tajam penglihatan). Pada pencatatan dapat dituliskan lb (lebih baik).
Bila taham penglihatan makin memburuk berarti ada kelainan organic, hasil
pemeriksaannya dapat dituliskan dengan huruf t (tetap).
 Pemeriksaan mata kiri dilakuka dengan tahap yang sama yang terdapat di atas

Metode pemeriksaan mata dengan menghitung jari

 Pasien berdiri sejauh 3 meter dari pemeriksa


 Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan, mata kiri ditutup menggunakan
penutup mata atau dengan telapak tangan tanpa penekanan.
 Pasien diminta menghitung jari perawat, apabila jari tidak dapat dihitung, berarti
penderita mengalami gangguan penglihatan maka pemeriksaan lanjutan
dibutuhkan
 Pemeriksaan pada mata kiri dilakukan sesuai dengan tahap diatas
DAFTAR PUSTAKA

Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen Klinis Perdami Ed 1. Jakarta:


CV Ondo

Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Ed III. Cetakan V. Jakarta: Balai Penerbit

Patricia. 2005. Panduan Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai