Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

SERUMEN IMPAKSI
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

Disusun Oleh:
Siti Aisyah Al-Munawarah, S.Kep
NPM. 2014901110083

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
SERUMEN IMPAKSI

1.1 Pengertian
Serumen adalah sekret kelenjar sebasea dan apokrin yang terdapat pada
bagian kartilaginosa liang telinga. Ada dua tipe dasar,yaitu basah dan
kering. (Elizabeth, 2010). Sumbatan serumen adalah gangguan
pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga
dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu. (Mansoerarif,1999)
Sumbatan serumen adalah hasil dari produksi kelenjar sebasea, kelenjar
seruminosa yang terdapat dibagian kartilago liang telinga luar dan epitel
kulit yang terlepas dan pertikel debu, yang berguna untuk melicinkan
dinding liang telinga dan mencegah masuknya serangga kecil kedalam
liang telinga. Dalam keadaan normal serumen terdapat disepertiga luar
liang telinga karena kelenjar tersebut hanya ditemukan didaerah ini dan
keluar dengan sendirinya dari liang telinga akibat migrasi epitel kulit
yang bergerak dari arah membrane timpani menuju keluar serta dibantu
oleh gerakan rahang sewaktu mengunyah.

1.2 Etiologi
Menurut Bruner & Sudarth, (2002) sebab terjadinya impaksi serumen
diantarannya:
1.2.1 Dermatitis kronik pada telinga luar
1.2.2 Liang telinga yang sempit
1.2.3 Produksi serumen terlalu banyak dan kental
1.2.4 Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebisaan
mengorek telinga)
Sumbatan pada telinga bagian luar biasanya disebabkan oleh
kotoran telinga (serumen). Saluran telinga memiliki kelenjar yang
menghasilkan serumen untuk melindungi telinga dari masuknya
debu, bakteri, dan partikel asing yang dapat menyebabkan
kerusakan pada telinga. Normalnya serumen ini akan perlahan-
lahan keluar dari telinga atau bisa dikeluarkan dengan
membersihkan telinga. Jumlah serumen yang dihasilkan berbeda-
beda pada setiap orang. Beberapa orang memiliki produksi
serumen yang lebih banyak dibanding orang lain. Pada beberapa
kasus, serumen bisa mengeras di dalam saluran telinga dan
menyebabkan sumbatan. Kondisi ini bisa memberat jika kotoran
telinga (serumen) terdorong masuk saat membersihkan telinga.
Pada anak-anak, sumbatan juga bisa disebabkan oleh benda asing.
Anak-anak bisa memasukkan benda-benda kecil ke dalam
telinganya, misalnya manik-manik, anting penghapus karet,
mainan, kancing, atau kacang-kacangan. Serangga juga kadang bi
ditemukan di dalam liang telinga. Biasanya benda-benda tersebut
bisa tersangkut dan tidak dapat keluar.

1.3 Patofisiologi
Kumpulan serumen yang berlebihan bukanlah suatu penyakit. Sebagian
orang menghasilkan amat banyak serumen seperti halnya sebagian
orang lebih mudah berkeringat dibandingkan yang lain. Pada sebagian
orang.serumen dapat mengeras dan membentuk sumbatan yang padat
:pada yang lain , mungkin merasakan telinganya tersumbat atau
tertekan.Bila suatu sumbatan serumen yang padat menjadi
lembab.misalnya setelah mandi .maka sumbatan tersebut dapat
mengembang dan menyebabkan gangguan pendengaran sementara.
( Adams boics higler)
Dermatitis kronik pada telinga luar, Liang telinga sempit, Produksi
serumen terlalu banyak dan kental, Kebiasaan membersihkan telinga
yang salah yang menjadikan terdorongnya serumen ke lubang lebih
dalam pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang, dapat menyebabkan
otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran.
Penumpukan serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik
sebagai penyebab defisit pendengaran . usaha membersihkan kanalis
auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa
berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan infeksi.

1.4 Manifestasi Klinis


Gejala yang timbul akibat sumbatan serumen dapat berupa rasa telinga
tersumbat, sehingga pendengaran berkurang. Rasa nyeri dapat timbul
apabila serumen keras membatu, dan menekan dinding liang telinga.
Telinga berdengung (tinitus) dan pusing dapat timbul apabila serumen
telah menekan membran timpani, terkadang dapat disertai batuk, oleh
karena rangsangan nervus vagus melalui cabang aurikul

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Ketajaman Auditortus.
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif
dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata
atau detakan jam tangan. Bisikan lembut dilakukan oleh
pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh.
Masing- masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang
satunya tak mendengar,Penggunaan uji Weber dan Rinne
memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif
dengan kehilangan sensorineura
1.5.1.1 Uji Weber
Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya
lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada
gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan
pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien.
Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di
telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran
normal akan mende-ngar suara seimbang pada kedua telinga
atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala.
Bila ada kehilang-an pendengaran konduktif (otosklerosis,
otitismedia), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang
sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat |
ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi
tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan
meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya
lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan
pendengaran unilateral
1.5.1.2 Uji Rinne
Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di
belakang aurikula pada - tulang mastoid (konduksi
tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara.
Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari
meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi udara).
Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengarkan
suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlangsung
lebih lama dari konduksi - tulang. Pada kehilangan
pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi
konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang
temporal telah menghilang,
pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui
mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan
pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang
dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun
keduanya
merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima
seperti sangat jauh dan lemah.

1.6 Penatalaksanaan terapi


1.6.1.1 Serumen yang msih lunak dapat dibersihkan dengan kapas yang
di lilitkan oleh aplikator (pelilit)
1.6.1.2 Serumen yang sudah agak mengeras dikait dan dibersihkan
dengan alat pengait c.serumen yang lembek dan letaknya terlalu
dalam, sehingga mendekati membran timpani, dapat dikeluarkan
dengan mengirigasi liang telinga (spooling).
1.6.1.3 Serumen yang telah keras membatu, harus di lembekkan
terlebih dahulu dengan karbol gliserin 10% 3 kali tetes sehari
selama 2-5 hari (tergantung keperluan) setelah itu dibersihkan
dengan alat pengait atau di irigasi (spooling)
Teknik irigasi liang telinga
Dalam melakukan tindakan irigasi liang telingan (spooling) ada
beberapa hal yang harus diketahui dan diperhatikan oleh tenaga
medis sebelum melakukan tindakan tersebut antara lain :
1. Pasien tidak mempunyai riwayat sakit telinga yang
menyebabkan rupture gendang telinga, seperti riwayat
congekan (OMSK), maupun riwayat gendang telinga.
2. Pasien tidak sedang mengalami sakit telinga luar (otitis
eksterna)

1.7 Komplikasi
Menurut bruner & sudarth 2002 komplikasi yang dapat terjadi
pada impaksi serumen diantaranya :

1.7.1 Otalgia
1.7.2 Vertigo
1.7.3 Otitismedia
1.7.4 Resiko infeksi
1.7.5 Penyumbatan
1.7.6 Otitis eksterna
1.7.7 Perikondritis (inf tl rawan : kartilago)
1.7.8 Trauma gendang telinga

1.8 Pathway
2.1 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.1.1 Pengkajian
2.1.1.1 Biodata pasien dan penanggung jawab
2.1.1.2 Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya
mulai menurun,nyeri,telinga berdengung,dan pusing
dimana pasien merasakan lingkungan disekitarnya
berputar (vertigo)
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan masa lalu yang berhubungan
dengan penyakit impaksi serumen adaalah
kebiasaan membersihkan telinga yang tidak benar,
penyakit-penyakit yang dpaat menimbulkan
dermatitis pada kulit, seperti herpes zooster.
2.1.1.3 Pola kebutuhan dasar manusia
a. Pola kebutuhan dasar manusia meliputi :
b. Pola napas
c. Pola makan dan minum
d. Pola eliminasi (BAB DAN BAK)
e. Pola istirahat dan tidur
f. Pola berpakaian Pola rasa nyaman
g. Pola kebersihan diri
h. Pola rasa aman
i. Pola komunikasi
j. Pola beribadah
k. Pola produktivitas
l. Pola rekreasi
2.1.1.4 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Telinga .Telinga luar diperiksa dengan
inspeksi dan palpasi langsung sementara membrana timpani
diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan
palpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop
pneumatic Pengkajian Fisik.
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling
sederhana tapi sering terlewat.
Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya
deformitas, lesi,cairan begitu pula ukuran,simetris dan sudut
penempelan ke kepala.
Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila
manuver ini terasa nyeri, harus dicurigai adanya otitis
eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah
mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi
nodus auri-kula posterior. Terkadang, kista sebaseus dan
tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat pada pinna.
Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya
menunjukkan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat
pula di kulit kepala dan struktur wajah.
Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan
membrana timpani, kepala pasien Sedikit dijauhkan dari
pemeriksa

2.1.2 Diagnosa keperawatan


2.1.2.1 Nyeri akut b.d. agen cedera biologis
2.1.2.2 Gangguan persepsi dan sensori (auditori) b.d. perubahan
persepsi sensori
2.1.2.3 Kurang pengetahuan b.d kurang terpapar informasi mengenai
penyakit
2.1.2.4 Resiko infeksi b.d trauma pada kulit

2.1.3 Intervensi
2.1.3.1 Nyeri akut b.d. agen cedera biologi
setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan rasa nyeri
pasien berkurang dengan KH:
- Pasien tampak rileks,
- skala nyeri (1-3)

Intervensi
1. Kaji ulang keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter
dan intensitas.
2. Berikan posisi yang nyaman pada pasien.
3. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan
4. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri, seperti
nafas dalam
5. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (analgesik).

Rasional
1. Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
2. Untuk meningkatkan relaksasi.
3. Dapat mengurangi rasa nyeri pasien
4.Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri
5. Diberikan untuk menghilangkan nyeri dan memberikan
relaksasi mental dan fisik.

2.1.3.2 Gangguan persepsi dan sensori (auditori) b.d. perubahan


persepsi sensori
setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan Gangguan persepsi sensori berkurang / hilang
dengan KH :
- Pasien dapat mendengar dengan baik
- Pasien tidak meminta untuk mengulang setiap pertanyaan
yang diajukan kepadanya

Intervensi
1. Kaji ketajaman pendengaran pasien
Menggunakan tanda – tanda nonverbal (mis. Ekspresi wajah,
menunjuk, atau gerakan tubuh) dan bentuk komunikasi
lainnya.
2. Anjurkan kepada keluarga atau orang terdekat klien untuk
tinggal bersama klien
3. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk mematuhi
program teraphy

Rasional
1. Untuk mengetahui tingkat ketajaman pendengaran pasien
dan untuk menentukan intervensi
2. Membantu klien untuk mempersepsikan informasi
Untuk menghindari perasaan terisolasi pasien
3. Mematuhi program therapy akan mempercepat proses
penyembuhan

2.1.3.3 Kurang pengetahuan b.d kurang terpapar informasi mengenai


penyakit
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
kebutuhan akan informasi terpenuhi dengan KH :
- pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan
pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan
proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan
tindakan.

Intervensi
1.Tentukan persepsi pasien tentang proses penyakit.
2.Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan
3. Berikan informasi mengenai penanganan dan pengobatan,
interaksi,efek samping dan pentingnya ketaatan pada program

Rasional
1.Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran
kebutuhan belajar individu
2. Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pilihan
3. Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama
dalam proses penyembuhan

2.1.3.4 Resiko infeksi b.d trauma pada kulit


Setelah diberikan tindakan keperawatan 3X24 jam
diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil:
- Tidak terdapat tanda tanda infeksi seperti:
Kalor,dubor,tumor,dolor,dan fungsionalasia.
TTV dalam batas normal

Intervensi
1. Kaji tanda – tanda infeksi
2. Pantau TTV,terutama suhu tubuh.
3. Ajarkan teknik aseptik pada pasien
4. Cuci tangan sebelum memberi asuhan keperawatan ke
pasien.

Rasional
1. Untuk mengetahui apakah pasian mengalami infeksi. Dan
untuk menentukan tindakan keperawatan berikutnya.
2. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahuikeadaan
umum pasien. Perubahan suhu menjadi tinggi merupakan
salah satu tanda – tanda infeksi.
3. Meminimalisasi terjadinya infeksi
4. Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Ed 8 : Jakarta.
EGC
Doungoes, marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3 : Jakarta.
EGC
Mansjoer,Arief,dkk. 1999.Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3:
Jakarta.Mediaaesculapius
Nurarif, H.,A & Kusuma.,H . 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarakan Diagnose Medis Dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta :
MediAction

Bulechek, G., Butcher, H., Dochterman, J., Wagner, Cherly. (2013). Nursing
Intervention Classification (NIC), 6th Ed. Missouri: Mosby Elsevier
Herdman, T. Heather. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions and Classification 2018-2020, 11th Ed. Jakarta: EGC

Banjarmasin, Februari 2021


Ners Muda

Siti Aisyah Al-Munawarah, S.Kep

Pembimbing Klinik

Herlini, S.Kep.,Ns

Anda mungkin juga menyukai