PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pendengaran ialah salah satu fungsi yang penting dalam kehidupan. Saat ini
banyak gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mendengar, salah
satunya adalah otosklerosis. Dalam penelitian, kelainan ini terdapat pada masyarakat
dalam jumlah yang signifikan.
Otosklerosis merupakan salah satu penyebab umum tuli konduktif pada orang
dewasa. Kelainan disebabkan karena gangguan autosomal dominan yang terjadi pada
wanita maupun pria. Pasien mengalami gejala-gejala pada akhir usia belasan atau
awal dua puluhan. Kelainan ini merupakan penyakit labirin tulang, dimana terbentuk
suatu daerah otospongiosis {tulang lunak} terutama di depan dan didekat kaki stapes
menjadi terfiksasi.
Otosklerosis cukup lazim terjadi yaitu pada hampir dari 10% populasi. Namun
hanya presentase kecil yang kemudian bermanifestasi secara klinis sebagai gangguan
pendengaran. Pasien perlu dinilai secara cermat, baik melalui pemeriksaan audiologik
maupun dengan pemeriksaan otologik
Pendengaran normal ialah suatu keadaan dimana orang tidak hanya dapat mendengar
tetapi juga dapat mengerti apa yang didengarnya, sedangkan kekurangan pendengaran
yaitu keadaan dimana orang kurang dapat mendengar dan mengerti perkataan yang
didengarnya.
Implantasi kokhlear telah menjadi pilihan dalam terapi tuli total, sedangkan untuk
gangguan pada telinga tengah seperi otosklerosis terapi pilihannya adalah
pembedahan dan belum ada pengobatan selain bedah bagi mereka yang mengalami
gangguanpendengaransensorineural.
Pengetahuan akan genetik dalam ketulian memberi harapan bagi berkembangnya
pengobatan baru, ada anggapan bahwa sebagian kasus tuli pada anak disebabkan oleh
mutasi gen tunggal, sedangkan sisanya oleh lingkungannya. (Brunner & Suddart,
2015)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar pembaca bisa mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien
otosklerosis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi otosklerosis
b. Mengetahui etiologi otosklerosis
c. Mengetahui manifestasi otosklerosis
d. Mengetahui patofisiologi otosklerosis
e. Mengetahui komplikasi apa dari otosklero
BAB II
TINAJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
C. Patofisiologi
Menurut (Medistore.com.2004), Infeksi dapat menimbulkan perubahan lapisan
mukosa telinga tengah. Perubahan ini terjadi berangsur-angsur, tidak langsung. Mula-
mula tuba eustachius tersumbat, sehingga penderita merasa pendengarannya
terganggu. Lalu terjadi perubahan pada lapisan mukosa di dalam telinga, terbentuk
ran di rongga telinga, dan gendang telinga membengkak. Penderita akan merasa
sangat sakit dengan demam tinggi dan nyeri di telinga semakin bertambah. Kalau
cairan tidak segera dikeluarkan, gendang telinga bisa pecah atau robek (perforasi),
dan meningalkan lubang. Tuli bisa terjadi. Berdasarkan bagian yang mengalami
gangguan atau kerusakan, tuli dibedakan menjadi tuli kondutif dan tuli saraf. Pada
tuli konduktif, pendengaran menjadi terganggu karena ada gangguan hantaran suara
akibat kelainan infeksi di telinga hampir selalu menimbulkan tuli konduktif.
Walaupun gendang teling masih utuh, tulang-tulang pendengaran bisa terputus.
Otosklerosis merupakan suatu penyakit keturunan dan merupakan penyebab
tersering dari tuli kondusif progresif pada dewasa yang gendang telinganya normal.
Kekurangan pendengaran yang kongenital, dimana telinga luar dan telinga tengah
masih ada, bisa diakibatkan oleh efek toksik. Otosklerosis diperkirakan disebabkan
oleh adanya pembentukan baru tulang spongiosum yang abnormal, khususnya sekitar
jendela ovalis yang mengakibatkan fiksasi pada stapes sehingga efisiensi transmisi
suara menjadi terhambat karena stapes tidak dapat bergetar dan menghantarkan suara
yang dihantarkan dari maleus dan inkus ke telinga dalam. Penyebab kekurangan
pendengaran di telinga tengah ialah membran tympai yang abnormal, misalnya
penebalan yang hebat, retraksi, skarifikasi atau perforasi. Kekakuan tulang-tulang
pendengaran atau perubahan apapun di telinga tengah yang menyebabkan mobilitas
tulang-tulang pendengaran terganggu, sekresi, granulasi atau polip yang diakibatkan
oleh otitis media yang kronik. Kelainan kongenital yang berupa tidak terbentuknya
satu atau lebih dari tulang pendengaran. Perubahan-perubahan patologik dari kapsul
labyrinth yang menyebabkan stapes kaku. Kelainan ini dikenal dengan nama
otosklerosis.
WOC
D. Komplikasi
1. Tuli kondusif
2. Glomus jugulare (tumor yang tumbuh dari bulbus jugularis)
3. Neuroma nervus fasialis (tumor yang berada pada nervus VII, nervus fasialis)
4. Granuloma Kolesterin. Reaksi system imun terhadap produksi samping darah
(kristal kolesterol)
5. Timpanosklerosis. Timbunan kolagen dan kalsium didalam telinga tengah
yang dapat mengeras disekitar osikulus sebagai akibat infeksi berulang.
(Brnnuer & Suddart, 2001)
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Brunner & suddert :
1. Otoskopik
Untuk menemukan membran timpani yang normal
2. Pemeriksaan Audiometri/Audiologi
Untuk menguatkan adanya kehilangan pendengaran kondusif atau
campuran khususnya pada frekuensi rendah. Hasil dari tes pendengaran
dengan audiometer ini digambar dalam grafik yang disebut audiogram.
Apabila pemeriksaan dengan audiometer ini dilakukan, tes-tes suara bisik dan
garpu suara tak banyak diperlukan lagi, sebab hasil audiogram lebih lengkap.
Dengan audiometer dapat dibuat 2 macam audio-gram : Audiogram nada
murni (pure tone audiogram) Audiogram bicara (speech audiogram). Dengan
audiometer dapat pula dilakukan tes-tes : tes SISI (Short Increment Sensitivity
Index), tes Fowler dimana dapat diketahui bahwa kelainan ada di koklear atau
bukan. Tes Tone Decay dimana dapat diketahui apakah kelainan dibelakang
koklea (retro cochlear) atau bukan. Kelainan retro coklear ini misalnya ada
tumor yang menekan N VIIIKeuntungan pemeriksaan dengan audiometer
kecuali dapat ditentukan dengan lebih tepat lokalisasi kelainan yang me-
nyebabkan ketulian juga dapat diketahui besarnya ketulian yang diukur
dengan satu db (desibel).
3. CT scan atau roentgen
Untuk mengidentifikasi adanya kerusakan dan keabnormalan pada struktur
telinga
4. Test Rine
Dengan garpu suara frekuensi 64, 128, 256, 512, 1024, 2048 dan 4096 hz,
dibunyikan dengan cara tertentu lalu disuruh mendengarkan pada orang yang
dites. Bila penderita banyak tak mendengar pada frekuensi rendah berarti tuli
konduksi. Bila banyak tak mendengar pada frekuensi tinggi berarti tuli
persepsi Kemudian dengan garpu suara frekuensi 256 atau 512 hz dilakukan
tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach sehingga lebih jelas lagi apakah tuli
penderita dibagian konduksi atau persepsi Yaitu test yang menggunakan
garputala, untuk mengetahui perbedaan antara hantaran udara degan hantaran
tulang
5. Test Weber
Yaitu test yang menggunakan garputala, untuk mengetahui daya tangkap
suara antara telinga kanan dengan teliga kiri.(Brunner&Suddarth,2001)
6. Test Bisik
Test ini digunakan untuk mendeteksi pendengaran pasien pada jarak 5 meter
dengan mendengarkan kata-kata yang dibisikkan yang memiliki nada rendah
sampai dengan yang yang memiliki nada tinggi. Caranya ialah dengan
membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata itu
mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak
penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata
yang dibisikan dengan benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari
kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 - 6
meter berarti ada kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat
mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya
bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi.
Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar dites dengan suara
konversasi atau percakapan biasa. Orang normal dapat mendengar suara
konversasi pada jarak 200 meter.
7. Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk
membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama dan digunakan kata-kata
yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama. Pada tuli kondusif,
nilai diskriminasinya (presentasi kata-kata yang diulang dengan benar)
biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi
berada di bawah normal.
8. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi
(tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan
untuk membantu menentukan penyebab dari tuli kondusif. Prosedur ini tidak
memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan bisanya digunakan pada anak-
anak. Timpanometri terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara
yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.
Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui teling tengah
dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan
tekanan di saluran telinga. Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah
masalahnya berupa: Penyumbatan tuba eustachius (saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang). Cairan di
dalam telinga tengah Kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang
menghantarkan suara melalui telinga tengah. Timpanometri juga bisa
menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang melekat
pada tulang stapes salah satu tulang pendengaran di telinga tengah). Dalam
keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras
atau gaduh (reflek akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan
melindungi telinga tengah. Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neutral,
maka refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang
lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraski selama telinga menerima
suara yang gaduh.
9. Tes dengan Impedance
Tes ini paling obyektif dari tes-tes yang terdahulu. Tes ini hanya memerlukan
sedikit kooperasi dari penderita sehingga pada anak-anak di bawah 5 tahun
pun dapat dikerjakan dengan baik. Dengan mengubah-ubah tekanan pada
meatus akustikus ekterna (hang telinga bagian luar) dapat diketahui banyak
tentang keadaan telinga bagian tengah (kavum timpani). Dari pemeriksaan
dengan Impedancemeter dapat diketahui : Apakah kendang telinga
(membrana timpani) ada lobang atau tidak Apakah ada cairan (infeksi) di
dalam telinga bagian tengah? Apakah ada gangguan hubungan antara hidung
dan telinga bagian tengah yang melalui tuba Eustachii. Apakah ada
perlekatan-perlekatan di telinga bagian tengah akibat suatu radang. Apakah
rantai tulang-tulang telinga terputus karena kecelakaan (trauma kepala) atau
sebab infeksi. Apakah ada penyakit di tulang telirigastapes (otosklerosis).
Berapa besar tekanan pada telinga bagian tengah.
F. Penatalaksanaan
Menurut Brunner&Suddart,2001 dan Mediastore 2004 : Pengangkatan tulang
stapes dan menggantikanya dengan tulang buatan bisa mengembalikan pendengaran
penderita. Ada pilihan prosedur, yaitu:
1. Stapedektomi (pengangkatan tulang stapes dan penggantian denga protese)
Beberapa ahli bedah memilih hanya mengambil sebagaian dataran kaki stapes
dengan harapan hasilnya lebih baik, tanpa memperhatikan metode yang
digunakan protesis dapat membantu menjembatani gp atara inkus dan telinga
dalam.
2. Stapedotomi (pembuatan lubang pada tulang stapes untuk memasukkan
protese)
3. Penggunaan flurical (suplemen fluorida) yang dapat memperlambat
pertumbuhan tulang spongiosa abnormal.
4. Alat Bantu dengar
Untuk rehabilitasi auditori sehingga suara lebih peka untuk diterima. Alat
bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan
batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah sura sehingga komunikasi
bisa berjalan dengan lancar. Alat bantu dengar terdiri dari:
Sebuah mikrofon untuk menangkap suara. Sebuah amplifier untuk
meningkatkan volume suara. Sebuah speaker untuk menghantarkan suara yang
volumenya telah dinaikkkan. Berdasarkan hasil test fungsi pendengaran, seorang
audiologis bisa menentukan apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar
atau belum (audiologis adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam
mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran dan pemahaman
percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural, Dalam
menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Kemampuan mendengar penderita
b. Aktivitas di rumah maupun di tempat kerja
c. Keterbatasan fisik
d. Keadaan medis
e. Penampilan
f. Harga
A. Pengkajian
a. Data Demografi
Identitas Klien : nama , jenis kelamin , umur , agama , status perkawinan ,
pekerjaan, pendidikan terakhir , alamat , No.CM , Diagnostik Medis , Tanggal
masuk RS. Penanggung Jawab : Nama, umur , pendidikan , pekerjaan , alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Kepada pasien otosklerosis biasanya mengatakan ada penurunan
kemampuan mendengar pada telinga kiri atau kanan.
2) Riwayat penggunaan obat sebelumnya( ada alergi atau tidak )
3) Riwayat keluara tentang penyakit telinga ( pendengaran)
4) Kaji adanya nyeri pada telinga(otalgia)
5) Kaji adanya eritema
6) Kaji adanya secret pada telinga(otore)
7) Kaji adanya tinnitus dan vertigo.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Genogram
a) Dengan siapa tinggal dan berapa jumlah anggota keluarga?
b) Apakah ada yang menderita penyakit serupa?
c) Apakah ada yang menderita penyakit menular dan menurun?
d) Bagaimana efek bagi keluarga bila ada salah satu anggota keluarga yang
sakit?
d. Pengkajian Pola Fungsi Gordon
1) Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen kesehatan
a) Merokok?Alkohol?
b) Pemeriksaan kesehatan rutin?
c) Pendapat pasien tentang keadaan kesehatannya saat ini
d) Persepsi pasien tentang berat ringannya
e) Persepsi tentang tingkat kesembuhan
2) Pola aktivitas dan latihan
a) Rutinitas mandi (Kapan, bagaimana, dimana, sabun yang digunakan?)
b) Kebersihan sehari-hari (pakaian dll)
c) Aktivitas sehari-hari (jenis pekerjaan, lamanya, dll)
d) Kemampuan perawatan diri
3) Pola istirahat dan tidur
a) Pola istirahat dan tidur
b) Waktu tidur, lama, kualitas (sering terbangun)
c) Insomnia, somnambulism?
4) Pola nutrisi metabolik
a) Pola kebiasaan makan
b) Makanan yang disukai dan tidak disukai
c) Adakah suplemen yang dikonsumsi
d) Jumlah makan, minum yang masuk
e) Adakah nyeri telan
f) Fluktuasi BB 6 bulan terakhir naik / turun
g) Diet khusus / makanan pantangan, nafsu makan, mual muntah, kesulitan
menelan
5) Pola eliminasi
a) Kebiasaan BAB (frekuensi, kesulitan, ada/tidak darah, penggunaan obat
pencahar)
b) Kebiasaan BAK (frekuensi, bau, warna, kesulitan BAK : disuria,
nokturia, inkontinensia )
6) Pola kognitif dan perceptual
a) Nyeri (kualitas, intensitas, durasi, skala nyeri, cara mengurangi nyeri)
b) Fungsi panca indra ( penglihatan, pendengaran, pengecapan, penghidu,
perasa ), menggunakan alat bantu ?
c) Kemampuan bicara
d) Kemampuan membaca
7) Pola konsep diri
a) Bagaimana klien memandang dirinya
b) Hal-hal apa yang disukai klien mengenai dirinya?
c) Apakah klien dapat mengidentifikasi kekuatan antara kelemahan yang ada
pada dirinya?
d) Hal-hal apa yang dapat dilakukan klien secara baik
8) Pola koping
a) Masalah utama selama masuk RS (keuangan, dll)
b) Kehilangan/perubahan yang terjadi sebelumnya
c) Takut terhadap kekerasan
d) Pandangan terhadap masa depan
e) Koping mekanisme yang digunakan saat terjadinya masalah
9) Pola seksual-reproduksi
a) Masalah menstruasi
b) Papsmear terakhir
c) Perawatan payudara setiap bulan
d) Apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual
e) Apakah penyakit sekarang mengganggu fungsi seksual
10) Pola peran berhubungan
a) Peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
b) Apakah klien punya teman dekat
c) Siapa yang dipercaya untuk membantu klien jika ada kesulitan
d) Apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat? Bagaimana keterlibatan
klien?
11) Pola nilai dan kepercayaan
a) Apakah klien menganut suatu agama?
b) Menurut agama klien bagaimana hubungan manusia dengan penciptan-
Nya?
c) Dalam keadaan sakit apakah klien mengalami hambatan dalam ibadah?
e. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Kesadaran
b. Kondisi pasien secara umum
c. Tanda-tanda vital
d. Pertumbuhan fisik : TB, BB, postur tubuh
e. Keadaan kulit : warna, turgor, kelembaban, edema, kelainan
2. Pemeriksaan Secara Sistemik
a) Kepala a. Bentuk dan ukuran kepala, pertumbuhan rambut, kulit kepala
b) Mata (fungsi penglihatan, pupil, refleks, sklera, konjungtiva, kebersihan,
penggunaan alat bantu)
c) Telinga (fungsi pendengaran, bentuk, kebersihan, sekret, nyeri telinga)
d) Hidung (fungsi penghidu, keadaan lubang hidung, sekret, nyeri sinus,
polip)
e) Mulut (kemampuan bicara, keadaan bibir, selaput mukosa, warna lidah,
keadaan gigi, bau nafas, dahak)
f) Leher Bentuk, gerakan, peningkatan JVP, pembesaran tyroid, kelenjar
getah bening, tonsil, nyeri waktu menelan
g) Dada : paru dan jantung PARU:
1) Inspeks : Bentuk dada, kelainan bentuk dada, retraksi dada, jenis
pernafasan, pergerakan, keadaan kulit dada, kecepatan, kedalaman.
2) Palpasi : kesimetrisan ekspansi dada saat bernafas, nyeri tekan, massa,
taktil fremitus
3) Perkusi : bunyi paru
4) Auskultasi : suara paru
h) Jantung:
1) Inspeksi : pulsasi aorta, ictus cordis
2) Palpasi : point of maxsimum impuls, pulsasi aorta
3) Perkusi : batas jantung
4) Auskultasi : bunyi jantung ( S1, S2, mur-mur)
i) Payudara : Kesimetrisan, luka, hiperpigmentasi, pengeluaran, massa dll.
j) Abdomen
1) Inspeksi : bentuk, warna kulit, jejas, ostomi dll
2) Auskultasi : frekuensi peristaltik usus
3) Perkusi : adanya udara, cairan, organ
4) Palpasi : adanya massa, kekenyalan, ukuran organ, nyeri tekan
k) Genetalia Terpasang alat bantu, kelainan genetalia, kebersihan
l) Anus dan Rektum Pembesaran vena/hemorroid, atresia ani, peradangan,
tumor.
m) Ektremitas Atas :kelengkapan anggota gerak, kelainan jari : sindaktili,
polidaktili, tonus otot, kesimetrisan gerak, kekuatan otot, pergerakan
sendi bahu, siku, pergelangan tangan, jari-jari, terpasang infus
Bawah :kelengkapan anggota gerak, adanya edema perifer, kekuatan otot,
bentuk kaki, varices, kekuatan ott, koordinasi, pergerakan panggul, lutut,
pergelangan kaki dan jari-jari.
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiografi
2. Timpanometri
3. Audiogram
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017). Berdasarkan pada semua data
pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang dapat muncul pada penyakit
otosklerosis sesuai dengan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia(2017), antara
lain :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
3. Gangguan Persepsi Sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran.
(D.0085)
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
6. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan perubahan pada citra tubuh
7. Resiko infeksi dibuktikan dengan peningkatan paparan organisme pathogen
lingkungan
8. Risiko Cedera dibuktikan dengan perubahan fungsi psikomotor
9. Resiko defisit nutrisi dibuktikan dengan ketidakmampuan menelan makanan
C. Perencanaan Keperawatan
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah Pelaksanaan tindakan keperawatan yang mana
dengan perencanaan sebelumnya yang sudah di indikasikan dengan keadaan klien dan
tersebut. Perlu di perhatikan dalam tindakan keperawatan, bila klien dalam keadaan
atau kondisi yang berubah sehingga tidak dapat di laksanakan tindakan keperawatan,
maka perawat perlu mengkaji ulang keadaan klien sehingga dapat merubah
perencanaan sebelumnya
E. Evaluasi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang pada bagian telinga tengah
khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus dan
sekitar jendela ovalis sehingga dapat mengakibakan fiksasi pada stapes (Brunner &
Sudart, 2001).
Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di sekitar telinga
tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi pergerakan
tulang stapes (tulang telinga tengah yang menempel pada telinga dalam), akibatnya
tulang stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana mestinya
(Mediastore.2004).
B. Saran
Otosklerosis merupakan penyakit yang rawan menyerang kita. Maka dari itu
disarankan agar setiap individu waspada terhadap timbulnya otosklerosis dengan cara
lebih menjaga kebersihan diri terutama telinga. Jika timbul gejala – gejala
otosklerosis segeralah periksa kedokter.
DAFTAR PUSTAKA
Salima, J., Imanto, M., & Khairani, K. (2016). Tuli Konduktif ec Suspek Otosklerosis
Auris Sinistra pada Pasien Laki-laki berusia 49 Tahun. JPM (Jurnal Pengabdian
Masyakat) Ruwa Jurai, 2(1), 41-45.
Foster, M. F., & Backous, D. D. (2018). Clinical evaluation of the patient with
otosclerosis. Otolaryngologic Clinics of North America, 51(2), 319-326.
Dumas, A. R., Schwalje, A. T., Franco-Vidal, V., Bébéar, J. P., Darrouzet, V., &
Bonnard, D. (2018). Cochlear implantati on in far-advanced otosclerosis: hearing
results and complications. Acta Otorhinolaryngologica Italica, 38(5), 445.