Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pendengaran ialah salah satu fungsi yang penting dalam kehidupan. Saat ini
banyak gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mendengar, salah
satunya adalah otosklerosis. Dalam penelitian, kelainan ini terdapat pada masyarakat
dalam jumlah yang signifikan.
Otosklerosis merupakan salah satu penyebab umum tuli konduktif pada orang
dewasa. Kelainan disebabkan karena gangguan autosomal dominan yang terjadi pada
wanita maupun pria. Pasien mengalami gejala-gejala pada akhir usia belasan atau
awal dua puluhan. Kelainan ini merupakan penyakit labirin tulang, dimana terbentuk
suatu daerah otospongiosis {tulang lunak} terutama di depan dan didekat kaki stapes
menjadi terfiksasi.
Otosklerosis cukup lazim terjadi yaitu pada hampir dari 10% populasi. Namun
hanya presentase kecil yang kemudian bermanifestasi secara klinis sebagai gangguan
pendengaran. Pasien perlu dinilai secara cermat, baik melalui pemeriksaan audiologik
maupun dengan pemeriksaan otologik
Pendengaran normal ialah suatu keadaan dimana orang tidak hanya dapat mendengar
tetapi juga dapat mengerti apa yang didengarnya, sedangkan kekurangan pendengaran
yaitu keadaan dimana orang kurang dapat mendengar dan mengerti perkataan yang
didengarnya.
Implantasi kokhlear telah menjadi pilihan dalam terapi tuli total, sedangkan untuk 
gangguan pada telinga tengah seperi otosklerosis terapi pilihannya adalah
pembedahan dan belum ada pengobatan selain bedah bagi mereka yang mengalami
gangguanpendengaransensorineural.
        Pengetahuan akan genetik dalam ketulian memberi harapan bagi berkembangnya
pengobatan baru, ada anggapan bahwa sebagian kasus tuli pada anak disebabkan oleh
mutasi gen tunggal, sedangkan sisanya oleh lingkungannya. (Brunner & Suddart,
2015)  
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar pembaca bisa mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien
otosklerosis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi otosklerosis
b. Mengetahui etiologi otosklerosis
c. Mengetahui manifestasi otosklerosis
d. Mengetahui patofisiologi otosklerosis
e. Mengetahui komplikasi apa dari otosklero
BAB II
TINAJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang di bagian telinga tengah


khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus dan
sekitar jendela ovalis sehingga dapat mengakibatkan fiksasi pada stapes (Brunner &
Sudart, 2001). Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di sekitar
telinga tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi
pergerakan tulang stapes (tulang telinga tengah yang menempel pada telinga dalam),
akibatnya tulang stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana mestinya
(Mediastore.2004).
        Otosklerosis merupakan suatu penyakit keturunan dan merupakan penyebab
tersering dari tuli konduktif progresif pada dewasa yang gendang telinganya normal.
Jika pertumbuhan berlebih ini menjepit dan menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf
yang menghubungkan telinga dalam dengan otak, maka bisa terjadi tuli sensorineural
(Mediastore.2004). Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan, otosklerosis yaitu
suatu penyakit dimana tulang-tulang disekitar telinga tengah dan telinga dalam
tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi pergerakan tulang stapes atau tulang
telinga tengah yang menempel pada telinga dalam
B. Etiologi
        Menurut Brunner & Suddert, 2001, penyebab otosklerosis yaitu :
1. Kolessteatoma
2. Sekresi, granulasi atau polip yang diakibatkan oleh otitis media yang kronik,
gangguan pendengaran pun mudah terjadi, karena bentuk tubanya lebih pendek,
lebar, dan mendatar. Kalau ada infeksi di saluran pernapasan atas, misalnya
batuk pilek atau influensa, kuman-kumannnya lebih leluasa untuk sampai ke
rongga telinga tengah. Maka OMA pun cepat terjadi. Infeksi dapat
menimbulkan perubahan lapisan mukosa telinga tengah. Perubahan ini terjadi
berangsur-angsur, tidak langsung. Mula-mula tuba eustachius tersumbat,
sehingga penderita merasa pendengarannya terganggu. Lalu terjadi perubahan
pada lapisan mukosa di dalam telinga, terbentuk cairan di rongga telinga, dan
gendang telinga membengkak. Penderita akan merasa sangat sakit dengan
demam tinggi dan nyeri di telinga semakin bertambah. Kalau cairan tidak
segera dikeluarkan, gendang telinga bisa pecah atau robek (perforasi), dan
meninggalkan lubang. Tuli pun bisa terjadi. Berdasarkan bagian yang
mengalami gangguan atau kerusakan, tuli dibedakan menjadi tuli kondusif dan
tuli saraf. Pada tuli kondusif, pendengaran menjadi terganggu karena ada
gangguan hantaran suara akibat kelainan infeksi di telinga tengah hampir selalu
menimbulkan tuli konduktif. Walaupun gendang telinga masih utuh, tulang-
tulang pendengaran kita bisa terputus ( www.indomedia.com/intisari).
3. Kelainan kongenital yang berupa tidak terbentuknya satu atau lebih dari tulang
pendengaran.
4. Perubahan-perubahan patologik kapsul labyrinth karena virus atau bakteri
(rubella,influenza). Perubahan atau kerusakan kapsul labyrinth yang
menyebabkan stapes kaku.

C. Patofisiologi
        Menurut (Medistore.com.2004), Infeksi dapat menimbulkan perubahan lapisan
mukosa telinga tengah. Perubahan ini terjadi berangsur-angsur, tidak langsung. Mula-
mula tuba eustachius tersumbat, sehingga penderita merasa pendengarannya
terganggu. Lalu terjadi perubahan pada lapisan mukosa di dalam telinga, terbentuk
ran di rongga telinga, dan gendang telinga membengkak. Penderita akan merasa
sangat sakit dengan demam tinggi dan nyeri di telinga semakin bertambah. Kalau
cairan tidak segera dikeluarkan, gendang telinga bisa pecah atau robek (perforasi),
dan meningalkan lubang. Tuli bisa terjadi. Berdasarkan bagian yang mengalami
gangguan atau kerusakan, tuli dibedakan menjadi tuli kondutif dan tuli saraf. Pada
tuli konduktif, pendengaran menjadi terganggu karena ada gangguan hantaran suara
akibat kelainan infeksi di telinga hampir selalu menimbulkan tuli konduktif.
Walaupun gendang teling masih utuh, tulang-tulang pendengaran bisa terputus.
        Otosklerosis merupakan suatu penyakit keturunan dan merupakan penyebab
tersering dari tuli kondusif progresif pada dewasa yang gendang telinganya normal.
Kekurangan pendengaran yang kongenital, dimana telinga luar dan telinga tengah
masih ada, bisa diakibatkan oleh efek toksik. Otosklerosis diperkirakan disebabkan
oleh adanya pembentukan baru tulang spongiosum yang abnormal, khususnya sekitar
jendela ovalis yang mengakibatkan fiksasi pada stapes sehingga efisiensi transmisi
suara menjadi terhambat karena stapes tidak dapat bergetar dan menghantarkan suara
yang dihantarkan dari maleus dan inkus ke telinga dalam. Penyebab kekurangan
pendengaran di telinga tengah ialah membran tympai yang abnormal, misalnya
penebalan yang hebat, retraksi, skarifikasi atau perforasi. Kekakuan tulang-tulang
pendengaran atau perubahan apapun di telinga tengah yang menyebabkan mobilitas
tulang-tulang pendengaran terganggu, sekresi, granulasi atau polip yang diakibatkan
oleh otitis media yang kronik. Kelainan kongenital yang berupa tidak terbentuknya
satu atau lebih dari tulang pendengaran. Perubahan-perubahan patologik dari kapsul
labyrinth yang menyebabkan stapes kaku. Kelainan ini dikenal dengan nama
otosklerosis.
WOC

D. Komplikasi
1. Tuli kondusif
2. Glomus jugulare (tumor yang tumbuh dari bulbus jugularis)
3. Neuroma nervus fasialis (tumor yang berada pada nervus VII, nervus fasialis)
4. Granuloma Kolesterin. Reaksi system imun terhadap produksi samping darah
(kristal kolesterol)
5. Timpanosklerosis. Timbunan kolagen dan kalsium didalam telinga tengah
yang dapat mengeras disekitar osikulus sebagai akibat infeksi berulang.
(Brnnuer & Suddart, 2001)

E. Pemeriksaan Penunjang
        Menurut Brunner & suddert :
1. Otoskopik
Untuk menemukan membran timpani yang normal
2. Pemeriksaan Audiometri/Audiologi
Untuk menguatkan adanya kehilangan pendengaran kondusif atau
campuran khususnya pada frekuensi rendah. Hasil dari tes pendengaran
dengan audiometer ini digambar dalam grafik yang disebut audiogram.
Apabila pemeriksaan dengan audiometer ini dilakukan, tes-tes suara bisik dan
garpu suara tak banyak diperlukan lagi, sebab hasil audiogram lebih lengkap.
Dengan audiometer dapat dibuat 2 macam audio-gram : Audiogram nada
murni (pure tone audiogram) Audiogram bicara (speech audiogram). Dengan
audiometer dapat pula dilakukan tes-tes : tes SISI (Short Increment Sensitivity
Index), tes Fowler dimana dapat diketahui bahwa kelainan ada di koklear atau
bukan. Tes Tone Decay dimana dapat diketahui apakah kelainan dibelakang
koklea (retro cochlear) atau bukan. Kelainan retro coklear ini misalnya ada
tumor yang menekan N VIIIKeuntungan pemeriksaan dengan audiometer
kecuali dapat ditentukan dengan lebih tepat lokalisasi kelainan yang me-
nyebabkan ketulian juga dapat diketahui besarnya ketulian yang diukur
dengan satu db (desibel).
3. CT scan atau roentgen
Untuk mengidentifikasi adanya kerusakan dan keabnormalan pada struktur
telinga
4. Test Rine
Dengan garpu suara frekuensi 64, 128, 256, 512, 1024, 2048 dan 4096 hz,
dibunyikan dengan cara tertentu lalu disuruh mendengarkan pada orang yang
dites. Bila penderita banyak tak mendengar pada frekuensi rendah berarti tuli
konduksi. Bila banyak tak mendengar pada frekuensi tinggi berarti tuli
persepsi Kemudian dengan garpu suara frekuensi 256 atau 512 hz dilakukan
tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach sehingga lebih jelas lagi apakah tuli
penderita dibagian konduksi atau persepsi Yaitu test yang menggunakan
garputala, untuk mengetahui perbedaan antara hantaran udara degan hantaran
tulang
5. Test Weber
Yaitu test yang menggunakan garputala, untuk mengetahui daya tangkap
suara antara telinga kanan dengan teliga kiri.(Brunner&Suddarth,2001)
6. Test Bisik
Test ini digunakan untuk mendeteksi pendengaran pasien pada jarak 5 meter
dengan mendengarkan kata-kata yang dibisikkan yang memiliki nada rendah
sampai dengan yang yang memiliki nada tinggi. Caranya ialah dengan
membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata itu
mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak
penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata
yang dibisikan dengan benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari
kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 - 6
meter berarti ada kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat
mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya
bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi.
Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar dites dengan suara
konversasi atau percakapan biasa. Orang normal dapat mendengar suara
konversasi pada jarak 200 meter.
7. Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk
membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama dan digunakan kata-kata
yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama. Pada tuli kondusif,
nilai diskriminasinya (presentasi kata-kata yang diulang dengan benar)
biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi
berada di bawah normal.
8. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi
(tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan
untuk membantu menentukan penyebab dari tuli kondusif. Prosedur ini tidak
memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan bisanya digunakan pada anak-
anak. Timpanometri terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara
yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.
Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui teling tengah
dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan
tekanan di saluran telinga. Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah
masalahnya berupa: Penyumbatan tuba eustachius (saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang). Cairan di
dalam telinga tengah Kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang
menghantarkan suara melalui telinga tengah. Timpanometri juga bisa
menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang melekat
pada tulang stapes salah satu tulang pendengaran di telinga tengah). Dalam
keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras
atau gaduh (reflek akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan
melindungi telinga tengah. Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neutral,
maka refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang
lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraski selama telinga menerima
suara yang gaduh.
9. Tes dengan Impedance
Tes ini paling obyektif dari tes-tes yang terdahulu. Tes ini hanya memerlukan
sedikit kooperasi dari penderita sehingga pada anak-anak di bawah 5 tahun
pun dapat dikerjakan dengan baik. Dengan mengubah-ubah tekanan pada
meatus akustikus ekterna (hang telinga bagian luar) dapat diketahui banyak
tentang keadaan telinga bagian tengah (kavum timpani). Dari pemeriksaan
dengan Impedancemeter dapat diketahui : Apakah kendang telinga
(membrana timpani) ada lobang atau tidak Apakah ada cairan (infeksi) di
dalam telinga bagian tengah? Apakah ada gangguan hubungan antara hidung
dan telinga bagian tengah yang melalui tuba Eustachii. Apakah ada
perlekatan-perlekatan di telinga bagian tengah akibat suatu radang. Apakah
rantai tulang-tulang telinga terputus karena kecelakaan (trauma kepala) atau
sebab infeksi. Apakah ada penyakit di tulang telirigastapes (otosklerosis).
Berapa besar tekanan pada telinga bagian tengah.

F. Penatalaksanaan
        Menurut  Brunner&Suddart,2001  dan  Mediastore 2004 : Pengangkatan tulang
stapes dan menggantikanya dengan tulang buatan bisa mengembalikan pendengaran
penderita. Ada pilihan prosedur, yaitu:
1. Stapedektomi (pengangkatan tulang stapes dan penggantian denga protese)
Beberapa ahli bedah memilih hanya mengambil sebagaian dataran kaki stapes
dengan harapan hasilnya lebih baik, tanpa memperhatikan metode yang
digunakan protesis dapat membantu menjembatani gp atara inkus dan telinga
dalam.
2. Stapedotomi (pembuatan lubang pada tulang stapes untuk memasukkan
protese)
3. Penggunaan flurical (suplemen fluorida) yang dapat memperlambat
pertumbuhan tulang spongiosa abnormal.
4. Alat Bantu dengar
Untuk rehabilitasi auditori sehingga suara lebih peka untuk diterima. Alat
bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan
batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah sura sehingga komunikasi
bisa berjalan dengan lancar. Alat bantu dengar terdiri dari:
Sebuah mikrofon untuk menangkap suara. Sebuah amplifier untuk
meningkatkan volume suara. Sebuah speaker untuk menghantarkan suara yang
volumenya telah dinaikkkan. Berdasarkan hasil test fungsi pendengaran, seorang
audiologis bisa menentukan apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar
atau belum (audiologis adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam
mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran dan pemahaman
percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural, Dalam
menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Kemampuan mendengar penderita
b. Aktivitas di rumah maupun di tempat kerja
c. Keterbatasan fisik
d. Keadaan medis
e. Penampilan
f. Harga

Terdapat dua jenis alat bantu dengar berdasarkan hantarannya, yaitu:


1) Alat bantu dengar hantaran udara
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga
dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.
Alat ini ada 4 macam yaitu:
a) Alat bantu dengar yang dipasang di badan, digunakan pada penderita tuli
dan       merupakan alat bantu dengar yang paling kuat. Alat ini disimpan
dalam saku     kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke
alat yang     dipasang di saluran telinga. Alat ini seringkali dipakai oleh
bayi dan anak-anak     karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah
rusak.
b) Alat bantu dengar yang dipasang di belakang telinga digunakan untuk
penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat. Alat ini
dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain. fungsi
pendengaran pada salah satu telinganya. Mikrofon dipasang pada telinga
yang tidak berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmitter radio
berukuran mini. Dengan alat ini penderita dapat mendengarkan suara dari
sisi.
c) CROS (contralaterl routing of signals). Alat ini digunakan oleh penderita
yang hanya mengalami gangguan telinga yang tidak berfungsi.
d) BICROS (Bilateral CROS) Jika telinga yang masih berfungsi juga
mengalami penurunan fungsi pendengaran yang ringan, maka suara dari
kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.
2) Alat bantu dengar hantaran tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar
hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau
jika dari telinganya keluar cairan (otore). Alat ini dipasang di kepala, biasanya
di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara dihantarkan
melalui tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengan
hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.
5. Implan koklea
Dengan mengganti koklea yang mengalami kerusakan. Pencangkokan koklea
dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun
telah menggunakan alat bantu dengar. Suatu implan tidak mengembalikan
ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal, tetapi bisa
memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu merek
dalam memahami percakapan. Implan koklea sangat berbeda dengan alat
bantu dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea
menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan.
Jika fungsi pendengarannya normal, gelombang suara diubah menjadi
gelombang listrik oleh telinga dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke
otak dan kita menerimanya sebagai suara, Implan koklea bekerja dengan cara
yang sama. Secara elektonik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti
dan kemudian mengirimnya ke otak (Brunner&Suddart,2001)
Pengangkatan tulang stapes dan menggantinya dengan tulang buatan bisa
mengembalikan pendengaran penderita.
Ada 2 pilihan prosedur, yaitu:
a. Stapedektomi (pengangkatan tulang stapes dan penggantian dengan
protese)
b. Stapedotomi (pembuatan lubang pada tulang stapes untuk
memasukkan protese). Jika penderita enggan menjalani pembedahan,
bisa digunakan alat bantu dengar. (Mediastore.2004)
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian
a. Data Demografi
Identitas Klien : nama , jenis kelamin , umur , agama , status perkawinan ,
pekerjaan, pendidikan terakhir , alamat , No.CM , Diagnostik Medis , Tanggal
masuk RS. Penanggung Jawab : Nama, umur , pendidikan , pekerjaan , alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Kepada pasien otosklerosis biasanya mengatakan ada penurunan
kemampuan mendengar pada telinga kiri atau kanan.
2) Riwayat penggunaan obat sebelumnya( ada alergi atau tidak )
3) Riwayat keluara tentang penyakit telinga ( pendengaran)
4) Kaji adanya nyeri pada telinga(otalgia)
5) Kaji adanya eritema
6) Kaji adanya secret pada telinga(otore)
7) Kaji adanya tinnitus dan vertigo.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Genogram
a) Dengan siapa tinggal dan berapa jumlah anggota keluarga?
b) Apakah ada yang menderita penyakit serupa?
c) Apakah ada yang menderita penyakit menular dan menurun?
d) Bagaimana efek bagi keluarga bila ada salah satu anggota keluarga yang
sakit?
d. Pengkajian Pola Fungsi Gordon
1) Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen kesehatan
a) Merokok?Alkohol?
b) Pemeriksaan kesehatan rutin?
c) Pendapat pasien tentang keadaan kesehatannya saat ini
d) Persepsi pasien tentang berat ringannya
e) Persepsi tentang tingkat kesembuhan
2) Pola aktivitas dan latihan
a) Rutinitas mandi (Kapan, bagaimana, dimana, sabun yang digunakan?)
b) Kebersihan sehari-hari (pakaian dll)
c) Aktivitas sehari-hari (jenis pekerjaan, lamanya, dll)
d) Kemampuan perawatan diri
3) Pola istirahat dan tidur
a) Pola istirahat dan tidur
b) Waktu tidur, lama, kualitas (sering terbangun)
c) Insomnia, somnambulism?
4) Pola nutrisi metabolik
a) Pola kebiasaan makan
b) Makanan yang disukai dan tidak disukai
c) Adakah suplemen yang dikonsumsi
d) Jumlah makan, minum yang masuk
e) Adakah nyeri telan
f) Fluktuasi BB 6 bulan terakhir naik / turun
g) Diet khusus / makanan pantangan, nafsu makan, mual muntah, kesulitan
menelan
5) Pola eliminasi
a) Kebiasaan BAB (frekuensi, kesulitan, ada/tidak darah, penggunaan obat
pencahar)
b) Kebiasaan BAK (frekuensi, bau, warna, kesulitan BAK : disuria,
nokturia, inkontinensia )
6) Pola kognitif dan perceptual
a) Nyeri (kualitas, intensitas, durasi, skala nyeri, cara mengurangi nyeri)
b) Fungsi panca indra ( penglihatan, pendengaran, pengecapan, penghidu,
perasa ), menggunakan alat bantu ?
c) Kemampuan bicara
d) Kemampuan membaca
7) Pola konsep diri
a) Bagaimana klien memandang dirinya
b) Hal-hal apa yang disukai klien mengenai dirinya?
c) Apakah klien dapat mengidentifikasi kekuatan antara kelemahan yang ada
pada dirinya?
d) Hal-hal apa yang dapat dilakukan klien secara baik
8) Pola koping
a) Masalah utama selama masuk RS (keuangan, dll)
b) Kehilangan/perubahan yang terjadi sebelumnya
c) Takut terhadap kekerasan
d) Pandangan terhadap masa depan
e) Koping mekanisme yang digunakan saat terjadinya masalah
9) Pola seksual-reproduksi
a) Masalah menstruasi
b) Papsmear terakhir
c) Perawatan payudara setiap bulan
d) Apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual
e) Apakah penyakit sekarang mengganggu fungsi seksual
10) Pola peran berhubungan
a) Peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
b) Apakah klien punya teman dekat
c) Siapa yang dipercaya untuk membantu klien jika ada kesulitan
d) Apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat? Bagaimana keterlibatan
klien?
11) Pola nilai dan kepercayaan
a) Apakah klien menganut suatu agama?
b) Menurut agama klien bagaimana hubungan manusia dengan penciptan-
Nya?
c) Dalam keadaan sakit apakah klien mengalami hambatan dalam ibadah?

e. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Kesadaran
b. Kondisi pasien secara umum
c. Tanda-tanda vital
d. Pertumbuhan fisik : TB, BB, postur tubuh
e. Keadaan kulit : warna, turgor, kelembaban, edema, kelainan
2. Pemeriksaan Secara Sistemik
a) Kepala a. Bentuk dan ukuran kepala, pertumbuhan rambut, kulit kepala
b) Mata (fungsi penglihatan, pupil, refleks, sklera, konjungtiva, kebersihan,
penggunaan alat bantu)
c) Telinga (fungsi pendengaran, bentuk, kebersihan, sekret, nyeri telinga)
d) Hidung (fungsi penghidu, keadaan lubang hidung, sekret, nyeri sinus,
polip)
e) Mulut (kemampuan bicara, keadaan bibir, selaput mukosa, warna lidah,
keadaan gigi, bau nafas, dahak)
f) Leher Bentuk, gerakan, peningkatan JVP, pembesaran tyroid, kelenjar
getah bening, tonsil, nyeri waktu menelan
g) Dada : paru dan jantung PARU:
1) Inspeks : Bentuk dada, kelainan bentuk dada, retraksi dada, jenis
pernafasan, pergerakan, keadaan kulit dada, kecepatan, kedalaman.
2) Palpasi : kesimetrisan ekspansi dada saat bernafas, nyeri tekan, massa,
taktil fremitus
3) Perkusi : bunyi paru
4) Auskultasi : suara paru
h) Jantung:
1) Inspeksi : pulsasi aorta, ictus cordis
2) Palpasi : point of maxsimum impuls, pulsasi aorta
3) Perkusi : batas jantung
4) Auskultasi : bunyi jantung ( S1, S2, mur-mur)
i) Payudara : Kesimetrisan, luka, hiperpigmentasi, pengeluaran, massa dll.
j) Abdomen
1) Inspeksi : bentuk, warna kulit, jejas, ostomi dll
2) Auskultasi : frekuensi peristaltik usus
3) Perkusi : adanya udara, cairan, organ
4) Palpasi : adanya massa, kekenyalan, ukuran organ, nyeri tekan
k) Genetalia Terpasang alat bantu, kelainan genetalia, kebersihan
l) Anus dan Rektum Pembesaran vena/hemorroid, atresia ani, peradangan,
tumor.
m) Ektremitas Atas :kelengkapan anggota gerak, kelainan jari : sindaktili,
polidaktili, tonus otot, kesimetrisan gerak, kekuatan otot, pergerakan
sendi bahu, siku, pergelangan tangan, jari-jari, terpasang infus
Bawah :kelengkapan anggota gerak, adanya edema perifer, kekuatan otot,
bentuk kaki, varices, kekuatan ott, koordinasi, pergerakan panggul, lutut,
pergelangan kaki dan jari-jari.
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiografi
2. Timpanometri
3. Audiogram
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017). Berdasarkan pada semua data
pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang dapat muncul pada penyakit
otosklerosis sesuai dengan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia(2017), antara
lain :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
3. Gangguan Persepsi Sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran.
(D.0085)
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
6. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan perubahan pada citra tubuh
7. Resiko infeksi dibuktikan dengan peningkatan paparan organisme pathogen
lingkungan
8. Risiko Cedera dibuktikan dengan perubahan fungsi psikomotor
9. Resiko defisit nutrisi dibuktikan dengan ketidakmampuan menelan makanan

C. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai

meningkatan, pencegahan, dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan

komunitas. (PPNI 2017). Berdasarkan diagnose keperawatan yang telah ditetapkan

maka berikut intervensi :


N DIAGNOSA SLKI SIKI
O (SDKI)
1. Nyeri Akut berhubungan Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera Setelah dilakukan Tindakan :
fisiologis (mis. Inflamasi, tindakan keperawatan Observasi :
iskemia, neoplasma) 2x24 jam - Identifikasi skala
Ditandai dengan Gejala : Ekspektasi nyeri : nyeri
1. Mengeluh nyeri meningkat - Identifikasi
2. Bersikap protektif Kriteria Hasil : respon nyeri non
(mis. Waspada, posisi 1. Keluhan nyeri verbal
menghindari nyeri) dari - Identifikasi faktor
3. Sulit tidur 1(meningkat) yang
4. Gelisah menjadi memperberat dan
Kondisi : glaukoma 3(sedang memperingan
2. Gelisah dari nyeri
3(sedang) - Monitor
menjadi keberhasilan
5(menurun) terapi
3. Nafsu makan komplementer
dari yang sudah
1(memburuk) diberikan
menjadi
3(sedang) Terapeutik :
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
- Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
anlgetik, jika
perlu
2. Hipertermi berhubungan Termoregulasi Manajemen
dengan proses penyakit Setelah dilakukan Hipertermia
(infeksi) ditandai dengan tindakan keperawatan Tindakan :
- Suhu tubuh diatas 2x24 jam Observasi :
nilai normal Ekspektasi suhu - Identifikasi
Kondisi : proses infeksi membaik penyebab
Kriteria Hasil : hipertermia
- Menggigil - Monitor suhu
menurun tubuh
- Suhu tubuh - Monitor haluan
membaik urin
- Suhu kulit - Monitor
membaik komplikasi
hipertermia
Terapeutik :
- Sediakan
lingkungan yang
dingin
- Berikan cairan
oral
- Longgarkan dan
lepaskan pakaian
- Lakukan
pendinginan
eksternal
Edukasi :
- Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intervena
3. Gangguan Persepsi Persepsi Sensori Minimalisasi
Sensori berhubungan Setelah dilakukan Rangsangan
dengan gangguan tindakan keperawatan Tindakan :
pendengaran ditandai 3x24 jam diharapkan Observasi :
dengan gejala : distorsi Ekspektasi sensori : - Periksa status
sensori, respon tidak sesuai membaik mental, status
Kondisi : malfungsi alat Kriteria Hasil : sensori, dan
bantu dengar 1. Distorsi sensori tingkat
dari skala kenyamanan
1(menurun) (mis. Nyeri,
menjadi skala kelelahan)
3(sedang) Terapeutik :
2. Menarik diri dari - Jadwalkan
skala 1(menurun) aktivitas harian
menjadi dan waktu
3(sedang) istirahat
- Kombinasikan
prosedur/tindakan
dalam satu waktu,
sesuai kebutuhan
Edukasi :
- Ajarkan cara
meminimalisasi
stimulus
Kolaborasi :
- Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
- Kolaborasi
pemberian obat
yang
mempengaruhi
persepsi stimulus
4. Gangguan pola tidur Pola Tidur Dukungan tidur
berhubungan dengan Setelah dilakukan Tindakan :
hambatan lingkungan tindakan keperawatan Observasi :
ditandai dengan 2x24 jam diharapkan - Identifikasi pola
- Mengeluh sulit Ekspektasi pola tidur aktivitas dan tidur
tidur : membaik - Identifikasi faktor
- Mengeluh sering Kriteria Hasil : pengganggu tidur
terjaga - Keluhan sulit - Identifikasi obat
- Mengeluh tidak tidur menurun tidur yang
puas tidur - Keluhan dikonsumsi
Kondisi : Nyeri sering terjaga Terapeutik :
menurun - Modifikasi
- Keluhan tidak lingkungan
puas tidur - Batasi waktu
menurun tidur siang
- Tetapkan jadwal
rutin tidur
Edukasi :
- Jelaskan
pentingnya tidur
cukup selama
sakit
- Anjurkan
menepati
kebiasaan waktu
tidur
- Anjurkan
menghindari
makanan dan
minuman yang
mengganggu
tidur
5. Intoleransi aktivitas Toleransi Aktivitas Terapi Aktivitas
berhubungan dengan Setelah dilakukan Tindakan :
kelemahan ditandai tindakan keperawatan Observasi :
dengan gejala : 2x24 - Identifikasi
- Mengeluh lelah Aktvitas meningkat defisit tingkat
Kriteria Hasil : aktivitas
- Frekuensi nadi - Identifikasi
meningkat kemampuan
- Keluhan lelah berpartisipasi
menurun dalam aktivitas
tertentu
- Monitor respons
emosional
Terapeutik :
- Koordinasikan
pemilihan
aktvitas sesuai
usia
- Libatkan keluarga
dalam aktivitas
- Jadwalkan
aktivitas dalam
rutinitas sehari-
hari
Edukasi :
- Jelaskan metode
aktivitas fisik
sehari-hari
- Ajarkan cara
aktivitas yang
dipilih
- Anjurkan
keluarga
memberikan
penguatan positif
Kolaborasi
- Kolaborasi
dengan terapi
okupasi
6. Harga diri rendah Harga Diri Promosi Koping
situasional berhubungan Setelah dilakukan Tindakan :
dengan perubahan pada tindakan keperawatan Observasi :
citra tubuh ditandai 2x24 - Identifikasi
dengan gejala : Harga diri meningkat kemampuan yang
- Menilai diri negatif Kriteria Hasil : dimiliki
- Merasa malu - Penilaian diri - Identifikasi
- Berbicara pelan dan positif kegiatan jangka
lirih meningkat panjang dan
- Penerimaan pendek sesuai
penilaian tujuan
positif - Identifikasi
terhadap diri proses
sendiri pemahaman
meningkat proses penyakit
- Minat Terapeutik :
mencoba hal - Diskusikan
baru perubahan peran
meningkat yang dialami
- Diskusikan alas
an mengkritik diri
sendiri
- Motivasi terlibat
dalam kegiatan
sosial
Edukasi :
- Anjurkan
menjalin
hubungan yang
memiliki
kepentingan dan
tujuan yang sama
- Anjurkan
keluarga terlibat
7. Resiko Infeksi dibuktikan Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi
dengan Setelah dilakukan Tindakan :
Faktor resiko tindakan keperawatan Observasi :
Peningkatan paparan 3x24 tingkat infeksi - Monitor tanda
organisme pathogen menurun dan gejala infeksi
lingkungan Kriteria Hasil : local dan sistemik
Kondisi : tindakan invasif - Demam Terapeutik :
menurun - Batasi jumlah
- Nyeri pengunjung
menurun - Berikan
- Bengkak perawatan kulit
menurun pada area edema
- Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien
- Pertahankan
teknikaseptik
pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi :
- Jelaskan tanda
dan gejala infeksi
- Ajarkan cara
mencuri tangan
dengan benar
- Anjutkan
meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
imunisasi

8. Risiko cedera dibuktikan Fungsi Sensori Pencegahan Cedera.


dengan Setelah dilakukan Tindakan :
Faktor Risiko : tindakan keperawatan Observasi :
Eksternal : 3x24 - Ientifikasi area
- Ketidakamanan Fungsi sensori: lingkungan yang
transportasi membaik berpotensi
Internal : Kriteria Hasil : menyebabkan
- Perubahan fungsi - Ketajaman cedera
psikomotor penglihatan - Identifikasi obat
dari 3(sedang) yang berpotensi
Kondisi : gangguan menjadi menyebabkan
penglihatan 1(menurun) cedera
Terapeutik :
- Sediakan
pencahayaaan
yang memadai
- Pertahankan
posisi tempat
tidur di posisi
terendah saat
digunakan
- Diskusikan
mengenal latihan
dan terapi fisik
yang diperlukan
- Diskusikan
bersama anggota
keluarga yang
apat
mendampingi
pasien
Edukasi :
- Anjurkan
berganti posisi
secara perlahan
dan duduk selama
beberapa menit
sebelum berdiri
9. Resiko defisit nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
dibuktikan dengan Setelah dilakukan Tindakan :
ketidakmampuan tindakan keperawatan Observasi :
menelan makanan 2x24 - Identifikasi status
Kondisi klinis : infeksi Fungsi status nutrisi nutrisi
membaik - Identifikasi alergi
Kriteria Hasil : dan intoleransi
- Porsi makanan makanan
yang - Identifikasi
dihabiskan makanan yang
meningkat disukai
- BB membaik Terapeutik :
- IMT membaik - Lakukan oral
hygine sebelum
makan
- Sajikan makanan
secara menarik
- Berikan makanan
tinggi kalori dan
protein
Edukasi :
- Anjurkan posisi
duduk
- Anjurkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum kaman

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah Pelaksanaan tindakan keperawatan yang mana

sudah direncanakan atau di intervensikan sebelumnya sehingga pemberian asuhan

keperawatan dapat secara komprenhensif. Tindakan keperawatan harus sesuai

dengan perencanaan sebelumnya yang sudah di indikasikan dengan keadaan klien dan

keluarganya sehingga dapat terlaksana semua rencana tindakan keperawatan

tersebut. Perlu di perhatikan dalam tindakan keperawatan, bila klien dalam keadaan

atau kondisi yang berubah sehingga tidak dapat di laksanakan tindakan keperawatan,

maka perawat perlu mengkaji ulang keadaan klien sehingga dapat merubah

perencanaan sebelumnya
E. Evaluasi

Evalusi keperawatan menunjukkan pencapaian tindakan keperawatan berhasil


atau tidak dengan di dapat dengan evaluasi hasil yang sebelumnya diharapkan
dalam perencanaan tindakan keperawatan. Maka evaluasi keperawatan merupakan
akhir dari proses keperawatan, yang mana seorang perawat mengevaluasi keadaan
klien dari hasil evaluasi somatic dan evalusi formatik. Untuk evalusi somatic,
seorang perawat mengevaluasi dari respon klien pada saat melakukan tindakan
keperawatan. Sedangkan evaluasi formatik yang mana seorang perawat dapat
mendokumentasikan dalam format yang telah disediakan yang berisi tentang
evaluasi; subjektif, objektif, asertif dan pleaning yang akan datang apakan teratasi
atau tidak
BAB IV

PENUTUP

A.    Kesimpulan
        Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang pada bagian telinga tengah
khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus dan
sekitar jendela ovalis sehingga dapat mengakibakan fiksasi pada stapes (Brunner &
Sudart, 2001).
        Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di sekitar telinga
tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi pergerakan
tulang stapes (tulang telinga tengah yang menempel pada telinga dalam), akibatnya
tulang stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana mestinya
(Mediastore.2004).
B.    Saran
        Otosklerosis merupakan penyakit yang rawan menyerang kita. Maka dari itu
disarankan agar setiap individu waspada terhadap timbulnya otosklerosis dengan cara
lebih menjaga kebersihan diri terutama telinga. Jika timbul gejala – gejala
otosklerosis segeralah periksa kedokter.
DAFTAR PUSTAKA

Salima, J., Imanto, M., & Khairani, K. (2016). Tuli Konduktif ec Suspek Otosklerosis
Auris Sinistra pada Pasien Laki-laki berusia 49 Tahun. JPM (Jurnal Pengabdian
Masyakat) Ruwa Jurai, 2(1), 41-45.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2017), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2017), Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Walid, Siful dan Nikmatur Rohmah.2019. Proses Keperawatan: Teori dan


Aplikasi.Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

de Oliveira Penido, N., & de Oliveira Vicente, A. (2018). Medical management of


otosclerosis. Otolaryngologic Clinics of North America, 51(2), 441-452.

Foster, M. F., & Backous, D. D. (2018). Clinical evaluation of the patient with
otosclerosis. Otolaryngologic Clinics of North America, 51(2), 319-326.

Dumas, A. R., Schwalje, A. T., Franco-Vidal, V., Bébéar, J. P., Darrouzet, V., &
Bonnard, D. (2018). Cochlear implantati on in far-advanced otosclerosis: hearing
results and complications. Acta Otorhinolaryngologica Italica, 38(5), 445.

Anda mungkin juga menyukai