BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berkurangnya pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu
ataupun kedua telinga. Sedangkan Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat
berat yang bisa disebabkan oleh suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di
dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran
konduktif). Selain itu disebabkan oleh kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau
jalur saraf pendengaran di otak yang merupakan penurunan fungsi pendengaran
sensorineural (Billy Antony, 2008).
Gangguan pendengaran merupakan defisit sensorik yang paling sering pada populasi
manusia, mempengaruhi lebih dari 250 juta orang di dunia.Di dunia, menurut perkiraan
WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75 - 140
juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada bayi, terdapat 0,1 0,2%
menderita tuli sejak lahir atau setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 1 2 bayi yang menderita
tuli. Dari hasil "WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk 4 (empat)
negara di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4,6%) yang dapat
menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat.
Ketulian dibagi menjadi dua. Ketuliandibidang konduksi atau disebut tuli konduksi
dimana kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengan tulang pendengaran
stapes. Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat ditolong baik dengan pengobatan atau
dengan suatu tindakan misalnya pembedahan.Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori
neural hearing-loss) dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea sampai dengan
pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam pengobatannya.Apabila tuli
konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan disebut tuli campuran.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Dapat menganalisa asuhan keperawatan pada klien dengan tuli konduksi dansensorineural.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi dari tuli konduksi dan sensorineural.
2. Menjelaskan etoilogi dari tuli konduksi dan sensorineural.
3. Menjelaskan klasifikasi dari tuli konduksi dan sensorineural.
4. Menjelaskan patofisiologi dari tuli konduksi dan sensorineural.
5. Menjelaskan manifestasi klinis dari tuli konduksi dan sensorineural.
6. Menjelaskan penetalaksanaan medis dari tuli konduksi dan sensorineural.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP TELINGA
1. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENDENGARAN
Telinga dibagi 3 bagian, yaitu:
a. Telinga luar (auris eksterna)
Aurikulum : menangkap gelombang suara dan meneruskannya ke MAE
Meatus akustikus eksternus : meneruskan gelombang suara ke membrane timpani
Membran timpani : untuk proses resonansi
b. Telinga tengah (auris media)
Kavum timpani : tempat tulang tulang pendengaran berada
Tuba Eustachius : saluran yang menghubungkan antara telinga tengah dengan telinga
dalam
Antrum & sel-sel mastoid
b. Telinga dalam (auris interna = labirin)
Koklea (organ auditivus) : untuk keseimbangan
Labirin vestibuler (organ vestibuler /status) : untuk keseimbangan
2. PROSES PENDENGARAN
Gelombang suara yang berasal dari udara ditangkap oleh aurikulla kemudian
diteruskan ke MAE ( Meatus Akustikus Externa ), kemudian dilanjutkan ke membran
timpani. Setelah masuk di membran timpani, gelombang udara tersebut menggerakkan tulang
tulang pendengaran, yang terdiri dari tulang incus, stapes dan maleus. Setelah itu menuju ke
foramen ovale. Dari foramen ovale, merangsang Koklea untuk mengeluarkan cairan. Cairan
koklea tersebut kemudian menuju ke membran basilaris, merangsang pergerakan hair cells.
Diteruskan ke cortex auditorius. Kemudian kita dapat mendengar suatu bunyi.
B. KONSEP TULI KONDUKTIF
1. DEFINISI
Tuli Konduktif atau Conductive Hearing Loss (CHL) adalah jenis ketulian yang tidak
dapat mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat mendengar huruf U dari
kata susu sehingga penderita mendengarnya ss. Biasanya gangguan ini reversible karena
kelainannya terdapat di telinga luar dan telinga tengah(Purnawan Junadi,dkk. 1997, hal. 238).
Tuli kondusif adalah kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga
menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga. Kelainan telinga luar yang
menyebabkan tuli kondusif adalah otalgia, atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis
eksterna sirkumskripta, otitis eksterna maligna, dan osteoma liang teliga. Kelainan telinga
tengah yang menyebabkan tuli kondusif ialah sumbatan tuba eustachius, otitis media,
otosklerosis, timpanisklerosia, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran. (Indro
Soetirto: 2003)
2. ETIOLOGI
Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat menyebabkan perubahan
atau kelainan diantaranya sebagai berikut :
a. Berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran daun telinga (pinna)
b. Atropi dan bertambah kakunya liang telinga
c. Penumpukan serumen
d. Membrane tympani bertambah tebal dan kaku
e. Kekuatan sendi tulang-tulang pendengaran
f. Kelainan bawaan (Kongenital)
Atresia liang telinga, hipoplasia telinga tengah, kelainan posisi tulang-tulang pendengaran
dan otosklerosis.
Penyakit otosklerosis banyak ditemukan pada bangsa kulit putih
g. Gangguan pendengaran yang didapat, misal otitis media
3.
a.
b.
c.
d.
e.
MANIFESTASI KLINIS
rasa penuh pada telinga
pembengkakan pada telinga bagian tengah dan luar
rasa gatal
trauma
tinnitus
4. PATOFISIOLOGI
Saat terjadi trauma akan menimbulkan suatu peradangan bias saja menimbulkan luka,
nyeri kemudian terjadi penumpukan serumen atau otorrhea. Penumpukan serumen yang
terjadi dapat mengakibatkan transmisi bunyi atau suara yang terganggu sehingga penderita
tidak dapat mempersepsikan bunyi atau suara yang di dengarnya.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Audiometri
X-ray
6. PENALAKSANAAN
Liang telinga di bersihkan secara teratur. dapat diberikan larutan asam asetat 2-5 % dalam
alcohol yang di teteskan ke liang teling atau salep anti jamur. Tes suara bisikan, Tes garputala.
c.
d.
e.
mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat
mendengarnya.Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah.Untuk mengukur
pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur
pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian
diletakkan pada prosesus mastoideus.
Audimetri Ambang Bicara
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa
dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang
memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu. Dilakukan perekaman terhadap
volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.
Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata
yang bunyinya hampir sama. Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang
bunyinya hampir sama.Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang
diulang dengan benar)biasanya berada dalam batas normal.Pada tuli sensori, nilai
diskriminasi berada di bawahnormal.Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah
normal.
Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap
tekanan) pada telinga tengah.Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan
penyebab dari tuli konduktif.Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan
biasanya digunakan padaanak-anak.Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah
sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.Dengan
alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapabanyak
suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.Hasil
pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:
penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung
bagian belakang)
cairan di dalam telinga tengah
kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga
tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius,
yangmelekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di telinga tengah).Dalam
keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh(refleks
akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.Jika terjadi
penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah ataumenjadi
lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksiselama
telinga menerima suara yang gaduh.
f. Respon Auditoris Batang Otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada saraf
pendengaran.Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak
tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak.
g. Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf
pendengaran.Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan
fungsipendengaran sensorineural.Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa
digunakan untuk menilaipendengaran pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau
memberikan respon bawah sadarterhadap suara.Misalnya untuk mengetahui ketulian pada
anak-anak dan bayi atau untuk memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura
tuli).Beberapa pemeriksaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang
mengolah pendengaran di otak.
Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk:
mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan
memahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan pada saat telinga kiri menerima pesan
yang lain
menggabungkan pesan yang tidak lengkap yang disampaikan pada kedua telinga menjadi
pesan yang bermakna
menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan di kedua telinga pada waktu yang
1.
2.
3.
4.
bersamaan.
Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu kelainan
pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri. Kelainan pada batang
otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam menggabungkan pesan yang tidak lengkap
menjadi pesan yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara.
Beberapa pemeriksaan yang khusus dilakukan pada anak anak adalah:
Free Field Test
Dilakukan pada ruangan kedap suara dan diberikan rangsangan suara dalam berbagai
frekuensi untuk menilai respons anak terhadap bunyi
Behavioral Observation (0 6 bulan)
Pada pemeriksaan ini diamati respons terhadap sumber bunyi berupa perubahan sikap atau
refleks pada bayi yang sedang diperiksa
Conditioned Test (2 4 tahun)
Anak dilatih untuk melakukan suatu kegiatan saat mendengar suara stimuli tertentu.
B.E.R.A (Brain Evoked Response Audiometry)
Dapat menilai fungsi pendengaran anak atau bayi yang tidak kooperatif
6. PENATALAKSANAAN
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada penyebabnya.Jika
penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah
atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut.Jika
penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan
pencangkokan koklea.
a. Alat bantu dengar
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang
berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar.
Alat bantu dengar terdiri dari:
- Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
- Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
- Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah
penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang
profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi
pendengaran). Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman
percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Dalam menentukan
suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal
berikut:
- kemampuan mendengar penderita
- aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
- keterbatasan fisik
- keadaan medis
- penampilan
- harga
1) Alat Bantu Dengar Hantaran Udara
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah
penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.
2) Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan
Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat. Alat ini
disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat yang
dipasang di saluran telinga.Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena
pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak.
3) Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga
Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat.Alat ini
dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.
4) CROS (contralateral routing of signals)
Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada
salah satu telinganya.Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi dan suaranya
diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmiter radio
berukuran mini.Dengan alat ini, penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang
tidak berfungsi.
5) BICROS (bilateral CROS)
Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang
ringan,maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.
6) Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran
udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar
cairan otore. Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah
pita elastis.Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu
dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.
b. Pencangkokan koklea
Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat
mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini dicangkokkan di bawah
kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:
Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar
Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara yang tertangkap
oleh mikrofon
Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor
percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke otak.
Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal,
tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu mereka
dalam memahami percakapan. Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar. Alat
bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian
telinga dalam yang mengalami kerusakan.
Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik
oleh telinga dalam.Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai
suara. Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea
menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak.
D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Riwayat :
identitas pasien,
riwayat adanya kelainan nyeri,
infeksi saluran nafas atas yang berulang,
riwayat infeksi
nyeri telinga
b. Pemeriksaan fisik
B1(breathing)
: infeksi saluran pernafasan atas yang
berulang
B2(blood)
: tidak ada kelainan pada sistem
kardiovaskuler
B3(brain)
: pusing, vertigo,nyeri, rasa penuh pada
telingga
B4(bladder)
: tidak ada kelainan
B5(bowel)
: tidak ada kelainan
B6(bone&muskuluskeletal) : malaise, aktivitas terbatas, suhu meningkat
c.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Diagnosa keperawatan
Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Gangguan sensori / presepsi berhubungan dengan kerusakan pada telingatengah
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri
Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri, otore
Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
Ansietas berhubungan dengan prosedur perubahan status kesehatan dan pengobatan
Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,
hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
8. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan berkurangnya pendengaran.
d. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Pasien mengambarkan nyeri dalam keadan minimal atau tidak ada nyeri
Intervensi:
Kaji nyeri, lokasi,karasteristik, mulai timbul, frekuensi dan intensitas, gunakan tingkat
ukuran nyeri
R/ : untuk mengukur tingkat/kualitas nyeri guna intervensi selanjutnya
Ajarkan dan bantu dengan alternative teknik pengurangan nyeri (misalnya imajinasi, musik,
relaksasi)
R/ : pengalihan perhatian dapat mengurangi nyeri
Kaji tingkat pola koping keluarga terhadap penyakit yang dialami klien
R/ : Pola koping keluarga mempengaruhi koping pasien terhadap penykitnya
Berikan informasi yang adekuat mengenai penyakit yang dialami klien.
R/ : Informasi adekuat dapat memperbaiki koping pasien terhadap penyakitnya
Berikan motivasi kepada klien dalam menghadapi penyakitnya
R/ : Motivasi dapat membantu pasien dalam menghadapi penyakitnya dan menjalani
pengobatan sehingga klien tidak merasa sendirian.
Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien.
R/ : Motivasi dari keluarga sangat membantu proses koping pasien.
5. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
Tujuan : klien dapat mengerti mengenai penyakitnya.
Intervensi:
Kaji tingkat pendidikan klien
R/ : Untuk mengetahui tingkat pendidikan klien guna intervensi selanjutnya
Kaji tingkat pengetahuan klien tentang prognosis penyakitnya
R/ : untuk mengukur sejauh mana klien mengetahui tentang penyakitnya
Berikan informasi yang lengkap mengenai penyakit klien.
R/ : informasi yang lengkap dapat menambah pengetahuan klien sekaligus mengurangi
tingkat kecemasan
Berikan informasi yang akurat jika klien membutuhkan informasi tentang penyakitnya.
R/ : pemberian informasi yang akurat dapat menambah informasi tentang penyakit yang
dialami klien
6. Ansietas berhubungan dengan prosedur perubahan status kesehatan dan pengobatan
Tujuan : klien memperlihatkan ekspresi wajah yang ceria.
Intervensi:
Kaji tingkat ansietas klien terhadap penyakitnya
R/ : untuk mengukur tingakt kecemasan klien terhadap penyakitnya guna implementasi
selanjutnya.
Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya
R/ : sebagai tolak ukur untuk memberikan informasi selanjutnya mengenai penyakit yang di
alaminya.
Berikan informasi klien tentang penyakitnya.
R/: Informasi yang adekuat dapat mengurangi kecemassan klien terhadap penyakitnya
Berikan dorongan pada klien dalam menghadapi penyakitnya.
R/: Dorongan yang adekuat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien sekaligus
memberikan perhatian kepada klien.
R/ Klien dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan bahasa tubuh atau
bahasa isyarat lainnya dan bisa juga dengan ditulis, sehingga komunikasi klien tetap lancar.
Ajari keluarga dan kolega klien untuk berbicara lebih keras atau cenderung mendekat ke
telinga yang sehat.
e.
f.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
R/ Memudahkan klien untuk mendengar, sehingga komunikasi klien tetap lancar, harga diri
klien meningkat.
Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat dengan menyesuaikan
terhadap kondisi klien.
Evaluasi
Pasien mengambarkan nyeri dalam keadan minimal atau tidak ada nyeri
Klien memperlihatkan persepsi pendengaran yang baik
Klien dapat melakukan aktivitas dengan baik
Pola koping klien adekuat
Klien dapat mengeti dengan penyakitnya
Klien memperlihatkan ekspresi wajah yang ceria
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketuliandibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainanterletak antara
meatus akustikus eksterna sampai dengana tulangpendengaran stapes. Tuli di bidang
konduksi ini biasanya dapatditolong dengan memuaskan, baik dengan pengobatan
ataudengan suatu tindakan misalnya pembedahan.Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori
neural hearing-loss)dimana letak kelainan mulai dari organ korti di kokleasampai dengan
pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi inibiasanya sulit dalam pengobatannya.Apabila tuli
konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan,disebut tuli campuran.Untuk mengetahui jenis
ketulian diperlukan pemeriksaanpendengaran.
B. Saran
Untuk mencgah terjadinya tuli perepsi maupun tuli konduksi, sebaiknya :
1. Hindari suara keras, ramai dan kebisingan.
2. Hindari diet yang berlemak.Hal-hal lain yang dianjurkan ialah hindari dingin yang
berlebihan, rokok yang berlebihan dan stres. Anemia, kekuranganvitamin dan insufisiensi
kardiovaskular juga harus segera diobati.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.
George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta.
Iskandar, H. Nurbaiti,dkk 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Mukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu Penyakit THT, FK
UNAIR. Surabaya.
Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan RSUD Dr Soetomo Surabaya
Rukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. EGC. Jakarta.
http://www.nezfine.files.wordpress.com20100520.pdf diakses pada tanggal 14
November 2011
http://www.scribd.com/doc/23723412/TULI-SENSORINEURALdiakses pada tanggal14
November 2011
Soetirto, Indro.2003. Tuli Akibat Bising dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok
Ed.3 Editor: H. Efiaty A.Soepardi dkk. Jakarta: FKUI
http://taufanarif1990.blogspot.com/2013/02/askep-tuli-konduktif-dansensori.html